Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hipertiroid adalah suatu kondisi dimana kelenjar tiroid memproduksi hormon
tiroid secara berlebihan, biasanya karena kelenjar terlalu aktif. Kondisi ini
menyebabkan beberapa perubahan baik secara mental maupun fisik seseorang, yang
disebut dengan thyrotoxicosis.1.7.8.9
Hipertiroid adalah gangguan yang terjadi ketika kelenjar tiroid memproduksi
hormon tiroid lebih dari yang dibutuhkan tubuh. Hal ini kadang-kadang disebut
tirotoksikosis, istilah untuk hormon tiroid terlalu banyak dalam darah. Sekitar 1
persen dari penduduk AS memiliki hyperthyroidism. Perempuan lebih mungkin
mengembangkan hipertiroidisme daripada pria. 1.7.8.9
Di Amerika Serikat, penyakit Graves adalah bentuk paling umum dari
hipertiroid. Sekitar 60-80% kasus tirotoksikosis akibat penyakit Graves. Kejadian
tahunan penyakit Graves ditemukan menjadi 0,5 kasus per 1000 orang selama periode
20-tahun, dengan terjadinya puncak pada orang berusia 20-40 tahun. Gondok
multinodular (15-20% dari tirotoksikosis) lebih banyak terjadi di daerah defisiensi
yodium. Kebanyakan orang di Amerika Serikat menerima yodium cukup, dan
kejadian gondok multinodular kurang dari kejadian di wilayah dunia dengan
defisiensi yodium. Adenoma toksik merupakan penyebab 3-5% kasus tirotoksikosis.
1.7.8.9

Prevalensi hipertiroid berdasarkan umur dengan angka kejadian lebih kurang 10


per 100.000 wanita dibawah umur 40 tahun dan 19 per 100.000 wanita yang berusia
di atas 60 tahun. Prevalensi kasus hipertiroid di Amerika terdapat pada wanita sebesar
(1 ,9%) dan pria (0,9%). Di Eropa ditemukan bahwa prevalensi hipertiroid adalah
berkisar (1-2%). Di negara lnggris kasus hipertiroid terdapat pada 0.8 per 1000
wanita pertahun. 1.7.8.9

Istilah hipertiroidisme sering disamakan dengan tirotoksikosis, meskipun secara


prinsip berbeda. Dengan hipertiroidisme dimaksudkan hiperfungsi kelenjar tiroid dan
sekresi berlebihan dari hormone tiroid dalam sirkulasi. Pada tirotoksikosis dapat
disebabkan oleh etiologi yang amat berbeda, bukan hanya yang berasal dari kelenjar
tiroid. Adapun hipertiroidisme subklinis, secara definisi diartikan kasus dengan kadar
hormone normal tetapi TSH rendah. Di kawasan Asia dikatakan prevalensi lebih
tinggi dibanding yang non Asia (12% versus 2.5%).1.7.8.9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KELENJAR TIROID
1.

ANATOMI DAN FISIOLOGI


Kelenjar tiroid mulai terbentuk pada janin berukuran 3,4-4 cm, yaitu pada akhir

bulan pertama kehamilan. Kelenjar tiroid berasal dari lekukan faring antara branchial
pouch pertama dan kedua. Dari berian tersebut timbul diverticulum, yang kemudian
membesar, tumbuh ke arah bawah mengalami migrasi kebawah yang akgirnya
melepaskan diri dari faring sebelum lepas, ia terbentuk sebagai duktus tiroglosus,
yang berawal dari foramen sekum di basis lidah. Pada umumnya duktus ini akan
menghilang pada usia dewasa, tetapi pada beberapa keadaan masih menetap,
sehingga dapat terjadi pada beberapa keadaan masih menetap, sehingga dapat terjadi
kelenjar di sepanjang jalan tersebut, yaitu antara kartilago tiroid dengan basis lidah.
Dengan demikian, kegagalan menutupnya duktus akan mengakibatkan terbentuknya
kelenjar tiroid yang letaknya abnormal yang disebut persistensi duktus tiroglosus.
Persistensi duktus tiroglosus dapat berupa kista duktus tiroglosus, tiroid lingual atau
tiroid servikal. Sedangkan densensus yang terlalu jauh akan menghasilkan tiroid
substernal. Sisa ujung kaudal duktus tiroglosus ditemukan pada lobus piramidalis
yang menempel di ismus tiroid. Branchial pouch keempatpun ikut membentuk bagian
kelenjar tiroid, dan merupakan asal mula sel-sel parafolikular atau sel C, yang
memproduksi kalsitonin.1.2.3.4.5
Kelenjar tiroid terletak dibagian bawah leher, terdiri atas dua lobus, yang
dihubungkan oleh ismus yang menutupi cincin trakea 2 dan 3. Kapsul fibrosa
menggantungkan kelenjar ini pada fasia pratrakea sehingga pada setiap gerakan
menelan selalu diikuti dengan gerakan terangkatnya kelenjar kearah kranial, yang
merupakan ciri khas kelenjar tiroid. Sifat inilah yang digunakan di klinik untuk
menetukan apakah suatu bentukan di leher berhubungnan dengan kelenjar tiroid atau
tidak. Setiap lobus tiroid yang berbentuk lonjong berukuran panjang 2.5-4 cm, lebar
3

1.5-2 cm dan tebal 1-1,5 cm. berat kelenjar tiroid dipengaruhi oleh berat badan dan
masukan iodium. Pada orang dewasa beratnya berkisar antara 10-20 gram.
Vaskularisasi kelenjar tiroid termasuk amat baik. Arteri tiroidea superior berasal dari
arteri karotis komunis atau arteri karotis eksterna, arteri tiroidea inferior dari arteri
subklavia, dan arteri tiroid berasal dari arteri brakiosefalik salah satu cabang arkus
aorta. Ternyata setiap folikel tiroid diselubungi oleh jala-jala kapiler dan limfatik,
sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus perifolikular yang menyatu
dipermukaan membentuk venna tiroidea superior, lateral dan inferior. Aliran darah ke
kelenjar tiroid diperkirakan 5 ml/gram kelenjar/menit, dalam keadaan hipertiroidisme
aliran ini akan meningkat sehingga dengan stetoskop terdengan bising aliran darah
dengan jelas di ujung bawah kelenjar.1.2.3.4.5
Secara anatomis dari dua pasang kelenjar paratiroid, sepasang kelenjar paratiroid
menempel di belakang lobus superior tiroid dan sepasang lagi di lobus medius,
sedangkan nervus laringeus rekuren berjalan di sepanjang trakea dibelakang tiroid.1.2.3
Pembuluh darah bening kelenjar tiroid berhubungan secara bebas dengan pleksus
trakealis. Selanjutnya dari pleksus ini kearah nodus pralaring yang tepat berada di
atas ismus menuju ke kelenjar getah bening brakiosefalik dan sebagian ada yang
langsung ke duktus torasikus. Hubungan getah bening ini penting untuk menduga
penyebaran keganasan yang berasal dari kelenjar tiroid.2.3 (Gambar 1)

Gambar 1. Anatomi Kelenjar Tiroid.2


4

Potongan horizontal faring fetus manusia menunjukkan asal kelanjar tiroid dan
paratiroid

Variasi letak kelenjar tiroid sehubungan dengan proses migrasinya ke kaudal

Sistem limfatik tiroid dengan arah penyalurnya.


Dengan mikroskop terlihat kelenjar tiroid terdiri atas folikel dalam berbagai

ukuran antara 50-500 mm. dinding folikel terdiri dari selapis sel epitel tunggal dengan
puncak menghadap ke dalam lumen, sedangkan basisnya menghadap kearah
membrane basalis. Folikel ini berkelompok-kelompok sebanyak kira-kira 40 buah
untuk membentuk lobules yang mendapat darah dari end artery. Folikel mengandung
bahan yang jika diwarnai dengan hematoksilin-eosin berwarna merah muda yang
disebut koloid dan dikelilingi selapis epitel tiroid. Ternyata tiap folikel merupakan
kumpulan dari klon sel tersendiri.

