Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

DISMENORE PRIMER

1. TINJAUAN TEORI SESUAI KASUS


a. Definisi
Menstruasi seringkali muncul dengan berbagai jenis rasa nyeri. Nyeri yang
dirasakan setiap individu dapat berbeda antara satu dengan yang lainnya. Secara
etimologi nyeri menstruasi (dismenore) berasal dari bahasa Yunani kuno, dys
yang berarti sulit, nyeri, abnormal; meno yang berarti bulan; dan rrhea yang
berarti aliran atau arus. Disimpulkan bahwa dysmenorrhea atau dismenore
adalah aliran menstruasi yang sulit atau aliran menstruasi yang mengalami nyeri
Setiap wanita normal akan mengalami menstruasi setiap bulannya. Beberapa
wanita merasakan rasa nyeri pada tiap siklus menstruasi. Nyeri menstruasi yang
sedemikian hebatnya sehingga membuat penderita untuk istirahat dan
meninggalkan pekerjaan dan aktivitas sehari-hari selama beberapa jam atau
beberapa hari disebut dengan istilah dismenore.
Ada dua tipe dari dysmenorrhea, yaitu:
1) Primary dysmenorrhea, adalah nyeri haid yang dijumpai pada alat- alat
genital yang nyata. Dismenore primer terjadi beberapa waktu setelah
menarche. Dismenore primer adalah suatu kondisi yang dihubungkan dengan
siklus ovulasi
2) Secondary dysmenorrhea, adalah nyeri saat menstruasi yang disebabkan oleh
kelainan ginekologi atau kandungan. Pada umumnya terjadi pada wanita
yang berusia lebih dari 25 tahun. Dismenore sekunder adalah nyeri
menstruasi yang berkembang dari dismenore primer yang terjadi sesudah
usia 25 tahun dan penyebabnya karena kelainan pelvis
b. Etiologi
Dismenore ditimbulkan oleh ketidakseimbangan pengendalian sistem
saraf otonom terhadap miometrium. Pada keadaan ini terjadi perangsangan
yang berlebihan oleh syaraf simpatis sehingga serabut serabut sirkuler pada
istmus dan ostium uteri internum menjadi hipertonik. Penyebab dari
dismenore primer adalah karena terjadinya peningkatan atau produksi yang
tidak seimbang dari prostaglandin endometrium selama menstruasi.
Prostaglandin yang berperan di sini yaitu prostaglandin E2 (PGE2)
dan F2α (PGF2α). Prostaglandin akan meningkatkan tonus uteri dan
kontraksi sehingga timbul rasa sakit Pelepasan prostaglandin diinduksi oleh

1
adanya lisis endometrium dan rus aknya membran sel akibat pelepasan
lisosim. Prostaglandin menyebabkan peningkatan aktivitas uterus dan
serabut-serabut syaraf terminal rangsang nyeri. Kombinasi antara
peningkatan kadar prostaglandin dan peningkatan kepekaan miometrium
menimbulkan tekanan intra uterus hingga 400 mmHg dan menyebabkan
kontraksi miometrium yang hebat.
Selanjutnya, kontraksi miometrium yang disebabkan oleh
prostaglandin akan mengurangi aliran darah, sehingga terjadi iskemia sel-sel
myometrium yang mengakibatkan timbulnya nyeri spasmodik. Jika
prostaglandin dilepaskan dalam jumlah berlebihan ke dalam peredaran
darah, maka selain dismenorea timbul pula diare, mual, dan muntah. Faktor
hormonal umumnya kejang yang terjadi pada dismenorea primer dianggap
terjadi akibat kontraksi uterus yang berlebihan.
Terdapat tiga jenis stimulus yang merangsang resptor rasa nyeri,
yaitu mekanis, suhu dan kimiawi. Rasa nyeri dapat dirasakan melalui
berbagai jenis rangsangan. Beberapa zat kimia yang merangsang jenis nyeri
kimiawi salah satunya adalah prostaglandin dan substansial P
mengingkatkan sensitivitas ujung-ujung syaraf nyeri tetapi tidak secara
langsung merangsangnya.
Nyeri adalah fenomena kopleks yang mencakup baik komponen
sensoris-diskriminatif dan motivasional-afektif. Komponen sensoris-
diskriminatif nyeri bergantung pada proyeksi traktus ke atas (termasuk
traktus spinotalamikus dan trigeminotalamikus) menuju korteks serebral.
Pemrosesan sensoris pada tingkatan-tingkatan yang lebih tinggi ini
menghasilkan persepsi kualitas nyeri (tusukan, terbakar, sakit), lokasi
rangsangan nyeri, dan intensitas nyeri. Respon motivasional-afektif terhadap
rangsangan nyeri mencakup perhatian dan bangkitan, refleks somatik dan
otonom, respon endokrin, dan perubahan emosional. Hal ini menjelaskan
secara kolektif untuk sifat tidak menyenangkan dari rangsangan yang
menyakitkan.
c. Patofisiologi
Pada setiap bulannya wanita selalu mengalami menstruasi. Menstruasi
terjadi akibat adanya interaksi hormon di dalam tubuh manusia. Menurut
Anurogo (2011:50) interaksi hormon yang dikeluarkan oleh hipotalamus,
dan indung telur menyebabkan lapisan sel rahim mulai berkembang dan
menebal. Hormon-hormon tersebut kemudian akan mememberikan sinyal
pada telur di dalam indung telur untuk berkembang. Telur akan dilepaskan
dari indung telur menuju tuba falopi dan menuju uterus. Telur yang tidak

