Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

PENDAHAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelayanan gawat darurat adalah pelayanan pada pasien dengan kegawatan
yang membutuhkan kecepatan dan ketepatan untuk menurunkan risiko kecacatan
dan kematian. Cedera kepala merupakan penyebab kematian ketiga dari semua
jenis cedera yang dikaitkan dengan kematian, gangguan pada otak yang bukan
diakibatkan oleh suatu proses degeneratif ataupun kongenital, melainkan akibat dari
luar tubuh yang menyebabkan kelainan pada aspek kognitif, fisik dan fungsi
psikososial secara sementara ataupun permanen dan berasosiasi dengan hilangnya
atau terganggunya kesadaran (Desy Christiani, 2018).
Cedera kepala merupakan suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
dapat menyebabkan adanya deformitas berupa penyimpangan bentuk atau garis
pada tulang tengkorak dan disertai atau tanpa disertai perdarahan intertisial dalam
substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak. (Manajemen Cedera
Kepala, 2020) Sedangkan menurut Smelter & Bare, (2013). Cedera kepala adalah
kerusakan otak dan sel-sel mati tidak dapat pulih akibat dari trauma atau benturan
sehingga darah yang mengalir berhenti walaupun hanya beberapa menit saja,
sedangkan kerusakan neuron tidak dapat mengalami regenerasi (Bagas Tegar
Rahmawan, 2023).
Menurut (Riskesdas, 2018), prevalensi kejaidan cedera kepala di Indonesia
berada pada angka 11,9%. Cedera kepala menempati posisi ketiga setelah cedera
pada anggota gerak bawah dan anggota gerak atas dengan prevalensi 67,9% dan
32,7%. Kejadian cedera kepala yang terjadi di provinsi Jawa Tengah memiliki
prevalensi sebesar 10,6%, dimana provinsi dengan cedera kepala tertinggi yaitu
provinsi Gorontalo dengan prevalensi 17,9%. Dari jumlah diatas, (80%)
dikelompokan sebagai cedera kepala ringan, (10 %) termasuk cedera sedang, dan
(10 %) termasuk cedera kepala berat.
Masalah keperawatan yang muncul pada pasien dengan cedera kepala
ringan antara lain nyeri akut, gangguan mobilitas fisik, risiko jatuh, dan
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Nyeri akut didefinisikan sebagai pengalaman
sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau
fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan berinteraksi ringan hingga berat
yang berlangsung kurang dari 3 bulan (Tim Pokja PPNI, 2016). Upaya yang dapat
dilakukan untuk mengatasi nyeri akut yaitu manajemen nyeri yang terdiri dari
kontrol lingkungan yang memperberat nyeri, fasilitasi istirahat dan tidur, anjurkan
monitor nyeri, serta kolaborasi pemberian analgetik (Tim Pokja PPNI, 2018).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui asuhan keperawatan gawat darurat
dan kritis yang dialami oleh pasien di RSUD UNDATA Provinsi Sulawesi
Tengah.
2. Tujan Khusus
a. Memperoleh gambaran pengkajian yang dilakukan oleh perawat pada pasien
yang mengalami masalah keperawatan gawat darurat dan kritis
b. Memperoleh gambaran diagnosa keperawtan yang dirumuskan oleh perawat
pada pasien yang mengalami masalah keperawatan gawat darurat dan kritis
c. Memperoleh gambaran intervensi keperawatan yang direncanakan oleh
perawat pada pasien yang mengalami masalah keperawatan gawat darurat
dan kritis.
d. Memperoleh gambaran implementasi yang dilakukan oleh perawat pada
pasien yang mengalami masalah keperawatan gawat darurat dan kritis.
e. Memperoleh gambaran evaluasi keperawatan yang dilakukan oleh perawat
pada pasien yang mengalami masalah keperawatan gawat darurat dan kritis.
C. Proses Pembuatan Laporan
Mencari Kasus Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis

Melakukan Pengkajian Pada Pasien

Pengumpulan Data Yang Diperoleh Dari Pasien Dan Buku Status


Penyusunan Laporan Akhir Stase Keperawatan Gawat Darurat Dan Kritis
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Teori Penyakit


1. Definisi
Trauma kapitis (Trauma brain injury) adalah suatu trauma mekanik yang
terjadi pada kepala. Trauma ini dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung dan menyebabkan gangguan fungsi neurologis seperti gangguan fisik,
kognitif, psikososial yang dapat terjadi secara temporer maupun permanen
(Damar Aditya, 2020).
Cedera kepala secara umum diartikan sebagai cedera yang melibatkan
scalp atau kulit kepala, tulang tengkorak, dan tulang-tulang yang membentuk
wajah
atau otak. Berdasarkan anatomi kepala, lapisan terluar yaitu kulit kepala
yang memiliki jaringan yang lunak tetapi memiliki daya lindung yang besar
Bilatengkorak tidak terlindung oleh kulit kepala maka hanya mampu m
enahan pukulan sebesar 40 pound/inch tetapi bila terlindung dari kulit kepala
dapat menahan pukulan 425-900 pound/inch.6 Setelah kulit kepala,
juga terdapat tulang tengkorak yang melindungi isi dalamnya yaitu otak.
Bagian yang paling penting dari kesemuanya ialah otak yang merupakan pusa
dari semua bagian tubuh (Bagas Tegar Rahmawan, 2023).
2. Etiologi
Berikut merupakan penyebab trauma kapitis (Fachrddin, 2020) :
a. Trauma tajam
Trauma oleh benda tajam : menyebabkan cedera setempat&menimbulkan
cedera lokal. Kerusakan local meliputi Contusio serebral, hematoma
serebral, kerusakan otak sekunder yang disebabkan perluasan masa lesi,
pergeseran otak atau hernia.
b. Trauma tumpul
Trauma oleh benda tumpul & menyebabkan cedera menyeluruh (difusi) :
Kerusakannya menyebar secara luas&terjadi dalam 4 bentuk : cedera
akson, keruskan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi
kecil multiple pada otak koma terjadi karena cedera kepala menyebar pada
hemisfer cerebral, batang otak atau kedua- duanya.
1) Cedera Akselerasi
Cedera akselerasi terjadi ketika objek bergerak menghantam kepala
yang tidak bergerak (misalnya, alat pemukul menghantam kepala).
2) Cedera Deselerasi
Cedera deselerasi terjadi ketika kepala yang bergerak membentur
obyek diam (jatuh atau tabrakan mobil ketika kepala membentur kaca
depan).
3) Cedera akselerasi-deselerasi
Cedera akselerasi-deselerasi terjadi ketika kekerasan fisik ataupun
kecelakaan kendaraan bermotor.
4) Cedera coup-countre coup
Cedera coup-countre coup terjadi ketika kepala terbentur yang
menyebabkan otak bergerak dalam ruang kranial dan dengan kuat
mengenai area tulang tengkorak yang berlawanan serta area kepala
yang pertama kali terbentur. Contoh seseorang yang dipukuli di bagian
belakang kepala.
5) Cedera rotasional
Cedera rotasional terjadi ketika pukulan atau benturan menyebabkan
otak berputar dalam rongga tengkorak, yang menyebabkan
peregangan atau robeknya neuron dalam substansi alba serta robeknya
pembuluh darah yang memfiksasi otak dengan bagian dalam rongga
tengkorak.
3. Patofisiologi
Patofisiologis dari cedera kepala traumatic dibagi dalam cedera primer
dan sekunder. Kerusakan yang terjadi dianggap karena gaya fisika yang
berkaitan dengan suatu trauma yang relative baru terjadi dan bersifat
irreversible untuk Sebagian besar daerah otak. Walaupun kontusio dan laserasi
yang terjadi pada permukaan otak, terutama pada kutub temporal dan
permukaan orbital dari lobus frontalis, memberikan tanda-tanda jelas tetapi
selama lebih dari 30 tahun telah dianggap jejas akson difus pada substansi alba
subcortex adalah penyebab utama kehilangan kesadaran berkepanjangan,
gangguan respon motori dan pemulihan yang tidak komplit yang merupakan
penanda pasien menderita cedera kepala traumatic berat. Berikut definisi dan
patofisiologi (Bagas Tegar Rahmawan, 2023):
a. Cedera primer
Cedera primer dapat disebabkan oleh cedera tembus (open head)
atau cedera yang tidak menentu (close-head). Cedera tembus (open)
melibatkan luka terbuka kepala karena benda asing (misal peluru). Hal ini
biasanya ditandai dengan kerusakan fokal yang terjadi di sepanjang rute
yang telah dilalui benda tersebut di otak yang mencakup tengkorak
retak/perforasi, robeknya meninges dan kerusakan jaringan otak. Cedera
primer disebabkan oleh kekuatan mekanik langsung, apakah tumpul,
tembus, atau meledak dan termasuk berikut ini.
1) Fraktur tulang tengkorak
2) Gegar otak
3) Laserasi
4) Cedera aksonal difus
b. Cedera sekunder
Mengacu pada konsekuensi patofisiologis yang berkembang dari cedera
primer dan mencakup banyak kaskade neurobiologis kompleks yang
diubah atau dimulai pada tingkat sel setelah cedera primer dan termasuk
berikut ini:
1) Iskemia (aliran darah tidak mencukupi)
2) Hipoksia (kekurangan oksigen di otak)
3) Hipotensi/hipertensi (tekanan darah rendah/tinggi)
4) Edema serebral (pembengkakan otak)
5) Tekanan intracranial meningkat (tekanan meningkat di dalam
tengkorak), dapat menyebabkan herniasi (bagian otak tergusur)
6) Hiperkapnia (kadar karbon dioksida yang berlebihan dalam darah)
7) Meningitis (infeksi pada lapisan meningeal) dan abses otak
8) Perubahan biokimia (perubahan kadar neutrotransmitter, sodium, potas
sium dan lain lain)
9) Epilepsi
4. Manifestasi Klinik
Menurut Andra, S. W., & Yessie ( 2013) dalam Bagas Tegar Rahmawan
(2023) manifestasi klinik sebagai berikut:
a. Cedera kepala ringan-sedang
1) Disorientai ringan
2) Amnesia memori sesaat
3) Hilang memori sesaat
4) Sakit kepala
5) Mual dan muntah
6) Vertigo dalam perubahan posisi
7) Gangguan pendengaran
b. Cedera kepala sedang berat
1) Oedema pulmonal
2) Kejang
3) Infeksi
4) Tanda herniasi otak
5) Hemiparise
6) Gangguan akibat saraf cranial
5. Pathway Keperawatan
Sumber: Made Sriwahyuni, 2019

6. Pemeriksaan Penunjang
a. CT scan digunakan untuk mengidentifikasi adanya hemoragig ,ukuran
ventrikuler, infark pada jaringan mati.
b. Foto tengkorak atau cranium cranium digunakan untuk mengetahui adanya
fraktur pada tengkorak.
c. MRI digunakan sebagai penginderaan yang menggunakan gelombang
elektomagnetik.
d. Laboratorium
1) Kimia darah : Untuk mengetahui keseimbangan elektrolit
2) Kadar elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai
akibat peningkatan tekanan intracranial.
3) Screen toksikologi : Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga
menyebabkan penurunan kesadaran.
e. Serebral angiographi menunjukkan anomaly sirkulasi serebral ,seperti
perubahan jaringan otak sekunder menjadi edema, perdarahan dan trauma.
f. Serial EEG digunakan untuk melihat perkembangan gelombang yang
patologis.
g. X-ray digunakan untuk mendeteksi perubahan struktur tulang , perubahan
truktur garis (perdarahan atau edema), frakmen tulang.
h. BAER digunakan untuk mengoreksi batas fungsi kortek dan otak kecil.
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien dengan cedera kepala meliputi sebagai berikut:
(Bagas Tegar Rahmawan, 2023)
a. Non pembedahan
1) Glukokortikoid (dexamethasone) untuk mengurangi edema
2) Diuretic osmotic (manitol) diberikan melalui jarum dengan filter
untuk mengeluarkan kristal-kristal mikroskopis
3) Diuretic loop (misalnya furosemide) untuk mengatasi peningkatan
tekanan intracranial.
4) Obat paralitik (pancuronium) digunakan jika klien dengan ventnilasi
mekanik untuk mengontrol kegelisahan atau agitasi yang dapat
meningkatkan resiko peningkatan tekanan intracranial
b. Pembedahan
Kraniotomi di indikasikan untuk:
1) Mengatasi subdural atau epidural hematoma
2) Mengatasi peningkatan tekanan kranial yang tidak terkontrol
3) Mengobati hidrosefalus
8. Komplikasi
a. Epilepsi Pasca Trauma
Epilepsi pasca trauma adalah suatu kelainan dimana kejang terjadi
beberapa waktu setelah otak mengalami cedera karena benturan di kepala.
Kejang terjadi pada sekitar 10% penderita yang mengalami cedera hebat
tanpa adanya luka tembus di kepala dan pada sekitar 40% penderita yang
memiliki luka tembus di kepala. Obat-obat anti kejang (misalnya feniton,
karbamazepinatau valproate) biasanya dapat mengatasi kejang pasca
trauma.
b. Afasia
Afasia adalah hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa
karena terjadinya cedera pada area bahasa di otak. Penderita tidak
mampu memahami atau mengekspresikan kata-kata. Bagian otak yang
mengendalikan fungsi bahasa adalah lobus temporalis sebelah kiri dan
bagian lobus frontalis di sebelahnya.
c. Apraksia
Apraksia adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang
memerlukan ingatan atau serangkaian gerakan. Kelainan ini jarang terjadi
dan biasanya disebabkan oleh kerusakan pada lobus parietalis ataulobus
frontalis.
d. Amnesia
Amnesia adalah hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan untuk
mengingat peristiwa yang baru saja terjadi atau peristiwa yang sudah lama
berlalu. Penyebabnya masih belum dapat sepenuhnya dimengerti. Amnesia
hanya berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa jam
(tergantung kepada beratnya cedera) dan akan menghilang dengan
sendirinya. Pada cedera otak yang hebat, amnesia bias bersifat menetap.
e. Fistel Karotis-kavernosus
Ditandai oleh trias gejala: eksoftalmus, kemosis, dan bruit orbita, dapat
timbul segera atau beberapa hari setelah cedera.
f. Diabetes Insipidus
Disebabkan oleh kerusakan traumatic pada tangkai hipofisis, menyebabkan
penghentian sekresi hormone antidiuretik.
g. Kejang pasca trauma
Dapat segera terjadi (dalam 24 jam pertama), dini (minggu pertama) atau
lanjut (setelah satu minggu).
h. Kebocoran cairan serebrospinal
Dapat disebabkan oleh rusaknya leptomeningen dan terjadi pada 2-6 %
pasien dengan cedera kepala tertutup. Kebocoran ini berhenti spontan
dengan elevasi kepala setelah beberapa hari pada 85 % pasien
i. Edema serebral & herniasi
Penyebab paling umum dari peningkatan TIK, Puncak edema terjadi 72
jam setelah cedera. Perubahan TD, Frekuensi nadi, pernafasan tidak teratur
merupakan gejala klinis adanya peningkatan TIK
j. Defisit Neurologis & Psikologis
Tanda awal penurunan fungsi neurologis :perubahan TK kesadaran, Nyeri
kepala hebat, Mual atau Muntah proyektil (tanda dari peningkatan TIK).

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan adalah langkah pertama yang perawat lakukan
alam melakukan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan pasien. Dalam
melakukan pengkajian harus diperlukan ialah data yang akurat, jelas dan nyata
dari pasien. Dengan demikian, diperlukan pengumpulan data-data dari pasien
yang dilakukan perawat dalam melakukan asuhsn keparawatan (E Payage,
2023). Hal-hal yang harus dikaji dalam proses pengkajian keperawatan, yaitu :
a. Identitas Data
1) Identitas Pasien meliputi nama, tempat/tanggal lahir, usia, jenis kelamin,
alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor RM, tanggal pengkajian.
2) Identitas Penanggung Jawab meliputi nama ayah/ibu, pekerjaan ayah
pekerjaan ibu, pendidikan ayah, pendidikan ibu agama, alamat dan
suku/bangsa.
b. Keluhan Utama
Untuk mengetahui keluhan pasien kita perlu membutuhkan pertolongan
tenaga kesehatan lainnya.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengkajian dilakukan untuk mengurangi keluhan yang dirasakan pasien
dan yang perlu dikaji, yaitu :
1) Munculnya keluhan pasien
2) Karakteristik
3) Masalah saat muncul keluhan
d. Riwayat Penyakit Sebelumnya
1) Riwayat Keluarga
Yang perlu dikaji yaitu penyakit yang pernah diderita dan yang sedang di
derita oleh keluarga (diperlukan genogram keluarga 3 generasi).
e. Pengkajian Pola Fungsional
1) Persepsi kesehatan
Pengkajian ini dilakukan untuk melihat persepsi keluarga terhadap
penyakit
2) Nutrisi/metabolik
Pengkajian ini dilakukan untuk mengetahui keseimbangan nutrisi,
kondisi kulit, elektrolit, dan keadaan fisik pasien dan orang tua.
3) Eliminasi
Pengkajian ini dilakukan untuk mengetahui fungsi ekskresi usus,
kandung kemih, kulit pada pasien dan orang tua.
4) Aktivitas/latihan
Pengkajian ini dilakukan untuk mengetahui latihan dan aktivitas seta
fungsi pernafasan pada pasien dan orang tua.
5) Tidur/istirahat
Pengkajian ini dilakukan untuk mengetahui pola tidur pasien, istirahat
dan persepsi tingkat energi pada pasien dan orang tua.
6) Kognitif/perseptual
Pengkajian ini dilakukan untuk mengetahui pola pendengaran,
penglihatan, pengecapan, perabaan, penciuman, persepsi nyeri,
komunikasi, memori pada pasien dan orang tua.
7) Persepsi Diri
Pengkajian ini dilakukan untuk mengetahui sikap terhadap diri sendiri
pada pasien dan orang tua.
8) Peran dan hubungan
Pengkajian ini dilakukan untuk mengetahui persepsi terhadap diri sendiri
pada pasien dan orang tua.
9) Seksualitas/reproduksiPengkajian ini dilakukan untuk mengetahui
seksualitas dan sistem reproduksi pada pasien dan orang tua.
10) Koping dan Toleransi Stress
Pengkajian ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan koping stress
pada pasien dan orang tua.
11) Nilai dan Kepercayaan
Pengkajian ini dilakukan mengenai keyakinan, nilai dan kepercayaan
pasien dan orang tua.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut
b. Risiko perdarahan
c. Risiko infeksi
d. Gangguan mobilitas fisik
e. Bersihan jalan napas tidak efektif
3. Intervensi keperawatan

