Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN POST PARTUM BLUES DAN DEPRESI


POSTPARTUM

A. PENGERTIAN
Postpartum blues adalah depresi ringan dan sepintas yang umumnya terjadi
dalam minggu pertama atau lebih sesudah melahirkan (Marshal, 2004). Menurut Jan
Riordan dan Kathleen (2001), mendefinisikan bahwa post partum blues adalah
“Kesedihan” postpartum : tangisan, perubahan suasana hati yang mana lebih sering
terjadi pada anak pertama dan bersifat sementara pada minggu pertama dan kedua.
Dapat juga diartikan keadaan depresi secara fisik maupun psikis pada ibu yang dapat
terjadi setelah beberapa hari kelahiran sampai kira-kira sebulan kemudian
(Sjahruddin, 2006). Sedangkan Linda (2004), mendefinisikan postpartum blues adalah
periode pendek kelabilan emosi sementara yang ditandai dengan mudah menangis,
intabilitas, rasa letih, mudah marah, cemas dan sedih biasanya terjadi menjelang akhir
minggu pascapartum pertama.

Depresi postpartum adalah suatu kondisi mood depresi yang berat yang
terjadinya sekitar 4 minggu setelah kelahiran bayi . Depresi postpartum mungkin
muncul terlambat 30 minggu dari postpartum, bahkan sebagian mengatakan kurang
dari 12 bulan pertama postpartum. Manifestasinya berupa menangis, insomnia,
depresi, kelemahan, cemas, tidak bergairah dan konsentrasi yang buruk.
Depresi postpartum pertama kali ditemukan oleh Pitt pada tahun 1988. Pitt
(Regina dkk, 2001), depresi postpartum adalah depresi yang bervariasi dari hari ke
hari dengan menunjukkan kelelahan, mudah marah, gangguan nafsu makan, dan
kehilangan libido (kehilangan selera untuk berhubungan intim dengan suami). Masih
menurut Pitt (Regina dkk, 2001) tingkat keparahan depresi postpartum bervariasi.
Keadaan ekstrem yang paling ringan yaitu saat ibu mengalami “kesedihan sementara”
yang berlangsung sangat cepat pada masa awal postpartum, ini disebut dengan the
blues atau maternity blues. Gangguan postpartum yang paling berat disebut psikosis
postpartum atau melankolia. Diantara 2 keadaan ekstrem tersebut terdapat kedaan
yang relatif mempunyai tingkat keparahan sedang yang disebut neurosa depresi atau
depresi postpartum.
B. ETIOLOGI
`Penyebab pasti belum diketahui secara pasti, namun banyak faktor yang diduga berperan
dapat menyebabkan post partum blues, diantaranya :
1. Faktor hormonal yang berhubungan dengan perubahan kadar estrogen,
progesterone, prolaktin dan ekstradiol. Penurunan kadar estrogen setelah
melahirkan sangat berpengaruh pada gangguan emosional pascapartum karena
estrogen memiliki efek supresi aktivitas enzim monoamine aksidase yaitu suatu
enzim otak yang bekerja menginaktifasi noradrenalin dan serotonin yang berperan
dalam perubahan mood dan depresi
2. Faktor demografi yaitu umur dan paritas.
3. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan.
4. Latar belakang psikososial ibu, seperti ; tingkat pendidikan, status perkawinan,
kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat gangguan jiwa sebelumnya, social
ekonomi serta keadekuatan dukungan social dari lingkungan ( suami, keluarga
dan teman ). Apakah suami menginginkan juga kehamilan ini, apakah suami,
keluarga dan teman memberikan dukungan moril ( misalnya dengan membantu
pekerjaan rumah tang selama atau berperan sebagai tempat ibu
mengadu/berkeluh-kesah ) selama ibu menjalani kehamilannya atau timbul
permasalahan misalnya suami yang tidak membantu, tidak mau mengerti perasaan
istri maupun persoalan lainnya dengan suami, problem dengan orangtua dan
mertua, problem dengan si sulung.
5. Takut kehilangan bayinya atau kecewa dengan bayinya.
Ada beberapa pendapat yang menyebutkan bahwa postpartum blues tidak
berhubungan dengan perubahan hormonal, biokimia atau kekurangan gizi. Antara
8 % sampai 12 % wanita tidak dapat menyesuaikan peran sebagai orang tua dan
menjadi sangat tertekan sehingga mencari bantuan dokter. Dengan kata lain para
wanita lebih mungkin mengembangkan depresi postpartum jika mereka tertekan
secara sosial dan emosional serta baru saja mengalami peristiwa kehidupan yang
menekan.
Ada juga pendapat bahwa kemunculan dari postpartum blues ini disebabkan oleh
beberapa faktor dari dalam dan luar individu. Penelitian dari Dirksen dan De
Jonge Andriaansen ( 1985 ) menunjukan bahwa depresi tersebut membawa
kondisi yang berbahaya bagi perkembangan anak dikemudian hari.
Etiologi pasti dari depresi postpartum masih belum jelas, namun berbagai
faktor fisiologis dan psikososial telah diinvestigasi. Berikut beberapa hal yang
diduga menjadi etiologi dari depresi postpartum :

a. Neurobiologi postpartum
Mekanisme biologi dari depresi postpartum dipercaya
berhubungan dengan gangguan depresif mayor. Depresi secara
umum merupakan penyakit dengan integritas sirkuit neuron, yang
telah ditunjukkan pada studi dengan pengurangan volume otak
seseorang yang didiagnosa dengan gangguan depresif mayor.
Yang menarik, jumlah volume yang hilang secara langsung
berhubungan dengan lama penyakit. Stres dan depresi bekerja
dengan mengurangi jumlah protein otak yang mencetuskan
pertumbuhan neuron dan formasi sinaps. Dan penyebab
neurobiologi ini berinteraksi dengan kemampuan genetik dan faktor
lingkungan atau psikososial
b. Gangguan Autoimun

