Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kurang kalori protein merupakan salah satu masalah gizi masyarakat
yang utama diIndonesia. Upaya untuk meningkatkan keadaan gizi masyarakat
telah dilaksanakan melalui berbagai program perbaikan gizi oleh Departemen
Kesehatan bekerja sama dengan masyarakat. Menurut Survai Kesehatan tahun
1986 angka kejadian gizi buruk pada anak balita 1,72% dan gizi kurang
sebanyak 11,4.

Berbeda dengan survai di lapangan, insiden gizi buruk dan gizi kurang
pada anak balita yang dirawat mondok di rumah sakit masih tinggi. Rani di
RSU Dr. Pirngadi Medan mendapat 935 (38%) penderita malnutrisi dari 2453
anak balita yang dirawat. Mereka terdiri dari 67% gizi kurang dan 33% gizi
buruk. Penderita gizi buruk yang paling banyak dijumpai ialah tipe marasmus.
Arif di RS. Dr. Sutomo Surabaya mendapatkan 47% dan Barus di
RS Dr. Pirngadi Medan sebanyak 42%.

Hal ini dapat dipahami karena marasmus sering berhubungan dengan


keadaan kepadatan penduduk dan higiene yang kurang di daerah perkotaan
yang sedang membangun dan serta terjadinya krisis ekonomi di lndonesia.

Tulisan ini bertujuan untuk membahas sebab-sebab terjadinya marasmus,


patofisiologi, diagnosis, pencegahan dan pengobatannya pada anak balita.
B. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui tentang marasmus, diantaranya dari pengertian,
penyebap, tanda dan gejala, penangananya dan komplikasinya.
2. Untuk menyelesaikan tugas yang diberikan dosen mata kuliah gizi.
C. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode
kepustakaan dimana penulis membaca dan mengumpulkan beberapa materi
dan artikel - artikel yang berhubungan dengan marasmus.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian

Marasmus adalah salah satu bentuk kekurangan gizi yang buruk


paling sering ditemui pada balita penyebabnya antara lain karena masukan
makanan yang sangat kurang, infeksi, pembawaan lahir, prematuritas,
penyakit pada masa neonatus serta kesehatan lingkungan.
Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama
akibat kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun
pertama kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot. (Dorland,
2002:649).
Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori
protein. (Suriadi, 2010:196).
Zat gizi adalah zat yang diperoleh dari makanan dan digunakan oleh
tubuh untuk pertumbuhan, pertahanan dan atau perbaikan. Zat gizi
dikelompokkan menjadi karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air.
(Arisman, 2004:157).
Fungsi utama karbohidrat adalah sebagai sumber energi, disamping
membantu pengaturan metabolisme protein. Protein dalam darah mempunyai
peranan fisiologis yang penting bagi tubuh untuk:
1. Mengatur tekanan air, dengan adanya tekanan osmose dari plasma protein.
2. Sebagai cadangan protein tubuh.
3. Mengontrol perdarahan (terutama dari fibrinogen).
4. Sebagai transport yang penting untuk zat-zat gizi tertentu.
5. Sebagai antibodi dari berbagai penyakit terutama dari gamma globulin.

B. Etiologi
Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat
terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat

seperti yang hubungan dengan orangtua-anak terganggu,karena kelainan


metabolik, atau malformasi kongenital. (Nelson,1999).
Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering
dijumpai pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan
penggantinya atau sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat
berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan
atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun dan
juga gangguan pada saraf pusat.(Wikipedia,2008)

1. Teory perkembangan terjadinya penyakit marasmus


Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama
akibat kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun
pertama kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot dan sering
terjadi di daerah dengan makanan tidak cukup atau higiene kurang (Dorland,
2002:649). Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering
dijumpai pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan
penggantinya atau sering diserang diare.
Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi,
kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan
metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga gangguan pada saraf pusat.
(Wikipedia, 2008)

Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk


mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi.
Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan,
karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan
bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat
sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya
katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam
amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selam puasa
jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan keton bodies.
Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber
energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun.

Keadaan ini memerlukan diet yang berisi jumlah cukup protein yang
kualitas biologiknya baik. Diit tinggi kalori, protein, mineral dan vitamin.
Pemberian terapi cairan dan elektrolit.Penatalaksanaan segera setiap masalah
akut seperti masalah diare berat.

