Anda di halaman 1dari 22

Ashfar Kurnia, (2011) Universitas Indonesia

BAB 2
DASAR TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN
Ashfar Kurnia
*
Departemen Farmasi, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia.
Setelah diketahui bahwa molekul DNA merupakan materi genetik yang menentukan sif
at suatu organisme, dan sel bakteri dapat menerima DNA asing secara spontan, beb
erapa peneliti segera melakukan penelitian untuk melakukan manipulasi terhadap s
ifat-sifat genetik dari beberapa jenis sel. Berbagai penelitian telah dilakukan
untuk memasukkan DNA asing kedalam sel bakteri, sel jamur, sel tanaman dan sel h
ewan. Namun demikian, pada tahap pertama manipulasi tersebut banyak yang mengala
mi kegagalan. Hal ini disebabkan karena hanya sedikit spesies bakteri yang dapat
menerima DNA secara spontan. Sebagian besar spesies bakteri, sel hewan dan sel
tanaman tidak dapat menerima DNA asing secara spontan. Selain itu DNA asing yang
telah berhasil masuk ke dalam sel hanya mampu bertahan apabila dapat bereplikas
i secara otonom, atau dapat terintegrasi kedalam kromosom hospesnya. Umumnya DNA
asing yang masuk kedalam DNA kromosom akan segera didegradasi oleh enzim nuklea
se yang terdapat pada sel hospes. (Radji, M., 2011) Modifikasi genetik suatu org
anisme baru bisa dilakukan sejalan dengan penemuan dan pengembangan berbagai tek
nik dalam biologi molekuler. Antara lain teknik isolasi dan pemurnian DNA, penem
uan enzim restriksi endonuklease, enzim DNA polimerase dan DNA ligase, penemuan
DNA plasmid dan teknik transfer DNA, teknik deteksi DNA, teknik pemetaan gen, da
n teknik kultivasi. (Radji, M., 2011) 2.1 ISOLASI DAN PURIFIKASI DNA GENOM DAN P
LASMID 2.1.1 Isolasi dan Purifikasi DNA Genom Molekul DNA yang sering digunakan
dalam teknologi DNA rekombinan adalah DNA plasmid dan DNA genom yang berasal dar
i sel bakteri. Pada dasarnya isolasi DNA genom total dari sel bakteri terdiri da
ri beberapa tahap yaitu: 1. Kultivasi sel dalam media yang sesuai 2. Pemecahan d
inding sel
9

Ashfar Kurnia, (2011) Universitas Indonesia


3. Ekstraksi DNA genom 4. Purifikasi DNA Pemecahan dinding sel bakteri dilakukan
secara fisik misalnya dengan cara sonikasi, maupun dengan cara kimia yaitu deng
an menggunakan enzim lisozim, etilen diamin tetra asetat (EDTA), atau kombinasi
dari keduanya. Pada kondisi tertentu pemecahan dinding sel cukup dilakukan denga
n lisozim dan EDTA, akan tetapi sering ditambahkan bahan lain yang dapat melisis
kan dinding sel antara lain deterjen triton X-100 atau sodium dedosil sulfat (SD
S). Setelah sel mengalami lisis, tahap selanjutnya adalah memisahkan debris sel
dengan cara sentrifugasi. Komponen sel yang tidak larut diendapkan dengan sentri
fugasi sehingga meninggalkan ekstrak sel dalam supernatan yang jernih. (Radji, M
., 2011; Thermo Scientific, 2009) Tahap akhir dari isolasi DNA adalah proses pem
urnian DNA. Disamping DNA, ekstrak sel mengandung protein dan RNA dalam jumlah y
ang cukup besar. Umumnya cara pemurnian DNA dilakukan dengan penambahan larutan
fenol atau campuran fenol dan kloroform dengan perbandingan 1:1, untuk mengendap
kan protein dengan cara di sentrifugasikan dan dihancurkan secara enzimatis deng
an proteinase. DNA yang telah dibersihkan dari protein masih tercampur dengan RN
A sehingga perlu ditambahkan RNAse untuk membersihkan DNA dari RNA. Molekul DNA
yang telah diisolasi tersebut kemudian dimurnikan dengan cara presipitasi etanol.
Dengan adanya larutan garam (kation monovalen seperti Na+), pada suhu -20oC etan
ol absolut dapat mengendapkan DNA dengan baik sehingga mudah dipisahkan dengan c
ara sentrifugasi. (Radji, M., 2011; Thermo Scientific, 2009) Pada isolasi dan pu
rifikasi DNA sel total yang berasal dari sel eukariot, misalnya sel tanaman atau
sel hewan, walaupun pada dasarnya tahapan isolasi dan purifikasinya sama, namun
memerlukan suatu modifikasi cara isolasi sehubungan dengan sifat-sifat khusus d
ari sel yang digunakan. Modifikasi yang sering dilakukan adalah pada proses peme
cahan sel eukariot. Senyawa kimia yang digunakan untuk memecah sel bakteri tidak
selalu dapat digunakan untuk memecah sel tanaman maupun sel hewan. Untuk memeca
h sel tanaman dibutuhkan ezim-enzim degeneratif yang spesifik dan sering dikombi
nasi dengan cara pemecahan dinding sel secara fisik antara lain menggunakan buti
ran-butiran gelas. Sedangkan untuk mengisolasi DNA total dari sel hewan yang tid
ak memiliki dinding sel
10

