LP Trauma Kapitis
LP Trauma Kapitis
PENDAHAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan gawat darurat adalah pelayanan pada pasien dengan kegawatan
yang membutuhkan kecepatan dan ketepatan untuk menurunkan risiko kecacatan
dan kematian. Cedera kepala merupakan penyebab kematian ketiga dari semua
jenis cedera yang dikaitkan dengan kematian, gangguan pada otak yang bukan
diakibatkan oleh suatu proses degeneratif ataupun kongenital, melainkan akibat dari
luar tubuh yang menyebabkan kelainan pada aspek kognitif, fisik dan fungsi
psikososial secara sementara ataupun permanen dan berasosiasi dengan hilangnya
atau terganggunya kesadaran (Desy Christiani, 2018).
Cedera kepala merupakan suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
dapat menyebabkan adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk atau garis
pada tulang tengkorak dan disertai atau tanpa disertai perdarahan intertisial dalam
substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak. (Manajemen Cedera
Kepala, 2020) Sedangkan menurut Smelter & Bare, (2013). Cedera kepala adalah
kerusakan otak dan sel-sel mati tidak dapat pulih akibat dari trauma atau benturan
sehingga darah yang mengalir berhenti walaupun hanya beberapa menit saja,
sedangkan kerusakan neuron tidak dapat mengalami regenerasi (Bagas Tegar
Rahmawan, 2023).
Menurut (Riskesdas, 2018), prevalensi kejaidan cedera kepala di Indonesia
berada pada angka 11,9%. Cedera kepala menempati posisi ketiga setelah cedera
pada anggota gerak bawah dan anggota gerak atas dengan prevalensi 67,9% dan
32,7%. Kejadian cedera kepala yang terjadi di provinsi Jawa Tengah memiliki
prevalensi sebesar 10,6%, dimana provinsi dengan cedera kepala tertinggi yaitu
provinsi Gorontalo dengan prevalensi 17,9%. Dari jumlah diatas, (80%)
dikelompokan sebagai cedera kepala ringan, (10 %) termasuk cedera sedang, dan
(10 %) termasuk cedera kepala berat.
Masalah keperawatan yang muncul pada pasien dengan cedera kepala
ringan antara lain nyeri akut, gangguan mobilitas fisik, risiko jatuh, dan
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Nyeri akut didefinisikan sebagai pengalaman
sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau
fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan berinteraksi ringan hingga berat
yang berlangsung kurang dari 3 bulan (Tim Pokja PPNI, 2016). Upaya yang dapat
dilakukan untuk mengatasi nyeri akut yaitu manajemen nyeri yang terdiri dari
kontrol lingkungan yang memperberat nyeri, fasilitasi istirahat dan tidur, anjurkan
monitor nyeri, serta kolaborasi pemberian analgetik (Tim Pokja PPNI, 2018).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui asuhan keperawatan gawat darurat
dan kritis yang dialami oleh pasien di RSUD UNDATA Provinsi Sulawesi
Tengah.
2. Tujan Khusus
a. Memperoleh gambaran pengkajian yang dilakukan oleh perawat pada pasien
yang mengalami masalah keperawatan gawat darurat dan kritis
b. Memperoleh gambaran diagnosa keperawtan yang dirumuskan oleh perawat
pada pasien yang mengalami masalah keperawatan gawat darurat dan kritis
c. Memperoleh gambaran intervensi keperawatan yang direncanakan oleh
perawat pada pasien yang mengalami masalah keperawatan gawat darurat
dan kritis.
d. Memperoleh gambaran implementasi yang dilakukan oleh perawat pada
pasien yang mengalami masalah keperawatan gawat darurat dan kritis.
e. Memperoleh gambaran evaluasi keperawatan yang dilakukan oleh perawat
pada pasien yang mengalami masalah keperawatan gawat darurat dan kritis.
C. Proses Pembuatan Laporan
Mencari Kasus Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis
6. Pemeriksaan Penunjang
a. CT scan digunakan untuk mengidentifikasi adanya hemoragig ,ukuran
ventrikuler, infark pada jaringan mati.
b. Foto tengkorak atau cranium cranium digunakan untuk mengetahui adanya
fraktur pada tengkorak.
c. MRI digunakan sebagai penginderaan yang menggunakan gelombang
elektomagnetik.
d. Laboratorium
1) Kimia darah : Untuk mengetahui keseimbangan elektrolit
2) Kadar elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai
akibat peningkatan tekanan intracranial.