Kondisi fisiologis yang cenderung ke kemarahan setelah kelahiran


bayi bisa berasal dari autoimun. Satu penelitiian menduga bahwa
kemarahan ibu berasal dari paparan ibu terhadap berbagai antigen fetal
selama persalinan. Sebagai contoh,tiroiditis postpartum merupakan suatu
kondisi dengan autoantibodi tiroid yang terdeteksi di plasma diantara 6
minggu hingga 6 bulan postpartum. Hal tersebut terjadi pada 6-9 %
wanita yang tidak memiliki riwayat penyakit tiroid. Pada sebagian kasus,
penyakit ini muncul dengan fase hipertiroid yang diikuti dengan fase
hipotiroid, atau hanya muncul dengan hipertiroidisme atau hipotiroidisme
saja. Beberapa studi telah mencoba untuk menentukan kejadian depresi
yang mana yang berhubungan dengan penyakit tiroid itu sendiri. Belum
ada kesimpulan pasti yang berhasil didapatkan, namun depresi postpartum
mungkin berdasarkan tiroid.
c. Gangguan Tidur dan Ritme Sirkardian
Sedikitnya 5 studi sejak tahun 1968 telah menduga bahwa
gangguan tidur dapat menyebabkan depresi postpartum. Ibu baru tidak
selalu dapat tidur ketika mereka membutuhkannya, karena mereka
harus menjaga bayinya. Kecenderungan wanita tersebut untuk menjadi
depresi mungkin disebabkan oleh kelelahan atau fatique. Melatonin
adalah hormon tidur yang dihasilkan di kelenjar pineal otak.
Konsentrasinya dalam plasma akan mulai meningkat di sekitar waktu
tidur dan memuncak pada pukul 3 dini hari, dan selanjutnya akan
menurun hingga hampir tidak terdeteksi pada saat bangun. Paparan
terhadap cahaya, terutama cahaya biru dengan panjang gelombang
sekitar 470 nm akan menghambat pelepasan melatonin.

C. TANDA DAN GEJALA


Gejala post partum blues (Novak dan Broom, 2009) yaitu suatu keadaan yang tidak dapat
dijelaskan, merasa sedih, mudah tersinggung, gangguan pada nafsu makan dan tidur.
Selanjutnya dengan kata lain, ciri-ciri post partum blues menurut Young dan Ehrhardt
(dalam Strong dan Devault, 2009) diantaranya:
1. Perubahan keadaan dan suasana hati ibu yang bergantian dan sulit diprediksi
seperti menangis, kelelahan, mudah tersinggung, kadang-kadang mengalami
kebingungan ringan atau mudah lupa.
2. Pola tidur yang tidak teratur karena kebutuhan bayi yang baru dilahirkannya,
ketidaknyamanan karena kelahiran anak, dan perasaan asing terhadap lingkungan
tempat bersalin.
3. Merasa kesepian, jauh dari keluarga, menyalahkan diri sendiri karena suasana
hati yang terus berubah-ubah.
4. Kehilangan kontrol terhadap kehidupannya karena ketergantungan bayi yang
baru dilahirkannya.
Gejala yang menonjol dalam depresi post partum adalah trias depresi yaitu:
a. Berkurangnya energy
b. Penurunan efek
c. Hilang minat (anhedonia)

Gejala depresi post partum yang dialami 60% wanita mempunyai karateristik dan
spesifik antara lain:
a. Trauma terhadap intervensi medis yang terjadi
b. Kelelahan dan perubahan mood
c. Gangguan nafsu makan dan gangguan tidur
d. Tidak mau berhubungan dengan orang lain
e. Tidak mencintai bayinya dan ingin menyakiti bayinya atau dirinya sendiri.
D. PATOFISIOLOGI

Post Partum Blues

Faktor Hormonal

Estrogen Progesteron Prolaktin Oksitosin (+)/ Endorpin


(+)/(-) (-)
Estrogen Stimulan Kel. Rasa senang
Susu Prolaktin Kontraksi &
rahim +/- mengurangi
Enzim
rasa nyeri
monoamin Payudara & Stimulan Kel,
aereola Susu Nyeri
melebar dan Rasa bahagia
Inaktivitas
lbh gelap
nonadrenalin Produksi ASI Partus
& serotonin lama
Tdk nyaman Cemas
Perubahan (minder) Gangguan
mood & pola tidur
Risiko
depresi
gangguan
proses
menyusui
Anstabil F. demografi (usia)
koping
individual
Risiko perubahan
peran menjadi F. pengalaman dlm
ortu proses kehamilan
Risiko
perubahan dan persalinan
emosional

F.latar belakang
Kurang pengetahuan psikososial
perawatan diri & bayi
F. takut kehilangan
bayinya atau
kecewa dengan
Potensial terhadap
bayinya
pertumbuhan
koping keluarga
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Sampai saat ini belum ada alat test khusus yang dapat mendiagnosa secara
langsung post partum blues. Secara medis, dokter menyimpulkan beberapa simtom
yang tampak dapat disimpulkan sebagai gangguan depresi post partum blues bila
memenuhi kriteria gejala yang ada. Kekurangan hormon tyroid yang ditemukan pada
individu yang mengalami kelelahan luar biasa (fatigue) ditemukan juga pada ibu yang
mengalami post partum blues mempunyai jumlah kadar tyroid yang sangat rendah.
Skrining untuk mendeteksi gangguan mood/depresi sudah merupakan acuan
pelayanan pasca salin yang rutin dilakukan. Untuk skrining ini dapat dipergunakan
beberapa kuesioner dengan sebagai alat bantu. Endinburgh Posnatal Depression Scale
(EPDS) merupakan kuesioner dengan validitas yang teruji yang dapat mengukur
intensitas perubahan perasaan depresi selama 7 hari pasca salin. Pertanyaan-
pertanyaannya berhubungan dengan labilitas perasaan, kecemasan, perasaan bersalah
serta mencakup hal-hal lain yang terdapat pada post-partum blues . Kuesioner ini
terdiri dari 10 (sepuluh) pertanyaan, di mana setiap pertanyaan memiliki 4 (empat)
pilihan jawaban yang mempunyai nilai skor dan harus dipilih satu sesuai dengan
gradasi perasaan yang dirasakan ibu pasca salin saat itu. Pertanyaan harus dijawab
sendiri oleh ibu dan rata-rata dapat diselesaikan dalam waktu 5 menit. Cox et. Al.,
mendapati bahwa nilai skoring lebih besar dari 12 (dua belas) memiliki sensitifitas
86% dan nilai prediksi positif 73% untuk mendiagnosis kejadian post-partum blues .
EPDS juga telah teruji validitasnya di beberapa negara seperti Belanda, Swedia,
Australia, Italia, dan Indonesia. EPDS dapat dipergunakan dalam minggu pertama
pasca salin dan bila hasilnya meragukan dapat diulangi pengisiannya 2 (dua) minggu
kemudian.