2
dibuahi oleh sperma akan menyebabkan terjadinya peluruhan pada
endometrium, luruhnya endometrium menyebabkan perdarahan pada
vagina yang disebut dengan menstruasi.
Pada saat masa subur terjadi peningkatan dan penurunan hormon.
Peningkatan dan penurunan hormon terjadi pada fase folikuler
(pertumbuhan folikel sel telur). Pada masa pertengahan fase folikuler,
kadar FSH (Follicle Stimulating Hormone) akan meningkat dan
merangsang sel telur untuk memproduksi hormon estrogen. Pada saat
estrogen meningkat maka kadar progesteron akan menurun. Penurunan
kadar progesteron ini diikuti dengan adanya peningkatan kadar
prostaglandin pada endometrium. Prostaglandin yang telah disintesis akibat
adanya peluruhan endometrium merangsang terjadinya peningkatan
kontraksi pembuluhpembuluh darah pada miometrium. Kontraksi yang
meningkat menyebabkan terjadinya penurunan aliran darah dan
mengakibatkan terjadinya proses iskemia serta nekrosis pada sel-sel dan
jaringan. Iskemia dan nekrosis pada sel dan jaringan dapat menyebabkan
timbulnya nyeri saat menstruasi.
Penurunan kadar progesteron juga menyebabkan terganggunya
stabilitas membran dan pelepasan enzim. Stabilitas membaran yang
terganggu adalah membran lisosom. Ahrend, et al. (2007:354) menyatakan
bahwa selain terganggunya stabilitas membran lisosom penurunan
progesteron akan menyebabkan terbentuknya prostaglandin dalam jumlah
yang banyak. Kadar progesteron yang rendah akibat regresi korpus luteum
menyebabkan terganggunya stabilitas membran lisosom dan juga
meningkatkan pelepasan enzim fosfolipase-A2 yang berperan sebagai
katalisator dalam sintesis prostaglandin melalui proses aktivasi fosfolipase
yang menyebabkan terjadinya hidrolisis senyawa fospolipid yang
kemudian menghasilkan asam arakidonat.
Hasil metabolisme dari asam arakidonat ikut berperan dalam memicu
terjadinya dismenore primer. Asam arakidonat dapat dimetabolisme melalui
dua jalur. Jalur metabolisme asam arakidonat yaitu melalui jalur
siklooksigenase dan jalur lipoksigenase. Melalui jalur siklooksigenase dan
lipoksigenase asam arakidonat menghasilkan prostaglandin, leukotrien dan
tromboksan. Selain prostaglandin, leukotrien berperan serta dalam
timbulnya rasa nyeri saat menstruasi.
Leukotrien sebagai pemicu terjadinya dismenore primer
mempengaruhi melalui beberapa cara. Leukotriene bereaksi pada serabut
saraf serta otot polos. Menurut Anindita (2010:17) peran leukotrien dalam

3
terjadinya dismenore primer adalah meningkatkan sensitivitas serabut saraf
nyeri uterus, dan berperan dalam penyusutan atau penciutan otot polos saat
terjadinya peradangan, sehingga terjadilah nyeri pada saat menstruasi.
Melalui proses metabolisme asam arakidonat prostaglandin terbagi menjadi
dua jenis. Prostaglandin jenis yang pertama adalah prostaglandin F2-alfa
yang merupakan suatu hasil siklooksigenase yang dapat mengakibatkan
hipertonus dan vasokonstriksi 16 pada miometrium sehingga terjadi
iskemia dan nyeri menstruasi. Kedua adalah prostaglandin E-2 yang turut
serta menyebabkan dismenore primer. Peningkatan level prostaglandin F2-
alfa dan prostaglandin E-2 jelas akan meningkatkan rasa nyeri pada
dismenore primer. Selain peranan hormon hasil dari proses fisiologis,
dismenore primer juga bisa diperparah oleh adanya faktor psikologis.
Faktor stres ini dapat menurunkan ketahanan terhadap rasa nyeri. Pada saat
stres, tubuh akan memproduksi hormon estrogen dan prostaglandin
berlebih. Estrogen dan prostaglandin ini dapat menyebabkan peningkatan
kontraksi miometrium secara berlebihan sehingga mengakibatkan rasa
nyeri saat menstruasi. Stres juga memicu peningkatan kelenjar adrenalin
dalam mensekresi kortisol sehingga menyebabkan otot-otot tubuh menjadi
tegang, dan menyebabkan otot rahim berkontraksi secara berlebihan.
Kontraksi otot rahim yang berlebihan dapat menimbulkan rasa nyeri yang
berlebih pada saat menstruasi. Meningkatnya stres dapat menyebabkan
meningkatnya aktivitas saraf simpatis yang menyebabkan peningkatan
skala nyeri menstruasi dengan peningkatan kontraksi uterus.
Adanya tekanan maupun faktor stres lainnya akan mempengaruhi
keparahan rasa nyeri penderita dismenore primer. Stres akan
mempengaruhi stimulasi beberapa hormon di dalam tubuh. Ketika
seseorang mengalami stres maka stres tersebut akan menstimulasi respon
neuroendokrin sehingga menyebabkan CRH (Corticotrophin Releasing
Hormone) yang merupakan regulator hipotalamaus utama untuk
menstimulasi sekresi ACTH (Adrenocorticotrophic Hormone) dimana
ACTH ini dapat meningkatkan sekresi kortisol adrenal (Angel, Armini, &
Pradanie, 2015:274-275). 17
Sekresi kortisol adrenal menimbulkan beberapa kerugian. Hormon-
hormon tersebut berperan dalam penghambatan beberapa hormon yang
lain. Hormon tersebut menyebabkan sekresi FSH (Follicle Stimulating
Hormone) dan LH (Luteinizing Hormone) terhambat sehingga
perkembangan folikel terganggu. Hal ini menyebabkan sintesis dan

4
pelepasan progesteron terganggu. Kadar progesteron yang rendah
menyebabkan peningkatan sintesis prostaglandin F2-alfa dan prostaglandin
E-2. Ketidakseimbangan antara prostaglandin F2-alfa dan prostaglandin E-
2 dengan prostasiklin (PGI2) menyebabkan peningkatan aktivasi
prostaglandin F2-alfa. Peningkatan aktivasi menyebabkan iskemia pada
sel-sel miometrium dan peningkatan kontraksi uterus. Peningkatan
kontraksi yang berlebihan menyebabkan terjadinya dismenore.

d. Tanda dan Gejala Dismenore


1. Dismenore primer
a. Usia lebih muda, maksimal usia 15-25 tahun
b. Timbul setelah terjadinya siklus haid yang teratur
c. Sering terjadi pada nulipara
d. Nyeri sering terasa sebagai kejang uterus dan spastic
e. Nyeri timbul mendahului haid dan meningkat pada hari pertama atau kedua
haid
f. Tidak dijumpai keadaan patologi pelvic
g. Hanya terjadi pada siklus haid yang ovulatorik
h. Sering memberikan respon terhadap pengobatan medikamentosa
i. Pemeriksaan pelvik normal
j. Sering disertai nausea, muntah, diare, kelelahan, nyeri kepala

2. Dismenore sekunder
a. Usia lebih tua, jarang sebelum usia 25 tahun
b. Cenderung timbul setelah 2 tahun siklus haid teratur
c. Tidak berhubngan dengan siklus paritas
d. Nyeri sering terasa terus menerus dan tumpul
e. Nyeri dimulai saat haid dan meningkat bersamaan dengan keluarnya darah
f. Berhubungan dengan kelainan pelvic
g. Tidak berhubungan dengan adanya ovulasi
h. Seringkali memerlukan tindakan operatif
i. Terdapat kelainan pelvik
e. Penatalaksanaan

5
1) Terapi Non Farmakologi
Penanganan non farmakologi merupakan penanganan yang diberikan
tanpa penggunaan bahan kimia yang diupayakan dapat membantu
mengurangi keluhan selama haid. Teknik yang digunakan dapat seperti
suhu hangat, usapan lembut pada perut (effleurage massage), TENS,
akupresur, akupuntur, aromaterapi, olah raga, hingga perbaikan nutrisi
(Lowdermilk, Perry, Cashion, 2013). Hudson menyatakan bahwa
penggunaan model terapi tanpa penggunaan obat dapat diterapkan pada
dismenore baik dari ringan, sedang, hingga berat dengan dapat
melakukan salah satu model terapi atau mengkombinasikannya dengan
terapi lainnya untuk mencapai tujuan yang lebih optimal (Hudson,
2007).
2) Terapi Pijat Terapi pemijatan merupakan metode yang popular untuk
relaksasi dengan memberikan manipulasi pada bagian tubuh
menggunakan sentuhan ataupun pemberian penekanan secara lembut
menggunakan jari tangan, lengan bawah, atau siku, bahkan dengan kaki
(Sherman et al., 2010). Mekanisme pijat dapat mengatasi nyeri
menganut paham teori gate control dengan memanipulasi kerja
mielinisasi serabut saraf penghantar nyeri menuju otak berkurang
sehingga nyeri dihantarkan lebih lama bahkan terhambat, dan stimulus
pijatan dapat mencapai otak lebih cepat sehingga “menutup gerbang”
masuknya persepsi nyeri (Field, Diego, & Hernandez-Reif, 2007).
3) Aromaterapi Aromaterapi merupakan salah satu teknik Complementary
Alternative Medicine yang menggunakan minyak esensial berasal dari
tumbuhan yang dapat diperoleh khasiatnya melalui aplikasi topikal atau
secara inhalasi (Han et al., 2006). Aroma minyak yang terhirup akan
bereaksi pada saraf penciuman yang akan dihantarkan hingga saraf pusat
dan memengaruhi pikiran untuk mencapai relaksasi, sementara aplikasi
pada kulit memungkinkan minyak akan terserap dari pori-pori menuju
pembuluh darah dan memberikan efek rilaksasi otot (Hur, Song, Lee, &
Lee, 2014). Hasil penelitian 10 systematic review yang dilakukan Lee
dan timnya tentang aromaterapi dikatakan bahwa pemanfaatan
aromaterapi merupakan terapi yang efektif diterapkan pada beberapa
kondisi baik psikologis maupun fisik (Lee, Choi, Posadzki, & Ernst,
2012).
4) Terapi musik Terapi musik adalah sebuah aktivitas terapeutik yang
menggunakan musik sebagai media untuk memperbaiki, memelihara,
mengembangkan mental, fisik, dan kesejahteraan emosi (Djohan, 2009).

6
Peran musik dalam menurunkan nyeri yaitu sesuai dengan teori gate
control, musik menghambat proses pengantaran stimulus nyeri melalui
spinal cord sehingga otak tidak lagi melanjutkan persepsi terhadap nyeri
(Tamsuri, 2006). Penelitian Lii pada pasien kanker payudara yang
menjalani mastectomy yang menerapkan terapi musik baik tempo
singkat maupun lama dinyatakan mampu mengurani nyeri yang
dirasakan (Li, Yan, Zhou, Wang, & Zhang, 2011).
5) Terapi Suhu Pemanfaatan suhu hangat sebagai terapi kompres
merupakan metode pemanfaatan konduksi suhu yang untuk memberikan
efek relaksasi, vasodilaasi pembuluh darah, sehingga oksigen, sari
makanan dapat lebih banyak terserap pada jaringan tersebut yang
dibuktikan dengan berkurangnya nyeri dan bengkak pada pemasangan
infus dengan kompres hangat (Sriwahyuni & Yuswanto, 2014). Alat 18
yang dipergunakan untuk melakukan kompres hangat dapat
menggunakan alat mulai yang modern misalnya heating pad, hot silica
atau cara konvensional seperti kain yang dihangatkan, penggunaan botol
karet atau plastik (Sinclair, 2007).

