Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH EMBRIOLOGI

“PENGATURAN SEL EMBRIO ATAU MORFOGENESIS DAN DIFERENSIASI”


Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Embriologi
Dosen pengampu: Kusrinah, M. Si.

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 02

1. IRFAN AKBAR SURYANA (2108016090)


2. AGISTA PUTRI ULAN SARI (2108016092)
3. NOVITA IKA FITRIYANI (2108016093)
4. NUR FAIQOH (2108016094)
5. VANESSA TRI HAPSARI (2108016096)

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN WALISONGO SEMARANG
2024

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga memberikan kemudahan dalam menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat
waktu. Shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW yang
kita tunggu syafa'atnya nanti di hari kiamat.
Makalah yang berjudul “Pengaturan Sel Embrio Atau Morfogenesis Dan
Diferensiasi”. disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah embriologi. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat dan menjadi referensi untuk pembaca dalam kehidupan sehari-hari.
Kami menyadari makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, baik dalam tulisan
atau materi. Oleh karena itu, kami berharap pembaca dapat memberikan kritik dan saran
yang membangun agar dalam penyusunan makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi.
Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, kami memohon maaf. Demikian yang
dapat kami sampaikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Semarang, 12 Maret 2024

Penyusun

2
DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR ................................................................... 2


DAFTAR ISI................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN ............................................................. 4
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 6
1.3 Tujuan Penulisan ...................................................................... 6
1.4 Manfaat penulisan .................................................................... 6
1.5 Sistematika Penulisan ............................................................... 7
BAB II TINJAUN PUSTAKA ....................................................... 8
2.1 Pengertian Morfogenesis .......................................................... 8
2.2 Proses Morfogenesis ................................................................. 9
2.3 Tempat Terjadinya Morfogenesis ............................................ 9
2.4 Perubahan Yang Mempengaruhi Bentuk Sel Pada Morfogenesis
Hewan ...................................................................................... 10
2.5 Pembentukan Lapisan Benih pada Morfogenesis ...................... 10
2.6 Definisi Diferensiasi Sel ........................................................... 17
2.7 Proses Diferensiasi Sel ............................................................. 18
2.8 Tahapan Diferensiasi Sel .......................................................... 19
2.9 Faktor Penyebab Terjadinya Diferensiasi Sel ............................ 21
2.10 Teori Perkembangan ............................................................... 24
BAB III PENUTUP........................................................................ 22
3.1 Kesimpulan .............................................................................. 27
3.2 Saran ........................................................................................ 28
DAFTAR PUSTAKA..................................................................... 29

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Suatu pembentukan organisme baru dari individu yang telah ada dengan tujuan untuk
mempertahankan suatu spesies secara keseluruhan merupakan suatu proses yang disebut
dengan reproduksi (Adnan, 2022). Reproduksi dapat dipandang dari berbagai tingkatan yaitu
pada tingkatan molekuler reproduksi menyangkut kemampuan khas asam nukleat untuk
menggandakan diri sedangkan pada tingkat seluler, reproduksi menyangkut kemampuan sel
untuk menggandakan diri, dan pada tingkat organisme reproduksi menyangkut kemampuan
individu untuk menghasilkan keturunan. Reproduksi pada hewan multiseluler dan manusia
dapat dipandang pada dua aspek, yaitu aspek pertama berkenaan dengan asal-usul dan
pembentukan gamet hingga terbentuknya zigot, dan aspek kedua berkenaan dengan
perkembangan zigot hingga membentuk satu organisme yang definitif atau biasa dinamakan
embrio dan atau embriologi (Adnan, 2022).
Embrio merupakan suatu tingkat perkembangan atau kehidupan awal individu, yang
dimulai sejak terjadinya pembuahan sampai sebelum dicapainya suatu bentuk, struktur
maupun fungsi yang sudah tetap, seperti pada orang tuanya (Seominto dkk, 2016).
Embriologi merupakan suatu cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang perkembangan
organisme mulai dari zigot hingga lahir atau menetas (Adnan, 2022). Embriologi
perkembangan mempelajari perkembangan organisme mulai dari zigot hingga lahir, dan
perkembangan organisme setelah lahir atau setelah menetas. Jadi ruang lingkup embriologi
perkembangan lebih luas dibandingkan dengan embriologi (Adnan, 2022)..
Embriologi dalam al-Qur’an pada dasarnya membahas tentang proses penciptaan
manusia secara tahap demi tahap, peristiwa demi peristiwa yang kemudian diuraikan secara
rinci dengan bahasa yang mudah dipahami (Rosidah, 2021). Al- Qur’an memanifestasikan
proses penciptaan manusia dalam QS. al-Mu’minun ayat 12-16 yang berbunyi

4
Artinya: “Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal)
dari tanah (12). Kemudian Kami menjadikannya air mani (yang disimpan) dalam tempat
yang kokoh (rahim) (13). Kemudian, air mani itu Kami jadikan sesuatu yang melekat, lalu
sesuatu yang melekat itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami
jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian,
Kami menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Mahasuci Allah, Pencipta yang paling
baik (14). Kemudian setelah itu, sesungguhnya kamu pasti mati (15). Kemudian,
sesungguhnya kamu akan dibangkitkan (dari kuburmu) pada hari Kiamat (16).
Perkembangan merupakan suatu proses yang berkenaan dengan terjadinya
perubahan-perubahan progresif yang berlangsung di dalam sel, jaringan, organ, atau
organisme selama rentang hidupnya. Perkembangan juga merupakan proses transformasi
dari suatu keadaan, susunan, ațau fungsi ke keadaan, susunan atau fungsi yang lain yang
berlangsung secara progresif dan relatif permanen, misalnya perkembangan telur katak
menjadi katak dewasa, perkecambahan biji, regenerasi anggota tubuh yang diamputasi pada
salamander atau perkembangan larva menjadi kupu-kupu (Spratt, 1976).
Secara umum, perkembangan memiliki dua fungsi, yaitu reproduksi dan
menghasilkan serta mengorganisir semua tipe sel di dalam tubuh yaitu sebuah sel tunggal
yang berasal dari telur yang dibuahi dapat membentuk berbagai tipe sel seperti sel otot, sel
kulit, sel saraf, limfosit, sel darah dan semua tipe sel lain. Peristiwa di mana satu sel
menghasilkan berbagai tipe sel dinamakan diferensiasi, sedangkan proses yang mengatur
diferensiasi sel menjadi jaringan dan organ disebut morfogenesis (Gilbert,1985).
Pemahaman mengenai pengaturan sel embrio, morfogenesis, dan diferensiasi adalah
penting dalam bidang biologi perkembangan dan memiliki implikasi besar dalam

5
pemahaman penyakit dan regenerasi jaringan. Studi tentang proses ini telah memberikan
wawasan mendalam tentang bagaimana organisme berkembang dan dapat membantu dalam
pengembangan terapi regeneratif di masa depan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu morfogenesis?
2. Bagaimana proses morfogenesis?
3. Dimanakah tempat terjadinya morfogenesis?
4. Bagaimana perubahan bentuk sel mempengaruhi morfogenesis pada hewan?
5. Apa saja pembentukan lapisan benih pada masa morfogonesis?
6. Apa itu diferensiasi sel?
7. Bagaimana proses diferensiasi sel?
8. Bagaimana tahapan diferensiasi sel?
9. Apa saja faktor terjadinya diferensiasi sel?
10. Bagaimana teori diferensiasi sel menurut para ahli?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian dari morfogenesis.
2. Menganalisis proses morfogenesis.
3. Mengetahui tempat terjadinya morfogenesis.
4. Mengetahui perubahan yang mempengaruhi bentuk sel pada morfogenesis hewan.
5. Menganalisis pembentukan lapisan benih pada morfogenesis.
6. Mengetahui definisi dari diferensiasi sel
7. Menganalisis proses diferensiasi sel
8. Menganalisis tahapan diferensiasi sel
9. Mengetahui faktor terjadinya diferensiasi sel
10. Memahami teori diferensiasi sel menurut para ahli
1.4 Manfaat Penulisan
1. Penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu biologi, khususnya
dalam bidang embriologi, zoologi dan kedokteran.
2. Penelitian ini dapat menambah pengetahuan tentang proses morfogenesis dan tempat
terjadinya, perubahan yang mempengaruhi bentuk sel pada morfogenesis hewan serta
pembentukan lapisan benih pada morfogenesis.

6
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika dalam penulisan makalah ini terdiri dari beberapa bagian, meliputi
pendahuluan, tinjauan pustaka, penutup, dan daftar pustaka. Pendahuluan merupakan salah
satu metode dalam penulisan makalah yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan,
manfaat, dan sistematika penulisan. Tinjauan pustaka adalah salah satu metode penulisan
makalah yang berupa pengertian atau definisi dengan kutipan pada saat penyusunan.
Penutup merupakan salah satu metode penulisan makalah yang berisi kesimpulan dan saran
sehingga dapat menganalisis dan mengoptimalkan sistem yang berdasarkan pada bab
sebelumnya. Daftar Pustaka adalah daftar yang menunjukkan kumpulan sumber referensi
dalam penulisan makalah yang ditulis, pemilihan sumber juga dapat disimpulkan dari hasil
makalah dan dari pendapat karya tulis seseorang dengan mengikuti aturan dari penulisan
yang baik dan benar.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Morfogenesis


Morfogenesis adalah proses pertumbuhan dan diferensial sel-sel individu menjadi
jaringan kemudian menjadi organ dan akhirnya menjadi organisme yang dapat dikenali.
Proses ini. dipengaruhi oleh faktor- faktor lingkungan, salah satunya adalah cahaya.
Morfogenesis pada tanaman terutama terjadi melalui pertumbuhan diferensial. Jaringan
embrio permanen menghasilkan morfogenetik potensial yang bervariasi dengan lingkungan
dan terus menghasilkan organ baru sepanjang kehidupan tanaman. Sementara itu,
morfogenesis hewan terjadi melalu pertumbuhan dan gerakan sel. Awalnya, sebuah pola
yang tetap terbentuk dan kemudian organisme ditentukan oleh bentuk dan ukuran. Setelah
itu, organ akan terbentuk. Ketika organ terbentuk maka tidak ada organ baru yang dihasilkan.
Morfogenesis juga mencakup hal yang lebih kompleks yang melibatkan beberapa proses
morfogenetik terkoordinasi seperti, bagaimana tulang berbentuk, bagaimana katub jantung
pada mamalia mereorganisasi dirinya sendiri dan terhubung dengan pembuluh darah untuk
menghasilkan empat bagian pada jantung orang dewasa. Morfogenesis bahkan mencakup
segala sesuatu yang berkaitan dengan pembentukan biologis dan perkembangan anatomi.

Gambar 1. Proses morfogenesis


(Sumber: www.researchgate.net)

8
2.2 Proses Morfogenesis
Bentuk dari organisme tergantung dari dua faktor, yaitu bentuk sel dan posisi relatif dari
sel tersebut. Jadi, morfogenesis terjadi pada beberapa tingkat, yaitu pada tingkat organisme,
organ tubuh, jaringan organ, dan tingkat seluler. Karena itu, morfogenesis terjadi tidak hanya
pada pembentukan organisme, tetapi juga pada pembentukan sel. Dengan kata lain,
morfogenesis merupakan proses yang menyangkut perubahan pada tingkat sel dan
supraseluler.
a. Pertumbuhan
Pertumbuhan mengacu pada pertambahan secara berangsur-angsur ukuran dan
jumlah sel. Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran secara permanen. Pertumbuhan
dapat diukur dari peningkatan kandungan protoplasma, umumnya dalam bentuk berat
kering. Jadi, pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran secara permanen yang dapat
diukur. Pertumbuhan dari organisme dapat diukur dari tiga tingkat berbeda, yaitu organ
dan jaringan, sel, dan struktur subseluler atau protoplasma.
b. Pertumbuhan protoplasma atau pertumbuhan subseluler
Tipe pertumbuhan ini menyangkut beberapa proses yaitu:
- Endositosis substansi yang ada di sekitar sel. Substansi ini dapat berupa molekul kecil
(air, garam, gula) dan molekul besar (asam lemak, peptida, oligopeptida). Endositosis
menyebabkan bertambahnya berat sel.
- Sintesis molekul selain DNA, yang digunakan untuk keperluan internal sel atau untuk
sekresi ekstraseluler. Molekul yang disintesis dapat berupa molekul kecil, besar,
maupun makro molekul.
- Pertumbuhan sel. Sel telah dipercaya sebagai unit kehidupan. Pada tingkat seluler,
pertumbuhan sel meliputi perubahan dalam ukuran sel. Perubahan dalam ukuran ini
dapat berupa bertambahnya volume sel tersebut tanpa bertambahnya jumlah sel atau
bertambahnya ukuran sebagai hasil meningkatnya jumlah pembelahan sel.
2.3 Tempat Terjadinya Morfogenesis
Morfogenesis pada tanaman terutama terjadi melalui pertumbuhan diferensial. Jaringan
embrio permanen menghasilkan morfogenetik potensial yang bervariasi dengan lingkungan
dan terus menghasilkan organ baru sepanjang kehidupan tanaman. Sementara itu,
morfogenesis hewan terjadi melalu pertumbuhan dan gerakan sel. Awalnya, sebuah pola