Sel ini berbentuk kolumnar apabila

dirangsang/istirahat. Sel folikel mensintesis tiroglobulin (Tg) yang disekresikan ke


dalam lumen folikel. Tg adalah glikoprotein berukuran 660kDa, dibuat diretikulum
endoplasmik, dan mengalami glikosilasi sebara sempurna di aparat golgi. Protein lain
yang amat penting disini ialah tiroperoksidase (TPO). Enzim ini berukuran dengan
103kDa yang 44%-nya berhomologi dengan mieloperoksidase. Baik TPO maupun Tg
bersifat antigenic seperti halnya pada penyakit tiroid autoimun, sehingga dapat
digunakan sebagai penanda penyakit. Biosintesis hormon T4 dan T3 terjadi didalam
tiroglobulin pada batas antara apeks sel-koloid. Di sana terlihat tonjol-tonjol
mikrovili folikel ke lumen, dan tonjol ini terlibat juga dalam proses endositosis
tiroglobulin. Hormone utama yaitu tiroksin (T4) dan tiriodotironin (T3) tersimpan
dalam koloid sebagai bagian dari molekul tiroglobulin. Hormon ini hanya akan
dibebaskan apabila ikatan dengan tiroglobulin ini dipecah oleh enzim khusus.1.2.5

Gambar 2. Gambara mikroskopik kelenjar tiroid.5


Mengingat yodium merupakan unsur pokok dalam pembentukan hormon tiroid,
maka harus selalu tersedia yodium yang cukup dan berkesinambungan. Yodium
dalam makanan berasal dari makanan laut, susu, daging, telur, air minum, garam
beryodium dan sebagainya. Faktor kandungan yodium dalam lahan setempat sangat
penting, khususnya bagi daerah terpencil di mana penduduknya hanya khusus makanmakanan yang berasal dari produksi setempat yang lahannya mempunyai kandungan
yodium rendah.1.3.4
Yodium diserap oleh usus halus bagian atas dan lambung, dan 1/3 hingga
ditangkap kelenjar tiroid, sisanya dikeluarkan lewar urin. Ditaksir 95% yodium tubuh
tersimpan dalam kelenjar tiroid, sisanya dalam sirkulasi (0,04-0,57%) dan jaringan.
Dalam gambar 2 terlihat bahwa, dalam keadaan keseimbangan (homeostasis)
masukan yodium sehari dapat diperkirakan dengan mengukur jumlah yodium yang
dikeluarkan dalam urin per hari.1.3.4
Hormon kalsitonin, yang juga dihasilkan oleh kelenjar tiroid, berasal dari sel
parafolikular (sel CO). hormon ini berperan aktif dalam metabolisme kalsium dan
tidak berperan sama sekali dalam metabolisme yodium. Mengingat asal hormon ini,
kalsitonin seringkali digunakan sebagai penanda untuk mendeteksi adanya carcinoma
medullare thyroid.1.3.4
6

2.

BIOSINTESIS HORMON TIROID


Hormon tiroid sangat istimewa karena mengandung 59-65% elemen yodium.

Hormon T4 dan T3 berasal dari yodinasi cincin fenol residu tirosin yang ada di
tiroglobulin. Awalnya terbentuk mono dan diiodotirosin, yang kemudian mengalami
proses penggandengan (coupling) menjadi T3 dan T4.1.3.4
Proses biosintesis hormon tiroid secara skematis dapat dilihat dalam beberapa
tahap, sebagian besar distimulir oleh TSH, yaitu tahap :
a) Tahap trapping
b) Tahap oksidasi
c) Tahap coupling
d) Tahap penimbunan atau storage
e) Tahap deiyonisasi
f) Tahap proteolisis
g) Tahap pengeluaran hormone dari kelenjar tiroid.
Yodida (I-) bersama dengan Na+ diserap oleh transporter yang terletak di
membrane plasma basal sel folikel. Protein tranporter ini disebut sodium iodide
symporter (NIS), berada di membrane basal, dan kegiatannya tergantung adanya
energi, membutuhkan O2 yang didapat dari ATP. Proses ini distimulir oleh TSH
sehingga mampu meningkatkan konsentrasi yodium intrasel 100-500X lebih tinggi
disbanding kadar ekstrasel. Hal ini dipengaruhi juga oleh tersedianya yodium dan
aktifitas tiroid beberapa bahan seperti tiosianat (SCN -) dan perklorat (CIO4-) justru
menghambat proses ini. Beberapa ion lain dapat menghambat pompa yodida ini
dengan urutan kekuatan sebagai berikut : TcO4, 3SeCN3, NO2Br. Baik TcO4 maupun
perklorat secara klinis dapat digunakan dalam memblok uptake yodida dengan cara
inhibisi kompetitif pada pompa yodium. Meskipun kalah kuat, tetapi nitrit (NO 2) dan
Br juga dapat menghambat, asal kadarnya cukup tinggi. Berdasarkan hal ini maka
perchlorate discharge test dilakukan untuk mendiagnosis adanya defek proses
7

yodinasi yang bersifat kongenital. Pertrchnetat (TcO4-) juga mampu lewat pompa
yang sama, dan dalam klinik pertechnetat radioaktif dimanfaatkan untuk memindai
kelenjar tiroid. 1.3.4
Tiroglobulin satu glikoprotein 660kDa disintesis di reticulum endoplasmic tiroid
dan glikosilasinya diselesaikan di aparat golgi. Hanya molekul Tg tertrntu (folded
molecule) mencapai membran apical, dimana peristiwa selanjutnya terjadi. Adapun
protein kunci lain yang akan berperan adalah tiroperoksidase (TPO). Proses diapeks
melibatkan iodide, Tg, TPO dan hydrogen peroksida (H2O2). Produksi H2O2
membutuhkan kalsium, NADPH dan NADPH oksidase. Yodida dioksidasi oleh H 2O2
dan TPO yang selanjutnya menempel pada residu tirosil yang ada dalam rantai
peptide Tg, membentuk 3-monoiodotirosin (MIT) atau 3,5-diiodotirosin (DIT).
Kemudian, dua molekul DIT (masih berada dan merupakan bagia dari Tg)
menggabung menjadi T4, dengan cara menggabungkan grup diiodofenil DIT, donor,
dengan DIT akseptor dengan perantaraan diphenyl ether link. Dengan cara yang sama
dibentuk T3 dari donor MIT dengan aseptor DIT. 1.3.4

3.

TRANSPORTASI HORMON
Baik T3 maupun T4 diikat oleh protein pengikat dalam serum (binding protein).

Hanya 0,35% T4 total dan 0,25% T3 total berada dalam keadaan bebas. Ikatan T3
dengan protein tersebut kurang kuat dibandingkan dengan T4, tetapi karena efek
hormonnya lebih kuat dan turnover nya lebih cepat, maka T3 ini sangat penting.
Ikatan hormon terhadap protein ini makin melemah berturut-turut TBG (thyroxin
binding globulin), TBPA (thyroxin binding protein prealbumin, disebut pula
transtiretin), serum albumin. Dalam keadaan normal, kadar yodotironin total
menggambarkan kadar hormone bebas, namun pada keadaan tertentu jumlah protein
binding dapat berubah. Meninggi pada neonates, penggunaan estrogen termasuk
kontrasepsi oral, penyakit hati kronik dan akut, naiknya sintesis di hati karena
pemakaian kortikosteroid dan kehamilan, dan menurun pada penyakit ginjal dan hati
8

kronik, penggunaan androgen dan steroid anabolik, sindrom nefrotik, dan dalam
keadaan sakit berat. Penggunaan obat tertentu misalnya salisilat, hidrantoin dan obat
anti inflamasi seperti fenklofenak menyebabkan kadar hormon total menurun karena
obat tersebut mengikat protein secara kompetitif, akibatnya kadar hormon bebas
meningkat. Arti klinis kadar hormone perlu diinterprestasikan dengan memperhatikan
faktor-faktor tersebut. 1.3.4

4.

METABOLISME T3 DAN T4
Waktu paruh T4 di plasma ialah 6 hari sedangkan T3 24-30 jam, sebagian T4

endogen (5-17%) mengalami konversi lewat proses monodeyodinasi menjadi T3.


Jaringan yang mempunyai kapasitas mengadakan perubahan (konversi) ini ialah
jaringan hati, ginjal, jantung, dan hipofisis. Dalam proses konversi ini terbentuk juga
rT3 (reserved T3, 3,3,5 triiodotironin) yang secara metabolic tidak aktif. Agaknya
deyodinasi T4 menjadi rT3 ini digunakan untuk mengatur metabolisme pada tingkat
selular. Karena hormone aktif ialah T3 bukan T4 maka harus terjadi dulu konversi
menjadi T3 dahulu supaya mampu berfungsi dengan baik. Dengan adanya
deiodenases, hormon aktif dapat dipertahankan guna mendukung kebutuhan manusia,
dikenal 3 macam deyodinasi utama : DI, DII, dan DIII masing-masing dengan fungsi
khusus. Deyodinasi tipe I : konversi T4 ke T3 di perifer dan tidak berubah pada waktu
hamil. Deyodinasi tipe II mengubah T4 ke T3 secara local (di plasenta, otak serta
susunan saraf pusat, dan mekanisme ini penting untuk mempertahankan kadar T 3
lokal. Deyodinasi tipr III : mengubah T4 menjadi rT3 dan T3 ke T2, khususnya di
plasenta dan dimaksud mengurangi masuknya hormon berlebihan dari ibu ke fetus.
Keadaan dimana konversi T4 atau T3 berkurang terjadi pada : kehidupan fetal,
retriksi kalori, penyakit hati, penyakit sitemik berat, defisiensi selenium dan pengaruh
berbagai obat (propiltiourasil, glukokortikoid, propranolol, amiodaron, beberapa
bahan kontras seperti asam yopanoat, natrium ipodas). 1.3.4

Mekanisme kerja hormon di perifer dapat dilihat pada Gambar 5 dalam panel A
dan panel B. keduanya menggambarkan sel dalam keadaan pasif, sebelum dimasuki
hormone tiroid, dan fase aktif, dimana hormone T3 baik langsung dari sirkulasi
maupun T3, yang masih harus di konversi dari T4 menjadi T3 mempengaruhi
transkripsi gen, sehingga terjadi efek khusus sel. 1.3.4
Panel A. fase inaktif : ikatan TR dimer pada TRE bersama ko-reseptor menghambat
transkripsi gen.
Panel B. fase aktif : hormon bebas masuk ke sel dengan system tranpor khusus. Disel
terjadi konversi T4 ke T3 oleh 5-deyodinasi dan T3 bergerak ke arah inti dan berikatan
dengan TR-LBD dari monomer TR. Ikatan ini menyebabkan lepasnya TR homodimer
dan heterodimerisasi dengan RXR pada TRE dan dilepanya koreseptor. Sebaliknya
terjadi ikatan dengan koaktivator. Dengan adanya kompleks TR-koaktivator ini
terjadi transkripsi gen yang menyebabkan sintesis protein khas sel tersebut.

Gambar 3. Metabolisme Hormon Tiroid.1


5.

EFEK METABOLISME HORMON TIROID


10

Hormon tiroid memang satu hormone yang dibutuhkan oleh hampir semua proses
tubuh termasuk proses metabolisme, sehingga perubahan hiper atau hipotiroidisme
berpengaruh atas berbagai peristiwa. Efek metaboliknya antara lain seperti dibawah
ini : 1.3.4

Termoregulasi (jelas pada miksedema atau koma miksedema dengan temperatur


sub-optimal) dan kalorigenik.

Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik, tetapi


dalam dosis besar bersifat katabolik.

Metabolisme karbohidrat. Bersifat diabeto-genik, karena resorpsi intestinal


meningkat, cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot menipis
dan degradasi insulin meningkat.

Matabolisme lipid. Meski T4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses


degradasi kolesterol dan eksresinya lewat empedu ternyata jauh lebih cepat,
sehingga

pada

hiperfungsi

tiroid

kolesterol

rendah.

Sebaliknya

pada

hipotiroidisme kolesterol total, kolesterol ester dan fosfolipid meningkat.

Vitamin A. konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memelukan hormon


tiroid. Sehingga pada hipotiroidisme dapat dijumpai karotenemia, kulit
kekuningan.

Lain-lain : gangguan metabolisme keratin fosfat menyebabkan miopati, tonus


traktus gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik, sehingga sering terjadi diare,
gangguan faal hati, anemia defisiensi Fe dan hipertiroidisme.

6.

EFEK FISIOLOGIS HORMON TIROID


Efeknya membutuhkan waktu beberapa jam sampai hari. Efek genomnya

mengahsilkan panas dan konsumsi oksigen meningkat, pertumbuhan, maturasi otak


dan susunan saraf yang melibatkan Na+, K+, ATPase sebagian lagi karena reseptor
beta adrenergic yang bertambah. Tetapi ada juga efek yang nongenomik misalnya
11

meningkatnya trsnpor asam amino dan glukosa, menurunya enzim tipe-2-5


deyodinasi di hipofisis. 1.3.4
Pertumbuhan fetus. Sebelum minggu ke-11 tiroid fetus belum bekerja, juga
TSHnya. Dalam keadaan ini Karen DIII tinggi di plasenta hormon tiroid bebas masuk
fetus amat sedikit, karena di inaktivasi di plasenta. Meski amat sedikit krusial, tidak
adanya hormon yang cukup menyebabkan lahitnya bayi kretin (retardasi mental dan
cebol). 1.3.4
Efek pada konsumsi oksigen, panas dan pembentukan radikal bebas. Kedua
peristiwa di atas dirangsang oleh T3, lewat Na+, K+, ATPase di semua jaringan kecuali
otak, testis dan limpa. Metabolisme basal meningkat. Hormon tiroid menurunkan
kadar superoksida dismutase hingga radikal bebas anion superoksida meningkat. 1.3.4
Efek kardiovaskular. T3 menstimulasi :1
a. Transkripsi myosin hc-B dan menghambat myosin hc-B, akibatnya kontraksi
otot miokard menguat.
b. Transkripsi Ca2+ ATPase di reticulum sarkoplasma meningkatkan tonus
diastolik.
c. Mengubah konsentrasi protein G, reseptor adrenergic, sehingga akhirnya
hormone tiroid ini punya efek yonotropik positif. Secara klinis terlihat sebagai
naiknya curah jantung dan takikardia.
Efek simpatik. Karena bertambahnya reseptor adrenergik-beta miokard, otot
skelet, lemak dan limfosit, efek pasca reseptor dan menurunnya reseptor adrenergik
alfa miokard, maka sensitifitas terhadap katekolamin amat tinggi pada hipertiroidisme
dan sebaliknya pada hipotiroidisme.1
Efek hematopoetik. Kebutuhan akan oksigen pada hipertiroidisme menyebabkan
eritropoesis dan produksi eritropoetin meningkat. Volume darah tetap namun red cell
turn over meningkat.1

12

Efek gastrointestinal. Pada hipertiroidisme motilitas usus meningkat. Kadang ada


diare. Pada hipotiroidisme terjadi obstipasi dan transit lambung melambat. Hal ini
dapat menyebabkan bertambah kurusnya seseorang.1
Efek pada skelet. Turn over tulang meningkat resorbsi tulang lebih terpengaruh
dari pada pembentukannya. Hipertiroidisme dapat menyebabkan osteopenia. Dalam
keadaan berat mampu menghasilkan hiperkalsemia, hiperkalsiuria dan penanda
hidroksiprolin dan cross-link piridium.1
Efek neuromuskular. Turn-over yang meningkat juga menyebabkan miopati
disamping hilangnya otot. Dapat terjadi kreatinuria spontan. Kontraksi relaksasi otot
meningkat (hiperrefleksia).1
Efek endokrin. Sekali lagi, hormon tiroid meningkatkan metabolic turn-over
banyak hormon serta bahan farmakologik. Contoh, waktu paruh kortisol adalah 100
menit pada orang normal tetapi menurun jadi 50 menit pada hipertiroidisme dan 150
menit oada hipotiroidisme. Untuk itu perlu diingat bahwa hipertiroidisme dapat
menutupi (masking) atau memudahkan unmasking kelainan adrenal.1

7.

