Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

POSTNATAL CARE BERHUBUNGAN DENGAN


POSTPARTUM BLUES

Dosen Pembimbing : Muhammad Ali Maulana, S. Kep., Ners., M. Kep

Disusun Oleh :
Ade Mohammad Hellis Faturrahman
I1032191001

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2021
A. Konsep Penyakit
1. Defenisi
Postpartum blues adalah depresi ringan dan sepintas yang umumnya
terjadi dalam minggu pertama atau lebih sesudah melahirkan (Marshal, 2004).
Post partum adalah periode pendek kelabilan emosi sementara yang
ditandai dengan mudah menangis, intabilitas, rasa letih, mudah marah, cemas
dan sedih biasanya terjadi menjelang akhir minggu pascapartum pertama
(Linda, 2001).
Post partum blues merupakan sebagai bentuk gejala ringan atau
depresi sementara dengan durasi 3-7 hari pasca melahirkan. Gale & Harlow,
(2003). Post partum blues adalah keadaan di mana seorang ibu mengalami
perasaan tidak nyaman (kesedihan atau kemurungan)/gangguan suasana hati
setelah persalinan, yang berkaitan dengan hubungannya dengan si bayi, atau
pun dengan dirinya sendiri. Ketika plasenta dikeluarkan pada saat persalinan,
terjadi perubahan hormon yang melibatkan endorphin, progesteron, dan
estrogen dalam tubuh Ibu, yang dapat mempengaruhi kondisi fisik, mental dan
emosional Ibu. (Gale & Harlow, 2003)

2. Etiologi
Etiologi atau penyebab pasti terjadinya postpartum blues sampai saat
ini belum diketahui. Namun, banyak faktor yang diduga berperan terhadap
terjadinya postpartum blues, antara lain:
1) Faktor hormonal yang berhubungan dengan perubahan kadar estrogen,
progesteron, prolaktin dan estradiol. Penurunan kadar estrogen setelah
melahirkan sangat berpengaruh pada gangguan emosional pascapartum
karena estrogen memiliki efek supresi aktifitas enzim monoamine
oksidase yaitu suatu enzim otak yang bekerja menginaktifasi noradrenalin
dan serotonin yang berperan dalam perubahan mood dan kejadian depresi.
2) Faktor demografi yaitu umur dan paritas.
3) Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan.
4) Latar belakang psikososial ibu, seperti; tingkat pendidikan, status
perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat gangguan
kejiwaan sebelumnya, sosial ekonomi serta keadekuatan dukungan sosial
dari lingkungannya (suami, keluarga dan teman). Apakah suami
menginginkan juga kehamilan ini, apakah suami, keluarga, dan teman
memberi dukungan moril (misalnya dengan membantu pekerjaan rumah
tangga, atau berperan sebagai tempat ibu mengadu/berkeluh-kesah)
selama ibu menjalani masa kehamilannya atau timbul permasalahan,
misalnya suami yang tidak membantu, tidak mau mengerti perasaan istri
maupun persoalan lainnya dengan suami, problem dengan orang tua dan
mertua, problem dengan si sulung.
5) Takut kehilangan bayinya atau kecewa dengan bayinya

3. Patofisiologi
Sejarah kehamilan adalah factor utama yang bisa menimbulkan
terjadinya baby blues ini atau biasa dikenal dengan post partum blues.
Riwayat seperti kehamilan yang tidak di inginkan, adanya problem dengan
orang tua atau mertua, kurangnya biaya untuk persalinan, kurangnya perhatin
yang diberikan pada si ibu dan factor ari etiologi serta factor psikolog lainnya
merupakan penyebab utama. Penurunan kadar estrogen setelah melahirkan
sangat berpengaruh pada gangguan emosional pascapartum karena estrogen
memiliki efek supresi aktifitas enzim monoamine oksidase yaitu suatu enzim
otak yang bekerja menginaktifasi nonadrenalin dan serotonin yang berperan
dalam perubahan mood dan kejadian depresi. Karena proses ini pula seorang
ibu setelah melahirkan mengalami perubahan pada tingkat emosional.
Biasanya ibu akan mengalami kenaikan dalam resons psikologisnya, sensitive
dan lebih membutuhkan perhatian, kasih sayang dari orang di sekitarnya yang
di anggap penting baginya. Keabnormalitasan pada post partum blues ini
mengakibatkan rasa tidak nyaman, kecemasan yang mendalam pada diri ibu,
tek jarang terkadang seorang ibu menangis tanpa sebab yang pasti. Khawatir
pada bayinya dengan kekhawatiran yang berlebihan
Pathway

