A. PENGERTIAN
Postpartum blues adalah depresi ringan dan sepintas yang umumnya terjadi
dalam minggu pertama atau lebih sesudah melahirkan (Marshal, 2004). Menurut Jan
Riordan dan Kathleen (2001), mendefinisikan bahwa post partum blues adalah
“Kesedihan” postpartum : tangisan, perubahan suasana hati yang mana lebih sering
terjadi pada anak pertama dan bersifat sementara pada minggu pertama dan kedua.
Dapat juga diartikan keadaan depresi secara fisik maupun psikis pada ibu yang dapat
terjadi setelah beberapa hari kelahiran sampai kira-kira sebulan kemudian
(Sjahruddin, 2006). Sedangkan Linda (2004), mendefinisikan postpartum blues adalah
periode pendek kelabilan emosi sementara yang ditandai dengan mudah menangis,
intabilitas, rasa letih, mudah marah, cemas dan sedih biasanya terjadi menjelang akhir
minggu pascapartum pertama.
Depresi postpartum adalah suatu kondisi mood depresi yang berat yang
terjadinya sekitar 4 minggu setelah kelahiran bayi . Depresi postpartum mungkin
muncul terlambat 30 minggu dari postpartum, bahkan sebagian mengatakan kurang
dari 12 bulan pertama postpartum. Manifestasinya berupa menangis, insomnia,
depresi, kelemahan, cemas, tidak bergairah dan konsentrasi yang buruk.
Depresi postpartum pertama kali ditemukan oleh Pitt pada tahun 1988. Pitt
(Regina dkk, 2001), depresi postpartum adalah depresi yang bervariasi dari hari ke
hari dengan menunjukkan kelelahan, mudah marah, gangguan nafsu makan, dan
kehilangan libido (kehilangan selera untuk berhubungan intim dengan suami). Masih
menurut Pitt (Regina dkk, 2001) tingkat keparahan depresi postpartum bervariasi.
Keadaan ekstrem yang paling ringan yaitu saat ibu mengalami “kesedihan sementara”
yang berlangsung sangat cepat pada masa awal postpartum, ini disebut dengan the
blues atau maternity blues. Gangguan postpartum yang paling berat disebut psikosis
postpartum atau melankolia. Diantara 2 keadaan ekstrem tersebut terdapat kedaan
yang relatif mempunyai tingkat keparahan sedang yang disebut neurosa depresi atau
depresi postpartum.
B. ETIOLOGI
`Penyebab pasti belum diketahui secara pasti, namun banyak faktor yang diduga berperan
dapat menyebabkan post partum blues, diantaranya :
1. Faktor hormonal yang berhubungan dengan perubahan kadar estrogen,
progesterone, prolaktin dan ekstradiol. Penurunan kadar estrogen setelah
melahirkan sangat berpengaruh pada gangguan emosional pascapartum karena
estrogen memiliki efek supresi aktivitas enzim monoamine aksidase yaitu suatu
enzim otak yang bekerja menginaktifasi noradrenalin dan serotonin yang berperan
dalam perubahan mood dan depresi
2. Faktor demografi yaitu umur dan paritas.
3. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan.
4. Latar belakang psikososial ibu, seperti ; tingkat pendidikan, status perkawinan,
kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat gangguan jiwa sebelumnya, social
ekonomi serta keadekuatan dukungan social dari lingkungan ( suami, keluarga
dan teman ). Apakah suami menginginkan juga kehamilan ini, apakah suami,
keluarga dan teman memberikan dukungan moril ( misalnya dengan membantu
pekerjaan rumah tang selama atau berperan sebagai tempat ibu
mengadu/berkeluh-kesah ) selama ibu menjalani kehamilannya atau timbul
permasalahan misalnya suami yang tidak membantu, tidak mau mengerti perasaan
istri maupun persoalan lainnya dengan suami, problem dengan orangtua dan
mertua, problem dengan si sulung.
