Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan suatu penyakit epidemik akut yang
disebabkan oleh virus yang ditransmisikan oleh Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
Penderita yang terinfeksi akan memiliki gejala berupa demam ringan sampai tinggi,
disertai dengan sakit kepala, nyeri pada mata, otot dan persendian, hingga perdarahan
spontan (WHO, 2010)
Penyakit endemik ini pertama kali didata dan dilaporkan terjadi pada tahun 19531954 di Filipina. Sejak itu, penyebaran DBD dengan cepat terjadi ke sebagian besar
negara-negara Asia Tenggara, termasuk di Indonesia (WHO, 2010).
Insidensi demam berdarah dengue meningkat secara dramatis di seluruh dunia
dalam beberapa dekade ini. Diperkirakan, saat ini di seluruh dunia sekitar 2,5 milyar
orang memiliki resiko terkena demam dengue. Mereka terutama tinggal di daerah
perkotaan negara-negara tropis dan subtropis. Diperkirakan saat ini sekitar 50 juta kasus
demam dengue ditemukan setiap tahun, dengan 500.000 kasus memerlukan penanganan
di Rumah Sakit. Dari kasus di atas, sekitar 25.000 jumlah kematian terjadi setiap
tahunnya (WHO, 2010).
Berdasarkan Laporan Program DBD Tahun 2012, Seksi Pemberantasan Penyakit
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, kabupaten Lamongan terdapat 312 kasus demam
berdarah dan 2 diantaranya meninggal dunia akibat penyakit tersebut dengan CFR sebesar
0,64 % yang tersebar di 27 kecamatan dan 33 puskesmas.
DBD masih menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat kecamatan Mantup.
Penemuan penderita DBD di wilayah puskesmas Mantup pada periode tahun 2013
ditemukan sebanyak 18 penderita yang tersebar dalam 12 desa dan dari kasus DBD yang
dirawat inap 100% pasien hidup. Namun pada awal 2015 dimana terjadi endemik DBD di
kecamatan Mantup , ditemukan 1 kasus meninggal dunia dengan sindroma syok demam
berdarah di dusun Sukorame, kecamatan Mantup Lamongan.
Jika pada awal masuknya DBD ke Indonesia angka kematian yang ditimbulkan
sangat tinggi, namun dengan berbagai kegiatan pengendalian yang telah dilakukan, angka
kematian tersebut dapat ditekan hingga dibawah 1% sejak tahun 2009. Situasi ini
diharapkan

tetap

dapat

dipertahankan

pada

tahun

tahun

mendatang

dengan

mengoptimalkan segala daya dan upaya pengendalian DBD.


Aplikasi dalam pemberdayaan sumber daya untuk pengendalian DBD yaitu
dengan pembentukan Juru Pemantau Jentik atau Jumantik yang anggotanya adalah para
kader dari masyarakat. Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) merupakan cara
1

pengendalian vektor sebagai salah satu upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya
penularan penyakit DBD mengingat obat untuk membunuh virus dengue hingga saat ini
belum ditemukan dan vaksin untuk mencegah penularan DBD masih dalam tahap uji
coba. Kampanye PSN sudah digalakkan pemerintah dengan semboyan 3M yaitu
menguras tempat penampungan air secara teratur, menutup tempat tempat
penampungan air dan mengubur barang barang bekas yang dapat menjadi sarang
nyamuk (Depkes RI,tt).
Untuk menjadi jumantik, pihak puskesmas, bidan desa dan dokter internship
melatih mereka untuk menjaga kebersihan dan lingkungan sekitar dan melakukan
pemantauan jentik nyamuk secara sukarela di wilayah sekitarnya serta melakukan
pelaporan ke bidan desa dan puskesmas secara rutin dan berkesinambungan. Sehingga
diharapkan mereka bias mengetahui adanya jentik jentik di lingkungan sekitarnya dan
menggugah perilaku hidup sehat masyarakat di sekitarnya.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka pada laporan ini akan dikaji
mengenai perkembangan jumantik di dusun Sukorame, Kecamatan Mantup, Lamongan.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Mengapa masyarakat dusun Sukorame, kecamatan Mantup Lamongan berpotensi
menjadi Jumantik ?
1.2.2 Bagaimana cara mengelola masyarakat di dusun Sukorame, kecamatan Mantup
Lamongan untuk menjadi Jumantik ?
1.2.3 Bagaimana peran kader selaku Jumantik di dusun Sukorame, kecamatan Mantup
Lamongan ?
1.2.4 Bagaimana hasil yang sudah diperoled dari pengembangan Jumantik di dusun
Sukorame, kecamatan Mantup, Lamongan ?
1.2.5 Apakah kendala yang dihadapi dalam pengembangan kader Jumantik di dusun
Sukorame, Kecamatan Mantup, Lamongan?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Melalui Juru Pemantau Jentik (Jumantik) untuk menurunkan populasi nyamuk
penular DBD serta jentiknya dengan meningkatkan peran serta masyarakat dalam
pemberantasan sarang nyamuk dengan gerakan 3M plus.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk di
wilayah Kecamatan Mantup
2. Meningkatkan pengetahuan dan menggugah masyarakat untuk memperhatikan
tempat tempat yang berpotensi untuk perkembangbiakan nyamuk penular DBD
2

3. Untuk mengetahui kepadatan jentik nyamuk penular DBD secara berkala dan
terus menerus sebagai indicator keberhasilan PSN DBD oleh masyarakat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Demam Dengue
2.1.1 Definisi
Demam Berdarah Dengue adalah salah satu penyakit di daerah tropis yang di
sebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti (betina). Ditandai
dengan demam mendadak 2 sampai 7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah, lesu,
gelisah, dan nyeri ulu hati.
1. Probable
- Demam tinggi mendadak
- Ditambah 2 atau lebih gejala penyerta :
o Nyeri kepala
o Nyeri belakang bola mata
o Nyeri otot dan tulang
o Ruam kulit
o Manifestasi perdarahan
o Leucopenia
o Uji HI > 1280 atau IgM/IgG positif
o Didaerah tempat tinggal ada kasus konfirmasi
2. Confirmed / diagnosis pasti
Kasus yang telah dikonfirmasi dengan criteria laboratories sebagai berikut :
- Isolasi virus dengue dari serum atau sampel otopsi
- Peningkatan titer antibody 4 kali pada pasangan serum akut dan konvalesen
- Positif antigen virus dengue pada pemeriksaan otopsi jaringan, serum atau cairan
serebrospinal dengan metode immunochemistry, immunofluoressence atau ELISA
- Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR) positif
3. Reportable
Setiap kasus DD baik yang probable atau confirmed harus dilaporkan ke Dinas
Kesehatan
Definisi kasus Demam Berdarah Dengue (DBD)
1. Klinis
Gejala klinis berikut harus ada yaitu:
a) Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus
selama 2-7 hari
b) terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan:
uji tourniquet positif
petekie, ekimosis, purpura
perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
hematemesis dan atau melena
c) pembesaran hati
4

d) syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki
dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien nampak gelisah
2. laboratorium
a. trombositopenia (100.000/l atau kurang)
b. adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler, dengan
manifestasi hemokonsentrasi sebagai berikut:
peningkatan hematokrit 20%
penurunan hematokrit 20% dari nilai standar, setelah dilakukannya penggantian
volume plasma.
2.1.2 Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan
diameter 30nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 106.
Terdapat 4 serotipe virus tipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue keempat
serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat
reaksi silang antara serotype dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese
encephalitis dan West Nile virus .

