Anda di halaman 1dari 10

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, pada bab ini disajikan hasil
penelitian yang dilakukan pada tanngal 29 Mei 2022 sampai dengan 15 Juni 2022
mengenai Hubungan Parent Monitoring dan Peer Group dengan Risiko Perilaku
Seksual di SMAN 10 Pekanbaru. Subjek penelitian adalah siswa siswi kelas X
dan XI di SMAN 10 Pekanbaru sebanyak 153 orang. Hasil penelitian sendiri
dibagi menjadi dua bagian yaitu menggunakan analisa univariat dan analisa
bivariat dengan hasil:
A. Analisis Univariat
Analisa univariat digunakan untuk menjabarkan secara deskripstif
mengenai distribusi frekuensi dan proporsi masing-masing variabel yang
diteliti, maka diperoleh data umum (usia, jenis kelamin, agama, status
hubungan sekarang, dan status hubungan sebelumnya) serta data khusus yang
terdiri dari parent monitoring dan peer group dengan risiko perilaku seksual
remaja. Hasil analisis univariat pada penelitian ini dapat dilihat pada uraian
berikut.
1. Data Umum
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia
di SMAN 10 Pekanbaru
Usia Frekuensi Presentase
15 5 3.3%
16 80 52,3%
17 66 43,1%
18 1 0,7%
19 1 0,7%
Total 153 100%
Sumber: Analisis Data primer tahun 2022

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari


153 remaja, lebih separuh remaja berusia 16 tahun yaitu 52,3% dan yang
berusia 17 tahun yaitu 43,1%, sedangkan usia 15 tahun, 18 tahun, dan 19
tahun sangat sedikit yairu kurang dari 10%.
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Jenis Kelamin di SMAN 10 Pekanbaru
Jenis Kelamin Frekuensi Presentase
Laki-laki 51 33,3%
Perempuan 102 66,7%
Total 153 100%
Sumber: Analisis Data primer tahun 2022
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari
153 remaja, mayoritas berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 102
responden (52,3%).
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Agama di SMAN 10 Pekanbaru
Agama Frekuensi Presentase
Islam 130 85%
Kristen 23 15%
Total 153 100%
Sumber: Analisis Data primer tahun 2022
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa dari
153 remaja, mayoritas beragama islam yaitu sebanyak 130 responden
(85%).
Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Status Hubungan Sekarang di SMAN 10 Pekanbaru
Status Hubungan Frekuensi Presentase
Sekarang
Ya 43 28,1%
Tidak 110 71,9%
Total 153 100%
Sumber: Analisis Data primer tahun 2022
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari
153 remaja, mayoritas tidak memiliki status hubungan sekarang yaitu
sebanyak 110 responden (71,9%).
Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Status Hubungan Sebelumnya di SMAN 10 Pekanbaru
Status Hubungan Frekuensi Presentase
Sebelumnya
Ya 77 50,3%
Tidak 76 49,7%
Total 153 100%
Sumber: Analisis Data primer tahun 2022
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.5 menunjukkan bahwa dari
153 remaja, mayoritas memiliki status hubungan sebelumnya yaitu
sebanyak 77 responden (50,3%).
2. Data Khusus
Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Parent Monitoring di SMAN 10 Pekanbaru
Parent Monitoring Frekuensi Presentase
Rendah 63 41,2%
Tinggi 90 58,8%
Total 153 100%
Sumber: Analisis Data primer tahun 2022
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa dari
153 remaja, mayoritas memiliki parent monitoring tinggi yaitu sebanyak
90 responden (58,8%).
Tabel 4.7
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Peer Group di SMAN 10 Pekanbaru
Peer Group Frekuensi Presentase
Rendah 89 58,2%
Tinggi 64 41,8%
Total 153 100%
Sumber: Analisis Data primer tahun 2022
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.7 menunjukkan bahwa dari
153 remaja, mayoritas memiliki peer group rendah yaitu sebanyak 89
responden (58,2%).
Tabel 4.8
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan
Risiko Perilaku Seksual di SMAN 10 Pekanbaru

