Anda di halaman 1dari 42

Histamin Anti Histamin

dan Kortikosteroid
Residen Bedah Mulut dan Maksilofasial

I. Histamin

Histamin : - aminoethylimidazole
Merupakan molekul hidrofilik yang terdiri dari cincin
imidazol dan group amino yg dihubungkan o/ 2
group methylene.
CH CH NH
struktur :
2

HN

Ada 3 macam reseptor histamin : Reseptor H1, H2


dan H3 (baru ditemukan dan belum diyakini
mempunyai fungsi klinis)

Reseptor Histamin

Reseptor H1
Agonis : 2- methylhistamine, 2-pyridylethylamine,
2- thyazollylethylamine.
Antagonis : Diphenhydramine, Chlorpheniramine,
Pyrilamine, Chlorcyclizine, promethazine, loratidine
Reseptor H2
Agonis : 4(5) methylhistamine, dimaprit,
impromidine.
Antagonis : cimetidine, ranitidine

Distribusi dan Biosintesis


Histamin

Terdapat pada hewan, tanaman maupun bakteri.


Hampir semua jaringan mamalia mengandung
histamin, paling banyak terdapat pada mast cell.
Jaringan yang banyak mengandung mast cell
seperti kulit, mukosa pada cabang bronkia, dan
mukosa usus mengandung banyak histamin.
Setiap mamalia yang mengandung histamin mampu
mensintesisnya dari histidine o/ L-histidine
decarboxylase.
Ada 2 macam jalur metabolisme histamin dalam
tubuh manusia.

Jalur metabolisme histamin pd


manusia
Histamine

N-methyltransferase

N-methylhistamine
Monoamine
oxidase

N-methylimidazole acetic acid

Diamine oxidase

Imidazoleacetic acid
Ribose

Imidazole acetic acid


riboside

Jalur metabolisme histamin

Jalur yang kiri adalah lebih banyak terjadi, yaitu metilasi


cincin membentuk N-methylhistamine. Kemudian diubah
menjadi N-methylimidazolacetic acid yang dikatalisa oleh
enzim MAO. Proses ini dihambat oleh MAO inhibitor.
Untuk jalur kanan, metabolitnya nantinya akan
dikeluarkan beserta urin.
Terdapatnya N-methylhistamine di dalam urin
menunjukkan kemungkinan terjadinya infeksi pada
saluran genitourinary oleh bakteri yang dapat
mendekarboxilasi histidine. Jadi bukan karena adanya
histamine
Pada pasien dengan mastocytosis terjadi kelainan
metabolisme histamine, sehingga pada urine juga
dijumapai adanya metabolit histamin

Fungsi Histamin

Fungsi fisiologis sebagai mediator yang tersimpan dalam mast


cell dan dilepaskan karena adanya interaksi antara antigen dan
IgE di permukaan mast cell (respon immediate hypersensitivity
dan allergy)
Aksi histamin pada otot polos bronkial dan pembuluh darah
merupakan bagian dari simtom alergi.
Berperan penting dalam regulasi sekresi asam lambung dan
merupakan modulator pelepasan neurotransmitter.
Histamin dapat dilepaskan karena obat, protein, bisa dan
senyawa lain. Dpt menyebabkan reaksi anaphylactoid, red
man syndrom dan hipotensi.
Histamin dapat juga dilepaskan karena faktor2 lain seperti
dingin, kolinergik, sinar matahari ataupun kerusakan sel yang
tidak spesifik.

Efek farmakologi : Reseptor H1


dan
H2
Histamin dapat berefek lokal maupun meluas pada otot

polos dan kelenjar.