Post partum Blues

Hormonal

Prolactin menurun Endorphin menurun Esterogen menurun

Stimulant kelenjar Enzim monoamin


Berkurangnya rasa
susu menurun meningkat
senang & timbulnya
rasa nyeri

Produksi asi In aktififasi


menurun nonadrenalin &
Rasa bahagia serosin
menurun

Cemas
Perubahan mood &
Mk: Gangguan depresi
Pola Tidur
Mk: Menyusui
Tidak Efektif
Anstabil koping
individual

Mk: Resiko proses


pengasuhan tidak
efektif
4. Tanda dan gejala :
Gejala-gejala postpartum blues ini bisa terlihat dari perubahan sikap
seorang ibu. Gejala tersebut biasanya muncul pada hari ke-3 atau ke-6 hari
setelah melahirkan. Beberapa perubahan sikap tersebut diantaranya Ibu sering
tiba-tiba menangis karena merasa tidak bahagia, penakut, tidak mau makan,
tidak mau bicara, sakit kepala sering berganti mood, mudah tersinggung
(iritabilitas), merasa terlalu sensitif dan cemas berlebihan, tidak bergairah,
khususnya terhadap hal yang semula sangat diminati, tidak mampu
berkonsentrasi dan sangat sulit membuat keputusan, merasa tidak mempunyai
ikatan batin dengan si kecil yang baru saja di lahirkan , insomnia yang
berlebihan. Gejala-gejala itu mulai muncul setelah persalinan dan pada
umumnya akan menghilang dalam waktu antara beberapa jam sampai
beberapa hari. Namun jika masih berlangsung beberapa minggu atau beberapa
bulan itu dapat disebut postpartum depression.

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Diagnostik
Sampai saat ini belum ada alat test khusus yang dapat mendiagnosa
secara langsung post partum blues. Secara medis, dokter menyimpulkan
beberapa simtom yang tampak dapat disimpulkan sebagai gangguan
depresi post partum blues bila memenuhi kriteria gejala yang ada.
Kekurangan hormon tyroid yang ditemukan pada individu yang
mengalami kelelahan luar biasa (fatigue) ditemukan juga pada ibu yang
mengalami post partum blues mempunyai jumlah kadar tyroid yang
sangat rendah.
Skrining untuk mendeteksi gangguan mood/depresi sudah merupakan
acuan pelayanan pasca salin yang rutin dilakukan. Untuk skrining ini
dapat dipergunakan beberapa kuesioner dengan sebagai alat bantu.
Endinburgh Posnatal Depression Scale (EPDS) merupakan kuesioner
dengan validitas yang teruji yang dapat mengukur intensitas perubahan
perasaan depresi selama 7 hari pasca salin. Pertanyaanpertanyaannya
berhubungan dengan labilitas perasaan, kecemasan, perasaan bersalah
serta mencakup hal-hal lain yang terdapat pada post-partum blues .
Kuesioner ini terdiri dari 10 (sepuluh) pertanyaan, di mana setiap
pertanyaan memiliki 4 (empat) pilihan jawaban yang mempunyai nilai
skor dan harus dipilih satu sesuai dengan gradasi perasaan yang dirasakan
ibu pasca salin saat itu. Pertanyaan harus dijawab sendiri oleh ibu dan
rata-rata dapat diselesaikan dalam waktu 5 menit. Cox et. Al., mendapati
bahwa nilai skoring lebih besar dari 12 (dua belas) memiliki sensitifitas
86% dan nilai prediksi positif 73% untuk mendiagnosis kejadian post-
partum blues
b. Laboratorium
Pemeriksaan Hb dan golongan darah, serta kadar bilirubin dalam darah
(Depkes Ri, 2007)
6. Penatalaksanaan
Penanganan gangguan mental pasca-salin pada prinsipnya tidak
berbeda dengan penanganan gangguan mental pada momen-momen lainya.
Dukungan yang memadai dari para petugas obstetri, yaitu: dokter dan
bidan/perawat sangat diperlukan, misalnya dengan cara memberikan
informasi yang memadai/adekuat tentang proses kehamilan dan persalinan,
termasuk penyulit-penyulit yang mungkin timbul dalam masa-masa tersebut
serta penanganannya.
Post-partum blues juga dapat dikurangi dengan cara belajar tenang
dengan menarik nafas panjang dan meditasi, tidur ketika bayi tidur,
berolahraga ringan, ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagai ibu, tidak
perfeksionis dalam hal mengurusi bayi, membicarakan rasa cemas dan
mengkomunikasikannya, bersikap fleksibel, bergabung dengan kelompok ibu-
ibu baru. Dalam penanganan para ibu yang mengalami post-partum blues
dibutuhkan pendekatan menyeluruh/holistik. Pengobatan medis, konseling
emosional, bantuan-bantuan praktis dan pemahaman secara intelektual tentang
pengalaman dan harapan-harapan mereka mungkin pada saat-saat tertentu.
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa dibutuhkan penanganan di tingkat
perilaku, emosional, intelektual, sosial dan psikologis secara bersama-sama,
dengan melibatkan lingkungannya, yaitu: suami, keluarga dan juga teman
dekatnya.

7. Komplikasi
Menurut Ghaedrahmati (2017). Depresi postpartum merupakan bentuk
komlikasi postpartum blues yang tidak dapat teratasi sehingga muncul lah
depresi postpartum. Penyakit depresi berat yang terjadi dalam 4-6 minggu
setelah melahirkan. Walau demikian, sebagian ahli berpendapat bahwa
depresi postpartum dapat terjadi bahkan hingga setahun setelah melahirkan.
Gejala-gejala ini bisa mengancam bukan hanya pada ibu, tapi juga
kesehatan keluarga. Karenanya, mereka yang rentan mengalami depresi
postpartum perlu segera diidentifikasi dan ditangani. Tata laksana yang
disarankan untuk penanganan depresi postpartum adalah antidepresan
golongan selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) dan cognitive
behavioural therapy (CBT). Terapi nonfarmakologis lebih disarankan sebagai
terapi lini pertama, kecuali jika gejala sangat berat.

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengenalan gejala mood merupakan hal yang penting untuk dilakukan
oleh perawat perinatal. Rencana keperawatan harus merefleksikan respons
perilaku yang diharapkan dari gangguan tertentu. Rencana individu
didasarkan pada karakteristik wanita dan keadaannya yang spesifik.Suami
atau pasangan wanita tersebut juga dapat mengalami gangguan emosional
akibat perilaku wanita tersebut.
Menurut Bobak (2004) pengkajian pada pasien post partum blues
dapat dilakukan pada pasien dalam beradaptasi menjadi orang tua baru.
Pengkajiannya meliputi :
a. Identitas klien
Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat,
medical record dan lain-lain
b. Dampak pengalaman melahirkan
Banyak ibu memperlihatkan suatu kebutuhan untuk memeriksa proses
kelahiran itu sendiri dan melihat kembali perilaku mereka saat hamil
dalam upaya retrospeksi diri (Konrad, 1987). Selama hamil, ibu dan
pasangannya mungkin telah membuat suatu rencana tertentu tentang
kelahiran anak mereka, hal-hal yang mencakup kelahiran pervagina dan
beberapa intervensi medis. Apabila pengalaman mereka dalam persalinan
sangat berbeda dari yang diharapkan (misalnya ; induksi, anestesi
epidural, kelahiran sesar), orang tua bisa merasa kecewa karena tidak bisa
mencapai yang telah direncanakan sebelumnya. Apa yang dirasakan
orang tua tentang pengalaman melahirkan sudah pasti akan
mempengaruhi adaptasi mereka untuk menjadi orang tua.
c. Citra diri ibu
Suatu pengkajian penting mengenai konsep diri, citra tubuh, dan
seksualitas ibu.Bagaimana perasaan ibu baru tentang diri dan tubuhnya
selama masa nifas dapat mempengaruhi perilaku dan adaptasinya dalam
menjadi orang tua. Konsep diri dan citra tubuh ibu juga dapat
mempengaruhi seksualitasnya.Perasaan-perasaan yang berkaitan dengan
penyesuaian perilaku seksual setelah melahirkan seringkali menimbulkan
kekhawatiran pada orang tua baru. Ibu yang baru melahirkan bisa merasa
enggan untuk memulai hubungan seksual karena takut merasa nyeri atau
takut bahwa hubungan seksual akan mengganggu penyembuhan jaringan
perineum.
d. Interaksi Orang tua –bayi
Suatu pengkajian pada masa nifas yang menyeluruh meliputi evaluasi
interaksi orang tua dengan bayi baru.Respon orang tua terhadap kelahiran
anak meliputi perilaku adaptif dan perilaku maladatif.Baik ibu maupun
ayah menunjukkan kedua jenis perilaku maupun saat ini kebanyakan riset
hanya berfokus pada ibu.
e. Perilaku Adaftif dan perilaku Maladaptif
Perilaku adaptif berasal dari penerimaan dan persepsi realistis orang
tua terhadap kebutuhan bayinya yang baru lahir dan keterbatasan
kemampuan mereka, respon social yang tidak matur, dan
ketidakberdayaannya.
Perilaku maladaptif terlihat ketika respon orang tua tidak sesuai
dengan kebutuhan bayinya.Mereka tidak dapat merasakan kesenangan
dari kontak fisik dengan anak mereka. Bayi – bayi ini cenderung akan
dapat diperlakukan kasar. Orang tua tidak merasa tertarik untuk melihat
anaknya. Tugas merawat anak seperti memandikan atau mengganti
pakaian, dipandang sebagai sesuatu yang menyebalkan. Orang tua tidak
mampu membedakan cara berespon terhadap tanda yang disampaikan
oleh bayi, seperti rasa lapar, lelah keinginan untuk berbicara dan
kebutuhan untuk dipeluk dan melakukan kontak mata.
f. Struktur dan fungsi keluarga
Komponen penting lain dalam pengkajian pada pasien post partum blues
ialah melihat komposisi dan fungsi keluarga. Penyesuaian seorang wanita
terhadap perannya sebagai ibu sangat dipengaruhi oleh hubungannya
dengan pasangannya, ibunya dengan keluarga lain, dan anak-anak lain.
Perawat dapat membantu meringankan tugas ibu baru yang akan pulang
dengan mengkaji kemungkinan konflik yang bisa terjadi diantara anggota
keluarga dan membantu ibu merencanakan strategi untuk mengatasi
masalah tersebut sebelum keluar dari rumah sakit.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan Pola tidur berhubungan dengan jadwal pemantauan dan
pemerikssaan (D.0055)
2) Menyusui tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan suplai asi
(D.0029)
3) Resiko proses pengasuhan tidak efektif berhubungan dengan kurang
terpapar informasi tentang proses pengasuhan (D. 0128)
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Lowdermilk, Jensen. ( 2004 ). Buku Ajar : Keperawatan maternitas edisi - 4.


Jakarta: EGC

Ghaedrahmati M, Kazemi A, Kheirabadi G, Ebrahimi A, Bahrami M. 2017.


Postpartum depression risk factors: A narrative review. J. Educ. Health
Promot.

Ling, F. W, dan Duff, P. 2001. Obstetrics and Gynecology. New York : Mc Graw –
Hill Companies

Romney Marshal, Steinbart. 2004. Accounting Information System (Buku Satu).


Jakarta: Salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai