Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
1

Latar belakang
Bunuh diri merupakan masalah kesehatan yang dipengaruhi oleh berbagai determinan

seperti faktor biologis, psikologis, keluarga, sosial, dan budaya. 1 Menurut World health
organization (WHO), diperkirakan 1 juta orang meninggal akibat bunuh diri setiap tahun.
Tingkat bunuh diri global diperkirakan 14 kematian akibat bunuh diri per 100.000 penduduk. 2
Pada individu dalam kelompok usia 10-24 tahun, bunuh diri menyebabkan penyebab
kematian kedua tertinggi secara global sesudah kecelakaan lalu lintas. 3 Gangguan mood
merupakan penyebab utama perilaku bunuh diri pada dewasa muda, dengan depresi sebagai
penyebab dari setidaknya setengah dari total kematian akibat bunuh diri. Sekitar 90% pasien
dengan perilaku bunuh diri memiliki penyakit psikiatri , dan 60% pasien dengan perilaku
bunuh diri memiliki gangguan mood saat melakukan bunuh diri. Diantara gangguan mood
yang ada, MDD merupakan gangguan dengan asosiasi paling kuat terhadap perilaku bunuh
diri.3, 4
Interaksi antara faktor risiko dan faktor protektif menentukan kerentanan seseorang
individu untuk mengembangkan perilaku bunuh diri.

Faktor risiko bunuh diri

menggambarkan kerentanan seseorang terhadap perilaku bunuh diri dan faktor ini melibatkan
faktor sosio-demografis, faktor keluarga, faktor individual, dan faktor lingkungan. Faktor
protektif sama seperti faktor risiko merupakan faktor yang terkait dengan tingkat stress
seseorang. Faktor protektif terkait dengan daya tahan (resilience) dalam menghadapi stress.
Daya tahan dapat juga diartikan sebagai fleksibilitas kognitif yang menghasilkan solusi
alternative sebagai bentuk penyesuaikan diri dalam situasi hidup yang sulit. Hal ini
menunjukkan bahwa dalam upaya mengurangi angka perilaku bunuh diri pada dewasa muda,
selain upaya untuk mengurangi faktor risiko, pengembangan faktor protektif juga penting.
Diharapkan faktor protektif yang cukup pada suatu individu dapat mengurangi efek negatif
dari faktor risiko sehingga perilaku bunuh diri dapat dicegah.1, 5
2
1

Tujuan penulisan
Tujuan umum
Untuk mengetahui faktor protektif yang berperan untuk mencegah perilaku bunuh diri
pada dewasa muda dengan depresi.
Tujuan khusus
1

1
2
3

Mengetahui gangguan depresi pada dewas muda.


Megetahui perilaku bunuh diri pada dewasa muda.
Mengetahui faktor protektif dalam mencegah bunuh diri pada dewasa muda
dengan depresi dan penerapannya dalam situasi klinis maupun komunitas.

Manfaat penulisan
1
Bagi Bidang Akademik
Penulisan referat ini bermanfaat untuk memberikan informasi seputar faktor
2

protektif untuk mengurangi perilaku bunuh diri pada dewasa muda dengan depresi.
Bagi Masyarakat
Untuk memberikan informasi serta meningkatkan ilmu pengetahuan
masyarakat mengenai faktor protektif untuk perilaku bunuh diri pada dewasa muda
sehingga masyarakat dapat menerapkannya pada orang disekitar mereka.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bunuh Diri dan Depresi


Bunuh diri merupakan masalah kesehatan yang dipengaruhi oleh berbagai determinan
seperti faktor

biologis, psikologis, keluarga, sosial, dan budaya. Gangguan mental

merupakan determinan yang paling sering diasosiasikan dengan perilaku bunuh diri. Dari
berbagai gangguan mental yang ada, gangguan mood merupakan penyebab utama perilaku
bunuh diri. Berbagai penelitian telah membuktikan asisoasi antara gejala depresif, ide untuk
bunuh diri, dan percobaan bunuh diri.1

2.2 Gangguan Depresi pada Dewasa Muda


2.2.1 Definisi
Gangguan Depresi didefinisikan sebagai sekumpulan gejala spesifik yang
menyebabkan gangguan fungsi. Ada dua sistem klasifikasi yang dapat digunakan untuk
mendefinisikan depresi yaitu international classification of diseases-10 (ICD-10) dan the
American diagnostic and statistical manual disorders-IV (DSM-IV), Kedua sistem ini
memiliki definisi mengenai depresi yang mirip. Ada sedikit perbedaan mengenai tanda
klinis dan kriteria diagnostic untuk depresi pada pasien dewasa muda dan pada pasien
dewasa menurut DSM-IV dimana keadaan iritabel dapat menggantikan mood depresif
sebagai gejala diagnostic utama (tabel 1). 6
Penggunaan kriteria DSM-IV sebagai kriteria diagnosis berhasil menemukan lebih
banyak pasien dengan major depressive disorder dibandingkan dengan penggunaan
kriteria diagnostic ICD-10 (24% tidak memiliki episode depresi karena tidak memenuhi
kriteria dua gejala yang harus muncul dari empat gejala). Dengan menggunakan kriteria
DSM-IV sebagai standar emas, maka kriteria ICD-10 memiliki sensitivitas sebesar 76%
dan spesifisitas sebesar 99% untuk mendiagnosis pasien dengan

major depressive

disorder. 4 Perbedaan kriteria diagnostic MDD berdasarkan DSM-IV dan ICD-10 dapat
dilihat di tabel 2.
Tabel 1. Perbandingan kriteria diagnosis gangguan depresi pada dewasa muda dan dewasa
berdasarkan DSM-IV