Keracunan histamin pada makanan dapat terjadi dan
simtomnya dapat ditekan dengan reseptor H1 antagonis.
Sistim Cardiovascular: vasodilasi (reseptor H1 dan H2),
meningktnya permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan
edema (reseptor H1), triple respons (bercak merah, melebar
dan membengkak), meningkatkan kontraksi jantung,
Histamin shock.
Ekstravascular otot polos : kontraksi ( H1), relaxasi (H2)
Kelenjar endokrin : sekresi asam lambung (reseptor H2)
Ujung staraf : sakit, gatal dan efek tidak langsung (reseptor
H1)

Reseptor H1 dan H2

Termasuk reseptor tergandeng protein G


Reseptor H1 terikat pada fosfolipase C,
aktivasinya meninigkatkan pembentukan
inosito;-1,4,5-trifosfat (IP3) dan diacylglycerol
dari fosfolipid pada membran sel.
Reseptor H2 berhubungan dg stimulasi adenylyl
cyclase dan aktivasi cyclic AMP-dependent
protein kinase pd sel target
Pd CNS manusia aktivasi reseptor Adenosin A1
menghambat aksi reseptor H1.

II. ANTAGONIS HISTAMIN


1.

a.

PENDAHULUAN
Antagonis histamin dibagi 3 yaitu H1, H2 dan
H3
Antagonis H1 disebut antihistamin
Antagonis H1 atau antihistamin
Dibagi 3 yaitu:
- Generasi I: etanolamin, alkilamin, piperazin,
etilendiamin dan fenotiazin
@ menembus sawar darah-otak
@ Bersifat sedatif dan antimuskarinik (+)

Antagonis H1
- Generasi II: piperidin, alkilamin, piperazin
@ tidak menembus sawar darah otak
@ non-sedatif dan antimuskarinik (-)
- Generasi III: Desloratadin, feksofenadin,
levocetirizin
@ turunan generasi II ESO

MEKANISME KERJA:
Mengantagonis H1 secara kompetitif dan reversibel,
tetapi tidak memblok pelepasan histamin

Antagonis H1

INDIKASI:
1.
Reaksi alergi

Generasi 1: alergi akut utk rinitis, urtikaria


dan konjungtivitis

Anafilaktik syok: tetap epinefrin (adrenalin)

Rinitis alergika:
- Akut : Alkilamin (Klorfeniramin)
- Kronis : Piperidin (terfenadin/fekso)

Indikasi

Asma: Antihistamin kurang bermanfaat terutama


pada anak-anak
Konjungtivitis alergika:
- Levokabastin dan antazolin
Dermatitis alergika:
- mengurangi rasa gatal, edema, eritema
terfenadin > klorfeniramin thd urtikaria kronik
idiofatik
- urtikaria fisik (misal: dingin): cetirizin

Antagonis H1
PEMILIHAN H1 berdasarkan:
Efektivitas
Efek sedasi minimal
Aktivitas penderita

Efek sedasi kadang-kadang tidak terjadi pada


anak-anak, justru eksitasi yg terjadi
Pada dosis tinggi dapat terjadi agitasi, kejang,
koma dan bahkan kematian

Indikasi
2. Antiemetik:
Fenotiazin (prometazin) dng cara menghambat
reseptor D2 di saluran cerna
Etanolamin (doksilamin): hiperemesis
gravidarum
3. Motion sickness:
Skopolamin merupakan drug of choice
Prometazin: motion sickness dng mual-muntah
Dimenhidrinat & meklizin: gangguan vestibuler
4. Anestesi lokal: prometazin dan difenhidramin
dlm dosis besar

Antagonis H1
KONTRAINDIKASI
1.
Wanita hamil dan menyusui kecuali
prometazin, doksilamin dan terfenadin
2.
Asma terutama anak-anak
3.
Pengemudi atau orang yang menjalankan
mesin terutama generasi 1
4.
Glaukoma dan hipertrofi prostat
5.
Gangguan kardiovaskuler dan hepatik
terutama terfenadin dan aztemizol

Antagonis H1
EFEK SAMPING

1. Generasi 1 yang sering terjadi yaitu sedasi

Gejala SSP lain: pusing, lesu, insomnia, tremor

Saluran cerna: hilangnya nafsu makan, mual-muntah, nyeri


epigastrium dan diare

Efek muskarinik: kering mulut dan jalan nafas, retensi urin


dan disuria, gangguan penglihatan
2. Generasi 2 dapat menyebabkan TORSADES DE POINTES,
perpanjangan QT interval (terfenadin & aztemizol) mungkin
dikarenakan dosis besar atau adanya gangguan hepatik
3. Generasi III: minimal, yg menonjol drowsiness

b. ANTAGONIS H2

Mengontrol asam lambung secara fisiologis


Simetidin (ETINIDIN)mempunyai cincin
imidazol
Ranitidin mempunyai senyawa furan
Famotidin, nizatidin, dan roksatidin
mempunyai senyawa tiazol
Lebih hidrofilik dari H1 dan mencapai SSP

Antagonis H2
MEKANISME KERJA:

Menghambat interaksi histamin dng reseptor H2


Mengurangi sekresi asam lambung, histamin,
gastrin, kolinomimetik (AINS), rangsangan
vagal, makanan terutama asam, insulin dan kopi
Mengurangi sekresi asam nokturnal dan basal
Mengurangi volume cairan lambung dan ion H+
Simetidin, ranitidin, dan famotidin: efek pd otot
polos lambung dan spinkter esofagus menurun
Nizatidin: menekan kontraksi otot lambung
dng cara menghambat asetilkolinesterase

Antagonis H2
INDIKASI
1. Ulkus lambung dan duodenal

Kemampuan menurunkan asam lambung yg


terbaik yaitu Famotidin dan nizatidin diikuti
oleh ranitidin dan simetidin dosis harian atau
dosis harian dibagi 2

Ulkus duodenal responnya 4-8 minggu

Ulkus lambung: responnya 8 minggu 5075% penderita membaik

Indikasi
2. Syndrome Zollinger Ellison: dibutuhkan dosis
besar untuk menekan sekresi asam yang
disebabkan oleh gastrin
3. Penyakit Refluks Esofagal: dibutuhkan 2 X
dosis harian
4. Stress Ulcers: syndrome short bowel,
hipersekresi oleh karena mastositosis,
leukimia basofilik dan pre-anestetik

Antagonis H2
EFEK SAMPING
ESO Simetidin: pusing/sakit kepala, lesu, nyeri
otot, gangguan seksual, ginekomastia, diare
sedangkan somnolens dan bingung banyak
terjadi pada lansia. Gangguan seksual,
penurunan libido dan ginekomastia terjadi krn
obat ini meningkatkan prolaktin dan mengikat
reseptor androgen. Obat ini juga menghambat
sitokrom P-450 dan menimbulkan gangguan
darah

ESO
ESO Ranitidin: kejadian bingung,
ginekomastia, gangguan seksual dan darah
lebih rendah dari simetidin

ESO Famotidin dan nizatidin: sakit kepala,


konstipasi dan diare

ESO Roksatidin:sakit kepala, mual-muntah,


gangguan tidur
KONTRAINDIKASI
1.
Hati-hati penggunaan simetidin pada lansia dan
gangguan hati
2.
Hati-hati penggunaan ranitidin, famotidin,
nizatidin & roksatidin pada wanita hamil
3.
Roksatidin: anak < 14 tahun

KORTIKOSTEROID

Kortikosteroid

Glukokortikoid, mineralokortikoid dan hormon-hormon


kelamin merupakan hormon steroid yang dihasilkan
oleh bagian kulit (cortex) kelenjar anak ginjal/kelenjar
adrenal.

Glukortikoid (kortisol) berfungsi terhadap metabolisme


karbohidrat, pertukaran protein, pembagian lemak dan
reaksi peradangan.
Sekresi kortisol memperlihatkan ritme circadian (ritme
siang malam) naik di waktu pagi dan sepanjang hari
menurun lagi.
Produksi kortisol total sehari kurang lebih 20-30 mg
pada kondisi stres produksi meningkat sampai 100-200
mg

Mineralokortikoid : aldosteron (prekusornya


adalah kortikosteron dan desoksikorton), hormon
ini terutama mempengaruhi metabolisme garam
dan air, produksi hormon ini juga dipengaruhi oleh
penggunaan garam.

