Anda di halaman 1dari 16

Manifestasi dan Tata Laksana Lesi Mulut Terkait Diabetes

Mellitus

(Tinjauan Pustaka)

Nanan Nur’aeny, Wahyu Hidayat, Indah Suasani Wahyuni


Departemen Ilmu Penyakit Mulut FKG Unpad
Email : nanan.nuraeny@fkg.unpad.ac.id

Abstrak

Insidensi Diabetes mellitus (DM) terus meningkat secara tajam, diperkirakan pada tahun
2025 akan didapatkan penderita diabetes sebanyak 300 juta penderita. DM adalah suatu
kompleks penyakit metabolik dan vaskular, ditandai dengan hiperglikemia dan beberapa
komplikasi seperti penyakit mikrovaskuler pada ginjal, mata dan berbagai variasi klinis neuropati
Beberapa manifestasi klinis pada pasien DM juga dapat ditemukan dalam rongga mulut,
diantaranya serostomia, kandidiasis oral, keilitis angularis, oral lichen planus, median rhomboid
glossitis, gingivitis, dan periodontitis. Pada makalah tinjauan pustaka ini akan dibahas mengenai
tinjauan umum DM dan lesi mulut terkait DM serta tata laksananya di bidang Kedokteran Gigi.
DM terbagi secara umum menjadi DM Tipe 1 dan 2 dengan gejala dan tanda khas masing-
masing tipe sesuai hasil pemeriksaan klinis maupun penunjang. Lesi oral pada pasien DM dapat
ditangani dengan baik secara komprehensif sejalan dengan penanganan status DM pasien,
sehingga diperlukan kerjasama yang baik antara pasien dan dokter serta dokter gigi yang
menangani. Komplikasi DM dapat fatal jika tidak ditangani serius. Kondisi lesi mulut juga
sangat penting untuk menjadi perhatian karena penanganan secara tepat dapat meningkatkan
kualitas hidup pasien.

Kata Kunci : Lesi mulut, Diabetes Mellitus, tata laksana.

Abstract
The incidence of diabetes mellitus (DM) has continued to rise sharply, estimated in 2025
will get diabetes as much as 300 million sufferers. DM is a complex metabolic disease and
vascular, characterized by hyperglycemia and some complications such as microvascular
disease of the kidneys, eyes and a wide variety of clinical neuropathy Several clinical
manifestations in patients with DM can also be found in the oral cavity, including serostomia,
oral candidiasis, cheilitis angularis, oral lichen planus, median rhomboid glossitis, gingivitis,
and periodontitis. In this literature review paper will discuss an overview of oral lesion related
with diabetes and its management. DM generally divided into Type 1 and 2 diabetes mellitus
with signs and symptoms typical of each type according to the results of clinical and supporting
examination. Oral lesions in diabetic patients can be treated with comprehensively in line with
the handling of DM status of the patient, so it requires good cooperation between patient and
also other clinician. Complications of diabetes can be fatal if not treated seriously. The
conditions of oral lesions is also very important to be a concern for the proper handling to
improve the quality of life of patients.

Keywords: Diabetes Mellitus, Oral Lesions

Pendahuluan

Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit yang tidak ditularkan ( Non-

Communicable disease) dan sering ditemukan di masyarakat seluruh dunia.1 Di negara

berkembang DM juga sebagai penyebab kematian 4 – 5 kali dibanding dengan penyakit lain.

Insidensi DM terus meningkat secara tajam, sampai saat ini tercatat sebanyak 177 juta penderita

diabetes di seluruh dunia, dan diperkirakan pada tahun 2025 akan didapatkan penderita diabetes

sebanyak 300 juta penderita.2 DM adalah suatu kompleks penyakit metabolik dan vaskular,

ditandai dengan hiperglikemia dan beberapa komplikasi seperti penyakit mikrovaskuler pada

ginjal, mata dan berbagai variasi klinis neuropathi.3,4

Diabetes mellitus merupakan penyakit yang penting bagi para dokter gigi karena dokter

gigi sebagai bagian dari tim medis dapat berperan dalam mendeteksi kasus diabetes baru. 5

Dokter gigi juga harus memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi pasien dengan diabetes

termasuk mengetahui tingkat keparahan dan kontrol glikemik, serta manifestasinya baik secara
umum mupun yang terdapat dalam rongga mulut. Berikut dalam kepustakaan ini akan dibahas

mengenai DM secara umum dan lesi mulut terkait DM serta tata laksananya .