Major

depressive

Pada dewasa muda


Pada dewasa
Gangguan mood iritabel dan Hanya
gangguan

mood
3

disorder

gagal mencapai berat badan depresi atau kehilangan minat


yang

Dysthymic disorder

diinginkan

termasuk dan

kesenangan

yang

dalam kriteria diagnosis


termasuk kriteria depresif
Gejala klinis muncul paling Gejala klinis muncul paling
tidak selama satu tahun

tidak selama dua tahun

Tabel 2. Perbedaan antara kriteria diagnostic DSM-IV dan ICD-10 untuk major depressive
disorder

Major

depressive

disorder

DSM-IV
ICD-10
Memerlukan lima gejala yang Memerlukan setidaknya empat
salah satunya harus mencakup gejala, yang mana dua dari
mood depresif, mood iritabel berikut harus muncul : mood
atau

hilangnya

minat

dan depresi, hilangnya minat atau

kesenangan selama 2 minggu

kesenangan,

menurunnya

energy atau mudah lelah.

Gangguan depresi berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental


Disorders 4th edition (DSM-IV) mencakup beberapa kategori gangguan yaitu : major
depressive disorder (MDD), dysthymic disorder, dan depressive disorder not otherwise
specified. Untuk dapat dimasukkan dalam gangguan depresif, tidak boleh ada riwayat
pernah terdiagnosis dengan manik atau episode hipomanik.
2.2.1.1 Kriteria Diagnositis DSM-IV untuk

Major Depressive Disorder pada

Anak dan Dewasa Muda


1. Paling tidak terdapat satu episode depresi major yang disertai dengan mood
depresi atau iritabel atau hilangnya minat dan kesenangan yang berlangsung
selama minimal 2 minggu.
2. Paling tidak terdapat empat dari berikut :
a) Berat badan menurun, berat badan bertambah, gagal mencapai berat badan
b)
c)
d)
e)
f)

yang diinginkan atau perubahan nafsu makan


Insomnia atau hypersomnia
Agitasi psikomotor atau retardasi
Energy yang dirasakan berkurang
Perasaan tidak berharga
Rasa bersalah yang berlebihan atau tidak sesuai

g) Berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi atau


mengambil keputusan
h) Muncul pikiran berulang mengenai kematian, muncul ide-ide bunuh diri
yang berulang, atau percobaan bunuh diri atau rencana bunuh diri
Gejala ini harus menyebabkan gangguan fungsi atau menyebabkan distress yang
signifikan secara klinis
2.2.1.2 Kriteria Diagnosis DSM-IV intuk Gangguan Distimik pada Anak Dan
Dewasa Muda
1. Mood depresi kronis atau mood iritabel kronis yang muncul paling tidak selama
2.
a)
b)
c)
d)
e)
f)

1 tahun
Ada paling tidak dua dari gejala berikut :
Perubahan nafsu makan
Insomnia atau hypersomnia
Merasa leams atau kurang energy
Kurang percaya diri
Sulit konsentrasi atau sulit mengambil keputusan
Merasa tidak berdaya

Dalam periode 1 tahun tersebut, pasien anak atau dewasa muda ini tidak pernah
terlepas dari gejala depresif selama lebih dari dua bulan dalam setahun tersebut.

2.2.1.3 Kriteria Diagnosis DSM-IV intuk Depressive Disorder not Otherwise


Spesified
1. Terdapat mood depresi atau mood iritabel yang berlangsung selama 2 minggu
dengan beberapa gejala dari major depressive disorder tapi dengan kurang
dari 5 gejala yang diperlukan untuk diagnosis major depressive disorder. 4
Diantara gangguan lain yang termasuk dalam kelompok gangguan depresif, MDD
merupakan gangguan depresif yang paling sering ditemukan pada dewasa muda, untuk
bagian selanjutnya dari refrat ini, penggunaan kata depresi mengacu pada MDD. 3
2.2.2 Epidemiologi

Prevalensi depresi pada anak-anak adalah sekitar 2%. Pada dewasa muda terdapat
peningkatan prevalensi depresi menjadi 8%. Pada anak-anak, prevalensi depresi untuk
kedua jenis kelamin sama yaitu 1:1, dan begitu mengalami pubertas dewasa muda
perempuan menjadi 2-3 kali lebih mungkin mengalami depresi daripada dewasa muda
pria. Saat mencapai usia 18 tahun insidensi kumulatif depresi mencapai 20%. 4
Peningkatan prevalensi depresi pada dewasa muda yang sudah mengalami pubertas
diduga disebabkan oleh perubahan biologis dan perubahan sosial yang terjadi karena
maturasi otak dan fungsi kognitif begitu mencapai pubertas. Perubahan ini mencakup
meningkatnya pemahaman sosial dan kesadaran diri, serta perubahan di sirkuit otak yang
bertanggung jawab dalam mengeatur respons terhadap reward

and danger, dan

peningkatan kadar stress terutama pada dewasa muda perempuan. Penelitian pada
binatang menunjukkan peningkatan kadar estrogen meningkatkan respons stress di
korteks prefrontal, sehingga diduga depresi berhubungan langsung dengan perubahan
hubungan hormone-otak sesudah pubertas. 6
2.2.3 Etiologi
2.2.3.1 Genetik
Faktor prediktif utama untuk anak atau dewasa muda untuk mengalami depresi
adalah adanya anggota keluarga lain yang memiliki gangguan depresi. Jika orang
tuanya memiliki gangguan depresi, anaknya akan lebih mungkin untuk mengalami
ganggua depresi (odds ratio = 2,12). Semakin muda usia orang tua pasien saat onset
depresi muncul, maka semakin tinggi risiko anaknya untuk terkena gangguan depresi.
Depresi pada orang tua juga diasosiasikan dengan keparahan penyakit yang semakin
berat, durasi episode depresi yang lebih panjang, lebih banyak gangguan fungsi, dan
rekurensi depresi pada keturunan selanjutnya juga akan semakin sering. Penelitian
pada anak kembar menjunjukkan bahwa depresi diturunkan dengan tingkat 31-42%.
Faktor utama yang dikaitkan dengan depresi pada dewasa muda adalah faktor genetic,
sedangkan faktor lingkungan memainkan peranan yang lebih besar pada depresi di
anak-anak. Beberapa penelitian sudah mencoba untuk mengidentifikasi gen spesifik
yang dapat meningkatkan kerentanan individu terhadap depresi, akan tetapi belum ada
penebuan berarti yang ditemukan.6, 4
2.2.3.2 Neurobiologi

