PENDAHULUAN
1
Latar belakang
Bunuh diri merupakan masalah kesehatan yang dipengaruhi oleh berbagai determinan
seperti faktor biologis, psikologis, keluarga, sosial, dan budaya. 1 Menurut World health
organization (WHO), diperkirakan 1 juta orang meninggal akibat bunuh diri setiap tahun.
Tingkat bunuh diri global diperkirakan 14 kematian akibat bunuh diri per 100.000 penduduk. 2
Pada individu dalam kelompok usia 10-24 tahun, bunuh diri menyebabkan penyebab
kematian kedua tertinggi secara global sesudah kecelakaan lalu lintas. 3 Gangguan mood
merupakan penyebab utama perilaku bunuh diri pada dewasa muda, dengan depresi sebagai
penyebab dari setidaknya setengah dari total kematian akibat bunuh diri. Sekitar 90% pasien
dengan perilaku bunuh diri memiliki penyakit psikiatri , dan 60% pasien dengan perilaku
bunuh diri memiliki gangguan mood saat melakukan bunuh diri. Diantara gangguan mood
yang ada, MDD merupakan gangguan dengan asosiasi paling kuat terhadap perilaku bunuh
diri.3, 4
Interaksi antara faktor risiko dan faktor protektif menentukan kerentanan seseorang
individu untuk mengembangkan perilaku bunuh diri.
menggambarkan kerentanan seseorang terhadap perilaku bunuh diri dan faktor ini melibatkan
faktor sosio-demografis, faktor keluarga, faktor individual, dan faktor lingkungan. Faktor
protektif sama seperti faktor risiko merupakan faktor yang terkait dengan tingkat stress
seseorang. Faktor protektif terkait dengan daya tahan (resilience) dalam menghadapi stress.
Daya tahan dapat juga diartikan sebagai fleksibilitas kognitif yang menghasilkan solusi
alternative sebagai bentuk penyesuaikan diri dalam situasi hidup yang sulit. Hal ini
menunjukkan bahwa dalam upaya mengurangi angka perilaku bunuh diri pada dewasa muda,
selain upaya untuk mengurangi faktor risiko, pengembangan faktor protektif juga penting.
Diharapkan faktor protektif yang cukup pada suatu individu dapat mengurangi efek negatif
dari faktor risiko sehingga perilaku bunuh diri dapat dicegah.1, 5
2
1
Tujuan penulisan
Tujuan umum
Untuk mengetahui faktor protektif yang berperan untuk mencegah perilaku bunuh diri
pada dewasa muda dengan depresi.
Tujuan khusus
1
1
2
3
Manfaat penulisan
1
Bagi Bidang Akademik
Penulisan referat ini bermanfaat untuk memberikan informasi seputar faktor
2
protektif untuk mengurangi perilaku bunuh diri pada dewasa muda dengan depresi.
Bagi Masyarakat
Untuk memberikan informasi serta meningkatkan ilmu pengetahuan
masyarakat mengenai faktor protektif untuk perilaku bunuh diri pada dewasa muda
sehingga masyarakat dapat menerapkannya pada orang disekitar mereka.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
merupakan determinan yang paling sering diasosiasikan dengan perilaku bunuh diri. Dari
berbagai gangguan mental yang ada, gangguan mood merupakan penyebab utama perilaku
bunuh diri. Berbagai penelitian telah membuktikan asisoasi antara gejala depresif, ide untuk
bunuh diri, dan percobaan bunuh diri.1
major depressive
disorder. 4 Perbedaan kriteria diagnostic MDD berdasarkan DSM-IV dan ICD-10 dapat
dilihat di tabel 2.