2. TINJAUAN TEORI ASUHAN KEBIDANAN (DATA FOKUS)


a. Pengkajian data subyektif

1) Nama : Mengetahui nama klien berguna untuk memperlancar


komunikasi dalam asuhan sehingga tidak terlihat kaku dan lebih
akrab.

2) Umur : Umur perlu dikaji guna mengetahui umur klien yang akan
diberikan asuhan.

3) Agama : Menanyakan agama klien dan berbagai praktik agama yang


dijalani. Informasi ini dapat menuntun ke suatu diskusi tentang
pentingnya agama dalam kehidupan klien, tradisi keagamaan dalam
kehamilan dan kelahiran, perasaan tentang jenis kelamin tenaga
kesehatan, dan pada beberapa kasus, penggunaan produk darah.

7
4) Pendidikan : Menanyakan pendidikan tertinggi yang klien tamatkan.
Informasi ini membantu klinis memahami klien sebagai individu dan
memberi gambaran kemampuan baca tulisnya

5) Suku/ Bangsa : Ras, etnis, dan keturunan harus diidentifikasi dalam


rangka memberikan perawatan yang peka budaya kepada klien dan
mengidentifikasi wanita atau keluarga yang memiliki kondisi resesif
otosom dengan insiden yang tinggi pada populasi tertentu. Jika kondisi
yang demikian diidentifikasi, wanita tersebut diwajibkan menjalani
skrining genetik.

6) Pekerjaan : Mengetahui pekerjaan klien adalah penting untuk


mengetahui apakah klien berada dalam keadaan masih sekola, bekerja,
dan status ekonomi keluarga

7) Alamat : Alamat rumah klien perlu diketahui bidan untuk lebih


memudahkan saat pertolongan persalinan dan untuk mengetahui jarak
rumah dengan tempat rujukan.

8) Alasan Kunjungan : Dikaji untuk mengetahui alasan wanita datang ke


tempat bidan/ klinik, yang diungkapkan dengan kata-katanya sendiri.
Tujuan kunjungan biasanya untuk mendapatkan diagnosis ada/tidaknya
kehamilan, mendapatkan perawatan kehamilan, menentukan usia
kehamilan dan perkiraaan persalinan, menentukan status kesehatan ibu
dan janin, menentukan rencana pemeriksaan/penatalaksanaan lainnya.

9) Keluhan Utama : alasan kenapa klien datang ke tempat bidan.


Dituliskan sesuai dengan yang diungkapkan oleh klien serta
menanyakan sejak kapan hal tersebut dikeluhkan klien. Mendengarkan
keluhan klien sangat penting untuk pemeriksaan.

8
10) Riwayat Kesehatan : Data dari riwayat kesehatan ini dapat kita
gunakan sebagai penanda (warning akan adanya penyulit). Riwayat
Kesehatan ini meliputi riwayat kesehatan klien sekarang dan terdahulu,
dan riwayat kesehatan keluarga.

11) Riwayat Obstetri :

a) Menarce : Menarche adalah usia pertama kali mengalami


menstruasi. Wanita haid pertama kali umumnya sekitar 12-16 tahun.
(Sulistyawati, 2009: 181). Hal ini dipengaruhi oleh keturunan,
keadaan gizi, bangsa, lingkungan, iklim, dan keadaan umum.

b) Siklus Haid : Siklus haid adalah jarak antara haid yang dialami
dengan haid berikutnya, dalam hitungan hari. Biasanya sekitar 23-
32 hari, siklus haid yang normal adalah 28 hari.

c) Lamanya Haid : Lamanya haid yang noral adalah ± 7 hari. Apabila


sudah mencapai 15 hari berarti sudah abnormal dan kemungkinan
adanya gangguan ataupun penyakit yang mempengaruhi.

d) Volume : Data ini menjelaskan seberapa banyak darah yang


dikeluarkan. Sebagai acuan biasanya digunakan kriteria banyak,
sedang, dan sedikit. Biasanya untuk menggali lebih dalam pasien
ditanya sampai berapa kali ganti pembalut dalam sehari. Normalnya
yaitu 2 kali ganti pembalut dalam sehari. Apabila darahnya terlalu
berlebih, itu berarti telah menunjukan gejala kelainan banyaknya
darah haid.