2.1.3

Patogenesis dan Patofisiologi


DBD terjadi pada sebagian kecil pasien demam berdarah. Meskipun DBD dapat

terjadi pada pasien yang mengalami infeksi virus dengue untuk pertama kalinya, sebagian
besar kasus DBD terjadi pada pasien dengan infeksi sekunder. Hubungan antara terjadinya
DHF / DSS dan dengue sekunder merupakan infeksi yang berimplikasi pada sistem
kekebalan tubuh dalam patogenesis DBD, baik imunitas bawaan seperti sistem komplemen
dan sel NK serta imunitas adaptif termasuk humoral dan cell mediated kekebalan yang
terlibat dalam process. Peningkatan aktivasi kekebalan, khususnya selama infeksi sekunder,
menyebabkan respon sitokin yang berlebihan dapat mengakibatkan perubahan vaskular
permeabilitas. Selain itu, produk virus seperti NS1 mungkin memainkan peran dalam
mengatur pelengkap aktifasi dan permeabilitas vaskular.
5

Ciri dari DBD adalah permeabilitas pembuluh darah meningkat sehingga


menyebabkan kebocoran plasma, berkurangnya volume intravaskular, dan shock pada kasus
yang berat. Kebocoran ini unik karena ada kebocoran selektif plasma dalam rongga pleura
dan peritoneal dan periode kebocoran pendek (24-48 jam). Pemulihan syok yang cepat tanpa
gejala sisa dan tidak adanya peradangan pada pleura dan peritoneum menunjukkan perubahan
fungsional dalam integritas vaskular dari pada kerusakan struktural dari endotelium sebagai
mekanisme yang mendasari. Berbagai sitokin dengan permeabilitas meningkatkan efek yang
telah terlibat dalam patogenesis dari DHF. Namun, kepentingan relatif sitokin tersebut pada
DBD masih belum diketahui. Studi telah menunjukkan bahwa pola respon sitokin mungkin
berhubungan dengan pola persilangan T-sel-dengue yang dikenali. T-sel reaktif tampaknya
defisit fungsional dalam aktifitas sitolitiknya mengungkapkan peningkatan produksi sitokin
termasuk TNF-a, IFN-g dan chemokines.
TNF-a telah terlibat dalam beberapa manifestasi parah termasuk perdarahan dalam
beberapa hewan coba. Peningkatan permeabilitas pembuluh darah juga dapat dimediasi oleh
aktivasi sistem komplemen. Peningkatan kadar fragmen komplemen telah didokumentasikan
dalam DBD. Beberapa fragmen komplemen seperti C3a dan C5a diketahui memiliki efek
permeabilitas yang terkait. Dalam studi terbaru, para NS1 antigen virus dengue telah terbukti
dapat mengatur komplemen aktivasi dan mungkin memainkan peran dalam patogenesis
DBD.
Tingginya tingkat viral load pada pasien DBD dibandingkan dengan pasien DF telah
ditunjukkan dalam banyak penelitian. Tingkat protein virus, NS1, juga lebih tinggi pada
pasien DBD. Derajat viral load berkorelasi dengan keparahan penyakit, seperti efusi pleura
dan trombositopenia, menunjukkan bahwa beban virus dapat menjadi penentu utama
keparahan penyakit.
2.1.4

Diagnosis
Diagnosis kerja DBD meliputi dua kriteria klinis pertama (demam dan manifestasi

perdarahan) ditambah satu dari kriteria laboratorium (atau hanya peningkatan hematokrit).
Sedangkan, diagnosis confirm DBD meliputi identifikasi virus (isolasi virus, RT-PCR, deteksi
antigen) dan, atau peningkatan titer antibody 4 kali pada pasangan serum akut dan
konvalesen.
2.1.5

Terapi

Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan simtomatis. Penatalaksanaan
ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma dan memberikan
terapi substitusi komponen darah bilamana diperlukan. Dalam pemberian terapi cairan, hal
terpenting yang perlu dilakukan adalah pemantauan, baik secara klinis maupun laboratoris.
Proses kebocoran

plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi

antara hari ke 4 hingga 6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma
akan berkurang dan cairan akan kembali dari ruang interstitial ke intravaskular. Terapi cairan
pada kondisi tersebut secara bertahap dikurangi.
Selain pemantauan untuk menilai apakah pemberian cairan sudah cukup atau kurang,
pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya kelebihan cairan serta terjadinya efusi pleura
ataupun asites yang masif perlu selalu diwaspadai.
Terapi nonfarmakologis yang diberikan meliputi tirah baring (pada trombositopenia
yang berat) dan pemberian makanan dengan kandungan gizi yang cukup, lunak dan tidak
mengandung zat atau bumbu yang mengiritasi saluaran cerna.
Sebagai terapi simptomatis, dapat diberikan antipiretik berupa parasetamol, serta obat
simptomatis untuk mengatasi keluhan dispepsia. Pemberian aspirin ataupun obat
antiinflamasi nonsteroid sebaiknya dihindari karena berisiko terjadinya perdarahan pada
saluran cerna bagaian atas (lambung/duodenum). Protokol pemberian cairan sebagai
komponen utama penatalaksanaan DBD dewasa mengikuti 5 protokol, mengacu pada
protokol WHO.
Protokol ini terbagi dalam 5 kategori,sebagai berikut:
1. Penanganan tersangka DBD tanpa syok

2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat

3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%

4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa


9

10

5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa

Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam terapi cairan khususnya pada
penatalaksanaan demam berdarah dengue pertama adalah jenis cairan dan kedua adalah
11

jumlah serta kecepatan cairan yang akan diberikan. Karena tujuan terapi cairan adalah untuk
mengganti kehilangan cairan di ruang intravaskular, pada dasarnya baik kristaloid ( ringer
laktat, ringer asetat, cairan salin ) maupun koloid dapat diberikan. WHO menganjurkan
terapi kristaloid sebagai cairan standar pada terapi DBD karena dibandingkan dengan koloid,
kristaloid lebih mudah didapat dan lebih murah. Jenis cairan yang ideal yang sebenarnya
dibutuhkan dalam penatalaksanaan antara lain memiliki sifat bertahan lama di intravaskular,
aman dan relatif mudah diekskresi, tidak mengganggu sistem koagulasi tubuh, dan memiliki
efek alergi yang minimal.
Secara umum, penggunaan kristaloid dalam

tatalaksana DBD aman dan efektif.

Beberapa efek samping yang dilaporkan terkait dengan penggunaan kristaloid adalah edema,
asidosis laktat, instabilitas hemodinamik dan hemokonsentrasi. Kristaloid memiliki waktu
bertahan yang singkat di dalam pembuluh darah.
Pemberian larutan RL secara bolus (20 ml/kg BB) akan menyebabkan efek
penambahan volume vaskular hanya dalam waktu yang singkat sebelum didistribusikan ke
seluruh kompartemen interstisial (ekstravaskular) dengan perbandingan 1:3, sehingga dari 20
ml bolus tersebut dalam waktu satu jam hanya 5 ml yang tetap berada dalam ruang
intravaskular dan 15 ml masuk ke dalam ruang interstisial.

Namun demikian, dalam

aplikasinya terdapat beberapa keuntungan penggunaan kristaloid antara lain mudah tersedia
dengan harga terjangkau, komposisi yang menyerupai komposisi plasma, mudah disimpan
dalam temperatur ruang, dan bebasdari kemungkinan reaksianafilaktik.
Dibandingkan cairan kristaloid, cairan koloid memiliki beberapa keunggulan yaitu:
pada jumlah volume yang sama akan didapatkan ekspansi volume plasma (intravaskular)
yang lebih besar dan bertahan untuk waktu lebih lama di ruang intravaskular. Dengan
kelebihan ini, diharapkan koloid memberikan oksigenasi jaringan lebih baik dan
hemodinamik terjaga lebih stabil.
Beberapa kekurangan yang mungkin didapatkan dengan penggunaan koloid yakni
risiko anafilaksis, koagulopati, dan biaya yang lebih besar. Namun beberapa jenis koloid
terbukti memiliki efek samping koagulopati dan alergi yang rendah (contoh: hetastarch).
Penelitian cairan koloid dibandingkan kristaloid pada sindrom renjatan dengue (DSS)
pada pasien anak dengan parameter stabilisasi hemodinamik pada 1 jam pertama renjatan,
memberikan hasil sebanding pada kedua jenis cairan. Sebuah penelitian lain yang menilai
efektivitas dan keamanan penggunaan koloid pada penderita dewasa dengan DBD derajat 1
dan 2 di Indonesia telah selesai dilakukan, dan dalam proses publikasi.

12

Jumlah cairan yang diberikan sangat bergantung dari banyaknya kebocoran plasma
yang terjadi serta seberapa jauh proses tersebut masih akan berlangsung. Pada kondisi DBD
derajat 1 dan 2, cairan diberikan untuk kebutuhan rumatan (maintenance) dan untuk
mengganti cairan akibat kebocoran plasma. Secara praktis, kebutuhan rumatan pada pasien
dewasa dengan berat badan 50 kg, adalah sebanyak kurang lebih 2000 ml/24 jam; sedangkan
pada kebocoran plasma yang terjadi seba-nyak 2,5-5% dari berat badan sebanyak 1500-3000
ml/24 jam. Jadi secara rata-rata kebutuhan cairan pada DBD dengan hemodinamik yang
stabil adalah antara 3000-5000 ml/24 jam. Namun demikian, pemantauan kadar hematokrit
perlu dilakukan untuk menilai apakah hemokonsentrasi masih berlangsung dan apakah
jumlah cairan awal yang diberikan sudah cukup atau masih perlu ditambah.
Pemantauan lain yang perlu dilakukan adalah kondisi klinis pasien, stabilitas
hemodinamik serta diuresis. Pada DBD dengan kondisi hemodinamik tidak stabil (derajat 3
dan 4) cairan diberikan secara bolus atau tetesan cepat antara 6-10 mg/kg berat badan, dan
setelah hemodinamik stabil secara bertahap kecepatan cairan dikurangi hingga kondisi benarbenar stabil. Pada kondisi di mana terapi cairan telah diberikan secara adekuat, namun
kondisi hemodinamik belum stabil, pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu
dilakukan untuk menilai kemungkinan terjadinya perdarahan internal.
2.2 Tindakan Pencegahan yang Dilakukan Kepada Masyarakat
2.2.1

Penyuluhan
Penyuluhan dilakukan dengan maksud untuk menyampaikan informasi dan

pengetahuan kepada masyarakat tentang penyakit DBD, bagaimana cara mencegah dan
memberantas penyakit demam berdarah yang lebih efektif, yaitu melalui pemberantasan
sarang nyamuk demam berdarah (PSN-DBD) dengan 4 M-Plus.
Manfaat dari kegiatan penyuluhan adalah menambah pengetahuan masyarakat yang
pada akhirnya mau dan mampu secara bersama sama dan terus menerus berperan aktif
melakukan pemberantasan sarang nyamuk ( PSN ) dengan 4 M-plus.
2.2.2

Pemantauan Jentik Berkala


Pemantauan jentik berkala kegiatan untuk melihat situasi kepadatan jentik pada

tempat penampungan air di rumah/bangunan milik masyarakat maupun tempat tempat umum
oleh kader Juru Pemantau Jentik (Jumantik) dusun Sukorame Kecamatan Mantup, sehingga
13

dapat meningkatkan kewaspadaan dini agar masyarakat terhindar dari penularan penyakit
Demam Berdarah Dengue.
Jumantik merupakan kader yang berasal dari masyarakat dan bertugas melakukan
pemantauan & pemeriksaan jentik tempat-tempat penampungan air di lingkungan
masyarakat secara berkala dan terus-menerus, memberikan penyuluhan serta menggerakkan
masyarakat dalam melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk DBD.
Manfaat jumantik adalah memantau dan memberantas jentik-jentik nyamuk demam
berdarah yang ada dilingkungan masyarakat serta memotivasi dan menggerakkan masyarakat
untuk berperan serta dalam melakukan PSN-DBD, sehingga diharapkan populasi jentik
nyamuk demam berdarah yang ada di lingkungan masyarakat menjadi berkurang.
2.2.3 Pemberantasan Sarang Nyamuk ( PSN )
Kegiatan dimaksud adalah pelaksanaan pemberantasan sarang nyamuk ( PSN ) secara
bersama sama pada waktu yang bersamaan ( serentak ) oleh semua lapisan masyarakat baik
pemerintah maupun swasta. Sehingga kegiatan ini dapat memotivasi dan menggerakkan
masyarakat untuk berperan serta dalam melakukan

PSN-DBD secara mandiri dan

berkesinambungan.
2.2.4 Larvasidasi Selektif
Larvasidasi dilakukan pada tempat penampungan air yang susah dikuras/dibersihkan
dan 20 rumah penyelidikan epidemiologi.
Manfaat kegiatan Larvasidasi adalah memberantas jentik-jentik nyamuk demam
berdarah dengan menggunakan bubuk abate terutama di daerah yg banyak menampung
air/susah air dan pada penampungan air terbuka yang susah dikuras/dibersihkan.
2.2.5 Fogging dengan Insektisida
Pengasapan dilakukan sesuai dengan kesimpulan analisis dari kegiatan penyelidikan
epidemiologi penyakit DBD di tempat tinggal penderita dan lingkungan sekitarnya.
Pengasapan

( fogging ) dilakukan oleh petugas puskesmas bekerjasama dengan pejabat

14

lingkungan dusun Sukorame Kecamatan Mantup. Petugas penyemprot adalah petugas harian
lepas yang terlatih didampingi petugas puskesmas dan dokter intership
Persyaratan Fogging dengan insektisida :

Adanya penderita positif DBD berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium dan

laporan (SO) dari Rumah Sakit/Klinik/BP/Puskesmas.