Pengkajian riwayat status sosial ekonomi, kaji riwayat pola makan,


pengkajian antropometri, kaji manifestasi klinis, monitor hasil laboratorium,
timbang berat badan, kaji tanda-tanda vital.Penanganan KKP berat Secara garis
besar, penanganan KKP berat dikelompokkan menjadi pengobatan awal dan
rehabilitasi. Pengobatan awal ditujukan untuk mengatasi keadaan yang

mengancam jiwa, sementara fase rehabilitasi diarahkan untuk memulihkan


keadaan gizi.

2.

Hubungan penyebab dan akibat dari penyakit marasmus (WEB OF


CAUSETION)
a). Kausal mutlak penyakit marasmus
Perubahan pada sistem hematologic yang dapat menyebabkan
penyakit

lain

antaralain

anemia,

leucopenia,

trombotopenia,

pembentuan akantosit, serta hipoplasia sel-sel sumsum tulang yang


berkaitan dengan transformasi substansi dasar, tempat nekrosis sering
terlihat. Derajat kelainan ini bergantung pada berat serta lamanya
kekurangan energy berlangsung (Sunita Matsier, 2009)
Anemia pada kasus demikian biasanya bersifat normokromik
dan tidak disertai oleh retikulositosis meskipun cadangan zat besi cukup
adekuat. Penyebab anemia pasien yang asupan proteinnya tidak adekuat
ialah menurunnya sintesis eritropoietin, sementara anemia pada mereka
yang sama sekali tidak makan protein timbul karena stem cell dalam
sumsum tulang tidak berkembang, di samping sintesis eritropoietin juga
menurun (Sunita Matsier, 2009).
b). Kausal esensial
Marasmus terjadi akibat Malnutrisi sekunder yang disebabkan
karena adanya penyakit utama, seperti kelainan bawaan, infeksi kronis

ataupun kelainan pencernaan dan metabolik, yang mengakibatkan


kebutuhan

nutrisi

meningkat,

penyerapan

nutrisi

yang

turun

dan/meningkatnya kehilangan nutrisi.Makanan yang tidak adekuat,


akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan makanan untuk
menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai dengan
pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta
protein dengan melalui proses katabolik. Jika terjadi stres katabolik
(infeksi) maka kebutuhan akan protein akan meningkat,

sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein yang relatif, jika


kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih diatas -3 SD (-2SD3SD),
maka

terjadi

pilalah

penyakit

kwashiorkor

(malnutrisi

akut/decompensated malnutrition).

c). Kausal suffisien


Interaksi antara faktor-faktor keberadaan zat gizi (faktor
penyebab), cadangan zat gizi dalam tubuh, penyakit infeksi, infestasi
cacing, aktifitas (faktor penjamu), pantangan, cara pengolahan (faktor
lingkungan) sangat penting dipertahankan dalam keadaan seimbang
dan optimal. Bila keseimbangan ini tidak terjaga maka akan terjadi
perubahan dalam tubuh, yakni terjadinya pemakaian cadangan zat gizi
yang tersimpan dalam tubuh.

Bila hal ini berlangsung lama maka berangsur-angsur cadangan


tubuh akan berkurang dan akhirnya akan habis. Hal tersebut dilakukan
untuk mempertahankan metabolisme kehidupan sehari-hari. Diawali
dengan terjadinya mobilisasi zat-zat gizi yang berasal dari jaringan
tubuh. Sebagai akibat hal tersebut, tubuh akan mengalami penyusutan
jaringan tubuh, kelainan metabolisme oleh karena kekurangan zat-zat
gizi, kelainan fungsional, dan akhirnya kerusakan organ tubuh dengan
segala keluhan, gejala-gejala dan tanda-tanda yang timbul sesuai
dengan jenis zat gizi yang menjadi pangkal penyebabnya, bila protein
penyebabnya akan terjadi kwasiorkor, bila energi penyebanya akan
terjadi marasmus atau keduanya sebagai penyebab akan terjadi
marasmus kwasiorkor.

Dimulai dengan perubahan yang paling ringan sampai berat,


dimulai hanya dengan kekurangan cadangan zat gizi (belum ada
perubahan biokemik dan fisiologi), kelainan gizi potensial (sudah ada
perubahan biokemik dan fisiologi), kelainan gizi laten (gejala, dan
tanda klinis masih terbatas dan belum khas) sampai terjadi kelainan gizi
klinik (gejala, dan tanda klinis khas dan jelas).