Tabel 1. Perbandingan kriteria diagnosis gangguan depresi pada dewasa muda dan dewasa
berdasarkan DSM-IV
Major
depressive
mood
3
disorder
Dysthymic disorder
diinginkan
termasuk dan
kesenangan
yang
Tabel 2. Perbedaan antara kriteria diagnostic DSM-IV dan ICD-10 untuk major depressive
disorder
Major
depressive
disorder
DSM-IV
ICD-10
Memerlukan lima gejala yang Memerlukan setidaknya empat
salah satunya harus mencakup gejala, yang mana dua dari
mood depresif, mood iritabel berikut harus muncul : mood
atau
hilangnya
minat
kesenangan,
menurunnya
1 tahun
Ada paling tidak dua dari gejala berikut :
Perubahan nafsu makan
Insomnia atau hypersomnia
Merasa leams atau kurang energy
Kurang percaya diri
Sulit konsentrasi atau sulit mengambil keputusan
Merasa tidak berdaya
Dalam periode 1 tahun tersebut, pasien anak atau dewasa muda ini tidak pernah
terlepas dari gejala depresif selama lebih dari dua bulan dalam setahun tersebut.
Prevalensi depresi pada anak-anak adalah sekitar 2%. Pada dewasa muda terdapat
peningkatan prevalensi depresi menjadi 8%. Pada anak-anak, prevalensi depresi untuk
kedua jenis kelamin sama yaitu 1:1, dan begitu mengalami pubertas dewasa muda
perempuan menjadi 2-3 kali lebih mungkin mengalami depresi daripada dewasa muda
pria. Saat mencapai usia 18 tahun insidensi kumulatif depresi mencapai 20%. 4
Peningkatan prevalensi depresi pada dewasa muda yang sudah mengalami pubertas
diduga disebabkan oleh perubahan biologis dan perubahan sosial yang terjadi karena
maturasi otak dan fungsi kognitif begitu mencapai pubertas. Perubahan ini mencakup
meningkatnya pemahaman sosial dan kesadaran diri, serta perubahan di sirkuit otak yang
bertanggung jawab dalam mengeatur respons terhadap reward
peningkatan kadar stress terutama pada dewasa muda perempuan. Penelitian pada
binatang menunjukkan peningkatan kadar estrogen meningkatkan respons stress di
korteks prefrontal, sehingga diduga depresi berhubungan langsung dengan perubahan
hubungan hormone-otak sesudah pubertas. 6
2.2.3 Etiologi
2.2.3.1 Genetik
Faktor prediktif utama untuk anak atau dewasa muda untuk mengalami depresi
adalah adanya anggota keluarga lain yang memiliki gangguan depresi. Jika orang
tuanya memiliki gangguan depresi, anaknya akan lebih mungkin untuk mengalami
ganggua depresi (odds ratio = 2,12). Semakin muda usia orang tua pasien saat onset
depresi muncul, maka semakin tinggi risiko anaknya untuk terkena gangguan depresi.
Depresi pada orang tua juga diasosiasikan dengan keparahan penyakit yang semakin
berat, durasi episode depresi yang lebih panjang, lebih banyak gangguan fungsi, dan
rekurensi depresi pada keturunan selanjutnya juga akan semakin sering. Penelitian
pada anak kembar menjunjukkan bahwa depresi diturunkan dengan tingkat 31-42%.
Faktor utama yang dikaitkan dengan depresi pada dewasa muda adalah faktor genetic,
sedangkan faktor lingkungan memainkan peranan yang lebih besar pada depresi di
anak-anak. Beberapa penelitian sudah mencoba untuk mengidentifikasi gen spesifik
yang dapat meningkatkan kerentanan individu terhadap depresi, akan tetapi belum ada
penebuan berarti yang ditemukan.6, 4
2.2.3.2 Neurobiologi
Penelitian neuroendokrin menunjukkan adanya gangguan pada hypothalamicpituitary-adrenal (HPA) axis pada dewasa muda yang mengalami depresi. Peranan
hypothalamic-pituitary-thyroid (HPT) axis pada depresi di dewasa muda masih perlu
diteliti lebih lanjjut. Penelitian neuroimaging pada dewasa muda dengan depresi
menunjukkan ukuran bagian subgenual dari korteks prefrontal kiri pada dewasa muda
perempuan, disertai volume susbtansia nigra di lobus frontalis yang lebih besar dan
volume ventrikel lateral yang lebih besar. Dewasa muda dengan depresi juga memiliki
amigdala kiri dan kanan yang lebih kecil dibandingkan kelompok kontrol.
