Anda di halaman 1dari 10

A.

Definisi
Depresi postpartum merupakan gangguan mood yang terjadi setelah
melahirkan. Gangguan ini merefleksikan disregulasi psikologikal yang
merupakan tanda dari gejala-gejala depresi mayor (Kusuma, 2017). Depresi
postpartum biasanya dialami oleh ibu setelah 4 minggu melahirkan. Tanda-tanda
yang menyertainya adalah perasaan sedih, menurunnya suasana hati, kehilangan
minat dalam kegiatan sehari-hari, peningkatan atau penurunan berat badan
secara signifikan, merasa tidak berguna atau bersalah, kelelahan, penurunan
konsentrasi bahkan ide bunuh diri. Pada kasus yang berat depresi dapat menjadi
psikotik, dengan halusinasi, waham dan pikiran untuk membunuh bayi.
Dampak negatif dari depresi postpartum tidak hanya dialami oleh ibu,
namun dapat berdampak pada anak dan keluarganya juga. Ibu yang mengalami
depresi tersebut, minat dan ketertarikan terhadap bayinya dapat berkurang. Ibu
menjadi kurang merespon dengan positif seperti pada saat bayinya menangis,
tatapan matanya, ataupun gerakan tubuh. Akhirnya ibu yang mengalami depresi
postpartum tidak mampu merawat bayinya secara optimal termasuk menjadi
malas memberikan ASI secara langsung (Wahyuni, 2014).
B. Etiologi
Penyebab depresi postpartum belum diketahui secara pasti, namun
banyak penelitian dan pustaka yang menyebutkan penyebab gangguan tersebut
dapat berasal dari faktor biologis maupun psikososial. Penurunan hormon
progesteron yang signifikan dapat mempengaruhi suasana hati dari ibu.
Perubahan itu terlihat dengan adanya gejala depresi seperti lemas dan lesu. (Sari
2020)
Berbagai faktor fisiologis dan psikososial diteliti dapat menjadi
penyebab dari depresi postpartum. Beberapa hal yang diduga menjadi etiologi
depresi postpartum antara lain (Brummelte & Galea, 2016):
1. Neurologi postpartum
Depresi postpartum secara mekanisme biologi berhubungan dengan
adanya gangguan depresif mayor. Secara umum, depresi berintegritas
dengan penyakit pada sirkuit neuron dengan ditandai adanya
pengurangan volume otak. Pengurangan ini terjadi pada seseorang yang
mengalami gejala depresi mayor. Semakin lama seseorang mengalami
gejala tersebut, maka akan semakin berkurang volume otaknya. Jumlah
yang berkurang yaitu protein otak yang berfungsi mencetuskan
pertumbuhan neuron dan formasi sinaps. Adanya stres dan depresi
dapat mengurangi jumlah protein otak tesebut. Penelitian juga
menunjukkan bahwa setelah dilahirkannya plasenta pada saat persalinan
maka kadar estrogen dan progesterone plasma dari sang ibu mulai turun
secara drastis. Kedua hormon tersebut memilki efek neural pada
konsentrasi psikologis. Maka dari itu, dengan adanya penurunan drastis
dari hormon tersebut dapat berefek pada psikologis.
2. Gangguan Autoimun
Selama persalinan, seorang ibu terpapar berbagai antigen fetal. Suatu
penelitian menduga bahwa akibat adanya paparan tersebut berefek pada
kondisi psikologis ibu. Seorang ibu menjadi cenderung emosional yang
diduga asalnya dari gangguan autoimun tersebut. 3. Gangguan Tidur dan
Ritme Sikardian Ketika seorang ibu melahirkan maka ia akan
mengalami masa adaptasi untuk perannya yang baru. Dengan adanya
peran baru tesebut, seorang ibu menjadi kekurangan waktu tidurnya
karena harus menjaga bayinya. Aktivitas itu cenderung membuat ibu
menjadi kelelahan atau fatigue sehingga bisa memicu terjadinya depresi.
Kurangnya waktu tidur menyebabkan hormone tidur yang dihasilkan di
kelenjar pineal otak menjadi berkurang. Hormon tersebut adalah hormon
melatonin. Terganggunya produksi hormon tersebut merupakan
kontributor terhadap depresi postpartum (Sharkey, Pearlstein, &
Carskadon, 2013).
C. Manifestasi klinis
Gejala yang menonjol dalam depresi post partum adalah trias depresi yaitu:
a. Berkurangnya energy
b. Penurunan efek
c. Hilang minat (anhedonia)