F. PENATALAKSANAAN MEDIS
Post-partum blues atau gangguan mental pasca-salin seringkali terabaikan dan
tidak ditangani dengan baik. Banyak ibu yang ‘berjuang’ sendiri dalam beberapa saat
setelah melahirkan. Mereka merasakan ada suatu hal yang salah namun mereka
sendiri tidak benar-benar mengetahui apa yang sedang terjadi. Apabila mereka pergi
mengunjungi dokter atau sumber-sumber lainnya Untuk minta pertolongan, seringkali
hanya mendapatkan saran untuk beristirahat atau tidur lebih banyak, tidak gelisah,
minum obat atau berhenti mengasihani diri sendiri dan mulai merasa gembira
menyambut kedatangan bayi yang mereka cintai.
Penanganan gangguan mental pasca-salin pada prinsipnya tidak berbeda
dengan penanganan gangguan mental pada momen-momen lainya. Para ibu yang
mengalami post-partum blues membutuhkan pertolongan yang sesungguhnya. Para
ibu ini membutuhkan dukungan pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini
membutuhkan dukungan psikologis seperti juga kebutuhan fisik lainnya yang harus
juga dipenuhi. Mereka membutuhkan kesempatan untuk mengekspresikan pikiran dan
perasaan mereka dari situasi yang menakutkan. Mungkin juga mereka membutuhkan
pengobatan dan/atau istirahat, dan seringkali akan merasa gembira mendapat
pertolongan yang praktis. Dengan bantuan dari teman dan keluarga, mereka mungkin
perlu untuk mengatur atau menata kembali kegiatan rutin sehari-hari, atau mungkin
menghilangkan beberapa kegiatan, disesuaikan dengan konsep mereka tentang
keibuan dan perawatan bayi. Bila memang diperlukan, dapat diberikan pertolongan
dari para ahli, misalnya dari seorang psikolog atau konselor yang berpengalaman
dalam bidang tersebut.
Para ahli obstetri memegang peranan penting untuk mempersiapkan para
wanita untuk kemungkinan terjadinya gangguan mental pasca-salin dan segera
memberikan penanganan yang tepat bila terjadi gangguan tersebut, bahkan merujuk
para ahli psikologi/konseling bila memang diperlukan. Dukungan yang memadai dari
para petugas obstetri, yaitu: dokter dan bidan/perawat sangat diperlukan, misalnya
dengan cara memberikan informasi yang memadai/adekuat tentang proses kehamilan
dan persalinan, termasuk penyulit-penyulit yang mungkin timbul dalam masa-masa
tersebut serta penanganannya.Post-partum blues juga dapat dikurangi dengan cara
belajar tenang dengan menarik nafas panjang dan meditasi, tidur ketika bayi tidur,
berolahraga ringan, ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagai ibu, tidak perfeksionis
dalam hal mengurusi bayi, membicarakan rasa cemas dan mengkomunikasikannya,
bersikap fleksibel, bergabung dengan kelompok ibu-ibu baru. Dalam penanganan para
ibu yang mengalami post-partum blues dibutuhkan pendekatan menyeluruh/holistik.
Pengobatan medis, konseling emosional, bantuan-bantuan praktis dan pemahaman
secara intelektual tentang pengalaman dan harapan-harapan mereka mungkin pada
saat-saat tertentu. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa dibutuhkan penanganan
di tingkat perilaku, emosional, intelektual, sosial dan psikologis secara bersama-sama,
dengan melibatkan lingkungannya, yaitu: suami, keluarga dan juga teman dekatnya.
Untuk mencegah terjadinya depresi post partum sebagai anggota keluarga harus
memberikan dukungan emosional kepada ibu dan jangan mengabaikan ibu bila
terlihat sedang sedih, dan sarankan pada ibu untuk:
 Beristirahat dengan baik
 Berolahraga yang ringan
 Berbagi cerita dengan orang lain
 Bersikap fleksible
 Bergabung dengan orang-oarang baru
 Sarankan untuk berkonsultasi dengan tenaga medis.

Ada cara-cara menghidari atau mengatasi depresi:


 Batasi pengunjung jika kehadiran mereka ternyata malah mengganggu
waktu  istirahat anda.
 Untuk sementara waktu hindari komsumsi coklat atau gula dalam jumlah
yang berlebihan karena dapat menjadi bahan pemicu depresi.
 Perbanyak mendengar musik favorit anda agar anda dapat merasa lebih
rileks disarankan  musik-musik yang menenangkan.
 Lakukan olahraga atau latihan ringan, cara ini selain ampuh dalam
mengurangi depresi, tapi juga dapat membantu mengembalikan bentuk
tubuh.
 Sesekali berpergianlah agar anda tak merasa bosan, karena berada di
rumah.
 Dukungan yang suportif dari suami dan anggota keluarga lainnya sangat
berpengaruh bagi keadaan psikis ibu.

