Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH BIOLOGI PERKEMBANGAN

CLEAVAGE DAN GASTRULASI PADA AMPHIOXUS DAN


AVES

OLEH

DEFRIAN MELTA

1620422010

JURUSAN BIOLOGI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ANDALAS

2017

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat,
taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Cleavage dan Gastrulasi Pada Amphioxus dan Aves. Makalah ini dibuat dalam rangka
memenuhi tugas mata kuliah Biologi.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Dewi Imelda Roesma, M.Si selaku dosen mata kuliah Biologi Perkembangan,
2. Kedua orang tua saya yang telah memberikan dukungan materil, moril dan spiritual,
3. Seluruh teman seperjuangan Pasca Sarjana Biologi tahun 2016, yang banyak membantu
dan memberi masukan dalam pengerjakan makalah ini, dan
4. semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Penulis berharap adanya masukan yang bersifat membangun sehingga makalah ini
dapat lebih sempurna. Penulis juga berharap agar makalah ini nantinya dapat berguna bagi
semua kalangan.

Padang, 10 April 2017

Defrian Melta
1620422010

2
DAFTAR ISI

Halaman judul................................................................................................................1

Kata pengantar.......2

Daftar isi.....3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.............................................................................................4

1.2 Rumusan masalah.........4

1.3 Tujuan ..........................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pembelahan dan Gastrulasi pada Amphioxus..............................................6

2.2 Pembelahan dan Gastrulasi pada Aves.......................................................11

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ................................................................................................21

3.2 Saran ..........................................................................................................21

Daftar Pustaka .............................................................................................................22

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Embriogenesis adalah proses pembentukan dan perkembangan embrio. Proses ini
merupakan tahapan perkembangan sel setelah mengalami pembuhan atau fertilisasi.
Embriogenesis meliputi pembelahan sel dan pengaturan di tingkat sel. Sel pada
embriogenesis disebut sebagai sebagai sel embrigenik. Secara umum, sel embriogenik
tumbuh dan berkembang melalui beberapa fase, antara lain sel tunggal (yang telah dibuahi),
Blastomer, Blastula, Gastula, Neurula, dan Embrio atau Janin. Setelah fertilisas zigot mulai
membentuk suatu organisme multiseluler dimulai dengan proses pembelahan yaitu urutan
pembelahan mitosis membagi volume telur menjadi banyak sel-sel kecil.
Selama tahapan pembelahan tidak terjadi pertambahan volume embrio, jadi walaupun
terjadi pembelahan sel tetapi tidak diikuti dengan pertumbuhan sel. Ciri khas stadium
pembelahaan adalah bahwa pembelahan berlangsung tanpa istirahat dan rasio inti sitoplasma
bertambah kecil. Pembelahan blastomer terdiri atas pembelahan inti (kariokenesis) yang
kemudian diikuti oleh pembelahan sel (sitokenesis), dan alur pembelahan sama dengan
bidang metaphase dari fase mitosis yang telah dialaminya.
Salah satu peristiwa yang terjadi dalam reproduksi adalah rangkaian tahapan
perkembangan janin atau embrio. Pada tahap ini terjadi perkembangan yang signifikan dari
janin. Mulai dari awalnya hanya serupa satu sel kemudian terus membelah menjadi beberapa
sel dan akhirnya berbentuk organisme sempurna yang terdiri dari ribuan bahkan jutaan sel,
polar dasar perkembangan embrio amphioxus dan embrio aves, yaitu melalui tahapan
pembelahan, blastula, gastrula, neurula dan organogenesis. Pembelahan aves merupakan
pembelahan meroblastik, artinya pembelahan hanya berlangsung dikeeping lembaga saja.
Semua proses tersebut merangkum dalam beberapa tahapan seperti tahapan morula, blastula,
gastrula, dan organogenesis..
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses pembelahan dan blastulasi pada Amphioxus?
2. Bagaimana proses gastrulasi pada Amphioxus?
3. Bagaimana proses pembelahan dan blastulasi pada Aves?
4. Bagaimana proses gastrulasi pada Aves?

1.3 Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui proses pembelahan dan blastulasi pada Amphioxus.
2. Mahasiswa dapat mengetahui proses gastrulasi pada Amphioxus.