Gejala depresi post partum yang dialami 60% wanita mempunyai karateristik
dan spesifik antara lain:
a. Trauma terhadap intervensi medis yang terjadi
b. Kelelahan dan perubahan mood
c. Gangguan nafsu makan dan gangguan tidur
d. Tidak mau berhubungan dengan orang lain
e. Tidak mencintai bayinya dan ingin menyakiti bayinya atau dirinya
sendiri.
D. Patofisiologi
E. Pathway

F. Pemeriksaan Diagnostik
Sampai saat ini belum ada alat test khusus yang dapat mendiagnosa
secara langsung post partum blues. Secara medis, dokter menyimpulkan
beberapa simtom yang tampak dapat disimpulkan sebagai gangguan depresi post
partum blues bila memenuhi kriteria gejala yang ada. Kekurangan hormon tyroid
yang ditemukan pada individu yang mengalami kelelahan luar biasa (fatigue)
ditemukan juga pada ibu yang mengalami post partum blues mempunyai jumlah
kadar tyroid yang sangat rendah.
Skrining untuk mendeteksi gangguan mood/depresi sudah merupakan
acuan pelayanan pasca salin yang rutin dilakukan. Untuk skrining ini dapat
dipergunakan beberapa kuesioner dengan sebagai alat bantu. Endinburgh
Posnatal Depression Scale (EPDS) merupakan kuesioner dengan validitas yang
teruji yang dapat mengukur intensitas perubahan perasaan depresi selama 7 hari
pasca salin. Pertanyaan-pertanyaannya berhubungan dengan labilitas perasaan,
kecemasan, perasaan bersalah serta mencakup hal-hal lain yang terdapat pada
post-partum blues .Kuesioner ini terdiri dari 10 (sepuluh) pertanyaan, di mana
setiap pertanyaan memiliki 4 (empat) pilihan jawaban yang mempunyai nilai
skor dan harus dipilih satu sesuai dengan gradasi perasaan yang dirasakan ibu
pasca salin saat itu.Pertanyaan harus dijawab sendiri oleh ibu dan rata-rata dapat
diselesaikan dalam waktu 5 menit. (Cox et. Al.), mendapati bahwa nilai skoring
lebih besar dari 12 (dua belas) memiliki sensitifitas 86% dan nilai prediksi
positif 73% untuk mendiagnosis kejadian post-partum blues .EPDS juga telah
teruji validitasnya di beberapa negara seperti Belanda, Swedia, Australia, Italia,
dan Indonesia.EPDS dapat dipergunakan dalam minggu pertama pasca salin dan
bila hasilnya meragukan dapat diulangi pengisiannya 2 (dua) minggu kemudian.
G. Penatalaksanaan
Untuk mencegah terjadinya depresi post partum sebagai anggota keluarga harus
memberikan dukungan emosional kepada ibu dan jangan mengabaikan ibu bila
terlihat sedang sedih, dan sarankan pada ibu untuk:
a. Beristirahat dengan baik
b. Berolahraga yang ringan
c. Berbagi cerita dengan orang lain
d. Bersikap fleksible
e. Bergabung dengan orang-oarang baru
f. Sarankan untuk berkonsultasi dengan tenaga medis.
Ada cara-cara menghidari atau mengatasi depresi:
1. Batasi pengunjung jika kehadiran mereka ternyata malah mengganggu
waktu istirahat anda.
2. Untuk sementara waktu hindari komsumsi coklat atau gula dalam
jumlah yang berlebihan karena dapat menjadi bahan pemicu depresi.
3. Perbanyak mendengar musik favorit anda agar anda dapat merasa lebih
rileks disarankan musik-musik yang menenangkan.
4. Lakukan olahraga atau latihan ringan, cara ini selain ampuh dalam
mengurangi depresi, tapi juga dapat membantu mengembalikan bentuk
tubuh.
5. Sesekali berpergianlah agar anda tak merasa bosan, karena berada di
rumah.
