Anda di halaman 1dari 7

PAPER

DASAR KESEHATAN LINGKUNGAN

PEMBUANGAN LIMBAH MEDIS PADA MASA PANDEMI COVID-19

Disusun Oleh : Kelompok 3

Putri Johar Nafisyah 02180200073


Aqidaturrahmah 02180200074
Asti Oktavia 02180200075
Farhani Yuliana 02180200082
Naila Zulfa 02180200086
Anisa Alif Lolytasari 02180200087
Sanudin Ma’ruf 02180200088
Sioharmonis Gulo 02180200098

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU
JAKARTA
2020
URAIAN MASALAH
Menyoroti Pembuangan Limbah Medis pada Masa Pandemi Virus Corona
Penulis Mela Arnani | Editor Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Pandemi corona virus yang terjadi saat ini membuat volume limbah medis
meningkat. Tak hanya di Indonesia, tetapi hampir di seluruh negara di dunia. Hal ini menjadi
masalah tersendiri karena limbah medis yang dibuang begitu saja dapat membawa dampak bagi
kesehatan. Limbah medis yang diduga terkait dengan penanganan wabah Covid-19 seperti
masker, sarung tangan, dan tisu ditemukan tercecer di tempat pembuangan akhir (TPA)
Sumurbatu, Kota Bekasi dan TPA Burangkeng, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Bagaimana
seharusnya pengelolaan limbah medis di masa pandemi virus corona seperti saat ini? Manajer
Kampanye Perkotaan dan Energi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Dwi Sawung
mengatakan, limbah medis yang melimpah antara lain alat pelindung diri (APD).

Menurut dia, penanganan sampah medis tersebut sebenarnya tidak sulit. "Dipilah dulu. Bisa
didisinfeksi dengan berbagai cara baru dicacah supaya nggak disalahgunakan," kata Dwi saat
dihubungi Kompas.com, Kamis (2/7/2020).

Setelah itu, limbah medis tersebut dapat dibuang ke TPA atau didaur ulang. Dwi menjelaskan,
disinfeksi dapat dilakukan dengan autoclave atau menyemprotkan disinfektan atau menjemurnya.
Rumah sakit, lanjut dia, mempunyai autoclave yang dapat digunakan untuk mensterilisasi
peralatan yang digunakan ulang. Saat ini, banyak rumah sakit (RS) yang bekerja sama dengan
pihak ketiga dalam penanganan limbah medis. "RS hanya mengumpulkan di tempat, nanti pihak
ketiga yang ambil untuk transport atau kelola," ujar dia. Dwi mengatakan, sebagian RS besar
telah memisahkan limbah medis. Akan tetapi, RS di daerah mengalami kesulitan karena tidak
ada pihak ketiga yang diajak bekerja sama mengelola barang-barang bekas medis tersebut. Dwi
menilai, pemerintah harus melakukan pengawasan dan memperbaiki regulasi yang ada. "Saat ini
hanya insinerasi atau pembakaran padahal masih ada cara lain (autoclave).

Bisa pakai itu (autoclave). Kalau ada dananya beli autoclave yang besar khusus untuk sampah,"
paparnya. Baca juga: Pemkot Bekasi Janji Sortir Kembali Sampah agar Limbah Medis dan
Rumah Tangga Tak Bercampur Tanggapan KLHK Limbah medis dan limbah rumah tangga
bercampur di TPA Bekasi, Selasa (30/6/2020).

(Dokumen Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNAs) Bagong Suyoto) Dihubungi secara
terpisah, Direktur Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah Non B3 Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sinta Saptarina menjelaskan, ada enam langkah
pengelolaan limbah B3 atau limbah medis berdasarkan Peraturan Menteri LHK Nomor P-56
Tahun 2015. Keenam langkah tersebut yaitu pengurangan dan pemilahan, pewadahan dan
penyimpanan, pengangkutan, pengolahan, penguburan, dan penimbunan. Menurut dia, adaptasi
kebiasaan baru disesuaikan dengan protokol kesehatan Covid-19. Di masa pandemi yang terjadi
saat ini, dapat memaksimalkan penggunaan insinerator atau autoclave untuk mengelola limbah
medis. Selain itu, strategi pengolahan limbah B3 lainnya yaitu dengan mendukung jasa pengelola
limbah B3 yang berizin, serta memusnahkan pada tanur (klin) semen atau mengubur sesuai
peraturan yang ada. Penanganan limbah medis ini juga melibatkan pemerintah daerah dan
masyarakat. Fasilitas layanan kesehatan tetap harus memperhatikan keselamatan kerja dan
kesehatan petugasnya, penyediaan alat penangkut khusus dan keamanan prosesnya, pemenuhan
persyaratan teknis pengelolaan limbah Covid-19, termasuk pengadaan instalasi pengelolaan
limbah infeksius virus. Sementara, masyarakat dapat mengumpulkan dan memusnahkan sampah
rumah tangga dari orang dalam pengawasan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP) di
rumah atau lokasi lainnya.
ANALISIS DPSEEA

Kerangka Pengembangan D-P-S-S-E-A (Driving force -Pressure-State-Exposure-Effect-Action

DRIVING FORCES

Driving Forces adalah sejumlah faktor kunci dalam skala makro yang secara luas mempengaruhi
proses-proses dalam lingkungan yang pada akhirnya mempengaruhi kesehatan manusia.

Dalam kasus diatas, yang menjadi akar permasalahan adalah keadaan dimana meluasnya wabah
covid-19 di daerah Bekasi khususnya, dan di Indonesia pada umumnya dan dipicu oleh tingkat
pengetahuan masyarakat mengenai penanganan limbah medis yang baik dan benar.

PRESSURES

Pressures adalah kondisi di mana driving force memberikan pengaruh dan perubahan kepada
lingkungan yang disebabkan oleh beberapa faktor, seperti peraturan/aspek legal, sikap sosial, dan
infrastruktrur ekonomi.

Dalam kasus ini, penyebaran virus covid-19 menyebabkan meningkatnya penggunaan alat
pelindung diri, baik di lingkungan masyarakat maupun di fasilitas kesehatan. Hal ini
mengakibatkan adanya peningkatan volume limbah medis dari sebelumnya. Akan tetapi, dengan
kurangnya pengetahuan masyarakat dalam pengolahan limbah medis mengakibatkan limbah
tersebut dibuang begitu saja.

STATE (Pernyataan)

State adalah keadaan kualitas lingkungan yang dipengaruhi oleh berbagai macam pressure.

Peningkatan volume limbah medis dan ketidaksesuaian cara pengolahannya membawa dampak
terhadap kesehatan sekitar. Beberapa dampak yang mungkin terjadi adalah meningkatnya
peluang tertular penyakit dan terjadinya pencemaran lingkungan (udara, air, dan tanah).

EXPOSURES

Exposures adalah kontak manusia terhadap perubahan-perubahan keadaan yang ada pada
lingkungan. Dalam tahap ini, dinilai berapa banyak populasi yang akan terpapar.

Dalam kasus diatas, populasi terkena dampak adalah sebagian besar masyarakat yang dekat dan
kontak dengan limbah medis tersebut, dimulai dari sampah rumah tangga, limbah rumah sakit,
sampai berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bekasi. Namun tidak menutup
kemungkinan, keadaan seperti kasus diatas dapat terjadi pada sebagaian besar daerah di
Indonesia yang mengalami masalah serupa.

EFFECTS

Effects adalah keadaan yang ditimbulkan dari pajanan yang bermanifestasi terhadap gangguan
kesehatan.

Exposures dalam kasus peningkatan jumlah limbah medis diatas dapat mengakibatkan gangguan
terhadap kesehatan. Pengelolaan limbah medis yang tidak sesuai prosedur dapat meningkatkan
peluang terpaparnya beberapa penyakit seperti tertularnya virus covid-19, terkena penyakit
kolera akibat pencemaran air dari bahan berbahaya yang terserap oleh tanah, dan gangguan
kesehatan lainnya.

ACTION

Action adalah tindakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi masalah yang terjadi,

Dalam kasus diatas, dapat dilakukan beberapa tindakan dalam pencegahan agar tidak sampai
pada tahap perlu dilakukannya tindakan kuratif dan rehabilitatif, diantaranya:
1. Untuk menekan jumlah penyebaran virus covid-19, masyarakat dapat menerapkan
gerakan 3M yaitu mencuci tangan, menjaga jarak, dan memakai masker, serta melakukan
pola hidup sehat.
2. Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai pengelolaan limbah medis. Dapat
dilakukan dengan mengadakan seminar, membuat baliho, spanduk, poster, dan media
promosi kesehatan lainnya.
3. Menyediakan tempat membuang sampah khusus bagi limbah medis agar tidak berserakan
dan tercampur dengan jenis limbah yang lain.
4. Rumah sakit dapat bekerja sama dengan pihak ketiga dalam pengelolaan limbah medis,
sehingga penanganannya dapat dijalankan sesuai prosedur.
5. Menerapkan enam langkah pengelolaan limbah B3 atau limbah medis, yaitu pengurangan
dan pemilahan, pewadahan dan penyimpanan, pengangkutan, pengolahan, penguburan,
dan penimbunan.
6. Memperhatikan kesehatan dan keselamatan petugas yang kontak langsung dengan limbah
(seperti pengelola limbah di RS, pengelola limbah di TPA, petugas pengangkut, dsb).
KESIMPULAN
Pada masa pandemi covid-19, pengolahan limbah medis perlu sangat diperhatikan. Sesuai
dengan hasil analisis DPSEEA, ternyata dampak pengolahan limbah medis yang tidak sesuai
dengan prosedur dapat membahayakan kesehatan masyarakat dan lingkungan. Masyarakat dapat
secara mudah terpapar virus covid-19, dan terkena penyakit akibat pencemaran lingkungan yang
terjadi, seperti penyakit kolera,TBC, dan lain sebagainya. Maka dari itu, perlu adanya aksi yang
dilakukan guna menyelesaikan permasalahan pada setiap tahapnya, sehingga kasus ini tidak
sampai pada tahap Effect atau tahap yang memerlukan tindakan kuratif dan rehabilitatif. Dalam
prosesnya, perlu adanya kerjasama antara masyarakat, pemerintah, dan instansi terkait sehingga
pengelolaan limbah medis ini dapat dilakukan dengan sebaik mungkin dan dapat menekan setiap
resiko yang mungkin terjadi.

Anda mungkin juga menyukai