9
yang tetap terbentuk dan kemudian organisme ditentukan oleh bentuk dan ukuran. Setelah
itu, organ akan terbentuk. Ketika organ terbentuk maka tidak ada organ baru yang dihasilkan.
2.4 Perubahan Yang Mempengaruhi Bentuk Sel Pada Morfogenesis Hewan
Morfogenesis merupakan aspek utama perkembangan hewan. Gerakan bagian dari sel
dapat membawa perubahan bentuk sel. Ini juga dapat mengaktifkan sel untuk bermigrasi dari
satu tempat ke tempat lain dalam embrio. Perubahan bentuk sel dan posisi sel yang terlibat
dalam pembelahan, gastrulasi, dan organogenesis. Perubahan bentuk sel biasanya melibatkan
reorganisasi sitoskeleton. Sitoskeleton ini juga mendorong terjadinya migrasi sel. Sel
"merangkak" dalam embrio dengan memperluas serat sitoplasma untuk membentuk tonjolan
seluler, yang mirip dengan gerakan amoeboid. Selama gastrulasi, invaginasi dimulai oleh
wedging sel pada permukaan blastula, tetapi pergerakan sel dalam embrio melibatkan
perpanjangan filopodia oleh sel-sel di tepi dari jaringan migrasi. Sel merangkak juga terlibat
dalam ekstensi konvergen.
Ekstensi konvergen merupakan tipe gerakan morfogenetik, di mana sel-sel dari lapisan
jaringan mengatur ulang sendiri sehingga lembar konvergen meluas dan menyempit. Gerakan
ekstensi konvergen melibatkan matriks ekstraselular (ECM), yaitu campuran glikoprotein
yang disekresi di luar membran plasma. Adhesi sel molekul (CAMS), terletak pada
permukaan sel dan mengikat CAMS pada sel lain. CAMS bervariasi dalam jumlah dan
identitas kimia dalam berbagai jenis sel. Perbedaan ini membantu untuk mengatur gerakan
morfogenetik dan jaringan pengikat. Cadherin juga terlibat dalam adhesi sel-sel, akan tetapi
cadherin memerlukan kehadiran kalsium untuk menjalankan fungsi yang tepat.
2.5 Pembentukan Lapisan Benih pada Morfogenesis
Akhir dari tahap blastulasi merupakan awal dari tahap morfogenesis atau organogenesis.
Morfogenesis merupakan proses pembentukan organ tubuh atau alat tubuh, mulai dari bentuk
primitif (embrio) hingga menjadi bentuk definitif (fetus) dan menjadi individu yang dapat
dikenali. Artinya individu tersebut akan mempunyai bentuk dan rupa yang spesifik bagi
setiap spesies. Masa morfogonesis ini ditandai dengn terbentuknya tiga lapis utama yaitu
lapis endoderm, lapis mesoderm dan lapis ectoderm (Lela, 2012).

10
Gambar 2. Pembentukan cakram embrionik bilaminar
(Sumber: Mafruchati, 2023)

1) Endoderm

Gambar 3. Hasil diferensisasi lapis benih endoderm


(Sumber: id.m.wikipedia.org)
Pada gastrula bundar, archenterons langsung akan menjadi lumen lapisan
endoderm, yang akan membina metenteron (saluran pencernaan primitif).
Metenteron dibagi atas tiga daerah yaitu foregut (metenteron depan), midgut (tengah)
dan nindgut (belakang). Pada lapisan endoderm, turunannya akan membentuk:
a. Lapisan epitel seluruh saluran pencernaan mulai faring sampai rektum.
b. Kelenjar-kelenjar pencernaan misalnya hepar, pankreas, serta kelenjar lendir
yang mengandung enzim dalam esofagus, gaster dan intestium.

11
c. Lapisan epitel paru atau insang.
d. Kloaka yang menjadi muara ketiga saluran: pembuangan urin (ureter), makanan
(rektum), dan kelamin (duktus genitalis).
e. Lapisan epitel vagina, uretra, vesika urinaria dan kelenjar-kelenjarnya.
Proses-proses pembentukan organ pada lapis benih endoderm:
1. Pembentukan saluran pencernaan Saluran pencernaan primitif terbagi
menjadi 3 bagian, yaitu:
a. Usus depan: terbentuk oleh adanya pelipatan endodern atap arkenteron
bagian anterior, yang akan diikuti oleh mesoderm splanknik. Usus depan
akan menjadi rongga mulut, faring, esofagus, lambung dan duodenum.
b. Usus tengah: daerah arkenteron antara usus depan dan usus belakang. -
Usus tengah akan menjadi jejenum, ileum dan kolon.
c. Usus belakang: terbentuk oleh adanya pelipatan endodern atap arkenteron
bagian posterior, yang akan diikuti oleh mesoderm splanknik. - Usus
belakang akan menjadi rektum dan kloaka atau anus Epitel saluran
pencernaan terbentuk dari endoderm, kecuali epitel mulut dan anus yang
dibentuk dari lapisan benih ektoderm. Jaringan-jaringan serta struktur-
struktur lain penyususn saluran pencernaan dibentuk oleh mesoderm
splanknik.
2. Pembentukan mulut
Mulut terbentuk pada bagian anterior usus depan. Invaginasi ektoderm
(lekuk stomodeum) yang diikuti dengan evaginasi endoderm usus depan
menyebabkan terbentuknya keping oral. Keping oral makin lama makin
menipis, akhirnya pecah lalu menjadi lubang mulut.
3. Pembentukan anus
Anus terbentuk pada bagian posterior usus belakang. Invaginasi ektoderm
(lekuk proktodeum) yang diikuti dengan evaginasi endoderm usus belakang
menyebabkan terbentuknya keping anal. Keping anal makin lama makin
menipis, akhirnya pecah lalu menjadi lubang anus.
4. Pembentukan hati Tunas (divertikulum)

12
Hati timbul sebagai evaginasi ke arah ventaral dari endoderm di antara
bakal lambung dan duodenum. Tonjolan endoderm tersebut dilapisi oleh
mesenkim dan mesoderm splanknik. Tunas hati kemudian bercabangcabang
membentuk hati, percabangan bagian distal membentuk sel-sel parenkim
sekretori, bagian proksimal membentuk sel-sel duktus hepatikus.
Sel-sel hati (parenkim hati) dan sel-sel duktus hepatikus terbentuk dari
endoderm Jaringanjaringan lain dari hati dibentuk oleh mesenkim dan
mesoderm splanknik. Dari bagian akar tunas hati timbul tonjolan yang lain,
yaitu tunas kantung empedu.
5. Pembentukan pankreas
Pankreas tunggal berasal dari dua buah tonjolan endoderm di dekat tunas
hati (1 di ventral dan 1 di dorsal). Kedua tonjolan tersebut kemudian
bercabang- cabang dan berfusi membentuk pankreas tunggal. Sel-sel
pankreas sekretori (asini pankreas) dan sel-sel duktus pankreatik dibentuk
dari sel-sel endodermal.
6. Pembentukan trakea dan paru-paru
Pembentukan trakea dan paru-paru berkaitan dengan saluran pencernaan.
Pada usus depan di perbatasan faring dan esofagus terjadi evaginasi
endoderm ke arah ventral membentuk lekuk laringotrakea. Lekuk
laringotrakea memanjang, kemudian memisahkan diri dari usus depan dan
akan tumbuh ke arah posterior sebagai trakea yang terletak di sisi ventral
esofagus.

