Anda di halaman 1dari 21

ALAT KESEHATAN DAN SPESIALITE

MATERI: ALERGI

KELOMPOK 8:

ANNISA SHOLEHA
DAMAIYANTI ARMESI
DEA DWIFARINA A.
DELLA ARSELA
DEVI JULI SUPARDI

PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI


UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2017
1. DEFINISI ALERGI

Alergi adalah reaksi hipersentivitas yang


diperantarai oleh mekanisme imunologi. Pada
keadaan normal, mekanisme pertahanan tubuh
tergantung pada aktivasi sel B dan sel T. Aktivasi
yang berlebihan oleh antigen atau gangguan
mekanisme ini akan menimbulkan suatu keadaan
imunopatologik yang disebut reaksi
hipersensitivitas.
2. ETIOLOGI ALERGI

 Antibiotik dapat menimbulkan reaksi alergi anafilaksis.


 Beberapa bahan yang sering dipergunakan untuk prosedur
diagnosis dan dapat menimbulkan alergi
 Makanan, enzim, hormon, bisa ular, semut, udara (kotoran
tungau dari debu rumah), sengatan lebah serta produk
darah seperti gamaglobulin dan kriopresipitat juga dapat
merangsang mediator alergi sehingga timbul manifestasi
alergi.
3. PATOFISIOLOGI ALERGI
1. Mediator alergi
Reaksi alergi terjadi akibat peran mediator-mediator alergi.
Yang termasuk sel mediator adalah sel mast, basofil, dan
trombosit.
2. Fase sensitisasi
Alergen memasuki tubuh manusia melalui berbagai rute
diantaranya kulit, saluran nafas, dan saluran pencernaan.
3. Fase reaksi
Beberapa menit setelah paparan ulang alergen, sel mast
akan mengalami degranulasi yaitu suatu proses pengeluaran
isi granul ke lingkungan ekstrasel yang berupa histamin,
prostaglandin, serta sitokin-sitokin yang menimbulkan
gejala klinis.
4. Fase reaksi lambat
Fase ini dimulai pada 2-6 jam setelah paparan alergen dan
puncaknya setelah 6-9 jam. Mediator inflamasi akan
menginduksi sel imun seperti basofil, eosinofil dan monosit
bermigrasi ke tempat kontak dengan paparan alergen. Sel-sel
tersebut akan mengeluarkan substansi inflamasi spesifik
yang menyebabkan aktivitas imun berkepanjangan serta
kerusakan jaringan.

5. Mekanisme Transfer Alergi


Ibu yang memiliki riwayat alergi berpotensi mempengaruhi
respon imun bayi melalui plasenta dan air susu ibu (ASI).
Transfer alergen makanan atau inhalan melalui plasenta atau
ASI juga diketahui bisa terjadi.
4. DIAGNOSIS ALERGI
1. Pemeriksaan fisik
 Kulit, mata, telinga, hidung, mulut dan orofaring, dada

2. Pemeriksaan laboratorium
 Jumlah leukosit dan hitung jenis sel
 Sel eosinofil pada secret konjungtiva, hitung dan sputum.
 Serum Ig E total
 Serum Ig E spesifik

3. Tes provokasi
Yaitu tes alergi dengan cara memberikan alergen secara
langsung kepada pasien sehingga timbul gejala.
5. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Farmakologi
Diberikan obat anti inflamasi non steroid, anti
histamin, steroid, teofilin atau epinefrin.

2. Immunotherapy
Pasien diberikan suntikan berulang dari alergen untuk
mengurangi IgE pada sel mast dan menghasilkan IgG.
6. PENGGOLONGAN OBAT
ANTIHISTAMIN
BERDASARKAN RESEPTOR
HISTAMIN

1. H1- blockers (antihistaminika klasik)


Mekanisme kerjanya: mengantagonir histamine dengan
jalan memblok reseptor-H1 di otot licin dari dinding
pembuluh, bronki dan saluran cerna, kandung kemih, dan
rahim.