Tinjauan Umum Diabetes mellitus

Diabetes mellitus (DM) terdiri dari dua kata, yaitu diabetes dan mellitus. Berdasarkan

Buku Kamus Kedokteran Dorland, diabetes adalah penyakit yang disebabkan diuresis yang

berlebihan (poliuria), ditandai dengan pengeluaran air yang berlebihan, sedangkan kata mellitus,

berasal dari meli berarti yang menunjukkan hubungan dengan madu atau gula, yang

menunjukkan adanya glukosa dalam pasien yang umum dikenal sebagai kencing manis. DM

adalah suatu sindrom kronik gangguan metabolik karbohidrat, protein, dan lemak akibat

ketidakcukupan sekresi insulin (relatif/absolut) atau resistensi insulin pada jaringan yang dituju.

DM merupakan kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia (meningkatnya

kadar gula darah) yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya.

Penyebab DM pada umumnya adalah adanya cacat genetik sel B pankreas dalam memproduksi

insulin. Faktor resiko diabetes mellitus dapat secara herediter, obesitas dan usia bertambah. DM

dapat diakibatkan oleh beberapa faktor seperti gangguan genetik, kerusakan awal dari sel β

pankreas akibat peradangan, kanker atau operasi, gangguan endokrin seperti hiperpituitari atau

hipertiroid, dan penyakit iatrogenik akibat keterlibatan steroid.5

Berdasarkan American Diabetes Association (ADA) pada tahun 1997, Diabetes

diklasifikasikan dalam empat tipe, yaitu tipe 1, tipe 2, tipe lain yang spesifik, dan tipe

gestasional.5,6 Diabetes mellitus (DM) tipe 1 (kerusakan atau penurunan fungsi sel beta di

pancreas dan autoimun,idiopatik disebabkan adanya sel islet/antibody insulin), DM tipe 2 (terjadi

resistensi insulin disertai defisiensi insulin yang relative), DM tipe lain (karena kelainan genetik,
penyakit pankreas, obat, infeksi, antibody, sindroma penyakit lainnya, nilai glukosa darah puasa

rendah/abnormal), dan DM pada masa kehamilan atau gestasional diabetes (kadar toleransi

glukosa abnormal selama kehamilan.5

DM tipe 1 disebut juga insulin-dependent diabetes (IDDM, "diabetes yang bergantung

pada insulin"), ditandai dengan hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau langerhans

pankreas sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Penyebabnya karena kerusakan auto

imun sel beta pankreas yang dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh. Pasien bergantung pada

pemberian insulin dari luar.7 Diabetes mellitus tipe 2 disebut juga non-insulin-dependent diabetes

mellitus (NIDDM, "diabetes yang tidak bergantung pada insulin"). Terjadi karena

ketidaksempurnaan dalam produksi insulin dan resistensi terhadap insulin atau berkurangnya

sensitifitas terhadap insulin. Ada beberapa teori yang menyebutkan penyebab pasti dan

mekanisme terjadinya resistensi ini, namun obesitas sentral (lemak yang terletak disekitar badan

pinggang atau abdominal bagian dalam, lemak subkutan) diketahui sebagai faktor predisposisi

terjadinya resistensi terhadap insulin.

DM gestasional (DMG) melibatkan suatu kombinasi dari kemampuan reaksi dan

pengeluaran hormon insulin yang tidak cukup, seperti halnya pada diabetes mellitus tipe 2. DMG

terjadi di sekitar 2%–5% dari semua kasus kehamilan. Diabetes melitus gestational dapat

merusakkan kesehatan dari janin atau ibu dan sekitar 20%–50% dengan diabetes mellitus

gestational berlanjut mengalami diabetes mellitus tipe 2. DMG ini sendiri terjadi pada sekitar

2%–5% dari semua kasus kehamilan.5

Gejala awal berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah yang tinggi. Jika

kadar gula darah diatas 160-180 mg/dl, maka glukosa akan sampai ke air kemih. Jika kadarnya

lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar
glukosa yang hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka

penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri). Akibat poliuri maka penderita

merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak minum (polidipsi). Sejumlah besar kalori

hilang ke dalam air kemih, penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasi

hal tersebut penderita seringkali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan

(polifagi). Gejala lain adalah pandangan kabur, pusing, mual dan berkurangnya ketahanan

selama melakukan olah raga. Penderita diabetes yang tidak terkontrol lebih peka terhadap

infeksi.5

Pada penderita diabetes tipe 1, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa berkembang

dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan diabetic ketoacidosis. Kadar gula

dalam darah tinggi tetapi karena sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin,

maka sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan

keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang dapat menyebabkan darah menjadi asam

(ketosidosis). Penderita diabetes tipe 1 karena mengalami ketoasidosis sehingga menunjukkan

gejala berupa rasa haus dan berkemih yang berlebihan/ poliuria (banyak buang air kecil),

polidipsia (banyak makan dan minum), polifagia ( lapar), berat badan berkurang yang tidak dapat

dijelaskan penyebabnya, letih, lesu, sering mengompol saat tidur (rekuren), infeksi kulit yang

sering berulang dan dry mouth. mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak).

Pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah.

Penderita dapat menjadi koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam. 6 Penderita DM tipe 2

dapat tidak menunjukkan gejala-gejala selama beberapa tahun. Jika kekurangan insulin semakin

parah, maka timbul gejala sering berkemih dan sering merasa haus. Jarang terjadi ketoasidosis.

Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1000 mg/dL), maka penderita akan
mengalami dehidrasi berat, yang dapat menyebabkan disorientasi mental, pusing, kejang, dan

suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.6

Pemeriksaan kadar glukosa darah (KGD) terdiri atas KGD puasa, KGD 2 jam PP, tes

toleransi glukosa oral, dan pemeriksaan HbA1C.3 Kadar gula darah normal, diantaranya: gula

darah sewaktu: < 200mg/dL, gula darah puasa: < 100 mg/dL, g ula darah 2 jam PP: <140 mg/dL.

The American Diabetes Association /World Health Organization menganjurkan penegakan

diagnosis DM berdasarkan ditemukannya minimal dua dari hasil pemeriksaan penunjang, yaitu

Gula darah puasa ≥ 126 mg/dL atau >7,0 mmol/L, gejala diabetes dan gula darah sewaktu ≥ 200

mg/dL atau >11,1 mmol/L, gula darah 2 jam postprandial ≥ 200 mg/dL atau >11,1 mmol/L

setelah mendapat input oral glukosa 75 g (tes toleransi glukosa oral).

Komplikasi yang dapat terjadi, diantaranya ketoasidosis, hyperosmolar nonketotic coma,

diabetic retinopathy/ kebutaan, katarak, diabetic nephropathy/ gagal ginjal, accelerated

atherosclerosis (coronary heart disease), ulserasi dan gangren pada kaki, diabetic neuropathy

(disfagia, diare, impotensi, kelemahan otot/kram, mati rasa, kesemutan, rasa perih seperti

terbakar). Komplikasi lainnya yaitu penyakit Makrovaskular (Arterosklerosis), penyakit

pembuluh darah perifer, kardiovaskuler (CAD), serebrovaskuler (stroke), dan perubahan dalam

penyembuhan luka.6

Diabetic retinopathy terbagi menjadi dua tahap, yaitu tahap nonproliferatif dan tahap

proliferatif. Retinopathy nonproliferatif terjadi baik pada diabetes tipe 1 atau 2. Mikroaneurisme

kapiler retina, memperlihatkan titik-titik merah kecil, merupakan tanda klinis paling awal yang

dapat dideteksi pada diabetic retinopathy dan sebagai penyebab paling umum pada kerusakan

visual DM tipe 2. Penyumbatan kapiler dan arteriol menyebabkan iskemi retinal yang nampak

sebagai area kuning kabur dengan batas tidak jelas (bercak kapas atau eksudat halus). Hemoragi
retina dapat juga terjadi, dan vena retina dapat berkembang menjadi perluasan

segmental.8,9Retinopathy dapat berkembang lebih parah yang dikarakteristikkan dengan

proliferasi pembuluh darah baru (retinopathy proliferatif). Vaskularisasi yang baru lebih

cenderung pada tipe 1 daripada tipe 2 dan merupakan penyebab utama kebutaan. Diperkirakan

iskemi retina menstimulasi hormon pertumbuhan, menghasilkan pembuluh darah baru. Akan

tetapi, kapiler-kapiler tersebut abnormal, dan tarikan antara jaringan fibrovaskular yang baru dan

lensa mata dapat menyebabkan hemoragi lensa mata atau pemisahan selaput retinal, merupakan

dua penyebab potensial kebutaan.9

Diabetic nephropathy disebabkan langsung dari kelainan fungsi glomerulus. Perubahan

histologis pada glumerolus tidak dapat dibedakan pada diabetes tipe 1 dan 2. Membran basalis

dari kapiler glomerolus menebal dan meghilangkan pembuluh darah; mesangium yang

mengelilingi pembuluh darah glumerolus meningkat karena deposisi material menyerupai

membran basal dan dapat mengganggu pembuluh darah glomerolus; arteri afferen dan efferan

juga mengeras. Glomerulosklerosis biasanya difus tetapi pada 50% kasus dihubungkan dengan

sklerosis nodular. Komponen nodular tersebut, disebut nodul Kimmelstiel-Wilson.8,10 Jika lesi

glomerolus memburuk, proteinuria meningkat dan nephropathy berkembang. Diabetic

nephropathy dicirikan secara klinis dengan kehadiran 300-500 mg protein urin per hari. Pada

diabetic nephropathy (tidak seperti penyakit ginjal lain), proteinuria meningkat sejalan

penurunan fungsi ginjal. Pada penderita DM khususnya yang tidak terkontrol, dapat terjadi

komplikasi ke arah penyakit ginjal seperti Chronic Kidney Disease (CKD). CKD ini dapat

teridentifikasi melalui pemeriksaan darah untuk kreatinin, jika terjadi peningkatan kadar

kreatinin maka fungsi filtrasi dari glomerulus sudah tidak berjalan dengan normal. Ada beberapa

tanda klinis dari CKD ini yaitu: hipertensi atau tekanan darah yang meningkat, hiperkalemia
sebagai hasil dari peningkatan kadar potasium di dalam darah dan anemia (karena sintesis

eritropoetin di ginjal terganggu).10

Diabetic neuropathy merupakan komplikasi yang biasa terjadi pada diabetes. Diabetic

neuropathy adalah suatu kerusakan pada saraf yang ditandai dengan nyeri. Hal ini terjadi akibat

peningkatan kadar glukosa darah dalam jangka lama. Kerusakan saraf yang terjadi dapat

menyebabkan rasa sakit, tapi pada sebagian besar kasus, rasa sakit yang terjadi tidaklah berat.

Terdapat dua tipe dari diabetic neuropathy, antara lain sensorik, dan otonom. Pada diabetic

neuropathy sensorik, bagian tubuh yang sering terserang pada tipe ini adalah kaki, namun dapat

juga menyerang tangan, daerah perut dan punggung. Kerusakan saraf pada kaki dapat

menyebabkan hilangnya sensasi rasa, yang akan meningkatkan resiko cedera kaki. Oleh karena

itu diperlukan perhatian yang lebih dalam menjaga dan merawat kaki, yang bertujuan untuk

mengurangi resiko cedera. Gejala pheripheral diabetic neuropathy antara lain, rasa geli

(tingling), baal (berat atau dalam jangka waktu yang lama dapat permanen), rasa terbakar, rasa

sakit. Untuk mencegah terjadinya pheripheral diabetic neuropathy, kadar glukosa darah harus

selalu terkontrol. Selain itu pencegahan dapat juga dilakukan dengan cara memeriksa keadaan

kaki setiap hari, mengoleskan pelembab jika kaki kering, berhati-hati dalam menggunting kuku,

memakai alas kaki untuk mencegah terjadinya luka.8,10,11

Pada tipe autonom, bagian tubuh yang biasa terserang adalah sistem pencernaan,

peredaran darah, sistem urin, dan organ seks. Sistem pencernaan, dengan gejala yaitu perut yang

terlihat membengkak, diare, konstipasi, mual, muntah, perut terasa penuh setiap habis makan.

Perawatan berupa pemberian asupan berupa makanan kecil, dan obat. Pada peredaran darah,

gejala berupa Blacking out ketika berdiri tiba-tiba, peningkatan detak jantung, pusing, hipotensi.

Perawatan berupa usaha menghindari berdiri secara tiba-tiba, dan pemberian obat. Bila sistem
urin yang terkena, akan menunjukkan gejala pembengkakan, poliuri (terutama malam hari).

Perawatan berupa pemberian obat, self-catheterization, atau bedah.