Ada dua macam perawatan depresi :


a. Terapi bicara
Adalah sesi bicara dengan terapi, psikologi atau pekerja sosial untuk
mengubah apa yang difikir, rasa dan lakukan oleh penderita akibat
menderita depresi.
b. Obat medis
Obat anti depresi yang diresepkan oleh dokter, sebelum mengkonsumsi
obat anti depresi, sebaiknya didiskusikan benar obat mana yang tepat dan
aman bagi bayi untuk dikonsumsi oleh ibu hamil atau ibu menyusui.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN POSTPARTUM BLUES

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien

Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical

record dan lain-lain

2. Dampak Pengalaman Melahirkan

Banyak ibu memperlihatkan suatu kebutuhan untuk memeriksa proses

kelahiran itu sendiri dan melihat kembali perilaku mereka saat hamil dalam

upaya retrospeksi diri (Konrad, 1987). Selama hamil, ibu dan pasangannya

mungkin telah membuat suatu rencana tertentu tentang kelahiran anak mereka,

hal-hal yang mencakup kelahiran pervagina dan beberapa intervensi medis.

Apabila pengalaman mereka dalam persalinan sangat berbeda dari yang

diharapkan (misalnya ; induksi, anestesi epidural, kelahiran sesar), orang tua

bisa merasa kecewa karena tidak bisa mencapai yang telah direncanakan

sebelumnya. Apa yang dirasakan orang tua tentang pengalaman melahirkan

sudah pasti akan mempengaruhi adaptasi mereka untuk menjadi orang tua.

3. Citra Diri Ibu

Suatu pengkajian penting mengenai konsep diri, citra tubuh, dan

seksualitas ibu. Bagaimana perasaan ibu baru tentang diri dan tubuhnya

selama masa nifas dapat mempengaruhi perilaku dan adaptasinya dalam

menjadi orang tua. Konsep diri dan citra tubuh ibu juga dapat mempengaruhi

seksualitasnya. Perasaan-perasaan yang berkaitan dengan penyesuaian

perilaku seksual setelah melahirkan seringkali menimbulkan kekhawatiran


pada orang tua baru. Ibu yang baru melahirkan bisa merasa enggan untuk

memulai hubungan seksual karena takut merasa nyeri atau takut bahwa

hubungan seksual akan mengganggu penyembuhan jaringan perineum.

4. Interaksi Orang tua – Bayi

Suatu pengkajian pada masa nifas yang menyeluruh meliputi evaluasi

interaksi orang tua dengan bayi baru. Respon orang tua terhadap kelahiran

anak meliputi perilaku adaptif dan perilaku maladatif. Baik ibu maupun ayah

menunjukkan kedua jenis perilaku maupun saat ini kebanyakan riset hanya

berfokus pada ibu. Banyak orang tua baru mengalami kesulitan untuk menjadi

orang tua sampai akhirnya keterampilan mereka membaik. Kualitas keibuan

atau kebapaan pada perilaku orang tua membantu perawatan dan perlindungan

anak. Tanda-tanda yang menunjukkan ada atau tidaknya kualitas ini, terlihat

segera setelah ibu melahirkan, saat orang tua bereaksi terhadap bayi baru lahir

dan melanjutkan proses untuk menegakkan hubungan mereka.

5. Perilaku Adaptif dan Perilaku Maladaptif

Perilaku adaptif berasal dari penerimaan dan persepsi realistis orang

tua terhadap kebutuhan bayinya yang baru lahir dan keterbatasan kemampuan

mereka, respon social yang tidak matur, dan ketidakberdayaannya. Orang tua

menunjukkan perilaku yang adaptif ketika mereka merasakan suka cita karena

kehadiran bayinya dan karena tugas-tugas yang diselesaikan untuk dan

bersama anaknya, saat mereka memahami yang dikatakan bayinya melalui

ekspresi emosi yang diperlihatkan bayi dan yang kemudian menenangkan

bayinya, dan ketika mereka dapat membaca gerakan bayi dan dapat merasa

tingkat kelelahan bayi. Perilaku maladaptif terlihat ketika respon orang tua

tidak sesuai dengan kebutuhan bayinya. Mereka tidak dapat merasakan


kesenangan dari kontak fisik dengan anak mereka. Bayi – bayi ini cenderung

akan dapat diperlakukan kasar.

Orang tua tidak merasa tertarik untuk melihat anaknya. Tugas

merawat anak seperti memandikan atau mengganti pakaian, dipandang sebagai

sesuatu yang menyebalkan. Orang tua tidak mampu membedakan cara

berespon terhadap tanda yang disampaikan oleh bayi, seperti rasa lapar, lelah

keinginan untuk berbicara dan kebutuhan untuk dipeluk dan melakukan

kontak mata. Tampaknya sukar bagi mereka untuk menerima anaknya sebagai

anak yang sehat dan gembira.

6. Struktur dan fungsi keluarga

Komponen penting lain dalam pengkajian pada pasien post partum

blues ialah melihat komposisi dan fungsi keluarga. Penyesuaian seorang

wanita terhadap perannya sebagai ibu sangat dipengaruhi oleh hubungannya

dengan pasangannya, ibunya dengan keluarga lain, dan anak-anak lain.

Perawat dapat membantu meringankan tugas ibu baru yang akan pulang

dengan mengkaji kemungkinan konflik yang bisa terjadi diantara anggota

keluarga dan membantu ibu merencanakan strategi untuk mengatasi masalah

tersebut sebelum keluar dari rumah sakit.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut berhubungan dengan trauma mekanis, pembesaran jaringan atau

distensi efek-efek hormonal

2. Ketidakefektifan menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan,

pengalaman sebelumnya, tingkat dukungan, karaktristik payudara


3. Resiko tinggib terhadap cedera berhubungan dengan biokimia efek anastesi,

profil darah abnormal

4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan,

penurunan hemoglobin, prosedur invasive, pecah ketuban, malnutrisi

5. Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan efek hormonal, trauma

mekanis, edema jaringan, efek anastesiditandai dengan distensi kandung

kemih

6. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan

penurunan masukan atau penggantian tidak adekuat kehilangan cairan berlebih

7. Kontipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot, efek progesteron,

dehidrasi, nyeri perical ditandai dengan perubahan bising usus, feses kurang

dari biasanya.

8. Kurang pengetahuan atau kebutuhan belajar mengenai perawatan diri dan bayi

berhubungan dengan kurang pemahaman, salah intervensi, tidak tau sumber-

sumber

9. Keterbatasan gerak dan aktifitas berhubungan dengan nyeri luka jahitan

perineum.

C. RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnosa Rencana tindakan Rasional


Tujuan/kreteria Intervensi
Keperawatan
hasil
1 Nyeri akut Setelah diberikan       - Kaji ulang skala      - Mengidentifikasi

berhubungan asuhan keperawatan nyeri kebutuhan dan

dengan trauma selama 3 x 24 jam      - Anjurkan ibu agar intervensi yang tepat

mekanis, diharapkan nyeri ibu menggunakan     - Untuk mengalihkan


pembesaran berkurang dengan tekhnik relaksasi dan perhatian dan rasa

jaringan atau menunjukkan skla distraksi rasa nyeri nyeri yang dirasakan

distensi efek-efek nyeri 0-1, ibu       - Motivasi untuk      - Memperlancar

hormonal mengatakan nyerinya mobilisasi sesuai pengeluaran lochea,

berkurang atau indikasi mempercepat

hilang, tidak merasa       - Berikan kompres involusi, dan

nyeri saat mobilisasi hangat mengurangi nyeri

dan TTV dalam batas      Celegasi pemberian secara bertahap

normal analgetik      - Meningkatkan

sirkulasi pada

perineum

   -   Melonggarkan

sistem saraf perifer

sehingga rasa nyeri

berkurang.
2 Ketidak efektifan Setelah diberikan       - Kaji ulang tingkat      - Membantu dalam

menyusui asuhan keperawatan pengetahuan dan mengidentifikasi

berhubungan selama 2 x 24 jam pengalaman ibu kebutuhan saat ini

dengan tingkat diharapkan ibu dapat tentang menyusui agar memberikan

pengetahuan, mencapai kepuasan sebelumnya intervensi yang tepat.

pengalaman menyusui dengan ibu      - Demonstrasikan dan      - Posisi yang tepat

sebelumnya, mengungkapakan tinjau ulang teknik biasanya mencegah

tingkat dukungan, proses situasi menyusui luka atau pecah

karaktristik menyusui, bayi       - Anjurkan ibu puting yang dapat

payudara mendapat air susu mengeringkan puting merusak dan

ibu yang cukup setelah menyusui mengganggu


      - Agar kelembaban

pada patudara tetap

dalam batas normal


3 Resiko tinggi Setelah diberikan      - Tinjau ulang kadar       - Dapat mengetahui

terhadap cedera asuhan keperawatan hemoglobin serta kesengjangan kondisi

berhubungan selama 2 x 24 jam kehilangan darah ibu dan intervensi

dengan biokimia diharapkan cedera sewaktu melahirkan, yang cepat dan tepat

efek anastesi, pada ibu tidak terjadi observasi dan catat       - Meningkatkan

profil darah dengan menunjukkan tanda anemia sirkulasi dan aliran

abnormal ibu dapat       - Anjurkan mobilisasi darah ke ekstremitas

mendemonstrasikan dan latihan dini bawah

prilaku unsur untuk secara bertahap       - Bahaya eklamsi ada

menurunkan faktor       - Kaji ada diatas 72 jam post

resiko, melindungi hiperfleksia sakit partum sehingga

harga diri bebas dari kepala atau gangguan dapat diketahui dan

komplikasi penglihatan diintraksikan


4 Resiko tinggi Setelah diberikan   - Kaji lochea    - Untuk dapat

terhadap infeksi asuhan keperawatan kontraksi uterus, dan mendeteksi tanda

berhubungan selama 2 x 24 jam kondisi jahitan infeksi lebih dini dan

dengan trauma diharapkan infeksi episiotomi mengintervensi

jaringan, pada ibu tidak terjadi    - Sarankan pada ibu dengan tepat

penurunan ditandai dengan ibu agar mengganti    - Pembalut yang

hemoglobin, dapat pembalut tiap 4 jam lembab dan banyak

prosedur invasive, mendemonstrasikan   - Pantau tanda-tanda darah merupakan

pecah ketuban, teknik untuk vital media yang menjadi

malnutrisi menurunkan resiko - Lakukan rendam tempat


infeksi, dan tidak bokong perkembangbiakan

terdapat tanda-tanda   - Sarankan ibu kuman.

infeksi membersihkan perine    - Peningkatan suhu

al dari depan ke lebih dari 38 ° C

belakang. menandakan infeksi

   - Untuk

memperlancar

sirkulasi ke perineum

dan mengurangi

edema

   - Membantu

mencegah

kontaminasi rektal

melalui vagina
5 Perubahan Setelah diberikan         - Kaji dan catat     - Mengetahui balance

eliminasi urin asuhan keperawatan cairan masuk dan cairan pasien

berhubungan selama 2 x 24 jam keluar tiap 24 jam sehingga diintervensi

dengan efek diharapkan ibu tidak         Anjurkan berkemih dengan tepat

hormonal, trauma mengalami gangguan 6-8 jam post partum     - Melatih otot-otot

mekanis, edema eliminasi/ buang air         - Berikan teknik perkemihan

jaringan, efek kecil ditandai dengan merangsang     Agar kencing yang

anastesiditandai Ibu dapat berkemih berkemih seperti tidak dapat keluar,

dengan distensi sendiri dalam 6 – 8 rendam duduk, aliran bisa dikeluarkan

kandung kemih jam post pasrtum, air keran sehingga tidak ada

tidak merasa sakit       - Kolaborasi retensi

saat buang air kecil, pemasangan kateter     - Mengurangi distensi


jumlah urine 1,5 – 2 kandung kemih

liter/hari
6 Resiko tinggi Setelah diberikan        - Ajarkan ibu agar     - Memberi

terhadap asuhan keperawatan massage sendiri rangsangan pada

kekurangan selama 2 x 24 jam fundus uteri uterus agar

volume cairan ibu diharapkan tidak        - Pertahankan cairan berkontraksi kuat dan

berhubungan kekurangan volume peroral 1,5-2 mengontrol

dengan penurunan cairan  ditandai liter/hari perdarahan.