Penelitian neuroendokrin menunjukkan adanya gangguan pada hypothalamicpituitary-adrenal (HPA) axis pada dewasa muda yang mengalami depresi. Peranan
hypothalamic-pituitary-thyroid (HPT) axis pada depresi di dewasa muda masih perlu
diteliti lebih lanjjut. Penelitian neuroimaging pada dewasa muda dengan depresi
menunjukkan ukuran bagian subgenual dari korteks prefrontal kiri pada dewasa muda
perempuan, disertai volume susbtansia nigra di lobus frontalis yang lebih besar dan
volume ventrikel lateral yang lebih besar. Dewasa muda dengan depresi juga memiliki
amigdala kiri dan kanan yang lebih kecil dibandingkan kelompok kontrol.
2.2.3.3 Lingkungan
Faktor keluarga seperti penggunaan obat-obatan terlarang oleh orang tua,
hubungan yang buruk antara ibu dan ayah, konfik antara orang tua dan anak, serta
hubungan antar anggota keluarga yang kurang dekat merupakan faktor risiko untuk
depresi pada dewasa muda. Stresor lainnya seperti pernah dianiaya dan kematian
orang tua, kebiasaan merokok, penyakit fisik dan gangguan fungsional juga
diasosiasikan sebagai faktor risiko depresi pada dewasa muda. Depresi berat yang
muncul terus menerus dapat disebabkan oleh stressor dari lingkungan. 4, 3
2.2.3.4 Kognisi
Dewasa muda yang mengalami depresi dapat memiliki pandangan negative
terhadap diri sendiri, terhadap dunia, dan masa depan. Mereka memiliki pandangan
dan perilaku negatif dan mereka menyalahkan diri sendiri ketika terjadi hal negatif
dalam hidup. Rasa kurang percaya diri, perasaan tidak berharga, dan perasaan tidak
kompeten merupakan hasil akhir dari gangguan kognitif yang terjadi.Kombinasi
antara kejadian hidup yang berat (stressful life events) dan konsep mengenai diri
sendiri yang negatif merupakan faktor prediktif depresi pada dewasa muda. 4
2.2.4 Perjalanan klinis Depresi pada dewasa muda
Gejala klinis depresi pada dewasa muda menyerupai depresi pada dewasa, tetapi
secara umum gejalanya lebih ringan. Gejala dapat muncul sebagai gangguan nafsu makan
atau perubahan berat badan dan perasaan tidah berharga dan rasa bersalah pada dewasa muda
perempuan. . Untuk perempuan, episode pertama depresi biasanya muncul saat menarche.
Riskiko terkena depresi lebih tinggi pada perempuan yang mengalami menarche terlalu awal
atau terlambat. Biasanya episode pertama depresi pada dewasa muda muncul sekitar usia 15
tahun. 3
7

Dewasa muda dengan depresi lebih sering menunjukkan mood iritabel dibandingkan
depresi, biasanya mereka tidak sadar akan keadaan iritabel yang mereka alami maupun
dampaknya terhadap interaksi dengan orang lain. Meskipun pada sebagian dewasa muda
yang memiliki tilikan terhadap iritabilitasnya mengaku bahwa hal-hal penting maupun tidak
penting dapat membuat mereka menjadi marah. Hilangnya minat dan kegembiraan dapat
disadari ketika pasien mulai menarik diri dari lingkungan pergaulan sekolah, kegiatan
olahraga, dan teman-teman. Gangguan tidur sering dijumpai pada dewasa muda dengan
depresi terutama suling memulai tidur dimalam hari. Penurunan berat badan lebih sering
dijumpai daripada berat badan yang meningkat. Dewasa muda dengan depresi juga sering
merasa lelah dan seringkali tidur siang sesudah pulang dari sekolah. Seringkali juga terjadi
gangguan konsentrasi sehingga nilai disekolah menjadi menurun. Orang tua dari anak atau
dewasa muda dengan depresi seringkali tidak mengenali gejala dari depresi pada anaknya,
tapi mereka merasakan kesulitan dalam berinteraksi dengan anak yang sangat iritabel.
Jika depresi terjadi pada anak, maka anak tersebut seringkali mendeskripsikan
perasaan tidak berharga sebagai tidak ada orang yang menyukai dirinya, termasuk juga
keluarga, teman, dan gurunya. Percobaan bunuh diri dan gejala psikotik lebih sering ditemui
pada depresi di dewasa muda dibandingkan depresi di anak-anak.

Depresi pada dewasa muda dapat mengganggu sekolah dan fungsi sosial. Perlu
diperhatikan bahwa depresi diasosiasikan dengan perilaku berbahaya pada dewasa muda,
seperti mulai merokok karena pengaruh teman lebih sering ditemukan pada dewasa muda
dengan gangguan depresi dan gangguan cemas. Dewasa muda perempuan dengan gangguan
depresi juga lebih mungkin untuk minum minuman beralkohol, mabuk-mabukan, keluar dari
sekolah, merokok, dan mengalami kekerasan fisik maupun seksual. Hal yang paling
berbahaya dari gangguan depresi pada dewasa muda adalah peningkatan risiko munculnya
pikiran atau keinginan untuk melukai dirinya sendiri.

Biasanya anak dan dewasa muda

dengan depresi dievaluasi karena menurunnya nilai-nilai disekolah, penggunaan obat-obatan


terlarang, percobaan bunuh diri, atau perubahan perilaku. 4
2.2.5 Diagnosis
Gangguan depresi masih sering under-diagnosed, pekerja kesehatan yang sedang
berhadapan dengan dewasa muda perlu lebih waspada akan kemungkinan diagnosis depresi,
terutama pada kelompok berisiko tinggi.Screening pada individu dengan risiko tinggi lebih

direkomendasikan daripada screening pada populasi umum. Gambar 1 menunjukkan proses


untuk mendeteksi depresi pada populasi dewasa muda untuk di pelayanan kesehatan primer. 6
Gambar 1 : Deteksi depresi pada dewasa muda dalam layanan kesehatan primer.6
*pasien dengan skor < 2, biasanya tidak memerlukan tindakan lebih lanjut

10

Kuesioner yang digunakan mencakup metode screening yang cepat dan ekonomis.
Patient health questionnaire-2 (PHQ-2) (gambar 2) merupakan cara yang banyak digunakan
untuk screening depresi pada dewasa muda di layanan kesehatan primer (sensitivitas 83%;
spesifisitas 92%).6, 7 Selain PHQ-2 ada juga kuesioner PHQ-9 yang terdiri dari 9 pertanyaan,
PHQ 9 digunakan untuk konfirmasi depresi (sensitivitas 88%; spesifisitas 88%) pada pasien
yang hasil kuesiner PHQ-2nya menunjukkan tanda tanda depresi.

Gambar 2. Patient Health Questionnaire-2 (PHQ-2) 7


Kuestioner ini digunakan untuk screening awal untuk mendeteksi major
depressive disorder

11

Untuk individu dengan hasil skor pengisian kuesioner diatas nilai cutoff pada gambar
1, diperlukan pemeriksaan klinis lebih lanjut harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis
depresi. Pemeriksaan ini mencakup pertanyaan-pertanyaan mengenai tanda-tanda lain depresi
sesuai kriteria dari ICD10 atau DSM-IV, disertai durasi munculnya gejala, keparahan, dan
juga keterbatasan lain yang dialami individu tersebut. Dalam melakukan wawancara pada
pasien dewasa muda yang dicurigai mengalami depresi, terkadang perlu dilakukan
wawancara tanpa orang tua. Informasi yang disediakan olah orang tua atau wali juga penting
karena diagnosis berdasararkan keterangan dari berbagai informan menunjukkan tingkat
reliabilitas dan validitas yang lebih baik.6
2.3 Perilaku Bunuh Diri pada Dewasa Muda
2.3.1 Definisi
Perilaku bunuh diri merupakan suatu spektrum yang mencakup ide bunuh diri,
percobaan bunuh diri, dan bunuh diri yang berhasil. Ide bunuh diri yang dimaksud bisa
berupa pikiran pasif untuk mati (misalnya : mungkin sebaiknya aku mati saja), atau
berupa ide positif (misalnua : aku mau bunuh diri), sampai ide yang disertai dengan
perencanaan (misalnya : aku mau bunuh diri dengan menggunakan senapan ketika
orangtuaku keluar rumah malam ini). Percobaan bunuh diri merupakan tindakan yang
melukai diri sendiri akan tetapi tidak berakibat fatal, dan dapat ditemukan bukti baik
implisit maupun eksplisit bahwa individu tersebut berniat membunuh dirinya sendiri. Ide
bunuh diri dan percobaan bunuh diri dapat disebut juga perilaku bunuh diri non fatal
(non-fatal suicide behavior). 4, 5 Metode yang sering digunakan oleh dewasa muda dalam
melakukan percobaan bunuh diri adalah dengan overdosis, dan cara yang tersering
dilakukan selanjutnya adalah dengan mengiris pergelangan tangan. Meskipun seringkali
percobaan bunuh diri pada dewasa muda dilakukan dengan niat (intent) yang rendah,
ingesti acetaminophen diasosiasikan dengan risiko toksisitas pada liver dan fatalitas yang
tinggi tanpa penanganan medis yang tepat.

Di Amerika metode yang seringkali

digunakan pada kejadian bunuh diri yang berhasil adalah dengan menggunakan senjata
api, diikuti oleh gantung diri, loncat dari tempat tinggi, keracunan karbon monoksida,
dan overdosis. 4

12

2.3.2 Epidemiologi
Secara global, bunuh diri merupakan penyebab kematian kedua tertinggi pada
individu dalam kelompok usia 10-24 tahun sesudah kecelakaan lalu lintas. Bunuh diri
merupakan penyebab kematian ketiga tertinggi diantara kelompok usia 15 sampai 24
tahun di Amerika. Diantara dewasa muda dengan rentang umur 15 sampai 19 tahun,
tingkat bunuh diri yang berhasil adalah sebesar 3,52/100.000 untuk perempuan dan
12,65/100.000 populasi (U.S Department of Health and Human Services, 2004). 4, 3 Lakilaki dalam rentang usia 15-19 tahun memiliki tingkat bunuh diri 2,6 kali lebih tinggi
daripada perempuan dengan rentang usia yang sama.
Sekitar seperempat dewasa muda melaporkan pernah memikirkan ide bunuh diri.
Dan 15% melaporkan pernah merencanakan tindakan bunuh diri. 3 Bunuh diri jarang
ditemukan pada populasi dengan usia dibawah 15 tahun (1,2 kematian akibat bunuh diri
per 100.000 anak laki-laki dengan usia 5-14 tahun)9. Rasio percobaan bunuh diri dan
bunuh diri yang berhasil pada kelompok dewasa muda diperkirakan sekitar 50:1 sampai
100:1. 8
Tingkat perilaku bunuh diri meningkat sesuai usia. Meningkatnya ide bunuh diri
sesuai usia ini sebanding dengan meningkatnya tingkat depresi pada dewasa muda
dibandingkan dengan kelompok anak. Meningkatnya tingkat percobaan dan bunuh diri
yang berhasil pada dewasa muda terjadi karena kelompok dewasa muda ini memiliki
kemampuan untuk merencanakan dan melaksanakannya. Ide dan percobaan bunuh diri
juga lebih sering ditemui pada perempuan daripada laki-laki sesudah pubertas, mengikuti
pola yang sama dengan depresi. Akan tetapi bunuh diri yang berhasil jauh lebih sering
ditemukan pada laki-laki, mungkin karena tingkat penyalah gunaan obat-obatan yang
lebih tinggi dan tendensi untuk menggunakan cara bunuh diri yang lebih lethal.4
Untuk dewasa muda

yang termasuk gay, lesbian, atau biseksual tingkat

percobaan bunuh dirinya jauh lebih tinggi, mencapai angka 20-42%. Penelitian juga
menunjukkan bahwa pada laki-laki gay/biseksual, tingkat percobaan bunuh dirinya
mencapai 28%, (dibandingkan 4,2% pada kelompok laki-laki heteroseksual) dan pada
perempuan yang lesbian percobaan bunuh dirinya sekitar 20,5%. (dibandingkan dengan
14,5% pada kelompok perempuan heteroseksual).

13

Angka prevalensi bunuh diri pada dewasa muda sangat bervariasi di seluruh
dunia, ditemukan tingkat bunuh diri yang tinggi pada negara seperti Rusia, Ukraina,
Jepang, Finlandia, Hungaria, dan tingkat bunuh diri yang rendah pada negara Inggris,
Australia, dan Hongkong. Di China tingkat bunuh diri lebih tinggi di daerah pedesaan
dibandingkan daerah perkotaan, dan perempuan muda (usia 15-24 tahun) lebih mungkin
meninggal karena bunuh diri daripada laki-laki dengan rentang usia yang sama. Secara
global tingkat bunuh diri pada dewasa muda sudah berubah dalam dua dekade terakhir.
Pada tahun 1960an terjadi peningkatan kematian akibat bunuh diri sampai tahun 1990an,
diduga peningkatan ini terjadi karena meningkatnya peredaran obat-obatan terlarang dan
senjata api yang mudah diperoleh, kemudian terjadi penurunan kematian akibat bunuh
diri sejak awal tahun 1990an terutama pada laki-laki muda (usia 15-24 tahun). Penurunan
kematian akibat bunuh diri ini dikarenakan kontrol kepemilikan senjata api yang elbih
ketat dan meningkatnya pemberian obat SSRI. Sayangnya, tren ini sepertinya akan
kembali memburuk dengan melihat kondisi ekonomi global yang terus mengalami
resesi.4, 9
2.3.3 Faktor Risiko Bunuh Diri
Interaksi antara faktor risiko dan faktor protektif menentukan kerentanan seseorang
individu untuk mengembangkan perilaku bunuh diri. Beberapa faktor risiko telah
dipelajari dan diketahi memiliki asosiasi yang signifikan dengan perilaku bunuh diri.
Faktor risiko bunuh diri menggambarkan kerentanan seseorang terhadap perilaku bunuh
diri dan faktor ini melibatkan faktor sosio-demografis, faktor keluarga, faktor individual,
dan faktor lingkungan.
Faktor risiko bunuh diri bersifat kumulatif, semakin banyak faktor risikonya, maka
kemungkinan perilaku bunuh diri akan semakin meningkat juga.. 5, 2
1. Faktor sosio-demografis
(a) Umur : 83% percobaan bunuh diri pada kelompok usia dewasa muda
muncul pada rentang usia 15-19 tahun. Penelitian oleh Brent et al. (1999)
menunjukkan percobaan bunuh diri pada kelompok usia yang lebih muda
menunjukkan niat (intent) untuk bunuh diri yang lebih rendah.
Meningkatnya tingkat bunuh diri pada kelompok usia ini terjadi karena
meningkatnya prevalensi psikopatologi lain seperti penyalahgunaan obat-

14

obatan terlarang, dan juga niat bunuh diri yang lebih besar pada populasi
yang berusia lebih tua.
(b) Di Amerika, percobaan bunuh diri pada dewasa muda lebih sering ditemui
pada wanita dibandingkan dengan laki-laki
(c) Agama dan Ras : Tingkat bunuh diri pada dewasa muda dengan ras afrika
amerika lebih rendah dibandingkan ras berkulit putih. Hasil observasi juga
menunjukkan agama Hindu merupakan faktor risiko untuk perilaku bunuh
diri non fatal. Penyebab asosiasi ini masih belum dipelajari lebih lanjut.
(d) Sosioekonomi : Penelitian prospektif di New Zealand oleh Fergusson et al.
(2000) menunjukkan perilaku bunuh diri meningkat diantara dewasa muda
dari status sosioekonomi yang rendah.
2. Faktor Keluarga
a) Keluarga Disfungsional : Tingkat percobaan bunuh drii meningkat pada
dewasa muda berusia 15-24 tahun yang memiliki orang tua dengan
hubungan tidak harmonis. Penelitian menunjukkan kehilangan orang tua
krena perceraian diasosiasikan dengan meningkatnya resiko perilaku
bunuh diri non fatal, sedangkan kehilangan orang tua karena kematian
orang tua tidak behubungan dengan perilaku bunuh diri.
b) Psikopatologi dari Orang Tua : Tingkat percobaan bunuh diri cendering
meningkat pada dewasa muda dengan riwayat eksposur terhadap kondisi
psikopatologis orang tuanya, seperti depresi, penggunaan obat-obatan
terlarang dan perilaku antisosial
3. Faktor Individual
a) Penyakit Psikiatrik : Prediktor utama untuk perilaku bunuh diri pada
dewasa muda adalah adanya penyakit psikatrik. Meskipun kebanyakan
individu dengan penyakit psikiatri tidak meninggal karena bunuh diri,
tetapi beberapa penyakit psikatrik memiliki hubungan erat dengan
perilaku bunuh diri. Sekitar 90% pasien dengan perilaku bunuh diri
memiliki penyakit psikiatri , dan 60% pasien dengan perilaku bunuh diri
memiliki gangguan mood saat melakukan bunuh diri. Diantara gangguan
mood yang ada, MDD merupakan gangguan dengan asosiasi paling kuat
terhadap perilaku bunuh diri. Randomized clinical trial mengenai
15

monoterapi antidepresan pada dewasa muda dengan major depressive


disorder, obsessive-compulsive disorder, dan gangguan psikiatri lainnya
menunjukkan bahwa antidepressant

meningkatkan risiko bunuh

diri.Risiko perilaku bunuh diri pada pasien yang menggunakan


antidepresean adala hsekitar 4 %, meningkat dua kali dibandingkan
kelompok yang mendapatkan placebo, yang hanya sekitar 2%.

Efek

antidepresan dalam memicu perilaku bunuh diri ini terkait dengan usia
dan meningkat pada dewasa muda dengan depresi. Data penelitian ini
harus diinterpretasikan dengan hati-hati,

dokter

harus tetap

mempertimbangkan keuntungan yang akan didapat dengan pemberian


obat antidepresi terutama jika pengobatan dilakukan bersamaan dengan
cognitive behavior therapy (CBT). Risiko bunuh diri yang menyertai
pemberian obat antidepresi ditemukan terutama pada 10-14 hari pertama
pemberian obat antidepresi, sedangkan pemberian jangka panjang obat
antidepresi menunjukkan menurunnya risiko perilaku bunuh diri
dibandingkan kelompok yang tidak mendapat pengobatan. The Food and
Drug Administration (FDA) dan the European Medicine Agency (EMA)
hanya merekomendasikan fluoxetine (Prozac) sebagai obat untuk depresi
pada anak dan dewasa muda. 4, 5, 2
Penggunaan obat-obatan terlarang meningkatkan risiko perilaku
bunuh diri sebesar 3.5-17 kali. Pasien dengan gangguan makan juga lebih
rentan meninggal karena bunuh diri. Penelitian case control tidak berhasil
menunjukkan asosiasi yang konsisten antara gangguan psikotik dan
perilaku bunuh diri pada dewasa muda. 5, 10
b) Faktor personalitas : Ada dua dimensi personalitas yang secara signifikan
meningkatkan risiko ide bunuh diri dan percobaan bunuh diri yaitu
neurotisisme dan perilaku suka mengambil resiko (novelty/risk seeking
behaviour). Orang dengan gangguan personalitas yang tergolong dalam
cluster B seperti kepribadian antisosial dan borderline

lebih rentan

meninggal karena bunuh diri karena biasanya memiliki sifat agresif dan
impulsif. 5, 10
c) Riwayat Dianiaya : Tingkat percobaan bunuh diri meningkat 4,8 kali pada
dewasa muda yang pernah mengalami penganiayaan seksual. Riwayat
16

penganiayaan fisik juga dapat meningkatkan risiko perilaku bunuh diri


pada dewasa muda.
d) Orientasi seksual :

5, 9

Risiko percobaan bunuh diri meningkat diantara

dewasa muda dalam kelompok gay, lesbian, atau biseksual.


e) Faktor Genetik : Riwayaat keluarga dengan perilaku bunuh diri
diasosiasikan dengan meningkatnya risiko percobaan bunuh diri pada
dewasa muda. Penelitian pada anak kembar dan hasil adopsi menunjukkan
faktor genetic berperan dalam transmisi perilaku bunuh diri dengan
perkiraan tingkat pewarisan 30-50%. 4, 5
f) Faktor Biologis : Penelitian enunjukkan bahwa kadar neurotransmitter 5HT yang rendah atau dibawah rata-rata diasosiasikan dengan risiko bunuh
diri yang meningkat.
g) Penyakit Medis Lainnya : Beberapa penyakit kronis dapat meningkatkan
risiko depresi dan perilaku bunuh diri, yaitu penyakit seperti diabetes dan
asma. Sesudah mengotrol faktor lain seperti usia, ras, depresi, dan
penggunaan alkohol, pasien yang memiliki penyakit medis memiliki risiko
yang lebih tinggi untuk melakukan percobaan bunuh diri, dengan odds
ratio 4,75 untuk laki-laki, dan 1,6 untuk perempuan yang memiliki
penyakit medis lainnya.
4. Faktor lingkungan
a) Faktor yang terkait dengan masalah disekolah dan kelompok pertemanan
50% dari pelaku percobaan bunuh diri memiliki masalahj disekolah dalam
1 bulan terakhir. Memiliki teman yang meninggal karena bunuh diri juga
merupakan faktor risiko yang signifikan untuk melakukan percobaan
bunuh diri.
b) Pengaruh Media : Publikasi media mengenai perilaku bunuh diri baik
dalam bentuk fiksi, berita, atau film documenter dapat memprovokasi
perilaku bunuh diri bagi individu yang rentan. Dewasa muda dewasa ini
lebih rentan terhadap pengaruh media karena semakin banyaknya website
pro-bunuh diri, sosial media, dan ruang chat online yang memungkinkan
para individu yang rentan ini saling mendukung untuk melakukan bunuh
diri.5, 9
17

c) Akses terhadap agen berbahaya: Di Amerika 60% bunuh diri pada dewasa
muda melibatkan senjata api, meskipun gantung diri merupakan penyebab
kematian

utama

di

berbagai

Negara

lain.