Risiko Perilaku Frekuensi Presentase


Seksual
Tidak Berisiko 82 53,6%
Berisiko 71 46,4%
Total 153 100%
Sumber: Analisis Data primer tahun 2022
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.8 menunjukkan bahwa dari
153 remaja, mayoritas tidak berisiko yaitu sebanyak 82 responden
(53,6%).
B. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel
bebas (parent monitoring dan peer group) terhadap variabel terikat (risiko
perilaku seksual) dengan menggunakan uji statistik Chi Square. Hasil analisis
bivariat dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.9
Hubungan Parent Monitoring dengan Risiko Perilaku
Seksual di SMAN 10 Pekanbaru
Perilaku Seksual
Parent N OR P value
Monitoring
Tidak Beresiko
Beresiko
Rendah 10 53 63
(15,9%) (84,1%) (100%) 0,047 0,000
Tinggi 72 18 90 (0,020-
(80%) (20%) (100%) 0,110)
Total 82 71 153
(53,6%) (46,4%) (100%)
Sumber: Analisis Data primer tahun 2022
Berdasarkan Tabel 4.9 dari hasil analisis bivariat hubungan antara
parent monitoring dengan risiko perilaku seksual di SMAN 10 Pekanbaru
didapatkan bahwa dari 90 responden yang memiliki parent monitoring tinggi
dengan perilaku seksual tidak beresiko sebanyak 72 responden (80%) dan
perilaku seksual beresiko sebanyak 18 responden (20%), sedangkan 63
responden memiliki parent monitoring rendah dengan perilaku seksual tidak
beresiko sebanyak 10 responden (15,9%) dan perilaku seksual beresiko
sebanyak 53 responden (84,1%). Hasil uji statistic chi-square diperoleh nilai
p value = 0,000 lebih kecil dari 5% (p=0,000 < 0,05) sehingga H0 ditolak,
maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan parent monitoring dengan
risiko perilaku seksual dengan nilai OR (Odds Ratio) = 0,047. Artinya
responden yang memiliki parent monitoring tinggi berpeluang 0,047 kali
memiliki perilaku seksual tidak beresiko dibandingkan dengan parent
monitoring rendah.
Tabel 4.10
Hubungan Peer Group dengan Risiko Perilaku
Seksual di SMAN 10 Pekanbaru

Perilaku Seksual
Peer Group N OR P Value
Tidak Beresiko
Beresiko
Rendah 66 23 89
(74,2%) (25,8%) (100%) 8,609 0,000
Tinggi 16 48 64 (4,114-
(25%) (75%) (100%) 18,016)
Total 82 71 153
(53,6%) (46,4%) (100%)
Sumber: Analisis Data primer tahun 2022
Berdasarkan Tabel 4.10 dari hasil analisis bivariat hubungan antara
peer group dengan risiko perilaku seksual di SMAN 10 Pekanbaru
didapatkan bahwa dari 89 responden yang memiliki peer group rendah
dengan perilaku seksual tidak beresiko sebanyak 66 responden (74,2%) dan
perilaku seksual beresiko sebanyak 23 responden (25,8%), sedangkan 64
responden memiliki peer group tinggi dengan perilaku seksual tidak beresiko
sebanyak 16 responden (25%) dan perilaku seksual beresiko sebanyak 48
responden (75%). Hasil uji statistic chi-square diperoleh nilai p value = 0,000
lebih kecil dari 5% (p=0,000 < 0,05) sehingga H0 ditolak, maka dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan peer group dengan risiko perilaku seksual
dengan nilai OR (Odds Ratio) =8,609. Artinya responden yang memiliki peer
group rendah beresiko 8,609 kali memiliki perilaku seksual tidak beresiko
dibandingkan dengan peer group tinggi.

BAB V

PEMBAHASAN
Pada bab ini peneliti melakukan analisis yaitu membandingkan hasil
penelitian dengan teori yang ada. Penelitian ini merupakan tentang Hubungan
Parent Monitoring dan Peer Group dengan Risiko Perilaku Seksual di SMAN 10
Pekanbaru. Data tersebut dapat dijadikan acuan atau tolak ukur dalam melakukan
pembahasan dan sebagai hasil akhir, dapat dilihat pada penjelasan dibawah ini.