2.2.3.3 Lingkungan
Faktor keluarga seperti penggunaan obat-obatan terlarang oleh orang tua,
hubungan yang buruk antara ibu dan ayah, konfik antara orang tua dan anak, serta
hubungan antar anggota keluarga yang kurang dekat merupakan faktor risiko untuk
depresi pada dewasa muda. Stresor lainnya seperti pernah dianiaya dan kematian
orang tua, kebiasaan merokok, penyakit fisik dan gangguan fungsional juga
diasosiasikan sebagai faktor risiko depresi pada dewasa muda. Depresi berat yang
muncul terus menerus dapat disebabkan oleh stressor dari lingkungan. 4, 3
2.2.3.4 Kognisi
Dewasa muda yang mengalami depresi dapat memiliki pandangan negative
terhadap diri sendiri, terhadap dunia, dan masa depan. Mereka memiliki pandangan
dan perilaku negatif dan mereka menyalahkan diri sendiri ketika terjadi hal negatif
dalam hidup. Rasa kurang percaya diri, perasaan tidak berharga, dan perasaan tidak
kompeten merupakan hasil akhir dari gangguan kognitif yang terjadi.Kombinasi
antara kejadian hidup yang berat (stressful life events) dan konsep mengenai diri
sendiri yang negatif merupakan faktor prediktif depresi pada dewasa muda. 4
2.2.4 Perjalanan klinis Depresi pada dewasa muda
Gejala klinis depresi pada dewasa muda menyerupai depresi pada dewasa, tetapi
secara umum gejalanya lebih ringan. Gejala dapat muncul sebagai gangguan nafsu makan
atau perubahan berat badan dan perasaan tidah berharga dan rasa bersalah pada dewasa muda
perempuan. . Untuk perempuan, episode pertama depresi biasanya muncul saat menarche.
Riskiko terkena depresi lebih tinggi pada perempuan yang mengalami menarche terlalu awal
atau terlambat. Biasanya episode pertama depresi pada dewasa muda muncul sekitar usia 15
tahun. 3
7
Dewasa muda dengan depresi lebih sering menunjukkan mood iritabel dibandingkan
depresi, biasanya mereka tidak sadar akan keadaan iritabel yang mereka alami maupun
dampaknya terhadap interaksi dengan orang lain. Meskipun pada sebagian dewasa muda
yang memiliki tilikan terhadap iritabilitasnya mengaku bahwa hal-hal penting maupun tidak
penting dapat membuat mereka menjadi marah. Hilangnya minat dan kegembiraan dapat
disadari ketika pasien mulai menarik diri dari lingkungan pergaulan sekolah, kegiatan
olahraga, dan teman-teman. Gangguan tidur sering dijumpai pada dewasa muda dengan
depresi terutama suling memulai tidur dimalam hari. Penurunan berat badan lebih sering
dijumpai daripada berat badan yang meningkat. Dewasa muda dengan depresi juga sering
merasa lelah dan seringkali tidur siang sesudah pulang dari sekolah. Seringkali juga terjadi
gangguan konsentrasi sehingga nilai disekolah menjadi menurun. Orang tua dari anak atau
dewasa muda dengan depresi seringkali tidak mengenali gejala dari depresi pada anaknya,
tapi mereka merasakan kesulitan dalam berinteraksi dengan anak yang sangat iritabel.
Jika depresi terjadi pada anak, maka anak tersebut seringkali mendeskripsikan
perasaan tidak berharga sebagai tidak ada orang yang menyukai dirinya, termasuk juga
keluarga, teman, dan gurunya. Percobaan bunuh diri dan gejala psikotik lebih sering ditemui
pada depresi di dewasa muda dibandingkan depresi di anak-anak.