3. Proses terjadinya penyakit marasmus

Marasmus ialah suatu bentuk kurang kalori-protein yang berat.


Keadaan ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan
dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan, ada beberapa faktor lain pada
diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap
terjadinya marasmust.Secara garis besar sebab-sebab marasmus ialah sebagai
berikut:
a) Masukan makanan yang kurang. Marasmus terjadi akibat masukan
kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang
dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak; misalnya
pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer.
b) Infeksi. Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama
infeksi enteral misalnya infantil gastroenteritis bronkhopneumonia,
pielonephritis dan sifilis kongenital.
c) Kelainan struktur bawaan
d) Misalnya: penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschprung, deformitas
palatum,palatoschizis, micrognathia, stenosis pilorus, hiatus hernia,
hidrosefalus,cystic fibrosis pancreas.
e) Prematuritas dan penyakit pada masa neonates Pada keadaan-keadaan
tersebut pemberian ASI kurang
4. Model hubungan causa penyakit marasmus
5. Factor agent penyakit (biologi, fisik, kimia, social)
a) Factor biologi berdasa pada causa mutlak,causa esensial,causa suffusion
yaitu Perubahan pada sistem hematologic yang dapat menyebabkan
penyakit

lain

antaralain

anemia,

leucopenia,

trombotopenia,

pembentuan akantosit, serta hipoplasia sel-sel sumsum tulang yang


berkaitan dengan transformasi substansi dasar, tempat nekrosis sering
terlihat. Derajat kelainan ini bergantung pada berat serta lamanya

kekurangan energy berlangsung (Sunita Matsier, 2009), Anemia pada


kasus demikian biasanya bersifat normokromik dan tidak disertai oleh
retikulositosis meskipun cadangan zat besi cukup adekuat. Penyebab
anemia pasien yang asupan proteinnya tidak adekuat ialah menurunnya
sintesis eritropoietin, sementara anemia pada mereka yang sama sekali
tidak makan protein timbul karena stem cell dalam sumsum tulang tidak
berkembang, di samping sintesis eritropoietin juga menurun (Sunita
Matsier, 2009), Selain itu Marasmus terjadi akibat Malnutrisi sekunder
yang disebabkan karena adanya penyakit utama, seperti kelainan
bawaan, infeksi kronis ataupun kelainan pencernaan dan metabolik,
yang mengakibatkan kebutuhan nutrisi meningkat, penyerapan nutrisi
yang turun dan meningkatnya kehilangan nutrisi. Makanan yang tidak
adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan makanan
untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai dengan
pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta
protein dengan melalui proses katabolik. Jika terjadi stres katabolik
(infeksi) maka kebutuhan akan protein akan meningkat, sehingga dapat
menyebabkan defisiensi protein yang relatif, jika kondisi ini terjadi
pada saat status gizi masih diatas -3 SD (-2SD3SD), maka terjadi
pilalah penyakit kwashiorkor.
b) Factor fisik yaitu dapat berupa cacat bawaan, kulit tua menjadi agak
ketuaan.
c) Factor kimia yaitu ketika bayi atau balita mendapatkan perawatan
medic, balita akan tergantung dengan obat-obat yang telah di konsumsi

10

yang mengakibatkan system imunnta terhadap obat tertentu tidak lagi


baik.
d) Factor social yaitu Perubahan gaya hidup, penyuluhan kesehatan
masyarakat, skrining kesehatan, pendidikan kesehatan adalah di
sekolah, kegiatan kesehatan perawatan pranatal yang baik, pilihan
perilaku hidup yang baik, gizi yang cukup, kondisi keamanan dan
kesehatan di rumah, sekolah atau tempat kerja, semuanya termasuk
dalam aktivitas pencegahan primer. Langkah-langkah dan kegiatan
pokok di dalam kesehatan masyarakat seperti sanitasi, pengendalian
infeksi, imunisasi, pelindungan makanan, susu dan sumber air,
pengamanan lingkungan dan perlindungan terhadap bahaya dan
kecelakaan kerja merupakan pencegahan yang amat cukup. Hygiene
perorangan (penderita marasmus) dan langkah-langkah kesehatan
masyarakat memiliki dampak yang besar terhadap epidemi penyakit
menular. Imunisasi, pengendaian infeksi (misal, cuci tangan),
penyimpangan makanan dalam lemari pendingin, pengumpulan
sampah, pengelolaan limbah padat dan cair, perlakuan dan perlindungan
persediaan air, dan sanitasi umum telah menurunkan ancaman penyakit
infeksius di masyarakat. Penyakit kronis, gaya hidup, dan perilaku
manusia saat ini merupakan faktor kontribusi utama penyebab kematian
di Amerika Serikat dan negara industri negara lain. masalah kesehatan
mental dan emosi, serta masalah kesehatan lingkungan. Langkahlangkah pencegahan di tingkat dasar saat ini harus diorientasi pada
pengaturan perilaku dan gaya hidup serta mengubah pola pendapatan