masukan atau dengan cairan masuk        - Observasi     - Mencegah

penggantian tidak dan keluar seimbang, perubahan terjadinya dehidrasi

adekuat hemoglobin  dalam suhu,nadi,tekanan     - Peningkatan suhu

kehilangan cairan batas normal (12,0 darah dapat memperhebat

berlebih sampai 16,0 gr/dl)        - Periksa ulang kadar dehidrasi

hemoglobin     - Penurunan

hemoglobin tidak

boleh melebihi 2

gram% /100dl
7 Kontipasi Setelah diberikan         - Anjurkan pasien     - Membantu

berhubungan asuhan keperawatan untuk melakukan meningkatkan

dengan penurunan selama 2 x 24 jam ambulasi sesuai prestaltik

tonus otot, efek diharapkan toleransi dan gastrointestinal

progesteron, konstipasi tidak meningkatkan secara     - Makanan seperti

dehidrasi, nyeri terjadi pada ibu progresif buah dan sayuran

perical ditandai ditandai dengan ibu         - Pertahankan diet membantu

dengan perubahan dapat buang air besar reguler dengan meningkatkan

bising usus, feses maksimal hari ketiga kudapan diantara pristaltik usus
kurang dari post partum, feces makanan,  tingkatan    - Mengurangi rasa

biasanya lembek makan  buah dan nyeri

sayuran     - Untuk mencegah

       - Anjurkan ibu BAB dan stres perineal

pada Wc duduk

        Kolaborasi

pemberian laksantia

supositoria
8 Kurang Setelah diberikan         - Berikan informasi     - Membantu

pengetahuan atau asuhan keperawatan tentang perwatan dini mencegah infeksi,

kebutuhan belajar selama 2 x 24 jam (perawatan perineal) mempercepat

mengenai diharapkan perubahan fisiologi, penyembuhan dan

perawatan diri dan pengetahuan ibu lochea, perubahan berperan pada

bayi berhubungan tentang perawatan peran, istirahat, adaptasi yang positif

dengan kurang dini dan bayi keluarga berencana dari perubahan fisik

pemahaman, salah bertambah, dengan         - Berikan informasi dan mental

intervensi, tidak kreteria ibu dapat tentang perawatan     - Menambah

tau sumber- mengungkapkan bayi yaitu perawatan pengetahuan ibu

sumber kebutuhan ibu pada tali pusat, ari, tentang perawatan

masa post partum memandikan dan bayi

dan dapat melakukan imunisasi     - Memperjelas

aktivitas yang perlu         - Sarankan agar pemahaman ibu

dilakukan dan mendemonstrasikan tentang apa yang

alasannya seperti apa yang sudah sudah dipelajari

perawatan bayi, diperlajari

menyusui, perawatan
perineum
9 Hambatan Setelah diberikan          - Anjurkan mobilisasi
         - Meningkatkan

immobilitas fisik asuhan keperawatan dan latihan dini sirkulasi dan aliran

berhubungan selama 2 x 24 jam secara bertahap darah ke ekstremitas

dengan nyeri luka diharapkan gerak dan


        - KIE perawatan luka bawah

jahitan perineum aktifitas jahitan perinium          - Mempercepat

terkoordinasi dengan kesembuhan luka

kreteria : sehingga

sudah tidak nyeri memudahkan gerak

pada luka jahitan aktivitas

pada saat duduk skla

2, luka jahitan

perinium sudah tidak

sakit atau nyeri

berkurang skala 2

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DEPRESI POSTPARTUM

1. Pengkajian
Pengenalan gejala mood merupakan hal yang penting untuk dilakukan oleh
perawatperinatal. Rencana keperawatan harus merefleksikan respons perilaku
yang diharapkan dari gangguan tertentu. Rencan individu didasarkan pada
karakteristik wanita dan keadaannya yang spesifik. Suami atau pasangan wanita
tersebut juga dapat mengalami gangguan emosional akibat perilaku wanita
tersebut.
Pengkajiannya meliputi ;
a. Identitas klien.
Data diri klien meliputi: nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical
record dan lain-lain.
b. Keluhan Utama
Mudah marah, cemas, melukai diri
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada Ibu dengan depresi postpartum biasanya terjadi kurang nafsu
makan, sedih – murung, mudah marah, kelelahan, insomnia, anorexia,
merasa terganggu dengan perubahan fisik, sulit konsentrasi, melukai
diri.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Berhubungan dengan kejadian pada persalinan masa lalu serta
kesehatan pasien.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Berhubungan dengan dukungan keluarga terhadap keadaan pasien

d. Struktur dan Fungsi Keluarga


Komponen penting lain dalam pengkajian pada pasien post partum blues ialah
melihat komposisi dan fungsi keluarga. Penyesuaian seorang wanita terhadap
perannya sebagai ibu sangat dipengaruhi oleh hubungannya dengan
pasangannya, ibunya dengan keluarga lain, dan anak-anak lain. Perawat dapat
membantu meringankan tugas ibu baru yang akan pulang dengan mengkaji
kemungkinan konflik yang bisa terjadi diantara anggota keluarga dan
membantu ibu merencanakan strategi untuk mengatasi masalah tersebut
sebelum keluar dari rumah sakit.
e. Pemeriksaan Fisik
 Aktivitas/ istirahat
Biasanya aktivitas dan istirahat klien terganggu
 Sirkulasi
Biasanya nadi meningkat, (tachikardia), TD kadang meningkat
 Eliminasi
Biasanya klien sering BAK, kadang terjadi diare
 Makanan/cairan
Biasanya terjadi anoreksia, mual atau muntah, haus , membrane mukosa
kering
 Neurosensori
Biasanya klien mengeluh sakit kepala
 Pernafasan
Biasanya pernafasan cepat dan dangkal
 Nyeri dan ketidaknyamanan
Biasanya terjadi nyeri/ ketidaknyamanan pada daerah abdomen dan kepala
 Integritas Ego
Biasanya klien ansietas, gelisah
 Seksualitas
Biasanya seksualitas terganggu dan penurunan libido
 TTV
Biasanya nadi meningkat, pernafasan meningkat, TD meningkat

