Oleh:
Tia Nurul Hidayah, S. Ked
71 2018 001
Pembimbing:
Drg. Nursiah Nasution, M.Kes
Oleh:
Tia Nurul Hidayah, S.Ked
Telah dilaksanakan pada bulan Juni 2020 sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Ilmu Kesehatan Gigi dan
Mulut RS Muhammadiyah Palembang Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan kasih
sayang-Nya, Alhamdulillah berkat kekuatan dan pertolongan-Ny, penulis
dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Xerostomia Pada Penderita
Diabetes Melitus” sebagai salah satu syarat untuk mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Ilmu Kesehatan Gigi dan Mulut
Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada
Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan
pengikutnya sampai akhir zaman.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan
terima kasih kepada:
1. Drg. Nursiah Nasution, M.Kes selaku pembimbing yang telah
memberikan masukan, arahan, serta bimbingan dalam penyelesaian
referat ini.
2. Rekan-rekan co-assisten dan perawat atas bantuan dan kerjasamanya.
Peneliti menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna,
karena kesempurnaan itu hanya milik Allah SWT. Oleh karena itu, kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun sangat peneliti
harapkan demi perbaikan di masa mendatang.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal
yang diberikan dan semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua dan
perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam
lindungan Allah SWT. Amin.
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... ii
KATA PENGANTAR ............................................................................... iii
DAFTAR ISI ............................................................................................. iv
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................. 1
1.2 Tujuan ............................................................................... 2
1.3 Manfaat .............................................................................. 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Melitus ............................................................... 3
2.2 Xerotomia .......................................................................... 7
2.3 Hubungan Xerostomia dan Diabetes Melitus .................. 11
A. Definisi
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau
mengalihkan” (siphon). Melitus berasal dari bahasa Latin yang bermakna
manis atau madu. Diabetes melitus (DM) dapat diartikan individu yang
14
mengalirkan volume urin yang banyak dengan kadar glukosa tinggi.
Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang disebabkan karena
kelainan metabolik karbohidrat, baik secara herediter maupun didapat,
sebagai akibat kekurangan insulin yang relatif atau absolut. Hiperglikemia
kronis pada diabetes, berhubungan dengan kerusakan jangka panjang,
disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal,
1,14,15
saraf, jantung dan pembuluh darah.
B. Klasifikasi
Diabetes melitus dapat diklasifikasikan menjadi diabetes melitus tipe
1, diabetes melitus tipe 2, diabetes melitus tipe lain dan diabetes
gestasional.
a. Diabetes melitus tipe 1
Diabetes melitus tipe 1 (tipe juvenile onset atau ketosis prone).
Diabetes melitus tipe 1 disebabkan destruksi sel beta karena adanya
autoimun idiopatik yang biasanya menyebabkan defisiensi insulin
2,16
absolut. Pada DM tipe ini biasanya dijumpai pada individu yang
tidak gemuk berusia kurang dari 30 tahun, dengan perbandingan laki-
laki sedikit lebih banyak daripada wanita. Sebanyak 30.000 kasus baru
DM tipe 1 dijumpai setiap tahunnya dan lebih sering pada etnik
14,16
keturunan Afrika-Amerika dan Asia. Gambaran klinis yang khas
pada DM tipe 1 berupa poliuria, polidipsi, polifagia, cepat lelah,
kesemutan, adanya penurunan berat badan progresif, gangguan
17
pertumbuhan, dan komplikasi mikrovaskular.
b. Diabetes melitus tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 (tipe dewasa atau tipe onset maturitas
16
atau tipe nondependent insulin). Diabetes melitus tipe 2 mempunyai
dua faktor penyebab yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi
18
insulin karena sel beta pankreas mulai terganggu fungsinya. Insiden
DM tipe 2 ini terjadi pada usia > 40 tahun, dijumpai sebesar 650.000
kasus baru setiap tahunnya, meliputi 90% dari semua populasi
16,17
diabetes. Pada DM tipe ini lebih banyak wanita yang mengidap
dibandingkan pria. Diabetes tipe 2 sebagian besar disebabkan oleh
faktor lingkungan dan perilaku. Obesitas sering dikaitkan dengan
15
penyakit ini. Pada pasien diabetes melitus tipe 2 jarang terlihat
timbulnya gejala atau tanda-tanda diabetes pada umumnya, seperti
polidipsi, poliuria, polifagia, dan kehilangan berat badan secara tiba-
tiba, hanya memperlihatkan satu atau lebih gejala non-spesifik, salah
satunya peningkatan angka infeksi akibat peningkatan konsentrasi
18
glukosa di sekresi mukus dan gangguan penglihatan.
