Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN USAHA KESEHATAN MASYARAKAT

MINI PROJECT

PELATIHAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN POLISI RESIK DALAM


MENANGGULANGI PENYAKIT DEMAM BERDARAH
DI DUSUN SIDOKERTO
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat dalam Menempuh
Program Internsip Dokter Indonesia

Disusun Oleh :
dr. Radian Ashar Pambudi
Pendamping
dr. Esti Kurniasih
NIP. 19700328 200701 2 012

PROGRAM DOKTER INTERNSIP INDONESIA


PUSKESMAS KALASAN
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
2015

LAPORAN USAHA KESEHATAN MASYARAKAT


MINI PROJECT
PELATIHAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN POLISI RESIK DALAM
MENANGGULANGI PENYAKIT DEMAM BERDARAH
DI DUSUN SIDOKERTO

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat dalam Menempuh


Program Internsip di Puskesmas Kalasan

Disusun Oleh :
dr. Radian Ashar Pambudi

Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal

2015

Oleh :
Pendamping

dr. Esti Kurniasih


NIP. 19700328 200701 2 012

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk betina
Aedes Aegypti dan Aedes albopictus yang telah terinfeksi oleh virus dengue dari
penderita penyakit DBD sebelumnya. Kedua nyamuk Aedes ini tersebar luas di
rumah-rumah dan tempatumum di seluruh wilayah Indonesia, kecuali di tempattempat yang ketinggiannya lebih dari1000 meter di atas permukaan air laut
(Ginanjar, 2008). Demam Berdarah (DB) dan Demam Berdarah Dengue (DBD)
telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia, khususnya di
negara-negara tropis dan sub tropis. Salah satu bagian yang penting untuk
pemberantasan penyakit DBD adalah sistem surveilans

pidemoligi dan

surveilans berbasis laboratorium. Saat ini pelaporan Demam Berdarah atau


Demam Berdarah Dengue tidak standar antara negara, walaupun sudah ada
kriteria standar untuk mengdiagnosis Demam Berdarah Dengue yang telah di
keluarkan oleh World Health Organization (WHO,2005). Penyebaran penyakit
DBD secara pesat dikarenakan virus dengue semakin mudah dan banyak
menulari manusia karena didukung oleh:
1)meningkatnya

mobilitas

penduduk

karena

semakin

baiknya

saranatransportasi di dalam kota maupun antar daerah.


2) kebiasaan masyarakatmenampung air bersih untuk keperluan sehari-hari,
apalagi penyediaan air bersih belum mencukupi kebutuhan atau sumber yang
terbatas danletaknya jauh dari pemukiman mendorong masyarakat menampung
air dirumah masing-masing,
3) sikap dan pengetahuan masyarakat tentang pencegahan penyakit yang
masih kurang. (Soedarmo, 2005).

B. PERUMUSAN MASALAH
3

Puskesmas Kalasan merupakan Puskesmas yang wilayah cakupannya cukup


luas, Dengan wilayah cakupan yang luas, Pada musim kemarau seperti ini,
lanjutnya, kasus DB bisa tetap terus terjadi. Berdasarkan grafik Dinkes Sleman,
kasus tertinggi pada Bulan Mei 2015 tersebar di Puskesmas Kalasan, Puskesmas
Godean 1 dan 2, Puskesmas Depok 1, dan Mlati 1. tertinggi, tak menampik,
mengingat di Kalasan selalu ditemukan kasus DB setiap bulan. Upaya terus
dilakukan agar menekan angka kasus DB. Mulai dari sosialisasi gerakan 3M
hingga membentuk juru pemantau jentik (jumantik). Pelaku Jumantik di Kalasan
tak hanya orang tua tapi juga melibatkan anak-anak.
Berdasarkan pada pemaparan di atas, maka perumusan masalah dalam mini
project ini adalah Apakah terdapat kenaikan pengetahuan sebelum dan sesudah
pelatihan jumantik remaja di wilayah kerja Puskesmas Kalasan?
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari mini project ini adalah:
1. Mengkaji pengetahuan remaja karang taruna tentang penyakit demam dengue
(DF) dan demam berdarah dengue (DBD).
2. Membentuk remaja karang taruna menjadi polisi remaja yang siaga jentik
(Polisi Resik) di lingkungannya.
3. Meningkatkan peran serta remaja dalam pelaksanaan PSN-DBD dengan
memberikan penyuluhan dan pelatihan Polisi Resik
4. Membantu mengendalikan kasus demam dengue (DF) dan demam berdarah
dengue (DBD) di wilayah kerja Puskesmas Kalasan.
D. MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat yang dapat diambil dari kegiatan mini project ini adalah:
1. Dapat meningkatkan pengetahuan remaja karang taruna tentang penyakit
demam dengue (DF) dan demam berdarah dengue (DBD).
2. Terbentuk kaderpolisi remaja siaga jentik (Polisi Resik)