2. Diagnosa
1. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan stress kelahiran, konsep diri
negative, system pendukung, yang tidak adekuat
2. Kecemasan berhubungan dengan stress psikologi
3. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan depresi berat
4. Risiko kekerasan terhadap diri sendiri berhubungan dengan status emosional post
partum

3. Perencanaan
No. DIAGNOSA NOC NIC RASIONAL
1. Koping individu NOC : NIC :
tidak efektif b/d Anxiety Control Counseling (5240)
stress kelahiran, (1402) Aktivitas :
konsep diri negative, Indikasi :  Beri dorongan kepada 1. agar pasien dapat
system pendukung,  Kontrol pasien untuk mengungkapkan keluh kesah yang
yang tidak adekuat instensitas mengungkapkan pikiran dan dideritanya.
cemas perasaan untuk 2. agar kecemasan yang
Batasan  Eliminasi mengeksternalisasikan dialaminya berkurang
karakteristik : tanda cemas kecemasan. 3. untuk mengurangi kecemasan
 Gangguan tidur  Menggunaka  Bantu pasien untuk dan memperluas focus.
n strategi menfokuskan pada situasi 4. agar pasien dapat meneruskan
 Penyalahgunaan
koping saat ini, sebagai alat untuk aktivitas sehari-hari dan
bahan kimia
efektif mengidentifikasi mekanisme menghilangkan kecemasannya.
 Penurunan  Menggunaka koping yang dibutuhkan
penggunaan n teknik untuk mengurangi
dukungan sosial relaksasi kecemasan.
 Konsentrasi untuk  Sediakan pengalihan melalui
yang buruk menekan televise, radio, permainan
 Kelelahan kecemasan serta terapi okupasi
 Problem solving  Sediakan penguatan yang
tidak adekuat positif ketika apsien mampu
 Mengeluhkan meneruskan aktivitas sehari-
ketidakmampua hari dan lainnnya meskipun
n koping atau mengalami Kecemasan.
ketidakmampua
n untuk
meminta
bantuan
 Ketidak
mampuan
memenuhi
kebutuhan dasar
 Perilaku
merusak
terhadap diri
atau orang lain
 Ketidakmampua
n memnuhi
harapan peran
 Tingkat
kesakitan/penya
kit yang tinggi
 Perubahan
dalam pola
komunikasi
 Menggunakan
bentuk koping
yang 
meghalangi/men
gganggu
perilaku adaptif
 Kurangnya
perilaku yang
bertujuan
langsung/resolus
i masalah,
termasuk
ketidakmampua
n untuk
merawat, dan
kesulitan
mengorganisasi
kan informasi
2. Kecemasan b/d NOC : NIC :
stress psikologi Anxiety Control Counseling (5240)
(1402) Aktivitas :
Batasan Indikasi :  Beri dorongan kepada 1. agar pasien dapat
karakteristik :  Kontrol pasien untuk mengungkapkan keluh kesah yang
 Perilaku instensitas mengungkapkan pikiran dan dideritanya.
 Penurunan cemas perasaan untuk 2. agar kecemasan yang
produktivitas  Eliminasi mengeksternalisasikan dialaminya berkurang
tanda cemas kecemasan. 3. untuk mengurangi kecemasan
 Gelisah
 Menggunaka  Bantu pasien untuk dan memperluas focus.
 Insomnia
n strategi menfokuskan pada situasi 4. agar pasien dapat meneruskan
 Resah
koping saat ini, sebagai alat untuk aktivitas sehari-hari dan
 Afektif
efektif mengidentifikasi mekanisme menghilangkan kecemasannya.
 Kesedihan
yang  Menggunaka koping yang dibutuhkan
mendalam n teknik untuk mengurangi
 Takut relaksasi kecemasan.
 Gugup untuk  Sediakan pengalihan melalui
 Mudah menekan televise, radio, permainan
tersinggung
kecemasan serta terapi okupasi untuk
 Nyeri hebat
mengurangi kecemasan dan
 Ketakutan
 Distres memperluas focus.
 Khawatir  Sediakan penguatan yang
 Cemas positif ketika apsien mampu
 Fisiologi meneruskan aktivitas sehari-
 Goyah hari dan lainnnya meskipun
 Peningkatan mengalami Kecemasan.
respirasi
(simpatis)
 Peningkatan
keringat
 Wajah tegang
 Anoreksia
(simpatis)
 Kelelahan
(parasimpatis
)
 Gugup
(simpatis)
 Mual
(parasimapati
s)
 Pusing
(parasimpatis
)
 Kognitif
B. Bingung
C. Kerusakan
perhatian
D. Ketakutan
terhadap hal
yang tidak
jelas
E. Sulit
berkonsentras
i
3. Gangguan interaksi NOC : NIC :
sosial b/d depresi Social  Dorong keterlibatan 1. agar tetap terjalinnya hubungan
berat Interaction Skill ditingkatkan dalam saling percaya dan untuk
(1502) hubungan yang sudah menghindari isolasi sosial
ditetapkan
Batasan  Pengungkap 2. agar pasien dapat melakukan
 Dorong pasien dalam interaksi sosial
karakteristik : an, pengembangan hubungan
 Mengungkapka  Kesiapan 3. untuk meningkatkan hubungan
 Dorong untuk berhubungan
/menunjukan  Kerjasama dengan orang lain sosial pasien
ketidakmampua  Kepekaan  Dorong untuk beraktivitas 4. agar tidak terjadinya
n untuk  Konfrontasi dalam masyarakat / social deskriminasi di lingkungan pasien
menerima atau  Pertimbanga  Dorong untuk berbagi 5.agar tidak terjadi depresi sendiri
masalah dengan orang lain
mengkomunikas n
ikan rasa  Kehangatan
kepuasan, rasa  Ketenangan
memiliki,  Relaksasi
menyayangi,  Keterlibatan
ketertarikan atau  Kepercayaa
membagi n dan
pengalaman Kompromi
 Mengungkapkan
/ menunjukan
ketidaknyamana
n dalam situasi
sosial
 Menunjukkan
penggunaan
perilaku
interaksi social
tidak berhasil
 Keluarga
melaporkan
perubahan gaya
hidup atau pola
interaksi
4. Risiko kekerasan NOC : NIC :
terhadap diri sendiri  Interaksi Bantuan kontrol marah:
b/d status emosional sosial  Prinsip komunikasi 1. untuk mengatasi masalah
post partum  Tanda-tanda terapeutik pasien yang kita dapat dengan
akan  Pertahankan konsistensi teknik komunikasi terapiutik
melakukan sikap (terbuka,tepati janji, 2. untuk membina hubungan
Batasan kekerasan hindari kesan negatif)
karakteristik : saling percaya terhadap pasien
seperti ingin  Gunakan tahap-tahap
 Putus asa marah, jengk interaksi dengantepat 3. untuk menghindari adanya
 Penolakan el, ingin  Observasi tanda-tanda penyimpangan interaksi sosial
 Cemas merusak, perilaku kekerasan 4. untuk mengetahui tanda-tanda
 Panic memukul,dll. padaklien perilaku kekerasan yang terjadi
 Mengenal pe  Bantu klien pada pasien
 Mudah marah
nanganan mengidentifikasi tanda- 5. agar pasien dapat mengontrol
 Permusuhan klien dengan tanda perilakukekerasan emosinya
perilaku (emosi, fisik, social,
6. agar pasien mengetahui
kekerasan spiritual)
 Penanganan  Jelaskan pada klien tentang penyebab dari marah yang
klien dengan respon marah berlebihan
perilaku  Dukung dan fasilitasi klien 7. agar marah si pasien dapat
kekerasan untuk mencari bantuansaat terkendali
 Bantuan muncul marah 8. agar sipasien mengetahui
yang adaptif  Diskusikan bersama klien pengaruh negatif dari kekerasan
pada klien pangaruh negatif  perilaku yang dia lakukan
dengan kekerasan terhadap dirinya,
perilaku orang laindan lingkungan
kekerasan
 Cara yang Libatkan keluarga dalam
dipilih untuk perawatan klien:
membantu  Identifikasi kultur, peran, 1. untuk mengetahui kultur dan
merubah dan situasikeluarga dalam situasi keluarga mempengaruhi
perilaku pengaruhnya strees si pasien
klien terhadap perilaku klien 2. agar pasien mengetahui
 Tingkat  Berikan informasi yang informasi tentang penanganan
kemarahan tepat tentang penanganan
klien dengan perilaku marahnya
klien dengan perilaku
marah dan kekerasan 3. agar pasien dapat menangani
 Ajarkan ketrampilan masalahnya dengan mandiri
koping efektif 4. agarkeluarga tepat memilih
yangdigunakan untuk dalam terapi untuk penanganan
penangannan klien perilaku dari perilaku pasien
kekerasan.berikan 5. agar keluarga dapat bertanya
konseling pada keluarga atau mendapat informasi
 Bantu keluarga memilih
mengenai masalah pasien
untuk menentukan dalam 6. agar keluarga turut serta dalam
penanganan klien dengan menentukan penyembuhan
perilakukekerasan depresi pasien
 Fasilitasi pertemuan 7.
keluarga dengan pemberi
perawatan
 Beri kesempatan pada
keluarga
untuk mendiskusikan cara
yang dipilih dan anjurkan
pada keluarga untuk
menerapkancara yang dipilih

D. IMPLEMENTASI

Implemenatsi dilakukan sesuai dengan intervensi

E. EVALUASI

1. Evaluasi Formatif : merefleksikan observasi perawat dan analisis terhadap

respon langsung pada intervensi keperawatan

2. Evaluasi Sumatif : merefleksikan rekapitulasi dan synopsis observasi dan

analisis mengenai status kesehatan klien terhadap waktu


F. REFERENSI

Romney Marshal, Steinbart. 2004. Accounting Information System (Buku Satu).


Jakarta: Salemba Empat.

Novak, J.C., Broom, B.L. 2009. Maternal and Child Health Nursing. Missouri: Mosby,
Inc.

Ling, F. W, dan Duff, P. 2001. Obstetrics and Gynecology. New York : Mc Graw –
Hill Companies.

Malonda, B. F. 1999. Sosial – Budaya, Gangguan Emosi dan Fisik Pasca Salin
Masyarakat Pedesaan Sumedang. Diakses 29 September
2004. http://www.tempo.co.id/ medika arsip/ 122002/ art-2.htm.
https://www.scribd.com/document_downloads/direct/73744068?
extension=pdf&ft=1477901031&lt=1477904641&user_id=276929510&uahk=EpzpY
wjeP3j2Qlhws6YWqqiSX7k

Regina, Pudjibudojo, J. K dan Malinton, P. K. 2001. Hubungan Antara Depresi


Postpartum Dengan Kepuasan Seksual Pada Ibu Primipara. Anima Indonesian
Psychological Journal. Vol. 16. No. 3. 300 – 314.
Santrock, J .W. 2002. Perkembangan Masa Hidup. Jilid I. Jakarta : Erlangga.
Sloane, P. D, dan Benedict, S. 1997. Petunjuk Lengkap Kehamilan. Jakarta : Mitra
Utama.

Anda mungkin juga menyukai