Ashfar Kurnia, (2011) Universitas Indonesia


umumnya hanya digunakan deterjen untuk memecah membran sel dan membran nukleusny
a. (Radji, M., 2011) 2.1.2 Isolasi dan Purifikasi DNA Plasmid Isolasi dan purifi
kasi DNA plasmid dari sel bakteri pada dasarnya sama dengan cara isolasi DNA gen
om. Sel bakteri yang mengandung DNA plasmid dibiakkan dan dipanen. Sel bakteri d
ilisiskan dengan penambahan deterjen dan enzim lisozim, kemudian disentrifugasi
untuk memisahkan debris sel dengan ekstrak sel. Proses selanjutnya adalah memisa
hkan protein dan RNA dari DNA plasmid. Namun demikian terdapat perbedaan penting
dalam isolasi DNA plasmid dengan isolasi DNA genom. Isolasi DNA plasmid memperh
atikan keberadaan DNA genom yang berasal dari sel bakteri. Pemisahan antara DNA
plasmid dengan DNA genom sangat penting untuk dilakukan apabila DNA plasmid akan
digunakan sebagai vektor kloning. Adanya sedikit kontaminasi DNA genom bakteri
dalam jumlah kecil pun dapat mempengaruhi keberhasilan kloning DNA. (Radji, M.,
2011; Thermo Scientific, 2009) Beberapa cara untuk menghilangkan DNA genom pada
pemurnian DNA plasmid telah banyak dikembangkan. Cara pemisahan DNA plasmid deng
an DNA genom pada prinsipnya berdasarkan ukuran dan konformasinya. Ukuran DNA pl
asmid sangat kecil bila dibandingkan dengan ukuran DNA genom. Ukuran DNA plasmid
yang terbesar, kurang dari 8% ukuran DNA genom bakteri, dan sebagaian besar DNA
plasmid berukuran lebih kecil daripada ukuran tersebut. Dengan demikian teknik
yang dapat memisahkan molekul DNA yang kecil dengan DNA yang berukuran besar aka
n sangat efektif untuk memisahkan DNA plasmid. (Radji, M., 2011) Saah satu cara
yang lazim digunakan untuk memisahkan DNA plasmid dengan DNA genom adalah dengan
menggunakan cara sentrifugasi gradient densitas. Teknik sentrifugasi gradient d
ensitas etidium bromida sesium klorida, yang berkecepatan tinggi, merupakan cara
yang sangat efektif untuk memperoleh DNA plasmid murni. Dengan teknik tersebut
DNA plasmid akan membentuk pita pada titik tertentu yang terpisah dengan pita ge
nom, dimana protein akan mengapung pada permukaan gradient, dan RNA akan berada
pada dasar tabung. Posisi pita-pita DNA dalam tabung bisa terlihat melalui penda
ran etidium bromida yang disinari dengan ultra violet. DNA plasmid dapat diambil
dengan menusukkan jarum suntik pada dinding tabung dimana pita DNA plasmid terl
ihat dan menyedotnya. Sedangkan etidium bromida yang terikat pada DNA plasmid da
pat diekstraksi dengan n-butanol, dan CsCl
11

Ashfar Kurnia, (2011) Universitas Indonesia


dihilangkan dengan cara dialisis. Teknik pemisahan ini dapat memperoleh DNA plas
mid murni yang dapat digunakan sebagai vektor kloning. (Radji, M., 2011) 2.2 ENZ
IM ENDONUKLEASE RESTRIKSI Pada tahun 1960-an, enzim andonuklease restriksi ditem
ukan oleh Werner Arber dan Hamilton Smith, yang diisolasi dari mokroorganisme. S
ecara alamiah bakteri menghasilkan enzim endonuklease untuk mempertahankan dirin
ya dari keberadaan DNA asing yang masuk kedalam sel bakteri. Jika ada DNA asing
masuk kedalam sel bakteri melalui proses transfer genetik yang terjadi secara al
amiah, misalnya virus bakteriofag, maka akan mempertahankan dirinya dari keberad
aan DNA asing tersebut, sel bakteri melepaskan enzim endonuklease yang dapat mem
otong DNA asing pada situs yang sangat spesifik dan restriktif. Oleh sebab itu e
nzim tersebut dikenal dengan nama enzim endonuklease restriksi. (Radji, M., 2011;
) Enzim endonuklease restriksi yang sangat selektif dalam memotong untai DNA san
gat bermanfaat bila diaplikasikan pada teknologi DNA rekombinan. Setiap enzim me
ngalami rangkaian 4-8 pasang basa tertentu yang terdapat dalam untai DNA. Bagian
atas situs pada molekul DNA yang dikenali oleh enzim endonuklease restriksi dik
enal sebagai situs pemotongan enzim. Rangkaian-rangkaian situs pemotongan DNA ol
eh enzim ini apabila terdapat dalam genom bakteri itu sendiri, biasanya dilindun
gi dengan adanya gugus metil pada residu basa adenine (A) dan sitosin (C), sehin
gga tidak dapat dipotong oleh enzim endonuklease yang dihasilkan oleh bakteri se
ndiri. Setiap enzim endonuklease restriksi memiliki situs pengenalan pemotongan
yang berbeda dan sangat spesifik. (Radji, M., 2011) Enzim endonuklease restriksi
yang berbeda, memiliki situs pemotongan yang berbeda, namun ada beberapa jenis
enzim endonuklease restriksi yang diisolasi dari sumber yang berbeda memiliki si
tus pemotongan yang sama. Enzim-enzim endonuklease restriksi yang memiliki situs
pemotongan yang sama disebut isochizomer. (Radji, M., 2011) Sekuens basa DNA pa
da situs pemotongan memiliki urutan basa yang sama pada untai DNA heliks ganda,
yang dikenal dengan sekuens palindromik. Misalnya enzim EcoRI, yang diisolasi pe
rtama kali oleh Herbert Boyer pada tahun 1969 dari Escherichia coli yang memoton
g DNA pada bagian antara basa G dan A pada sekuens GAATTC. Hasil pemotongan enzi
m endonuklease restriksi ada dua macam yaitu menghasilkan ujung tumpul (blunt) d
an ujung lengket (sticky) atau kohesif. (Radji, M., 2011) Enzim yang memotong mo
lekul DNA heliks ganda tidak berhadapan langsung, tetapi selisih 2-4 basa mengha
silkan potongan dengan ujung lengket, sedangkan enzim yang memotong pada tempat
yang berhadapan menghasilkan ujung tumpul. (Radji, M., 2011)
12

Ashfar Kurnia, (2011) Universitas Indonesia


Gambar 2.1. Situs pemutusan DNA oleh enzin restriksi endonuklease Pada gambar di
bawah dapat dilihat misalnya enzim restriksi EcoRI,memotong molekul DNA pada uru
tan heksa-nukleotida 5GAATTC3 pada posisi antara basa G dan A. demikian pula pada ur
utan polindromiknya 3CTTAAG5 enzim EcoRI, juga memotong pada posisi antara basa A da
n G. dengan demikian molekul DNA heliks ganda yang terpotong oleh enzim EcoRI, m
enghasilkan fragmen restriksi dengan kedia ujung yang lengket.
EcoRI
Gambar 2.2. Situs pemutusan DNA oleh enzim restriksi endonuklease EcoRI Beberapa
jenis enzim antara lain misalnya AluI menghasilkan fragmen restriksi yang tumpu
l kerena memotong DNA heliks ganda tepat ditengah antara basa C dan G. dewasa in
i
13

Ashfar Kurnia, (2011) Universitas Indonesia


banyak enzim endonuklease restriksi yang telah dimurnikan dan diproduksi secara
komersial yang dapat mengenali sekuens nukleotida yang berlainan. 2.2.1 Perkiraa
n Pemotongan Panjang dari sekuens pengenalan memengaruhi seringnya enzim restrik
si memotong DNA dalam ukuran tertentu. Misalnya pada enzim yang memiliki panjang
4 basa, enzim ini diperkirakan akan memotong setiap 256 nukleotida. Perhitungan
tersebut diperoleh dengan mengasumsikan setiap basa mempunyai kemungkinan yang
sama untuk muncul, yaitu sebesar 1/4 (kemungkinan muncul 1 dari 4 basa). Jadi ji
ka sekuen pengenalan mempunyai panjang 6 basa, maka perhitungannya menjadi: (1/4
)6 = 1/4096. Perhitungan ini hanya sebagai perkiraan, pada kenyataannya belum te
ntu demikian. Beberapa sekuen bisa jadi lebih sering atau lebih jarang ditemui d
alam suatu organisme. Seperti pada mamalia, sekuen CG sangat jarang ditemui sehi
ngga enzim HpaII yang mempunyai sekuen pengenalan CCGG akan lebih jarang memoton
g pada DNA mamalia. (Metzenberg, S., 2002) Enzim restriksi yang mempunyai sekuen
pengenalan yang pendek akan menghasilkan banyak potongan DNA; sedangkan jika me
mpunyai sekuen pengenalan yang panjang, akan dihasilkan potongan DNA yang lebih
sedikit. Baik enzim yang mempunyai sekuen pemotongan pendek maupun panjang, memp
unyai fungsi masing-masing dalam rekayasa genetika. (Metzenberg, S., 2002) Beber
apa enzim yang sering digunakan dalam laboratorium dibagi menjadi tiga berdasark
an perkiraan pemotongan: 1. 6-cutters Ezim restriksi yang tergolong dalam 6-cutt
ers memiliki situs pemotongan yang spesifik pada 6 nukleotida. Ezim ini cocok di
gunakan untuk pekerjaan kloning seharihari karena enzim ini sering memotong satu
atau dua situs pada plasmid, namun jarang memotong bagian penting seperti titik
asal replikasi (origin of replication) atau gen resisten ampisilin. Contoh enzi
m 6-cutters adalah HindIII (AAGCTT) yang memotong genom bakteriofage (48 kbp) pad
a 7 situs. (Metzenberg, S., 2002) 2. 8-cutters Enzim restriksi ini mempunyai sit
us pengena an sepanjang 8 nuk eotida; cocok digunakan untuk membentuk kromosom m
enjadi potongan-potongan yang spesifik da am ukuran yang besar. Sebagai contoh:
PacI (enzim 8-cutters) memotong-motong kromosom E. co i menjadi 20 bagian, sedan
gkan BamHI (enzim 6-cutters) memotong
14

Ashfar Kurnia, (2011) Universitas Indonesia


sekitar 300 bagian. Jika angsung menggunakan enzim 6-cutters, maka fragmen yang
dihasi kan ter a u keci dan banyak. Untuk itu digunakan enzim 8-cutters ter eb
ih dahu u, kemudian di anjutkan dengan menggunakan enzim 6-cutters. (Metzenberg,
S., 2002) 3. 4-cutters Enzim restriksi ini cocok untuk percobaan yang mengingin
kan pemotongan pada beberapa situs yang potensia . Contohnya: jika ingin mengump
u kan fragmen DNA secara acak, dan pada potongan tersebut terdapat gen yang diin
ginkan; dapat di akukan digestsi parsia (partia digestion) menggunakan enzim 4
-cutters. (Metzenberg, S., 2002) 2.2.2 Penamaan Enzim Restriksi Pada dasarnya, p
enamaan enzim restriksi diambi dari nama bakteri yang menghasi kan enzim terseb
ut (Sasnaukas, G., et a ., 2007). Seperti contohnya enzim EcoRI yang memi iki po
a:
Kependekan Kepanjangan E co R I Escherichia co i RY13 Urutan penemuan Deskripsi
genus species strain Urutan enzim yang ditemukan pada bakteri
2.2.3 Jenis-jenis Enzim Restriksi Enzim restriksi secara tradisiona dibagi menj
adi 3 tipe berdasarkan komposisi subunit, posisi pemotongan, spesifisitas sekuen
s dan kofaktor yang diper ukan: 1. Enzim restriksi tipe I Enzim restriksi ini ko
mp eks dengan mu tisubunit, memotong DNA secara acak dan jauh dari sekuens penge
na annya. Pada awa nya enzim ini dikira angka; tapi sete ah ana isis sekuens ge
nom, enzim ini ternyata umum. Enzim restriksi tipe I ini memi iki pengaruh besar
da am biokimia, namun mempunyai ni ai ekonomis yang rendah karena tidak dapat m
enghasi kan potongan fragmen DNA yang diinginkan sehingga tidak diproduksi. (Sas
naukas, G., et a ., 2007) 2. Enzim restriksi tipe II Enzim ini memotong DNA deka
t atau pada situs pengena an. Enzim ini menghasi kan fragmen-fragmen sesuai deng
an yang diinginkan sehingga biasa digunakan untuk
15