Didukung hasil penyelidikan epidemiologi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan

yang telah terlatih dengan ditemukannya penderita demam tanpa sebab minimal 3 orang dan
atau tersangka penderita DBD serta ditemukan positif jentik Aedes ( 5 % ) dari
rumah/bangunan disekitar rumah penderita.
Kegiatan fogging focus ini bertujuan memutus rantai penularan dengan membunuh
nyamuk dewasa yang sudah mengandung virus dengue dengan radius 100 M dari rumah
penderita. Tetapi kegiatan fogging ini bukan merupakan solusi utama untuk pencegahan DBD
selain itu fogging tersebut harus dilakukan oleh tenaga khusus dan terampil karena obat
(insektisida) yang digunakan mempunyai efek samping berbahaya bagi lingkungan dan orang
yang melaksanakannya serta terjadinya resistensi terhadap nyamuk itu sendiri.
Menginggat Untuk pencegahan yang paling efektif dapat dilakukan dengan
memberantas tempat berkembang biak nyamuk demam berdarah dengue dengan berperilaku
hidup bersih dan sehat di keluarga dan dilingkungan tempat tinggal yaitu dengan cara antara
lain :
1. Membersihkan lingkungan dan rumah masing-masing setiap hari, terutama
tempat penampungan air sebagai tempat berkembangbiak nyamuk demam
berdarah dengue seperti bak mandi, drum, ban bekas, alas pot bunga,
dispenser, tempat minum burung dan lain-lain.
2. Melaksanakan kerja bakti secara teratur (satu minggu sekali) dilingkungan
masing-masing.
3. Melaksanakan Pemberantasan Sarang Nyamuk dengan 4 M PLUS :

15

MENGURAS :

Menguras

dan

menyikat

dinding

tempat

penampungan air seperti : bak mandi dan drum.

MENUTUP

: Menutup rapat-rapat tempat penampungan air

seperti : drum, tempayan dan lain-lain.

MENGUBUR : Mengubur atau menimbun barang-barang bekas


serta mengumpulkan barang-barang bekas yang dapat menampung
air dan dibuang ke tempat pembuangan sementara (TPS).

PLUS CARA LAIN : Mengganti air vas bunga seminggu sekali,


mengeringkan air di alas pot bunga, memperbaiki saluran air dan
talang air yang tidak lancar/rusak serta memasang kawat kasa atau
menggunakan obat anti nyamuk serta menggunakan kelambu untuk
menghindari dari gigitan nyamuk.

MEMANTAU

: Memantau

dan

memeriksa

tempat-tempat

penampungan air sebagai tempat berkembangbiak nyamuk aedes


aegpty seperti bak mandi, drum, ban bekas, alas pot bunga,
dispenser, tempat minum burung dan lain-lain.
2.3 Materi Penyuluhan Kader Jumantik
A. DAMPAK DBD
1. Dampak Sosial
o Kepanikan dalam keluarga
o Kematian anggota keluarga
o Berkurangnya usia harapan hidup
2. Dampak Ekonomi
o Dampak langsung
o Dampak tidak langsung
B. Pengertian Penyakit DBD (demam berdarah dengue)
Demam Berdarah Dengue adalah salah satu penyakit di daerah tropis yang di
sebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti (betina).
Ditandai dengan demam mendadak 2 sampai 7 hari tanpa penyebab yang jelas,
lemah, lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai tanda perdarahan di kulit berupa bintikbintik merah, lebam (ecchymosis) atau ruam (purpura), kadang-kadang terjadi
16

perdarahan di hidung (mimisan), berak darah, muntah bercampur darah, kesadaran


menurun atau shock.
Nyamuk ini adalah nyamuk rumah yang menggigit pada siang hari, gigitan
nyamuk itu sendiri lebih dari satu kali. Demam Berdarah hanya ditularkan melalui
nyamuk Aedes aegypti (betina) yang berkembang biak di dalam air jernih di sekitar
rumah, bukan di got / comberan yang berair kotor. Protein yang terkandung di dalam
darah diperlukan oleh nyamuk betina untuk perkembangbiakan (produksi) telurnya.
C. Siklus Penularan DBD:
Dalam Tubuh Nyamuk:
o Berkembangbiak ke seluruh tubuh termasuk ke kelenjar liur
o Bila menggigit orang lain akan dipindahkan virus dengue tersebut bersama air
liur nyamuk
o Bila menggigit orang yang tidak memiliki kekebalan (umumnya anak-anak)
akan menjadi penderita DBD
o Nyamuk yang infeksius tersebut, seumur hidupnya akan menjadi sumber
penularan
o Dalam darah manusia, virus dengue

akan mati dengan sendirinya dalam

waktu < 1 minggu


D. CARA PENULARAN
o Hanya oleh nyamuk A. Aegypti Betina
o Sumber Virus dengue:
o Penderita DBD
o Tidak Sakit DBD ( tapi dalam darahnya terdapat virus dengue)
Orang yang tidak sakit ini kemungkinan tinggi menular melalui nyamuk
A. aegypti
E. Tanda-tanda Penyakit Demam Berdarah
Gejala Penyakit DBD:
o Panas 2-7 hari
o Bintik Perdarahan : Untuk membedakan dengan bintik yang lainnya, kulit
diregangkan, apabila merah itu hilang bukan tanda demam berdarah
Gejala Tambahan :
o Nyeri Ulu hati
o Ujung-ujung jari pucat
Gejala Lanjutan :
17

o Perdarahan spontan
F. Pertolongan Pertama Pada Demam Berdarah
o Penanganan Pertama:
1. Beri Minum sebanyak-banyaknya bisa teh, susu dan lainnya, sebaiknya oralit.
2. Kompres untuk menurunkan panasnya
o Pertolongan Selanjutnya:
1. Beri Obat penurun panas
2. Bawa ke sarana kesehatan terdekat
Jika penderita masih panas dengan sebab yang tidak jelas setelah/belum pernah
diobati( hari ke-3 panas saat ini)
WASPADA akan Demam Berdarah. Meliputi :
1. Mintalah pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikannya(LAB,dll)
2. Carilah keterangan apakah ada penderita demam berdarah di sekitar atau
penderita demam yang tidak jelas lainnya.
3. Waspadai terjadinya tiba-tiba pucat, lemas dan dingin atau perdarahan spontan
selama panas belum jelas sebabnya.
Pemeriksaan sederhana yang dapat dilakukan atau diminta untuk mendukung
dugaab ke arah DBD
1. Torniquet selama 5 menit untuk melihat adanya bintik perdarahan kulit
2. Cek trombosit (normal 150.000-400.000)
Bila hasil mendukung segera rujuk ke sarana kesehatan yang memiliki sarana
lebih lengkap dengan adanya transfusi darah.
G. Pencegahan Penularan Penyakit Demam Berdarah
a. Cara Fisik
Melalui PSN (pemberantasan sarang nyamuk) dilakukan dengan tiga cara
yang disebut dengan 3M yaitu :
1. Menguras tempat-tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu
sekali
2. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air
3. Menguburkan, mengumpulkan, memanfaatkan atau menyingkirkan barangbarang bekas yang dapat menampung air hujan seperti kaleng bekas, plastik
bekas dan lainnya.
18

Selain itu ditambah dengan cara lainnya yang dikenal dengan 3 M Plus seperti :

Ganti vas bunga, minuman burung dan tempat-tempat lainnya seminggu sekali

Perbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar

Tutup lubang pada potongan bambu, pohon dan lainnya

Bersihkan/keringkan tempat-tempat yang dapat menampung air seperti


pelepah pisang atau tanaman lainnya yang dapat menampung air hujan

Lakukan Larvasidasi yaitu membubuhkan bubuk pembunuh jentik (Abate 1 G,


Altosid 1,3 G dan Sumilarv 0,5 G) ditempat yang sulit dikuras.