PENGATURAN FAAL KELENJAR TIROID

Ada 3 dasar pengaturan faal tiroid yaitu : 1.3.4


a. Autoregulasi
Seperti disebutkan diatas, hal ini lewat terbentuknya yodolipid pada pemberian
yodium banyak dan akut, dikenal sebagai efek Wolf-Chaikoff. Efek ini bersifat
selflimiting. Dalam beberapa keadaan mekanisme escape ini dapat gagal dan
terjadilah hipotiroidisme.
b. TSH
TSH disintesis oleh sel tirotrop hiposfisis anterior. Banyak homologi dengan LH
dan FSH. Ketiganya terdiri dari subunit dan dan ketiganya mempunya

13

subunit yang sama, namun berbeda subunit -efek pada tiroid akan terjadi
dengan ikatan TSH dengan reseptor TSH (TSHr) di membram folikel. Sinyal
selanjutnya terjadi lewat protein G (khusus Gsa). dari sinilah terjadi perangsangan
protein kinase A oleh cAMP untuk ekspresi gen yang penting untuk fungsi tiroid
seperti pompa yodium, Tg, pertumbuhan sel tiroid dan TPO, serta faktor
transkripsi TTF1, TTF2 dan PAX8. Efek klinisnya terlihat sebagai perubahan
morfologi sel, naiknya produksi hormone, folikel dan vaskularitasnya bertambah
oleh pembentukan gondok, dan peningkatan metabolisme.
T3 intratirotrop mengendalikan sintesis dan keluarnya (mekanisme umpan balik)
sedang TRH mengontrol glikosilasi, aktivasi dan keluarnya TSH. Beberapa obat
bersifat menghambat sekresi TRH : somatostatin, glukokortikoid, dopamine,
agonis dopamine (misalnya bromokriptin), juga berbagai penyakit kronik dan
akut.
Pada morbus Graves, salah satu penyakit autoimun TSHr ditempati dan
dirangsang oleh immunoglobulin, antibody-anti-TSH (TSAb = thyroid
stimulating antibody, TSI = thyroid stimulating immunoglobulin), yang secara
fungsional tidak dapat dibedakan oelh TSHr dengan TSH endogen. Rentetan
peristiwa selanjutnya juga tidak dapat dibedakan dengan rangsangan akibat TSH
endogen.
c. TRH (Thyroid Releasing Hormone)
Hormon ini satu tripeptida, dapat disintesis neuron yang korpusnya berada di
nucleus paraventrikularis hipotalamus (PVN). TRH ini melewati median
eminence, tempat ia disimpan dan dikeluarkan lewat sistem hipotalamohipofiseal
ke sel tirotrop hipofisis. Akibatnya TSH meningkat. Meskipun tidka ikut
menstimulasi keluarnya growth hormone dan ACTH, tetapi TRH menstimulasi
keluarnya prolactin, kadang FSH dan LH. Apabila TSH naik dengan sendirinya
kelenjar tiroid mengalami hiperplasia dan hiperfungsi.

14

Sekresi hormon hipotalamus dihambat oleh hormone tiroid (mekanisme unpan


balik), TSH, dopamine, hormon korteks adrenal dna somatostatin, serta stress
dan sakit berat (non thyroidal illness).
Kompensasi penyesuaian terhadap proses umpan balik ini banyak memberi
informasi klinis. Sebagai contoh, naiknya TSH serum sering menggambarkan
produksi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid yang kurang memadai, sebaliknya
respon yang kurang memadai, sebaliknya respon yang rata (blunted response)
TSH terhadap stimulasi TRH eksogen menggambarkan supresi kronik di tingkat
TSH karena kebanyakan hormon, dan sering merupakan tanda dini bagi
hipertiroidisme ringan atau subklinis. (Gambar 6)

8.

HUBUNGAN KELENJAR TIROID DENGAN BEBERAPA KELENJAR


ENDOKRIN LAIN
a. Korteks adrenal
Kortikosteroid dan adenocorticotropin hormone (ACTH) menghambat tiroid
dengan cara meningkatkan klirens yodium dan menghambat TSH hipofisis.
Pada hipertiroidisme waktu paruh 17 OHCS memendek. Seringkali memang
pada krisis tiroid terlihat insufisiensi adrenal karena disappearance rate
dipercepat.
b. Medulla adrenal
Banyak gejala klinis hipertiroidisme yang dihubungkan dengan peningkatan
sensitisasi jaringan terhadap efek katekolamin dan bukannya dengan prosuksi
katekolamin yang tinggi.
c. Gonad
Kadar tiroid normal diperlukan sekali untuk pengeluaran LH hipofisis,
menstruasi ovulatory, fertilitas, dan kehidupan fetus. Kebanyakan hormon
tiroid akan menghambat menarce, meningkatnya infertilitas dan kematian

15

fetus. Pada hipotiroidisme terjadi menstruasi anovulatoar dengan monoragia,


sedangkan pada hipertiroidisme terjadi hipomenorea dan ovulatoar.
d. Tiroid dan Kehamilan
Ada beberapa hal yang perlu diketahui sehubungan dengan kehamilan ini.
Pertama TBG (thyroxin binding globulin) meningkat sehingga sebagai hasilnya
terjadi penurunan turn over rate T4 dan juga kadar T4 bebas. Hal ini
menimbulkan stimulasi TSH sehingga terjadi keseimbangan baru dengan
hyperplasia kelenjar. Oleh karena itu perlu waspada dalam menilai angka
labolatorik kadar T4 total dan T3 total seorang pasien yang diperkirakan
mempunyai perubahan TBG. Pada keadaan hamil atau pengguna kontrasepsi
oral sebaiknya diperiksa kadar hormon bebas.
Pada kehamilan normal PBI akan naik, tetapi apabila terjadi defisiensi yodium
sedang, maka kenaikan ini tidak terjadi atau terganggu. TSH (thyroxin
stimulating hormone) ibu tidak melewati plasenta, sehingga bayi ini sama
seklai bergantung pada TSHnya sendiri. Tiroid fetus mulai menangkap
radioaktif yodium pada minggu 12 14 dan mulai memproduksi hormon
sendiri pada minggu 19 22. Aksis hipofisis tiroid pada fetus mulai berfungsi
(intact) pada bulan ke-5. Dengan demikian kita perlu hati-hati untuk
menggunakan obat antitiroid sejak minggu 19 22. Supaya tidak terjadi
supresi TSH endogen dengan akibat timbulnya hipotiroidisme fetal. Umumnya
dikatakan bahwa hormon T3 dan T4 hampir tak melewati plasenta, tetapi akhirakhir ini sebaliknya meskipun dalam jumlah yang amat kecil. T3 lebih banyak
dibandingkan T4. Perhitungan yang agak cermat menunjukkan bahwa klirens
plasenta T4 ibu dalam sirkulasi fetus hampir sama dengan jumlah yang
dibutuhkan fetus ini. Dengan demikian apabila ada gangguan dalam kecepatan
transport ini, akan terjadi gangguan perkembangan fetus, baik somatic maupun
mental. Hal ini terbukti bahwa sepertiga kasus dengan kretin

atirotik

menderita hipotiroidisme.