Ashfar Kurnia, (2011) Universitas Indonesia


ana isis DNA dan k oning gen. Enzim tipe II yang umum digunakan ada ah HhaI, Hin
dIII, EcoRI, dan NotI; dan enzim-enzim tersebut tersedia secara komersi . Enzim
ini tergo ong keci dengan subunit yang memi iki 200-350 asam amino dan memer uk
an Mg2+ sebagi kofaktor. Se anjutnya enzim jenis tipe II yang umum, biasanya dig
o ongkan sebagai tipe IIs, ada ah FokI dan A wI. Enzim ini memotong di uar situs
pengena an, berukuran sedang, 400-650 asam amino, dan memi iki 2 domain khusus.
Domain pertama untuk berikatan dengan DNA, sedangkan domain yang satunya untuk
memotong DNA. (Rinehart, C.A., 2005; Sasnaukas, G., et a ., 2007) 3. Enzim restr
iksi tipe III Enzim restriksi tipe II ini merupakan enzim restriksi yang tidak d
igunakan da am aboratorium. Ha ini dikarenakan enzim ini memotong di uar situ
s pengena an dan membutuhkan dua sekuen dengan orientasi ber awanan pada DNA yan
g sama untuk menye esaikan pemotongan sehingga enzim ini jarang menghasi kan pot
ongan sempurna. (Rinehart, C.A., 2005; Sasnaukas, G., et a ., 2007) 2.2.4 Keadaa
n Restriksi Enzim restriksi pada umumnya bekerja pada pH 7,4; suhu 37C; dan memer
ukan bermacammacam kekuatan ionik, tergantung dari jenis enzimnya. Akan tetapi,
beberapa enzim memer ukan optimasi khusus agar proses restriksi berja an dengan
baik. Da am arutan stok, enzim restriksi biasanya dikemas bersama dengan 10X
arutan penyangga reaksi yang te ah dioptimasi. (Rinehart, C.A., 2005) Buffer rea
ksi dapat digo ongkan menjadi empat jenis berdasarkan kekuatan ionik-nya: 1. 0 m
M NaC = ow sa t buffer (L) 2. 50 mM NaC = medium sa t buffer (M) 3. 100 mM Na
C = hi sa t buffer (H) 4. 150 mM NaC = very high sa t buffer (VH) Ketika me ak
ukan digesti dengan 2 atau ebih enzim restriksi yang berbeda buffer reaksinya,
per u di ihat rujukan tabe aktivitas enzim tersebut pada buffer reaksi tertentu
. Misa nya: reaksi digesti di akukan dengan menggunakan EcoRI (garam tinggi) dan
HpaII (garam rendah, KC ). Sete ah di ihat pada tabe , kedua enzim aktif pada k
eadaan garam sedang. O eh karena itu, digunakan buffer reaksi dengan konsentrasi
KC sedang. Buffer
16

Ashfar Kurnia, (2011) Universitas Indonesia


reaksi yang digunakan ada ah KC karena HpaII memer ukan KC , bukan NaC ; sedang
kan EcoRI dapat menggunakan kedua garam tersebut. Kondisi optima ketika me akuk
an proses digesti sangat penting. Karena jika kondisi optima tidak tercapai, en
zim akan memotong secara tidak norma . Contohnya: EcoRI pada buffer reaksi denga
n konsentrasi garam rendah tidak hanya memotong pada situs pengena an norma GAAA
TTC, namun akan juga memotong situs pengena an AATT. Aktifitas seperti ini dinama
kan star activity. (Rinehart, C.A., 2005) Sete ah proses inkubasi se esai, reaks
i digesti enzim dapat dihentikan dengan menambahkan EDTA. Penambahan EDTA akan m
engke at ion ogam; da am reaksi ini ion ogam yang dike at ada ah Mg2+. Untuk b
eberapa tipe enzim ainnya, inaktivasi dapat dihentikan dengan cara pemanasan; m
enggunakan pendenaturasi protein, contohnya feno atau k oroform; atau memisahka
n enzim dari DNA menggunakan ko om kromatografi. (Rinehart, C.A., 2005) 2.3 BIOT
RANSPORT / VEKTOR KLONING Vektor ada ah mo eku DNA yang berfungsi sebagai wahan
a atau kendaraan yang akan membawa suatu fragmen DNA masuk ke da am se inang da
n memungkinkan terjadinya rep ikasi dan ekspresi DNA asing tersebut. Vektor yang
dapat digunakan pada se inang prokariot, khususnya E.co i, ada ah p asmid, bak
teriofag, kosmid dan fosmid. Sementara itu vektor YACs dan YEps dapat digunakan
pada khamir. P asmid Ti, bacu ovirus, SV40 dan retrovirus merupakan vektor-vekto
r yang dapat digunakan pada se eukariot tingkat tinggi. Vektor k oning DNA terd
iri dari beberapa tipe antara ain ada ah DNA p asmid berupa DNA he iks ganda si
rku er yang dapat berep ikasi secara otonom, karena memi iki titik awa rep ikas
i (origin of rep ication = ORI) sendiri. 2.3.1 P asmid Secara umum p asmid dapat
didefinisikan sebagai mo eku DNA sirku er untai ganda di uar kromosom yang da
pat me akukan rep ikasi sendiri. P asmid tersebar uar diantara organisme prokar
iot dengan ukuran yang bervariasi dari sekitar 1 kb hingga ebih dari 250 kb (1
kb = 1000 pb). Agar dapat digunakan sebagai vektor k oning, p asmid harus memenu
hi syarat-syarat berikut ini:
17

Ashfar Kurnia, (2011) Universitas Indonesia


1. Mempunyai ukuran re ative keci bi a dibandingkan dengan pori dinding se seb
ingga dapat dengan mudah me intasinya. 2. Mempunyai sekurang-kurangnya dua gen m
arker yang dapat menandai msuk tidaknya p asmid ke da am se inang. 3. Mempunyai
tempat pengena an restriksi sekurang-kurangnya dida am sa ah satu marker yang d
apat digunakan sebagai tempat penyisipan fragmen DNA. 4. Mempunyai titik awa re
p ikasi (ori) sehingga dapat me akukan rep ikasi di da am se inang.
Gambar 2.3. Struktur p asmid 2.3.2 Virus Bakteriofag Bakteriofag ada ah virus ya
ng se inangnya berupa bakteri. Dengan daur hidupnya yang bersifat itik atau i
sogenik bakteriofag dapat digunakan sebagai vektor k oning pada se inang bakter
i. Ada beberapa macam bakteriofag yang biasa digunakan sebagai vektor k oning, d
iantaranya ada ah bakteriofag dan M13. 2.3.2.1 Bakteriofag Bakteriofag atau fag
merupakan virus komp eks yang menginfeksi bakteri E. co i. Berkat pengetahuan ya
ng memadai tentang fag ini, kita dapat memanfaatkannya sebagai vektor k oning se
menjak masa-masa awa perkembangan rekayasa genetika. DNA yang diiso asi dari pa
rtike fag ini mempunyai konformasi inier untai ganda dengan panjang 48,5 kb. N
amun masing-masing ujung fosfatnya barupa untai tungga sepanjang 12 pb yang kom
p ementer satu sama ain sehingga memungkinkan DNA untuk berubah konformasinya
18