2) Mesoderm

Gambar 4. Hasil diferensisasi lapis benih mesoderm

13
(Sumber: id.m.wikipedia.org)
Mesoderm adalah lapisan benih kedua yang terbentuk, tetapi merupakan sumber
bagian terbesar zat hidup dalam organisme. Seluruh otot, jaringan- jaringan ikat padat
(tulang, kartilago dan serat), darah dari pembuluh- pembuluhnya, serta mesenterium tipis
yang menghubungkan hampir semua organ dalam ke dinding tubuh.
Adapun turunan mesoderm meliputi (Nurhayati, 2004):
a. Mesoderm korda
Biasa disebut juga sebagai mesoderm aksial turunan mesoderm ini pada
organisme dewasa disubstitusi oleh kolumna vertebrata. Dimana kolumna vertebralis
dibangun oleh sklerotom dari somit. Fungsinya secara khusus yaitu membentuk
notochord atau sumbu tubuh yang berfungsi sebagai penyokong tubuh itu sendiri
(Nurhayati, 2004).
b. Mesoderm paraksial
Turunan mesoderm ini akan membentuk jaringan ikat tubuh, tulang otot, tulang
rawan, dan dermis. Diferensiasi mesoderm dorsal (paraksial) ada yang bersifat
segmental maupun yang tidak, tergantung pada hewannya.
c. Mesoderm intermedier
Turunan mesoderm ini akan membentuk sistem urogenital dimana diferensiasinya
meliputi pembentukan pembentukan ginjal yang sebelumnya dimulai dengan
pembentukan nefros dimana pada ikan primitif dinamakan. pronefros sedangkan pada
ikan kelas tinggi serta amfibia dinamakan mesonefros. kemudian pada bangsa aves
dan mamalia, bukan lagi didalam bentuk nefron tetapi nefron-nefron tersebut sudah
membentuk organ berupa ginjal atau ren.
d. Mesoderm lateral ventral (hipomer)
Turunan mesoderm ini akan membentuk sistem sirkulasi, permukaan. rongga
tubuh, dan komponen anggota tubuh serta pertumbuhan anggota gerak.
e. Mesoderm kepala (somitomer)
Turunan mesoderm ini akan membentuk otot pada wajah atau muka.

14
3) Ektoderm

Gambar 5. Hasil diferensisasi lapis benih ektoderm


(Sumber: id.m.wikipedia.org)
Lapis benih ektoderm menghasilkan atau menumbuhkan bagian epidermal, neural
tube, dan sel neural crest.
Epidermal ektoderm akan menumbuhkan organ antara lain:
a. Lapisan epidermis kulit, dengan derivatnya yang seperti sisik, bulu, kuku, tanduk,
cula, taji, kelenjar minyak bulu, kelenjar peluh, kelenjar lugak, kelenjar lendir, dan
kelenjar mata. Organ perasa sepertai lensa mata, alat telinga dalam, indra pembau,
dan indra peraba. Epithelium dari rongga mulut (stomodium), rongga hidung, sinus
paranasalis, kelenjar ludah, dan kelenjar analis (proctodeum).
b. Neural tube akan menumbuhkan organ antara lain: otak, spinal cord, saraf perifer,
ganglia, retina mata, beberapa reseptor pada kulit, reseptor pendengaran, dan perasa,
neurohifofisis.
c. Neural crest akan menumbuhkan organ antara lain: neuron sensoris, neuron
kolinergik, sistem saraf parasimpapetik, neuron adrenergik, sel schwann dan ginjal,
sel medulla adrenal, sel para folikuler kelenjar tiroid. sel pigmen tubuh, tulang dan
yang lainnya (Majumdar, 1983).
Sistem saraf terdiri atas sistem sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi
(perifer), yaitu sistem saraf kranial, spinal, dan autonom. Sistem saraf pusat berasal
dari lapisan neural yang dihasilkan oleh proses neurulasi. Lapisan neural beserta
salurannya (neurosoel) berdiferensiasi menjadi otak dan medulla spinalis (sumsum

15
tulang belakang). Saluran di dalam otak terdiri atas 4 ventrikel dan di dalam sumsum
tulang belakang sebuah kanalis sentralis (Bahrudin, 2013).
Otak embrio mula-mula terdiri atas 3 wilayah yaitu prosensefalon,
mesensefalon, rombensefalon. Kemudian, otak berkembang menjadi 5 wilayah yaitu
prosensefalon berkembang menjadi telensefalon (bakal serebrum) dan diensesefalon.
Adapun mesensefalon tetap sebagai mesensefalon. Sementara itu, rombensefalon
berkembang menjadi metensefalon (bakal serebelum) dan mielensefalon (bakal
ponsvarolii dan medula oblongata atau batang otak). Saluran di dalam telensefalon
(telosoel) lateral kiri dan kanan ialah ventrikel I dan ventrikel II. Ventrikel III adalah
telosoel median dan diosoel. Ventrikel IV ialah metasoel dan mielosoel. Mesosoel
tidak membentuk ventrikel, dan disebut duktus Sylvius. Dinding SSP awalnya ialah
neuroepitelium yang merupakan sumber sel- sel saraf dan neuroglia. Kemudian,
neuroepitelium pada batang otak dan sumsum tulang belakang akan terdiri atas
lapisan ependum/ventricular (yang membatasi lumen), mantel (materi kelabu), dan
marginal (materi putih). Materi kelabu (mengandung banyak sel saraf dan neuroglia)
dan materi putih (berisi banyak akson bermielin) pada otak anterior dari batang otak,
letak kedua materi itu kebalikan dari kedudukannya di dalam sumsum tulang
belakang.
Hipofisis dibentuk dari 2 komponen, yaitu kantung Rathke (dari stomodeum)
dan infundibulum (dari diensefalon), masing-masing menjadi lobus anterior dan lobus
posterior dari hipofisis. Lobus intermedia terletak pada perbatasan kantung Rathke
bagian posterior dengan infundibulum. Tiap lobus menghasilkan hormon yang
berbeda. Pembentukan organ indera ditandai dengan adanya penebalan (plakoda)
pada ektoderm yang berhadapan dengan otak. Plakoda nasal (olfaktorius), plakoda
optik, dan plakoda otik (auditorius) masing- masing berhadapan dengan telensefalon,
diensefalon, dan mielensefalon. Selain berasal dari plakoda optik (bakal lensa), mata
berasal juga dari bagian diensefalon, yaitu vesikula optik (bakal retina). Bakal telinga
yang mulai dibentuk adalah bakal telinga dalam yang berasal dari plakoda otik, baru
kemudian bakal telinga tengah, dan terakhir bakal telinga luar (bagi hewan yang
memiliki daun telinga atau pina).

16
2.6 Definisi Diferensiasi Sel
Diferensiasi merupakan sebuah proses umum dalam sel induk dewasa yang membelah
dan berkembang menjadi sel anak yang lebih khusus. Diferensiasi merupakan sebuah proses
yang lazim pada makhluk hidup dewasa, Dimana sel punca dewasa terpisah dan menciptakan
sel anak yang terdiferensiasi atau berkembang sepenuhnya selama perbaikan jaringan dan
perputaran sel normal. Diferensiasi terjadi beberapa kali selama perkembangan organisme
multiselular, ketika organisme berubah dari zigot sederhana menjadi suatu sistem jaringan
dan jenis sel yang rumit (Sheller, 1980).
Diferensiasi secara spesifik mengubah ukuran, bentuk, potensial membran, aktivitas
metabolis dan ketanggapan sel terhadap sinyal. Dalam perubahan-perubahan tersebut
sebagian besar diakibatkan oleh modifikasi ekspresi gen yang sangat terkontrol. Oleh karena
itu, beberapa sel dapat memiliki ciri yang khas fisik yang sangat berbeda meski memiliki
genom yang sama (Spratt, 1971).

Tabel 1. Beberapa Karakter Sel yang Berubah Setelah Sel Mengalami Diferensiasi

Sebuah sel yang mampu mendiferensiasikan dirinya ke semua jenis sel organisme dewasa
disebut Pluripoten. Pada hewan dan sel meristem pada tumbuhan yang lebih tinggi sel
pluripoten disebut sebagai sel punca embrio. Sel yang mampu mendiferensiasikan diri ke

17
semua jenis sel, termasuk jaringan plasenta atau disebut Totipoten. Pada mamalia, hanya
zigot dan blastomer akhir yang totipoten, sementara pada tumbuhan banyak sel yang
berdiferensiasi menjadi totipoten harus melalui serangkaian teknik laboratorium sederhana.
Dalam sitopatologi, tingkat diferensiasi sel dimanfaatkan untuk mengukur perkembangan
kanker (Wolfe, 1985).

Gambar 6. Sel Punca


(Sumber: Bioinformant)

2.7 Proses Diferensiasi Sel


Proses diferensiasi dalam biologi merujuk pada perubahan sel-sel yang awalnya mirip
menjadi spesialis atau terdiferensiasi untuk melaksanakan fungsi-fungsi tertentu dalam
organisme. Ini adalah bagian penting dari perkembangan sel dan pembentukan berbagai jenis
jaringan dan organ dalam tubuh. Diferensiasi dimulai dari sel-sel embrionik yang belum
terdiferensiasi sepenuhnya. Sel-sel ini memiliki potensi untuk berkembang menjadi berbagai
jenis sel yang berbeda, seperti sel otot, sel saraf, sel epitel, dan lainnya. Proses diferensiasi ini
terjadi melalui serangkaian langkah yang kompleks, termasuk regulasi genetik dan interaksi
antara sel-sel dengan lingkungan sekitarnya.
Setiap jenis sel khusus dalam suatu organisme menngungkapkan subset dari semua gen
yang merupakan genom spesies tertentu. Setiap jenis sel didefinisikan oleh sebuah pola
ekspresi gen. Dengan demikian diferensiasi sel, hanya transisi sel dari satu jenis sel ke yang
lain dan melibatkan peralihan dari satu pola ekspresi gen ke yang lain. Dalam
perkembangannya dapat dipahami sebagai hasil dari jaringan regulasi gen. Terdapat beberapa
proses molekuler evolusi dilestarikan sering terlibat dalam mekanisme seluler yang
mengotrol proses ini. Jenis utama dari proses molekuler yang mengontrol proses ini

18
melibatkan sel sinyal. Banyak molekul sinyal yang menyampaikan informasi dari satu sel ke
sel lain selama kontrol diferensiasi sel yang dikenal sebagai faktor pertumbuhan. Meskipun
rincian dari jalur transduksi sinyal spesifik bervariasi, jalur ini sering berbagai langkah umum
tertentu.
Sebuah ligan yang dihasilkan oleh satu sel berikatan dengan reseptro di wilayah
ekstraselular sel lain, yang demikian mendorong perubahan konformasi dalam reseptor.
Karena bentuk domain sitoplasmik dari reseptor, perubahan reseptor memperoleh aktivitas
enzimatik. Reseptor kemudian mengkatalisis reaksi yang memfosforilasi protein lain yang
mengaktifkan mereka. Sebuah kaskade reaksi fosforilasi akhirnya mengaktifkan faktor
transkripsi aktif atau protein sitoskeletal yang memberikan kontribusi untuk sebuah proses
diferensiasi dalam sel target (Alberts, 1989).
Beberapa faktor yang mempengaruhi proses diferensiasi, termasuk sinyal-sinyal kimia
dari sel-sel tetangga, faktor-faktor pertumbuhan, dan ekspresi gen tertentu. Misalnya, sel-sel
dalam embrio menerima sinyal dari sel-sel sekitarnya yang mengarahkan mereka untuk
mengaktifkan atau menonaktifkan gen-gen tertentu, mengubah mereka menjadi jenis sel yang
spesifik. Hasil dari proses diferensiasi adalah terbentuknya berbagai jenis sel yang berbeda-
beda dalam tubuh yang kemudian membentuk jaringan-jaringan seperti otot, saraf, kulit, dan
organorgan lainnya. Dengan diferensiasi yang tepat, sel-sel dapat menyesuaikan fungsi dan
struktur mereka sesuai dengan kebutuhan organisme untuk menjalankan fungsi tubuh yang
kompleks.
2.8 Tahapan Diferensiasi Sel
1. Zigot
Zigot terbentuk dari hasil fertilisasi ovum dan sperma. Zigot hanya terdiri atas satu sel
saja. Selanjutnya, zigot akan membelah secara mitosis. Ketika zigot membelah menjadi
12-16 blastomer, terbentuklah massa sel solid berbentuk bola yang disebut morula
(Moore, 1988).
2. Morula
Morula merupakan kumpulan sel berbentuk buah anggur hasil pembelahan mitosis dari
zigot. Proses pembentukan morula disebut morulasi. Pada morula terbentuk dua kutub
pembelahan, yaitu kutub animal dan kutub vegetal. Kutub animal terdiri atas sel-sel
berukuran kecil dan dapat membelah dengan cepat. Sementara kutub vegetal terdiri atas

19
sel-sel berukuran besar dan pembelahannya lebih lambat. Di antara kedua kutub, terdapat
daerah sabit abu-abu (gray crescent). Pada fase morula ditandai dengan pembelahan sel
dimulai dari 2 sel kemudian membelah menjadi empat sel, kemudian membelah lagi
menjadi delapan sel dan seterusnya hingga menjadi satu kesatuan yang kompleks.
3. Blastula
Proses pembelahan sel-sel pada morula berlanjut, sehingga terbentuk kumpulan sel
berbentuk bola berongga yang disebut blastula. Proses pembentukan blastula disebut
blastulasi. Rongga di dalam blastula disebut blastosol yang berisi cairan.
4. Gastrula
Proses pembentukan gastrula disebut gastrulasi. Pembelahan yang cepat dari selsel di
kutub animal menyebabkan kutub vegetal melekuk ke dalam (invaginasi). Invaginasi
mengakibatkan terbentuknya lapisan ektoderm dan endoderm. Bagian ektoderm akan
membentuk kulit, sedangkan bagian endoderm akan membentuk berbagai saluran. Bagian
tengah dari gastrula membentuk saluran yang disebut arkenteron. Arkenteron akan
berkembang menjadi saluran pencernaan. Salah satu ujung akan berkembang menjadi
anus, sedangkan ujung yang lain akan berkembang menjadi mulut. Sebagian endoderm
akan berdiferensiasi menjadi lapisan mesoderm. Di akhir fase gastrula, akan terbentuk 3
lapisan embrional, yaitu ektoderm, mesoderm, dan endoderm
5. Organogenesis
Pada tahap ini terjadi pembentukan struktur dan fungsi sel untuk menjadi jaringan yang
lebih spesifik. Fase ini kemudian membentuk 3 bagian yaitu ektoterm yang berferensiasi
menjadi epidermis, rambut kelenjar, email gigi, sistem syaraf, dan saraf reseptor. Bagian
yang kedua yaitu mesoderm yang berdeferensiasi menjadi tulang, jaringan ikat, otot,
sistem predaran darah, ekresi, dan sistem reproduksi. Bagian yang ketiga adalah
endoderm yang berdeferensiasi menjadi jaringan epitel pencernaan, sistem pernafasan,
pankreas dan hati (Sari, 2021).

20
Gambar 7. Tahapan Diferensiasi Sel
(Sumber: superbloov.life)

2.9 Faktor Penyebab Terjadinya Diferensiasi Sel


Menurut Suyono (2000), faktor yang menyebabkan terjadinya diferensiasi sel ada dua
yaitu ekstrinsik dan intrinsik. Faktor ekstrinsik terdiri dari Oksigen (O2), gravitasi, suhu dan
pH, sinar matahari, kadar zat induktor dan mesoderm.
1. Oksigen (O2)
Dalam diferensiasi, O2 menentukan arah dan jalan diferensiasi. Sel yang berada
di luar akan mendapat lebih banyak gas pernafasan daripada sel yang berada di sebelah
dalam tubuh embrio. Oleh sebab itu terjadi perbedaan dalam kadar ATP juga segala
aktivitas sel.
2. Gravitasi
Gravitasi berpengaruh pada proses diferensiasi khususnya dalam distribusi bahan
sitosol yang berpengaruh pada ovum dan mengandung banyak cadangan makanan atau
disebut sebagai deutoplasma (yolk). Deutoplasma pada umumnya banyak menumpuk di
daerah kutub vegetal, sedangkan di daerah kutub animal hanya sedikit mengandung

21
deutoplasma. Hal ini menyebabkan pada daerah kutub animal lebih mudah melakukan
pembelahan. Dengan adanya dua perbedaan hal tersebut, memicu adanya diferensiasi
sel, dimana sel-sel daerah kutub animal, ovum umumnya akan berdiferensiasi menjadi
jaringan epidermis dan saraf, sedangkan daerah kutub vegetal akan menjadi lapisan
lendir, saluran pencernaan yang banyak mengandung kelenjar sedangkan daerah antara
kutub animal dan vegetal akan menjadi sel-sel membina lapisan mesoderm yang
akan menjadi jaringan penunjang, jaringan pengikat dan jaringan otot.
3. Suhu
Perubahan suhu dapat mempengaruhi aktivitas enzim, kestabilan struktur protein,
dan proses metabolisme dalam sel. Sel-sel memiliki rentang suhu optimal di mana dalam
rentang optimal dapat berfungsi dengan baik. Jika suhu di luar rentang optimal ini, dapat
terjadi kerusakan pada struktur protein dan fungsi enzim, yang pada gilirannya dapat
mempengaruhi diferensiasi sel. Misalnya, suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah
dapat mengganggu lipida membran sel, mengubah struktur protein, atau memicu respons
stres oksidatif yang dapat merusak sel-sel. Oleh karena itu, suhu yang tepat sangat
penting untuk menjaga integritas sel dan kelancaran proses diferensiasi.
4. pH
pH merupakan ukuran keasaman atau kebasaan suatu larutan, dan pH lingkungan
dapat mempengaruhi aktivitas enzim, struktur protein, dan interaksi molekuler dalam sel.
Setiap jenis sel memiliki rentang pH yang optimal untuk menjaga keseimbangan internal
dan melakukan fungsi-fungsinya dengan benar. Perubahan pH di luar rentang optimal
dapat mengganggu aktivitas enzim, struktur protein, dan jalur sinyal seluler yang terlibat
dalam diferensiasi. Misalnya, peningkatan atau penurunan pH yang signifikan dapat
menyebabkan denaturasi protein, mengganggu interaksi proteinprotein, atau mengubah
keseimbangan ion di dalam sel. Hal ini dapat mengganggu jalur-jalur sinyal yang terlibat
dalam diferensiasi dan akhirnya mempengaruhi proses tersebut.
5. Sinar matahari
Sinar matahari, terutama sinar ultraviolet (UV), dapat mempengaruhi diferensiasi
sel melalui beberapa mekanisme. Paparan sinar matahari dapat mempengaruhi sintesis
vitamin D di dalam tubuh yang merupakan komponen penting dalam regulasi
pertumbuhan dan diferensiasi sel. Vitamin D berperan dalam berbagai proses biologis,