16

B. HIPERTIROIDISME
1. Definisi
Hipertiroidisme (Tiroktosikosis) merupakan suatu keadaan di mana didapatkan
kelebihan hormon tiroid karena ini berhubungan dengan suatu kompleks fisiologis
dan biokimiawi yang ditemukan bila suatu jaringan memberikan hormon tiroid
berlebihan. Hipertiroidisme adalah keadaan tirotoksikosis sebagai akibat dari
produksi tiroid, yang merupakan akibat dari fungsi tiroid yang berlebihan.1.6.8
Perlu dibedakan antara pengertian tirotoksikosis dengan hipertiroidisme.
Tirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormone tiroid yang beredar dalam
sirkulasi. Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid
yang hiperaktif. Apapun sebabnya manifestasi klinisnya sama, karena efek ini
disebabkan ikatan T3 dengan reseptor T3-inti yang makin penuh. Rangsang oleh TSH
atau TSH-like substances (TSI, TSAb), autonomi intrinsik kelenjar menyebabkan
tiroid meningkat, terlihat dari radioactive neck-uptake naik. Sebaliknya pada
destruksi kelenjar misalnya karena radang, inflamasi, radiasi, akan terjadi kerusakan
sel hingga hormon yang tersimpan dalam folikel keluar masuk dalam darah. Dapat
pula karena pasien mengkonsumsi hormone tiroid berlebihan. Dalam hal ini justru
radioactive neck-uptake turun. Membedakan ini perlu, sebab umumnya peristiwa ke
dua ini, toksikosis tanpa hipertiroidisme, biasanya self-limiting disease. 1.6.8
Graves atau Struma multinodular toksik, dan berhubungan dengan faktor
pencetus: infeksi, operasi, trauma, zat kontras beriodium, hipoglikemia, partus, stress
emosi, penghentian obat anti tiroid, ketoasidosis diabetikum, tromboemboli paru,
penyakit serebrovaskular/stroke, palpasi tiroid terlalu kuat. 1.6.8
2. Epidemiologi
Penyakit Graves adalah bentuk paling umum dari hipertiroid di Amerika Serikat,
yaitu 60-80 % dari kasus tirotoksikosis. Kejadian tahunan penyakit Graves ditemukan
0,5 kasus per 1000 penduduk pada usia 20 tahun, dengan puncak usia ira-kira 20 40
tahun.
17

Semua penyakit tiroid lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria. Graves
karena autoimun ratio pria dan wanita 1 : 5-10.
3. Etiologi
Penggolongan sebab tirotoksikosis dengan atau tanpa hipertoroidisme amat
penting, di sampng pembagian berdasarkan etiologi, primer maupun sekunder. Kirakira 70% tirotoksikosis karena penyakit graves, sisanya karena gondok multinoduler
toksik dan adenoma toksik. Etiologi lainnya baru dipikirkan setelah sebab tiga di atas
disingkirkan. 1.6.8.9
Hipertiroidisme Primer

Tirotoksikosis tanpa
hipertiroidisme

Penyakit
Graves,
Gondok multinoduler
toksik.
Adenoma toksik, Obat :
yodium lebih, litium.

Karsinoma tiroid
Struma ovarii (ektopik)
Mutasi TSH-r

Hormone
tiroid
berlebih (Tirotoksikosis
faktisia)
Tiroiditis
subakut (viral atau De
Quervain.

Silent thyroiditis
Destruksi kelenjar :
amiodaron
I-131,
radiasi,
adenoma, infark

Hipertiroidisme Sekunder
TSH-secreting tumor
chGH secreting tumor
Tirotoksikosis gestasi
(trimester pertama)
Resistensi
hormone
tiroid.

Tabel 1. Penyebab Hipertiroidisme.1


Dari daftar diatas tirotoksikosis didominasi oleh morbus Graves, struma
multinodular toksik (mornus Plummer) dan adenoma toksik (morbus Goetsch). Sebab
lain amat jarang ditemukan dalam praktik dokter sehari-hari. Ciri Morbus Graves
ialah hipertiroidisme, optalmopati dan struma difus. 1.6
A. Graves disease.
Graves disease adalah kelainan autoimun dimana sistem imun dalam tubuh
membentuk suatu antibodi yang disebut thyroid stimulating immunoglobulin
18

(TSI), suatu IgG yang dapat merangsang reseptor TSH sehingga meningkatkan
pembentukan dan pelepasan T3 dan T4. Namun, berbeda dengan TSH, TSI tidak
dipengaruhi oleh inhibisi umpan bailk negatif oleh hormon tiroid sehingga
sekresi dan pertumbuhan tiroid terus berlangsung.5 Kelainan ini ditandai
eksoptalmus, akibat reaksi inflamasi autoimun yang mengenai daerah jaringan
periorbital dan otot-otot ekstraokular yang memiliki reseptor yang sama dengan
TSH.6
B. Inflamasi dari kelenjar tiroid atau tiroiditis
Tiroiditis tidak menyebabkan peningkatan produksi hormon oleh kelenjar tiroid,
namun menyebabkan kebocoran penyimpanan hormon tiroid sehingga bocor dan
keluar dari kelenjar yang meradang dan meningkatkan kadar hormon tiroid di
dalam darah.
C. Masukan iodine yang berlebih
Kelenjar tiroid menggunakan iodine untuk menghasilkan hormon tiroid, jadi
jumlah iodine yang dikonsumsi akan mempengaruhi jumlah hormon tiroid yang
dihasilkan. Ada beberapa obat ada yang mengandung iodine dalam jumlah relatif
banyak, antara lain amiodarone yang digunakan sebagai terapi penyakit jantung,
suplemen yang mengandung ruput laut, dan beberapa jenis sirup obat batuk.
D. Pengobatan dengan hormon tiroid sintetik
Pada penanganan pasien hipotiroid yang memakai hormon tiroid terlalu banyak
dapat menyebabkan terjadinya hipertiroiod. Pada pemakaian tiroid sintetik maka
dibutuhkan monitoring kadar tiroid paling tidak sekali dalam satu tahun.
Beberapa obat juga dapat bereaksi dengan tiroid sintetik sehingga kadar tiroid
dalam darah meningkat.

19

E. Struma
Struma adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar
tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh kurangnya diet iodium
yang dibutuhkan untuk produksi hormon tiroid. Terjadinya pembesaran kelenjar
tiroid dikarenakan sebagai usaha meningkatkan hormon yang dihasilkan. Adanya
struma atau pembesaran kelenjar tiroid dapat oleh karena ukuran sel-selnya
bertambah besar atau oleh karena volume jaringan kelenjar dan sekitarnya yang
bertambah dengan pembentukan struktur morfologi baru. Pada struma dapat
terjadi hipertiroid, hipotirooid, dan eutiroid.
F. Hipertiroidisme sekunder
Hipertiroidisme bisa disebabkan oleh tumor hipofisa yang menghasilkan terlalu
banyak TSH, sehingga merangsang tiroid untuk menghasilkan hormon tiroid
yang berlebihan. Penyebab lainnya adalah perlawanan hipofisa terhadap hormon
tiroid, sehingga kelenjar hipofisa menghasilkan terlalu banyak TSH.
4. Patogenesis
Hormon tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) dibentuk di sel epitel (tirosit) yang
mengelilingi folikel kelenjar tiroid. Pembentukan dan pelepasan T 3 dan T4 serta
pertumbuhan kelenjar tiroid dirangsang oleh tirotropin (TSH) dari hipofisis anterior.
Pelepasannya selanjutnya dirangsang oleh tirolibelin (TRH) dari hipotalamus. Stres
dan esterogen akan meningkatkan pelepasan TSH, sedangkan glukokortikoid,
somastotatin, dan dopamin akan menghambatnya.7.8.9
Efek yang umum dari hormon tiroid adalah mengaktifkan transkripsi inti sejumlah
besar gen. Oleh karena itu, di semua sel tubuh sejumlah besar enzim protein, protein
struktural, protein transpor, dan zat lainnya akan disintesis. Hasil akhirnya adalah
peningkatan menyeluruh aktivitas fungsional di seluruh tubuh. Hormon tiroid
meningkatkan aktivitas metabolik selular dengan cara meningkatkan aktivitas dan
jumlah sel mitokondria, serta meningkatkan transpor aktif ion-ion melalui membran
20

sel. Hormon tiroid juga mempunyai efek yang umum juga spesifik terhadap
pertumbuhan. Efek yang penting dari fungsi ini adalah meningkatkan pertumbuhan
dan perkembangan otak selama kehidupan janin dan beberapa tahun pertama
kehidupan pascalahir. Efek hormon tiroid pada mekanisme tubuh yang spesifik
meliputi peningkatan metabolisme karbohidrat dan lemak, peningkatan kebutuhan
vitamin, meningkatkan laju metabolisme basal, dan menurunkan berat badan.
Sedangkan efek pada sistem kardiovaskular meliputi peningkatan aliran darah dan
curah jantung, peningkatan frekuensi denyut jantung, dan peningkatan kekuatan
jantung. Efek lainnya antara lain peningkatan pernafasan, peningkatan motilitas
saluran cerna, efek merangsang pada sistem saraf pusat (SSP), peningkatan fungsi
otot, dan meningkatkan kecepatan sekresi sebagian besar kelenjar endokrin lain. 7.8.9
Pada penyakit Graves, beredar autoantibodi terhadap reseptor thyrotropin
memberikan stimulasi terus menerus kelenjar tiroid. Antibody ini menyebabkan
pelepasan hormone tiroid thyroglobulin, dan mereka juga merangsang penyerapan
yodium, sintesis protein, dan pertumbuhan kelenjar tiroid. 7.8.9
Patofisiologi yang mendasari Graves ophthalmopathy diakibatkan oleh karena
reaksi antibody terhadap reseptor TSH yang menghasilkan aktivasi sel T terhadap
jaringan di ruang retro-orbital yang berbagi epitope antigenic dengan sel folikel
tiroid. 7.8.9
Reaksi antibody ini juga menyebabkan fase aktif peradangan dengan infiltrasi
limfosit pada jaringan orbital, dan pelepasan sitokin yang merangsang fibroblast
orbital

untuk

berkembang

dan

menghasilkan

mucopolysaccharides

(glikosaminoglikan), yang menyerap air. Karena itu otot ekstraokular menebal dan
peningkatan volume retro-orbital. 7.8.9