6. Dukungan yang suportif dari suami dan anggota keluarga lainnya sangat
berpengaruh bagi keadaan psikis ibu.
Ada dua macam perawatan depresi :
1. Terapi bicara
Adalah sesi bicara dengan terapi, psikologi atau pekerja sosial untuk
mengubah apa yang difikir, rasa dan lakukan oleh penderita akibat
menderita depresi.
2. Obat medis
Obat anti depresi yang diresepkan oleh dokter, sebelum mengkonsumsi
obat anti depresi, sebaiknya didiskusikan benar obat mana yang tepat dan
aman bagi bayi untuk dikonsumsi oleh ibu hamil atau ibu menyusui
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Identitas klien.
1. Nama
2. Umur
3. Pekerjaan
4. Pendidikan
5. Alamat
6. Medical record dan lain-lain.
b. Keluhan Utama
Mudah marah, cemas, melukai diri
c. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada Ibu dengan depresi postpartum biasanya terjadi kurang nafsu
makan, sedih – murung, mudah marah, kelelahan, insomnia, anorexia,
merasa terganggu dengan perubahan fisik, sulit konsentrasi, melukai diri.
2. Riwayat Kesehatan Dahulu Berhubungan dengan kejadian pada
persalinan masa lalu serta kesehatan pasien.
3. Riwayat kesehatan keluarga Berhubungan dengan dukungan keluarga
terhadap keadaan pasien.
4. Struktur dan Fungsi Keluarga Komponen penting lain dalam pengkajian
pada pasien post partum blues ialah melihat komposisi dan fungsi
keluarga. Penyesuaian seorang wanita terhadap perannya sebagai ibu
sangat dipengaruhi oleh hubungannya dengan pasangannya, ibunya
dengan keluarga lain, dan anak-anak lain. Perawat dapat membantu
meringankan tugas ibu baru yang akan pulang dengan mengkaji
kemungkinan konflik yang bisa terjadi diantara anggota keluarga dan
membantu ibu merencanakan strategi untuk mengatasi masalah tersebut
sebelum keluar dari rumah sakit.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Aktivitas/ istirahat: Biasanya aktivitas dan istirahat klien
terganggu
b. Sirkulasi: Biasanya nadi meningkat, (tachikardia), TD kadang
meningkat
c. Eliminasi: Biasanya klien sering BAK, kadang terjadi diare
d. Makanan/cairan: Biasanya terjadi anoreksia, mual atau muntah,
haus , membrane mukosa kering
e. Neurosensori: Biasanya klien mengeluh sakit kepala
f. Pernafasan: Biasanya pernafasan cepat dan dangkal
g. Nyeri dan ketidaknyamanan: Biasanya terjadi nyeri/
ketidaknyamanan pada daerah abdomen dan kepala
h. Integritas Ego: Biasanya klien ansietas, gelisah
i. Seksualitas: Biasanya seksualitas terganggu dan penurunan libido
j. TTV: Biasanya nadi meningkat, pernafasan meningkat, TD
meningkat
B. Diagnosa Keperawatan
1. Keletihan D.0057
Definisi: penurunan kapasitas kerja fisik dan mental yang tidak pulih dengan
istirahat.
2. Deficit nutriasi D.0019
Definisi: asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme.
3. Resiko bunuh diri D.0135
Definisi: beresiko melakukan upaya menyakiti diri sendiri untuk mengakhiri
kehidupan.
C. Luaran keperawatan
Tingkat keletihan L.05046
Definisi: kapasitas kerja fisik dan mental yang tidak pulih dengan
istirahat.

Status nutrisi L.03030

Definisi: keadekuatan asupan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan metabolisme.

kontrol diri L.09076


definisi: kemampuan untuk mengendalikan atau mengatur emosi, pikiran, dan
perilaku dalam menghadapi masalah.