5. Takut kehilangan bayinya atau kecewa dengan bayinya.
Ada beberapa pendapat yang menyebutkan bahwa postpartum blues tidak
berhubungan dengan perubahan hormonal, biokimia atau kekurangan gizi. Antara
8 % sampai 12 % wanita tidak dapat menyesuaikan peran sebagai orang tua dan
menjadi sangat tertekan sehingga mencari bantuan dokter. Dengan kata lain para
wanita lebih mungkin mengembangkan depresi postpartum jika mereka tertekan
secara sosial dan emosional serta baru saja mengalami peristiwa kehidupan yang
menekan.
Ada juga pendapat bahwa kemunculan dari postpartum blues ini disebabkan oleh
beberapa faktor dari dalam dan luar individu. Penelitian dari Dirksen dan De
Jonge Andriaansen ( 1985 ) menunjukan bahwa depresi tersebut membawa
kondisi yang berbahaya bagi perkembangan anak dikemudian hari.
Etiologi pasti dari depresi postpartum masih belum jelas, namun berbagai
faktor fisiologis dan psikososial telah diinvestigasi. Berikut beberapa hal yang
diduga menjadi etiologi dari depresi postpartum :
a. Neurobiologi postpartum
Mekanisme biologi dari depresi postpartum dipercaya
berhubungan dengan gangguan depresif mayor. Depresi secara
umum merupakan penyakit dengan integritas sirkuit neuron, yang
telah ditunjukkan pada studi dengan pengurangan volume otak
seseorang yang didiagnosa dengan gangguan depresif mayor.
Yang menarik, jumlah volume yang hilang secara langsung
berhubungan dengan lama penyakit. Stres dan depresi bekerja
dengan mengurangi jumlah protein otak yang mencetuskan
pertumbuhan neuron dan formasi sinaps. Dan penyebab
neurobiologi ini berinteraksi dengan kemampuan genetik dan faktor
lingkungan atau psikososial
b. Gangguan Autoimun
Gejala depresi post partum yang dialami 60% wanita mempunyai karateristik dan
spesifik antara lain:
a. Trauma terhadap intervensi medis yang terjadi
b. Kelelahan dan perubahan mood
c. Gangguan nafsu makan dan gangguan tidur
d. Tidak mau berhubungan dengan orang lain
e. Tidak mencintai bayinya dan ingin menyakiti bayinya atau dirinya sendiri.
D. PATOFISIOLOGI
Faktor Hormonal
F.latar belakang
Kurang pengetahuan psikososial
perawatan diri & bayi
F. takut kehilangan
bayinya atau
kecewa dengan
Potensial terhadap
bayinya
pertumbuhan
koping keluarga
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Sampai saat ini belum ada alat test khusus yang dapat mendiagnosa secara
langsung post partum blues. Secara medis, dokter menyimpulkan beberapa simtom
yang tampak dapat disimpulkan sebagai gangguan depresi post partum blues bila
memenuhi kriteria gejala yang ada. Kekurangan hormon tyroid yang ditemukan pada
individu yang mengalami kelelahan luar biasa (fatigue) ditemukan juga pada ibu yang
mengalami post partum blues mempunyai jumlah kadar tyroid yang sangat rendah.
Skrining untuk mendeteksi gangguan mood/depresi sudah merupakan acuan
pelayanan pasca salin yang rutin dilakukan. Untuk skrining ini dapat dipergunakan
beberapa kuesioner dengan sebagai alat bantu. Endinburgh Posnatal Depression Scale
(EPDS) merupakan kuesioner dengan validitas yang teruji yang dapat mengukur
intensitas perubahan perasaan depresi selama 7 hari pasca salin. Pertanyaan-
pertanyaannya berhubungan dengan labilitas perasaan, kecemasan, perasaan bersalah
serta mencakup hal-hal lain yang terdapat pada post-partum blues . Kuesioner ini
terdiri dari 10 (sepuluh) pertanyaan, di mana setiap pertanyaan memiliki 4 (empat)
pilihan jawaban yang mempunyai nilai skor dan harus dipilih satu sesuai dengan
gradasi perasaan yang dirasakan ibu pasca salin saat itu. Pertanyaan harus dijawab
sendiri oleh ibu dan rata-rata dapat diselesaikan dalam waktu 5 menit. Cox et. Al.,
mendapati bahwa nilai skoring lebih besar dari 12 (dua belas) memiliki sensitifitas
86% dan nilai prediksi positif 73% untuk mendiagnosis kejadian post-partum blues .
