merupakan
malnutrisi
dapat
juga
disebut
keadaan
yang
disebabkan
oleh
gizi buruk. Gejala marasmus antara lain anak tampak kurus, rambut tipis dan
jarang, kulit keriput yang disebabkan karena lemak dibawah kulit yang
berkurang, muka seperti orang tua (berkerut), balita cengeng dan rewel
meskipun setelah makan, bokong baggy pant, dan iga gambang.
Pada patologi marasmus awalnya pertumbuhan yang kurang dan atrofi
otot serta menghilangnya lemak dibawah kulit merupakan proses fisiologis.
Tubuh membutuhkan energi yang dapat dipenuhi oleh asupan makanan untuk
kelangsungan hidup jaringan. Untuk memenuhi kebutuhan energi cadangan
protein juga digunakan. Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak
hanya untuk memenuhi kebutuhan energi tetapi juga untuk sintesis glukosa.
b) Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah suatu bentuk malnutrisi protein yang berat
disebabkan oleh asupan karbohidrat yang normal atau tinggi dan asupan
protein yang inadekuat. Hal ini seperti marasmus, kwashiorkor juga
merupakan hasil akhir dari tingkat keparahan gizi buruk. Tanda khas
kwashiorkor antara lain pertumbuhan terganggu, perubahan mental, pada
sebagian besar penderita ditemukan oedema baik ringan maupun berat, gejala
gastrointestinal, rambut kepala mudah dicabut, kulit penderita biasanya kering
dengan menunjukkan garis-garis kulit yang lebih mendalam dan lebar, sering
ditemukan hiperpigmentasi dan persikan kulit, pembesaran hati, anemia
ringan, pada biopsi hati ditemukan perlemakan.
Gangguan metabolik dan perubahan
sel
dapat
menyebabkan
perlemakan hati dan oedema. Pada penderita defisiensi protein tidak terjadi
proses katabolisme jaringan yang sangat berlebihan karena persediaan energi
dapat dipenuhi dengan jumlah kalori yang cukup dalam asupan makanan.
Kekurangan protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan asam amino
esensial yang dibutuhkan untuk sintesis. Asupan makanan yang terdapat
cukup karbohidrat menyebabkan produksi insulin meningkat dan sebagian
asam amino dari dalam serum yang jumlahnya sudah kurang akan disalurkan
ke otot. Kurangnya pembentukan albumin oleh hepar disebabkan oleh
berkurangnya asam amino dalam serum yang kemudian menimbulkan
oedema.
c) Marasmic-Kwashiorkor
Marasmic-kwashiorkor adalah gejala klinisnya merupakan campuran
dari beberapa gejala klinis antara kwashiorkor dan marasmus dengan berat
badan menurut umur < 60% baku median WHO-NCHS yang disertai oedema
yang tidak mencolok.
3) Epidemiologi Malnutrisi
Malnutrisi dalam bentuk apapun meningkatkan risiko terkena berbagai
penyakit dan kematian. Malnutrisi energi-protein, misalnya, merupakan sebuah
peran utama dari semua kematian anak di bawah usia 5 tahun setiap tahunnya di
negara-negara berkembang (WHO, 2001).
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, sebanyak 13,0%
berstatus gizi kurang, diantaranya 4,9% berstatus gizi buruk.Menurut WHO lebih
dari 50% kematian bayi dan anak terkait dengan gizi kurang dan gizi buruk, oleh
karena itu masalah gizi perlu ditangani secara cepat dan tepat.(Kemenkes RI,
2011)
The United Nations Childrens Fund (UNICEF) pada tanggal 12 September
2008, menyatakan malnutrisi sebagai penyebab lebih dari 1/3 dari 9,2 juta
kematian pada anak-anak di bawah usia 5 tahun di dunia.World Food Programme
(WFP) memperkirakan 13 juta anak di Indonesia menderita malnutrisi. Ada
beberapa wilayah di Indonesia, yang sekitar 50% bayi dan anak-anak mempunyai
berat badan rendah. Survei yang dipublikasi oleh Church World Service (CWS),
pada suatu studi kasus di 4 daerah wilayah Timor Barat (Kupang, Timur Tengah
Selatan (TTS), Timur Tengah Utara (TTU), dan Belu) menunjukkan sekitar 50% dari
bayi dan anak-anak adalah underweight sedang dan/atau underweight berat.
Bersama dengan Helen Keller International dan UNICEF, CWS West Timor survei
menyimpulkan 13,1% dari seluruh anak di bawah usia 5 tahun menderita malnutrisi
akut, sedangkan 61,1% dari bayi baru lahir sampai umur 59 bulan menderita
malnutrisi kronik.(CWS, 2008)
Prevalensi balita yang mengalami gizi buruk di Indonesia masih tinggi. Hasil
Susenas menunjukkan adanya penurunan prevalensi balita gizi buruk yaitu dari
10,1% pada tahun 1998 menjadi 8,1% pada tahun 1999 dan menjadi 6,3% pada
tahun 2001. Namun pada tahun 2002 terjadi peningkatan kembali prevalensi gizi
buruk dari 8,0% menjadi 8,3% pada tahun 2003 dan kembali meningkat menjadi
8,8% pada tahun 2005.(Krisnansari, 2010)
4) Faktor Resiko Malnutrisi
a) Masukan yang tidak adekuat
ketidakmampuan (kemiskinan) menyebabkan anoreksia, prosedur di RS
kurang memuaskan dan tekanan psikologis
b) Meningkatnya kebutuhan energi
Karena infeksi, demam, trauma neoplasma, hipertiroid dan distres pada
jantung dan pernafasan
seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik maupun gizinya
(Dinkes SU, 2006).
