PEMBAHASAN
Berikut penggolongannya :
1. Undernutrisi, yang terjadi akibat konsumsi makanan yang kuantitasnya tidak memadai selama periode
waktu yang lama. Marasmus dan inanisi yang sinonim dengan undernutrisi yang parah. Kelaparan
menyiratkan hampir tidak adanya makanan sama sekali. Contohnya: Marasmus, Kwashiorkor, dan
Campuran Marasmus-Kwashiorkor.
2. Overnutrisi, yang terjadi akibat konsumsi makanan yang berlebihan selama periode waktu yang lama.
Contohnya: Obesitas
Penyebab KEP dapat dibagi kepada dua penyebab yaitu malnutrisi primer dan malnutrisi sekunder.
Malnutrisi primer adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh asupan protein maupun energi yang
tidak adekuat. Malnutrisi sekunder adalah malnutrisi yang terjadi karena kebutuhan yang meningkat,
menurunnya absorpsi dan/atau peningkatan kehilangan protein maupun energi dari tubuh (Kleigmen et
al, 2007).
Kurang energi protein bisa terjadi karena adanya beberapa faktor yang secara bersamaan menyebabkan
penyakit ini, antara lain ialah faktor sosial dan ekonomi contohnya masalah kemiskinan dan faktor
lingkungan yaitu tempat tinggal yang padat dan tidak bersih. Selain itu, pemberiaan Air Susu Ibu (ASI)
dan makanan tambahan yang tidak adekuat juga menjadi penyebabkan terjadinya masalah KEP
(Kleigmen et al, 2007).
Secara klinis, KEP dapat dibagikan kepada tiga tipe yaitu, kwashiorkor, marasmus, dan marasmik-
kwashiorkor. Marasmus terjadi karena pengambilan energi yang tidak cukup sementara kwashiorkor
terjadi terutamanya karena pengambilan protein yang tidak cukup. Sementara tipe marasmik
kwashiorkor yaitu gabungan diantara gejala marasmus dan kwashiorkor (Kleigmen et al, 2007).
2.2.1 Marasmus
Marasmus terjadi karena pengambilan energi yang tidak cukup. Pada penderita yang menderita
marasmus, pertumbuhannya akan berkurang atau terhenti, sering berjaga pada waktu malam,
mengalami konstipasi atau diare. Diare pada penderita marasmus akan terlihat berupa bercak hijau
tua yang terdiri dari sedikit lendir dan sedikit tinja.
Gangguan pada kulit adalah tugor kulit akan menghilang dan penderita terlihat keriput. Apabila gejala
bertambah berat lemak pada bagian pipi akan menghilang dan penderita terlihat seperti wajah seorang
tua. Vena superfisialis akan terlihat jelas, ubun-ubun besar cekung, tulang pipi dan dagu menonjol dan
mata tampak besar dan dalam. Perut tampak membuncit atau cekung dengan gambaran usus yang jelas
dan tampak atropi (Hassan et al, 2005).
2.2.2 Kwashiorkor
Kwashiorkor terjadi terutamanya karena pengambilan protein yang tidak cukup. Pada penderita yang
menderita kwashiorkor, anak akan mengalami gangguan pertumbuhan, perubahan mental yaitu pada
biasanya penderita cengeng dan pada stadium lanjut menjadi apatis dan sebagian besar penderita
ditemukan edema. Selain itu, pederita akan mengalami gejala gastrointestinal yaitu anoreksia dan diare.
Hal ini mungkin karena gangguan fungsi hati, pankreas dan usus. Rambut kepala penderita kwashiorkor
senang dicabut tanpa rasa sakit (Hassan et al, 2005).
Pada penderita stadium lanjut, rambut akan terlihat kusam, kering, halus, jarang dan berwarna putih.
Kulit menjadi kering dengan menunjukkan garis-garis yang lebih mendalam dan lebar. terjadi perubahan
kulit yang khas yaitu crazypavement dermatosis yang merupakan bercak-bercak putih atau merah muda
dengan tepi hitam dan ditemukan pada bagian tubuh yang sering mendapat tekanan dan disertai
kelembapan. Pada perabaan hati ditemukan hati membesar, kenyal, permukaan licin, dan pinggiran
tajam. Anemia ringan juga ditemukan dan terjadinya kelainan kimia yaitu kadar albumin serum yang
rendah dan kadar globulin yang normal atau sedikit meninggi (Hassan et al, 2005).
2.3.1 Protein
Protein adalah molekul makro yang terdiri dari rantai-rantai panjang asam amino yang terdiri atas
unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen; beberapa asam amino mengadung unsur-unsur
tambahan seperti fosfor dan besi yang terikat satu sama lain dengan ikatan peptide (Tortora G.J. and
Derrickson B., 2006).
Terdapat enam jenis protein di dalam tubuh manusia yang dibagi berdasarkan fungsinya yaitu, protein
struktural, protein regulatori, protein
Universitas Sumatera