c. Diabetes melitus tipe lain
Satu sampai 2% kasus DM yang berada dalam kelompok
ini. Hal ini disebabkan oleh berbagai kerusakan genetik spesifik dari
fungsi sel beta dan kerja insulin, kelainan pankreas yang disebabkan
oleh obat-obatan, infeksi serta beberapa sindrom yang menyebabkan
diabetes melitus. Etiologi diabetes melitus tipe ini adalah heterogen
sehingga terjadi toleransi glukosa abnormal, dimana hal ini menjadi
2
pencetus atau penyebab dari terjadinya diabetes tipe ini.
d. Diabetes gestasional
Diabetes gestasional adalah diabetes yang terjadi pada wanita
2
hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes. Diabetes
gestasional dapat menimbulkan efek negatif pada kehamilan dengan
meningkatkan risiko malformasi kongenital dan bayi bertubuh besar
sehingga menyebabkan masalah pada saat persalinan. Pada diabetes
2
tipe ini pasiennya sering kembali normal setelah persalinan. Insiden
diabetes gestasional lebih sering ditemukan pada wanita hamil
yang berusia lebih tua dan memiliki kelebihan berat badan.
Frekuensi diabetes tipe ini kira-kira 2-5% dari semua populasi
2
diabetes.
C. Diagnosis
Diagnosis diabetes melitus didasarkan pada bukti yang diperoleh
dari anamnesis, gejala klinis, dan pemeriksaan penunjang seperti,
17
pemeriksaan kadar glukosa darah dan tes glikohemoglobin. Pada
anamnesis ditanyakan riwayat keluarga, riwayat penyakit yang sedang
2
diderita dan gejala yang sering dikeluhkan pasien. Gejala klinis DM
adalah poliuria, polidipsia, polifagia, sering gatal (pruritis), dan sering
10
infeksi kulit. Pada penderita DM tipe 2 gejala klinis terjadi secara
13
lambat. Pemeriksaan penunjang pada penderita diabetes melitus adalah
dengan:
1. Pemeriksaan kadar glukosa darah
Kadar glukosa darah pada penderita diabetes melitus seperti yang
14
diperlihatkan pada tabel 1.
17
Tabel 1. Kadar glukosa darah pada penderita diabetes melitus
2. Tes glikohemoglobin
Tes glikohemoglobin (HbA1c) adalah untuk mengukur kadar
2,18
gula darah jangka panjang dalam waktu 6-12 minggu. Nilai normal
HbA1c antara 6-8%. Pada penderita diabetes melitus yang terkontrol
17
baik, nilai HbA1c harus tetap berada dibawah 7%.
D. Manifestasi Diabetes Melitus di Rongga Mulut
Manifestasi oral yang berhubungan dengan diabetes melitus adalah
xerostomia, karies, gingivitis, periodontitis, sindrom mulut terbakar,
lambatnya penyembuhan luka, infeksi kandida, abses odontogenik dan
10,19
pembesaran kelenjar saliva atausialosis.
2.2 Xerostomia
A. Definisi
Xerostomia berasal dari bahasa Yunani berarti “mulut kering” (xeros
= kering dan stoma = mulut). Xerostomia adalah keluhan subyektif pada
pasien berupa adanya rasa kering dalam rongga mulut akibat adanya
penurunan produksi saliva (hiposalivasi) atau perubahan komposisi saliva
sehingga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses mastikasi, mengecap,
10,19,20
menelan, dan berbicara.
B. Etiologi
Beberapa faktor penyebab xerostomia antara lain:
1. Kerusakan kelenjar saliva
Kerusakan kelenjar saliva dapat menyebabkan berkurangnya produksi
saliva. Kerusakan ini mengakibatkan berubahnya komposisi saliva dan
berkurangnya aliran saliva sehingga menimbulkan xerostomia.
Beberapa penyakit lokal yang dapat mempengaruhi kelenjar saliva
seperti aplasia kongenital, obstruksi duktus kelenjar saliva, dan
22,23
radang kelenjar saliva.
2. Obat-obatan
Obat-obatan termasuk salah satu penyebab terjadinya xerostomia.
Obat-obatan yang paling sering menyebabkan xerostomia yaitu
21,22,23
antihistamin, antidepresan, antihipertensi, dan dekongestan.
Obat-obat tersebut mempengaruhi aliran saliva dengan meniru aksi
sistem syaraf autonom atau dengan secara langsung beraksi pada
21
proses seluler yang diperlukan untuk salivasi.
3. Keadaan fisiologis
Keadaan fisiologis dapat menyebabkan perubahan laju aliran saliva
seperti bernafas melalui mulut, saat berolahraga, dan berbicara yang
lama. Selain itu gangguan emosional seperti cemas, stress, dan putus
21
asa juga dapat menyebabkan xerostomia.
4. Penyakit sistemik
Beberapa penyakit sistemik yang menyebabkan produksi sekresi
saliva berkurang adalah diabetes melitus dan infeksi saluran
2,21
pernafasan. Pada penderita diabetes, berkurangnya saliva
dipengaruhi oleh faktor angiopati dan neuropati diabetik, perubahan
21
pada kelenjar parotis, dan karena poliuria yang berat.
5. Usia
Keluhan mulut kering sering ditemukan pada usia lanjut. Keadaan ini
disebabkan oleh adanya perubahan atrofi pada kelenjar saliva sesuai
dengan pertambahan umur yang akan menurunkan produksi saliva dan
21
mengubah komposisi saliva.
6. Radiasi pada daerah leher dan kepala
Terapi radiasi pada leher dan kepala dapat mengakibatkan rusaknya
struktur kelenjar saliva dengan berbagai derajat kerusakan pada
kelenjar saliva yang terkena radioterapi. Jumlah dan kerusakan
21
kelenjar saliva tergantung pada dosis dan lamanya penyinaran.
C. Diagnosis
Diagnosis xerostomia didasarkan pada bukti yang diperoleh dari
anamnesis, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang. Pada
anamnesis ditanyakan riwayat mulut terasa kering, kesulitan menelan,
riwayat penyakit dan obat-obatan yang sedang dikonsumsi oleh
10,21
pasien.
Pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan secara menyeluruh
dilakukan untuk mengetahui status mukosa rongga mulut, status gigi-
geligi dan status jaringan periodontal. Pada pasien xerostomia biasanya
memiliki tanda-tanda bibir pecah-pecah, mengelupas, atrofi, lidah licin
11
memerah, saliva tampak berbusa, kental, dan lengket.
11
Gambar 1.Xerostomia
D. Perawatan
Terapi pasien xerostomia adalah terapi paliatif yang berfungsi untuk
mengurangi gejala dan mencegah terjadinya komplikasi oral. Beberapa
perawatan yang dapat dilakukan untuk pasien xerostomia digolongkan
menjadi 5 yaitu terapi preventif, perawatan simtomatik, stimulasi lokal
atau topikal, stimulasi saliva secara sistemik, dan terapi untuk gangguan
10,11
sistemik.
1. Terapi preventif
Pasien diinstruksikan untuk melakukan kunjungan rutin ke dokter gigi
untuk menjaga kesehatan gigi yang optimal. Pasien juga perlu
melakukan konsultasi diet, menghindari makanan kariogenik,
mengurangi meminum minuman beralkohol, dan yang mengandung
10
kafein karena dapat meningkatkan mulut kering.
2. Perawatan simtomatik
Perawatan simtomatik yang dapat dilakukan antara lain penggunaan
air dan obat kumur. Pasien disarankan untuk mengkonsumsi air yang
cukup. Hal ini dapat membantu menjaga kelembaban rongga mulut,
membasahi mukosa, dan membersihkan debris. Penggunaan obat
kumur juga tersedia untuk pasien xerostomia, tetapi harus
menghindari produk yang mengandung alkohol, gula serta bahan yang
10
dapat mengiritasi.
3. Stimulasi salivasi secara local
Stimulasi lokal dapat dilakukan dengan mengunyah permen karet
bebas gula. Mengunyah dapat menstimulasi aliran saliva secara
efektif. Selain itu berkumur dengan larutan stimulant juga merupakan
10
stimulasi salivasi secara lokal.
4. Stimulasi sistemik
Sekresi saliva dapat dirangsang dengan pemberian obat-obatan yang
mempunyai pengaruh merangsang sistem saraf parasimpatis. Obat-
obatan tersebut seperti bromheksin, anetoletritioin, pilokarpin, dan
11,21
cevimeline.
5. Terapi untuk gangguan sistemik
Pada penderita diabetes melitus terapi ditujukan pada penyakit
sistemik yang diderita. Terapi dilakukan dengan cara mengatur pola
hidup serta pemberian obat- \obatan dan disertai penggunaan saliva
10
buatan.
3.1 Simpulan
Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang disebabkan
karena kelainan metabolik karbohidrat, baik secara herediter maupun didapat,
sebagai akibat kekurangan insulin yang relatif atau absolut. Hiperglikemia
kronis pada diabetes, berhubungan dengan kerusakan jangka panjang,
disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf,
1,14,15
jantung dan pembuluh darah.
Semakin lama seseorang menderita DM maka komplikasi dalam rongga
mulut seperti hiposalivasi dan xerostomia akan lebih banyak muncul. Hal ini
disebabkan hubungan level kadar glukosa darah pada pasien DM yang
7
berhubungan dengan kejadian penurunan aliran saliva.