4
3. Mahasiswa dapat mengetahui proses pembelahan dan blastulasi pada Aves.
4. Mahasiswa dapat mengetahui proses gastrulasi pada Aves.

BAB II
ISI

2.1 Pembelahan dan Gastrulasi pada Amphioxus


A. Proses Perkembangan
Telur mengalami pembelahan dewasa pertama sebelum meninggalkan ovari, tertutup
pada membran vitelin dan berdiameter 0-12 mm. Telur termasuk meiolecithal, yaitu animal
pole bebas dan memuat vesikel germinal besar atau nukleus, yolk tersebar merata. Fertilisasi
eksternal di air laut. Sperma masuk ke dekat vegetal pole yang memberi rangsangan bagi sel
telur untuk melaksanakan pembelahan kedua. Polar body memperoleh tekanan menuju
animal pole di dalam membran vitelin. Nukleus jantan dan betina membentuk nukleus zigot
(Indriawati, 2013).

5
Telur Amphioxus dilihat dari yolk yang dibentuk menunjukkan tipe isolesital, yakni
zigot memiliki sedikit yolk. Pembelahannya secara holoblastik yang berarti bahwa alur
pembelahan meliputi/masuk ke dalam seluruh telur (Sudarwati, 1990).

Gambar 1. Telur Amphioxus A. Fertilisasi, B. Karyogami; a. Polosit pertama; b. Polosit


kedua; c. Sperma; d. Membran fertilisasi;e. Dua pronuklei
(Sumber : Jordan, 1983 dalam Indriawati, 2013)
Polar body kedua bertahan sampai permulaan gastrulasi. Setelah fertilisasi,
sitoplasma zigot segera disusun untuk memberi kehidupan embrio. Sitoplasma kuning telur
pada bagian separuh anterior membentuk ektoderma . Sitoplasma kuning telur pada bagian
dorso posterior membentuk endoderma. Granular cresent pada ujung posterior membentuk
mesoderma. Ruang pada bagian dorsal terletak di antara sitoplasma ektodermal dan
endodermal yang memuat bahan untuk notokord.

6
Gambar 2. Zigot Amphioxus a. Polosit pertama; b. Polosit kedua; c. pembelahan
pertama
(Sumber : Jordan, 1983 dalam Indriawati, 2013)

B. Proses Pembelahan
Proses pembelahan zigot Amphioxus terjadi secara holobastik. Tahap-tahapannya
antara lain sebagai berikut.
1) Segmentasi pertama arah meridional dari kutub animal ke kutub vegetal. Hasilnya adalah
2 buah blastomer yang sama besar.
2) Segmentasi kedua arahnya juga meridional dengan bidang segmentasi tegak lurus
terhadap bidang segmentasi pertama. Hasilnya adalah 4 buah blastomer yang sama besar.
3) Segmentasi ketiga arahnya horizontal dengan bidang segmentasi sedikit diatas bidang
ekuator. Hasilnya ialah delapan buah blastomer yang tidak sama besar. Blastomer yang
sebelah atas ukurannya lebih kecil karena itu disebut mikromer sedangkan blastomer
disebelah bawah yang ukurannya lebih besar disebut makromer, dengan demikian dalam
segmentasi ketiga ini terbentuk 4 mikromer dan 4 makromer.
4) Segmentasi keempat arahnya meridional bilateral. Hasilnya 16 buah blastomer.
5) Segmentasi kelima arahnya horizontal bilateral. Hasilnya ialah 32 blastomer.
Pembelahan selanjutnya secara perlahan menjadi tidak beraturan dan kemudian
membentuk morula. Morula mengalami pembelahan membentuk lubang dan rongga sentral

7
disebut blastosoel berisi cairan memiliki selapis sel mikromer. Mikromer akan menjadi sisi
anterior dan megamer akan menjadi sisi posterior. Pada proses pembelahan, penyebaran
bahan bahan sitoplasmik merata dan blastula memiliki jaringan sel yang berbeda. Sel
ektodermal yang pipih terletak sepanjang bagian sentral, sel telur atau endodermal terletak
pada bagian dorsal. Sedangkan sel kecil dari lapisan mesodermal terletak di bagian posterior.
Pada bagian anterior terdapat sebuah tempat sel tali saraf kecil yang akan membentuk
notokord dan tali saraf (Indriawati, 2013).