3) Screen toksikologi : Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga
menyebabkan penurunan kesadaran.
e. Serebral angiographi menunjukkan anomaly sirkulasi serebral ,seperti
perubahan jaringan otak sekunder menjadi edema, perdarahan dan trauma.
f. Serial EEG digunakan untuk melihat perkembangan gelombang yang
patologis.
g. X-ray digunakan untuk mendeteksi perubahan struktur tulang , perubahan
truktur garis (perdarahan atau edema), frakmen tulang.
h. BAER digunakan untuk mengoreksi batas fungsi kortek dan otak kecil.
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien dengan cedera kepala meliputi sebagai berikut:
(Bagas Tegar Rahmawan, 2023)
a. Non pembedahan
1) Glukokortikoid (dexamethasone) untuk mengurangi edema
2) Diuretic osmotic (manitol) diberikan melalui jarum dengan filter
untuk mengeluarkan kristal-kristal mikroskopis
3) Diuretic loop (misalnya furosemide) untuk mengatasi peningkatan
tekanan intracranial.
4) Obat paralitik (pancuronium) digunakan jika klien dengan ventnilasi
mekanik untuk mengontrol kegelisahan atau agitasi yang dapat
meningkatkan resiko peningkatan tekanan intracranial
b. Pembedahan
Kraniotomi di indikasikan untuk:
1) Mengatasi subdural atau epidural hematoma
2) Mengatasi peningkatan tekanan kranial yang tidak terkontrol
3) Mengobati hidrosefalus
8. Komplikasi
a. Epilepsi Pasca Trauma
Epilepsi pasca trauma adalah suatu kelainan dimana kejang terjadi
beberapa waktu setelah otak mengalami cedera karena benturan di kepala.
Kejang terjadi pada sekitar 10% penderita yang mengalami cedera hebat
tanpa adanya luka tembus di kepala dan pada sekitar 40% penderita yang
memiliki luka tembus di kepala. Obat-obat anti kejang (misalnya feniton,
karbamazepinatau valproate) biasanya dapat mengatasi kejang pasca
trauma.
b. Afasia
Afasia adalah hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa
karena terjadinya cedera pada area bahasa di otak. Penderita tidak
mampu memahami atau mengekspresikan kata-kata. Bagian otak yang
mengendalikan fungsi bahasa adalah lobus temporalis sebelah kiri dan
bagian lobus frontalis di sebelahnya.
c. Apraksia
Apraksia adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang
memerlukan ingatan atau serangkaian gerakan. Kelainan ini jarang terjadi
dan biasanya disebabkan oleh kerusakan pada lobus parietalis ataulobus
frontalis.
d. Amnesia
Amnesia adalah hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan untuk
mengingat peristiwa yang baru saja terjadi atau peristiwa yang sudah lama
berlalu. Penyebabnya masih belum dapat sepenuhnya dimengerti. Amnesia
hanya berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa jam
(tergantung kepada beratnya cedera) dan akan menghilang dengan
sendirinya. Pada cedera otak yang hebat, amnesia bias bersifat menetap.
e. Fistel Karotis-kavernosus
Ditandai oleh trias gejala: eksoftalmus, kemosis, dan bruit orbita, dapat
timbul segera atau beberapa hari setelah cedera.
f. Diabetes Insipidus
Disebabkan oleh kerusakan traumatic pada tangkai hipofisis, menyebabkan
penghentian sekresi hormone antidiuretik.
g. Kejang pasca trauma
Dapat segera terjadi (dalam 24 jam pertama), dini (minggu pertama) atau
lanjut (setelah satu minggu).