Ashfar Kurnia, (2011) Universitas Indonesia


menjadi sirku er. Da am bentuk sirku et, tempat bergabungnya kedua untai tungga
sepanjang 12 pb tersebut dinamakan kos. Se uruh untai basa DNA te ah diketahui.
Secara a amiah terdapat ebih dari satu tempat pengena an restriksi untuk setia
p enzim restriksi yang biasa digunakan. O eh karena itu, DNA tipe a ami tidak co
cok untuk digunakan sebagai vektor k oning. Akan tetapi saat ini te ah banyak di
konstruksi derivat-derivat DNA yang memenuhi syarat sebagai vektor k oning. Ada
dua macam vektor k oning yang berasa dari DNA , yaitu vektor insersiona dan vek
tor substitusi. Vektor insersiona ada ah vektor yang dnegan mudah dapat disisip
i o eh fragmen DNA asing. Sedangkan vektor substitusi ada ah vektor yang untuk m
embawa fragmen DNA asing sebagian atau se uruh urutan basanya yang terdapat dida
erah nonesensia dan menggantinya dengan urutan basa fragmen DNA asing tersebut.
Diantara kedua masam vektor tersebut, vektor substitusi ebih banyak digunakan
karena kemampuannya untuk membawa fragmen DNA asing hingga 23 kb. Sa ah satu con
tohnya ada ah WES, yang mempunyai mutasi pada tiga gen esensia , yaitu W, E, dan
S. vektor ini hanya dapat digunakan pada se inang yang dapat menekan mutasi te
rsebut. Cara substitusi fragmen DNA asing pada daerah non-esensia membutuhkan d
ua tempat pengena an restriksi untuk setiap enzim restriksi. Jika suatu enzim re
striksi memotong daerah nonesensia di dua tempat berbeda, maka segmen DNA di an
tara kedua tempat tersebut akan dibuang untuk se anjutnya digantikan o eh fragme
n DNA asing. Jika pembuatan segmen DNA tidak diikuti o eh subastitusi fragmen DN
A asing maka akan terjadi re igasi vektor DNA yang kehi angan segmen pada daerah
nonesensia . Vektor re igasi semacam ini tidak akan mampu bertahan di da am se
inang. Dengan demikian, ada suatu mekanisme se eksi otomatis yang akan membedak
an antara se inang dengan vektor rekombinan dan se inang dengan vektor re igas
i. Bakteriofag mempunyai dua fase daur hidup, yaitu fase itik dan fase isogeni
k. Pada fase itik, transfeksi se inang (isti ah trasnsformasi untuk DNA fag) d
imu ai dengan masuknya DNA yang berubah konformasinya menjadi sirku er dan menga
ami rep ikasi secara indenpenden atau tidak bergantung kepada kromosom se inan
g. Sete ah rep ikasi menghasi kan sejum ah sa inan DNA sirku er, masing-masing D
NA ini akan me akukan transkripsi dan trans asim membentuk protein kapsid (kepa
a). Se anjutnya, tiap DNA akan dikemas da am kapsid sehingga menghasi kan partik
e baru yang akan ke uar dari se inang untuk menginfeksi se inang ainnya. Sem
entara itu, pada fase isogenik DNA akan
19

Ashfar Kurnia, (2011) Universitas Indonesia


terintegrasi keda am kromosom se inang sehingga rep ikasinya bergantung kepada
kromosom se inang. Fase isogenik tidak menimbu kan isis pada se inang. Dida
am medium ku tur, se inang yang menga ami isis akan membentuk p ak berupa daer
ah bening diantara ko oni-ko oni se inang yang tumbuh. O eh karena itu, se eksi
vektor rekombinan dapat di akukan dengan me ihat terbentuknya p ak tersebut. 2.
3.2.2 Bakteriofag M13 Ada jenis bakteri ain yang dapat menginfeksi bakteri E.co
i. berbeda dengan yang mempunyai struktur ikosahedra berekor, fag jenis kedua
ini mempunyai struktur berupa fi ament. Contoh yang pa ing penting ada ah M13, y
ang mempunyai genom berupa untai tungga DNA sirku er sepanjang 6.408 basa. Infe
ksinya pada se inang ber angsung me aui pi i, suatu penonjo an pada permukaan s
itop asma. Ketika berada dida am se inang genom M13 berubah menjadi untai ganda
sirku er yang dengan cepat akan berep ikasi menghasi kan sekitar 100 sa inan. S
a inan-sa inan ini membentuk untai tungga sirku er baru yang kemudian bergerak
ke permukaan se inang. Dengan cara seperti ini DNA M13 akan terse ubungi o eh m
embran dan ke uar dari se inang menjadi partike fag yang infektif tanpa menyeb
abkan isis. O eh karena fag M13 terse ubungi denngan cara pembentukan kuncup pa
da membrane se inang, maka tidak ada batas ukuran DNA asing yang dapat disisipk
an kepadanya. Ini ah sa ah satu keuntungan penggunaan M13 sebagai vektor k oning
bi a dibandingkan dengan p asmid dan . Keuntungan ainnya ada ah bahwa M13 dapat
digunakan untuk sekuensing (penentuan urutan basa) DNA mutagenesis tapak terara
h (site directed mutagenesis) karena untai tungga DNA M13 dapat dijadikan cetak
an (temp ate) dida am kedua proses tersebut. Meskipun demikian, M13 hanya mempun
yai sedikit seka i daerah pada DNA-nya yang dpat disisipi o eh DNA asing. Disamp
ing itu tempat pengena an restriksinyapun sangat sedikit. Namun sejum ah derivat
M13 te ah dikonstruksi untuk mengatasi masa ah tersebut. 2.3.3 Cosmid Kosmid me
rupakan vektor yang dikonstruksi dengan menggunakan kos dari DNA amdha dengan p
asmid. Kemampuannya untuk membawa fragmen DNA sepanjang 32 hingga 47 kb menjadi
kan kosmid ebih menguntungkan daripada fag dan p asmid.
20