EPDS juga telah teruji validitasnya di beberapa negara seperti Belanda, Swedia,
Australia, Italia, dan Indonesia. EPDS dapat dipergunakan dalam minggu pertama
pasca salin dan bila hasilnya meragukan dapat diulangi pengisiannya 2 (dua) minggu
kemudian.
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
Post-partum blues atau gangguan mental pasca-salin seringkali terabaikan dan
tidak ditangani dengan baik. Banyak ibu yang ‘berjuang’ sendiri dalam beberapa saat
setelah melahirkan. Mereka merasakan ada suatu hal yang salah namun mereka
sendiri tidak benar-benar mengetahui apa yang sedang terjadi. Apabila mereka pergi
mengunjungi dokter atau sumber-sumber lainnya Untuk minta pertolongan, seringkali
hanya mendapatkan saran untuk beristirahat atau tidur lebih banyak, tidak gelisah,
minum obat atau berhenti mengasihani diri sendiri dan mulai merasa gembira
menyambut kedatangan bayi yang mereka cintai.
Penanganan gangguan mental pasca-salin pada prinsipnya tidak berbeda
dengan penanganan gangguan mental pada momen-momen lainya. Para ibu yang
mengalami post-partum blues membutuhkan pertolongan yang sesungguhnya. Para
ibu ini membutuhkan dukungan pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini
membutuhkan dukungan psikologis seperti juga kebutuhan fisik lainnya yang harus
juga dipenuhi. Mereka membutuhkan kesempatan untuk mengekspresikan pikiran dan
perasaan mereka dari situasi yang menakutkan. Mungkin juga mereka membutuhkan
pengobatan dan/atau istirahat, dan seringkali akan merasa gembira mendapat
pertolongan yang praktis. Dengan bantuan dari teman dan keluarga, mereka mungkin
perlu untuk mengatur atau menata kembali kegiatan rutin sehari-hari, atau mungkin
menghilangkan beberapa kegiatan, disesuaikan dengan konsep mereka tentang
keibuan dan perawatan bayi. Bila memang diperlukan, dapat diberikan pertolongan
dari para ahli, misalnya dari seorang psikolog atau konselor yang berpengalaman
dalam bidang tersebut.
Para ahli obstetri memegang peranan penting untuk mempersiapkan para
wanita untuk kemungkinan terjadinya gangguan mental pasca-salin dan segera
memberikan penanganan yang tepat bila terjadi gangguan tersebut, bahkan merujuk
para ahli psikologi/konseling bila memang diperlukan. Dukungan yang memadai dari
para petugas obstetri, yaitu: dokter dan bidan/perawat sangat diperlukan, misalnya
dengan cara memberikan informasi yang memadai/adekuat tentang proses kehamilan
dan persalinan, termasuk penyulit-penyulit yang mungkin timbul dalam masa-masa
tersebut serta penanganannya.Post-partum blues juga dapat dikurangi dengan cara
belajar tenang dengan menarik nafas panjang dan meditasi, tidur ketika bayi tidur,
berolahraga ringan, ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagai ibu, tidak perfeksionis
dalam hal mengurusi bayi, membicarakan rasa cemas dan mengkomunikasikannya,
bersikap fleksibel, bergabung dengan kelompok ibu-ibu baru. Dalam penanganan para
ibu yang mengalami post-partum blues dibutuhkan pendekatan menyeluruh/holistik.
Pengobatan medis, konseling emosional, bantuan-bantuan praktis dan pemahaman
secara intelektual tentang pengalaman dan harapan-harapan mereka mungkin pada
saat-saat tertentu. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa dibutuhkan penanganan
di tingkat perilaku, emosional, intelektual, sosial dan psikologis secara bersama-sama,
dengan melibatkan lingkungannya, yaitu: suami, keluarga dan juga teman dekatnya.
Untuk mencegah terjadinya depresi post partum sebagai anggota keluarga harus
memberikan dukungan emosional kepada ibu dan jangan mengabaikan ibu bila
terlihat sedang sedih, dan sarankan pada ibu untuk:
Beristirahat dengan baik
Berolahraga yang ringan
Berbagi cerita dengan orang lain
Bersikap fleksible
Bergabung dengan orang-oarang baru
Sarankan untuk berkonsultasi dengan tenaga medis.
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical
kelahiran itu sendiri dan melihat kembali perilaku mereka saat hamil dalam
upaya retrospeksi diri (Konrad, 1987). Selama hamil, ibu dan pasangannya
mungkin telah membuat suatu rencana tertentu tentang kelahiran anak mereka,
bisa merasa kecewa karena tidak bisa mencapai yang telah direncanakan
sudah pasti akan mempengaruhi adaptasi mereka untuk menjadi orang tua.
seksualitas ibu. Bagaimana perasaan ibu baru tentang diri dan tubuhnya
menjadi orang tua. Konsep diri dan citra tubuh ibu juga dapat mempengaruhi
memulai hubungan seksual karena takut merasa nyeri atau takut bahwa
interaksi orang tua dengan bayi baru. Respon orang tua terhadap kelahiran
anak meliputi perilaku adaptif dan perilaku maladatif. Baik ibu maupun ayah
menunjukkan kedua jenis perilaku maupun saat ini kebanyakan riset hanya
berfokus pada ibu. Banyak orang tua baru mengalami kesulitan untuk menjadi
atau kebapaan pada perilaku orang tua membantu perawatan dan perlindungan
anak. Tanda-tanda yang menunjukkan ada atau tidaknya kualitas ini, terlihat
segera setelah ibu melahirkan, saat orang tua bereaksi terhadap bayi baru lahir
tua terhadap kebutuhan bayinya yang baru lahir dan keterbatasan kemampuan
mereka, respon social yang tidak matur, dan ketidakberdayaannya. Orang tua
menunjukkan perilaku yang adaptif ketika mereka merasakan suka cita karena
bayinya, dan ketika mereka dapat membaca gerakan bayi dan dapat merasa
tingkat kelelahan bayi. Perilaku maladaptif terlihat ketika respon orang tua
berespon terhadap tanda yang disampaikan oleh bayi, seperti rasa lapar, lelah
kontak mata. Tampaknya sukar bagi mereka untuk menerima anaknya sebagai
Perawat dapat membantu meringankan tugas ibu baru yang akan pulang
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
kemih
dehidrasi, nyeri perical ditandai dengan perubahan bising usus, feses kurang
dari biasanya.
8. Kurang pengetahuan atau kebutuhan belajar mengenai perawatan diri dan bayi
sumber
perineum.
C. RENCANA KEPERAWATAN
dengan trauma selama 3 x 24 jam - Anjurkan ibu agar intervensi yang tepat
jaringan atau menunjukkan skla distraksi rasa nyeri nyeri yang dirasakan
distensi efek-efek nyeri 0-1, ibu - Motivasi untuk - Memperlancar
sirkulasi pada
perineum
- Melonggarkan
berkurang.