11

ekonomi untuk mencegah terejadinya busung lapar dan mal


nutrisi/marasmus. Aktivitas dasar kesehatan masyarakat seperti promosi
dan pencegahan tidak boleh diabaikan, dilalaikan, atau dikurangi. Jika
kegiatan tersebut tidak dipertahankan pada tingkat yang tinggi, penyakit
menular dapat kembali menjadi penyebab utama penderitaan, penyakit,
dan

kematian.

Dengan

tetap

memelihara

kegiatan

kesehatan

masyarakat, upaya di tingkat pencegahan primer harus di fokuskan pada


perubahan perilaku individu dan perlindungan lingkungan. Dengan
demikian, di masa mendatang, fokus terhadap pengobatan dan
perawatan kesehatan yang di berikan dokter akan berkurang dan harus
digantikan dengan upaya pencegahan primer termasuk dukungan
ekonomi yang cukup untuk kegiatan dan program pencegahan.

C. Patofisiologi
Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan
kalori, protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. (Arisman, 2004:92).
Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk
mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi.
Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan,
karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan
bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat
sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya

12

katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam


amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selam puasa
jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot
dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi
kalau

kekurangan

makanan

ini

berjalan

menahun.

Tubuh

akan

mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi seteah kira-kira


kehilangan separuh dari tubuh.
D. Manifestasi Klinik
Pada mulanya ada kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan
kehilangan berat badan sampai berakibat kurus,dengan kehilangan turgor pada
kulit sehingga menjadi berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang
dari bantalan pipi, muka bayi dapat tetap tampak relatif normal selama
beberaba waktu sebelum menjadi menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat
kembung dan datar. Terjadi atropi otot dengan akibat hipotoni. Suhu biasanya
normal, nadi mungkin melambat, mula-mula bayi mungkin rewe, tetapi
kemudian lesu dan nafsu makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat
muncul apa yang disebut diare tipe kelaparan, dengan buang air besar sering,
tinja berisi mukus dan sedikit.
Selain itu manifestasi marasmus adalah sebagai berikut :
1. Badan kurus kering tampak seperti orangtua
2. Lethargi
3. Irritable
4. Kulit keriput (turgor kulit jelek)
5. Ubun-ubun cekung pada bayi
6. Jaingan subkutan hilang
7. Malaise
8. Kelaparan
9. Apatis

13

E. Penatalaksanaan
1. Keadaan ini memerlukan diet yang berisi jumlah cukup protein yang
kualitas biologiknya baik. Diit tinggi kalori, protein, mineral dan vitamin.
2. Pemberian terapi cairan dan elektrolit.
3. Penatalaksanaan segera setiap masalah akut seperti masalah diare berat.
Upaya pengobatan, meliputi :
1.
2.
3.
4.
5.

Pengobatan/pencegahan terhadap hipoglikemi, hipotermi, dehidrasi.


Pencegahan jika ada ancamanperkembangan renjatan septik
Pengobatan infeksi
Pemberian makanan
Pengidentifikasian dan pengobatan masalah lain, seperti kekurangan

vitamin, anemia berat dan payah jantung.


6. Komposisi ppemberian CRO (Cairan Rehidrasi Oral) sebanyak 70-100
cc/kg BB biasanya cukup untuk mengoreksi dehidrasi.
7. Cara pemberian dimulai sebanyak 5 cc/kg BB setiap 30 menit selama 2
jam pertama peroral atau NGT kemudian tingkatkan menjadi 5-10 cc/kg
BB/ jam.
8. Cairan sebanyak itu harus habis dalam 12 jam.
9. Pemberian ASI sebaiknya tidak dihentikan

ketika

pemberian

CRO/intravena diberikan dalam kegiatan rehidrasi.