Ashfar Kurnia, (2011) Universitas Indonesia


2.3.4 Fasmid Se ain kosmid, ada ke ompok vektor sintetik yang merupakan gabungan
antara p asmid dan fag . Vektor yang dinamakan fasmid ini membawa segmen DNA yan
g berisi tempat att. Tempat att digunakan o eh DNA untuk berintegrasi dengan kro
mosom se inang pada se isogenik. 2.3.5 Vektor YACs Seperti ha nya kosmid YACs
(yeast artificia chromosomes atau kromosom buatan dari khamir) dikonstruksi de
ngan menggabungkan antara DNA p asmid dan segmen tertentu DNA kromosom khamir. S
egmen kromosom khamir yang digunakan terdiri dari sekuens te omere, sentromer, d
an titik awa rep ikasi. YACs dapat membawa fragmen DNA genomic sepanjang ebih
dari 1 Mb. O eh karena itu, YACs dapat digunakanuntuk menggk on gen utuh manusia
, misa nya gen penyandi cystic fibrosis yang panjangnya 250 kb. Dengan kemampuan
nya itu YACs sangat berguna da am pemetaan genom manusia seperti pada proyek pem
etaan genom manusia. 2.3.6 Vektor YEps Vektor-vektor untuk keper uan k oning dan
ekspresi gen pada Saccharomyces cereviceae dirancang atas dasar p asmid a ami b
erukuran 2 m, yang se anjutnya dikena dengan p asmid 2 mikron. P asmid ini memi
iki sekuens DNA sepanjang 6 kb, yang mencakup titik awa rep ikasi dan dua gen y
ang ter ibat da am rep ikasi. Vektor-vektor yang dirancang atas dasar p asmid 2
mikron disebut YEps (yeast episoma p asmids). Segmen p asmid 2 mikronnya memba
wa titik awa rep ikasi, sedangkan segmen kromosom khamirnya membawa suatu gen y
ang berfungsi sebagai penanda se eksi, misa nya gen LEU2 yang ter ibat da am bio
sintesis eusin. Meskipun biasanya berep ikasi seperti p asmid pada umumnya, YEp
s dapat terintegrasi keda am kromosom khamir inangnya. 2.3.7 P asmid Ti Agrobact
erium tumefaciens Se -se tumbuhan tidak mengandung p asmid a ami yang dapat dig
unakan sebagai vektor k oning. Akan tetapi, ada suatu bakteri, yaitu Agrobacteri
um tumefaciens, yang membawa p asmid berukuran 200 kb dan disebut p asmid Ti (tu
mor inducing atau penyebab tumor). bakteri A. tumefaciens dapat menginfeksi tana
man dikoti seperti tomat dan tambakau serta tanaman monokoti , khususnya padi.
Ketika infeksi ber angsung bagian tertenntu p asmid Ti,
21

Ashfar Kurnia, (2011) Universitas Indonesia


yang disebut T-DNA, akan terintegrasi keda am DNA kromosom tanaman, mengakibatka
n terjadinya pertumbuhan se -se tanaman yang tidak terkenda i. Akibatnya akan t
erbentuk tumor atau crown ga . P asmid Ti rekombinan dengan suatu gen target ya
ng disisipkan pada daerah T-DNA dapat mengintergrasikan gen tersebut keda am DNA
tanaman. Da am prakteknya, ukuran p asmid Ti yang begitu besar sangatt su it un
tuk dimanipu asi. Namun ternyata apabi a bagian T-DNA dipisahkan dari bagian-bag
ian ain p asmid Ti, integrasi dengan DNA tanaman masih dapat asa kan T-DNA dan
bagian ainnya tersebut masih berada dida am satu se bakteri A. tumefaciens. De
ngan demikian, manipu asi atau penyisipan fragmen DNA asing hanya di akukan pada
T-DNA dengan cara seperti ha nya yang di akukan pada p asmid E. co i. Se anjutn
ya, p asmid T-DNA rekombinan yang dihasi kan ditrasnformasikan ke da am se A. t
umefaciens yang membawa p asmid Ti tanpa bagian T-DNA. Perbaikan prosedur beriku
tnya ada ah pembuangan gen-gen pembentuk tumor yang terdapat pada T-DNA. 2.3.8 B
acu ovirus Bacu ovirus merupakan virus yang menginfeksi serangga, sa ah satu pro
tein penting yang disandi o eh genom virus ini ada ah po ihedrin, yang akan tera
kumu asi da am jum ah sangat besar dida am nuc ei se -se serangga yang diinfeks
i karena gen tersebut mempunyai promote yang sangat aktif. Promoter ini dapat di
gunakan untuk memacu overekspresi gen-gen asing yang dik on ke da am genom bacu
ovirus sehingga akan dipero eh produk protein yang sangat banyak jum ahnya di da
am ku tur se -se serangga yang terinfeksi. 2.3.9 Vektor K oning pada Manusia V
ektor untuk me akukan k oning pada se -se mama ia juga dikonstruksi atas dasar
genom virus. Sa ah satu diantaranya yang te ah cukup ama dikena ada ah SV40, y
ang menginfeksi berbagai spesies mama ia. Genom SV40 panjangnya hanya 5,2 kb. Ge
nom ini menga ami kesu itan da am pengepakan sehingga pemanfaatan SV40 untuk men
transfer fragmenfragmen besar menjadi terbatas. Vektor ainnya ada ah Retrovirus
, mempunyai genom berupa RNA untai tungaa yang ditranskripsi ba ik menjad DNA u
ntai ganda sete ah terjadi infeksi. DNA ini kemudian terintegrasi dengan stabi
ke da am genom se mama ia inang sehingga retrovirus te ah
22

Ashfar Kurnia, (2011) Universitas Indonesia


digunakan sebagai vektor da am terapi gen. Retrovirus mempunyai beberapa promote
r yang kuat. 2.4 TRANSFER DNA Transfer mo eku DNA rekombinan ke da am se merup
akan tahap yang penting pada tekno ogi DNA rekombinan. Beberapa spesies bakteri
yang sering digunakan da am industri biotekno ogi antara ain ada ah Baci us su
bti is, Eschericia co i, Saccharomyces cerevisiae. (Radji, M., 2011) Proses tran
sfer DNA rekombinan keda am se hospes tergantung pada jenis vektor yang digunak
an. Beberapa cara transfer DNA ada ah: 1. Transformasi Teknik ini digunakan apab
i a vektor yang dipakai ada ah p asmid DNA. Dapat ditransformasikan keda am se
inag dengan cara: a. Induksi kimia menggunakan per akuan kejut panas kejut panas
(heat shock) dengan CaC 2 pada suhu 42oC da am waktu 90 detik. Adanya ion Ca2+
dapat menyebabkan perubahan permeabi itas dinding se bakteri sehingga p asmid D
NA rekombinan yang berada da am biakan se bakteri akan masuk keda am se bakter
i yang dinding se nya ebih permeabe . (Radji, M., 2011) b. E ektroporasi Permea
bi itas dinding se bakteri dapat ditingkatkan dengan cara menempatkan se bakte
ri keda am medan istrik yang kuat. DNA dan se bakteri dimasukkan bersama-sama
da am kuvet khusus yang kemudian ditempatkan dibawah medan istrik (1,8 kv), da
am waktu yang sangat singkat sekitar 4-5 detik. Dibawah medan istrik ini dindin
g se bakteri dipaksa terbuka dengan sendirinya, sehingga DNA dapat masuk keda a
m se bakteri keda am ubang yang terbentuk tersebut. Teknik ini dapat menyebabk
an sebagian besar se bakteri mati, namun se yang bertahan hidup akan menerima
DNA. Dewasa ini e ektroporasi sering digunakan untuk transfer DNA karena prosesn
ya ebih cepat. (Radji, M., 2011) c. Konjugasi Proses ini umumnya terjadi secara
a amiah diantras se bakteri me a ui pi i bakteri. Pada transfer DNA me a ui ko
njugasi diper ukan jenis p asmid khusus yang disebut dengan p asmid konjugatif.
Apabi a se bakteri memi iki p asmid tersebut (se donor) bertemu dengan bakteri
yang tidak memi iki p asmid (se penerima),
23