Penelitian-penelitian

menunjukkan asosiasi antara ketersediaan senjata api dan risiko bunuh diri
yang berhasil. Restriksi akses terhadap acetaminophen di inggris dan
prancis menurunkan kasus overdosis dan menurunkan angka mortalitas
akibat overdosis. 4, 5
d) Kejadian Hidup : Stressor psikososial terutama masalah dalam hubungan
dengan

pacar

merupakan faktor pemicu bunuh diri yang sering

ditemukan pada dewasa muda terutama pada kelompok usia dibawah 14


tahun dimana bunuh diri sering menyertai periode stress yang pendek dan
gangguan psikiatri jarang ditemukan.9

2.3.4 Faktor Protektif Perilaku Bunuh Diri pada Dewasa Muda


Faktor protektif sama seperti faktor risiko merupakan faktor yang terkait
dengan tingkat stress seseorang. Faktor protektif terkait dengan

daya tahan

(resilience) dalam menghadapi stress sedangkan faktor risiko terkait dengan


kerentanan (vulnerability)

terhadap stress. Kerentanan mempengaruhi respons

seseorang dalam menghadapi situasi penuh tekanan kearah yang negatif,


sedangkan daya tahan mempengaruhi respons orang tersebut kearah positif. Daya
tahan dapat juga diartikan sebagai fleksibilitas kognitif yang menghasilkan solusi
alternative sebagai bentuk penyesuaikan diri dalam situasi hidup yang sulit.
Penelitian menunjukkan odds ratios faktor risiko untuk depresi dan perilaku
bunuh diri ternyata lebih besar nilainya dibandingkan faktor protektif terhadap
perilaku bunuh diri. Hal ini membuktikan pentingnya intervensi yang bertujuan
untuk mengurangi faktor risiko dalam situasi klinis. Meskipun demikian kita tidak
boleh menyimpulkan bahwa pengembangan faktor protektif pada dewasa muda
dengan depresi dan berisiko bunuh diri menjadi tidak penting. Faktor risiko bunuh
diri terakumulasi perlahan dalam beberapa tahun, jika faktor protektif juga ikut
dikembangkan, maka efek negatif dari faktor risiko dapat dicegah dan mengurangi
perilaku bunuh diri yang muncul.

18

Faktor protektif terhadap perilaku bunuh diri pada dewasa muda

dengan

depresi mencakup
1. Productive coping
2. Alasan untuk hidup
3. Faktor spiritual dan agama
4. Sikap positif terhadap olahraga
5. Perhatian oleh keluarga dan orang tua
6. Kedekatan dengan keluarga
7. Mekanisme pertahanan diri
8. Kontrol diri
9. Kemampuan kognitif (kemampuan menyelesaikan masalah)
10. Rasa percaya diri
11. Pengharapan (hopefulness):
Productive coping merupakan salah satu faktor protektif yang memiliki peran
signifikan

untuk dewasa muda dengan depresi ringan-sedang. Ada beberapa

strategi yang dapat digunakan sebagai productive coping. Strategi fokus


memecahkan masalah dan bekerja keras untuk berprestasi sering ditemukan
pada dewasa muda perempuan dengan depresi ringan-sedang. Strategi "fokus pada
hal positif berhasil memberikan efek protektif bagi laki-laki dan perempuan
dengan depresi. Memiliki setidaknya 5 alassan untuk hidup juga diasosiasikan
dengan risiko perilaku bunuh diri yang lebih rendah 1
Berbagai penelitian menunjukkan efek positif dari agama dan spiritualitas pada
keluaran psikologis diantara dewasa muda. Diduga hal ini terkait dengan rasa
percaya diri yang meningkat diantara dewasa muda yang beragama. Penjelasan
akan hal ini mungkin dikarenakan pada dewasa muda yang religious, lebih banyak
waktu dihabiskan bersama komunitas yang suportif, komunitas yang menghargai
nilai nilai positif pada manusia dan juga komunitas yang menawarkan support
dengan coping yang positif. Sehingga dewasa muda yang tumbuh dalam komunitas
ini merasa bahwa diri mereka adalah individu yang berharga. Konsep akan Tuhan
juga membuat seorang individu menghargai nilai dirinya sebagai ciptaan Tuhan
yang berharga. Metaanalisis juga membuktikan bahwa dewasa muda yang hidup
religius lebih jarang diasosaiskan dengan mood depresif.11 Olahraga sebagai
kegiatan fisik rekreasional merupakan faktor protektif yang signifikan pada dewasa
muda laki-laki tapi tidak pada perempuan. 1
Defisit pada kemampuan menyelesaikan masalah diasosiasikan dengan
perilaku bunuh diri, dikarenakan individu tersebut seringkali gagal untuk
menemukan alternative lain dalam menyelesaikan masalah hidup yang dihadapi
19

sehingga mereka melarikan diri dari masalah dengan melakukan bunuh diri. Rasa
percaya diri yang kurang dan tidak ada harapan akan masa depan berhubungan
erat dengan gangguan depresi sehingga rasa pecaya diri yang tinggi dan
pengharapan diasoasikan dengan tidak adanya gangguan depresi pada dewasa
muda tersebut sehingga berperan sebagai faktor protektif. 12
Faktor-faktor protektif tersebut dapat distimulasi oleh aktivitas bersama
komunitas ataupun dalam situasi klinis. Upaya untuk meningkatkan rasa percaya
diri seseorang, membantu pasien menggunakan mekanisme coping yang produktif,
dan mencari bantuan saat menghadapi masalah, melatih kemampuan komunikasi
dapat difasilitasi oleh kegiatan kelompok yang dilakukan pasien-pasien di klinik
maupun dalam komunitasnya. Dukungan dari keluarga dan juga teman-teman
merupakan faktor protektif yang penting, serta mendorong pasien untuk lebih taat
terhadap agamanya, serta memiliki anak dalam jumlah yang banyak dapat juga
berperan sebagai faktor protektif.2

