Anda di halaman 1dari 7

SAK MALNUTRISI

1. PENDAHULUAN
a. Pengertian WHO mendefinisikan malnutrisi adalah
kekurangan kalori-protein (KKP) sebagai
ketidakseimbangan seluler antara intake kalori dengan
kebutuhan tubuh yang diperlukan untuk pertumbuhan,
pemeliharaan dan fungsi-fungsi spesifik (Blossner,
2005).
Kwasiorkor dan marasmus merupakan dua tipe dari
malnutrisi. Perbedaan yang jelas dari kedua kondisi KKP
ini adalah pada kwashiorkor didapatkan edema,
sedangkan pada marasmus tidak didapatkan edema,
marasmus terjadi berhubungan dengan tidak adekuatnya
intake kalori dan protein, sedangkan pada kwashiorkor
intake kalori normal tetapi asupan protein tidak adekuat.
Pada studi, kondisi marasmus dihubungkan dengan
adaptasi terhadap kelaparan, sedangkan pada
kwashiorkor merupakan gangguan adaptasi terhadap
kelaparan (shashidhar, 2009).
Jadi kesimpulannya, Malnutrisi adalah kekurangan
asupan baik itu kalori maupun protein sehingga
kebutuhan nutrisi dalam tubuh tidak terpenuhi serta
dapat menyebabkan pertumbuhan terhambat dan fungsi-
fungsi tubuh menjadi tidak berrfungsi dengan baik dan
jika tidak ditangani maka akan berdampak buruk sampai
ke kematian.

b. Etiologi 1. Penyebab langsung:


- Kurangnya asupan makanan: Kurangnya
asupan makanan sendiri dapat disebabkan oleh
kurangnya jumlah makanan yang diberikan,
kurangnya kualitas makanan yang diberikan
dan cara pemberian makanan yang salah.
- Adanya penyakit: Terutama penyakit infeksi,
mempengaruhi jumlah asupan makanan dan
penggunaan nutrien oleh tubuh.
2. Penyebab tidak langsung:
- Kurangnya ketahanan pangan keluarga:
Keterbatasan keluarga untuk menghasilkan atau
mendapatkan makanan.
- Kualitas perawatan ibu dan anak.
- Buruknya pelayanan kesehatan.
- Sanitasi lingkungan yang kurang.