No Diagnosa Kritera Hasil Intervensi


1 Nyeri Akut (D.0074) Setelah dilakukan Manajemen nyeri (I.08238)
Ds : intervensi keperawatan Observasi
 Klien selama 3×24 jam 1. Identifikasi lokasi,
mengeluh diharapkan tingkat karakteristik, durasi,
nyeri nyeri menurun dengan frekuansi, intensitas nyeri
Do : kriteria hasil : 2. Identifikasi Skala nyeri
 Tampak 1. Keluhan nyeri 3. Identifikasi respons nyeri
meringis menurun non verbal
 Bersikap 2. Gelisa menurun 4. Identifikasi faktor yang
protektif 3. Meringis memperberat nyeri

 Gelisah menurun Terapeutik

 Frekuensi 4. Sikap protektif 5. Berikan teknik

nadi menurun nonfarmakologis untuk

meningkat 5. Kesulitan tidur mengurangi rasa nyeri

 Tekanan menurun 6. Kontrol lingkungan yang

darah 6. Pola napas memperberat nyeri

meningkat membaik 7. Fasilitasi istirahat tidu


7. Frekuensi nadi 8. Pertimbangkan jenis dan
 Pola napas
membaik sumber nyeri dalam
berubah
8. Tekanan darah pemilihan strategi
 Nafsu makan
membaik meredakan nyeri
berubah
 Menarik diri
 Proses Edukasi
berfikir 9. Jelaskan penyebab periode
terganggu dan pemicu nyeri
10. Jelaskan strategi
meredahkan nyeri
Kolaborasi
11. Kolaborasi pemberian
analgetik jika perlu
2 Risiko perdarahan Setelah dilakukan Pencegahan perdarahan (I.02067)
(D.0012) intervensi keperawatan Observasi
Ds: - selama 3×24 1. Monitor tanda dan gejala
Do: - diharapkan tingkat perdarahan
perdarahan menurun 2. Monitor nilai
dengan kriteria hasil : hematokrit/hemoglobin
1. Kelembapan sebelum dan setelah
memberan mukosa kehilangan darah
meningkat 3. Monitor koagulasi
2. Kelembapan kulit Terapeuitik
meningkat 4. Pertahankan ber rest selama
3. Hemoglobin perdarahan
membaik 5. Batasi tindakan invasi, jika
4. Perdarahan pasca perlu
operasi menurun 6. Gunakan kasur pencegahan
5. Hematokrit dekubitus
membaik 7. Hindari pengukran suhu
6. Tekanan darah rektal
membaik Edukasi
8. Jelaskan tanda dan gejala
perdarahan
9. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan untuk
menghindari konstipasi
3 Risiko infeksi (0142) Setelah dilakukan Pencegahan infeksi (I.14539)
Ds: - intervensi keperawatan Observasi
Do :- selama 3×24 1. Monitor tanda dan gejala
diharapkan tingkat infeksi lokal dan sistematik
infeksi menurun Terapeutik
dengan kriteria hasil : 2. Batasi jumlah pengunjung
1. Kebersihan tangan 3. Berikan peraawatan kulit
meningkat pada area edema
2. Kebersihan badan 4. Cuci tangan sebelum dan
meningkat sesudah kontak dengan
3. Demam menurun pasien dan lingkungan
4. Kemerahan pasien
menurun Edukasi
5. Nyeri menurun 5. Jelaskan tanda dan gejala
6. Bengkak menurun infeksi
6. Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian
imunisasi , jika perlu
4 Gangguan mobilitas Setelah dilakukan Dukungan mobilisasi (I.05173)
fisik intervensi keperawatan Observasi
Ds : selama 3×24 1. Identifikasi adanya nyeri
 `mengeluh diharapkan mobilitas atau keluhan fisik lainnya
sulit fisik meningkat dengan 2. Identifikasi toleransi fisik
menggerakan kriteria hasil : melakukan pergerakan
ekstremitas 1. Pergerakan 3. Monitor frekuensi jantung
 Mengeluh ekstremitas dan tekanan darah sebelum
nyeri saat meningkat memulai mobilisasi
2. Kekuatan otot Terapeutik
bergerak meningkat 4. Fasilitasi aktivitas mobilisasi
 Enggan 3. Rentang gerak dengan alat bantu
melakukan (ROM) meningkat 5. Fasilitasi melakukan
pergerakan 4. Nyeri menurun pergerakan
 Merasa 5. Gerakan terbatas 6. Libatkan keluarga untuk
cemas saat menurun membantu pasien dalam
bergerak 6. Kelemahan fisik meningkatkan pergerakan
Do : menurun Edukasi
 Kekuatan otot 7. Jelaskan tujuan dan prosedur
menurun mobilisasi

 Rentang 8. Anjurkan mobilisasi dini

gerak (ROM) 9. Ajarkan mobilisasi

menurun sederhana yang harus

 Sendi kaku dilakukan (misal. Duduk di

 Gerakan tidak tempat tidur).

terkoordinasi
 Gerakan
terbatas
 Fisik lemah
5 Bersihan jalan napas Setelah dilakukan Manajemen jalan napas (I.01011)
tidak efektif intervensi keperawatan Observasi
Ds : selama 3×24  monitor pola napas (frekuensi,
 Mengeluh diharapkan bersihan kedalaman, usaha napas)
dispnea jalan napas meningkat  monitor bunyi napas
 Sulit bicara dengan kriteria hasil :  monitor sputum
 Ortopnea 1. Batuk efektif terapeutik
Do : meningkat  pertahankan kepatenan jalan
 Batuk tidak 2. produksi sputum napas
efektif menurun  posisikan semi-fowler atau
 Sputum 3. mengi menurun fowler
berlebih 4. wheezing menurun  berikan minman hangat
 Mengi, 5. dispnea membaik  lakukan fisioterapi dada, jika
wheezing, 6. ortopnea membaik perlu
ronkhi 7. sianosis membaik  berikan oksigen jika perlu
 Gelisah 8. sulit bicara membaik edukasi
 Sianosis 9. gelisah membaik  anjurkan asupan cairan 2000
 Bunyi napas 10. frekuensi napas ml/hari, jika tidak
berubah membaik komtraindikasi
 Frekuensi 11. pola napas membaik  ajarkan teknik batuk efektif
napas
berubah
 Pola napas
berubah

4. Implementasi
Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan yang
dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Implementasi
keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk
membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus
kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.
Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan pasien,
faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi
implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi (Rahmawati, 2022).
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan. Evaluasi adalah
kegiatan yang disengaja dan terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat
dan anggota tim kesehatan lainnya. Dalam buku Konsep & penulisan Asuhan
Keperawatan, Tahap evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana
tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan
cara berkesinambungan dengan melibatkan pasien, keluarga, dan tenaga
kesehatan lainnya.
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan pasien dalam mencapai tujuan
yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan (Rahmawati,
2022).

DAFTAR PUSTAKA
Damar Aditya, dkk,. (2020). CT - SCAN Kepala Dengan Klinis Trauma Kapitis
Post Kecelakaan Lalu Lintas. KOCENIN Serial Konferensi No. 1 (2020).
Webinar Nasional Cendekiawan Ke 6 Tahun 2020, Indonesia.
Bagas Tegar Rahmawan,. (2023). Asuhan keperawatan pada TN. N dengan Cedera
Kepala Ringan di ruangan batussalam 1 RSI Sultan agung semarang. Universitas
islam sultan agung semarang.
Nur Amirah., 2019. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Kebutuhan Dasar Gangguan
Aman Nyaman Pada Tn. G.F Dengan Sindrom Koroner Akut Di Ruangan Iccu
Rsud. Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang. Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia Badan Pengembangan Dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia
Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Kupang
Joaqium Dacosta Amendosa, 2022. Asuhan Keperawatan Perawatan Jantung Pada
Pasien Acute Coronary Syndrome (Acs) Dengan Gangguan Penurunan
Curah Jantung Di Ruang Iccu Rsud Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2022
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Poltekkes Kemenkes Bengkulu
Agdama Revondika Mashudhi., 2020. Gambaran Tindakan Pencegahan Pada
Kelompok Berisiko Sindrom Koroner Akut Di Desa Drono Kecamatan Ngawen
Kabupaten Klaten. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Romandani, F.N., 2019. Hubungan Upaya Pencegahan Terhadap Kejadian Penyakit
Dbd Pada Masyarakat Di Desa Gemaharjo Wilayah Kerja Puskesmas
Gemaharjo Kabupaten Pacitan. Universitas Udayana.
Fachruddin,. (2020). Konsep Cedera Kepala. Umpo Repository.
Desy Christiani Elu Beily,. (2018). Hubungan Antara Faktor Transportasi Dengan
Cedera Kepala Sekunder Pada Pasien Cedera Kepala Berat Di IGD RSUD
BANGIL. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Widyagama Husada Malang

Anda mungkin juga menyukai