Pelihara ikan pemakan jentik

Pasang kawat kasa di rumah

Pencahayaan dan ventilasi memadai

Jangan biasakan menggantung pakaian dalam rumah

Tidur menggunakan kelambu

Gunakan obat nyamuk untuk menegah gigitan nyamuk

b. Cara Kimia
o Larvasidasi
Adalah menaburkan bubuk pembunuh jentik kedalam tempat penampungan
air. Bila menggunakan abate disebut Abatisasi. Adapun beberapa larvasida yakni :
Menggunakan bubuk Abate 1 G (bahan aktif : Temephos 1%)

19

Bubuk abate 1G berwarna kecoklatan, terbuat dari pasir yang dilapisi dengan
zat kimia yang dapat membunuh jentik nyamuk. Dalam takaran yang dianjurkan aan
bagi manusia dan tidak menimbulkan keracunan. Jika dimasukan ke air maka sedikit
demi sedikit zat kimia itu akan terlarut merata dan membunuh semua jentik nyamuk
yang ada dalam tempat penampungan air. Diantaranya ada yang menempel pada
dinding tempat penampungan air dan bertahan sampai 3 bulan. Oleh sebab itu
penaburan abate perlu diulang setiap 3 bulan. Takaran yang digunakan yakni untuk
100 liter air cukup dengan 10 gr bubuk abate 1 G.
o Fogging (pengasapan)
Nyamuk Ae. aegypti dapat diberantas dengan fogging (pengasapan) racun
serangga, termasuk racun serangga yang digunakan sehari-hari di rumah tangga.
Melakukan pengasapan saja tidak cukup, karena dengan pengasapan itu yang mati
hanya nyamuk dewasanya saja.
Selama jentik tidak dibasmi, setiap hari akan mucul nyamuk yang baru
menetas dari tempat perkembangbiakannya. Disamping itu biaya yang dikeluarkan
untuk melakukan fogging juga cukup besar. Karena itu cara yang tepat memberantas
jentiknya yang dikenal dengan istilah PSN DBD (Pemberansan Sarang Nyamuk
Demam Berdarah Dengue).
o Cara Biologis
Dengan memelihara ikan pemakan jentik yang diletakan pada kolam atau
genangan air yang sulit dikuras, seperti ikan kepala timah, cupang dan lainya.
Menanam tanaman pengusir nyamuk seperti Lili gundi

Tempat yang potensial:

20

FASE FASE KEHIDUPAN NYAMUK A. AEGYPTI


Sebelum kita memantau jentik sebaiknya mengetahui fase-fase kehidupan nyamuk A.
Aegypti.
Tempat bertelur nyamuk Aedes aegypti adalah kontainer air buatan yang berada di
lingkungan perumahan yang banyak ditemukan di dalam rumah dan sekitar lingkungan
perkotaan seperti botol minuman, alas pot bunga, vas bunga, bak mandi, talang air. Selain itu
juga sering ditemukan di lubang pohon, tempurung kelapa dan lainnya.
Ae. aegypti mengalami metamorfosis sempurna yaitu telur-larva-pupa/kepompongdewasa. Perkembangan Ae. aegypti dari telur sampai menjadi nyamuk dewasa memakan
waktu sekurang-kurangnya sembilan hari. Telur akan menetas menjadi larva dalam waktu 1-2
hari. Selanjutnya, larva berubah menjadi pupa dalam waktu 5 -15 hari. Stadium pupa
biasanya berlangsung dua hari, lalu keluarlah nyamuk dewasa yang siap mengisap darah dan
menularkan DBD. Umur nyamuk dewasa umumnya 2-3 minggu saja

a. Telur
Untuk bertelur, nyamuk betina akan mencari tempat seperti genangan air atau daun
pepohonan yang lembab. Nyamuk betina meletakan telurnya didinding tempat
penampuangan air atau barang-barang yang memungkinkan tergenang di bawah permukaan
21

air. Telur akan diletakan berpencar (pada nyamuk Aedes oder Anopheles) atau dijejerkan
dalam satu baris (contoh nyamuk Culex) yang bisa mencapai 100-300 telur.
Telur berwarna hitam dengan ukuran 0,8 mm, berbentuk oval yang mengapung satu
persatu pada permukaan air yang jernih, atau menempel pada dinding tempat penampungan
air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dala waktu 2 hari setelah terendam
air. Stadium jentik umumnya berlangsung 6-8 hari, dan stadium kepompong berlangsung
antara 2-4 hari. Perkembangan dari telur menjadi nyamuk dewasa selama 9-10 hari.

telur nyamuk

b. Larva (jentik)
Larva adalah mahluk yang hidup di air, meskipun demikian untuk bernafas larva
harus menghirup udara secara langsung. Untuk itu, bagian belakang tubuhnya dilengkapi
dengan semacam pipa panjang hingga menembus permukaan air. Ukuran larva umumnya 0,5
sampai 1 cm, gerakannya berulang-ulang dari bawah keatas permukaan air untuk bernafas
kemudian turun kebawah dan seterusnya serta pada waktu istirahat posisinya hampir tegak
lurus dengan permukaan air.
Ciri khas dari larva Aedes aegypti adalah adanya corong udara pada segmen terakhir,
pada corong udara terdapat pecten dan sepasang rambut serta jumbae akan dijumpai pada
22

corong udara. Pertumbuhan dan perkembangan larva dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya yang penting adalah temperatur, cukup atau tidaknya bahan makanan dan ada
tidaknya binatang lain yang merupakan predator.

larva kepalanya dibawah air

bagian belakang larva yang menyerupai pipa

Mikro organisme merupakan makanan larva. Dengan mengerakan mulutnya yang


menyerupai sikat, air dapat dibuat berpusar, sehingga mikro organisme dapat masuk ke dalam
mulutnya. Pada waktu bahaya, larva dapat menyelam dan berenang di dalam air. Stadium

23

larva tergantung dari jenis nyamuk, temperatur air dan makanan yang didapatkan. Biasanya
4-6 hari.
c.

Pupa
Pupa tidak lagi mensuplai makanan ke dalam tubuhnya (fase istirahat). Pada stadium

ini, pupa bernafas pada permukaan air dengan menggunakan dua tanduk kecil yang berada
pada prothorax. Pupa juga sewaktu bahaya dapat menyelam di dalam air. Stadium ini
umumnya berlangsung hingga 5-10 hari, setelah itu akan keluar dari kepompongnya menjadi
nyamuk.