Depresi pada dewasa muda dapat mengganggu sekolah dan fungsi sosial. Perlu
diperhatikan bahwa depresi diasosiasikan dengan perilaku berbahaya pada dewasa muda,
seperti mulai merokok karena pengaruh teman lebih sering ditemukan pada dewasa muda
dengan gangguan depresi dan gangguan cemas. Dewasa muda perempuan dengan gangguan
depresi juga lebih mungkin untuk minum minuman beralkohol, mabuk-mabukan, keluar dari
sekolah, merokok, dan mengalami kekerasan fisik maupun seksual. Hal yang paling
berbahaya dari gangguan depresi pada dewasa muda adalah peningkatan risiko munculnya
pikiran atau keinginan untuk melukai dirinya sendiri.
10
Kuesioner yang digunakan mencakup metode screening yang cepat dan ekonomis.
Patient health questionnaire-2 (PHQ-2) (gambar 2) merupakan cara yang banyak digunakan
untuk screening depresi pada dewasa muda di layanan kesehatan primer (sensitivitas 83%;
spesifisitas 92%).6, 7 Selain PHQ-2 ada juga kuesioner PHQ-9 yang terdiri dari 9 pertanyaan,
PHQ 9 digunakan untuk konfirmasi depresi (sensitivitas 88%; spesifisitas 88%) pada pasien
yang hasil kuesiner PHQ-2nya menunjukkan tanda tanda depresi.
11
Untuk individu dengan hasil skor pengisian kuesioner diatas nilai cutoff pada gambar
1, diperlukan pemeriksaan klinis lebih lanjut harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis
depresi. Pemeriksaan ini mencakup pertanyaan-pertanyaan mengenai tanda-tanda lain depresi
sesuai kriteria dari ICD10 atau DSM-IV, disertai durasi munculnya gejala, keparahan, dan
juga keterbatasan lain yang dialami individu tersebut. Dalam melakukan wawancara pada
pasien dewasa muda yang dicurigai mengalami depresi, terkadang perlu dilakukan
wawancara tanpa orang tua. Informasi yang disediakan olah orang tua atau wali juga penting
karena diagnosis berdasararkan keterangan dari berbagai informan menunjukkan tingkat
reliabilitas dan validitas yang lebih baik.6
2.3 Perilaku Bunuh Diri pada Dewasa Muda
2.3.1 Definisi
Perilaku bunuh diri merupakan suatu spektrum yang mencakup ide bunuh diri,
percobaan bunuh diri, dan bunuh diri yang berhasil. Ide bunuh diri yang dimaksud bisa
berupa pikiran pasif untuk mati (misalnya : mungkin sebaiknya aku mati saja), atau
berupa ide positif (misalnua : aku mau bunuh diri), sampai ide yang disertai dengan
perencanaan (misalnya : aku mau bunuh diri dengan menggunakan senapan ketika
orangtuaku keluar rumah malam ini). Percobaan bunuh diri merupakan tindakan yang
melukai diri sendiri akan tetapi tidak berakibat fatal, dan dapat ditemukan bukti baik
implisit maupun eksplisit bahwa individu tersebut berniat membunuh dirinya sendiri. Ide
bunuh diri dan percobaan bunuh diri dapat disebut juga perilaku bunuh diri non fatal
(non-fatal suicide behavior). 4, 5 Metode yang sering digunakan oleh dewasa muda dalam
melakukan percobaan bunuh diri adalah dengan overdosis, dan cara yang tersering
dilakukan selanjutnya adalah dengan mengiris pergelangan tangan. Meskipun seringkali
percobaan bunuh diri pada dewasa muda dilakukan dengan niat (intent) yang rendah,
ingesti acetaminophen diasosiasikan dengan risiko toksisitas pada liver dan fatalitas yang
tinggi tanpa penanganan medis yang tepat.