3. Miningkatkan peran serta seluruh masyarakat, dibantu oleh para kader


jumantik remaja untuk sadar akan upaya kesehatan di lingkungan sekitarnya.
4. Membantu Puskesmas dalam hal pengendalian penyakit demam dengue (DF)
dan demam berdarah dengue (DBD).

BAB II
LANDASAN TEORI
A. DENGUE
DEFINISI
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue
hemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang
disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis
hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga
tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berarah
dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.
ETIOLOGI
Demam dengue (DF) dan demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh
virus dengue yang termasuk dalam genus Flavivirus. Virus ini memiliki 4
serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semua dapat
menyebabkan DF maupun DBD. Keempatnya terdapat di Indonesia tetapi
serotipe DEN-3 yang paling sering ditemukan menginfeksi masyarakat.
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue,
yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Falvivirus
merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai
tunggal dengan berat molekul 4x106.
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue.
Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe
terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotipe dengue dengan Flavivirus lain
seperti Yellow Fever, Japanese enchepalitis dan West Nile virus.
Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia
seperti tikus, kelinci, anjing, kelelawar dan primata. Survey epidemiologi pada
6

hewan ternak didapatkan antibodi terhadap virus dengue pada hewan kuda, sapi
dan babi. Penelitian pada artropoda menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi
pada nyamuk genus Aedes (Stegomyia) dan Toxorhynchites.

EPIDEMIOLOGI
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat
dan Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh
wilayah tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000
penduduk (1989 hingga 1995); dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar
biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas
DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.
Sebagai negara yang terletak pada iklim tropis. Indonesia rentan terhadap
berbagai penyakit infeksi, termasuk DF dan DBD. Beberapa faktor diketahui
berkaitan erat dengan peningkatan transmisi penularan penyakit DF maupun
DBD, yaitu:
1. Vektor
Dalam hal ini meliputi perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit,
jumlah vektor, dan transportasi vektor.
2. Penjamu
Meliputi adanya penderita di lingkungan kaluarga maupun sekitar, mobilisasi
dan kontak dengan nyamuk, usia, dan jenis kelamin.
3. Lingkungan
Mencakup komponen curah hujan, suhu, sanitasi, dan kepadatan penduduk.
PATOGENESIS
Perjalanan virus dengue dimulai dari saat nyamuk menghisap darah manusia
yang terinfeksi virus dengue. Kemudian virus akan masuk ke dalam lambung
nyamuk dan bereplikasi untuk kemudian menyebar ke seluruh tubuh nyamuk

termasuk ke dalam kelenjar air liur dan mulut penusuknya. Pada saat menggigit,
virus dengue akan masuk ke dalam tubuh manusia yang digigitnya dan
menimbulkan infeksi.
Pada saat terinfeksi dengan virus dengue, terjadi dua perubahan patofisiologis
yang cukup mencolok, yaitu:
1. Meningkatnya permeabilitas kapiler yang mengakibatkan bocornya plasma,
hipovolemia, dan kemudian dapat terjadi syok. Pada DBD dapat terjadi
kebocoran plasma ke dalam rongga pleura dan peritoneal. Kebocoran plasma
terjadi singkat antara 24-48 jam.
2. Hemostasis abnormal yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopeni dan
koagulopati yang mendahului terjadinya manifestasi perdarahan.
Respon imun humoral dan seluler berperan dalam infeksi penyakit ini. Respon
humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi
virus, sitolisis yang dimediasi komplemen, dan sitotoksisitas yang dimediasi
antibodi. Limfosit T, baik CD4 maupun CD8 berperan dalam respon imun
seluler. Monosit dan makrofag bertugas untuk mefagositosis virus dengan
opsonisasi antibodi. Selain itu, aktivasi komplemen oleh kompleks imun
menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a.
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis dari penyakit ini dapat berupa demam, nyeri otot, dan
perdarahan. Fase demam biasanya dirasakan selama 2-7 hari yang diikuti oleh
fase kritis selama 2-3 hari. Pada fase kritis, pasien akan mengalami penurunan
suhu dari yang sebelumnya demam. Akan tetapi jika tetap dibiarkan, pasien dapat
jatuh pada kondisi syok.