Penatalaksanaan DM bertujuan untuk meregulasi gula darah, terapi untuk DM tipe I

diantaranya diet dan olahraga dan terapi insulin. Terapi untuk DM tipe 2 adalah diet dan olahraga

serta meregulasi glukosa darah dapat digunakan obat-obat hipoglikemia atau terapi insulin.

Kunci utama keberhasilan perawatan pasien diabetes melitus adalah dengan cara kontrol yang

teratur agar kadar gula darah tetap sesuai dengan keadaan normal, kontrol hipertensi dan kontrol

berat badan. Pada pasien DM tipe 1 yang mengalami insufisiensi insulin, dilakukan terapi insulin

yang memang diperlukan tubuh penderita DM tipe 1.5 Jika dengan cara kontrol tersebut kadar

gula darahnya masih sulit dikendalikan, harus diberikan obat hypoglicemic agents yang sangat

sering digunakan pada pasien tipe 2 DM ,yaitu sulfonylureas, yang berfungsi meningkatkan

sekresi insulin, biguanides, berfungsi menurunkan produksi hepatic glucose, gamma glukosidase

inhibitor dapat memperlambat digesti karbohidrat, dan thiazolidinediones: menurunkan

sensitifitas insulin.5

Manifestasi Lesi Mulut Terkait DM dan Tatalaksana DM di Bidang Kedokteran Gigi

Ciri utama manifestasi penyakit DM di rongga mulut adalah adanya peradangan gusi

yang berlebihan. Penderita DM yang tidak terkontrol pada umumnya mudah mengalami luka

atau perdarahan pada saat menyikat gigi atau sedang menggunakan benang gigi. Hal ini

disebabkan karena pada penderita DM ditemukan pembengkakan lapisan epitel dari pembuluh

darah gusi yang dapat menghalangi difusi oksigen. 12


Selain itu, juga terjadi perubahan flora

normal dari plak gigi yaitu berupa peningkatan jumlah bakteri-bakteri patogen yang

menyebabkan terjadinya penyakit gusi (gingivitis/ periodontitis). Penurunan fungsi dari salah
satu sel darah putih (Poly Morpho Nuclear cell /PMN) yang terjadi pada penderita DM juga

diperkirakan dapat memperparah penyakit gusi yang ada. Selain penyakit gusi, DM juga

menyebabkan bau mulut (acetone breath), penurunan produksi liur (xerostomia) sehingga mulut

menjadi kering, sialosis serta rasa terbakar pada mulut (burning mouth sensation). Pada penderita

diabetes juga terjadi reaksi lichenoid pada mukosa mulut sebagai akibat obat-obat hipoglikemik

dan adanya pertumbuhan jamur di rongga mulut (Candidiasis).

Rongga Mulut pasien dengan DM, dapat mengalami gingivitis dan periodontitis.

Resistensi jaringan gingival dan jaringan periodontal menurun karena adanya perubahan

komposisi kolagen dan regulasi DM dan OH. Faktor pencetusnya antara lain faktor infeksi;

faktor angiopati diabetik dimana suplai darah dan menurun sehingga merusak jaringan

periodontal (gejala edema gingival, perdarahan gingival, gigi tanggal, dan infeksi bakteri

anaerob); dan faktor neuropati diabetik dimana adanya serostamia, glosodynia, dan TMJ

disorders.13

Manifestasi lainnya dalam rongga mulut adalah angular cheilitis, yaitu suatu lesi kronis

berupa fissure (celah pada sudut bibir, terasa nyeri karena sampai ke membran basalis, daerah

sekitar eritema, berupa fisure yang dalam) dan seringnya bilateral. Etiologinya adalah jamur

Candida albicans. Faktor predisposisinya antara lain anemia, usia tua, kebiasaan OH (oral

higiene) mulut yang buruk, penggunaan antibiotik yang luas, merupakan penurunan dimensi

vertikal. Terapi yang dilakukan, yaitu tingkatkan kebersihan oral hygiene, pemberian anti jamur

topikal (nistatin, ketekonazol), pemberian vitamin B, antibiotik jika perlu.12


Angular Cheilitis12

Manifestasi lainnya yaitu median rhomboid glossitis. Suatu bercak licin, gundul, lesi

berwarna merah tanpa papilla filiformis, berbatas jelas, dengan tepi irregular. Lokasi paling

sering di garis tengah dorsum lidah. Etiologinya Candida albicans. Predisposisi pada

pasien Diabetes mellitus, antibiotik spektrum luas, supresi imun.13

Median rhomboid glossitis13

Pasien DM juga dapat mengeluhkan rasa terbakar pada mulut. Gejala ini disebut dengan

burning mouth sindrome. Predisposisinya infeksi kronis, aliran balik asam lambung, obat2an,

kelainan darah, defisiensi nutrisi, ketidak seimbangan hormonal, alergi. Manifestasi lainnya yaitu

lesi putih berupa Oral lichen planus. Ciri khas lesi berbentuk seperti jala menyilang, dikenal

sebagai wickham striae, bersifat kronis dapat terjadi pada kulit, mukosa atau kulit dan mukosa.