digunakan pada kejadian bunuh diri yang berhasil adalah dengan menggunakan senjata
api, diikuti oleh gantung diri, loncat dari tempat tinggi, keracunan karbon monoksida,
dan overdosis. 4
12
2.3.2 Epidemiologi
Secara global, bunuh diri merupakan penyebab kematian kedua tertinggi pada
individu dalam kelompok usia 10-24 tahun sesudah kecelakaan lalu lintas. Bunuh diri
merupakan penyebab kematian ketiga tertinggi diantara kelompok usia 15 sampai 24
tahun di Amerika. Diantara dewasa muda dengan rentang umur 15 sampai 19 tahun,
tingkat bunuh diri yang berhasil adalah sebesar 3,52/100.000 untuk perempuan dan
12,65/100.000 populasi (U.S Department of Health and Human Services, 2004). 4, 3 Lakilaki dalam rentang usia 15-19 tahun memiliki tingkat bunuh diri 2,6 kali lebih tinggi
daripada perempuan dengan rentang usia yang sama.
Sekitar seperempat dewasa muda melaporkan pernah memikirkan ide bunuh diri.
Dan 15% melaporkan pernah merencanakan tindakan bunuh diri. 3 Bunuh diri jarang
ditemukan pada populasi dengan usia dibawah 15 tahun (1,2 kematian akibat bunuh diri
per 100.000 anak laki-laki dengan usia 5-14 tahun)9. Rasio percobaan bunuh diri dan
bunuh diri yang berhasil pada kelompok dewasa muda diperkirakan sekitar 50:1 sampai
100:1. 8
Tingkat perilaku bunuh diri meningkat sesuai usia. Meningkatnya ide bunuh diri
sesuai usia ini sebanding dengan meningkatnya tingkat depresi pada dewasa muda
dibandingkan dengan kelompok anak. Meningkatnya tingkat percobaan dan bunuh diri
yang berhasil pada dewasa muda terjadi karena kelompok dewasa muda ini memiliki
kemampuan untuk merencanakan dan melaksanakannya. Ide dan percobaan bunuh diri
juga lebih sering ditemui pada perempuan daripada laki-laki sesudah pubertas, mengikuti
pola yang sama dengan depresi. Akan tetapi bunuh diri yang berhasil jauh lebih sering
ditemukan pada laki-laki, mungkin karena tingkat penyalah gunaan obat-obatan yang
lebih tinggi dan tendensi untuk menggunakan cara bunuh diri yang lebih lethal.4
Untuk dewasa muda
percobaan bunuh dirinya jauh lebih tinggi, mencapai angka 20-42%. Penelitian juga
menunjukkan bahwa pada laki-laki gay/biseksual, tingkat percobaan bunuh dirinya
mencapai 28%, (dibandingkan 4,2% pada kelompok laki-laki heteroseksual) dan pada
perempuan yang lesbian percobaan bunuh dirinya sekitar 20,5%. (dibandingkan dengan
14,5% pada kelompok perempuan heteroseksual).
13
Angka prevalensi bunuh diri pada dewasa muda sangat bervariasi di seluruh
dunia, ditemukan tingkat bunuh diri yang tinggi pada negara seperti Rusia, Ukraina,
Jepang, Finlandia, Hungaria, dan tingkat bunuh diri yang rendah pada negara Inggris,
Australia, dan Hongkong. Di China tingkat bunuh diri lebih tinggi di daerah pedesaan
dibandingkan daerah perkotaan, dan perempuan muda (usia 15-24 tahun) lebih mungkin
meninggal karena bunuh diri daripada laki-laki dengan rentang usia yang sama. Secara
global tingkat bunuh diri pada dewasa muda sudah berubah dalam dua dekade terakhir.