Aldosteron dan prekusornya juga mempunyai


efek seperti glukokortikoid (sekitar 30%
dibanding kortisol),
Demikian juga kortisol memiliki efek
mineralokotikoid tetapi relatif kecil.

Sintesis steroid dari kolesterol


di anak ginjal
kolesterol
pregnenolon

progesteron

prasteron

17OH-progesteron

kortikosteron

kortisol

aldosteron

Testoteron +
androgen
lainya

Estradiol +
estrogen lainya

Derivat kortisol sintesis.

Untuk meningkatkan efek glukokortikoid dan


menurunkan efek mineralokortikoid banyak
disintesis senyawa-senyawa derivat kortisol, zat ini
dibagi dalam 2 kelompok :
a.

Deltakortikoid : predniso(lo)n, metilprednison,


budesonida, desonida dan prednikarbat. Zat ini
berbeda dengan kortisol dengan adanya ikatan
rangkap dua pada C1-2 (delta 1-2) dengan efek
glukokortikoid 5x lebih kuat dari kortisol dan efek
mineralokortikoid lebih ringan dengan lama kerjanya
2x lebih panjang

b.

Fluorkortikoida : betametason, deksametason,


triamsinolon, dsb. Merupakan turunan fluor dari
prednisolon dengan 1 atau 2 atom fluor pada C6
atau(dan) C9. daya anti radangnya 10-30x lebih kuat
daripada kortisol, sedangkan daya
mineralokortikoidnya praktis hilang. Plasma t1/2-nya
lebih panjang (3-5 jam) karena perombakan dalam
hati dipersulit oleh adanya atom fluor sehingga
efeknya bertahan 3-5x lebih lama.
Penggunaan sistemisnya tidak menguntungkan
dibanding prednisolon karena efek sampingnya juga
relatif lebih besar. Maka zat ini digunakan untuk
sistemik jika dalam penggunaan diperlukan
pednisolon yg terlampau tinggi.
Penggunaan topikal (salep/krim), sangat banyak &
sering disalahgunakan karena efeknya lebih bagus
dibanding kortisol.

Penggunan glukokortikoid

Terapi subtitusi, digunakan pada insufisiensi


adrenal, seperti pada penyakit addison (rasa letih,
kurang tenaga dan otot lemah akibat kekurangan
kortisol). Dalam hal ini diberikan hidrokortison
karena efek mineralokortikoidnya paling kuat.
Terapi non-spesifik, yaitu berdasar efek antiradang, anti-alergi dan imunosupresif. Juga untuk
menghilangkan perasaan tidak enak (malaise).
Umumnya diberikan prednisolon, triamsinolon, &
deksametason.

Indikasi terpenting dari glukokortikoid :


Asma hebat yg akut/kronis, sediaan yang standar adalah
inhalasi (spray, aerosol) umumnya bersama obat-obat
beta-2mimetika (adrenergika)
Radang usus akut.
Penyakit auto-imun, sistem imun terganggu dan
menyerang jaringan tubuh sendiri. Kortikoid menekan
reaksi imun dan meredakan gejala penyakit.
Sesudah transplantasi organ, bersama siklosporin untuk
mencegah penolakan oleh sistem imun tubuh
Kanker, bersama onkolitika (sitostatika) dan setelah
radiasi sinar-x untuk mencegah pembengkakan dan
udem (khususnya deksametason). Juga sebagai
antimual akibat penggunaan sitostatika.