22
termasuk regulasi ekspresi gen dan diferensiasi sel-sel tertentu. Selain itu, sinar matahari
juga dapat mempengaruhi aktivitas enzim, sintesis molekul sinyal, dan jalur sinyal
seluler yang terlibat dalam diferensiasi.
6. Kadar Zat Induktor
Zat induktor atau faktor pertumbuhan adalah molekul yang mempengaruhi
diferensiasi sel dengan mengaktifkan jalur sinyal tertentu. Kadar zat induktor dalam
lingkungan ekstraseluler dapat mempengaruhi diferensiasi sel dengan mengatur aktivasi
atau inaktivasi jalur-jalur sinyal yang diperlukan untuk diferensiasi.
7. Mesoderm
Mesoderm adalah salah satu dari tiga lapisan germ dalam embrio yang berperan
dalam pembentukan jaringan-jaringan seperti otot, tulang, tulang rawan, dan sistem
peredaran darah. Dalam proses diferensiasi sel, mesoderm berperan sebagai sumber sel-
sel progenitor atau prekursor yang kemudian akan mengalami diferensiasi menjadi jenis-
jenis sel yang berbeda dalam jaringan-jaringan tersebut. Sel-sel mesoderm yang
diferensiasi akan mengikuti jalur sinyal dan faktor-faktor pertumbuhan yang sesuai
untuk menghasilkan jenis sel yang spesifik dan berfungsional dalam jaringan-jaringan
tersebut.
Faktor intrinsik diferensiasi embrionik sel dipengaruhi beberapa faktor, antara lain
kontrol gen, hormon sistemik, asam retinoat, dan growth factors.
1. Kontrol gen
Pada mayoritas sel yang berdiferensiasi, perbedaan yang terdapat diantara selsel
antara satu sama lain tidak disebabkan oleh peningkatan atau pembuangan gen.
Perbedaan sel tersebut disebabkan oleh sel dengan ekspresi gen yang berbeda. Gen
diaktifkan dan dimatikan untuk mengatur sintesis produk gen. Menurut Suryono (2000)
menyatakan bahwa proses diferensiasi dalam embriogenesis berada di bawah kontrol
transkripsional (pengontrolan pembentukan mRNA). (Suyono, 2000).
2. Hormon sistemik
Hormon berperan penting dalam diferensiasi ketika embrio berhasil menempuh
tahap organogenesis. Hormon dihasilkan secara alami oleh tubuh embrio sendiri atau
dihasilkan oleh tubuh induk yang mengalirkannya ke tubuh embrio melalui plasenta
(pada mamalia). Hormon steroid dapat menembus masuk ke dalam sel menuju ke dalam

23
inti dan merangsang ADN untuk melakukan transkripsi atau replikasi untuk persiapan
bermitosis. Hormon non-steroid merangsang zat reseptor pada plasmalemma (membran
plasma), dan secara estafet menyampaikan rangsangan kepada ADN inti untuk aktif
bertranskripsi atau replikasi.
3. Asam retinoate
Salah satu yang berperan dalam diferensiasi sel antara lain adalah asam retinoat
yang berasal dari vitamin A. Asam retinoat berfungsi untuk mendorong pertumbuhan dan
diferensiasi normal jaringan epitel (Suyono, 2000).
4. Growth factor
Growth factor yang mempengaruhi proses diferensiasi sel adalah BMP-4 (Bone
Morphogenic Protein). BMP-4 memiliki peran penting dalam pembentukan tulang. Pada
amfibi, BMP-4 aktif pada sel yang berada pada ventral gastrula. (Campbell, 2005).
2.10 Teori Perkembangan
Dalam waktu yang sangat panjang, beberapa ahli mencoba mengemukakan
pandangannya mengenai proses perkembangan dan melahirkan berbagai teori. Beberapa di
antara teori-teori tersebut adalah sebagai berikut:
1. Teori Preformasi

Gambar 8. Humunculus
(Sumber: Carlson, 1988)

Teori preformasi mengemukakan bahwa makhluk hidup telah dibentuk secara


lengkap dalam bentuk miniatur di dalam sel gamet (sperma atau telur). Penganut teori
preformasi pecah menjadi dua aliran yaitu aliran spermatis atau spermis dan aliran ovulis
atau ovist. Aliran spermis beranggapan bahwa miniatur tersebut berada di dalam sperma,
24
sedangkan telur hanya berperan sebagai medium nutritif saja agar miniatur dapat
mengalami pertumbuhan dan perkembangan.
Hartsoekert (1964) menyebut makhluk miniatur tersebut dengan nama
Homunculus. Aliran ovulis beranggapan bahwa makhluk miniatur yang dimaksud
terdapat di dalam sel telur, jadi peran sperma hanya sebagai perangsang saja agar
makhluk kecil tersebut dapat tumbuh menjadi besar.
2. Teori Epigenetik
Teori epigenetik dikemukakan oleh C.F Wolff pada tahun 1759. Ia
mengemukakan bahwa di dalam gamet tidak ada makhluk dalam bentuk miniatur.
Menurut teori ini makhluk hidup berkembang secara bertahap dari struktur yang
sederhana menjadi struktur yang lebih kompleks.

Gambar 9. Stadium Perkembangan Ayam 5 Hari Setelah Fertilisasi.


(Sumber: Start dan Taggart, 1984)
3. Hukum Von Baers
Hukum Von Baers dikemukakan oleh Karl Ernst Von Baers pada tahun 1828.
Menurut teori ini jika suatu organisme berkembang dari suatu seltelur, maka ciri-ciri
yang lebih umum berkembang lebih awal, dan ciri-ciri spesifik berkembang belakangan.
Misalnya pada perkembangan ayam, karakter yang pertama muncul adalah ciri umum
dari chordata, sedangkan ciri khusus dari aves berkembang kemudian seperti bulu dan
paruh. ParuH ayam baru tampak dengan jelas pada umur inkubasi 15 hari.