Pada tahun 1960an terjadi peningkatan kematian akibat bunuh diri sampai tahun 1990an,
diduga peningkatan ini terjadi karena meningkatnya peredaran obat-obatan terlarang dan
senjata api yang mudah diperoleh, kemudian terjadi penurunan kematian akibat bunuh
diri sejak awal tahun 1990an terutama pada laki-laki muda (usia 15-24 tahun). Penurunan
kematian akibat bunuh diri ini dikarenakan kontrol kepemilikan senjata api yang elbih
ketat dan meningkatnya pemberian obat SSRI. Sayangnya, tren ini sepertinya akan
kembali memburuk dengan melihat kondisi ekonomi global yang terus mengalami
resesi.4, 9
2.3.3 Faktor Risiko Bunuh Diri
Interaksi antara faktor risiko dan faktor protektif menentukan kerentanan seseorang
individu untuk mengembangkan perilaku bunuh diri. Beberapa faktor risiko telah
dipelajari dan diketahi memiliki asosiasi yang signifikan dengan perilaku bunuh diri.
Faktor risiko bunuh diri menggambarkan kerentanan seseorang terhadap perilaku bunuh
diri dan faktor ini melibatkan faktor sosio-demografis, faktor keluarga, faktor individual,
dan faktor lingkungan.
Faktor risiko bunuh diri bersifat kumulatif, semakin banyak faktor risikonya, maka
kemungkinan perilaku bunuh diri akan semakin meningkat juga.. 5, 2
1. Faktor sosio-demografis
(a) Umur : 83% percobaan bunuh diri pada kelompok usia dewasa muda
muncul pada rentang usia 15-19 tahun. Penelitian oleh Brent et al. (1999)
menunjukkan percobaan bunuh diri pada kelompok usia yang lebih muda
menunjukkan niat (intent) untuk bunuh diri yang lebih rendah.
Meningkatnya tingkat bunuh diri pada kelompok usia ini terjadi karena
meningkatnya prevalensi psikopatologi lain seperti penyalahgunaan obat-
14
obatan terlarang, dan juga niat bunuh diri yang lebih besar pada populasi
yang berusia lebih tua.
(b) Di Amerika, percobaan bunuh diri pada dewasa muda lebih sering ditemui
pada wanita dibandingkan dengan laki-laki
(c) Agama dan Ras : Tingkat bunuh diri pada dewasa muda dengan ras afrika
amerika lebih rendah dibandingkan ras berkulit putih. Hasil observasi juga
menunjukkan agama Hindu merupakan faktor risiko untuk perilaku bunuh
diri non fatal. Penyebab asosiasi ini masih belum dipelajari lebih lanjut.
(d) Sosioekonomi : Penelitian prospektif di New Zealand oleh Fergusson et al.
(2000) menunjukkan perilaku bunuh diri meningkat diantara dewasa muda
dari status sosioekonomi yang rendah.
2. Faktor Keluarga
a) Keluarga Disfungsional : Tingkat percobaan bunuh drii meningkat pada
dewasa muda berusia 15-24 tahun yang memiliki orang tua dengan
hubungan tidak harmonis. Penelitian menunjukkan kehilangan orang tua
krena perceraian diasosiasikan dengan meningkatnya resiko perilaku
bunuh diri non fatal, sedangkan kehilangan orang tua karena kematian
orang tua tidak behubungan dengan perilaku bunuh diri.