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bunuh diri merupakan masalah kesehatan yang dipengaruhi oleh berbagai determinan
seperti faktor biologis, psikologis, keluarga, sosial, dan budaya. Gangguan mental, terutama
major depressive disorder merupakan determinan yang paling sering diasosiasikan dengan
perilaku bunuh diri. Secara global, bunuh diri merupakan penyebab kematian kedua tertinggi
pada kelompok usia 10-24 tahun sesudah kecelakaan lalu lintar. Tingkat perilaku bunuh diri
meningkat seiring bertambahnya usia, bunuh diri jarang ditemukan pada populasi dengan usia
dibawah 15 tahun, kemudian meningkat saat terjadinya pubertas. Meningkatnya jumlah
bunuh diri sesuai usia ini sebanding dengan meningkatnya tingkat depresi pada dewasa muda
jika dibandingkan dengan depresi pada kelompok anak.
Kerentanan seseorang yang dewasa yang depresi terhadap perilaku bunuh diri
ditentukan oleh interaksi antara faktor risiko dan faktor protektif. Faktor protektif terkait
dengan daya tahan (resilience) seseorang dalam menghadapi stress dan dapat diartikan
sebagai fleksibilitas kognitif yang menghasilkan solusi alternative dalam menyesuaikan diri

20

dalam situasi yang hidup. Pengembangan faktor protektif pada dewasa muda dengan depresi
penting dilakukan , selain dengan mengurangi faktor risiko bunuh diri pada dewasa muda
yang rentan. Faktor protektif yang berkembang diharapkan dapatm necegah efek negatif dari
faktor risiko sehingga mengurangi perilaku bunuh diri yang muncul.
3.2 Saran
Mengingat prevalensi bunuh diri pada kelompok dewasa muda masih cukup tinggi,
maka sebaiknya para tenaga kesehatan di layanan kesehatan primer lebih waspada akan
kemungkinan terjadinya perilaku bunuh diri pada dewasa muda yang memiliki berbagai
faktor risiko. Upaya pencegahan perilaku bunuh diri pada kelompok yang rentan juga jangan
hanya focus dalam mengurangi faktor risiko saja, tapi sebaiknya juga dillakukan bersamaan
dengan pengembangan faktor protektif terhadap perilaku bunuh diri, sehingga efek negatif
dari faktor risiko dapat dikurangi dan perilaku bunuh diri dapat dihindari.

DAFTAR PUSTAKA
1. Breton J, Labelle R, Berthiaume C, Royer C, St-georges M, Ricard D, et al. Protective Factors

Against Depression and. 2015;60


2. Wasserman D, Rihmer Z, Rujescu D, Sarchiapone M, Sokolowski M, Titelman D, et al. The
European Psychiatric Association (EPA) guidance on suicide treatment and prevention. Eur
Psychiatry [Internet]. Elsevier Masson SAS; 2012 Feb
3. Hauenstein EJ. Depression in Adolescence. J Obstet Gynecol Neonatal Nurs [Internet]. 2003
Mar;32(6):23948.Available

rom:

http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0884217515340533
4. Saddock BJ, Saddock VA. Schizophrenia. Kaplan and Saddock's Synopsis of Psychiatry. 11th
ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2015
5. Jena S, Sidhartha T. Non-Fatal Suicidal Behaviors in Adolescents. 2004;46(3):3108.
6.Thapar A, Collishaw S, Pine DS, Thapar AK. Depression in adolescence. Lancet [Internet].
Elsevier Ltd; 2012 Mar 17 [cited 2015 Jan 22];379(9820):105667. Available from:

21

http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?
artid=3488279&tool=pmcentrez&rendertype=abstract
7.Thibault JM, William R, Steiner P. Efficient Identification of Adults with Depression and
Dementia.;2004;
8. Shain BN. Suicide and suicide attempts in adolescents. Pediatrics [Internet]. 2007 Sep [cited
2016

Jan

22];120(4):66976.

Available

from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17766542
9. Hawton K, Saunders KE a, OConnor RC. Self-harm and suicide in adolescents. Lancet
(London,

England)

[Internet].

Elsevier

Ltd;

2012

Jun

23

[cited

2015

Jun

26];379(9834):237382. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22726518


10. Turecki G, Brent D a. Suicide and suicidal behaviour. Lancet (London, England) [Internet].
Elsevier

Ltd;

2015

Sep

15

[cited

2015

Dec

11];6736(15).

Available

from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/26385066
11. Yonker JE, Schnabelrauch C a, Dehaan LG. The relationship between spirituality and
religiosity on psychological outcomes in adolescents and emerging adults: a meta-analytic
review. J Adolesc [Internet]. Elsevier Ltd; 2012 Apr [cited 2016 Jan 28];35 6:299314.
Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21920596
12. Goldston DB, Daniel SS, Reboussin B a, Reboussin DM, Frazier PH, Harris a E. Cognitive
risk factors and suicide attempts among formerly hospitalized adolescents: a prospective
naturalistic study. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry [Internet]. American Academy of
Child and Adolescent Psychiatry; 2001 Jan [cited 2016 Jan 28];40 1:919. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11195570

22

Anda mungkin juga menyukai