Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

KEKERASAN PADA PEREMPUAN

Disusun oleh:

Kelompok 5

1. Annisa Fauziah (1711312046)


2. Devi Rizky Oktafima Putri (1711313010)
3. Minda Putri Suyafri (1711313018)
4. Putri Indah Permata (1711313014)
5. Shania Yolanda (1711312032)
6. Tiya Rama Fitri 1711311004)
7. Velia Atika Areny (1711313016)

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2018

1
KATA PENGANTAR

Assalamu ‘alaikum Wr. Wb

Puji dan syukur Tim Penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmatNya yang telah dilimpahkan kepada Tim Penulis sehingga Tim Penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Kekerasan Pada Perempuan” yang
merupakan salah satu tugas Keperawatan Maternitas I pada semester dua. Tak
lupa shalawat dan salam semoga tetap tercurah pada Nabi junjungan kita
Muhammad SAW, kepada keluarga, para sahabat dan seluruh umatnya.

Dalam menyelesaikan makalah ini, Tim Penulis telah banyak mendapat


bantuan dan masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini
Tim Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Ibu Ns. Yanti Puspita Sari, M.Kep selaku Dosen mata kuliah Ilmu
Keperawatan Dasar II Fakultas Keperawatan Universitas Andalas yang telah
memberikan tugas mengenai “Kekerasan Pada Perempuan” ini sehingga
pengetahuan Tim Penulis dalam penulisan makalah ini makin bertambah dan
hal itu sangat bermanfaat.

2. Pihak-pihak yang tidak dapat Tim Penulis sebutkan satu persatu yang telah
turut membantu sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dalam
waktu yang tepat.

Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari


kesempurnaan, namun demikian telah memberikan manfaat bagi Tim Penulis.
Akhir kata Tim Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Kritik dan saran yang bersifat menbangun akan Tim Penulis terima dengan senang
hati.

i
Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb

Padang, 3 Desember 2018

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTARi

DAFTAR ISIiii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan Penulisan 2

1.3 Tujuan 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kekerasan Terhadap Wanita 4

2.2 Bentuk Kekerasan Terhadap Wanita 5

2.3 Faktor-Faktor Penyebab Kekerasan Terhadap Perempuan 7

2.4 Implikasi Keperawatan Yang Dapat Diberikan Kepada Kaum Perempuan


Dari Tindak Kekerasan 8

2.5 Upaya pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan Terhadap


Perempuan 9

2.6 Dampak Kekerasan Terhadap Perempuan 11

2.7 Asuhan Keperawatan Pada wanita Dengan Kekerasan Dalam Rumah


Tangga 14

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan18

3.2 Saran18

DAFTAR PUSTAKA19

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tindak kekerasan di dalam rumah tangga dan kekerasan pada wanita


merupakan jenis kejahatan yang kurang mendapatkan perhatian dan jangkauan
hukum. Tindak kekerasan di dalam rumah tangga pada umumnya melibatkan
pelaku dan korban diantara anggota keluarga di dalam rumah tangga dan biasanya
sering terjadi pada wanita, sedangkan bentuk tindak kekerasan bisa berupa
kekerasan fisik dan kekerasan verbal (ancaman kekerasan). Pelaku dan korban
tindak kekerasan didalam rumah tangga bisa menimpa siapa saja, tidak dibatasi
oleh strata, status sosial, tingkat pendidikan, dan suku bangsa.

Sebagian besar perempuan sering bereaksi pasif dan apatis terhadap tindak
kekerasan yang dihadapi. Ini memantapkan kondisi tersembunyi terjadinya tindak
kekerasan pada istri yang diperbuat oleh suami. Kenyataan ini menyebabkan
minimnya respon masyarakat terhadap tindakan yang dilakukan suami dalam
ikatan pernikahan. Istri memendam sendiri persoalan tersebut, tidak tahu
bagaimana menyelesaikan dan semakin yakin pada anggapan yang keliru, suami
dominan terhadap istri. Rumah tangga, keluarga merupakan suatu institusi sosial
paling kecil dan bersifat otonom, sehingga menjadi wilayah domestik yang
tertutup dari jangkauan kekuasaan publik.

Campur tangan terhadap kepentingan masing-masing rumah tangga


merupakan perbuatan yang tidak pantas, sehingga timbul sikap pembiaran
(permissiveness) berlangsungnya kekerasan di dalam rumah tangga. Menurut
Murray A. Strause (1996), bahwa kekerasan dalam rumah tangga merupakan
moralitas pribadi dalam rangka mengatur dan menegakkan rumah tangga sehingga
terbebas dari jangkauan kekuasaan publik.

Di Indonesia data tentang kekerasan terhadap perempuan tidak dikumpulkan


secara sistematis pada tingkat nasional. Laporan dari institusi pusat krisis
perempuan, menunjukkan adanya peningkatan tindak kekerasan terhadap
perempuan,. Menurut Komisi Perempuan (2005) mengindikasikan 72% dari

1
perempuan melaporkan tindak kekerasan sudah menikah dan pelakunya selalu
suami mereka. Mitra Perempuan (2005) 80% dari perempuan yang melapor
pelakunya adalah para suami, mantan suami, pacar laki-laki, kerabat atau orang
tua, 4,5% dari perempuan yang melapor berusia dibawah 18 tahun.

Penelitian yang mengkaitkan tindak kekerasan pada istri yang berdampak


pada kesehatan reproduksi masih sedikit. Menurut Hasbianto (1996), dikatakan
secara psikologi tindak kekerasan pada istri dalam rumah tangga menyebabkan
gangguan emosi, kecemasan, depresi yang secara konsekuensi logis dapat
mempengaruhi kesehatan reproduksinya. Menurut model Dixon-Mudler (1993)
tentang kaitan antara kerangka seksualitas atau gender dengan kesehatan
reproduksi; pemaksaan hubungan seksual atau tindak kekerasan terhadap istri
mempengaruhi kesehatan seksual istri. Jadi tindak kekerasan dalam konteks
kesehatan reproduksi dapat dianggap tindakan yang mengancam kesehatan
seksual istri, karena hal tersebut menganggu psikologi istri baik pada saat
melakukan hubungan seksual maupun tidak.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian kekerasan pada wanita?


2. Apa saja bentuk bentuk kekerasan pada wanita?
3. Apa faktor penyebab kekerasan pada wanita?
4. Apa peran perawat dalam kasus kekerasan pada wanita?
5. Bagaimana penanggulangan terhadap kasus kekerasan pada wanita?
6. Apa asuhan keperawatan yang di berikan kepada korban kekerasan
wanita?
7. Apa saja dampak yang terjadi terhadap kasus kekerasan pada wanita?

1.3 Tujuan

1. Agar mengetahui pengertian kekerasan pada wanita


2. Agar mengetahui apa saja bentuk bentuk kekerasan pada wanita
3. Agar mengetahui faktor penyebab terjadinya kekerasan pada wanita

2
4. Agar mengetahui apa saja peran perawat terhadap kekerasan pada wanita
5. Agar mengetahui bagaimana penanggulangan terhadap kasus kekerasan
pada wanita
6. Agar mengetahui apa saja asuhan keperawatan yang diberikan pada korban
kekerasan pada wnita
7. Agar mengetahui apa dampak yang terjadi pada korban kekerasan pada
wanita

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kekerasan Terhadap Wanita

Secara terminologi kekerasan atau violence adalah gabungan dua kata


latin “vis” (daya, kekuatan) dan “latus” berasal dari kata “ferre” yang berarti
membawa). Dalam Kamus Bahasa Indonesia, “kekerasan” diartikan dengan
perihal yang bersifat, berciri keras, perbuatan seseorang yang menyebabkan
cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang
orang lain, atau ada paksaan.

Kekerasan adalah penganiayaan, penyiksaan atau perlakuan salah, menurut


WHO dalam (E-book,SUMUT: 1) kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik
dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau
sekelompok orang dan atau masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan
besar mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan
perkembangan atau perampasan hak.

Komnas Perempuan (2001) menyatakan bahwa kekerasan terhadap


perempuan adalah segala tindakan kekerasan yang dilakukan terhadap perempuan
yang berakibat atau kecenderungan untuk mengakibatkan kerugian dan
penderitaan fisik, seksual, maupun psikologis terhadap perempuan, baik
perempuan dewasa atau anak perempuan dan remaja. Termasuk didalamnya
ancaman, pemaksaan maupun secara sengaja meng-kungkung kebebasan
perempuan. Tindakan kekerasan fisik, seksual, dan psikologis dapat terjadi dalam
lingkungan keluarga atau masyarakat. Sedangkan Kekerasan dalam rumah tangga
menurut Undang-undang RI no. 23 tahun 2004 adalah setiap perbuatan terhadap
seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga
termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau pe-rampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

4
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
kekerasan terhadap perempuan adalah setiap perbuatan berdasarkan pembedaan
berbasis gender yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau
penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman
terjadinya perbuatan tersebut, pemaksaan atau perampasan kebebasan secara
sewenang-wenang, baik yang terjadi diruang publik maupun di dalam kehidupan
pribadi.

Kekerasan terhadap perempuan sudah merupakan perbuatan yang perlu


dikriminalisasikan karena secara substansi telah melanggar hak-hak dasar atau
fundamental yang harus dipenuhi Negara, seperti tercantum dalam pasal 28 UUD
1945, UU No 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita, Undang-Undang No
39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-undang No 23 Tahun 2004
tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga dan Undang-Undang No
13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

2.2 Bentuk Kekerasan Terhadap Wanita

2.2.1 Kekerasan fisik

Kekerasan fisik adalah kekerasan nyata yang dapat dilihat, dirasakan oleh
tubuh dan perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat.
Wujud kekerasan fisik berupa penghilangan kesehatan atau kemampuan normal
tubuh, sampai pada penghilangan nyawa seseorang. Prilaku kekerasan yang
termasuk dalam golongan ini antara lain adalah menampar, memukul, meludahi,
menarik rambut (menjambak), menendang, menyudut dengan rokok,
memukul/melukai dengan senjata, dan sebagainya. Biasanya perlakuan ini akan
nampak seperti bilur-bilur, muka lebam, gigi patah atau bekas luka lainnya.

2.2.2 Kekerasan psikologis / emosional

Kekerasan psikologis atau emosional adalah perbuatan yang mengakibatkan


ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak,
rasa tidak berdaya dan / atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Kekerasan

5
ini memiliki sasaran pada rohani atau jiwa sehingga dapat mengurangi bahkan
menghilangkan kemampuan normal jiwa.Perilaku kekerasan yang termasuk
penganiayaan secara emosional adalah penghinaan, komentar-komentar yang
menyakitkan atau merendahkan harga diri, mengisolir istri dari dunia luar,
mengancam atau , menakut-nakuti sebagai sarana memaksakan kehendak.

2.2.3 Kekerasan seksual

Kekerasan seksual adalah setiap penyerangan atau kekerasan yang bersifat


seksual, baik telah terjadi persetubuhan atau tidak, baik ada atau tidaknya
hubungan antara korban dan pelaku kekerasan. Ada 15 bentuk tindakan kekerasan
seksual yang sering terjadi, yaitu :

 Pemerkosaan
 Intimidasi seksual termasuk ancaman atau percobaa pemerkosaan
 Pelecehan seksual
 Eksploitasi seksual
 Perdagangan perempuan untuk tujuan seksual
 Prostitusi paksa
 Perbudakan seksual
 Pemaksaan perkawinan
 Pemaksaan kehamilan
 Pemaksaan aborsi
 Pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi
 Penyiksaan seksual
 Penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual
 Praktik tradisi yang bernuansa seksual yang membahayakan atau
mendiskriminasi perempuan
 Control seksual

Untuk kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga menurut Undang-Undang


No. 23 Tahun 2004 kedalam 4 (empat) macam yaitu : Kekerasan fisik, kekerasan
psikologis, kekerasan seksual dan kekerasan ekonomi. Kekerasan ekonomi sendiri
adalah kekerasan yang terjadi saat seseorang menelantarkan orang lain dalam
lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau

6
karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan
atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Contoh dari kekerasan jenis ini adalah
tidak memberi nafkah istri, bahkan menghabiskan uang istri.

2.3 Faktor-Faktor Penyebab Kekerasan Terhadap Perempuan

Kekerasan terhadap perempuan dapat terjadi tanpa membedakan latar


belakang ekonomi, pendidikan, pekerjaan, etnis, usia, lama perkawinan, atau
bentuk fisik korban Kekerasan adalah sebuah fenomena lintas sektoral dan tidak
berdiri sendiri atau terjadi begitu saja. Secara prinsip ada akibat tentu ada
penyebabnya. Dalam kaitan itu Fathul Djannah mengemukakan beberapa
faktornya yaitu :

1. Kemandirian ekonomi istri. Secara umum ketergantungan istri


terhadapsuami dapat menjadi penyebab terjadinya kekerasan, akan tetapi
tidak sepenuhnya demikian karena kemandirian istri juga dapat
menyebabkan istri menerima kekerasan oleh suami.
2. Karena pekerjaan istri. Istri bekerja di luar rumah dapat menyebabkan istri
menjadi korban kekerasan.
3. Perselingkuhan suami. Perselingkuhan suami dengan perempuan lain atau
suami kawin lagi dapat melakukan kekerasan terhadap istri.
4. Campur tangan pihak ketiga. Campur tangan anggota keluarga daripihak
suami, terutama ibu mertua dapat menyebabkan suami melakukan
kekerasan terhadap istri.
5. Pemahaman yang salah terhadap ajaran agama. Pemahaman ajaranagama
yang salah dapat menyebabkan timbulnya kekerasan terhadap perempuan
dalam rumah tangga.
6. Karena kebiasaan suami, di mana suami melakukan kekerasan terhadap
istri secara berulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan

Sementara itu Aina Rumiati Azis mengemukakan faktor-faktor penyebab


terjadinya kekerasan terhadap perempuan yaitu :

1. Budaya patriarki yang mendudukan laki—laki sebagai mahluk superior


dan perempuan sebagai mahluk interior.

7
2. Pemahaman yang keliru terhadap ajaran agama sehingga menganggap
laki-laki boleh menguasai perempuan.
3. Peniruan anak laki-laki yang hidup bersama ayah yang suka
memukul,biasanya akan meniru perilaku ayahnya.

Berkaitan dengan faktor-faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap


perempuan, Sukerti mengemukakan sebagai berikut :

1. Karena suami cemburu


2. Suami merasa berkuasa.
3. Suami mempunyai selingkuhan dan kawin lagi tanpa ijin.
4. Ikut campurnya pihak ketiga (mertua).
5. Suami memang suka berlaku kasar (faktor keturunan).
6. Karena suami suka berjudi.

Dari beberapa faktor penyebab terjadi kekerasan terhadap perempuan


seperti telah disebutkan di atas faktor yang paling dominan adalah budaya
patriarki. Budaya patriarki ini mempengaruhi budaya hukum
masyarakat.Kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga dapat berakibat
buruk terutama terhadap si korban, anak-nank yakni dapat berpengaruh terhadap
kejiwaan korban dan perkembangan kejiwaan si anak dan juga berdampak pada
lingkungan sosial. Di samping itu dampak kekerasan terhadap perempuan dalam
rumah tangga yaitu dampak medis, seperti memerlukan biaya pengobatan.
Dampak emosional seperti depresi, penyalahan obat-obatan dan alkohol, setres
pasca trauma, rendahnya kepercayaan diri. Dampak pribadi seperti anak-anak
yang hidup dalam lingkungan kekerasan berpeluag lebih besar bahwa hidupnya
akan dibimbing oleh kekerasan, anak yang menjadi saksi kekerasan akan menjadi
trauma termasuk di dalam perilaku anti sosial dan depresi

2.4 Implikasi Keperawatan Yang Dapat Diberikan Kepada Kaum


Perempuan Dari Tindak Kekerasan

1. Merekomendasikan tempat perlindungan seperti crisis center, shelter dan


one stop crisis center.

8
2. Memberikan pendampingan psikologis dan pelayanan pengobatan fisik
korban. Disini perawat dapat berperan dengan fokus meningkatkan harga
diri korban, memfasilitasi ekspresi perasaan korban, dan meningkatkan
lingkungan sosial yang memungkinkan. Perawat berperan penting dalam
upaya membantu korban kekerasan diantaranya melalui upaya pencegahan
primer terdiri dari konseling keluarga, modifikasi lingkungan sosial budaya
dan pembinaan spiritual, upaya pencegahan sekunder dengan penerapan
asuhan keperawatan sesuai permasalah-an yang dihadapi klien, dan
pencegaha tertier melalui pelatihan/pendidikan, pem-bentukan dan proses
kelompok serta pelayanan rehabilitasi.
3. Memberikan pendampingan hukum dalam acara peradilan.
4. Melatih kader-kader (LSM) untuk mampu menjadi pendampingan korban
kekerasan.
5. Mengadakan pelatihan mengenai perlindungan pada korban tindak
kekerasan dalam rumah tangga sebagai bekal perawat untuk mendampingi
korban.

2.5 Upaya pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan Terhadap


Perempuan

Upaya pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan Terhadap


Perempuan Penanganan berarti proses, perbuatan, cara, menanganai, penggarapan
(Tim Penyusun Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1986:33).
Penanganan kekerasan terhadap perempuan dapat disimpulkan sebagai suatu
proses, cara menangani perbuatan-perbuatan kekerasan yang dilakukan oleh
pelaku tindak kekerasan yang tergolong tindakan pelanggaran kaidah-kaidah,
nilai-nilai maupun hukum, yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat. Secara
teoritis, usaha penanggulangan dan pencegahan kejahatan dengan kekerasan dapat
diawali dengan penciptaan dan pembinaan sistematik lingkungan, yang dapat
mengurangi tahap-tahap kekerasan dari orang-orang yang telah siap atau yang
potensial melakukan kekerasan, setidak-tidaknya untuk mengurangi jarak antara
kekerasan yang diharapkan dengan kekerasan aktual.

9
Mengintegrasikan kembali norma-norma yang mengijinkan atau
mendukung kekerasan ke dalam norma-norma dalam sistem-sistem budaya kita,
adalah usaha tindak lanjut yang sungguhpun amat problematik, namun mau tidak
mau harus di programkan guna mengurangi kejahatan-kejahatan dengan
kekerasan. Mengfungsionalisasikan sistem peradilan pidana serta mekanisme
kerja unsur-unsurnya adalah salah satu usaha dalam pelaksanaan program ini
(Kusumah 1990:43). Berbagai tindak kekerasan yang dialami kaum perempuan
membawa dampak pada beban fisik, psikis serta kesengsaraan bagi korban
tersebut. Maka masyarakat, aparat penegak hukum dan pemerintah dituntut untuk
melakukan tindakan-tindakan tertentu dalam upaya menangani kasus ini. G.P.
Hoefnagels mengutarakan bahwa upaya penaggulangan kejahatan dapat ditempuh
dengan cara:

a. Penerapan hukum pidana (crimr law aplication),


b. Pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment),
c. mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan
pemidanaan melalui mass media (influencing view of society on crime
and punishment/mass media)

Barda Nawawi, juga mengkonstantasi bahwa upaya penanggulangan


kejahatan secara garis besar dapat dibagi 2, yaitu melalui jalur penal (hukum
pidana), dan jalur non penal (bukan hukum pidana). Butir (a) di atas merupakan
jalur penal, sedangkan butir (b) dan (c) adalah kelompok sarana non penal.
Masalah kejahatan tidak dapat dilepasakan dari masalah sosial dan masalah
kemanusiaan. Sehubungan dengan hal tersebut dikemukakan oleh Satdjipto
Rahardjo sebagai berikut. “Sekarang hukum tidak lagi dilihat sebagai suatu hal
yang otonom dan independen, melainkan dipahami secara fungsional dan dilihat
senantiasa berada dalam kaitan interdependen dengan sub-sistem lain dalam
masyarakat (Makalah dari S. Wignjosoebroto).

Solusi terhadap penanggulangan tindak kekerasan terhadap perempuan mesti


mencakup hal-hal sebagai berikut : (https://fhukum.unpatti.ac.id/hkm-pidana/351-
dampak-tindak-kekerasan-terhadap-perempuan-dan-anak-serta-solusinya)

10
1. Meningkatkan kesadaran perempuan akan hak dan kewajibannya di dalam
hukum melalui latihan dan penyuluhan (legal training).
2. Meningkatkan kesadaran masyarakat betapa pentingnya usaha untuk
mengatasi terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan ana, baik di
dalam konteks individual, sosial maupun institusional;
3. Meningkatkan kesadaran penegak hukum agar bertindak cepat dalam
mengatasi kekerasan terhadap perempuan maupun anak;
4. Bantuan dan konseling terhadap korban kekerasan terhadap perempuan
dan anak;
5. Melakukan kampanye anti kekerasan terhadap perempuan dan anak yang
dilakukan secara sistematis dan didukung oleh karingan yang mantap.
6. Pembaharuan hukum teristimewa perlindungan korban tindak kekerasan
yang dialami oleh perempuan dan anak-anak serta kelompok yang rentang
atas pelanggaran HAM.
7. Pembaharuan sistem pelayanan kesehatan yang kondusif guna
menanggulangi kekerasan terhadap perempuan dan anak;
8. Bagi anak-anak diperlukan perlindungan baik sosial, ekonomi mauoun
hukum bukan saja dari orang tua, tetapi semua pihak, termasuk masyarakat
dan negara.
9. Membentuk lembaga penyantum korban tindak kekerasan dengan target
khusus kaum perempuan dan anak untuk diberikan secara cuma-cuma
dalam bentuk konsultasi, perawatan medis maupun psikologis
10. Meminta media massa (cetak dan elektronik) untuk lebih memperhatikan
masalah tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak dalam
pemberitaannya, termasuk memberi pendidikan pada publik tentang hak-
hak asasi perempuan dan anak-anak.

2.6 Dampak Kekerasan Terhadap Perempuan


Dampak terhadap tindak kekerasan ini berarti adanya penyangkalan terhadap
hak asasi perempuan, kesehatan korban baik secara fisik maupun mental menjadi
terganggu, dan apabila fatal bisa bunuh diri, membunuh pelaku, kematian ibu,
HIV/AIDs.

11
Apapun bentuk kekerasannya akan mengakibatkan korban mengalami dampak
jangka pendek dan jangka panjang. Dampak jangka pendek, berakibat pada fisik
korban seperti luka-luka , memar pada bagian tubuh tertentu, infeksi, dan
kerusakan organ reproduksi. Dampak yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Dampak fisik dan seksual. tindakan kekerasan bisa berupa seranagn
ke tubuh korban termasuk alat kelamin, akibatnya adalah memar
ringan, luka parah, disfungsi bagian tubuh dan bahkan membawa
kematian.

 Benturan berakibat memar luar /dalam, patah tulang maupun


cacat fisik secara permanen.
 Gangguan pada sistem saraf pusat,
 Gangguan alat reproduksi, gangguan kehamilan
 Penyakit menular seksual termasuk HIV-AIDS
 Respon fisik yang menyertai pnyerangan seksual
 Kehilangan nafsu makan
 Gangguan tidur (insomnia, mimpi buruk, sulit tidur)
 Gangguan kecemasan

2. Dampak Sosial yang dialami korban kekerasan oleh pasangan


intimnya adalah dibatasi atau dilarang untuk memperoleh pelayanan
sosial, ketegangan hubungan sosial dengan pihak kesehatan maupun
dengan pekerjaannya dan dibatasi dalam mengakses jaringan sosial
lainnya.
3. Dampak ekonomi.
Biaya yang dikeluarkan oleh korban kekerasan rumah tangga lebih
besar dari biaya kesehatan lainnya, karena selain biaya pengobatan
secara medis akibat dampak fisik yang dialami, korban juga harus
mengeluarkan biaya yang relatif besar untuk memulihkan kesehatan
mentalnya dari gangguan-gangguan psikologis yang muncul. Di
samping itu korban juga mengalami kerugian kehilangan pekerjaannya
karena kekerasan yang dialami.

12
4. Dampak psikologis.
Berupa trauma yang dialami sebagian besar korban. Bentuk trauma
berbeda antara satu korban dengan korban lainnya. Trauma ini
tergantung dari usia korban serta bentuk kekerasan yang dialami
korban. Trauma dapat berupa ketakutan bertemu dengan orang lain,
mimpi buruk atau ketakutan saat sendiri.
 Gangguan emosional, gangguan tidur atau makan, mimpi
buruk, ingat kembali kejadian lampau
 Ketidakpercayaan terhadap laki-laki
 Ketakutan pada hubungan intim
 Perasaan sangat marah
 Perasaan bersalah
 Malu dan terhina.
Dampak lebih lanjutan perilaku anti sosial, perasaan tidak berdaya,
perilaku bunuh diri, harga diri rendah, kecemasan, depresi, sulit tidur atau
makan. Sebagai cara untuk menghadapi situasi kekerasan, perempuan
dapat menunjukkan perilaku seperti minum alcohol, merokok,
penyalahgunaan obat-obatan, mempunyai banyak pasangan atau upaya
bunuh diri.
Dampak lebih besar terjadi apabila lingkungan korban tidak
mendukung korban. Akibatnya, korban menjadi malu dan rendah diri.
Banyak korban yang akhirnya harus pindah dari sekolah karena selalu
menjadi bahan perbincangan guru dan teman di sekolahnya. Bahkan ada
keluarga korban yang harus pindah tempat tinggal karena dianggap telah
membuat cemar lingkungan tempat tinggalnya.
Dampak jangka panjang terjadi jika korban kekerasan tidak
mendapat penanganan dan bantuan (konseling psikologis) yang memadai,
misal munculnya sikap atau persepsi negatif terhadap laki-laki atau
terhadap seks. Dampak yang lain adalah trauma, yaitu “luka jiwa” yang
disebabkan karena seseorang mengalami sesuatu diluar batas normal
(berdasarkan standar dirinya sendiri).

13
Dapat juga muncul mimpi-mimpi buruk (nightmares)
ingatan-ingatan akan kejadian yang muncul secara tiba-tiba (flash back),
Jika gejala tersebut berkepanjangan sampai 30 hari, besar kemungkinan
korban mengalami Post Traumatic Stress Disorders(PTSD) atau stress
pasca trauma.

2.7 Asuhan Keperawatan Pada wanita Dengan Kekerasan Dalam Rumah


Tangga

1. Pengkajian

 Kecemasan
o Perilaku : Gelisah, ketegangan fisik, tremor, gugup, bicara cepat,
menarik diri dari hubungan personal, mengahalangi, menarik diri
dari hubungan interpersonal, melarikan diri dari hubungan
intrapersonal.
o Stresor Pecetus : Stesor penscetus mungkin berasal dari sumber
internal dan sumber eksternal. Stressor pencetus dibagi menjadi
dua kategori. Kategori pertama yaitu ancaman terhadap integritas
seseorang meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan datang
atau menurunnya kkapasitas untuk melakukan aktivitas hidup
sehari-hari. Katagori kedua yaitu ancaman terhadap system diri
seseorang dapat membahayakan identitas, harga diri, dan fungsi
social yang terintegrasi seseorang.
o Mekanisme koping : Tingkat kecemasan seseorang dapat
menimbulkan dua mekanisme koping. Mekanisme yang pertama
adalah mekanisme yang berorientasi pada tugas yaitu upaya yang
disadari, dan berorientasi pada tindakan untuk memenuhi secara
realistic tuntutan situasi stress(Perilaku menyerang untuk
mengatasi hambatan pemenuhan, perilaku menarik diri secara fisik
maupun psikologik untuk memindahkan sumber stress, perilaku

14
kompromi untuk mengubah tujuan). Mekanisme yang kedua adalah
mekanisme pertahan ego yang membantu mengatasi ansietas.
o Gangguan Tidur
 Perilaku
 Sumber koping : dukungan social dari keluarga, teman, dan
pemberi pelayanan juga merupakan sumber yang penting.
 Mekanisme koping : represi perasaan, konflik, menyangkal
masalah psikologis.
 Gangguan Seksual
 Perilaku
 Factor predisposisi
 Faktoer pencetus
 Mekanisme koping

2. Diagnosa Keperawatan
1. Kecemasan
2. Ansietas
3. Inefektif koping
4. Ketakutan
5. Gangguan Tidur
o Gangguan cerita tubuh
o Proses perubahan keluarga
o Gangguan pola tidur
o Kerusakan interaksi sosial
o Gangguan Seksual
o Gangguan citra tubuh
o Ketakutan
o Ketidakberdayaan
o Nyeri
o Gangguan harga diri
o Perubahan peforma peran

15
o Resiko terhadap kesepian
o Distress spiritual
o Kerusakan interaksi sosial

3. Identifikasi Hasil
a. Kecemasan
b. Pasien akan menunjukkan cara adaptif dalam mengatasi stress
c. Gangguan tidur
o Pasien akan mengekspresikan perasaannya secara verbal daripada
melalui perkembangan gejala-gejala fisik.
o Gangguan seksual
 Pasien akan mencapai tingkat maksimal respons seksual
yang adaptif untuk meningkatkan atau mempertahankan
kesehatan.