10. Berika makanan cair yang mengandung 75-100 kkal/cc, masing-masing
disebut sebagai F-75 dan F-100.
11. Tahap awal : 24-48 jam pertama merupakan masa kritis, yaitu tindakan
untuk menyelamatkan jiwa, antara lain mengoreksi keadaan dehidrasi atau
asidosis dengan pemberian cairan IV.
12. Cairan yang diberikan adalah larutan Darrow-Glukosa atau Ringer Laktat
Dextrose 5%.
13. Mula-mula diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama.
14. Kemudian 140ml sisanya diberikan dalam 16-20 jam berikutnya.
15. Cairan diberikan 200ml/kg BB/ hari.
F. Pemeriksaan Diagnostik

14

1. Mengukur TB dan BB
2. Menghitung indeks massa tubuh, yaitu BB (dalam kilogram) dibagi
dengan TB (dalam meter)
3. Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang (lipatan
trisep) ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya
dapat diukur, biasanya dangan menggunakan jangka lengkung (kaliper).
Lemak dibawah kulit banyaknya adalah 50% dari lemak tubuh.
Lipatan lemak normal sekitar 1,25 cm pada laki-laki dan sekitar 2,5 cm
pada wanita.
4. Status gizi juga dapat diperoleh dengan mengukur LLA untuk
memperkirakan jumlah otot rangka dalam tubuh (lean body massa, massa
tubuh yang tidak berlemak).
5. Pemeriksaan laboratorium : albumin, kreatinin, nitrogen, elektrolit, Hb, Ht,
transferin.
G. Komplikasi
a) Defisiensi Vitamin A
b) Dermatosis
c) Kecacingan
d) Diare Kronis
e) Tuberkulosis

15

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Marasmus adalah salah satu bentuk gizi buruk yang sering ditemui
pada Balita. Penyebabnya multifaktorial antara lain masukan makanan yang
kurang, faktor penyakit dan faktor lingkungan serta ketidaktahuan untuk
memilih makanan yang bergizi dan keadaan ekonomi yang tidak
menguntungkan.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis; untuk menentukan
penyebab perlu anamnesis makanan dan penyakit lain. Pencegahan terhadap
marasmus ditujukan kepada penyebab dan memerlukan pelayanan kesehatan
dan penyuluhan yang baik.
Pengobatan marasmus ialah pemberian diet tinggi kalori dan tinggi
protein dan penatalaksanaan di rumah sakit yang dibagi atas: tahap awal, tahap
penyesuaian dan rehabilitasi

B. Saran
1. Diharapkan kepada seluruh masyarakat untuk dapat memenuhi asupan
protein, agar dapat tumbuh dengan sehat.
2. Agar seluruh ibu-ibu memperhatikan gizi anak, terutama asupan
proteinnya, agar tidak ada lagi penderita gizi buruk.

16

3. Kepada tenaga kesehatan untuk dapat mengadakan penyuluhan kepada


masyarakat tentang gizi, terutama tentang protein.
4. Diharapkan masyarakat atau pun pembaca mau ikut serta menggalakkan
program tentang pemberantasan gizi buruk, untuk mencapai Indonesia
sehat 2015.

DAFTAR PUSTAKA

Arisman, 2004, Gizi dalam daur kehidupan, Jakarta : EGC


Behrman, R. E. 1999. Ilmu Kesehatan Anak:Nelson, Edisi 15, vol 1. Jakarta : EGC
Dorland, W.A.N. 2002. Kamus Kedokteran Dorland edisi 29. Jakarta : EGC.
No Name. 2008. Marasmus. http://www.dokterfoto.com. Diakses tgl 13 desember 2013.

17

Sunita, Almatsier. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Suriadi, Skp. MSN & Rita Yuliani, Skp. M.Psi. (2010). Asuhan Keperawatan
Pada Anak , Edisi 2. Jakarta.
Wikipedia. 2008. Marasmus. http://www.wikipedia.com/wiki/Marasmus. Diakses
tanggal 13 desember 2013.
Wikipedia. 2008. Kwashiorkor. http://id.wikipedia.org/wiki/Kwashiorkor. Diakses
tanggal 13 desember 2013

18

Anda mungkin juga menyukai