h. Kebocoran cairan serebrospinal
Dapat disebabkan oleh rusaknya leptomeningen dan terjadi pada 2-6 %
pasien dengan cedera kepala tertutup. Kebocoran ini berhenti spontan
dengan elevasi kepala setelah beberapa hari pada 85 % pasien
i. Edema serebral & herniasi
Penyebab paling umum dari peningkatan TIK, Puncak edema terjadi 72
jam setelah cedera. Perubahan TD, Frekuensi nadi, pernafasan tidak teratur
merupakan gejala klinis adanya peningkatan TIK
j. Defisit Neurologis & Psikologis
Tanda awal penurunan fungsi neurologis :perubahan TK kesadaran, Nyeri
kepala hebat, Mual atau Muntah proyektil (tanda dari peningkatan TIK).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut
b. Risiko perdarahan
c. Risiko infeksi
d. Gangguan mobilitas fisik
e. Bersihan jalan napas tidak efektif
3. Intervensi keperawatan
terkoordinasi
Gerakan
terbatas
Fisik lemah
5 Bersihan jalan napas Setelah dilakukan Manajemen jalan napas (I.01011)
tidak efektif intervensi keperawatan Observasi
Ds : selama 3×24 monitor pola napas (frekuensi,
Mengeluh diharapkan bersihan kedalaman, usaha napas)
dispnea jalan napas meningkat monitor bunyi napas
Sulit bicara dengan kriteria hasil : monitor sputum
Ortopnea 1. Batuk efektif terapeutik
Do : meningkat pertahankan kepatenan jalan
Batuk tidak 2. produksi sputum napas
efektif menurun posisikan semi-fowler atau
Sputum 3. mengi menurun fowler
berlebih 4. wheezing menurun berikan minman hangat
Mengi, 5. dispnea membaik lakukan fisioterapi dada, jika
wheezing, 6. ortopnea membaik perlu
ronkhi 7. sianosis membaik berikan oksigen jika perlu
Gelisah 8. sulit bicara membaik edukasi
Sianosis 9. gelisah membaik anjurkan asupan cairan 2000
Bunyi napas 10. frekuensi napas ml/hari, jika tidak
berubah membaik komtraindikasi
Frekuensi 11. pola napas membaik ajarkan teknik batuk efektif
napas
berubah
Pola napas
berubah
4. Implementasi
Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan yang
dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Implementasi
keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk
membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus
kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.
Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan pasien,
faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi
implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Rahmawati, 2022).
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan. Evaluasi adalah
kegiatan yang disengaja dan terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat
dan anggota tim kesehatan lainnya. Dalam buku Konsep & penulisan Asuhan
Keperawatan, Tahap evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana
tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan
cara berkesinambungan dengan melibatkan pasien, keluarga, dan tenaga
kesehatan lainnya.
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan pasien dalam mencapai tujuan
yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan (Rahmawati,
2022).
DAFTAR PUSTAKA
Damar Aditya, dkk,. (2020). CT - SCAN Kepala Dengan Klinis Trauma Kapitis
Post Kecelakaan Lalu Lintas. KOCENIN Serial Konferensi No. 1 (2020).
Webinar Nasional Cendekiawan Ke 6 Tahun 2020, Indonesia.
Bagas Tegar Rahmawan,. (2023). Asuhan keperawatan pada TN. N dengan Cedera
Kepala Ringan di ruangan batussalam 1 RSI Sultan agung semarang. Universitas
islam sultan agung semarang.
Nur Amirah., 2019. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Kebutuhan Dasar Gangguan
Aman Nyaman Pada Tn. G.F Dengan Sindrom Koroner Akut Di Ruangan Iccu
Rsud. Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang. Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia Badan Pengembangan Dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia
Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Kupang
Joaqium Dacosta Amendosa, 2022. Asuhan Keperawatan Perawatan Jantung Pada
Pasien Acute Coronary Syndrome (Acs) Dengan Gangguan Penurunan
Curah Jantung Di Ruang Iccu Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2022
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Poltekkes Kemenkes Bengkulu
Agdama Revondika Mashudhi., 2020. Gambaran Tindakan Pencegahan Pada
Kelompok Berisiko Sindrom Koroner Akut Di Desa Drono Kecamatan Ngawen
Kabupaten Klaten. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Romandani, F.N., 2019. Hubungan Upaya Pencegahan Terhadap Kejadian Penyakit
Dbd Pada Masyarakat Di Desa Gemaharjo Wilayah Kerja Puskesmas
Gemaharjo Kabupaten Pacitan. Universitas Udayana.
Fachruddin,. (2020). Konsep Cedera Kepala. Umpo Repository.
Desy Christiani Elu Beily,. (2018). Hubungan Antara Faktor Transportasi Dengan
Cedera Kepala Sekunder Pada Pasien Cedera Kepala Berat Di IGD RSUD
BANGIL. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Widyagama Husada Malang