2 Ketidak efektifan Setelah diberikan - Kaji ulang tingkat - Membantu dalam
dengan biokimia diharapkan cedera sewaktu melahirkan, yang cepat dan tepat
efek anastesi, pada ibu tidak terjadi observasi dan catat - Meningkatkan
harga diri bebas dari kepala atau gangguan dapat diketahui dan
jaringan, pada ibu tidak terjadi - Sarankan pada ibu dengan tepat
- Untuk
memperlancar
sirkulasi ke perineum
dan mengurangi
edema
- Membantu
mencegah
kontaminasi rektal
melalui vagina
5 Perubahan Setelah diberikan - Kaji dan catat - Mengetahui balance
dengan efek diharapkan ibu tidak Anjurkan berkemih dengan tepat
hormonal, trauma mengalami gangguan 6-8 jam post partum - Melatih otot-otot
jaringan, efek kecil ditandai dengan merangsang Agar kencing yang
kandung kemih jam post pasrtum, air keran sehingga tidak ada
liter/hari
6 Resiko tinggi Setelah diberikan - Ajarkan ibu agar - Memberi
volume cairan ibu diharapkan tidak - Pertahankan cairan berkontraksi kuat dan
hemoglobin tidak
boleh melebihi 2
gram% /100dl
7 Kontipasi Setelah diberikan - Anjurkan pasien - Membantu
bising usus, feses maksimal hari ketiga kudapan diantara pristaltik usus
kurang dari post partum, feces makanan, tingkatan - Mengurangi rasa
pada Wc duduk
Kolaborasi
pemberian laksantia
supositoria
8 Kurang Setelah diberikan - Berikan informasi - Membantu
dengan kurang dini dan bayi keluarga berencana dari perubahan fisik
menyusui, perawatan
perineum
9 Hambatan Setelah diberikan - Anjurkan mobilisasi
- Meningkatkan
immobilitas fisik asuhan keperawatan dan latihan dini sirkulasi dan aliran
kreteria : sehingga
2, luka jahitan
berkurang skala 2
1. Pengkajian
Pengenalan gejala mood merupakan hal yang penting untuk dilakukan oleh
perawatperinatal. Rencana keperawatan harus merefleksikan respons perilaku
yang diharapkan dari gangguan tertentu. Rencan individu didasarkan pada
karakteristik wanita dan keadaannya yang spesifik. Suami atau pasangan wanita
tersebut juga dapat mengalami gangguan emosional akibat perilaku wanita
tersebut.
Pengkajiannya meliputi ;
a. Identitas klien.
Data diri klien meliputi: nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical
record dan lain-lain.
b. Keluhan Utama
Mudah marah, cemas, melukai diri
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada Ibu dengan depresi postpartum biasanya terjadi kurang nafsu
makan, sedih – murung, mudah marah, kelelahan, insomnia, anorexia,
merasa terganggu dengan perubahan fisik, sulit konsentrasi, melukai
diri.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Berhubungan dengan kejadian pada persalinan masa lalu serta
kesehatan pasien.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Berhubungan dengan dukungan keluarga terhadap keadaan pasien
2. Diagnosa
1. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan stress kelahiran, konsep diri
negative, system pendukung, yang tidak adekuat
2. Kecemasan berhubungan dengan stress psikologi
3. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan depresi berat
4. Risiko kekerasan terhadap diri sendiri berhubungan dengan status emosional post
partum
3. Perencanaan
No. DIAGNOSA NOC NIC RASIONAL
1. Koping individu NOC : NIC :
tidak efektif b/d Anxiety Control Counseling (5240)
stress kelahiran, (1402) Aktivitas :
konsep diri negative, Indikasi : Beri dorongan kepada 1. agar pasien dapat
system pendukung, Kontrol pasien untuk mengungkapkan keluh kesah yang
yang tidak adekuat instensitas mengungkapkan pikiran dan dideritanya.
cemas perasaan untuk 2. agar kecemasan yang
Batasan Eliminasi mengeksternalisasikan dialaminya berkurang
karakteristik : tanda cemas kecemasan. 3. untuk mengurangi kecemasan
Gangguan tidur Menggunaka Bantu pasien untuk dan memperluas focus.
n strategi menfokuskan pada situasi 4. agar pasien dapat meneruskan
Penyalahgunaan
koping saat ini, sebagai alat untuk aktivitas sehari-hari dan
bahan kimia
efektif mengidentifikasi mekanisme menghilangkan kecemasannya.
Penurunan Menggunaka koping yang dibutuhkan
penggunaan n teknik untuk mengurangi
dukungan sosial relaksasi kecemasan.