21

5. Manifestasi Klinik
Gejala Serta Tanda Hipertiroidisme Umumnya dan pada Penyakit Graves
Sistem

Gejala dan Tanda

Sistem

Gejala dan Tanda

Umum

Tak tahan hawa


panas, hiperkinesis,
capek, BB turun,
tumbuh cepat,
toleransi obat,
youth fullness

Psikis dan
saraf

Labil. Iritabel, tremor,


psikosis, nervositas,
paralisis periodik dispneu

Gastrointestinal

Hiferdefekasi,
lapar, makan
banyak, haus,
muntah, disfagia,
splenomegali

Jantung

hipertensi, aritmia,
palpitasi, gagal jantung

Muskular

Rasa lemah

Darah dan
limfatik

Limfositosis, anemia,
splenomegali, leher
membesar

Genitourinaria

Oligomenorea,
amenorea, libido
turun, infertil,
ginekomastia

Skelet

Osteoporosis, epifisis
cepat menutup dan nyeri
tulang

Kulit

Rambut rontok,
berkeringat, kulit
basah, silky hair
dan onikolisis

Tabel 2. Gejala Serta Tanda Hipertiroidisme Umumnya dan pada Penyakit Graves.1

6. Diagnosis

22

Diagnosis suatu penyakit hampir pasti diawali oleh kecurigaan klinis. Untuk ini
telah dilkenal indeks klinis Wayne dan New Castle yang didasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik teliti. Kemudian diteruskan dengan pemeriksaan peninjang untuk
konfirmasi diagnosis anatomis, status tiroid dan etiologi.1.6.7
Untuk fungsi tiroid diperiksa kadar hormon beredar TT4, TT3 (T-total) (dalam
keadaan tertentu sebaiknya fT4 dan fT3) dan TSH, eksresi yodium urin, kadar
tiroglobulin, uji tangkap I131, sintigrafi dan kadang dibutuhkan pula FNA (fine needle
aspiration biopsy), antibody tiroid (ATPO-Ab, Atg-Ab), TSI. Tidak semua
diperlukan. 1.6.7
Untuk fase awal penetuan diagnosis, perlu T4 (T3) dan TSH, namun pada
pementauan cukup diperiksa T4 saja, sebab sering TSH tersupresi terlalu lama pada
sel tirotrop oleh hormon tiroid sehingga lamban pulih (lazy pituitary). Untuk
memeriksa mata disamping klinis digunakan alat eksofthalmometer Herthl. Karena
hormon tiroid berpengaruh terhadap semua sel/organ maka tanda kliniknya
ditemukan pada semua organ kita. 1.6.7
Pada kelompok usia lanjut gejala dan tanda-tanda tidak sejelas pada usia muda,
malahan dalam beberapa hal sangat berbeda. Perbedaan ini antara lain : 1.6.7
a. Berat badan menurun mencolok (usia muda 20% justru naik)
b. Nafsu makan menurun, mual, muntah dan sakit perut.
c. Fibrilasi atrium, payah jantung, blok jantung sering merupakan gejala awal
dari occult hyperthyroidism, takiaritmia
d. Lebih jarang dijumpai takikardia (40%)
e. Eye sign tidak nyata atau tidak ada
f. Bukannya gelisa justru apatis (memberi gambaran masked hyperthyroidism
dan apathetic form).

Indeks Wayne.6

23

Gejala Subjektif

Nilai

Gejala Objektif

Ada

Tidak Ada

Dispneu deffort

+1

Tiroid teraba

+3

-3

Palpitasi

+2

Bising tiroid

+2

-2

Mudah lelah

+2

Exopthalmus

+2

Suka udara panas

-5

Hiperkinesis

+4

-2

Suka udara dingin

+5

Tremor jari

+1

Keringat berlebihan

+3

Tangan panas

+2

-2

Gugup

+2

Tangan basah

+1

-1

Nafsu makan naik

+3

Fibrilasi atrial

+4

Nafsu makan turun

-3

Kelopak mata tertinggal


gerakan bola mata

+1

Berat badan naik

-3

Nadi teratur
< 80 kali/menit

-3

80.90kali/menit

> 90 kali/menit

+3

Berat badan turun

+3

Nilai indeks Wayne :

< 11 : Eutiroid
11 18 : Normal
> 19 : Hipertiroid

Indeks New Castle.6


No.

Tanda

Ada

Nilai
24

1.

Age Of Onset

15 24
25 34
35 44
45- 54
> 55

0
+4
+8
+12
+16

2.

Psicological Presipitation

Present
Absent

-5
0

3.

Frequen Cheking

Present
Absent

-3
0

4.

Severe Anticipatory Anxiety

Present
Absent

-3
0

5.

Increased Appatie

Present
Absent

+5
0

6.

Goiter

Present
Absent

+3
0

7.

Thyroid Bruit

Present
Absent

+18
0

8.

Exopthalmus

Present
Absent

+9
0

9.

Lid Retraction

Present
Absent

+2
0

10.

Fin Finger Tremor

Present
Absent

+7
0

11.

Pulse Rate Per Minute

> 90
80 90
< 80

+16
+8
0

Nilai indeks New Castle :

Eutiroid : (-11) (+23)


Prob. Hipertiroid : (+24) (+39)
Def. Hipertiroid : (+40) (+80)

7. Pemeriksaan Penunjang

25

Laboratorium : TSHs, T4 atau fT4, T3 atau fT3, TSH Rab, kadar leukosit (bila

timbul infeksi pada awal pemakaian obat antitiroid)


Sidik Tiroid/thyroid scan : terutama membedakan penyakit Plummer dari

penyakit Graves dengan komponen nodosa


EKG
Foto torak

Kelainan laboratorium pada keadaan hipertiroidisme dapat dilihat pada skema


dibawah ini :

Gambar 4. Algoritma Diagnosis Kelainan Hormon Tiroid.1.7

8. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid yang
berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan
tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal).1.6.7.9
A. Obat antitiroid.
26

Digunakan dengan indikasi :


1) Terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang
menetap,pada pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan
tirotoksikosis.
2) Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan, atau
sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat yodium radioaktif.
3) Persiapan tiroidektomi
4) Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia.
5) Pasien dengan krisis tiroid.
Obat diberi dalam dosis besar pada permulaan sampai eutiroidisme lalu
diberikan dosis rendah untuk mempertahankan eutiroidisme.
Obat

Dosis awal (mg/hari)

Pemeliharaan (mg/hari)

Karbimazol

30-60

5-20

Metilmazol

30-60

5-20

Propiltiourasil

300-600

50-200

Tabel 3. Obat Anti Tiroid yang Sering Digunakan.1


Ketiga obat ini mempunyai kerja imunosupresif dan dapat menurunkan
konsentrasi thyroid stimulating antibody (TSAb) yang bekerja pada sel tiroid. Obatobatan ini umumnya diberikan sekitar 18-24 bulan. Pemakaian obat-obatan ini dapat
menimbulkan efek samping berupa hipersensitivitas dan agranulositosis. Apabila
timbul hipersensitivitas maka obat diganti, tetapi bila timbul agranulositosis maka
obat dihentikan. 1.6.7.9
Kelompok Obat

Efeknya

Indikasi

Obat Anti Tiroid

Menghambat

Pengobatan lini

Propiltiourasil (PTU)

sintesis hormone

pertama pada

Metilmazol (MMI)

tiroid dan berefek

Graves. Obat

Karbimazol (CMZ MMI)

imunosupresif

jangka pendek

(PTU juga

prabedah/pra-RAI
27

Antagonis adrenergic-

menghambat
konversi T4 T3

B-adrenergic-antagonis

Mengurangi

Obat tambahan

Propanolol

dampak hormone

kadang sebagai

Metoprolol

tiroid pada

obat tunggal pada

Atenolol

jaringan

tiroiditis

Bahan mengandung Iodine

Menghambat

Persiapan

Kalium iodida

keluarnya T4 dan

tiroidektomi. Pada

Solusi Lugol

T3.

krisis tiroid bukan

Natrium Ipodat

Menghambat T4

untuk penggunaan

Asam Iopanoat

dan T3 serta

rutin.