Gambar 3. Pembelahan Holoblastik hingga tahap 32 sel


(Sumber : Jordan, 1983 dalam Indriawati, 2013)

C. Proses Blastulasi
Pada hasil pembelahan morula ada blastomer-blastomer, ditengah blastomer-
blastomer tadi berisi cairan. Rongga itu disebut blastocoel. Embrio pada fase ini disebut
blastula sedangkan proses pembentukannya disebut blastulasi. Segmentasi selanjutnya
berlangsung secara tidak teratur dimana blastomer-blastomer pada kutub animal membelah
lebih cepat daripada kutub vegetal.

8
Gambar 4. Skema Blastocoel
(Sumber : Setyawati, Tanpa tahun)
Blastulasi Amphioxus terjadi melalui invaginasi dari dinding vegetal. Sel-sel tumbuh
ke dalam, mengisi rongga blastosoel menjadi endoderm dan mesoderm. Area yang terbentuk
kemudian akibat pergerakan tersebut adalah munculnya rongga arkenteron (gastrocoel).
Bagian-bagian blastosol :

Gambar 5. Amphioxus Blastula dan perubahan polaritas selama gastrulasi: a.


blastocoel; b. Animal pole; c. Vegetal Pole; d. Mikromer;e. Makromer;f. anterior;g.
Posterior; h. Archenteron
(Sumber : Jordan, 1983 dalam Indriawati, 2013)
D. Proses Gastrulasi

9
Sesudah fase blastula akan menyusul proses gastrulasi atau pembentukan fase
gastrula. Fenomena atau peristiwa penting dalam proses gastrulasi ialah :
Invaginasi : penonjolan ke dalam dari suatu lapisan sel
Evaginasi : penonjolan ke luar dari suatu lapisan sel
Involusi : gerakan membelok dari suatu lapisan luar yang tumbuh meluas sehingga
lapisan ini masuk ke dalam dan meluas ke permukaan luar.
Gastrulasi Amphioxus terjadi secara invaginasi tetapi tanpa bantuan sel-sel mesenkim
primer, daerah vegetatif tetap memipih dan kemudian bervaginasi. Proses Invaginasi dan
Involusi berlangsung secara terus menerus sehingga blastocoel makin lama makin sempit dan
akhirnya lenyap. Sebaliknya timbul rongga baru yang disebut gastrocoel. Lubang ditempat
permulaan Invaginasi dinamakan blastoporus yang merupakan mulut fase embrional.
Pada saat ini embrio sudah terdiri atas dua lapisan embrional yaitu ektoderm dibagian
luar dan endoderm di bagian dalam. Selanjutnya gastrula mengadakan rotasi 120 derajat
sehingga kutub animal terletak kurang lebih 30 derajat dibawah sumbu longitudinal. Dengan
demikian bagian kepala tidaklah terbentuk persis di kutub animal tetapi 30 derajat diatasnya.
Sel-sel ektoderm mempunyai silia sehingga gastrula dapat berputar di dalam membran
vitellinus.
Bagian luar embrio atau ektoderm terdiri atas bakal epidermis dan bakal sitem saraf.
Bagian dalam khususnya endoderm berkembang menjadi saluran pencernaan makannan
(arkenteron) dan turunannya. Mesoderm berkembang masuk melalui tepi ke dalam kantung
grastula.

Gambar 6. Grastulasi pada Amphioxus


(Sumber : Ajuz, 2012)
2.2 Pembelahan pada Aves

10
A. Tipe pembelahan zigot aves

Aves termasuk dalam amniota, yaitu vertebrata yang dalam embrionya terdapat amnion,
sama seperti reptile dan mamalia . Aves dan reptil miliki perkembangan yang hampir sama,
tapi perkembangan aves lebih maju dari reptile menurut (Gillbert,2006). Awal perkembangan
embrio ayam atau aves menunjukkan bahwa splanknopleura dan somatopleura meluap keluar
dari tubuh embrio hingga di atas yolk. Daerah luar tubuh embrio dinamakan daerah ekstra
embrio.

Mula-mula tubuh embrio tidak mempunyai batas sehingga lapisan-lapisan ekstra


embrio dan intra embrio saling berkelanjutan. Dengan terbentuknya tubuh embrio, secara
berurutan terbentuk lipatan-lipatan tubuh sehingga tubuh embrio hampir terpisah dari yolk.
Adanya lipatan-lipatan tubuh, maka batas antara daerah intra dan ekstra embrio menjadi
semakin jelas. Daerah kepala embrio mengalami pelipatan yang disebut dengan lipatan
kepala dan meisahkan antara bagian intra dan ekstra embrio. Lipatan kepala membentuk sub
sephal. Pada bagian lateral tubuh juga terbentuk lipatan tubuh lateral dan memisahkan bagian
ekstra dan intra embrio.

Bagian posterior mengalami pelipatan dan dukenal dengan nama lipatan ekor
membentuk kantung sub kaudal. Lipatan-lipatan tersebut embentuk dinding saluran
percernaan primitive. Bagian tengah usus tengah yang menghadap yolk tetap terbuka dan
pada daerah ini, dinding kantung yolk berhubungan dengan dinding usus pada kantung yol.
Walaupun kantung yolk berhubungan dengan usus melalui tangkai yolk, namun makanan
tidak diambil embrio melalui tangkai yolk (Adnan, 2008).

Ayam lokal ( Gallus galus ) menjadi organisme favorit dalam studi embriologi.
Karena telur ayam berukuran besar sehingga mudah untuk diamati, selain itu perkembangan
pada telur ayam dapat diprediksikan secara akurat, dan pergerakan selnya menyerupai
pergerakan sel pada mamalia menurut (Gillbert,2006). Bagian kuning telur beserta
blastodiskusnya pada aves merupakan sel tunggal (ovum). Besarnya sel telur ini bisebabkan
oleh banyaknya timbunan zat cadangan makanan (yolk) di dalamnya komponen telur lainnya
adalah putih telur, membrane cangkang telur, dan cangkang telur bersifat nonseluler dan
dihasilkan ketika sel telur melalui saluran reproduksi betina menurut (Sugiyanto,1996).

Fertilisasi pada aves terjad di oviduk, tepatnya di infundibulum sebelum albumin dan
cangkang telur menyelubunginya.Tipe telur aves adalah telolecital, yaitu sel telur yang

11
banyak mengandung yolk dan hampir mengisi seluruh isi telur, sedangkan inti dan sedikit
sitoplasma menempati hanya bagian puncak dari animal menurut (Sugiyanto,1996 ).

Tipe pembelahan pada aves adalah meroblastic diskoidal, sama seperti pisces dan
reptil. Alur pembelahanhanya terjadi pada bagian tengah blastodiskus. Blastodiskus adalah
suatu struktur berbentuk cakram atau keeping keputihan padatelur yang baru dibuahi (zigot),
bastodiskus merupakan protoplasma aktif yang berdiameter kurang lebih 3 mm dan terdapat
di kutub animal. Daerah seputar blastodiskus tampakgelap dan disebut periblas
(Sugiyanto,1996). Pembelahan tidak terjadi pada sitoplasma yang mengandung banyak yolk
(Gillbert,2006).

B. Mekanisme pembelahan zigot aves

Seluruh periode pembelahan pada aves terjadi pada waktu telur bergerak melewati
oviduk pada saat dikeluarkan embrio aves telah berada pada stadium gastrula
(Lestari,dkk,2013). Tahapan pembelahan embrio aves tidak selalu beraturan dan setelah
pembelahan kelima prosesnya sudah tidak sinkron lagi (Sugiyanto,1996),

Gambar menunjukkan terjadinya pembelahan sel telur burung. Gambar tersebut


mewakili bentukan permukaan dari blastodisc dan area yang menyelimuti yolk, sel, dan
albumin. Pada bagian A menunjukkan pembelahan sel I secara vertikal, membelah tepat pada
sumbu dari blastodskus namun tidak menembus seluruh permukaan telur. Pada bagian B
menujukkan embelahan sel II, secara horizontal (tegak lurus dengan pembelahan I).
pembelahan III secara vertikal memotong alur dari pembelahan II, baik di sebelah kiri
maupun kanan. Pembelahan IV secara sirkumferensial (melingkar) yang memotong bagian
tengah deretan blastomer dari daerah periferal, pembelahan V terjadi pada 4 bidang
pembelahan meridian atau vertikal yang asimetris, sehingga menghasilkan 32 sel.
Pembelahan selanjutnya tidak dapat diikuti. Pembelahan selanjutnya tidak teratur,ada yang
melalui bidang vertikal maupun horizontal dan ada juga yang sebelum selesai satu
pembelahan terjadi pembelahan berikutnya (Lestari,dkk,2013).

Blastomer-blastomer yang terbentuk dari hasil beberapa pembelahan awal, dar bagian
atas dan pinggir tertutup oleh membran plasma, tetapi terbuka pada bagian bawahnya.
Pembelahan selanjutnya menyebabkan embrio semakin meluas secara radial kearah periblas.
Sel-sel yang terdapat pada blastoderm di daerah perifer jarang berinti. Selain pembelahan
yang terjadi di daerah permukaan telur, pada embrio 32 sel memperhatikan pola pembelahan

12
yang berbeda. Pada saat ini bidang pembelahan menjadi secara ekuatorial di bawah
permukaan lapsan sel berinti, sehingga sel-sel tersebut terbagi menjadi dua lapisan, yaitu
lapisan atas dan lapisan bawah yang terbaras dengan yolk. Pembelahan selanjutnya yang
sejenis menyebabkan sel berlapis-lapis. Pembelahan terjadi secara sentrifugal ketka
blastoderm membesar pada salurannya, tetapiperluasannya tidak sampai mencapai daerah
paling tepi. Hal ini demikian membuat sebagian tepi daerah perifer blastoderm masih
mempunyai ketebalan selapis sel. Ketika embrio mencapai kurang lebih 100 sel, bagian dasar
blastoderm berbatasan dengan rongga subgerminal (Lestari,dkk,2013).

C. Gastrulasi dan Pembentukan Lapisan Germinal pada Aves

Gastrulasi merupakan pembentukan lapisan lembaga dan menempatkanya ditempat


yang semestinya, ektoderm paling luar, mesoderm di tengah, dan endoderm berada paling
dalam. Lapisan lembaga merupakan bahan baku untuk organogenesis. Selain itu, akan
dibentuk arkenteron atau bakal saluran pencernaan makanan dan sumbu anterior-posterior
embrio(Lestari, 2013).

Setelah selesai tahap pembelahan selanjutnya sel-sel blastoderm akan bermigrasi


secara individual kedalam rongga subgerminal, kemudian beragregasi dan dengan proses
delaminasi terbentuk lapisan kedua. Kemudian embrio aves terdiri atas dua lapisan, yaitu
laipasan atas (epiblas) dan lapisan bawah (hipoblas) dan blastosol yang berada diantaranya.
Bergabungnya hipoblas primer dan hipoblas sekunder dari bagian posterior embrio (Kollers
sickle). Hal tersebut sebagai tahap pragastrulasi (Lestari,2013).

13
D. Proses pembentukan epiblast dan hipoblast

Gambar 8. Pembentukan epiblast dan hipoblast (Gilbert, 2000)

Pembentukan dua lapisan dari sel-sel blastoderm pada embrio ayam. (A, B) beberapa
sel blastoderm berdelaminasi ke dalam rongga subgerminal(C)sel hipoblas terbentuk
memanjang mengarah kebagian anterior . sel epiblast berkumpul dari anterior ke daerah sabit
Koller untuk membentuk streak primitif.

E. Proses umum gastrulasi pada aves

14
Gambar 9. Proses Grastulasi pada Aves (Campbell, 2010)

Gastrulasi pada embrio ayam (aves). (a, b) hasil pembelahan Meroblastik dalam
pembentukan blastoderm. (c) Sel blastoderm naik dari yolk dan membentuk menjadi dua
lapisan epiblast dan hypoblast. (d) Gastrulasi menghasilkan perpindahan (migrasi) sel
epiblast kedalam alur memanjang yang disebut Alur primitif. Sel-sel bermigrasi membentuk
mesoderm dan endoderm, dan sel-sel yang tersisa dalam bentuk epiblast ektoderm
(Campbell, 2010).

Ciri utama dari gastrulasi Aves adalah adanya daerah unsur primitif (primitive streak).
Daerah ini mula-mula tampak sebagai suatu penebalan pada bagian tengah dari area pelucida
bagian posterior yang disebabkan karena adanya migrasi sel-sel dari daerah posteriolateral ke
bagian tengah area pelucida. Pembentukan alur primitif merupakan awal gastrulasi dan
ditandai dengan terjadinya penebalan di bagian posterior yang mula-mula bentuknya
menyerupai segitiga. Bagian penebalan menyempit, bergerak ke anterior dan mengerut
membentuk suatu parit yang disebut daerah unsur primitif. Lekukannya disebut lekukan
primitif dan berperan sebagai blastoporus.

Pada ujung anterior terjadi penebalan disebut nodus Hensen (Hensen node). Bagian
tengah nodus Hensen berbentuk sebagai suatu sumur dan melalui tepinya akan dilalui oleh
sel-sel yang masuk ke rongga blastula. Gastrulasi pada Aves dilaksanakan oleh sel-sel yang
bergerak secara sendiri-sendiri serta terkoordinasi, dari luar masuk ke dalam embrio, bukan

15
melalui gerakan sel bersama dalam bentuk suatu lempengan. Gastrulasi pada Aves tidak
membentuk archentron sejati. (Yatim, 1994).

Gambar 10. Gastrulasi pada embrio ayam (Campbell, 2010).

Blastula ayam terdiri dari lapisan sel-sel bagian atas (epiblas) dan lapisan bagian
bawah (hipoblas), dengan ruang (blastosol) diantara keduanya. Ini adalah irisan melintang
disisi kanan alur primitif, mengarah keujunganterior embrio yang sedang bergastrulasi.
Selama gastrulasi, beberapa sel-sel epiblas bermigrasi(anak panah) kebagian interior embrio
melalui jalur primitif. Sebagian dari sel-sel ini bergerak kebawah dan membentuk
endoderm,mendorong sel-sel hipoblas kepinggir, sementara yang lain bermigrasi secara
lateral dan membentuk mesoderm. Sel-sel yang tertinggal di permukaan embrio pada akhir
grastulasi akan menjadi ektoderm (Campbell, 2010).

Adanya sel-sel botol akan menyebabkan sel-sel dibelakangnya untuk bermigrasi juga.
Setelah melewati parit primitif, sel-sel botol kembali ke bentuknya semula. Sel-sel presumtif
endoderm akan beringresi lebih jauh ke atas blastosol dan menyelinap dalam hipoblas, serta
mendesak hipoblas semula, selanjutnya akan diisi oleh endoderm intraembrio dan menjadi
atap dari rongga subgerminal yang ada di bawah blastosol. Rongga subgerminal tersebut akan
menjadi arkenteron. Pada unggas, arkenteron bukanlah suatu rongga baru yang dibentuk oleh
suatu gerakan morfogenetik. Arkenteron ini baru atapnya saja berupa lapisan selular, yakni
endoderm, tetapi belum mempunyai dinding lateral yang selular, yakni endoderm, tetapi

16
belum mempunyai dinding lateral yang selular, dan alasnya pun masih yolk dan inert
nonseluler, alas dan dinding lateral yang terdiri dari endoderm, baru dibentuk setelah ada
pelipatan-pelipatan pemisah wilayah antarembrio dan ekstraembrio. (Lestari, dkk., 2013)

Gambar 11. Pergerakan alur primitif (Streak Primitive) (Gilbert, 2000)

Gerakan sel dari streak primitif embrio ayam. (A-C) lihat punggung pembentukan dan
pemanjangan streak primitif. blastoderm terlihat di (A) 3-4 jam, (B) 7-8 jam, dan (C) 15-16
jam setelah pembuahan. Gerakan awal sel epiblast bermigrasi ditunjukkan oleh anak panah.
(D-F) Pembentukan notochord dan mesoderm somit sebagai streak primitif regresi,
ditampilkan di (F) 19-22 jam, (E) 23-24 jam, dan (F) tahap empat somite. peta nasib epiblast
cewek ditunjukkan untuk dua tahap, definitif primitif streak tahap (C) dan neurulasi (F).

17
endoderm telah ingressed bawah epiblast, dan ekstensi konvergen terlihat di garis tengah.
(Gilbert, 2000).

Alur primitif unggas, homolog dengan blastoporus katak, sebab merupakan tempat
bermigrasinya sel-sel dari permukaan ke dalam embrio. Nodus Hensen, yang dibangun
terutama oleh sel-sel yang akan membentuk notokorda, dianggap homolog dengan bibir
dorsal blastoporus sebab dapat menginduksi pembentukan keping neural bila
ditransplasntasikan ke epidermis (Sudarwati, 1990).

Gambar 12. Penyebaran mesoderm hasil ingresi ke seluruh arah pada blastoderm
(Lestari, 2013)

Ingresi sel-sel persumtif mesoderm tidak sejauh migrasi bakal endoderm, tidak
sampai ke lapisan hipoblas, namun tetap di dalam blatrosol dan berupa mesenkim bebas yang
tidak berkelompok. Sel-sel itu akan membentuk mesoderm intraembri, terletak di antara
ektoderm dan endoderm, kemudian menyebar ke arah lateral, posterior, dan interior. Daerah
interior untuk sementara belum mendapat mesoderm, sehingga tempat ini baru dibangun oleh
lapisan ektoderm dan endoderm. Dari permukaan, wilayah blastoderm dalam mendapat
mesoderm tampak lebih bening dan disebut sebagai proamnion.
Makin lanjut umur embrio, proamnion pun akan semakin mengecil dan akhirnya
menghilang karena sudah sama dengan wilayah lainnya pada ektoderm yaitu memiliki ketiga
lapisan lembaga. Proamnion bukanlah bakal amnion (Lestari, dkk., 2013)

18
Saat terjadinya migrasi sel-sel melalui parit primitif disebut tahap utama gastrulasi
yang merupakan saat terpenting dalam gastrulasi. Setelah wilayah persumtif semuanya
pindah ke tempat yang semestinya, maka permukaan embrio hanya terdiri atas ektoderm.
Ektoderm terus berepiboli agar dapat merangkum dan menutup yolk. Yolk pada unggas
sangatlah banyak, sel-sel yang berperan penting dalam epiboli adalah sel-sel marginal pada
perbatasan antara area pelusida dan opaka yang masih menempel pada yolk. Sel-sel marginal
ini bertautan erat dengan membran vitelin dan menyeret sel-sel lain untuk meluas. Perluasan
ektoderm terjadi serempak dalam bentuk hamparan (Lestari, dkk., 2013)

Gambar 13 .Regresi alur primitif dan pertumbuhan notokorda(Claudio, 2012)

Gambar 14. Pembentukan notokorda dan sel-sel yang bermigrasi lewat nodus Hansen
(Claudio, 2012)

19
Fase selanjutnya dari gastrulasi ialah regresi alur primitif. Alur primitif yang sudah
mencapai panjang maksimum, kira-kira 75% dari panjang blastoderm akan mulai memendek
ditandai dengan mundurnya nodus Hensen. Sel-sel nodus Hensen dan presumtif notokorda
yang beringresi dan berinvolusi lewat nodus ini, bermigrasi ke arah anterior membentuk
mesoderm kepala (mesenkim) di paling anterior dan diikuti oleh notokorda. Pembentukan
notokorda sejalan dengan melarutnya membran basal di bawahnya dan di bawah epiblas,
serta oleh adanya faktor penyebab yang dihasilkan hanya oleh nodus Hensen.
Bakal notokorda yang baru muncul dari nodus hensen ke arahinterior disebut sebagai
head process. Mundurnya nodus Hensen sejalan dengan terbentuknya notokorda bagian
posterior. Pembentukan notokorda bagian posterior bukan dengan ingresi lewat nodus Hensen
melainkan dengan berkondensasinya mesoderm yang menyebar ke bagian posterior
(Sudarwati,1990).