Penggunaan lokal
glukokortikoid
Pada
mata : radang selaput mata, selaput-bening, radang

pinggir kelopak mata. contohnya adalah hidrocortison,


prednisolon, deksametason, betametason, fluormetolon. Obatobat ini mempunyai aktivitas relatif lemah dan sedikit diserap ke
dalam darah. Tidak boleh diberikan pada gangguan mata lain
(gatal2 dan mata merah) karena efek sampingnya adalah
katarak dan glaucoma.
Di telinga pada radang gendang telinga, biasanya dikombinasi
dengan antibiotik
Di hidung (intranasal), digunakan sebagai spray untuk rhinitis,
polip untuk menghambat pertumbuhannya.
Rektal, digunakan sebagai supositoria pada hemoroid yang
meradang, biasanya dikombinasi dengan anestetik lokal
(lidokain)

Pada Kulit : Merupakan obat yang sangat baik untuk


pengobatan gangguan kulit (eksem, dermatitis, psoriasis,
prurigo, dan gatal-gatal lain), berkat sifat antiradang dan antimitosisnya.
Intra-artikuler, pada radang sendi, biasanya disuntikan
hidrokortison atau triamsinolon diantara sendi-sendi.

Efek samping
1. Efek samping glukokortikoid yang penting adalah:
a. Sindrom Cushing, gejala utamanya adalah retensi
cairan di jaringan-jaringan yang menyebabkan
naiknya berat badan dengan pesat, muka menjadi
bundar (moon face) adakalanya kaki tangan gemuk
bagian atas, selain itu terjadi penumpukan lemak di
bahu dan tengkuk, kulit menjadi tipis dan mudah
terluka, timbul garis kebiru-biruan (akibat pendarahan
di bawah kulit.)

b. Kelemahan otot (myopathie steroid), khusus


dari anggota badan dan bahu. Lebih sering
terjadi pada hidrokortison dari pada derivat
sintesisnya.
c. Osteoporosis (rapuh tulang) karena
menyusutnya tulang dan resiko besar akan
fraktur bila terjatuh. Efek ini terutama pada
penggunaan lama prednison diatas 7,5 mg sehari
(ekivalen dengan dosis glukokortikoid lain),
seperti pada rema dan asma hebat. Pencegahan
dilakukan dengan vit D3 + kalsium, masing2 500
UI dan 1000 mg sehari.

d. Merintangi pertumbuhan pada anak-anak, akibat


dipercepatnya penutupan epifysis tulang pipa
e. Diabetogen. Penurunan toleransi glukosa dapat
menimbulkan hiperglikemia dengan efek menjadi
diabetes atau memperhebat diabetes, penyebabnya
adalah stimulasi pembentukan glukosa dalam hati.
f. Imunosupresi, yaitu menekan reaksi tangkis tubuh,
seperti yang terjadi pada trasplantasi organ. Jumlah
dan aktivitas limfosit-T/B dan makrofak dikurangi,
efeknya adalah daya tangkis tubuh turun sehingga
lebih peka terhadap infeksi kuman patogen.
g. Antimitosis yaitu menghambat pembelahan sel,
terutama kortikoida-fluor yang kuat yang hanya untuk
penggunaan dermal.

2. Efek samping mineralokortikoid berupa :


Hipokalemia akibat kehilangan kalium melalui kemih,
bisa terjadi kejang, kelemahan otot, aritmia jantung
Udema dan berat badan meningkat karena retensi
garam dan air, juga resiko hipertensi dan gagal
jantung.
3. Efek samping umum adalah :
Efek sentral (atas SSP) berupa gelisah, rasa takut,
sukar tidur, depresi.
Efek adrogen, seperti acne, dan gangguan haid
Katarak dan kenaikan tekanan okuler, juga bila
digunakan sebagai tetes mata, resiko glaukoma
meningkat.
Bertambahnya sel-sel darah
Bertambahnya nafsu makan dan berat badan
Reaksi hipersensitivitas.

Kontra indikasi :
Sedian kortikoid lokal tidak boleh digunakan
pada gangguan kulit untuk infeksi kuman,
virus, jamur atau parasit, juga tidak pada
acne.

Anda mungkin juga menyukai