D. Perencanan keperawatan
1. Manajemen energi l.05178
Definisi: mengidentifikasi dan mengeola penggunaan energy untuk
mengatasi atau mencegah kelelahan dan mengoptimalkan proses pemulihan.
Tindakan:
Observasi:
- Identifiksi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
- Monitor kelelahan fisik dan emosional.
- Monitor pola dan jam tidur.
- Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktifitas.
- Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. Cahaya, suara, kunjungan)
- Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif.
- Berikan aktifitas distraksi yang menenagkan.
- Fasilitasi duduk disisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan.

Edukasi

- Anjurkan tirah baring.


- Anjurkan melakukan aktifitas secara bertahap.
- Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang.
- Anjurkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan.

Kolaborasi

- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan.


2. Manajemen nutrisi l.03119

Definisi: mengidentifikasi dan mengelola asupan nutrisi yang seimbang.

Tindakan:

Observasi:

- Indentifikasi status nutrisi


- Identifikasi alergi dan intoleransi makanan.
- Indentifikasi makanan yang disukai.
- Indentifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient.
- Indentifikasi perlunya penggunaan selang nasogastric.
- Monitor asupan makanan
- Monitor berat badan.
- Monitor hasil pemeriksaan laboratorium.
Terapeutik

- Lakukan oral hygiene sebelun makan, jika perlu.


- Fasilitasi menentukan penoman diet (mis. Piramida makanan)
- Sajikan maknan secara menarik dan suhu yang sesuai.
- Berikan maknan tinggi serat untuk mencegah konstipasi.
- Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein.
- Hentkan pemberiaan makanan melalui selang nasogastric jika asupan oral dapat
ditoleransi.
- Berikan suplemen maknan, jika perlu.

Edukasi

- Anjurkan posisi duduk, jika mampu.


- Anjurkan diet yang diprogramkan.

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan ( mis. Pereda nyeri, antiemetic( jika
perlu.
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentikan jumlah kalori dan jenis nutrient yang
diburuhkan, jika perlu.
3. Pencegahan bunuh diri I.14538

Definisi: mengidentifikasi dan menurunkan resiko merugikan diri sendiri dengan


maksud mengakhiri hidup.

Tindakan:

Observasi

- Indentifikasi gejala resiko bunuh diri ( mis. Gangguan mood, halusinasi, delusi, panic,
penyalahgunaan zat, kesedihan, gangguan kepribadian.
- Identifikasi keinginan dan pikiran rencana bunuh diri.
- Monitor lingkungan bebas bahaya secara rutin (mis, barang pribadi, pisau cukur,
jendela)
- Monitor adanya perubahan mood atau pikiran.

Terapeutik

- Libatkan dalam perencanaan peawatan mandiri.


- Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan.
- Lakukan pendekatan langsung dan tidak menghakimi saat membahas bunuh diri.
- Berikan lingkungan dengan pengamanan ketat dan mudah dipantau (mis, tempat tidur
dekat ruang perawat).
- Tingkatkan pengawasan pada kondisi tertentu (mis, rapat staf, pergantian shif).
- Lakukan intervensi perlindungan (mis, pembatasan area, pengekangan fisik) jika
diperlukan.
- Hindari diskusi berulang tentang bunuh diri sebelumnya, diskusi berorintasi pada masa
sekarang dan masa depan.
- Diskusikan rencana menghadapi ide bunuh diri dimasa depan (mis, orang yang
dihubungi, kemanan mencari bantuan).
- Pastikan obat ditelan.

Edukasi

- Anjurkan mendiskusikan perasaan yang dialami kepada orang lain.


- Anjurkan menggunakan sumber pendukung (mis, layanan spiritual, penyedia layanan)
- Jjelaskan tindakan pencegahan bunuh diri kepada keluarga atau orang terdekat.
- Informasikan sumberdaya masyarakat dan program yang tersedia.
- Latih pencegahan resiko bunuh diri (mis, latihan asertif, relaksasi otot prgresif)

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian obat antiansietas, atau antipsikotik, sesuai indikasi.


- Kolaborasi tindakan keselamatan kepada PPA.
- Rujuk kepelayanan kesehatan mental, jika perlu.

DAFTAR PUSTAKA

Sari, R. A. (2020). "Literature Review: Depresi Postpartum." Jurnal Kesehatan 11: 1.

Anda mungkin juga menyukai