f) Penyebab malnutrisimenurut Iskandar, 2002 :
- Faktor diit
Diit yang cukup mengandung energi tetapi kurang portein akan
menyebabkan anak menderita kwasiorkor sedangkan diit kurang energi
walaupun zat-zat gizi esensialnya seimbang akan menyebabkan penderita
menjadi marasmus.
-
Faktor sosial
Pantangan untuk menggunakan bahan makanan tertentu yang
sudah turun temurun adakalanya didasarkan pada keagamaan, makanan,
sulit diubah, tetapi jika pantangan tersebut kebiasaan maka dengan
pendidikan gizi dan dilakukan secara terus menerus maka dengan
pendidikan gizi dan dilakukan secara terus menerus dapat diatasi faktor
sosial lain. Perceraian pada pola dengan penghasilan kecil, pada ibu yang
bekerja tetap setelah melahirkan.
persediaan
bahan
makanan
setempat
yang
memadai
Faktor infeksi
Infeksi apapun dapat memperburuk keadaan gizi, malnutrisi
walaupun masih ringan mempunyai pengaruh negatif pada daya tahan
tubuh terhadap infeksi.
Faktor kemiskinan
Kemiskinan menjadi faktor yang menghambat masyarakat untuk
memperoleh makanan yang bernutrisi. Malnutrisi merupakan problem bagi
golongan bawah masyarakat yang serng dijumpai.
Faktor Lingkungan
Lingkungan
yang
kumuh
mempengaruhi
bagaimana
tingkat
terus menerus)
Perceraian pada wanita yang mempunyai banyak anak dan suami
c) Kepadatan Penduduk
Meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa diimbangi dengan
bertambahnya persediaan makanan setempat yang memadai merupakan
sebab utama krisis pangan. Sedangkan kemiskinan penduduk merupakan
akibat selanjutnya.
d) Infeksi
Infeksi akan memperburuk keadaan gizi. Malnutrisi walaupun masih ringan
mempunyai pengaruh negative pada daya tahan tubuh terhadap infeksi
e) Kemiskinan
yang
diperlukan
untuk
petumbuhan,
perbaikan
jaringan,
dan
e)
Faktor Religi
Religi atau kepercayaan juga berperan dalam status gizi masyarakat,
contohnya seperti tabu mengonsumsi makanan tertentu oleh kelompok umur
tertentu yang sebenarnya makanan tersebut justru bergizi dan dibutuhkan oleh
kelompok umur tersebut. Seperti ibu hamil yang tabu mengonsumsi ikan.
5) PatofisiologiMalnutrisi(Terlampir)
6) Manifestasi Klinis Malnutrisi
a) Marsamus
Manifestasi klinis pada marasmus pada awalnya akan mengalami
kegagalan dalam menaikkan berat badan, disertai dengan adanya penurunan
berat badan sampai berakibat kurus, dengan kehilangan turgor kulit sehingga
menjadi berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang. Karena lemak
terakhir hilang dari bantalan penghisap pipi, muka bayi dapat tetap tampak
relatif normal selama beberapa waktu sebelum menjadi menyusut dan
berkeriput. Abdomen dapat kembung atau datar, dan gambaran usus dapat
dengan mudah terlihat. Terjadi atrofi otot, dengan akibat hipotoni.
Suhu biasanya subnormal, nadi mungkin lambat,
dan
angka
yang sering ada dalam organ dalam sebelum dapat dikenali pada muka dan
tungkai. Aliran plasma ginjal, angka infiltrasi glomerulus, dan fungsi tubuler
ginjal menurun. Jantung mungkin akan kecil pada awal stadium penyakit tetapi
biasanya kemudian membesar.
Sering ada dermatitis. Penggelapan kulit tampak pada daerah yang
teriritasi tetapi tidak ada pada daerah yang terpapar sinar matahari, berlawanan
dengan keadaan pada pellagra. Dispigmentasi dapat terjadi pada daerah ini
sesudah desquamasi atau generalisata. Rambut sering jarang dan tipis dan
kehilangan sifat elastisnya. Pada anak yang berambut hitam, dispigmentasi
menghasilkan
coret-coret
merah
atau
abu-abu
pada
warna
rambut
2) Bila Total lymphocyte count, < 1,500 cells per milimeter kubik juga dapat
sebagai indikator mempunyai risiko malnutrisi.
3) Serum transferrin, waktu paruh 7 hari. Pada beberapa pasien mempunyai kadar
transferin < 140 mg/dL, pasien dapat dinyatakan berrisiko malnutrisi.