Pupa Aedes aegypti


d. Nyamuk Dewasa
Setelah lahir (keluar dari kepompong), nyamuk istirahat untuk sementara waktu.
Beberapa saat setelah itu sayap meregang menjadi kaku, sehingga nyamuk mampu terbang
mencari mangsa atau darah.
Nyamuk Aedes aegypti jantan mengisap dairan tumbuhan atau sari bunga untuk
keperluan hidupnya, sedangkan yang betina mengisap darah. Nyamuk betina ini lebih
24

menyukai darah manusia dari pada binatang (bersifat antropofilik). Darah (proteinnya)
diperlukan untuk mematangkan telur agar jika dibuahi oleh sperma nyamuk jantan, dapat
menetas. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan telur mulai nyamuk
mengisap darah sampa telur dikeluarkan biasanya antara 3-4 hari. (satu siklus gonotropik).
Usia nyamuk Ae. agypti biasanya 2-4 minggu.
Biasanya nyamuk betina mencari mangsanya pada siang hari. Aktifitas mengigit
biasanya mulai pagi sampai sore hari, dengan 2 puncak aktifitas antara pkll 09.00-10.00 dan
16.00-17.00. nyamuk Aedes aegypti mempunyai kebiasaan mengisap darah berulang kali
dalam satu siklus gonotropik, untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian
nyamuk ini sangat efektif sebagai penular penyakit.
Setelah mengisap darah, nyamuk ini hinggap (beristirahat) di dalam atau kadangkadang di luar rumah berdekatan dengan tempat perkembangbiakannya. Biasanya di tempat
yang agak gelap dan lembab. Di tempat-tempat ini nyamuk menunggu proses pematangan
telurnya.

Terdapat 3 faktor yang berperan dalam penularan infeksi virus dengue yakni manusia,
virus dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti.
Seseorang yang dalam darahnya mengandung virus dengue merupakan sumber penularan
DBD. Bila penderita DBD digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terisap
masuk kedalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar di
berbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk didalam kelenjar liurnya. Kira-kira satu minggu
setelah mengisap darah penderita nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain
(masa inkubasi ekstrinsik).
25

Virus ini tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya, oleh karena itu
nyamuk Aedes aegypti yang telah mengisap virus dengue menjadi penular infektif sepanjang
hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menggigit, sebelum menghisap
darah akan mengeluarkan air liur malalui saluran tusuknya (proboscis), agar darah yang
diisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke
orang lain.
Dalam mencari sasaran (korban), nyamuk menggunakan indera penciumannya
(Chemical sensors) yang sangat tajam, yang dapat membaui sasarannya dari jarak 40 m.
Cahaya terang sebaliknya dapat membingungkan nyamuk, sehingga gangguan nyamuk dapat
berkurang bila terdapat cahaya. Begitu lampu dimatikan mulailah nyamuk mencari
sasarannya, terutama yang baunya paling mengundang.

Tubuh manusia memancarkan

sebanyak 300-400 beragam zat bau-bauan. Nyamuk akan tertarik oleh bau-bauan seperti CO2
(karbondioksida), keringat (karena kandungan lactic acid) dan bakteri yang terdapat pada
kulit. Selain itu temperatur tubuh dan kelembaban kulit mempengaruhi pula daya ketertarikan
nyamuk.
Nyamuk juga dilengkapi dengan sensor penerima panas (Heat sensors) yang sangat
sensitif. Ketika sudah dekat dengan sasarannya, nyamuk diperkirakan berorientasi dengan
temperatur yang dikeluarkan tubuh, sehingga dapat dengan mudah menemukan sasarannya
dalam kegelapan. Indera yang terakhir adalah mata (Visual sensors), yang dapat membedakan
gerakan, terang dan gelap. Orang yang mengenakan pakaian yang kontras (berbeda) dengan
lingkungannya dapat menjadi sasaran hisapan nyamuk.

Belalai tidak lain adalah perpanjangan dari mulut nyamuk , dikenal dengan nama
proboscis.
Ujung Proboscis terdiri dari enam bagian:
26

- dua pipa (labrum), satu untuk menghisap darah dan satunya lagi untuk memasukan cairan
ke dalam jaringan kulit yang dikelilingi oleh
- dua gergaji (stylet)
- dua pisau yang ujungnya tajam (stylet)
Kesemuanya diselimuti oleh organ yang disebut labium (semacam sarung senjata).
Nyamuk jantan bentuk proboscisnya tidak dikonstruksi untuk memotong daging. Nyamuk
jantan hanya hidup dari sari buahan dan sari bunga.
Cara nyamuk menghisap darah
1.

Nyamuk

hinggap

dengan

ke

enam

kakinya

di

atas

permukaan

kulit.

Lalu belalai akan didekatkan ke permukaan kulit.


2.

Begitu labium (sarung senjata) ditarik, pisau tajam diujung belalai akan melakukan
gerakan

maju

dan

mundur

seperti

gergaji,

untuk

memotong

permukaan

kulit.

Lapisan kulit yang paling luar, yang harus dipotong (dibuka) nyamuk dikenal dengan nama

27

epidermis. Epidermis berfungsi untuk melindungi kulit dari pengaruh luar (lingkungan),
pada lapisan ini tidak terdapat pembuluh darah.

Begitu terjadi luka, pembuluh darah akan menyempit dan darah akan membentuk
gumpalan yang menutupi luka. Selanjutnya terjadi proses pembekuan darah (dikenal dengan
istilah Hemostasis). Proses ini penting untuk mencegah terjadinya luka pendarahan yang
banyak, yang dapat mengakibatkan kekurangan darah.
Untuk mencegah hal tersebut (pembekuan darah), maka salah satu pipa jarum
(labrum) yang terdapat pada belalai akan mengeluarkan semacam cairan yang mengandung
anticoagulants (anti beku), yang berasal dari dalam perutnya. Selanjutnya belalai akan terus
masuk ke lapisan yang lebih dalam, yaitu lapisan dermis. Di lapisan kulit inilah terdapat
pembuluh darah yang dibutuhkan nyamuk, pembuluh darah kapiler.
Maka untuk dapat menghisap darah, nyamuk betina harus mencari (memancing)
terlebih dahulu dimana letak pembuluh darah kapilar dengan belalainya. Di lapisan ini belalai
terus mencari (memancing) pembuluh darah kapiler dengan interval waktu 10 detik sampai
pembuluh kapiler ditemukan.

28

SOURCE: National Institute of Allergy and Infectious Diseases | GRAPHIC: By Brenna


Maloney and Patterson Clark, The Washington Post - May 01, 2007
Begitu ditemukan, maka darah akan segera dihisap.

29

Rata-ratanya dibutuhkan waktu 50 detik untuk memasukan belalai ke dalam kulit


manusia, tanpa ada gangguan, nyamuk akan menghisap darah selama kira-kira 2,5 menit
(2,8 mg darah). Tubuh manusia mengandung 5-6 liter darah!

Selanjutnya nyamuk akan mencari makan dan berpasangan dan fase di atas akan terulang.