b) Psikopatologi dari Orang Tua : Tingkat percobaan bunuh diri cendering
meningkat pada dewasa muda dengan riwayat eksposur terhadap kondisi
psikopatologis orang tuanya, seperti depresi, penggunaan obat-obatan
terlarang dan perilaku antisosial
3. Faktor Individual
a) Penyakit Psikiatrik : Prediktor utama untuk perilaku bunuh diri pada
dewasa muda adalah adanya penyakit psikatrik. Meskipun kebanyakan
individu dengan penyakit psikiatri tidak meninggal karena bunuh diri,
tetapi beberapa penyakit psikatrik memiliki hubungan erat dengan
perilaku bunuh diri. Sekitar 90% pasien dengan perilaku bunuh diri
memiliki penyakit psikiatri , dan 60% pasien dengan perilaku bunuh diri
memiliki gangguan mood saat melakukan bunuh diri. Diantara gangguan
mood yang ada, MDD merupakan gangguan dengan asosiasi paling kuat
terhadap perilaku bunuh diri. Randomized clinical trial mengenai
15
Efek
antidepresan dalam memicu perilaku bunuh diri ini terkait dengan usia
dan meningkat pada dewasa muda dengan depresi. Data penelitian ini
harus diinterpretasikan dengan hati-hati,
dokter
harus tetap
lebih rentan
meninggal karena bunuh diri karena biasanya memiliki sifat agresif dan
impulsif. 5, 10
c) Riwayat Dianiaya : Tingkat percobaan bunuh diri meningkat 4,8 kali pada
dewasa muda yang pernah mengalami penganiayaan seksual. Riwayat
16
5, 9
c) Akses terhadap agen berbahaya: Di Amerika 60% bunuh diri pada dewasa
muda melibatkan senjata api, meskipun gantung diri merupakan penyebab
kematian
utama
di
berbagai
Negara
lain.
Penelitian-penelitian
menunjukkan asosiasi antara ketersediaan senjata api dan risiko bunuh diri
yang berhasil. Restriksi akses terhadap acetaminophen di inggris dan
prancis menurunkan kasus overdosis dan menurunkan angka mortalitas
akibat overdosis. 4, 5
d) Kejadian Hidup : Stressor psikososial terutama masalah dalam hubungan
dengan
pacar
daya tahan
18
dengan
depresi mencakup
1. Productive coping
2. Alasan untuk hidup
3. Faktor spiritual dan agama
4. Sikap positif terhadap olahraga
5. Perhatian oleh keluarga dan orang tua
6. Kedekatan dengan keluarga
7. Mekanisme pertahanan diri
8. Kontrol diri
9. Kemampuan kognitif (kemampuan menyelesaikan masalah)
10. Rasa percaya diri
11. Pengharapan (hopefulness):
Productive coping merupakan salah satu faktor protektif yang memiliki peran
signifikan
sehingga mereka melarikan diri dari masalah dengan melakukan bunuh diri. Rasa
percaya diri yang kurang dan tidak ada harapan akan masa depan berhubungan
erat dengan gangguan depresi sehingga rasa pecaya diri yang tinggi dan
pengharapan diasoasikan dengan tidak adanya gangguan depresi pada dewasa
muda tersebut sehingga berperan sebagai faktor protektif. 12
Faktor-faktor protektif tersebut dapat distimulasi oleh aktivitas bersama
komunitas ataupun dalam situasi klinis. Upaya untuk meningkatkan rasa percaya
diri seseorang, membantu pasien menggunakan mekanisme coping yang produktif,
dan mencari bantuan saat menghadapi masalah, melatih kemampuan komunikasi
dapat difasilitasi oleh kegiatan kelompok yang dilakukan pasien-pasien di klinik
maupun dalam komunitasnya. Dukungan dari keluarga dan juga teman-teman
merupakan faktor protektif yang penting, serta mendorong pasien untuk lebih taat
terhadap agamanya, serta memiliki anak dalam jumlah yang banyak dapat juga
berperan sebagai faktor protektif.2
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Bunuh diri merupakan masalah kesehatan yang dipengaruhi oleh berbagai determinan
seperti faktor biologis, psikologis, keluarga, sosial, dan budaya. Gangguan mental, terutama
major depressive disorder merupakan determinan yang paling sering diasosiasikan dengan
perilaku bunuh diri. Secara global, bunuh diri merupakan penyebab kematian kedua tertinggi
pada kelompok usia 10-24 tahun sesudah kecelakaan lalu lintar. Tingkat perilaku bunuh diri
meningkat seiring bertambahnya usia, bunuh diri jarang ditemukan pada populasi dengan usia
dibawah 15 tahun, kemudian meningkat saat terjadinya pubertas. Meningkatnya jumlah
bunuh diri sesuai usia ini sebanding dengan meningkatnya tingkat depresi pada dewasa muda
jika dibandingkan dengan depresi pada kelompok anak.