4) Serum pre-albumin (transthyretin), waktu paruh 3 hari. Dikatakan berrisiko
malnutrisi bila kadarnya <17 mg/dL.
5) Total iron-binding capacity (TIBC) dikatakan normal bila kadarnya antara 250
and 450 mcg/dL.
6) Kadar Kolesterol juga dapat digunakan untuk menilai status gizi, bila kadarnya
< 150 mg/dL, menunjukkan ada peningkatan risiko gangguan status gizi.
Oleh karena tidak ada parameter tunggal untuk Diagnosis status gizi:
Saat ini > 90 % diagnosis malnutrisi dapat ditegakkan melalui anamnesis
dan pemeriksaan fisik yang dikenal sebagai Subjective Global Assessment (SGA).
Penilaian status gizi secara SGA merupakan cara yang sederhana.
Sepanjang penilai telah terlatih, SGA dapat merupakan diagnosis gizi yang reliable
dan merupakan prediktor akurat untuk menilai adanya peningkatan risiko komplikasi
seperti infeksi dan penymbuhan luka yang terhambat.
Pada SGA akan diperoleh informasi tentang:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
yang diberikan berupa makanan bayi. Makanan utama adalah formula yang
dimodifikasi. Contoh: susu rendah laktosa +2,5-5% glukosa +2% tepung.
Secara berangsur ditambahkan makanan lumat dan makanan lembek. Bila
ada, berikan ASI.
Jika berat badan pasien 7 kg atau lebih, makanan diberikan seperti
makanan untuk anak di atas 1 tahun. Pemberian makanan dimulai dengan
makanan cair, kemudian makanan lunak dan makanan biasa, dengan
ketentuan sebagai berikut:
-
Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering, adalah 8-10 kali sehari
tiap 2-3 jam.
b) Tahap Penyembuhan
Bila nafsu makan dan toleransi terhadap makanan bertambah baik,
secara berangsur, tiap 1-2 hari, pemberian makanan ditingkatkan hingga
konsumsi mencapai 150-200 kkal/kg berat badan sehari dan 2-5 gram
protein/kg berat badan sehari.
c) Tahap Lanjutan
Sebelum pasien dipulangkan, hendaknya ia sudah dibiasakan
memperoleh makanan biasa yang bukan merupakan diet TETP. Kepada orang
tua hendaknya diberikan penyuluhan kesehatan dan gizi, khususnya tentang
mengatur makanan, memilih bahan makanan, dan mengolahnya sesuai
dengan kemampuan daya belinya. Suplementasi zat gizi yang mungkin
diperlukan adalah :
-
Mg, berupa MgSO4 50%, diberikan secara intra muskuler bila terdapat
hipomagnesimia.
Vitamin B dan vitamin C dapat diberikan secara suntikan per-oral. Zat besi
(Fe) dan asam folat diberikan bila terdapat anemia yang biasanya
menyertai KKP berat.
Hipoglikemia
a) Segera beri F-75 pertama atau modifikasinya bila penyediaannya
memungkinkan.
b) Bila F-75 pertama tidak dapat disediakan dengan cepat, berikan 50 ml
larutan glukosa atau gula 10% (1 sendok teh munjung gula dalam 50 ml
air) secara oral atau melalui NGT.
c) Lanjutkan pemberian F-75 setiap 23 jam, siang dan malam selama
minimal dua hari.
Hipotermia
a) Segera beri makan F-75 (jika perlu, lakukan rehidrasi lebih dulu).
b) Pastikan bahwa anak berpakaian (termasuk kepalanya). Tutup dengan
selimut hangat dan letakkan pemanas (tidak mengarah langsung kepada
anak) atau lampu di dekatnya, atau letakkan anak langsung pada dada
atau perut ibunya (dari kulit ke kulit: metode kanguru). Bila menggunakan
lampu listrik, letakkan lampu pijar 40 W dengan jarak 50 cm dari tubuh
anak.
c) Beri antibiotik sesuai pedoman.
Dehidrasi
a) Jangan gunakan infus untuk rehidrasi, kecuali pada kasus dehidrasi
berat dengan syok.
b) Beri ReSoMal, secara oral atau melalui NGT, lakukan lebih lambat
disbanding jika melakukan rehidrasi pada anak dengan gizi baik.
- Beri 5 ml/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama
- Setelah 2 jam, berikan ReSoMal 510 ml/kgBB/jam berselang-seling
-
dengan F-75 dengan jumlah yang sama, setiap jam selama 10 jam.
Jumlah yang pasti tergantung seberapa banyak anak mau, volume
Menu dan cara membuat makanan kaya energi dan padat gizi serta
Sarankan:
-
DAFTAR PUSTAKA
Beck, Mary E. 2000. Ilmu Gizi dan Diet Hubungannya dengan Penyakit-penyakit
untuk Perawat dan Dokter. Jakarta : Yayasan Essentia Medico
Behrman, R.1999. Ilmu Nelsehatan Anak Nelson. Jakarta; EGC
CWS
Church
World
Service).
2008.
Malnutrition
in
Indonesia.
2001.
Water
Related
http://www.who.int/water_sanitation_health/diseases/malnutrition/en/
Disease.