Nadolo

produksi T3
ekstratiroidal
Obat lainnya

Menghambat

Bukan indikasi

Kalium perklorat

transport yodium,

rutin pada subakut

Litium karbonat

sintesis dan

tiroiditis berat, dan

Glukokortikoids

keluarnya

krisis tiroid.

hormone.
Memperbaiki efek
hormone di
jaringan dan sifat
imunologis
Tabel 4. Efek berbagai obat yang digunakan dalam pengelolahan
tirotoksikosis.1

Pada pasien hamil biasanya diberikan propiltiourasil dengan dosis serendah


mungkin yaitu 200mg/hari atau lebih lagi. 1.6.7.9
28

B. Pengobatan dengan yodium radioaktif


Indikasi pengobatan dengan yodium radioaktif diberikan pada:
1) Pasien umur 35 tahun atau lebih.
2) Hipertiroidisme yang kambuh sesudah dioperasi.
3) Gagal mancapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid.
4) Tidak mampu atau tidak mau pengobatan dengan obat anti tiroid.
5) Adenoma toksis, goiter multinodular toksik.
Digunakan Y131 dengan dosis 5-12mCi peroral. Dosis ini dapat mengendalikan
tirotoksikosis dalam3 bulan, namun

/3 pasien menjadi hipotiroidisme,

eksaserbasi hipertiroidisme, dan tiroiditis.


C. Operasi
Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroidisme. Indikasi
operasi adalah:
1) Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid
dosis besar.
2) Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap
obat antitiroid.
3) Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium
radioaktif.
4) Adenoma toksik atau struma multinodular toksik.
5) Pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih.
9. Prognosis
Pasien dengan penyakit Graves dapat menjadi hipotiroid dalam perjalanan
alami penyakit mereka, terlepas dari apakah pengobatan melibatkan yodium
radioaktif atau operasi.1.6.7
Kelebihan hormon tiroid menyebabkan penebalan ventrikel kiri, yang
berhubungan dengan peningkatan resiko gagal jantung dna kematian yang
berubungan dengan jantung. 1.6.7

29

BAB III
KASUS
A. Identitas
Nama
Jenis Kelamin
Umur
Alamat
Tanggal Pemeriksaan
Ruangan

: Ny. Nr
: Perempuan
: 34 Tahun
: Jln. PE. Martadinata. Lrg Kompas I. No. 2 A
: 23 September 2015
: Paviliun Seroja

B. Anamnesis
Keluhan Utama : jantung berdebar-debar
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien perempuan usia 34 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan jantung
berdebar-debar dialami sejak kurang lebih 1 minggu yang lalu, disertai dengan
perasaan cemas dan lemas seluruh badan. Sesak nafas (-), sakit kepala (-), sakit
ulu hati (+), mual (+), muntah (-), nafsu makan baik, BAB dan BAK pasien biasa.
Awalnya kurang lebih 1 tahun yang lalu pasien perna memiliki penyakit yang
sama seperti ini, dan didiagnosis sebagai hipertiroid, saat itu pasien mengeluhkan
leher sedikit membesar dan mata agak menonjol keluar, jantung berdebar-debar,
cepat capek, sesak kalau jalan jauh, berat badan menurun meskipun banyak
30

makan, dan sering berkeringat. Pasien juga sudah mengkonsumsi obat-obatan


hipertiroid seperti PTU yang sudah dikonsumsinya selama 1 tahun terakhir, tetapi
beberapa bulan terakhir pasien tidak rutin untuk mengkonsumsinya lagi karena
pasien merasa penyakitnya sudah sembuh.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien diketahui memiliki riwayat hipertiroid dan mengkonsumsi obat

selama 1 tahun terakhir


Riwayat maag sejak 5 tahun terakhir
Pasien diketahui tidak rutin dalam mengontrol penyakitnya sejak beberapa
bulan terakhir.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Pasien tidak memliki keluarga yang mengalami penyakit yang sama seperti
yang dialami pasien.
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Sakit sedang / Compos Mentis / Overweight
BB : 75 kg
TB : 160 cm
IMT : 29,3
Tanda vital :
TD
: 120/70 mmHg
Pernapasan : 22 kali/menit
Nadi : 110 kali/menit
Suhu
: 36,9 0C
Kepala :
Wajah
Deformitas
Bentuk
Rambut
Mata

Mulut

: Pucat (-), Sianosis (-), Berkeringat (-)


: Tidak ada
: Normocephal
: Warna hitam, Rontok (-), tidak mudah dicabut
: - Konjungtiva: anemis (-)
- Sklera : ikterus (-)
- Pupil : isokor, RCL (+), RCTL (+)
- Exopthalmus (+)
: Hiperemis (-), Ulkus (-), Lidah kotor (-)

Leher :
31

KGB
Tiroid
JVP
Massa Lain
Dada :
Paru-paru :
- Inspeksi
- Palpasi

: Limfadenopati (-)
: Simetris, mengikuti gerakan menelan, pembesaran (+) 1B
: R5 + 0 cm H2O
: Tidak ada

: Simetris kiri dan kanan, Retraksi dinding dada (-)


: Vocal fremitus sama kiri dan kanan, nyeri tekan (-), krepitasi

(-), massa (-)


- Perkusi
: Sonor lapangan paru kiri dan kanan
- Auskultasi : Vesikuler +/+, Rh -/-, Wh -/Jantung :
- Inspeksi : Ictus cordis terlihat
- Palpasi
: Ictus cordis teraba
- Perkusi : - Batas kanan atas SIC II linea parasternalis dextra.
- Batas kanan bawah SIC IV Linea parasternalis dextra.
- Batas kiri atas SIC II linea parasternalis sinistra.
- Batas kiri bawah SIC IV linea midclavicula sinistra.
- Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular, Murmur (-), Gallop (-).
Perut :
- Inspeksi
: Datar
- Auskultasi
: Peristaltik (+), kesan normal
- Perkusi
: Tympani
- Palpasi
: Nyeri tekan epigastrium (+), massa (-)
Anggota gerak :
- Atas
: Dalam batas normal, akral hangat (+), edema (-).
- Bawah
: Dalam batas normal, akral hangat (+), edema (-).
D. Hasil Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
DARAH LENGKAP
( 23 SEPTEMBER 2015)

NILAI RUJUKAN

WBC

8.5.0 x 103/mm3

4,8-10,0

RBC

4.75 x 106/mm3

4,00-5,00

PLT

152 x 10 /mm

150-450

HCT

43.2 %

30,0-47,0

HGB

14.0 g/dl

12,0-18,0

32

MCV

90,9 fl

75,0-118,0

MCH

29,5 pg

23,2-38,7

MCHC

32,4 g/dl

31,9-37,0

LYM #

1,2 x 103/mm3

0,6-3,5

LYM %

1,2 %

14,0-53,0

MON #

0,8 x 10 /mm

0,1-0,9

MON %

0,8 x 103/mm3

3,0-16,0

GRA %

85,7 %

1,3-6,7

KIMIA DARAH
(23 September 2015)

HASIL

NILAI RUJUKAN

T4

> 300,0

60 120 nmol/L

TSH

< 0,10

0,4 4,2 ulU/mL

E. Resume
Pasien perempuan usia 34 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan jantung
berdebar-debar dialami sejak kurang lebih 1 minggu yang lalu, disertai dengan
perasaan cemas dan lemas seluruh badan. nyeri ulu hati (+), dan mual (+).
Awalnya kurang lebih 1 tahun yang lalu pasien perna memiliki penyakit
yang sama seperti ini, dan didiagnosis sebagai hipertiroid, saat itu pasien
mengeluhkan leher sedikit membesar dan mata agak menonjol keluar, jantung
berdebar-debar, cepat capek, sesak kalau jalan jauh, berat badan menurun
meskipun banyak makan, dan sering berkeringat. Pasien juga sudah
mengkonsumsi obat-obatan hipertiroid seperti PTU yang sudah dikonsumsinya
selama 1 tahun terakhir, tetapi beberapa bulan terakhir pasien tidak rutin untuk
mengkonsumsinya lagi karena pasien merasa penyakitnya sudah sembuh.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien dengan keadaan sakit sedang TD :
120/70 mmHg, Napas 22x/menit, Nadi 110x/menit, Suhu 26,9 0C. Exofthalmus,
pemebesaran kelenjar tiroid tingkat 1B.