Gambar 10. Ilustrasi Hukum Von Baers Pada Perkembangan Awal Vertebrata
(Sumber: Gilbert, 1985)

25
4. Teori Rekapitulasi
Berawal dari teori evolusi yang mengemukakan bahwa hewan dan tumbuhan
berkembang secara bertahap jutaan tahun yang lalu dari organisme uniseluler ke
multiseluler. Beranjak dari ide teori evolusi, Frizt Muller (1864) mengemukakan bahwa
dalam proses perkembangan organisme (misalnya ayam), karakter-karakter leluhurnya
tampak lebih dahulu dibandingkan dengan karakter-karakter yang baru (misalnya
karakter ikan tampak lebih dahulu daripada karakter amphibia dan reptilia). Jadi secara
phylogenetik, karakter ikan tampak lebih dahulu daripada karakter amphibia, reptilia, dan
burung.Dalam perkembangan ayam, karakter ikan seperti celah insang tampak lebih
dahulu dibandingkan dengan karakter burung.
Setelah mempelajari teori Muller, Ernst Haeckel (1886) memberi nama teori
tersebut dengan nama Hukum biogenetik atau teori rekapitulasi, dan menyimpulkan
bahwa ontogeni merupakan rekapitulasi yang disederhanakan dari phylogeny. Ontogeni
adalah sejarah perkembangan makhluk hidup mulai saat fertilisasi, lahir dan mati,
sedangkan phylogeny adalah sejarah perkembangan makhluk hidup secara evolusi.
5. Teori Plasma Germinal (Teori Determinan)
Teori ini dikemukakan oleh Weismann (1834-1914). Ia mengemukakan bahwa di
dalam proses perkembangan, terjadi segregasi plasma germinal ke dalam keturunannya
secara berkesinambungan. Di dalam sel terdapat germ plasma dan somatoplasma. Di
dalam germ plasma terdapat determinandeterminan yang disagregasi secara
berkesinambungan dari generasi ke generasi berikutnya. Pada setiap generasi germ
plasma dan somatoplasma kembali dibentuk. Jadi Germ plasma bersifat abadi atau
immortel germ plasm.

26
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian materi pada makalah ini maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Morfogenesis adalah proses pertumbuhan dan diferensial sel-sel individu menjadi
jaringan kemudian menjadi organ dan akhirnya menjadi organisme yang dapat dikenali.
2. Proses morfogenesis meliputi 2 poin utama yaitu pertumbuhan dan pertumbuhan
protoplasma
3. Morfogenesis pada tanaman terutama terjadi melalui pertumbuhan diferensial. Jaringan
embrio permanen menghasilkan morfogenetik potensial yang bervariasi dengan
lingkungan dan terus menghasilkan organ baru sepanjang kehidupan tanaman. Sementara
itu, morfogenesis hewan terjadi melalu pertumbuhan dan gerakan sel.
4. Perubahan bentuk sel dan posisi sel yang terlibat dalam pembelahan, gastrulasi, dan
organogenesis. Perubahan bentuk sel biasanya melibatkan reorganisasi sitoskeleton yang
mendorong terjadinya migrasi sel.
5. Pembentukan lapisan benih pada masa morfogonesis ini ditandai dengn terbentuknya tiga
lapis utama yaitu lapis endoderm, lapis mesoderm dan lapis ectoderm.
6. Diferensiasi merupakan sebuah proses umum dalam sel induk dewasa yang membelah
dan berkembang menjadi sel anak yang lebih khusus.
7. Proses diferensiasi dimulai dari sel-sel embrionik yang belum terdiferensiasi sepenuhnya
yang memiliki potensi untuk berkembang menjadi berbagai jenis sel yang berbeda,
seperti sel otot, sel saraf, sel epitel, dan lainnya.
8. Tahapan diferensiasi sel meliputi tahap zigot, morula, blastula, gastrula, dan
organogenesis.
9. Faktor yang menyebabkan terjadinya diferensiasi sel ada dua yaitu ekstrinsik (O2, kadar
zat induktor, gravitasi, suhu, pH, sinar matahari dan mesoderm) dan intrinsik (kontrol
gen, asam retinoat, hormon, dan faktor pertumbuhan).
10. Menurut para ahli teori pengembangan diferensiasi sel meliputi teori preformasi, teori
epigenetik, teori hukum Von Baers, teori rekapitulasi dan teori plasma germinal (Teori
Determinan).

27
3.2 Saran
Kami menyadari makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, baik dalam segi
rujukan, penyampaian dan kelengkapan materi terkait “Pengaturan Sel Embrio Atau
Morfogenesis Dan Diferensiasi”. Maka dari itu saya sangat menerima adanya kritik dan
saran yang membangun bagi pembaca demi kemajuan, kevaliditasan, dan kelengkapan dari
makalah ini.

28
DAFTAR PUSTAKA

Adnan, M. S. (2022). Perkembangan Hewan Embriogenesis. Penerbit P4I.


Alberts B, Bray D, Lewis J, Raff M, Roberts K, Watson JD. 1989. Molecular Biology of The
Cell 2nd ed. New York: Garland Publ., Inc.
Bahrudin, M. (2013). Neurologi Klinis. Edisi Pertama. Malang: Universitas Muhammadiyah
Malang Press.
Bolsover RS et al. (2004). Cell Biology-A Short Course. New York: John Willey & Son.
Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. (2005). Biology. 7th ed. San Frasisco: Pearson Benjamin
Cummings.
Gilbert, S.F. 1985. Development Biology. Massacussetts: Sinauer Ass. Publ. Sunderland.
Gilbert, S.F. 1985. Development Biology. Sinauer Ass. Publ. Sunderland Massacussetts.
Kl, Moore. (1988). The developing human clinically oriented embryology. Urogenital system,
279-280.
Leh S. (2012). Diktat Reproduksi dan Embriologi Hewan. Jogjakarta: UIN Sunan Kalijaga.
Mafruchati, M. (2023). Proses Perkembangan Embriologi sebagai Dasar Kajian Penelitian
pada Embriologi Veteriner. Sidoarjo: Zifatama Jawara.
Majumdar, N.N. (1983). Textbook of Vertebrates Embryology. Ed. 5. New Delhi: Tata McGraw
Hill.
Nurhayati, A. (2004). Diktat Perkembangan Hewan. FMIPA: ITS.
Rosidah, Siti Halimatur. 2021.konsep Embrio dalam Perspektif Al- Qur’an dan Sains
Berdasarkan QS. Al- Mu’minun Ayat 12-14 (Kajian Tafsir Al- Misbah dan Relevansinya
dengan Ilmu Sains). Jember: Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq.
Sari, N. E. (2021). EfektivitasPraktikumBiologi Materi Pertumbuhan dan Perkembangan Di
Tengah Pandemi (Doctoral dissertation, IAIN Kudus).
Sheller P. 1980. Cell Biology, StrukturBiochemistryand Function. New York: John Willey &
Son.
Spratt, N. T. 1971. Development Biology. Belmont, california: Wadsworth Publ Co.
Suyono J, Sadikin V, Mandera LI, editors. BiokimiaKedokteran Dasar: SebuahPendekatanKlinis.
Jakarta: EGC. 2000.

29
Soeminto,dkk. 2016. Modul Ruang Lingkup, Kegunaan, dan Cara-Cara Mempelajari
Embriologi.
Wolfe SL. 1985. Cell Ultrastucture. Belmont: Waardsworth Publishing Company.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Endoderm (diakses pada 12 Maret 2024)

30

Anda mungkin juga menyukai