GIZI BURUK
DIRUANG TULIP II A (ANAK) RSUD ULIN BANJARMASIN
Disusun Oleh :
NIM :16310449
Mengesahkan
1. Definisi Penyakit
Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan
nutrisi, atau dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar rata-rata.
Nutrisi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Status gizi buruk
dibagi menjadi tiga bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut
kwashiorkor), karena kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan
kekurangan kedua-duanya. Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita
(bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh membusungnya perut (busung lapar).
Zat gizi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Gizi buruk
(severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh
kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah
dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun (Nency, 2005).
Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat diketahui
dari pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun
(baduta). Apabila pertambahan berat badan sesuai dengan pertambahan umur
menurut suatu standar organisasi kesehatan dunia, dia bergizi baik. Kalau
sedikit dibawah standar disebut bergizi kurang yang bersifat kronis. Apabila jauh
dibawah standar dikatakan bergizi buruk. Jadi istilah gizi buruk adalah salah satu
bentuk kekurangan gizi tingkat berat atau akut (Pardede, J, 2006).
2. Etiologi
Banyak faktor yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk. Menurut UNICEF
ada dua penyebab langsung terjadinya gizi buruk, yaitu :
a. Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah
makanan yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang
dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi yaitu kemiskinan.
b. Akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi. Hal ini disebabkan oleh
rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat
makanan secara baik.
Faktor lain yang mengakibatkan terjadinya kasus gizi buruk yaitu:
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada 3 faktor penyebab gizi buruk
pada balita, yaitu:
a. Keluarga miskin
b. Ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak
c. Faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS, saluran
pernapasan dan diare.
c. Marasmik-Kwashiorkor
Adapun marasmic-kwashiorkor memiliki ciri gabungan dari beberapa gejala klinis
kwashiorkor dan marasmus disertai edema yang tidak mencolok.
7. Pemeriksaan Penunjang
Antropometri
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut
pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan
tingkat gizi (Supariasa, 2002). Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan
adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U),
dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).
a) Indeks berat badan menurut umur (BB/U), merupakan pengukuran antropometri
yang sering digunakan sebagai indikator dalam keadaan normal, dimana
keadaan kesehatan dan keseimbangan antara intake dan kebutuhan gizi
terjamin. Berat badan memberikan gambaran tentang massa tubuh (otot dan
lemak). Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan keadaan yang
mendadak, misalnya terserang infeksi, kurang nafsu makan dan menurunnya
jumlah makanan yang dikonsumsi. BB/U lebih menggambarkan status gizi
sekarang. Berat badan yang bersifat labil, menyebabkan indeks ini lebih
menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Current Nutritional Status)
b) Indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) , Indeks TB/U disamping memberikan
gambaran status gizi masa lampau, juga lebih erat kaitannya dengan status
ekonomi (Beaton dan Bengoa (1973) dalam.
c) Indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), Berat badan memiliki
hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal,
perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan
kecepatan tertentu (Supariasa,dkk 2002).
d) Melakukan pemeriksaan darah untuk melihat ketidaknormalan Melakukan
pemeriksaan X-Ray untuk memeriksa apakah ada kelainan pada tulang dan organ
tubuh lain Memeriksa penyakit atau kondisi lain yang dapat menyebabkan
terjadinya gizi buruk.
8. Penatalaksanaan
a. Medis
Suplementasi zat gizi yang mungkin diperlukan adalah :
1) Glukosa biasanya secara intravena diberikan bila terdapat tanda-tanda
hipoglikemia.
2) KCl, sesuai dengan kebutuhan, diberikan bila ada hipokalemia.
3) Mg, berupa MgSO4 50%, diberikan secara intra muskuler bila terdapat
hipomagnesimia.
4) Vitamin B dan vitamin C dapat diberikan secara suntikan per-oral. Zat besi (Fe)
dan asam folat diberikan bila terdapat anemia yang biasanya menyertai
KKP berat.
5) Vitamin A diberikan sebagai pencegahan sebanyak 200.000 SI peroral atau
100.000 SI secara intra muskuler. Bila terdapat xeroftalmia, vitamin A diberikan
dengan dosis total 50.000 SI/kg berat badan dan dosis maksimal 400.000 SI.
b. Keperawatan
1. Tahap Penyesuaian
Tujuannya adalah menyesuaikan kemampuan pasien menerima
makanan hingga ia mampu menerima diet tinggi energi dan tingi protein
(TETP). Tahap penyesuaian ini dapat berlangsung singkat, adalah selama
1-2 minggu atau lebih lama, bergantung pada kemampuan pasien untuk
menerima dan mencerna makanan. Jika berat badan pasien kurang dari 7
kg, makanan yang diberikan berupa makanan bayi. Makanan utama adalah
formula yang dimodifikasi. Contoh: susu rendah laktosa +2,5-5% glukosa
+2% tepung. Secara berangsur ditambahkan makanan lumat dan makanan
lembek. Bila ada, berikan ASI. Jika berat badan pasien 7 kg atau lebih,
makanan diberikan seperti makanan untuk anak di atas 1 tahun.
Pemberian makanan dimulai dengan makanan cair, kemudian makanan
lunak dan makanan biasa, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pemberian energi dimulai dengan 50 kkal/kg berat badan sehari.
b. Jumlah cairan 200 ml/kg berat badan sehari.
c. Sumber protein utama adalah susu yang diberikan secara bertahap
dengan keenceran 1/3, 2/3, dan 3/3, masing-masing tahap selama 2-3
hari. Untuk meningkatkan energi ditambahkan 5% glukosa, dan
d. Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering, adalah 8-10 kali sehari tiap
2-3 jam. Bila konsumsi per-oral tidak mencukupi, perlu diberi tambahan
makanan lewat pipa (per-sonde) (RSCM, 2003).
d. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b/d asupan kalori dan protein yang
tidak adekuat.
Tujuan : Klien akan mencapai pertumbuhan dan perkembangan sesuai standar
usia.
Kriteria Hasil:
1) Pertumbuhan fisik (ukuran antropometrik) sesuai standar usia.
2) Perkembangan motorik, bahasa/ kognitif dan personal/sosial sesuai standar
usia.
Rencana:
1) Ajarkan kepada orang tua tentang standar pertumbuhan fisik dan tugas-tugas
perkembangan sesuai usia anak.
R/ Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang keterlambatan pertumbuhan
dan perkembangan anak.
2) Lakukan pemberian makanan/ minuman sesuai program terapi diet pemulihan.
R/ Diet khusus untuk pemulihan malnutrisi diprogramkan secara bertahap
sesuai dengan kebutuhan anak dan kemampuan toleransi sistem pencernaan.
3) Lakukan pengukuran antropo-metrik secara berkala.
R/ Menilai perkembangan masalah klien.
4) Lakukan stimulasi tingkat perkembangan sesuai dengan usia klien.
R/ Stimulasi diperlukan untuk mengejar keterlambatan perkembangan anak
dalam aspek motorik, bahasa dan personal/sosial.
5) Lakukan rujukan ke lembaga pendukung stimulasi pertumbuhan dan
perkembangan (Puskesmas/Posyandu)
R/ Mempertahankan kesinambungan program stimulasi pertumbuhan dan
perkembangan anak dengan memberdayakan sistem pendukung yang ada.
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius
FKUI.
Behrman, R. E. 1999. Ilmu Kesehatan Anak: Nelson, Edisi 15, vol 1. Jakarta: EGC.