Ashfar Kurnia, (2011) Universitas Indonesia


maka akan terjadi agregasi se dari keduanya. Pada saat itu akan terjadi transfe
r p asmid dari se donor ke da am se penerima. (Radji, M., 2011) Manipu asi ter
hadap p asmid konjugatif dapat di akukan untuk membuat p asmid konjugatif membaw
a mo eku DNA rekombinan yang dikehendaki sehingga dapat ditransfer kepada se b
akteri ain me a ui kontak antar se bakteri. Sa ah satu cara teknik konjugasi k
husus yang berhasi di akukan ada ahh teknik konjugasi menggunakan bakteri Agrob
acterium tumefaciens yang mengandung p asmid konjugatif yang disebut dengan p as
mid Ti (Tumor inducing). (Radji, M., 2011) 2. Transfeksi Transfer DNA me a ui pr
oses ini apabi a vektor yang digunakan ada h virus bakteriofag. DNA rekombinan y
ang akan ditransfer dikemas ter ebih dahu u da am kapsid bakteriofag, kemudian d
iinfeksikan keda am se penerima. Proses transfer DNA me a ui transfeksi ini men
yerupai proses infeksi o eh virus yang terjadi secara a amiah. Rep ikasi dan pro
pagasi akan meningkatkan jum ah DNA rekombinan. (Radji, M., 2011) 3. Mikroinjeks
i Teknik ini digunakan untuk mentransfer DNA secara angsung keda am se menggun
akan jarum suntik yang merukuran sangat keci atau mikro. Umumnya teknik ini dig
unakan untuk mentransfer DNA keda am se hewan atau se tanaman, karena se ters
ebut berukuran re ative ebih besar daripada se bakteri. DNA rekombinan yang ak
an ditransfer diinjeksikan engsung keda am nuc eus se penerima. (Radji, M., 20
11) 4. Mikroprojekti Teknik ini umumnya digunakan untuk mentransfer DNA keda am
se atau jaringan tanaman. Partike DNA ditembakkan angsung dengan suatu a at
penembak khusus angsung keda am se tanaman. Dewasa ini terdapat berbagai jenis
a at penembak gen, sa ah satu jenisnya antara ain ada ah pisto penembak gen.
(Radji, M., 2011) 2.5 KULTUR SEL Ku tur se berperan penting da am bidang rekaya
sa genetika dan biotekno ogi. Teknik pengembangbiakan se , baik se prokariot ma
upun se eukariot mendapatkan perhatian utama
24

Ashfar Kurnia, (2011) Universitas Indonesia


karena ku tur se merupakan sumber produk bio ogis atau mediator dari berbagai r
eaksi biokonversi. (Radji, M., 2011) Kenda a utama yang sering dijumpai ada ah b
ahwa teknk ku tur se da am ska a aboratorium tidak se a u angsung dapat dieks
trapo asikan menjadi ku tur da am ska a industry. Ku tivasi se pada ska a besar
memer ukan proses yang ebih rumit dan canggih dibandingkan dengan ku tur se s
ka a keci . (Radji, M., 2011) 2.5.1 Ku tur Mikroorganisme Beberapa jenis mikroor
ganisme seringka i digunakan da am produksi senyawa rekombinan me a ui tekno ogi
rekayasa genetika. Sistem bio ogi ini ebih diminati karena ebih mudah dan eb
ih aman untuk diproduksi, baik da am ska a aboratorium maupun da am ska a indus
try. Umumnya mikroorganisme yang pa ing sering digunakan ada ah Eschericia co i
dan Saccharomyces cerevisiae. (Radji, M., 2011) Mikroorganisme umumnya dapat dib
iakkan pada media perbenihan cair atau media perbenihan padat yang mengandung ag
ar. Proses pertumbuhan mikroorganisme da am kondisi media perbenihan tersebut, j
um ah se secara bertahap akan menurun sete ah mencapai pertumbuhan yang stabi ,
karena se ain nutrisi da am media perbenihan menipis juga karena akumu asi meta
bo it mikroorganisme dapat menghambat pertumbuhan. Dengan demikian pada kondisi
tersebut pertumbuhan mikroorganisme akan berhenti sete ah mencapai waktu tertent
u. (Radji, M., 2011) Sa ah satu cara untuk mengatasi penurunan pertumbuhan mikro
organisme yang sedang dibiakkan, te ah dikembangkan suatu metode yang mampu teru
s-menerus dapat dibiakkan se mikroorganisme yaitu dengan menambahkan medium per
benihan segar secara berkesinambungan. Kemudian se yang te ah tumbuh dan metabo
itnya dia irkan ke uar bejana perbenihan, me a ui pipa khusus yang dapat diatur
waktu a irnya. Dengan cara tersebut, akan dapat dibuat situasi dimana se mikro
organisme dapat terus-menerus dibiakkan. Metode ku tivasi ini disebut dengan met
ode continuous cu ture. Namun demikian sebagian besar industry biotekno ogi masih
menggunakan metode ku tur di da am tangki tanpa a iran masuk medium segar dan a
iran ke uar biakan mikroorganisme. Metode k utur statis ini disebut dengan batch
cu ture. (Radji, M., 2011) Pertumbuhan bakteri terdiri dari beberapa fase yaitu,
fase ag, fase og (eksponensia ), fase pertumbuhan tetap (stasioner), dan fase
penurunan/kematian se . (Radji, M., 2011)
25