DIAGNOSIS
Demam Dengue (DD) merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, yang
ditandai dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:
1. Sakit kepala
2. Mialgia/arthralgia
3. Nyeri retroorbita
4. Ruam kulit
5. Manifestasi perdarahan (petekie atau uji tourniquet positif)
6. Lekopenia
DemamBerdarah Dengue (DBD) berdasarkan criteria dari WHO tahun 1997
dapat ditegakan jika terdapat kriteria sebagai berikut:
1. Demam atau riwayat dengan akut antara 2-7 hari, biasanya bersifat bifasik.
2. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:
a. Uji bending positif
b. Ptekie, ekimosis, ataupurpura
c. Perdarahan mukosa (epistaksis atau perdarahan pada gusi) atau
perdarahan dari tempat lain
d. Hematemesis atau melena
3. Trombositopenia (jumlah trombosit< 100.000/ul)
4. Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma),
misalnya:
a. Peningkatan hematocrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur
dan jenis kelamin
b. Penurunan

hematocrit

>20%

setelah

mendapat

terapi

cairan,

dibandingkan dengan nilai hematocrit sebelumnya


c. Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, ascites atau hipoproteinemia
PENATALAKSANAAN
Meskipun penyakit ini dapat menimbulkan kematian yang fatal, namun tidak
ada terapi spesifik untuk mengobati penyakit ini. Prinsip utamanya adalah
memberikan terapi suportif dan simptomatis. Pemeliharaan volume cairan
9

merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus dengue.Proses


kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi antara
hari ke 4 hingga 6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran
plasma akan berkurang dan cairan akan kembali dari ruang interstitial ke
intravaskular. Terapi cairan pada kondisi tersebut secara bertahap dikurangi.
Selain pemantauan untuk menilai apakah pemberian cairan sudah cukup atau
kurang, pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya kelebihan cairan serta
terjadinya efusi pleura ataupun asites yang massif perlu selalu diwaspadai.
Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersama
dengan Divisi Penyakit Tropik dan Divisi Hematologi dan Onkologi Medik
Fakultas

Kedokteran

Universitas

Indonesia

telah

menyusun

protokol

penatalaksanaan penyakit dengue pada dewasa, yaitu:


1. Protokol 1: Penanganan tersangka DBD tanpa syok.

2. Protokol 2: Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat

10

3. Protokol 3: Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%

11

4. Protokol 4: Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa


Pemberian infuse cairan tetap seperti keadaan tanpa syok. Pemeriksaan
tekanan darah, nadi,

pernapasan, dan jumlah urin dilakukan sesering

mungkin (tiap 4-6 jam). Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis
dan laboratories didapatkan tanda-tanda koagulasi intravascular diseminata.
Transfusi darah diberikan jika terjadi perdarahan masif.
5. Protokol 5: Tata laksana sindroma syok dengue pada dewasa

12

B. PENGETAHUAN
DEFINISI
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya. Dengan sendirinya, pada waktu
penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan sangat dipengaruhi oleh
intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Pengetahuan seseorang terhadap

13

objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besar,
pengetahuan memiliki 6 tingkat, yaitu:
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai recall atau memanggil memori yang telah ada
sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Untuk dapat mengetahui atau
mengukur bahwa orang itu tau sesuatu atau tidak, biasanya digunakan
pertanyaan.
b. Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak
sekedar

dapat

menyebutkan,

tetapi

orang

tersebut

harus

dapat

menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.


c. Aplikasi (application)
Aplikasi adalah apabila orang telah memahami objek yang dimaksud, dapat
menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada
situasi yang lain.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau
memisahkan, kemudian mencari hubungan atara komponen-komponen yang
terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa
pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila
orang tersebut telah dapat membedakan atau memisahkan, mengelompokkan,
membuat diagram atau bagan terhadap pengetahuan atas objek tersebut.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau
meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen
pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang
telah ada.
f. Evaluasi (evaluation)