Konsentrasi untuk Sediakan pengalihan melalui
yang buruk menekan televise, radio, permainan
Kelelahan kecemasan serta terapi okupasi
Problem solving Sediakan penguatan yang
tidak adekuat positif ketika apsien mampu
Mengeluhkan meneruskan aktivitas sehari-
ketidakmampua hari dan lainnnya meskipun
n koping atau mengalami Kecemasan.
ketidakmampua
n untuk
meminta
bantuan
Ketidak
mampuan
memenuhi
kebutuhan dasar
Perilaku
merusak
terhadap diri
atau orang lain
Ketidakmampua
n memnuhi
harapan peran
Tingkat
kesakitan/penya
kit yang tinggi
Perubahan
dalam pola
komunikasi
Menggunakan
bentuk koping
yang
meghalangi/men
gganggu
perilaku adaptif
Kurangnya
perilaku yang
bertujuan
langsung/resolus
i masalah,
termasuk
ketidakmampua
n untuk
merawat, dan
kesulitan
mengorganisasi
kan informasi
2. Kecemasan b/d NOC : NIC :
stress psikologi Anxiety Control Counseling (5240)
(1402) Aktivitas :
Batasan Indikasi : Beri dorongan kepada 1. agar pasien dapat
karakteristik : Kontrol pasien untuk mengungkapkan keluh kesah yang
Perilaku instensitas mengungkapkan pikiran dan dideritanya.
Penurunan cemas perasaan untuk 2. agar kecemasan yang
produktivitas Eliminasi mengeksternalisasikan dialaminya berkurang
tanda cemas kecemasan. 3. untuk mengurangi kecemasan
Gelisah
Menggunaka Bantu pasien untuk dan memperluas focus.
Insomnia
n strategi menfokuskan pada situasi 4. agar pasien dapat meneruskan
Resah
koping saat ini, sebagai alat untuk aktivitas sehari-hari dan
Afektif
efektif mengidentifikasi mekanisme menghilangkan kecemasannya.
Kesedihan
yang Menggunaka koping yang dibutuhkan
mendalam n teknik untuk mengurangi
Takut relaksasi kecemasan.
Gugup untuk Sediakan pengalihan melalui
Mudah menekan televise, radio, permainan
tersinggung
kecemasan serta terapi okupasi untuk
Nyeri hebat
mengurangi kecemasan dan
Ketakutan
Distres memperluas focus.
Khawatir Sediakan penguatan yang
Cemas positif ketika apsien mampu
Fisiologi meneruskan aktivitas sehari-
Goyah hari dan lainnnya meskipun
Peningkatan mengalami Kecemasan.
respirasi
(simpatis)
Peningkatan
keringat
Wajah tegang
Anoreksia
(simpatis)
Kelelahan
(parasimpatis
)
Gugup
(simpatis)
Mual
(parasimapati
s)
Pusing
(parasimpatis
)
Kognitif
B. Bingung
C. Kerusakan
perhatian
D. Ketakutan
terhadap hal
yang tidak
jelas
E. Sulit
berkonsentras
i
3. Gangguan interaksi NOC : NIC :
sosial b/d depresi Social Dorong keterlibatan 1. agar tetap terjalinnya hubungan
berat Interaction Skill ditingkatkan dalam saling percaya dan untuk
(1502) hubungan yang sudah menghindari isolasi sosial
ditetapkan
Batasan Pengungkap 2. agar pasien dapat melakukan
Dorong pasien dalam interaksi sosial
karakteristik : an, pengembangan hubungan
Mengungkapka Kesiapan 3. untuk meningkatkan hubungan
Dorong untuk berhubungan
/menunjukan Kerjasama dengan orang lain sosial pasien
ketidakmampua Kepekaan Dorong untuk beraktivitas 4. agar tidak terjadinya
n untuk Konfrontasi dalam masyarakat / social deskriminasi di lingkungan pasien
menerima atau Pertimbanga Dorong untuk berbagi 5.agar tidak terjadi depresi sendiri
masalah dengan orang lain
mengkomunikas n
ikan rasa Kehangatan
kepuasan, rasa Ketenangan
memiliki, Relaksasi
menyayangi, Keterlibatan
ketertarikan atau Kepercayaa
membagi n dan
pengalaman Kompromi
Mengungkapkan
/ menunjukan
ketidaknyamana
n dalam situasi