A. Analisis Univariat
1. Data Umum
a. Usia
Berdasarkan hasil analisis penelitian dari tabel 4.1 didapatkan
bahwa dari 153 remaja, lebih separuh remaja berusia 16 tahun yaitu
52,3% dan yang berusia 17 tahun yaitu 43,1%, sedangkan usia 15
tahun, 18 tahun, dan 19 tahun sangat sedikit yairu kurang dari 10%.
Sejalan dengan penelitian sebelumnya dimana responden berada pada
usia 15-18 tahun, usia terbanyak sebagian besar responden berumur 16
tahun (49,6%) (Purnama et al., 2020). Remaja yang berusia 15-18 tahun
merupakan usia remaja pertengahan. Remaja diusia pertengahan
memiliki ciri khas terkait perkembangan fisik dan seksualnya. Remaja
sudah mengalami pematangan fisik secara penuh, laki-laki sudah
mengalami mimpi basah sedangkan perempuan sudah mengalami haid,
hal ini menjadi titik rawan karena remaja mempunyai kecenderungan
untuk mencoba hal-hal yang belum diketahuinya berkaitan dengan
perubahan yang dialaminya sehingga diharapkan perlu informasi yang
positif ke remaja (Najib, 2018).
Menurut asumsi peneliti responden yang berada pada usia 15-18
tahun merupakan masa remaja yang memiliki rasa ingin tahu terhadap
sesuatu yang baru, sehingga sangat mudah untuk terpengaruh oleh
lingkungan sekitar termasuk risiko perilaku seksual, dikarenakan usia
remaja yang masih labil, untuk itu diperlukan pemantauan serta didikan
dari orang yang lebih tua untuk menghindari terjerumusnya remaja
dalam hal yang negatif.
b. Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil analisis penelitian dari tabel 4.2 menunjukkan
bahwa dari 153 remaja, mayoritas berjenis kelamin perempuan yaitu
sebanyak 102 responden (52,3%), walaupun hasil jenis kelamin
perempuan didapatkan lebih banyak dari pada jenis kelamin laki-laki
pada penelitian ini, tetapi jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap
perilaku seksual responden. Hal tersebut sejalan dengan penelitian
sebelumnya yang menyatakan bahwa jenis kelamin tidak berpengaruh
dikarenakan adanya kecenderungan pergaulan yang semakin bebas
antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat yang mengakibatkan
kependudukan perempuan menjadi setara dengan laki-laki sehingga
baik laki-laki maupun perempuan mempunyai peluang yang sama
(Purnama et al., 2020).
Menurut asumsi peneliti bahwa remaja berjenis kelamin perempuan
memiliki jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan remaja laki-
laki, hal lainnya yaitu remaja perempuan lebih memiliki sifat terbuka
untuk mengekpresikan diri atau perasaan yang sedang atau pernah
dialami.
c. Agama
Berdasarkan analisis penelitian dari tabel 4.3 menunjukkan bahwa
dari 153 remaja, mayoritas beragama islam yaitu sebanyak 130
responden (85%). Hasil didapatkan bahwa responden dengan agama
islam lebih banyak dalam penelitian ini, tetapi agama tidak berpengaruh
terhadap perilaku seksual responden. Hal ini sejalan dengan penelitian
sebelumnya bahwa agama tidak berpengaruh terhadap perilaku seksual
remaja, tetapi sikap religious yang dapat mempengaruhi semua aktivitas
seseorang. Religi adalah kepercayaan terhadap kekuasaan suatu zat
yang mengatur alam semesta dan merupakan sebagian dari moral
karena di dalamnya diatur segala perbuatan yang dinilai baik dan perlu
dilakukan, serta perbuatan yang dinilai tidak baik sehingga perlu
dihindari (Azian et al., 2020).
Religiositas merupakan hal yang sangat penting dalam hidup
seseorang, hal itu karena terkandung berbagai dimensi kehidupan
manusia. Dimensi yang dimaksud yaitu pengamalan yang memuat
berbagai hal tentang konsekuensi akibat dari keyakinan dan
pengetahuan agama. Religiositas yang ditunjukkan melalui perilaku
melakukan ibadah keagamaan, mengamalkan nilai-nilai keagamaan
dalam kehidupan sehari-hari akan menghindarkan seseorang dari
perilaku yang dilarang agama. Selain itu religiositas merupakan
komitmen tertinggi individu, prinsip yang paling tertinggi komprehensif