c. Patofisiologi Kondisi KKP akan memberikan pengaruh terhadap


banyak sistem organ. Diet protein diperlukan untuk
membentuk asam amino yang disintesis memiliki
berbagai fungsi fisiologis untuk tubuh. Energy yang
esensial untuk keperluan biomekanis da fungsi mekanis
yang terdapat pada mikronutrient diperlukan pada
banyak fungsi metabolic di dalam tubuh sebagai
komponen dan kofaktor dari proses enzim.
Gangguan pekembangan, gangguan kognitif, atau
gangguan psikologi, serta perubahan respon imum
merupakan faktor signifikan yang menyebabkan
terjadinya KKP. Perubahan respon imun berhubungan
dengan individu yang menderita AIDS dan keganasan.
Penurunan hipersensitivitas, penurunan kadar T limfosit,
gangguan respon limfosit, gangguan fagositosis,
penurunan komplemen dan sitokrit merupakan respon
yang terjadi pada penurunan imunitas. Perubahan fungsi
imun ini memberikan predisposisi terjadinya penyakit
berat dan kronis, terutama pada diare akibat infeksi
menyebabkan gangguan nutrisi. (shashidhar, 2009).
Pada beberapa studi, anak dengan KKP
menggambarkan banyak perubahan pada perkembangan
otak seperti lambatnya pertumbuhan besar otak, berat
otak yang kurang, penipisan kortek serebri, pernurunan
jumlah neuron, insufisiensi mielen, dan perubahan
dendrite pada sum-sum tulang belakang (benitez, 1999).
Perubahan patologis lainnya adalah degenerasi lemak
pada hati dan jantung, atrofi pada usus halus, dan
penurunan volume intravaskuler yang memberikan
resiko hiperaldosteronisme (shashidhar, 2009).
Rambut mudah rontok dikarenakan kekurangan
perotein, vitamin A, vitamin C, dan vitamin E karena
keempat elemen ini merupakan nutrisi yang penting bagi
rambut. Pasien juga mengalami rabun senja. Rabun senja
terjadi Karena defisiensi Vitamin A dan protein. Pada
retina, terdapat sel batang dan sel kerucut. Sel batang
berfungsi membedakan cahaya terang dan gelap. Sel
batan atau rodopsin ini terbentuk dari vitamin A dan
suatu protein. Pada retina, terdapat sel batang dan sel
kerucut. Sel batang berfungsi membedakan cahaya
terang dan gelap. Sel batang atau rodopsin ini terbentuk
dari vitamin A dan suatu protein. Jika cahaya terang
mengenai sel rodopsin, makasel tersebut akan terurai. Sel
tersebut. Mengumpulkan lagi pada cahaya gelap. Inilah
yang disebut Adaptasi rodopsin.adaptasi in butuh waktu.
Jadi, rabun senja kecil terjadi karena kegagalan atau
kemunduran adaptasi rodopsin (Abayomi, 2004).
Turgor atau elastisitas kulit jelek Karena sel
kekurangan air (dehidrasi). Refleks patella negarif
terjadi Karena kekurangan aktin myosin pada tendo
patella dan degenerasi saraf motorik akibat dari
kekurangan protein, Cu, dan Mg seperti pada gangguan
neurotransmitter. Hepatomegali terjadi karena
kekurangan protein. Hal ini membuat penurnan VLDL
dan LDL. Oleh karena pernurunan VLDL dan LDL,
maka, maka lemak yang di hepat sulit ditranport
kejaringan-jaringan, pada akhirnya terjadi penumpukan
lemak di hati (blossner, 2005).
Pada anak kwashiorkor didapatkan gejala khas yaitu
pitting edema. Pitting edema adalah edema yang jika di
tekan, sulit kembali seperti semula. Pitting edema
disebabkan oleh kurangnya protein sehingga tekanan
onkotik intravascular menurun. Jika hal ini terjadi, maka
terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk
ke intertisial, tidak ke intrasel, karena pada penderita
kwashiorkor tidak ada kompensasi dari ginjal untuk
reabsorpsi natrium. Padahal natrium berfungsi menjaga
keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita kwashiorkor,
selain defisiensi protein juga defisiensi malnutrien.
Ketika ditekan, maka plasma pada intertisial lari ke
daerah sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membrane
sel. Untuk kembalinya membutuhkan waktu yang lama
karena posisi sel yang rapat. Edema biasanya terjadi
pada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya gravitasi,
tekanan hidrostatik dan onkotik (Muller, 2005). Kondisi
KKP memberikan berbagai masalah keperawatan.
d. Manifestasi Klinis 1. Kelelahan dan kekurangan energi
2. Pusing
3. Sistem kekebalan tubuh yang rendah (yang
mengakibatkan tubuh kesulitan untuk melawan
infeksi)
4. Kulit yang kering dan bersisik
5. Gusi bengkak dan berdarah
6. Gigi yang membusuk
7. Sulit untuk berkonsentrasi dan mempunyai reaksi
yang lambat
8. Berat badan kurang
9. Pertumbuhan yang lambat
10. Kelemahan pada otot
11. Perut kembung
12. Tulang yang mudah patah
13. Terdapat masalah pada fungsi organ tubuh