12) Pola pemenuhan sehari-hari

a) Nutrisi : Data ini penting untuk diketahui agar bisa mendapatkan


bagaimana pasien mencukupi asupan gizinya

9
b) Eliminasi :

BAB : Dikaji frekuensinya (BAB nya teratur atau tidak, jika


mengatakan terlalu sering dan feses cair bisa dicurigai mengalami
diare, dan jika terlalu jarang BAB serta feses kering dan keras,
dicurigai klien mengalami konstipasi), warnanya (normalnya warna
feses berwarna kuning kecoklatan)

BAK : Dikaji frekuensinya (seberapa sering ia berkemih dalam


sehari. Meningkatnya frekuensi berkemih dikarenakan
meningkatnya jumlah cairan yang masuk, atau juga karena adanya
tekanan dinding vesika urinaria. Apabila ternyata wanita hamil
kesulitan berkemih berarti bidan harus segera mengambil
tindakan,misal memasang kateter),warna urine (normalnya urine
berwarna bening, jka urine berwarna keruh dicurigai klien
menderita DM karena urin keruh disebabkan adanya penumpukan
glukosa), bau urine (bau urine normalnya seperti bau Amonia (NH3)

c) Aktivitas : Data ini memberikan gambaran tentang seberapa berat


aktivitas yang biasa dilakukan pasien di rumah.

d) Istirahat : Jadwal istirahat perlu diperhatikan karena istirahat dan


tidur yang teratur dapat meningkatkan kesehatan jasmani dan
rohani.

e) Personal Hygiene : Kebersihan jasmani sangat penting karena saat


hamil banyak berkeringat terutama di daerah lipatan kulit. Mandi 2-
3x sehari membantu kebersihan badan dan mengurangi infeksi.
Pakaian sebaiknya dari bahan yang dapat menyerap keringat,
sehingga badan selalu kering terutama di daerah lipatan kulit.

f) Data Pengetahuan

10
Perlu dikaji dengan berbekal pengetahuan maka pasien akan lebih
mudah diajak memecahkan masalah yang mungkin terjadi.

b. Pengkajian data obyektif


Pengkajian data obyektif dilakukan melalui pemeriksaan inspeksi, palpasi,
auskultasi, dan perkusi.
Langkah-langkah pemeriksaannya adalah sebagai berikut:
1) Keadaan umum
Data ini didapat dengan mengamati keadaan pasien secara
keseluruhan. Hasil pengamatan yang dilaporkan kriterianya adalah
sebagai berikut :
a) Baik
Jika pasien memperlihatkan respons yang baik terhadap
lingkungan dan orang lain serta secara fisik pasien tidak
mengalami ketergantungan dalam berjalan.
b) Lemah
Pasien dimasukkan dalam kriteria ini jika ia kurang atau tidak
memberikan respons yang baik terhadap lingkungan dan oang
lain, dan pasien sudah tidak mampu lagi untuk berjalan sendiri.
2) Kesadaran
Untuk mendapatkan gambaran tentang kesadaran pasien, kita dapat
melakukan pengkajian tingkat kesadaran mulai dari keadaan
komposmentis (kesadaran maksimal) sampai dengan koma (pasien
tidak dalam keadaan sadar).
3) Tanda – Tanda Vital
a) Tekanan darah : normal 90/60 mmHg hingga 120/80 mmHg
b) Nadi : Denyut nadi 60-100 kali per menit
c) Pernafasan : normal 12 - 20 kali per menit
d) Suhu : suhu normal 36,5-37,2 derajat Celcius
e) Berat badan
f) Tinggi badan
g) LILA : normal ≥ 23,5 cm
h) IMT : IMT untuk memprediksi derajat lemak tubuh dan
pengukurannya direkomendasikan federal untuk mengklarifikasi
kelebihan berat badan dan obesitas. Cara mengukur IMT dihitung
dengan membagi berat badan dalam kilogram dengan kuadrat
tinggi badannya dalam meter (kg/m2)
4) Status Present
a) Muka : Dikaji apakah pucat atau tidak