Ashfar Kurnia, (2011) Universitas Indonesia


Da am rekayasa genetika, fase eksponensia merupakan fase yang sangat penting ka
rena pada fase ini, sebagian besar mikroorganisme mensintesis metabo it sekunder
. (Radji, M., 2011) Efektifitas dan efisiensi metode ku tur sangat penting da am
pembutan sediaan farmasi berbasis rekayasa genetika. O eh sebab itu da am ku ti
vasi mikroorganisme seringka i diupayakan agar fase ag dapat ber angsung sesing
kat mungkin dan mengupayakan untuk menunda agar biakan tidak cepat masuk pada fa
se pertumbuhan tetap. Untuk tujuan yang pertama biasanya diupayakan dengan cara
memasukkan sejum ah inoku um yang tepat yang te ah di akukan preku tur, sehingga
inoku um dapat beradaptasi secara optima dengan vo ume medium perbenihan yang
ada da am tangki ku tur. Sedangkan untuk tujuan kedua dapat diupayakan dengan be
rbagai macam cara, sa ah satunya yang berhasi ada ah dengan cara menambahkan ke
mba i medium segar tepat pada waktu akhir fase eksponensia . (Radji, M., 2011) T
eknik penambahan medium segar pada akhir fase eksponensia ini disebut dengan fee
d batch cu ture. Untuk mencapai pertumbuhan mikroorganisme yang optima , tidak ha
nya harus memberikanmedium perbenihan dengan nutrisi yang sesuai, tetapi juga ha
rus diperhatikan beberapa factor penting ainnya yaitu kondisi pH medium, oksige
n dan suhu inkubasi. Se ain itu da am ku tur ini harus bebas dari mokroorganisme
ainnya. (Freshney, R.I., 2005; Radji, M., 2011) 2.5.2 Ku tur Se Hewan Se hew
an dapat diiso asi dari berbagai jaringan tertentu sete ah dipapar dengan enzim
protease atau tripsin. Se yang te ah didapat tersebut apabi a dimasukkan keda a
m tabung ku tur yang mengandung medium perbenihan cair yang sesuai, maka se aka
n tumbuh. Se hewan yang dipero eh tersebut dikena dengan ku tur primer, tidak
dapat bertahan ama dan akan mati da am perbenihan artificia , sehingga se prim
er ini tidak banyak digunakan da am bidang rekayasa genetika. (Freshney, R.I., 2
005; Radji, M., 2011) Namun ada beberapa jenis se hewan, memi iki sifat immorta
, sehingga dapat tumbuh secara terus menerus dida am media perbenihan artifisia
. Se yang disebut dengan continuous ce
ines ini dapat hidup se ama beberapa b
u an bahkan se ama bertahun-tahun sepanjang di akukan ku tur u ang menggunakan m
edium segar secara berka a. Se yang mampu hidup secara terus menerus tersebut b
iasanya didapatkan dari jaringan hewan yang
26

Ashfar Kurnia, (2011) Universitas Indonesia


menga ami ma ignansi (se kanker), sehingga bersifat immorta dan dapat berkemba
ng dengan cepat. (Freshney, R.I., 2005; Radji, M., 2011) Keberhasi an ku tur se
hewan secara in vitro sangat tergantung tidak saja pada nutrisi medium perbenih
an yang sesuai, tapi juga pada adanya factor pertumbuhan dan hormone. Medium har
us mengadung arutan buffer dengan pH arutan yang sesuai (sekitar 7,0) dan aru
tan harus isotonis. Ku tivasi se hewan ebih rumit dibandingkan ku tivasi se m
ikroorganisme. Beberapa jenis ku tur se hewan, te ah diproduksi secara komersia
dan aman untuk dimanfaatkan da am pene itian rekayasa genetika. (Freshney, R.I
., 2005; Radji, M., 2011) 2.5.3 Ku tur Se Tumbuhan Tanaman merupakan sumber pen
ting untuk mendapatkan senyawa bioaktif yang dapat digunakan sebagai obat atau b
ahan baku obat. Berbagai senyawa aktif te ah berhasi diekstraksi dari tanaman a
tau bagian tertentu dari tanaman, akan tetapi hasi nya hanya da am jum ah yang s
angat sedikit. Ha ini te ah memacu para pene iti untuk mencari a ternative ain
untuk memproduksi senyawa aktif yang terkandung da am bagian tumbuhan agar dapa
t dihasi kan senyawa da am jum ah yang cukup besar untuk diproduksi secara komer
sia . (Radji, M., 2011) Berbagai pene itian te ah di akukan untuk mencoba mempro
duksi senyawa aktif yang berasa dari tanaman me a ui ku tur se tanaman. Namun
upaya tersebut tidak mudah, terutama jika dibiakkan da am ska a besar. (Radji, M
., 2011)
27

Ashfar Kurnia, (2011) Universitas Indonesia


Gambar 2.4. Skema k oning, proses dimu ai dari transfer gen keda am p asmid hing
ga ku tivasi se host
28

Ashfar Kurnia, (2011) Universitas Indonesia


2.6 REFERENSI
1. Kayser, O., dan Mu er, R.H. (2004). Pharmaceutica Biotechno ogy; Drug Disco
very and C inica App ications. Wi ey-VCH: German. 2. Mu adno. (2010). Tekno og
i rekayasa Genetika. IPB Press: Bogor. 3. O d, R.W., dan Primrose, S.B. (2003).
Prinsip-prinsip Manipu asi Gen; Pengantar Rekayasa Genetika (penterjemah: Herawa
ti Susi o). UI Press: Jakarta. 4. Radji, M. (2011). Rekayasa Genetika; Pengantar
untuk Profesi Kesehatan. Sagung Seto: Jakarta. 5. Sudjadi. (2008). Biotekno ogi
Kesehatan. Kanisius: Yogyakarta. 6. Wa sh, G. (2007). Pharmaceutica Biotechno
ogy; Concepts and App ication. Wi ey: Eng and. 7. Watson, J. D., Tooze, J., dan
Kurtz., D. (2003). DNA Rekombinan (penterjemah: Wisnu Gunarso). Er angga: Jakart
a. 8. Thermo Science. (2009). Thermo Scientific Pierce Ce Lysis Technica Hand
book; Featuring Ce Lysis Reagent and Detergents, Ver.2. 9. Freshney, R. I. (n.
d.). Cu ture of Anima Ce s; A Manua of Basic Technique. Wi ey. 10. Berg, H. C
. (2003). E. co i in Motion. Springer: USA.
29

Anda mungkin juga menyukai