e. Standar terapi medis Tujuan pengobatan pada KKP adalah pemberian


diet tinggi kalori dan tinggi protein, serta mencegah
kekambuhan. Pada KKP tanpa komplikasi dapat berobat
jalan asal diberi penyuluhan mengenai pemberian
makanan yang baik, sedangkan penderita yang
mengalami komplikasi serta dehidrasi, syok, asidosis,
dan lain-lain perlu mendapat perawatan dirumah sakit.
Penatalaksanaan KKP yang dirawat di RS dibagi
dalam beberapa tahap. Tahap awal yaitu 24-48 jam
pertama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk
menyelamatkan jiwa, antara lain mengoreksi keadaan
dehidrasi atau asidosis dengan pemberian cairan
intravena. Cairan yang diberikan ialah larutan darrow-
glucosa atau ringer lactate dextrose 5%. Cairan diberikan
sebanyak 200ml/kgBB/hari. Mula-mula diberikan
60ml/kgBB pada 4-8 jam pertama. Kemudian 140 ml
sisanya diberikan dalam 16-20 jam berikutnya. Tahap
kedua yaitu penyesuaian. Sebagian besar penderita tidak
memerlukan koreksi cairan dan elektrolit sehingga dapat
langsung dimulai dengan penyesuaian terhadap
pemberian makanan (IDAI, 2004).
Antibiotik perlu diberikan karena penderita
marasmus sering disertai infeksi. Pilihan obat yang
dipakai ialah procain penicillin atau gabungan penicillin
dan streptomycin. Hal-hal yang perlu diperhatikan
adalah sebagai berikut:
a) Kemungkinan hipoglikemia dilakukan pemeriksaan
dengan dextrostix. Bila kadar gula darah kurang dari
40% diberikan terapi 1-2 ml glukosa 40%/kgBB/IV.
b) Hiptermia diatasi dengan penggunaan selimut atau
tidur dengan ibunya. Dapat diberikan botol panas atau
pemberian makanan sering tiap 2 jam.pemantauan
penderita dapat dilakukan dengan cara penimbangan
berat badan, pengkuran tinggi badan, serta tebal lemak
subkutan. Pada minggu-minggu pertama sering belum
dijumpai pertambahan berat badan. Setelah tercapai
penyesuaian barulah dijumpai penambahan berat badan.
Penderita boleh dipulangkan bila terjadi kenaikan
sampai kira-kira 90% BB normal menurut umurnya, bila
nafsu makan telah kembali dan penyakit infeksi telah
teratasi. Penderita yang telah kembali nafsu makannya
dibiasakan untuk mendapat makanan biasa seperti yang
dimakan sehari-hari.
- Memperhatikan kebutuhan gizi pada lansia.
Kecukupan energy sehari yang dianjurkan untuk pria
berusia lebih tua atau sama dengan 60 tahun dengan
berat badan sekitar 62 kg adalah 2200 kkal sedangkan
untuk perempuan adalah 1850 kkal
- Memperhatikan bentuk dan variasi makanan yang
menarik agar tidak membosankan (bentuk cair, bubur
saring, bubur, nasi tim, nasi biasa)
- Menambah makanan cair lain / susu bila lansia
tidak bias menghabiskan makanannya
- Bila terdapat penyakit metabolic seperti DM, gula
sederhana dihindari, bila terdapat penyakit gagal ginjal
sebaliknya dipilih asam amino yang esensial.
- Perubahan sederhana untuk memperbaiki diet
yaitu:
· Minum satu gelas sari buah yang murni (jangan
dicampuri air ataupun gula)
· Sarapan dengan biji-bijian utuh (misalnya
havermout, beras merah) dan telur setiap pagi
· Mengusahakan makan daging atau ikan paling
tidak sekali dalam sehari
· Minum segelas susu pada waktu akan tidur
· Paling sedikit makan satu porsi sayuran setiap
hari.