30

BAB III
METODE
3.1 Metode Pelaksanaan
Tahap pengenalan medan menggunakan pendekatan survei, yaitu pengumpulan
data pada puskesmas dengan metode pengumpulan data secara observasional, yang
menurut waktu pengumpulan datanya bersifat cross sectional, sedangkan menurut analisis
data yang digunakan adalah statistik deskriptif.
Tahap diagnosis intervensi dilakukan melalui suatu survei epidemiologi jentik
nyamuk di 20 rumah sekitar penderita DBD yang meninggal dan dan diskusi dengan
kader dan perangkat desa untuk menganalisis hasil dari pengenalan medan dan
mengidentifikasi prioritas masalah yang perlu ditangani dalam masyarakat untuk :
1. merumuskan diagnosis intervensi
2. mengidentifikasi solusi atau model pemecahan masalahnya, berbentuk program
kesehatan
3. mengidentifikasi sumberdaya setempat dan peran serta masyarakatnya
4. mengambil keputusan untuk memilih program atau model atau solusi yang akan
dikerjakan dalam tahap Terapi Intervensi.
Tahap terapi intervensi dilakukan dengan menggunakan pendekatan program
pembentukan Jumantik, yaitu mempersiapkan serta melaksanakan program atau model
atau solusi yang terpilih bersama dengan partisipasi masyarakat dengan memanfaatkan
sumberdaya setempat.
31

3.2 Lokasi
Kegiatan Mini Project dilaksanakan di dusun Sukorame, Kecamatan Mantup,
Kabupaten Lamongan.
3.3 Waktu
Kegiatan Mini Project dilakukan selama 4 bulan yaitu bulan Februari 2015 Mei
2015.
Survei yang dilakukan dalam tahap pengenalan medan menggunakan metode
wawancara pada pemegang program demam berdarah, Kecamatan Mantup, Kabupaten
Lamongan.
Tahapan diagnosis intervensi mini project dilakukan melalui suatu

survei

epidemiologi jentik nyamuk di 20 rumah sekitar penderita DBD yang meninggal dan dan
diskusi dengan kader dan perangkat desa untuk menganalisis hasil dari pengenalan medan
dan mengidentifikasi prioritas masalah yang perlu ditangani dalam masyarakat.
Terapi intervensi mini project adalah intervensi secara langsung dengan
penyuluhan tentang pengetahuan dasar mengenai DBD yang diharapkan mampu
meningkatkan pengetahuan dan kewaspadaan warga desa. Terapi intervensi berikutnya
meliputi pelatihan dan pelantikan kader Juru Pemantau Jentik di Dusun Sukorame
Kecamatan Mantup, Lamongan.
Pemantauan hasil dari intervensi mini project yang dilakukan dengan memantau
hasil pencatatan jumlah jentik di Dusun Sukorame Kecamatan Mantup Lamongan dan
mendiskusikan dengan kader serta perangkat desa kesulitan yang dihadapi sebagai
Jumantik.

32

BAB IV
HASIL KEGIATAN
4.1 Profil Komunitas Umum
4.1.1 Profil Puskesmas Mantup
TABEL 4.1 Profil Puskesmas Mantup
LUAS WILAYAH, JUMLAH DESA, JUMLAH PENDUDUK, JUMLAH RUMAH TANGGA,
DAN KEPADATAN PENDUDUK MENURUT DESA
PUSKESMAS MANTUP TAHUN 2013
JUMLA
KEPADATA
LUAS
JUMLAH
RATA-RATA
H
N
N
WILAYA PENDUDU
JIWA/RUMA
DESA
RUMAH
PENDUDUK
O
H
K
H
TANGG
(km2)
TANGGA
/km2
A (KK)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

MANTUP
SUMBERBENDO
TUNGGUNJAGIR
SUKOBENDU
TUGU
KEDUKBEMBEM
SUMBERDADI
KEDUNGSOKO
SIDOMULYO
SUKOSARI
SUMBERAGUNG
SUMBERKEREP
PELABUHANREJ
O
MOJOSARI
RUMPUK

JUMLAH

1515
535
1443
1234
433
479
545
696
311
391
337
345
398
391
259

9312

6.107

1.840

1.683

597

4.695

1.596

5.964

1.926

1.960

641

1.815

598

3.626

1.251

3.018

1.002

1.997

729

2.211

852

1.684

595

2.200

814

2.460

874

2.227

891

1.811

602

43458

14808

3,30

4,03

2,80

3,15

2,90

3,25

3,00

4,83

3,00

4,53

3,00

3,79

2,80

6,65

3,00

4,34

3,70

6,42

2,50

5,65

2,80

5,00

2,70

6,38

2,80

6,18

2,40

5,70

3,00

6,99

2,93

4,6
33

4.1.2 Data Geografis Dusun Sukorame


Batas wilayah kerja dusun Sukorame terdiri dari

Barat
Timur
Selatan
Utara

: Dusun Kedungrawe
: Dusun Maip
: Dusun Babatan, Desa Sumberdadi
: Dusun Maip

4.1.3 Data Demografik Dusun Sukorame


Jumlah penduduk : 766 orang
Laki
Perempuan

: 379 orang
: 387 orang

KK

: 200 KK

Gakin

: 133 KK

4.1.4 Sumber Daya dan Sarana Pelayanan Kesehatan


Bidan

: 1 orang

Perawat

: 1 orang

Posyandu Balita : 1 buah


Posyandu Lansia : 1 buah
Polindes

: 1 buah

4.2 Hasil Kegiatan Pembentukan Kader JUMANTIK


Kegiatan pembentukan kader JUMANTIK yang dilakukan oleh peneliti dilakukan dalam
empat kali kegiatan. Kegiatan yang pertama adalah pelatihan para calon kader JUMANTIK,
kegiatan kedua adalah pelantikan kader JUMANTIK dan penyuluhan masyarakat dusun
Sukorame, kegiatan ketiga adalah praktek lapangan untuk para kader JUMANTIK, kegiatan
terakhir adalah analisis hasil pemantauan yang dilakukan oleh para kader pada bulan Maret
sampai dengan bulan Mei. Berikut ini disajikan ringkasan kegiatan pembentukan kader
JUMANTIK beserta hasil dan kendala yang didapatkan.
Kegiatan 1
Acara

: Pelatihan calon Kader JUMANTIK

Lokasi

: Rumah Kepala dusun Sukorame


34

Tanggal

: 10 Maret 2015

Jumlah peserta

: 6 orang

Proses

: Peserta adalah para kader yang ditunjuk oleh bidan dusun Sukorame

yang sebelumnya aktif dalam berbagai kegiatan desa. Para peserta tersebut dikumpulkan di
rumah kepala dusun untuk menjalani pelatihan berupa materi tentang demam berdarah dan
pencegahannya, cara mengamati jentik.
Kegiatan 2
Acara

: Pelantikan Kader JUMANTIK dan Penyuluhan Masyarakat dusun

Sukorame
Lokasi

: Rumah Kepala dusun Sukorame

Tanggal

: 13Maret 2015

Jumlah peserta

: 200orang

Proses

: Peserta adalah para kader JUMANTIK yang telah mendapatkan

pelatihan dan ibu-ibu pengajian dusun Sukorame. Pelantikan Kader JUMANTIK dilakukan
dengan penyematan pin JUMANTIK di depan masyarakat, serta memperkenalkan para kader
kepada masyarakat dusun sukorame. Penyuluhan kepada masyarakat dilakukan setelah
pengajian berupa materi tentang demam berdarah.
Kegiatan 3
Acara