sosial
Menunjukkan
penggunaan
perilaku
interaksi social
tidak berhasil
Keluarga
melaporkan
perubahan gaya
hidup atau pola
interaksi
4. Risiko kekerasan NOC : NIC :
terhadap diri sendiri Interaksi Bantuan kontrol marah:
b/d status emosional sosial Prinsip komunikasi 1. untuk mengatasi masalah
post partum Tanda-tanda terapeutik pasien yang kita dapat dengan
akan Pertahankan konsistensi teknik komunikasi terapiutik
melakukan sikap (terbuka,tepati janji, 2. untuk membina hubungan
Batasan kekerasan hindari kesan negatif)
karakteristik : saling percaya terhadap pasien
seperti ingin Gunakan tahap-tahap
Putus asa marah, jengk interaksi dengantepat 3. untuk menghindari adanya
Penolakan el, ingin Observasi tanda-tanda penyimpangan interaksi sosial
Cemas merusak, perilaku kekerasan 4. untuk mengetahui tanda-tanda
Panic memukul,dll. padaklien perilaku kekerasan yang terjadi
Mengenal pe Bantu klien pada pasien
Mudah marah
nanganan mengidentifikasi tanda- 5. agar pasien dapat mengontrol
Permusuhan klien dengan tanda perilakukekerasan emosinya
perilaku (emosi, fisik, social,
6. agar pasien mengetahui
kekerasan spiritual)
Penanganan Jelaskan pada klien tentang penyebab dari marah yang
klien dengan respon marah berlebihan
perilaku Dukung dan fasilitasi klien 7. agar marah si pasien dapat
kekerasan untuk mencari bantuansaat terkendali
Bantuan muncul marah 8. agar sipasien mengetahui
yang adaptif Diskusikan bersama klien pengaruh negatif dari kekerasan
pada klien pangaruh negatif perilaku yang dia lakukan
dengan kekerasan terhadap dirinya,
perilaku orang laindan lingkungan
kekerasan
Cara yang Libatkan keluarga dalam
dipilih untuk perawatan klien:
membantu Identifikasi kultur, peran, 1. untuk mengetahui kultur dan
merubah dan situasikeluarga dalam situasi keluarga mempengaruhi
perilaku pengaruhnya strees si pasien
klien terhadap perilaku klien 2. agar pasien mengetahui
Tingkat Berikan informasi yang informasi tentang penanganan
kemarahan tepat tentang penanganan
klien dengan perilaku marahnya
klien dengan perilaku
marah dan kekerasan 3. agar pasien dapat menangani
Ajarkan ketrampilan masalahnya dengan mandiri
koping efektif 4. agarkeluarga tepat memilih
yangdigunakan untuk dalam terapi untuk penanganan
penangannan klien perilaku dari perilaku pasien
kekerasan.berikan 5. agar keluarga dapat bertanya
konseling pada keluarga atau mendapat informasi
Bantu keluarga memilih
mengenai masalah pasien
untuk menentukan dalam 6. agar keluarga turut serta dalam
penanganan klien dengan menentukan penyembuhan
perilakukekerasan depresi pasien
Fasilitasi pertemuan 7.
keluarga dengan pemberi
perawatan
Beri kesempatan pada
keluarga
untuk mendiskusikan cara
yang dipilih dan anjurkan
pada keluarga untuk
menerapkancara yang dipilih
D. IMPLEMENTASI
E. EVALUASI
Novak, J.C., Broom, B.L. 2009. Maternal and Child Health Nursing. Missouri: Mosby,
Inc.
Ling, F. W, dan Duff, P. 2001. Obstetrics and Gynecology. New York : Mc Graw –
Hill Companies.
Malonda, B. F. 1999. Sosial – Budaya, Gangguan Emosi dan Fisik Pasca Salin
Masyarakat Pedesaan Sumedang. Diakses 29 September
2004. http://www.tempo.co.id/ medika arsip/ 122002/ art-2.htm.
https://www.scribd.com/document_downloads/direct/73744068?
extension=pdf&ft=1477901031<=1477904641&user_id=276929510&uahk=EpzpY
wjeP3j2Qlhws6YWqqiSX7k