Gambar 15 .Pembentukan notokorda (Voiculescu, 2007)

Pada akhirnya, nodus Hensen dan alur primitif akan habis, sedangkan bagian
intraembrio akan tampak memanjang pada bagian blastoderm dan ujung posterior hingga ke
anterior. Pada akhir gastrulasi, seperti halnya pada amfibia dihasilkan ketiga macam lapisan
lembaga, notokorda, dan arkenteron tetapi masih belum terjadi pemisahan antara bagian
intraembrio dan ekstraembrio (Sudarwati, 1990).

BAB III

20
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Proses pembelahan zigot Amphioxus terjadi secara holobastik, kemudian dilanjutkan
proses blastulasi, dimana embrio mengalami segmentasi yang berlangsung secara tidak
teratur dimana blastomer-blastomer pada kutub animal membelah lebih cepat daripada
kutub vegetal.
2. Proses grastulisasi berlangsung melalui 3 tahap yaitu, Invaginasi (penonjolan ke dalam
dari suatu lapisan sel), Evaginasi (penonjolan ke luar dari suatu lapisan sel), Involusi
(gerakan membelok dari suatu lapisan luar yang tumbuh meluas sehingga lapisan ini
masuk ke dalam dan meluas ke permukaan luar).
3. Aves mempunyai tipe telur Megalesital. Pada tipe telur ini tipe pembelahan yang terjadi
adalah Meroblastik yang disebut juga tipe Partial karena sebelum satu pembelahan selesai
pembelahan tahap selanjutnya sudah terjadi.
4. Pembelahan pada embrio Aves tepatnya berada pada germinal disc, karena pembelahan
yang dilakukan hanya pada bagain inti sel yang berada pada kutub animal dan jika dilihat
dari bagian sisi atas pada saat pembelahan atau hasil morulanya berbentuk seperti
piringan (disc).
5. Aves memiliki ciri khas pada proses gastrulasinya yakni adanya daerah primitif (primitive
streak).

B. Saran
1. Diharapkan untuk penulis nantinya akan memberikan lebih banyak referensi untuk
menambah kajian maupun rujukan agar makalah lebih bermanfaat.
2. Diharapkan untuk pembaca mampu memahami proses embryogenesis pada amphioxus
dan aves.
3. Diharapkan untuk dosen matakuliah perkembangan hewan, memberikan banyak kritik
dan saran yang membangun untuk memperbaiki kesalahan maupun kekurangan dari
makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Adnan. 2008. Perkembangan Hewan. Makassar: Jurusan Biologi FMIPA UNM.

21
Ajuz, Yayan. 2012. Embryologi Amphioxus lanceolatum (Branchiostoma Lanceolatum).
(Online) (bioreferens-yajuz.co.id/Embryologi-Amphioxus-lanceolatum.pdf) Diakeses
pada 4 Februari 2014

Campbell, N.A., J.B. Reece, & L. G. Mitchell. 2010. Biologi. Edisi ke-8. Terj. Dari: Biology.
8th ed. oleh Manulu, W. Jakarta: Erlangga.

Claudio , D Stern., and Karen M. Downs. 2012. The hypoblast (visceral endoderm): an evo-
devo perspective. Development. Vol.139(6). Hal :1059-1069

Gilbert, S. F. (2000). Developmental Biology (6th edition ed.). Sunderland: Sinauer


Associates.

Gilbert, S. F. (2006). Developmental Biology. Sunderland: Sinauer Associates.

Indriawati, Sri Endah. 2013. Keanekaragaman Hewan Kordata Rendah. Malang : Universitas
Negeri Malang.

Lestari, Umi, dkk. 2013. Struktur Perkembangan Hewan II. Malang : FMIPA Universitas
Negeri Malang

Sudarwati, Sri.1990. Dasar Dasar Perkembangan Hewan. Bandung : FMIPA ITB

Sugiyanto.1996.Perkembangan hewan. Fakultas Biologi UGM:Yokyakarta.

Voiculescu, O., Federica, B., Lewis, W., Ray, E. K., and Claudio D. S. 2007. The amniote
primitive streak is defined by epithelial cell intercalation before gastrulation. Nature.
Vol.449. Hal :1049-1052

Yatim, Wildan. (1994). Reproduksi dan Embriologi. Bandung : Tarsito

22

Anda mungkin juga menyukai