Etiologinya belum jelas. Predisposisinya stress emosi, obat-obatan, gangguan imun, diabetes

mellitus. Gambaran oral lichen planus berupa atrofik, erosif, papuler, bula (jarang), menyebar

(retikuler). Keluhan pada pasien dengan oral lichen planus seperti rasa kasar pada mukosa
mulut, sensitivitas terhadap makanan panas, berbumbu, asam, atau pedas, rasa nyeri yang hilang

timbul pada mukosa mulut, nyeri pada gingival, plak putih/merah pada mukosa mulut, ulserasi

pada mukosa mulut, gingiva kemerahan.12,13

Oral lichen planus12

Pasien DM juga sering dijumpai adanya serostomia, Serostomia bukan penyakit, tetapi

merupakan gejala adanya suatu penyakit tertentu. Keadaan ini menyebabkan efek negatif seperti

peningkatan karies gigi. Meningkatnya karies dapat memperburuk kondisi pasien, maka

dibutuhkan perawatan khusus untuk mengontrol keadaan ini. Serostomia biasanya disebabkan

oleh karena efek dari hiperglikemia yang meningkatkan jumlah sekresi urin sehingga

mengosongkan cairan ekstraseluler, maka ikut menurunkan sekresi saliva. Lesi mulut lainnya

berupa kandidiasis, sering disebut sebagai “yeast infection” atau thrush, adalah infeksi jamur

(mycosis) oleh spesies candida, yang paling sering oleh Candida albicans. Jamur ini, semacam

ragi yang ditemukan di tubuh kebanyakan orang. Sistem kekebalan tubuh yang sehat dapat

mengendalikan jamur ini. Jamur ini biasanya menyebabkan penyakit mulut, tenggorokan dan

vagina. Infeksi opurtinistik ini dapat terjadi beberapa bulan atau tahun sebelum infeksi

oportunistik lain.12 Infeksi candida biasanya semakin parah pada pasien imunosupresif, seperti

pada pasien kanker, transplantasi, dan AIDS. Infeksi superfisial pada kulit dan membran mukosa

oleh candida menyebabkan inflamasi lokal dan ketidaknyamanan. Pada pasien DM, kandidiasis
terjadi sebagai akibat dari kondisi rongga mulut yang kering (serostomia) sehingga memberikan

peluang bagi jamur kandida untuk tumbuh secara tidak terkendali karena kesesuaian dengan

kondisi lingkungan tersebut.13,14

Kandidiasis Pseudomembran pada mukosa


bukal13

Pasien DM dengan Non-insulin dependent, jika terkontrol maka tindakan di bidang

Kedokteran Gigi dapat dilakukan tanpa adanya pencegahan khusus. Pada pasien dengan Insulin-

controlled, jika terkontrol, tindakan kedokteran gigi dapat dilakukan tanpa adanya pencegahan

khusus. Sebaiknya perawatan dilaksanakan pada pagi hari. Pasien dianjurkan makan dan

mengkonsumsi insulin seperti biasanya. Perhatikan reaksi tanda-tanda insulin selama tindakan

berlangsung. Sediakan sumber glukosa sebagai antisipasi terhadap reaksi insulin seperti teh

manis, jus, dan lain-lain.5 Pasien DM yang akan mengalami extended surgery sebaiknya

melakukan konsultasi dengan dokter yang menangani pasien mengenai diet selama periode

postoperative, dan diberikan antibiotik profilaksis untuk keadaan infeksi oral yang kronis. Pada

pasien dengan diabetes tidak terkontrol dapat diberikan perawatan emergensi yang tepat saja.