33

F. Diagnosis dan Diagnosis Banding


Diagnosis Kerja
: Graves Disease
Diagnosis Banding
: CHF
G. Penatalaksanaan:
Non Medikamentosa :
Mengurangi aktivitas yang berat.
Medikamentosa :
IVFD Ringer Laktat 18 tpm
Sohobion 1 amp/drips
PTU 100 mg 3x2
Propanolol 10 mg 3x1
Diazepam 2 mg 2x1
Ranitidin injeksi/12 jam
H. Pemeriksaan Tambahan :
Laboratorium : Darah lengkap, FT4, T3, TSH, GDS, Elektrolit.
USG Leher
Elektrokardiogram
I.

Diagnosis Akhir :
Graves Disease

J.

Prognosis :
Dubia et Bonam

BAB IV
PEMBAHASAN

34

Diagnosis kerja dari Hipertiroidisme ditegakkan berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Untuk anamnesis, dan pemeriksaan
fisik dapat digunakan indeks Wayne untuk memudahkan menegakkan diagnosis dari
Hipertiroidisme, dengan nilai < 11 Eutiroid, 11 19 Normal, > 19 Hipertiroid.1.6.7.8.9
Pada pasien ini gejala yang ditemukan untuk menunjang diagnosis Hipertiroid
adalah, jantung berdebar-debar, lemas seluruh badan, dan 1 tahun yang lalu pasien
perna di diagnosis penyakit Hipertiroid. Pada saat itu pasien mengeluhkan leher
sedikit membesar dan mata agak menonjol keluar, jantung berdebar-debar, cepat
capek, sesak kalau jalan jauh, berat badan menurun meskipun banyak makan, dan
sering berkeringat.1.7.8.9
Jantung berdebar-debar pada pasien dengan hipertiroid diakibatkan oleh karena
berlebihnya hormon tiroid yang beredar disirkulasi, kerja hormon tiroid pada jantung
dimediasi oleh dua mekanisme Pertama dengan cara meregulasi proses transkripsi
gen-gen kardiak yang spesifik dan non-spesifik di dalam nucleus, yang disebut
sebagai genomic action. Kedua adalah pengaruhnya terhadap membran plasma,
mitikondria dan reticulum sarkoplasma, disebut sebagai nongenomic action.
Tingginya hormon tiroid ini dapat meningkatkan kecepatan metabolisme basal
didalam tubuh 60 100% di atas normal. Hal inilah yang menyebabkan pasien
mengeluh jantung berdebar-debar, lemas seluruh badan, cepat capek, sesak kalau
jalan jauh, berat badan menurun meskipun banyak makan, dan sering berkeringat.1.7.8.9
Pada pemeriksaan yang didapatkan mata agak menonjol keluar (exofthalmus),
dan adanya pembesaran kelenjar tiroid tingkat 1B (pembesaran kelenjar tiroid terlihat
jika leher pada posisi tengadah maksimum dan pembesaran kelenjar teraba ketika
dipalpasi). Menurut indeks Wayne, berdasarkan tanda dan gejala yang ada pada
pasien adalah 20 (Hipertiroid) dengan skor 24.1.7.8
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan peningkatan T4 (> 300 mmol/L), dan
TSH (< 0.10 uIU/mL). Hasil ini merupakan tanda bahwa terjadi peningkatan dari
hormon tiroid dan aktivitas dari kelenjar tiroid (Hipertiroid).1.7.8

35

Pengobatan yang diberikan pada pasien ini adalah, IVFD RL 18 + drips sohobion
yaitu untuk memenuhi kebutuhan cairan dan vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh.
Propiltiourasil (PTU) menghambat sintesis hormon tiroid dan berefek imunosupresif,
PTU juga menghambat konversi T3 menjadi T4. Propanolol golongan beta bloker
mengurangi dampak hormon tiroid pada jaringan. Ranitidin golongan anti histamin
reseptor 2 menghambat pompa proton, dan memblok energi untuk keluarkan HCL
dari kanalikuli sel parietal.1.7.8

DAFTAR PUSTAKA

36

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Ilmu penyakit


dalam. Ed 4. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2006. Vol III.
2. Snell, Richard. Anatomi Klinik. Penerbit Buku Kedokteran.Jakarta. 2006
3. Ereschenko, V. Atlas Histologi di Fiore. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta . 2003.
4. Arthur C, Guyton, Hall JE. Bukun ajar fisiologi kedokteran. Ed 11. Jakarta:
EGC; 2007.
5. Sherwood, L .Fisiologi Manusia. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.2001
6. American Thyroid Association. Hyperthyroidsm. 2012; 1-4
7. Djokomoeljanto,R. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Kelenjar Tiroid,
Hipitiroidisme dan Hipertiroidsme. Pusat Penerbit FKUI. Jakarta. 2006
8. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Ed 6. Jakarta: EGC; 2005. Vol 1.
9. National Endocrine and Metabolic Diseases Information Service.
Hyperthyroidsme. 2007; 573-582

REFERAT

HIPERTIROID

37

Disusun oleh:
M. ADJIS RASYIDI (10777038)
PEMBIMBING:
dr. Sarniwaty K, Sp. PD
Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik di Bagian
Ilmu Penyakit Dalam
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS AL-KHAIRAAT
PALU

2015
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
BAB II.....................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................3
A. KELENJAR TIROID3
1. Anatomi dan Fisiologi..3
2. Biosintesis Hormon Tiroid...7
38

3.
4.
5.
6.
7.
8.

Transportasi Hormon....8
Metabolisme T3 dan T49
Efek Metabolisme Hormon Tiroid..11
Efek Fisiologis Hormon Tiroid...11
Pengaturan Faal Kelenjar Tiroid.13
Hubungan Kelenjar Tiroid dengan Beberapa Kelenjar Endokrin Lain...15

HIPERTIROID...................................................................................................... 17
1.
2.
3.
4.

Definisi...17
Epidemiologi..17
Etiologi...18
Patogenesis.20

5. Manifestasi Klinik..22
6. Diagnosis23
7. Pemeriksaan Penunjang..26
8. Penatalaksanaan .27
9. Prognosis30
BAB III..................................................................................................................31
KASUS..................................................................................................................31
BAB IV..................................................................................................................37
PEMBAHASAN....................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................38

39

HALAMAN PENGESAHAN

Nama

: M. Adjis Rasyidi

No. Stambuk

: 10 777 038

Fakultas

: Kedokteran

Program Studi : Pendidikan Dokter


Universitas

: Alkhairaat

Judul Referat

: Hipertiroid

Bagian

: Penyakit Dalam
Bagian Penyakit Dalam
RSU ANUTAPURA Palu
Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Alkhairaat
Palu, 22 Oktober 2015
40

Pembimbing

Mahasiswa

dr. Sarniwaty K, Sp.PD

M. Adjis Rasyidi, S. Ked

Mengetahui KPM Penyakit Dalam

dr. Winarti Arifuddin, Sp.PD

41

Anda mungkin juga menyukai