Kerentanan seseorang yang dewasa yang depresi terhadap perilaku bunuh diri
ditentukan oleh interaksi antara faktor risiko dan faktor protektif. Faktor protektif terkait
dengan daya tahan (resilience) seseorang dalam menghadapi stress dan dapat diartikan
sebagai fleksibilitas kognitif yang menghasilkan solusi alternative dalam menyesuaikan diri
20
dalam situasi yang hidup. Pengembangan faktor protektif pada dewasa muda dengan depresi
penting dilakukan , selain dengan mengurangi faktor risiko bunuh diri pada dewasa muda
yang rentan. Faktor protektif yang berkembang diharapkan dapatm necegah efek negatif dari
faktor risiko sehingga mengurangi perilaku bunuh diri yang muncul.
3.2 Saran
Mengingat prevalensi bunuh diri pada kelompok dewasa muda masih cukup tinggi,
maka sebaiknya para tenaga kesehatan di layanan kesehatan primer lebih waspada akan
kemungkinan terjadinya perilaku bunuh diri pada dewasa muda yang memiliki berbagai
faktor risiko. Upaya pencegahan perilaku bunuh diri pada kelompok yang rentan juga jangan
hanya focus dalam mengurangi faktor risiko saja, tapi sebaiknya juga dillakukan bersamaan
dengan pengembangan faktor protektif terhadap perilaku bunuh diri, sehingga efek negatif
dari faktor risiko dapat dikurangi dan perilaku bunuh diri dapat dihindari.
DAFTAR PUSTAKA
1. Breton J, Labelle R, Berthiaume C, Royer C, St-georges M, Ricard D, et al. Protective Factors
rom:
http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0884217515340533
4. Saddock BJ, Saddock VA. Schizophrenia. Kaplan and Saddock's Synopsis of Psychiatry. 11th
ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2015
5. Jena S, Sidhartha T. Non-Fatal Suicidal Behaviors in Adolescents. 2004;46(3):3108.
6.Thapar A, Collishaw S, Pine DS, Thapar AK. Depression in adolescence. Lancet [Internet].
Elsevier Ltd; 2012 Mar 17 [cited 2015 Jan 22];379(9820):105667. Available from:
21
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?
artid=3488279&tool=pmcentrez&rendertype=abstract
7.Thibault JM, William R, Steiner P. Efficient Identification of Adults with Depression and
Dementia.;2004;
8. Shain BN. Suicide and suicide attempts in adolescents. Pediatrics [Internet]. 2007 Sep [cited
2016
Jan
22];120(4):66976.
Available
from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17766542
9. Hawton K, Saunders KE a, OConnor RC. Self-harm and suicide in adolescents. Lancet
(London,
England)
[Internet].
Elsevier
Ltd;
2012
Jun
23
[cited
2015
Jun
Ltd;
2015
Sep
15
[cited
2015
Dec
11];6736(15).
Available
from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/26385066
11. Yonker JE, Schnabelrauch C a, Dehaan LG. The relationship between spirituality and
religiosity on psychological outcomes in adolescents and emerging adults: a meta-analytic
review. J Adolesc [Internet]. Elsevier Ltd; 2012 Apr [cited 2016 Jan 28];35 6:299314.
Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21920596
12. Goldston DB, Daniel SS, Reboussin B a, Reboussin DM, Frazier PH, Harris a E. Cognitive
risk factors and suicide attempts among formerly hospitalized adolescents: a prospective
naturalistic study. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry [Internet]. American Academy of
Child and Adolescent Psychiatry; 2001 Jan [cited 2016 Jan 28];40 1:919. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11195570
22