tentang argumen yang sangat kuat terhadap pilihan yang dibuat dalam
hidup. Pertimbangan moral dinilai mampu memberikan arahan remaja
dalam mempertimbangkan dalam suatu tindakan sehingga tidak
terjerumus melakukan perilaku seksual beresiko (Alfiyah et al., 2018a).
Menurut asumsi peneliti bahwa remaja dengan religiositas tinggi
akan meyakini ajaran agmanya dan dapat memahami hal-hal yang
diperintahkan dan dilarang oleh agamanya. Apabila remaja telah
memiliki keyakinan yang kuat terhadap agamanya maka remaja lebih
mudah untuk melaksanakan perintah agama dan menjauhi larangan
agama termasuk perilaku seksual.
d. Status Hubungan Sekarang
Berdasarkan hasil analisis penelitian dari tabel 4.4 menunjukkan
bahwa dari 153 remaja, mayoritas tidak memiliki status hubungan
sekarang yaitu sebanyak 110 responden (71,9%). Penelitian yang
dilakukan Setijaningsih et al., (2019) menyatakatan bahwa remaja yang
tidak berpacaran memiliki presepsi yang positif dibandingkan dengan
remaja yang berpacaran mengenai perilaku seksual. Remaja yang tidak
berpacaran cenderung memiliki presepsi yang positif dikarenakan
remaja beranggapan bahwa pacaran memiliki banyak dampak
negatifnya, selain itu pacaran merupakan salah satu sarana faktor yang
dapat memicu terjadinya perilaku seksual, hal itu dikarenakan pada
zaman sekarang ini gaya berpacaran remaja banyak mengarah kepada
hal-hal yang berbau seksualitas seperti berciuman, berpelukan, petting,
dan melakukan hubungan seksual itu sendiri.
Menurut asumsi peneliti remaja sering kali memiliki presepsi yang
salah mengenai makna pacaran. Remaja menganggap bahwa pacaran
merupakan masa ketika seseorang boleh mencintai dan dicintai oleh
pasangannya dan mengungkapkan rasa cinta dan kasih sayang dengan
berbagai cara, sehingga tidak menutup kemungkinan remaja dapat
mengekspresikan perasaannya diluar batas yang normal. Remaja yang
memiliki presepsi pacaran yang positif akan terhindar dari dampak
pacaran yang negatif, begitupun halnya remaja yang tidak dalam status
hubungan pacaran akan dapat terhindar dari perilaku yang merugikan
seperti halnya yaitu perilaku seksual.
e. Status Hubungan Sebelumnya
Berdasarkan hasil analisis penelitian dari tabel 4.5 menunjukkan
bahwa dari 153 remaja, mayoritas memiliki status hubungan
sebelumnya yaitu sebanyak 77 responden (50,3%). Sejalan dengan
penelitian Ekasari et al., (2019) dimana seluruh responden pernah
memiiliki status hubungan sebelumnya (pacar) yaitu berjumlah 12
responden (100%). Menurut Mariani & Murtadho, (2018) berpacaran
merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perilaku
seorang remaja, hal itu karena pacaran dapat dijadikan sebagai awal
mula terjadinya pengaruh yang negatif seperti perilaku seksual pada
remaja. Perilaku seksual berisiko pada remaja juga dipengaruhi oleh
riwayat berpacaran ataupun status berpacaran remaja saat ini. Remaja
akan cenderung melakukan perilaku seksual atau bahkan hubungan
seksual dengan pasangannya jika remaja merasa telah memiliki
komitmen yang serius.
Menurut asumsi peneliti remaja yang telah memiliki pengalaman
dalam berpacaran akan lebih mudah untuk terpengaruh kembali pada
presepsi negatif yang telah didapat saat berpacaran. Persepsi negatif
inilah yang mengakibatkan resiko melakukan perilaku seksual saat
berpacaran. Remaja yang memiliki persepsi negatif saat berpacaran
akan menganggap semua hal yang dilakukan dengan pasangan
merupakan hal yang wajar, namun berbeda dengan remaja yang
memiliki persepsi positif akan menganggap hanya terdapat batas yang
harus dilakukan dengan lawan jenis misalnya hanya dengan
berpegangan tangan saja.
2. Data Khusus
a. Parent Monitoring
b. Peer Group
c. Perilaku Seksual
B. Analisis Bivariat
1. Hubungan Parent Monitoring dengan Risiko Perilaku Seksual Remaja di
SMAN 10 Pekanbaru

2. Hubungan Peer Group dengan Risiko Perilaku Seksual Remaja di SMAN


10 Pekanbaru

Anda mungkin juga menyukai