: Praktek Lapangan untuk para kader JUMANTIK

Lokasi

: Dusun Sukorame

Tanggal

: 17 Maret 2015

Jumlah peserta

: 1 kader JUMANTIK, 20 rumah

Proses

: Peserta adalah salah satu kader JUMANTIK yang dipilih secara

random. Sebanyak 20 rumah diperiksa dengan supervisi dokter internsip atau tenaga
kesehatan. Setiap rumah yang diperiksa meliputi kamar mandi, bak penampungan air minum,
tempat pembuangan sampah, tempat genangan air, dan tempat penampungan air lain.
Diperiksa oleh kader JUMANTIK dan diikuti pemasangan kartu meter jentik didepan pintu
rumah.
Kegiatan 4
Acara

: Analisis Hasil Pemantauan oleh para kader JUMANTIK

Lokasi

: dusun Sukorame
35

Tanggal

: 10 Mei 2015

Jumlah peserta

: 1 orang kader JUMANTIK, 10 rumah

Proses

: Peserta adalah salah satu kader JUMANTIK dusun Sukorame. 10

rumah meliputi rumah dari hasil pemeriksaan bulan Mei, 5 rumah dengan hasil negatif dan 5
rumah dengan hasil positif. Melakukan crosscheck hasil pemeriksaan oleh kader
JUMANTIK.
Nama Kader
Bu Khayatun
Bu Zuliana
Bu Aspiah
Bu Juwariyah
Bu Sapiatun
Bu Sutrani

Bulan
Maret
April
Mei
Maret
April
Mei
Maret
April
Mei
Maret
April
Mei
Maret
April
Mei
Maret
April
Mei

Hasil Pemeriksaan Jentik


Positif
Negatif
8
16
5
19
9
15
17
25
20
22
14
28
10
13
7
16
6
17
27
22
10
39
7
42
15
29
11
33
8
36
4
14
2
16
4
14

Total

Maret
April
Mei
Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Jentik

81
55
48

119
145
152

Total
24
24
24
42
42
42
23
23
23
49
49
49
44
44
44
18
18
18
200
200
200

4.3 Evaluasi
1

Angka Bebas Jentik (ABJ)


119
ABJ =
x 100 =59,50
Maret :
200
April :

ABJ =

145
x 100 =72,50
200

36

Mei :
2

ABJ =

152
x 100 =76
200

House Index (HI)


81
HI=
x 100 =40,50
Maret :
200
April :
Mei :

HI=
HI=

55
x 100 =27,50
200

48
x 100 =24
200

160
140
120
100
negatif

80

positif
60
40
20
0
Maret

April

Mei

Grafik 4.1 Hasil Pemeriksaan Jentik

BAB V
DISKUSI
5.1 Analisis Hasil Intervensi
37

Sebelum diberikan intervensi berupa pembentukan kader jumantik, dusun


Sukorame ditemukan kasus positif DB sebanyak .... pasien, dan kasus kematian akibat
DB pula. Dengan kepadatan jentik pada saat penyelidikan epidemiologi pada bulan
Februari adalah sebesar 95% dari total 20 rumah di sekitar rumah pasien positif DB yang
berarti angka bebas jentik hanya sebesar 5%. Setelah dilakukan intervensi berupa
pelatihan kader jumantik dan pemantauan jentik dilakukan pada bulan Maret didapatkan
peningkatan angka bebas jentik yang signifikan menjadi 60% dari total 200 rumah yang
diperiksa dinyatakan bebas jentik nyamuk. Dan angka bebas jentik ini semakin
menunjukkan peningkatan yaitu pada bulan April menjadi 72,5% dan bulan Mei menjadi
85% dari total 200 rumah yang diperiksa dinyatakan bebas jentik nyamuk.
Peningkatan angka bebas jentik di atas menunjukkan bahwa dibentuknya kader
jumantik dan aktivitas pemantauan jentik yang berkala sangat efektif sebagai usaha
optimalisasi usaha PSN yang dilakukan oleh Puskesmas Mantup.
5.2 KegiatanEvaluasi
Evaluasiterhadapcapaian keberhasilan kader jumantik dalam usaha meningkatkan
angka bebas jentik dilakukan secara berkala, yaitu dengan cara pengisian buku kendali
cakupan bebas jentik masyarakat yang dilaporkan tiap bulannya kepada petugas
kesehatan desa, dan tiap triwulan nya akan dievaluasi oleh penanggungjawab program
DB Puskesmas.Setelah terbentuk kader jumantik dan berjalan kegiatan pemantauan rutin
jentik secara berkala, diharapkan nantinya akan tercapai angka bebas jentik 100%
tentunya pihak puskesmas dan warga desa harus terus bekerjasama dalam melanjutkan
dan memonitoring program pemantauan jentik ini, serta menggalakkan kegiatan
penanggulangan demam berdarah yang lain termasuk dalam penanganan penderita serta
pencegahan, penemuan kasus baru maupun pengobatan.

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Mini Project ini berhasil dilaksanakan dengan baik sesuai dengan tujuan dan
sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, dimana angka bebas jentik dapat terus
meningkat dan partisipasi aktif masyarakat dalam kebersihan lingkungan.Tidak kami

38

temukan kendala yang berarti sejak persiapan hingga pelaksanaan kegiatan, hal ini tidak
lepas dari bantuan dan dukungan dari pihak Puskesmas Mantup.

6.2 Saran
Untuk mencapai angka bebas jentik 100% tentunya pihak puskesmas dan warga
desa harus terus bekerjasama dalam melanjutkan dan memonitoring program pemantauan
jentik ini, serta menggalakkan kegiatan penanggulangan demam berdarah yang lain
termasuk dalam penanganan penderita serta pencegahan, penemuan kasus baru maupun
pengobatan. Penyuluhan kesehatan semacam ini hendaknya diadakandilaksanakan secara
berkala dan berkesinambungan dalam upaya mewujudkan keluarga yang sehat dan
sejahtera.

39

DAFTAR PUSTAKA
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. 2013. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur
Tahun 2012.
Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen
Kesehatan RI. 2007. Modul Pelatihan Bagi Pengelola Program Pengendalian Penyakit
Demam Berdarah Dengue Di Indonesia.
Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen
Kesehatan RI. 2014. Petunjuk Teknis Jumantik PSN Anak Sekolah.
WHO. 1997. Vector Control Methods for use by Individuals and communities. EGC.
Jakarta
WHO. 1999. Demam Berdarah Dengue : diagnosis, pengobatan dan pencegahan,
EGC. Jakarta
Widodo. 2012. Diagnosis dan Terapi cairan pada Demam Berdarah Dengue. Di akses
20 Maret 2015. http://widodo-sarono.blogspot.com/2010/12/diagnosis-dan-terapi-cairanpada-demam_22.html

40

Anda mungkin juga menyukai