14

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan


justifikasi atau penilaian terhadap suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau
norma-norma yang telah berlaku di masyarakat.
Terdapat dua faktor penting yang mempengaruhi tingkat pengetahuan
seseorang, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
a. Faktor internal
Faktor internal meliputi intelegensia yang merupakan kemampuan yang
dibawa sejak lahir, pendidikan yang merupakan proses pembelajaran untuk
memperoleh suatu pengetahuan, pengalaman yang merupakan cara untuk
mengetahui kebenaran pengetahuan, umur, tempat tinggal, pekerjaan, dan
status sosial ekonomi.
b. Faktor eksternal
Yang termasuk dalam faktor eksternal adalah lingkungan di sekitar tempat
tinggal, budaya, informasi dan media massa.
Pengetahuan tentang kesehatan adalah mencakup apa yang diketahui seseorang
terhadap cara memelihara kesehatan. Seseorang harus memiliki pengetahuan
tentang penyakit (jenis penyakit, tanda, gejalla, penyebab, cara penularan, dan
cara mengatasinya), pengetahuan tentang faktor-faktor yang terkait atau
mempengaruhi kesehatan (gizi, makanan, pembuangan sampah, perumahan
sehat, dll), pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan, pengetahuan untuk
menghindari kecelakaan, pencegahan penyakit, dsb.

15

BAB III
METODE PENELITIAN
A. RANCANGAN PENELITIAN
Rancangan penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik. Penelitian
dilakukan bersamaan dengan kegiatan penyuluhan dan pelatihan remaja Karang
Taruna Dusun Sidokerto.
B. SASARAN PROGRAM
Peserta program penyuluhan dan pelatihan Polisi Resik (Remaja Siaga Jentik)
adalah perwakilan Remaja Karang Taruna Dusun Sidokerto yang bertempat
tinggal di RT 3. Pemilihan para remaja sebagai sasaran program penyuluhan
dikarenakan para remaja dianggap memiliki semangat muda dan energi yang
cukup banyak untuk mengemban tugas sebagai kader siaga jentik. Dilibatkannya
para remaja dalam program ini diharapkan mereka dapat secara dini
memperhatiakn kesehatan lingkungan di sekitar tempat tinggal mereka dan
memiliki tanggung jawab untuk menjaga kesehatan warga yang tinggal di sekitar
rumah mereka.
C. PELAKSANAAN PROGRAM
1. Topik pelatihan
Topik pelatihan Polisi Resik yang diberikan kepada para remaja adalah
tentang Penyakit Demam Berdarah dan Pelatihan Polisi Resik (Polisi Remaja
Siaga Jentik)
2. Tempat pelatihan
Pelatihan, penyuluhan, dan pengambilan data dilaksanakan di Puskesmas
Kalasan, Dusun Sidokerto, Kelurahan Purwomartani, Kecamatan Sleman
pada bulan November 2015.
3. Fasilitator dan Narasumber
Fasilitator pelatihan Polisi Resik adalah petugas kesehatan dari Puskesmas
Kalasan yakni dokter internsip, Perkumpulan Remaja Karang Taruna Dusun
16

Sidokerto, serta Bapak Kepala Dusun, Bapak Lurah, dan Bapak Camat.
Narasumber dalam pelatihan Polisi Resik adalah petugas Puskesmas Kalasan
yang

memegang

program dan

dokter

internsip

yang

memberikan

pengetahuan seputar demam berdarah dan kegiatan pemberantasan sarang


nyamuk yang akan mereka aplikasikan di lingkungan mereka.
4. Instrumen pelatihan
a. Rumah Ketua Karang Taruna Dusun Sidokerto
b. Ruangan Aula Puskesmas Kalasan
c. Laptop
d. Proyektor
e. Kamera
f. Lembar Pretes dan Postest
g. Alat tulis
h. Print out pedoman penyakit demam berdarah dan kegiatan Polisi Resik
i. Tabel penilaian rumah bebas jentik
j. Senter
k. Pin penanda kader Polisi Resik
5. Pelaksanaan pelatihan
Penyuluhan dan pelatihan dilaksanakan pada tanggal 8 November 2015
dimulai pada pukul 18.30 WIB sampai dengan pukul 21.00 WIB. Serta pada
tanggal 15 November 2015 pada pukul 09.00 WIB sampai dengan pukul
13.00 WIB dan diakhiri dengan pembagian hadiah bagi peserta yang
mendapatkan nilai pre test dan post test tertinggi.
D. EVALUASI PROGRAM
Untuk memantau pelaksanaan dan dampak pelaksanaan program Polisi Resik
perlu dilakukan monitoring dan evaluasi secara berkala dan berkesinambungan.
Perlu dibuat kesepakatan antara para kader Polisi Resik dan Puskesmas untuk
melakukan evaluasi berkala di lingkungan RT.

17

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
Mini project pelatihan kader Polisi Resik menggunakan kuisioner yang terdiri
dari 10 pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelatihan yang akan diberikan.
Pembagian kuisioner dilaksanakan dua kali sebagai pretest dan posttest. Dari
kuisioner yang telah dibagikan, didapatkan hasil sebagai berikut:
N
O
1
2
3
4
5
6

Nama

Pekerjaan

Pretest

Postest

Progres

Annisa
Niky Ugi
Bayu T
Cindy
Endang
David
Rata-Rata

Pelajar
Mahasiswi
Mahasiswa
Pelajar
Mahasiswi
Pelajar

55
45
45
40
60
70
52.5

90
95
95
80
95
90
90.83

35
50
50
40
35
20
38.3

B. PEMBAHASAN
a. Mengetahui tingkat pengetahuan Polisi RESIK sebelum dan sesudah
dilakukan penyuluhan DBD
Pretest yang dilakukan pada awal acara pelatihan bertujuan untuk mengetahui
pengetahuan dasar (prior knowledge) para peserta. Sedangkan post test yang
dilakukan pada akhir acara bertujuan untuk mengevaluasi pengetahuan para kader
remaja tentang materi yang telah diberikan. Berdasarkan hasil dari perhitungan nilai
pretest dan postest diketahui bahwa rata-rata nilai pretest remaja karang taruna RT 03
adalah 52.5 dan nilai rata posttest remaja karang taruna RT 03 adalah 90.83.
Didapatkan nilai posttest lebih tinggi daripada nilai pretest dengan selisih rata-rata
38,3 poin. Jadi bisa ditarik kesimpulan bahwa dengan adanya penyuluhan ini
pengetahuan polisi resik akan meningkat
b. Mengetahui efektivitas dan pengetahuan penyuluh terhadap respon dari
Polidi Resik
18

Dari hasil kerja lapangan untuk pelatihan Polisi Resik, didapatkan hasil pretest
dan posttest yang berbeda antara Polisi Resik masing-masing. Dan diketahui bahwa
Polisi Resik yang memiliki nilai pretest dan posttest yang baik, ternyata tidak
memliki hubungan yang signifikan dengan keterampilan penyuluh dalam
memberikan pelatihan . Hal ini lebih berhubungan dengan nilai rata rata
kelas(ex:David salah satu rangking 10 besar dikelasnnya) dan kondisi lingkungan
yang mendukung saat pelatihan berlangsung, seperti koordinasi yang baik dengan
guru, ketertiban Polisi Resik saat mendengarkan materi, media audio visual, serta
keaktifan Polisi Resik saat bertanya kepada penyuluh.
c. Mengetahui kepatuhan Polisi Resik dalam mengisi lembar jumatik
Dalam pengumpulan lembar jumatik para Polisi Resik telah patuh mengisi
lembar jumantik,dibuktikan dengan jumlah yang dikumpul saat pemyuluhan
sedang berlangsung.
Disini kami juga menilai bagaimana tingkat pemahaman dan
keakuratan para Polisi Resilk dalam mengisi lembar jumantik. Kami
menilainya dengan beberapa kriteria sebagai berikut, yaitu :
1. Terdapatnya nama petugas jumantikid
2. Ada 6 nomor yang diperiksa (hari Senin memeriksa rumah petugas dan
tetangga kanan, hari Rabu memeriksa rumah petugas dan tetangga kiri, hari
Jumat memeriksa rumah petugas dan sekolah petugas.)
3. Tanggal dan hari pemeriksaan benar
Dari kriteria yang disebut diatas kami bisa memilih sampel yang menjadi
tujuan kami untuk survey lapangan. Dari hasil kerja evaluasi pengumpulan
lembar Jumatikid dengan keakuratan pemeriksaan jentik di lapangan
berbanding

lurus

dengan

tingkat

prestasi

Polisik

Resik

terhadap

pretestnya.Keakuratan dalam pengisian lembar Jumantik ini juga berbanding


lurus dengan tingkat prestasi post testnya.

19

Berikut adalah tabel hasil perhitungan menggunakan SPSS dengan metode


Wilcoxon test.

Wilcoxon
Ranks
N
a

post - pre Negative Ranks 0

Positive Ranks 6b
Ties

0c

Total

Mean Rank

Sum of Ranks

.00

.00

3.50

21.00

a. post < pre


b. post > pre
c. post = pre
Test Statisticsb
post pre
Z
-2.214a
Asymp. Sig. (2-tailed) .027
a. Based on negative ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test

Lihat di Asymp. Sig. (2-tailed). Karena signifikansi < 0,05, maka berbeda
signifikan. Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan Wilcoxon tes,
didapatkan hasil p<0,05 yaitu p=0.027. Artinya terdapat perbedaan yang
signifikan antara pengetahuan para kader Polisi Resik sebelum dan setelah
pelatihan. Hal tersebut mencerminkan bahwa para kader antusias menyimak
materi pelatihan dan dapat menerima materi pelatihan dengan baik.Ini menjadi

20

pertanda positif karena mereka sudah cukup terbekali dengan pengetahuan


mendasar mengenai apa dan bagaimana menjadi kader Polisi Resik. Dengan
penilaian tersebut, para kader Polisi Resik dinilai sudah cukup siap untuk terjun
ke masyarakat menjadi kader jumantik remaja.
Para kader Polisi Resik diberikan pin pengenal dan dibekali sebuah senter
untuk melihat keberadaan jentik di rumah warga. Diharapkan dengan dua alat
tersebut dapat membantu pada kader untuk terus melaksanakan tugasnya dengan
bersemangat.

21

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
d. KESIMPULAN
Dari hasil mini project yang telah dilakukan. Dapat disimpulkan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan antara pengetahuan para kader Polisi Resik
sebelum dan setelah pelatihan. Hal tersebut mencerminkan bahwa para kader
antusias menyimak materi pelatihan dan dapat menerima materi pelatihan dengan
baik.Ini menjadi pertanda positif karena mereka sudah cukup terbekali dengan
pengetahuan mendasar mengenai apa dan bagaimana menjadi kader Polisi Resik.
Dengan penilaian tersebut, para kader Polisi Resik dinilai sudah cukup siap untuk
terjun ke masyarakat menjadi kader jumantik remaja.
Kader Polisi Resik RT 03 sudah dapat terjun ke masyarakat di lingkungannya
sebagai jumantik remaja berbekal pengetahuan yang diperoleh dari pelatihan.
e. SARAN
Agar pemantauan jentik yang berkesinambungan dapat berjalan sesuai dengan yang
diharapkan, perlu dilakukan motivasi kepada ketua RT dan kader jumantik secara
berkesinambungan.

Keterlibatan

petugas

kesehatan

sangat

diperlukan

untuk

memberdayakan masyarakat dalam pemantauan jentik secara berkala. Lalu untuk tolak
ukur data angka kejadian penyakit DBD maka pihak puskesmas dapat menyediakan
fasilitas laboratorium lengkap untuk menunjang dignosis penyakit DBD. Untuk
mencapai Angka Bebas Jentik pada wialayah kerja puskesmas Talang Padang peneliti
menyarankan perekrutan kader Juru Pemantau Jentik ( JUMANTIK ) resmi yang
memenuhui kriteria dari Departemen Kesehatan 2012

Perlu diadakan evaluasi berkala terhadap para kader Polisi Resik untuk
mengetahui permasalahan dan kendala yang ditemukan di lapangan. Perlu
diadakan pendampingan kepada para remaja dalam melaksanakan tugastugasnya.

22

LAMPIRAN

23

24

25

26

27

Anda mungkin juga menyukai