Konsulkan untuk evaluasi medis, penatalaksanan dan modifikasi faktor resiko. Jika simtomatis,

segera konsul. Jika asimtomatis, tetap dilakukan permohonan konsul rutin. Untuk prosedur

ekstraksi,glukosa darah dapat meningkat seiring dengan penggunaan epinefrin . Umumnya, dapat

digunakan anestesi lokal dengan epinefrin 1:100.000.Pada pasien diabetes dengan hipertensi,
post infark myokard, cardiac arrhythmia, merupakan kontraindikasi epinefrin. Diagram

pengambilan keputusan perawatan kedokteran gigi pada pasien diabetes berdasarkan nilai

glukosa darah di Glukometer yaitu <70 mg/dl berarti tunda perawatan elektif atau berikan

karbohidrat. >200 mg/dl berarti tunda perawatan elektif dan berikan insulin atau hipoglikemik

atau segera konsul ke dokter. Diabetes melitus perlu dibedakan dalam 3 golongan, yaitu

golongan risiko rendah (KGD < 200 mg/dl), dengan tindakan perawatan gigi: Restorasi dan

rehabilitasi serta tindakan bedah. Golongan kedua yaitu risiko sedang (KGD 200 - 300 mg/dl)

dengan tindakan perawatan gigi: Regulasi KGD dan restorasi dan rehabilitasi, serta tindakan

bedah. Golongan ketiga, risiko tinggi (KGD > 300 mg/dl ) dengan tindakan perawatan gigi:

Regulasi KGD, restorasi dan rehabilitasi, serta tindakan bedah.

Simpulan

Peran dokter gigi diharapkan dapat menangani pasien Diabetes Mellitus dengan baik

terutama dalam menangani berbagai keluhan dalam rongga mulut seperti gingivitis, periodontitis

dan beberapa kondisi lesi mulut diantaranya serostomia, keilitis angularis, dan kandidiasis oral.

Penanganan pasien DM tidak terlepas dari kerjasama yang baik antara pasien, dan dokter yang

menangani kondisi DM sehingga dapat mengontrol status diabetes secara berkala.

Daftar Pustaka

1. Permana H. Pengelolaan Hipertensi pada Diabetes Mellitus Tipe 2. Diunduh dari

pustaka.unpad.ac.id/.../pengelolaan_hipertensi_pada_diabetes_mell..

2. International Diabetes Federation website. Available at www.idf.org/

3. Nathan DM, Clearly PA, Backlund JY, et al. Intensive diabetes treatment and cardiovascular
disease un patients with type I diabetes. N Engl J Med 2005;353:2643-53.

4. Miley DD, Terezhalmy GT. The patient with diabetes mellitus: Etiology, epidemiology,

principles of medical management, oral disease burden, and principles of dental management.

Quintessence Int 2005;36:779-95.

5. Little JW, Falace DA, Miller CS, Rhodus NL. Dental management of the

medically compromised patient. 7nd Ed. St.Louis:Mosby Elsevier 2008. p.212-35.

6. Mensing C. Diagnosis and classification of diabetes mellitus. Diabetes Care 2006;29 (suppl

1): S43-S48.

7. Retnakaran R, Zinman B. Treatment of Type 1 Diabetes Mellitus in Adults. In: De Groot

LJ, Jameson JL, editors. Endocrinology. Philadelphia: Saunders (Elsevier); 2006. p.1167-

1185.

8. Nathan DM. Complication of diabetes. In Kahn HS (ed). Joslin’s Diabetes Mellitus, 14th ed.

Philadelphia, Lippincitt, Williams and Wilkins,2005.p.1808.

9. Aiello LP. Angiogenic pathways in diabetic retinopathy. N Engl J Med 2005;353:839-41.

10. Mlynarski WM, Placha GP, Wolkow PP, et al. Risk of diabetic nephropathy in type 1

diabetes is associated with functional polymorphism in RANTES receptor gene (CCR5): A

sex-specific effect. Diabetes 2005;54:3331-3335.

11. Perkins BA, Bril V. Early vascular risk factor modificationin type 1 diabetes. N Engl J Med

2005:352:408-409.

12. Greenberg MS, Glick M. Burket’s Oral Medicine Diagnosis and Treatment. 11th ed,

Hamilton: BC Decker Inc.; 2008.

13. Scully C. Oral and maxillofacial medicine. the basis of diagnosis and treatment. 2nd ed.

Edinburgh: Churchill Livingstone Elsevier. 2008.

14. Gandolfo S, Crispian S, Marco C. Oral medicine. Edinburgh : Churchill Livingstone


Elsevier. 2006

Anda mungkin juga menyukai