2. ASUHAN
KEPERAWATAN
a. Pengkajian 1. Anamnesa
- Identitas: paling sering terjadi pada anak-anak
laki-laki maupun perempuan.
- Keluhan utama: Kelelahan dan kekurangan
energy, pusing, sistem kekebalan tubuh yang
rendah (yang mengakibatkan tubuh kesulitan
untuk melawan infeksi), kulit yang kering dan
bersisik, gusi bengkak dan berdarah, gigi yang
membusuk, sulit untuk berkonsentrasi dan
mempunyai reaksi yang lambat, berat badan
kurang, pertumbuhan yang lambat, kelemahan
pada otot, perut kembung, tulang yang mudah
patah, erdatpat masalah pada fungsi organ tubuh.
- Riwayat penyakit sekarang: Kelelahan dan
kekurangan energy, pusing, sistem kekebalan
tubuh yang rendah (yang mengakibatkan tubuh
kesulitan untuk melawan infeksi), kulit yang
kering dan bersisik, gusi bengkak dan berdarah,
gigi yang membusuk, sulit untuk berkonsentrasi
dan mempunyai reaksi yang lambat, berat badan
kurang, pertumbuhan yang lambat, kelemahan
pada otot, perut kembung, tulang yang mudah
patah, terdapat masalah pada fungsi organ tubuh.
- Riwayat penyakit dahulu:
- Penyebab langsung: Kurangnya asupan makanan,
adanya penyakit.
- Penyebab tidak langsung: Kurangnya ketahanan
pangan keluarga (keluarga untuk menghasilkan
atau mendapatkan makanan), kualitas perawatan
ibu dan anak, buruknya pelayanan kesehatan,
sanitasi lingkungan yang kurang.
- Riwayat keluarga: mengidentifikasi komposisi
keluarga, lingkungan rumah dan komunitas,
pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga,
fungsi dan hubungan anggota keluarga, kultur
dan kepercayaan, perilaku yang dapat
mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga
tetang penyakit pasien (abayomi, 2004)
- Pola ADL:
- Nutrisi: mengeluh sering buang air besar,
melaporkan penurunan berat badan terus-
menerus meskipun meningkatkan asupan nutrisi
oral, mual, muntah, riwayat kekurangan protein
dan kalori relative lama.
- Eliminasi: mengeluh sering buang air besar,
melaporkan sering diare.
- Aktivitas: kelelahan, kelemahan otot, merasa
pusing atau lemah ketika berdiri.
- Hygiene: kurang kebersihan diri.

2. Pemeriksaan Fisik
- B1: dyspnea
- B2: gusi bengkak dan berdarah, hipotensi
- B3: pusing,
- B4: diare
- B5: penurunan berat badan, membran mukosa
kering, mual, muntah.
- B6: kulit yang kering dan bersisik, tulang yang
mudah patah, kelemahan otot.

b. Diagnosa Keperawatan 1. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan


tubuh b.d ketidakmampuan untuk mengabsorpsi
nutrien ditandai dengan diare, bising usus hiperaktiif,
menghindari makan, berat badan 20% atau lebih
dibawah berat badan ideal.
2. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan
aktif ditandai dengan kelemahan, penurunan turgor
kulit, membrane mukosa kering, kulit kering dan
haus.
3. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan ditandai dengan
letih dan lemah.

4. Discarge Planning 1. Pentingnya istirahat yang cukup


2. Batasi aktivitas berlebih
3. Hindari mengangkat barang yang berat, edukasi
posisi mengangkat benda yang benar
4. Makan makanan yang banyak mengandung
nutrisi dan vitamin serta kalsium untuk
meningkatkan daya tahan tubuh
5. Fisioterapi
6. Olahraga secara bertahap jika nyeri punggung
sudah mereda untuk memperkuat otot punggung
dan abdomen
(Nurarif, 2016)
5. Daftar Pustaka
Batticaca, Fransisca. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Muttaqin. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: EGC.
Nurarif, Amin. H., & Kusuma, H. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis berdasarkan
Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus. Jojakarta:
Mediaction.

Anda mungkin juga menyukai