11
b) Mata : Dikaji kelopak mata edema atau tidak, ada tanda-tanda
infeksi atau tidak, warna konjungtiva, warna sklera, ukuran dan
bentuk serta kesamaan pupil.
c) Dada : Dikaji bentuk, simetris atau tidak, bentuk dan keimetrisan
payudara, bunyi/denyut jantung, ada/tidaknya gangguan pernafasan
(auskultasi).
d) Abdomen: dikaji nyeri perut
e) Ekstremitas
f) Genitala eksterna
c. Rencana tindakan
Pelaksanaan asuhan yang dilakukan sesuai dengan apa yang sudah
teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang berkaitan,
dari kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut, apa yang akan
terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan, konseling, dan apakah
perlu merujuk klien bila ada masalah-masalah yang berkaitan dengan sosial
ekonomi, kultural, atau masalah psikologis. Dengan kata lain, asuhan
terhadap klien tersebut harus mencakup setiap hal yang berkaitan dengan
semua aspek asuhan kesehatan
Rencana yang diberikan pada dismenorea primeradalah :
1) Konseling psikologis, sosial, budaya dan spiritual
2) Medikamentos meliputi pemberian kalsium antagonis,
antiprostaglandin, pemberian progestin dan pil oral
3) Suportif meliputi pemberian Vit E/B6 dan neurogenic

Sedangkan rencana tindakan untuk dismenorea sekunder dilakukan


rujukan pada dokter SpOG atau Rumah Sakit.

3. DAFTAR PUSTAKA

Anurogo, D. (2011). Cara Jitu Mengatasi Nyeri Haid. Yogyakarta: ANDI.


Angel S, Armini Alit K, Pradinie R. (2015). Analisis Faktor Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Dismenore Primer Pada Remaja Putri Di Mts Negeri
Surabaya. Surabaya: Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga
Anindita P, Eryati E, Afriwardi.2013. Artikel Penelitian Hubungan Aktivitas Fisik
Harian dengan Gangguan Menstruasi pada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas
Arisman. 2010. Gizi remaja. Dalam: Widyastuti p, Peyunting. Gizi dalam daur
kehidupan . Jakarta: EGC.

12
Field, T., Diego, M., & Hernandez-Reif, M. (2007). Massage Therapy Research.
Developmental Review, 27(1), 75–89.
http://doi.org/10.1016/j.dr.2005.12.002.
Hudson, T. (2007). Using Nutrition to Relieve Primary Dysmenorrhea. Alternative
and Complementary Therapies, 13, 125–128.
http://doi.org/10.1089/act.2007.13303.
Hur, M.H., Song, J.A., Lee, J., & Lee, M. S. (2014). Aromatherapy For Stress
Reduction In Healthy Adults: A Systematic Review And Meta-Analysis Of
Randomized Clinical Trials. Maturitas, 79(4), 362–369.
http://doi.org/10.1016/j.maturitas.2014.08.006.
Icemi Sukarni K, & Wahyu P. (2013). Buku Ajar Keperawatan Maternitas
dielngkapi Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika.
Lee, M. S., Choi, J., Posadzki, P., & Ernst, E. (2012). Aromatherapy For Health
Care: An Overview Of Systematic Reviews. Maturitas, 71(3), 257–260.
http://doi.org/10.1016/j.maturitas.2011.12.018.
Li, Yan, H., Zhou, K. ., Wang, D. ., & Zhang, Y. . (2011). Effects Of Music
Therapy On Pain Among Female Breast Cancer Patients After Radical
Mastectomy: Results From A Randomized Controlled Trial. Breast Cancer
Res Treat, 2. http://doi.org/10.1007/s10549-011-1533-z
Lowdermilk, Perry,&Potter. (2013). Keperawatan Maternitas. Edisi 8. Singapura:
Elsevier
Sari D, Nurdin A, Defrin. 2015 Hubungan stres dengan kejadian dismenore primer
pada mahasiswi pendidikan kedokteran Fakultas kedokteran Universitas
Andalas.
Sherman, K. J., Cherkin, D. C., Cook, A. J., Hawkes, R. J., Deyo, R. A., (…) &
Khalsa, P. S. (2010). Comparison Of Yoga Versus Stretching For Chronic
Low Back Pain: Protocol For The Yoga Exercise Self-Care. Trials, 11, 36.
http://doi.org/10.1186/1745-6215-11-36.
Sinclair, M. (2007). Modern Hidrotherapy for Massage Therapist. Baltomore:
Lippincott Williams & Wilkins. ISBN: 13978-07-7817-9209-7.

13

Anda mungkin juga menyukai