4. Perencanaan
a. Kecemasan
o Pasien harus mengembangkan kapasitasnya untuk mentoleransi
ansietas.
o Gangguan tidur
 Penyuluhan untuk pasien tentang strategi koping yang
adaptif.
 Gangguan seksual
 Lakukan penyuluhan.

5. Implementasi

 Kecemasan
 Memecahkan masalah yang membuat pasien cemas
 Gangguan tidur
o Memenuhi kebutuhan fisiologis pasien.
o Memenuhi kebutuhan dasar akan rasa aman dan keselamatan.
o Gangguan Seksual

16
 Sebelum melakukan penyuluhan perawat harus memeriksa
nilai dan keyakinannya sendiri tentang pasien yang
berperilaku seksual yang mungkin berebda.

6. Evaluasi

 Kecemasan
o Sudahkah ancaman terhadap integritas fisik atau system diri pasien
berkurang dalam sifat, jumlah, asal, atau waktunya?
o Apakah perilaku pasien menunjukkan ansietas?
o Sudahkah sumber koping pasien dikaji dan dikerahkan dengan
adekuat?
o Apakah pasien menggunakan respon koping adaptif?
o Gangguan tidur
 Sudahkah pola tidurnya telah normal kemabali?
 Apakan kecemasan masih mengganggu tidur pasien?
 Gangguan seksual
 Apakah pengakajian keperawatan tentang
seksualitas telah lengkap, akurat, dan dilakukan
secara professional?
 Apakah pasien merasakan perbaikan selama
perbaikan?
 Apakah hubungan interpersonal pasien telah
meningkat?
 Apakah penyuluhan kesehatan tentang
ekspresi seksual telah dilakukan dengan
benar?
 Apakah perasaan perawat sendiri tentang
seksual telah digali semua pada pasien?

17
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap perbuatan berdasarkan


pembedaan berbasis gender yang berakibat atau mungkin berakibat
kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis,
termasuk ancaman terjadinya perbuatan tersebut, pemaksaan atau perampasan
kebebasan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi diruang publik maupun
di dalam kehidupan pribadi. Bentuk Kekerasan Terhadap Wanita adalah : 1.
Kekerasan fisik, 2. Kekerasan psikologis, 3. Kekerasan seksual ( pemerkosaan,
pelecahan seksual, prostitusi paksa, pemaksaan aborsi, dan lain-lain ).

Ada beberapa faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan,


akan tetapi faktor yang paling dominan adalah budaya patriarki. Budaya
patriarki ini mempengaruhi budaya hukum masyarakat. Disini peran perawat
sangat dibutuhkan, dan implikasi keperawatan yang dapat perawat berikan
adalah : 1. Merekomendasikan tempat perlindungan, 2. Memberikan
pendampingan psikologis dan pelayanan pengobatan fisik, 3. Melatih kader
kader, 4. Mengadakan pelatihan mengenai perlindungan terhadap korban
kekerasan. Upaya pencegahan tindak kekerasan ini adalah mengintegrasikan
kembali norma-norma yang mengijinkan atau mendukung kekerasan ke dalam
norma-norma dalam sistem-sistem budaya kita.

3.2 Saran

18
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan
makalah ini tetapi kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis
perbaiki. Hal ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan yang penulis
miliki. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca
sangat penulis harapkan untuk perbaikan ke depannya.

Daftar Pustaka

Niken Savitri. HAM Perempuan, Refika Aditama, Bandung 2008, hlm 49


KOMNAS Perempuan,” Kekerasan terhadap Perempuan Meluas: Negara Urgen
Hadir Hentikan Kekerasan terhadap Perempuan di Ranah Domestik,
Komunitas dan Negara” Catatan Tahunan Tentang Kekerasan
Terhadap Perempuan Jakarta, 7 Maret 2016
Stuart, Gail Wiscarz. 1998. Buku Saku Kperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.

19

Anda mungkin juga menyukai