 Obatgenerasi ke-1: prometazin, (klor) feniramin, difenhidramin,


klemastin (Tavegil), siproheptadin (Periactin), azelastin
(Allergodil), sinarizin, ketotifen (Zaditen)
 Obat generaasi ke-2: astemizol, terfenadin, loratadin,
levokabastin (Livocab).
2. H2-blockers (Penghambat Asam)

Mekanisme kerjanya: obat-obat ini menghambat secara


selektif sekresi asam-lambung yang meningkat akibat
histamin, dengan jalan persaingan terhadap reseptor-H2 di
lambung.

Contoh obat-obat penghambat asam: simetidin, ranitidin,


famotidin, nizatidin dan roksatidin yang merupakan
senyawa-senyawa heterosiklis dari histamin.
BERDASARKAN STRUKTUR
KIMIA
1. Derivat Etanolamin
Difenhidramin
Contoh sediaan Difenhidramin: Benadryl,
 Mekanisme Kerja: Dipenhydramin bersaing dengan histamin
untuk mengikat reseptor-HA disaluran pencernaan, pembuluh
darah besar dan otot bronkus. Absopsinya cepat dengan
aktivitas maksimum 1 jam.
 Indikasi: Anitihistamin, antiemetik, anti spamodik, reaksi
ekstrapiramidal karena obat.
 Kontraindikasi: Bayi baru lahir atau premature, dan ibu
menyusui
 Efek Samping: Pengaruh pada kardiovaskuler dan SSP,
gangguan darah, gangguan saluran cerna, reaksi alergi.
2. Derivat Etilendiamin (X=N)
Antazolin
Contoh obatnya: Vasacon-A
 Mekanisme Kerja: Mekanisme kerja antazolin berikatan
dengan reseptor histamin H1, memblok aksi histamin
endogen.
 Indikasi: Mengobati mata berair, fotofobia, kemerahan mata,
pembengkakan, blepharospasme dan gatal-gatal alergi.
 Kontraindikasi: Glaukoma sudut sempit

 Efek Samping: Pelebaran pupil, peninggian tekanan


intraokular.
3. Derivat Propilamin (X=C)
Feniramin
Contoh obatnya: Avil.
 Mekanisme Kerja: Bersaing dengan histamin pada reseptor
histamin H1 pada sel efektor, dengan demikian mengurangi
intensitas reaksi alergi dan respon cedera jaringan yang
melibatkan histamin.
 Indikasi: Gejala alergi seperti hay fever, urtikaria.

 Kontraindikasi: Gipertrofi prostat berat, serangan asma akut,


bayi premature
 Efek Samping: Mengantuk, keluhan saluran cerna, mulut
kering, retensi urin, halusinasi, gelisah, bingung pada dosis
tinggi, agitasi pada anak dan kenaikan tekanan intraokular.
4. Derivat Piperazin
Setrizin HCl
Contoh obatnya: Cerini
 Mekanisme Kerja: Sinarizin bersaing dengan histamin untuk
mengikat pada reseptor H1.
 Indikasi: Rinitis menahun, rhinitis alergi seasonal,
konjungtivitis, pruitus, urtikaria idiopati kronis.
 Kontraindikasi: Hipersensitivitas terhadap obat dan
komponennya, kehamilan, dan ibu menyusui.
 Efek Samping: Sakit kepala, pusing, mengantuk, mulut
kering.
5. Derivat Fenotiazin
Prometazin
Contoh obat: Phenergan, Tussival, Promezil, Promex.
 Mekanisme kerja: Persaingan ikatan dengan histamin pada
reseptor H1 di saluran pencernaan, uterus, pembuluh darah
besar, dan otot bronkus.
 Indikasi: Alergi terhadap tumbuhan dan akibat gigitan
serangga, antiemetikum untuk mencegah mual dan mabuk
jalan, sedasi pada batuk dan sukar tidur, dan urtikaria.
 Kontraindikasi: Pasien koma, serangan akut asma, bayi
prematur.
 Efek samping: Sedasi, gangguan saluran cerna, efek
antimuskarinik, kelemahan otot, tinnitus, kelainan darah.
6. Derivat Trisiklis lainnya
Loratadin
Contoh obat: Clarinase, Claritin, Miratadin, Picadin.
 Mekanisme kerja: Loratadin merupakan suatu antihistamin
trisiklik yang bekerja cukup panjang (long acting),
mempunyai selektifitas tinggi pada reseptor histamin H1
perifer.
 Indikasi: Gejala alergi seperti hay fever, urtikaria

 Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap loratadin, ibu hamil


dan menyusui, bayi prematur dan baru lahir, asma akut.
 Efek samping: Lesu, nyeri kepala, sedasi dan mulut kering.
7. Obat Generasi Kedua
Terfenadin
Contoh obat: Forrhin, Hisdane, Rhinofed, Trifedin.
 Mekanisme kerja: Persaingan ikatan dengan histamin pada
reseptor H1 di saluran pencernaan, uterus, pembuluh darah
besar, dan otot bronkus.
 Indikasi: Gejala alergi seperti hay fever, urtikaria.

 Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap terfenadin, pasien


dengan gangguan hati, penggunaan bersama astemizol.
 Efek samping: Efek sampingnya jarang terjadi, seperti mulut
kering, aritmia, rambut rontok, ganguan saluran cerna, nyeri
kepala, insomnia, erupsi kulit.
8. Lain-lain
Mebhidrolin
Contoh obat: Interhistin, Incidal.
 Mekanisme Kerja: Mebhidrolin menghambat reaksi histamin
pada otot polos dan menguragi bahkan menghilangkan efek
utama histamin dalam tubuh, sehingga sel-sel efektor tidak
ditempati histamin.
 Indikasi: Urtikaria, rinitis, dan gatal pada kulit

 Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap mebhidrolin atau


golongan anti histamin lainnya, bayi prematur dan baru lahir,
hipertrofi prostat, glaukoma dan asma akut.
 Efek samping: Sedasi, mengantuk, retardasi psikomotor,
bingung, gelisah, tremor, nyeri kepala, penglihatan kabur,
gangguan pencernaan, dan halusinasi.
7. INTERAKSI OBAT
 Semua obat antihistamin dengan MAO inhibitor dapat
memperpanjang dan mengintensifkan efek antikolinergik
dari antihistamin.
 Semua obat antihistamin dengan alkohol dan depresan SSP
dapat menimbulkan efek aditif.
 Difenhidramin dikombinasikan dengan amphetamine maka
metabolisme amphetamine dapat berkurang.
 Difenhidramin dikombinasikan dengan benzokain maka
dapat meningkatkan keparahan efek samping dari benzokain.
 Aktivitas sedatif antazolin dapat menurun apabila
dikombinasikan dengan clorpentermin dan pseudoefedrin.
 Feniramin dapat memperkuat efek trankuilizer, hipnotik.
 Aktivitas sedatif feniramin dapat menurun jika dikombinasikan
dengan Pseudoefedrin dan Dextroamphetamine.
 Efek samping dapat meningkat ketika benzokain
dikombinasikan dengan cetrizin.
 Efek samping dapat meningkat ketika barbital dikombinasikan
dengan cetrizin.
 Prometazin dapat berinteraksi dengan obat antihipertensi
(meningkatkan konsentrasi serum acebutolol dan atenolol,
meningkatkan aktivitas hipotensi bisoprolol, pindolol,
alprenolol), fenotiazin.
 Pemberian loratadine bersama eritromisin, ketokonazol &
simetidin dapat menghambat metabolisme loratadin.
 Terfenadin dengan makrolida (eritromisin, klaritromisin),
ketokonazol dam itrakonazol (dan antijamur imidazol lain)
terjadi efek gangguan ritme dan terhentinya jantung yang fatal.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai