PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan suatu penyakit epidemik akut yang
disebabkan oleh virus yang ditransmisikan oleh Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
Penderita yang terinfeksi akan memiliki gejala berupa demam ringan sampai tinggi,
disertai dengan sakit kepala, nyeri pada mata, otot dan persendian, hingga perdarahan
spontan (WHO, 2010)
Penyakit endemik ini pertama kali didata dan dilaporkan terjadi pada tahun 19531954 di Filipina. Sejak itu, penyebaran DBD dengan cepat terjadi ke sebagian besar
negara-negara Asia Tenggara, termasuk di Indonesia (WHO, 2010).
Insidensi demam berdarah dengue meningkat secara dramatis di seluruh dunia
dalam beberapa dekade ini. Diperkirakan, saat ini di seluruh dunia sekitar 2,5 milyar
orang memiliki resiko terkena demam dengue. Mereka terutama tinggal di daerah
perkotaan negara-negara tropis dan subtropis. Diperkirakan saat ini sekitar 50 juta kasus
demam dengue ditemukan setiap tahun, dengan 500.000 kasus memerlukan penanganan
di Rumah Sakit. Dari kasus di atas, sekitar 25.000 jumlah kematian terjadi setiap
tahunnya (WHO, 2010).
Berdasarkan Laporan Program DBD Tahun 2012, Seksi Pemberantasan Penyakit
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, kabupaten Lamongan terdapat 312 kasus demam
berdarah dan 2 diantaranya meninggal dunia akibat penyakit tersebut dengan CFR sebesar
0,64 % yang tersebar di 27 kecamatan dan 33 puskesmas.
DBD masih menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat kecamatan Mantup.
Penemuan penderita DBD di wilayah puskesmas Mantup pada periode tahun 2013
ditemukan sebanyak 18 penderita yang tersebar dalam 12 desa dan dari kasus DBD yang
dirawat inap 100% pasien hidup. Namun pada awal 2015 dimana terjadi endemik DBD di
kecamatan Mantup , ditemukan 1 kasus meninggal dunia dengan sindroma syok demam
berdarah di dusun Sukorame, kecamatan Mantup Lamongan.
Jika pada awal masuknya DBD ke Indonesia angka kematian yang ditimbulkan
sangat tinggi, namun dengan berbagai kegiatan pengendalian yang telah dilakukan, angka
kematian tersebut dapat ditekan hingga dibawah 1% sejak tahun 2009. Situasi ini
diharapkan
tetap
dapat
dipertahankan
pada
tahun
tahun
mendatang
dengan
pengendalian vektor sebagai salah satu upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya
penularan penyakit DBD mengingat obat untuk membunuh virus dengue hingga saat ini
belum ditemukan dan vaksin untuk mencegah penularan DBD masih dalam tahap uji
coba. Kampanye PSN sudah digalakkan pemerintah dengan semboyan 3M yaitu
menguras tempat penampungan air secara teratur, menutup tempat tempat
penampungan air dan mengubur barang barang bekas yang dapat menjadi sarang
nyamuk (Depkes RI,tt).
Untuk menjadi jumantik, pihak puskesmas, bidan desa dan dokter internship
melatih mereka untuk menjaga kebersihan dan lingkungan sekitar dan melakukan
pemantauan jentik nyamuk secara sukarela di wilayah sekitarnya serta melakukan
pelaporan ke bidan desa dan puskesmas secara rutin dan berkesinambungan. Sehingga
diharapkan mereka bias mengetahui adanya jentik jentik di lingkungan sekitarnya dan
menggugah perilaku hidup sehat masyarakat di sekitarnya.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka pada laporan ini akan dikaji
mengenai perkembangan jumantik di dusun Sukorame, Kecamatan Mantup, Lamongan.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Mengapa masyarakat dusun Sukorame, kecamatan Mantup Lamongan berpotensi
menjadi Jumantik ?
1.2.2 Bagaimana cara mengelola masyarakat di dusun Sukorame, kecamatan Mantup
Lamongan untuk menjadi Jumantik ?
1.2.3 Bagaimana peran kader selaku Jumantik di dusun Sukorame, kecamatan Mantup
Lamongan ?
1.2.4 Bagaimana hasil yang sudah diperoled dari pengembangan Jumantik di dusun
Sukorame, kecamatan Mantup, Lamongan ?
1.2.5 Apakah kendala yang dihadapi dalam pengembangan kader Jumantik di dusun
Sukorame, Kecamatan Mantup, Lamongan?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Melalui Juru Pemantau Jentik (Jumantik) untuk menurunkan populasi nyamuk
penular DBD serta jentiknya dengan meningkatkan peran serta masyarakat dalam
pemberantasan sarang nyamuk dengan gerakan 3M plus.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk di
wilayah Kecamatan Mantup
2. Meningkatkan pengetahuan dan menggugah masyarakat untuk memperhatikan
tempat tempat yang berpotensi untuk perkembangbiakan nyamuk penular DBD
2
3. Untuk mengetahui kepadatan jentik nyamuk penular DBD secara berkala dan
terus menerus sebagai indicator keberhasilan PSN DBD oleh masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Demam Dengue
2.1.1 Definisi
Demam Berdarah Dengue adalah salah satu penyakit di daerah tropis yang di
sebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti (betina). Ditandai
dengan demam mendadak 2 sampai 7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah, lesu,
gelisah, dan nyeri ulu hati.
1. Probable
- Demam tinggi mendadak
- Ditambah 2 atau lebih gejala penyerta :
o Nyeri kepala
o Nyeri belakang bola mata
o Nyeri otot dan tulang
o Ruam kulit
o Manifestasi perdarahan
o Leucopenia
o Uji HI > 1280 atau IgM/IgG positif
o Didaerah tempat tinggal ada kasus konfirmasi
2. Confirmed / diagnosis pasti
Kasus yang telah dikonfirmasi dengan criteria laboratories sebagai berikut :
- Isolasi virus dengue dari serum atau sampel otopsi
- Peningkatan titer antibody 4 kali pada pasangan serum akut dan konvalesen
- Positif antigen virus dengue pada pemeriksaan otopsi jaringan, serum atau cairan
serebrospinal dengan metode immunochemistry, immunofluoressence atau ELISA
- Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR) positif
3. Reportable
Setiap kasus DD baik yang probable atau confirmed harus dilaporkan ke Dinas
Kesehatan
Definisi kasus Demam Berdarah Dengue (DBD)
1. Klinis
Gejala klinis berikut harus ada yaitu:
a) Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus
selama 2-7 hari
b) terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan:
uji tourniquet positif
petekie, ekimosis, purpura
perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
hematemesis dan atau melena
c) pembesaran hati
4
d) syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki
dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien nampak gelisah
2. laboratorium
a. trombositopenia (100.000/l atau kurang)
b. adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler, dengan
manifestasi hemokonsentrasi sebagai berikut:
peningkatan hematokrit 20%
penurunan hematokrit 20% dari nilai standar, setelah dilakukannya penggantian
volume plasma.
2.1.2 Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan
diameter 30nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 106.
Terdapat 4 serotipe virus tipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue keempat
serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat
reaksi silang antara serotype dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese
encephalitis dan West Nile virus .
2.1.3
terjadi pada pasien yang mengalami infeksi virus dengue untuk pertama kalinya, sebagian
besar kasus DBD terjadi pada pasien dengan infeksi sekunder. Hubungan antara terjadinya
DHF / DSS dan dengue sekunder merupakan infeksi yang berimplikasi pada sistem
kekebalan tubuh dalam patogenesis DBD, baik imunitas bawaan seperti sistem komplemen
dan sel NK serta imunitas adaptif termasuk humoral dan cell mediated kekebalan yang
terlibat dalam process. Peningkatan aktivasi kekebalan, khususnya selama infeksi sekunder,
menyebabkan respon sitokin yang berlebihan dapat mengakibatkan perubahan vaskular
permeabilitas. Selain itu, produk virus seperti NS1 mungkin memainkan peran dalam
mengatur pelengkap aktifasi dan permeabilitas vaskular.
5
Diagnosis
Diagnosis kerja DBD meliputi dua kriteria klinis pertama (demam dan manifestasi
perdarahan) ditambah satu dari kriteria laboratorium (atau hanya peningkatan hematokrit).
Sedangkan, diagnosis confirm DBD meliputi identifikasi virus (isolasi virus, RT-PCR, deteksi
antigen) dan, atau peningkatan titer antibody 4 kali pada pasangan serum akut dan
konvalesen.
2.1.5
Terapi
Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan simtomatis. Penatalaksanaan
ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma dan memberikan
terapi substitusi komponen darah bilamana diperlukan. Dalam pemberian terapi cairan, hal
terpenting yang perlu dilakukan adalah pemantauan, baik secara klinis maupun laboratoris.
Proses kebocoran
antara hari ke 4 hingga 6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma
akan berkurang dan cairan akan kembali dari ruang interstitial ke intravaskular. Terapi cairan
pada kondisi tersebut secara bertahap dikurangi.
Selain pemantauan untuk menilai apakah pemberian cairan sudah cukup atau kurang,
pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya kelebihan cairan serta terjadinya efusi pleura
ataupun asites yang masif perlu selalu diwaspadai.
Terapi nonfarmakologis yang diberikan meliputi tirah baring (pada trombositopenia
yang berat) dan pemberian makanan dengan kandungan gizi yang cukup, lunak dan tidak
mengandung zat atau bumbu yang mengiritasi saluaran cerna.
Sebagai terapi simptomatis, dapat diberikan antipiretik berupa parasetamol, serta obat
simptomatis untuk mengatasi keluhan dispepsia. Pemberian aspirin ataupun obat
antiinflamasi nonsteroid sebaiknya dihindari karena berisiko terjadinya perdarahan pada
saluran cerna bagaian atas (lambung/duodenum). Protokol pemberian cairan sebagai
komponen utama penatalaksanaan DBD dewasa mengikuti 5 protokol, mengacu pada
protokol WHO.
Protokol ini terbagi dalam 5 kategori,sebagai berikut:
1. Penanganan tersangka DBD tanpa syok
10
Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam terapi cairan khususnya pada
penatalaksanaan demam berdarah dengue pertama adalah jenis cairan dan kedua adalah
11
jumlah serta kecepatan cairan yang akan diberikan. Karena tujuan terapi cairan adalah untuk
mengganti kehilangan cairan di ruang intravaskular, pada dasarnya baik kristaloid ( ringer
laktat, ringer asetat, cairan salin ) maupun koloid dapat diberikan. WHO menganjurkan
terapi kristaloid sebagai cairan standar pada terapi DBD karena dibandingkan dengan koloid,
kristaloid lebih mudah didapat dan lebih murah. Jenis cairan yang ideal yang sebenarnya
dibutuhkan dalam penatalaksanaan antara lain memiliki sifat bertahan lama di intravaskular,
aman dan relatif mudah diekskresi, tidak mengganggu sistem koagulasi tubuh, dan memiliki
efek alergi yang minimal.
Secara umum, penggunaan kristaloid dalam
Beberapa efek samping yang dilaporkan terkait dengan penggunaan kristaloid adalah edema,
asidosis laktat, instabilitas hemodinamik dan hemokonsentrasi. Kristaloid memiliki waktu
bertahan yang singkat di dalam pembuluh darah.
Pemberian larutan RL secara bolus (20 ml/kg BB) akan menyebabkan efek
penambahan volume vaskular hanya dalam waktu yang singkat sebelum didistribusikan ke
seluruh kompartemen interstisial (ekstravaskular) dengan perbandingan 1:3, sehingga dari 20
ml bolus tersebut dalam waktu satu jam hanya 5 ml yang tetap berada dalam ruang
intravaskular dan 15 ml masuk ke dalam ruang interstisial.
aplikasinya terdapat beberapa keuntungan penggunaan kristaloid antara lain mudah tersedia
dengan harga terjangkau, komposisi yang menyerupai komposisi plasma, mudah disimpan
dalam temperatur ruang, dan bebasdari kemungkinan reaksianafilaktik.
Dibandingkan cairan kristaloid, cairan koloid memiliki beberapa keunggulan yaitu:
pada jumlah volume yang sama akan didapatkan ekspansi volume plasma (intravaskular)
yang lebih besar dan bertahan untuk waktu lebih lama di ruang intravaskular. Dengan
kelebihan ini, diharapkan koloid memberikan oksigenasi jaringan lebih baik dan
hemodinamik terjaga lebih stabil.
Beberapa kekurangan yang mungkin didapatkan dengan penggunaan koloid yakni
risiko anafilaksis, koagulopati, dan biaya yang lebih besar. Namun beberapa jenis koloid
terbukti memiliki efek samping koagulopati dan alergi yang rendah (contoh: hetastarch).
Penelitian cairan koloid dibandingkan kristaloid pada sindrom renjatan dengue (DSS)
pada pasien anak dengan parameter stabilisasi hemodinamik pada 1 jam pertama renjatan,
memberikan hasil sebanding pada kedua jenis cairan. Sebuah penelitian lain yang menilai
efektivitas dan keamanan penggunaan koloid pada penderita dewasa dengan DBD derajat 1
dan 2 di Indonesia telah selesai dilakukan, dan dalam proses publikasi.
12
Jumlah cairan yang diberikan sangat bergantung dari banyaknya kebocoran plasma
yang terjadi serta seberapa jauh proses tersebut masih akan berlangsung. Pada kondisi DBD
derajat 1 dan 2, cairan diberikan untuk kebutuhan rumatan (maintenance) dan untuk
mengganti cairan akibat kebocoran plasma. Secara praktis, kebutuhan rumatan pada pasien
dewasa dengan berat badan 50 kg, adalah sebanyak kurang lebih 2000 ml/24 jam; sedangkan
pada kebocoran plasma yang terjadi seba-nyak 2,5-5% dari berat badan sebanyak 1500-3000
ml/24 jam. Jadi secara rata-rata kebutuhan cairan pada DBD dengan hemodinamik yang
stabil adalah antara 3000-5000 ml/24 jam. Namun demikian, pemantauan kadar hematokrit
perlu dilakukan untuk menilai apakah hemokonsentrasi masih berlangsung dan apakah
jumlah cairan awal yang diberikan sudah cukup atau masih perlu ditambah.
Pemantauan lain yang perlu dilakukan adalah kondisi klinis pasien, stabilitas
hemodinamik serta diuresis. Pada DBD dengan kondisi hemodinamik tidak stabil (derajat 3
dan 4) cairan diberikan secara bolus atau tetesan cepat antara 6-10 mg/kg berat badan, dan
setelah hemodinamik stabil secara bertahap kecepatan cairan dikurangi hingga kondisi benarbenar stabil. Pada kondisi di mana terapi cairan telah diberikan secara adekuat, namun
kondisi hemodinamik belum stabil, pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu
dilakukan untuk menilai kemungkinan terjadinya perdarahan internal.
2.2 Tindakan Pencegahan yang Dilakukan Kepada Masyarakat
2.2.1
Penyuluhan
Penyuluhan dilakukan dengan maksud untuk menyampaikan informasi dan
pengetahuan kepada masyarakat tentang penyakit DBD, bagaimana cara mencegah dan
memberantas penyakit demam berdarah yang lebih efektif, yaitu melalui pemberantasan
sarang nyamuk demam berdarah (PSN-DBD) dengan 4 M-Plus.
Manfaat dari kegiatan penyuluhan adalah menambah pengetahuan masyarakat yang
pada akhirnya mau dan mampu secara bersama sama dan terus menerus berperan aktif
melakukan pemberantasan sarang nyamuk ( PSN ) dengan 4 M-plus.
2.2.2
tempat penampungan air di rumah/bangunan milik masyarakat maupun tempat tempat umum
oleh kader Juru Pemantau Jentik (Jumantik) dusun Sukorame Kecamatan Mantup, sehingga
13
dapat meningkatkan kewaspadaan dini agar masyarakat terhindar dari penularan penyakit
Demam Berdarah Dengue.
Jumantik merupakan kader yang berasal dari masyarakat dan bertugas melakukan
pemantauan & pemeriksaan jentik tempat-tempat penampungan air di lingkungan
masyarakat secara berkala dan terus-menerus, memberikan penyuluhan serta menggerakkan
masyarakat dalam melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk DBD.
Manfaat jumantik adalah memantau dan memberantas jentik-jentik nyamuk demam
berdarah yang ada dilingkungan masyarakat serta memotivasi dan menggerakkan masyarakat
untuk berperan serta dalam melakukan PSN-DBD, sehingga diharapkan populasi jentik
nyamuk demam berdarah yang ada di lingkungan masyarakat menjadi berkurang.
2.2.3 Pemberantasan Sarang Nyamuk ( PSN )
Kegiatan dimaksud adalah pelaksanaan pemberantasan sarang nyamuk ( PSN ) secara
bersama sama pada waktu yang bersamaan ( serentak ) oleh semua lapisan masyarakat baik
pemerintah maupun swasta. Sehingga kegiatan ini dapat memotivasi dan menggerakkan
masyarakat untuk berperan serta dalam melakukan
berkesinambungan.
2.2.4 Larvasidasi Selektif
Larvasidasi dilakukan pada tempat penampungan air yang susah dikuras/dibersihkan
dan 20 rumah penyelidikan epidemiologi.
Manfaat kegiatan Larvasidasi adalah memberantas jentik-jentik nyamuk demam
berdarah dengan menggunakan bubuk abate terutama di daerah yg banyak menampung
air/susah air dan pada penampungan air terbuka yang susah dikuras/dibersihkan.
2.2.5 Fogging dengan Insektisida
Pengasapan dilakukan sesuai dengan kesimpulan analisis dari kegiatan penyelidikan
epidemiologi penyakit DBD di tempat tinggal penderita dan lingkungan sekitarnya.
Pengasapan
14
lingkungan dusun Sukorame Kecamatan Mantup. Petugas penyemprot adalah petugas harian
lepas yang terlatih didampingi petugas puskesmas dan dokter intership
Persyaratan Fogging dengan insektisida :
yang telah terlatih dengan ditemukannya penderita demam tanpa sebab minimal 3 orang dan
atau tersangka penderita DBD serta ditemukan positif jentik Aedes ( 5 % ) dari
rumah/bangunan disekitar rumah penderita.
Kegiatan fogging focus ini bertujuan memutus rantai penularan dengan membunuh
nyamuk dewasa yang sudah mengandung virus dengue dengan radius 100 M dari rumah
penderita. Tetapi kegiatan fogging ini bukan merupakan solusi utama untuk pencegahan DBD
selain itu fogging tersebut harus dilakukan oleh tenaga khusus dan terampil karena obat
(insektisida) yang digunakan mempunyai efek samping berbahaya bagi lingkungan dan orang
yang melaksanakannya serta terjadinya resistensi terhadap nyamuk itu sendiri.
Menginggat Untuk pencegahan yang paling efektif dapat dilakukan dengan
memberantas tempat berkembang biak nyamuk demam berdarah dengue dengan berperilaku
hidup bersih dan sehat di keluarga dan dilingkungan tempat tinggal yaitu dengan cara antara
lain :
1. Membersihkan lingkungan dan rumah masing-masing setiap hari, terutama
tempat penampungan air sebagai tempat berkembangbiak nyamuk demam
berdarah dengue seperti bak mandi, drum, ban bekas, alas pot bunga,
dispenser, tempat minum burung dan lain-lain.
2. Melaksanakan kerja bakti secara teratur (satu minggu sekali) dilingkungan
masing-masing.
3. Melaksanakan Pemberantasan Sarang Nyamuk dengan 4 M PLUS :
15
MENGURAS :
Menguras
dan
menyikat
dinding
tempat
MENUTUP
MEMANTAU
: Memantau
dan
memeriksa
tempat-tempat
o Perdarahan spontan
F. Pertolongan Pertama Pada Demam Berdarah
o Penanganan Pertama:
1. Beri Minum sebanyak-banyaknya bisa teh, susu dan lainnya, sebaiknya oralit.
2. Kompres untuk menurunkan panasnya
o Pertolongan Selanjutnya:
1. Beri Obat penurun panas
2. Bawa ke sarana kesehatan terdekat
Jika penderita masih panas dengan sebab yang tidak jelas setelah/belum pernah
diobati( hari ke-3 panas saat ini)
WASPADA akan Demam Berdarah. Meliputi :
1. Mintalah pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikannya(LAB,dll)
2. Carilah keterangan apakah ada penderita demam berdarah di sekitar atau
penderita demam yang tidak jelas lainnya.
3. Waspadai terjadinya tiba-tiba pucat, lemas dan dingin atau perdarahan spontan
selama panas belum jelas sebabnya.
Pemeriksaan sederhana yang dapat dilakukan atau diminta untuk mendukung
dugaab ke arah DBD
1. Torniquet selama 5 menit untuk melihat adanya bintik perdarahan kulit
2. Cek trombosit (normal 150.000-400.000)
Bila hasil mendukung segera rujuk ke sarana kesehatan yang memiliki sarana
lebih lengkap dengan adanya transfusi darah.
G. Pencegahan Penularan Penyakit Demam Berdarah
a. Cara Fisik
Melalui PSN (pemberantasan sarang nyamuk) dilakukan dengan tiga cara
yang disebut dengan 3M yaitu :
1. Menguras tempat-tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu
sekali
2. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air
3. Menguburkan, mengumpulkan, memanfaatkan atau menyingkirkan barangbarang bekas yang dapat menampung air hujan seperti kaleng bekas, plastik
bekas dan lainnya.
18
Selain itu ditambah dengan cara lainnya yang dikenal dengan 3 M Plus seperti :
Ganti vas bunga, minuman burung dan tempat-tempat lainnya seminggu sekali
b. Cara Kimia
o Larvasidasi
Adalah menaburkan bubuk pembunuh jentik kedalam tempat penampungan
air. Bila menggunakan abate disebut Abatisasi. Adapun beberapa larvasida yakni :
Menggunakan bubuk Abate 1 G (bahan aktif : Temephos 1%)
19
Bubuk abate 1G berwarna kecoklatan, terbuat dari pasir yang dilapisi dengan
zat kimia yang dapat membunuh jentik nyamuk. Dalam takaran yang dianjurkan aan
bagi manusia dan tidak menimbulkan keracunan. Jika dimasukan ke air maka sedikit
demi sedikit zat kimia itu akan terlarut merata dan membunuh semua jentik nyamuk
yang ada dalam tempat penampungan air. Diantaranya ada yang menempel pada
dinding tempat penampungan air dan bertahan sampai 3 bulan. Oleh sebab itu
penaburan abate perlu diulang setiap 3 bulan. Takaran yang digunakan yakni untuk
100 liter air cukup dengan 10 gr bubuk abate 1 G.
o Fogging (pengasapan)
Nyamuk Ae. aegypti dapat diberantas dengan fogging (pengasapan) racun
serangga, termasuk racun serangga yang digunakan sehari-hari di rumah tangga.
Melakukan pengasapan saja tidak cukup, karena dengan pengasapan itu yang mati
hanya nyamuk dewasanya saja.
Selama jentik tidak dibasmi, setiap hari akan mucul nyamuk yang baru
menetas dari tempat perkembangbiakannya. Disamping itu biaya yang dikeluarkan
untuk melakukan fogging juga cukup besar. Karena itu cara yang tepat memberantas
jentiknya yang dikenal dengan istilah PSN DBD (Pemberansan Sarang Nyamuk
Demam Berdarah Dengue).
o Cara Biologis
Dengan memelihara ikan pemakan jentik yang diletakan pada kolam atau
genangan air yang sulit dikuras, seperti ikan kepala timah, cupang dan lainya.
Menanam tanaman pengusir nyamuk seperti Lili gundi
20
a. Telur
Untuk bertelur, nyamuk betina akan mencari tempat seperti genangan air atau daun
pepohonan yang lembab. Nyamuk betina meletakan telurnya didinding tempat
penampuangan air atau barang-barang yang memungkinkan tergenang di bawah permukaan
21
air. Telur akan diletakan berpencar (pada nyamuk Aedes oder Anopheles) atau dijejerkan
dalam satu baris (contoh nyamuk Culex) yang bisa mencapai 100-300 telur.
Telur berwarna hitam dengan ukuran 0,8 mm, berbentuk oval yang mengapung satu
persatu pada permukaan air yang jernih, atau menempel pada dinding tempat penampungan
air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dala waktu 2 hari setelah terendam
air. Stadium jentik umumnya berlangsung 6-8 hari, dan stadium kepompong berlangsung
antara 2-4 hari. Perkembangan dari telur menjadi nyamuk dewasa selama 9-10 hari.
telur nyamuk
b. Larva (jentik)
Larva adalah mahluk yang hidup di air, meskipun demikian untuk bernafas larva
harus menghirup udara secara langsung. Untuk itu, bagian belakang tubuhnya dilengkapi
dengan semacam pipa panjang hingga menembus permukaan air. Ukuran larva umumnya 0,5
sampai 1 cm, gerakannya berulang-ulang dari bawah keatas permukaan air untuk bernafas
kemudian turun kebawah dan seterusnya serta pada waktu istirahat posisinya hampir tegak
lurus dengan permukaan air.
Ciri khas dari larva Aedes aegypti adalah adanya corong udara pada segmen terakhir,
pada corong udara terdapat pecten dan sepasang rambut serta jumbae akan dijumpai pada
22
corong udara. Pertumbuhan dan perkembangan larva dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya yang penting adalah temperatur, cukup atau tidaknya bahan makanan dan ada
tidaknya binatang lain yang merupakan predator.
23
larva tergantung dari jenis nyamuk, temperatur air dan makanan yang didapatkan. Biasanya
4-6 hari.
c.
Pupa
Pupa tidak lagi mensuplai makanan ke dalam tubuhnya (fase istirahat). Pada stadium
ini, pupa bernafas pada permukaan air dengan menggunakan dua tanduk kecil yang berada
pada prothorax. Pupa juga sewaktu bahaya dapat menyelam di dalam air. Stadium ini
umumnya berlangsung hingga 5-10 hari, setelah itu akan keluar dari kepompongnya menjadi
nyamuk.
menyukai darah manusia dari pada binatang (bersifat antropofilik). Darah (proteinnya)
diperlukan untuk mematangkan telur agar jika dibuahi oleh sperma nyamuk jantan, dapat
menetas. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan telur mulai nyamuk
mengisap darah sampa telur dikeluarkan biasanya antara 3-4 hari. (satu siklus gonotropik).
Usia nyamuk Ae. agypti biasanya 2-4 minggu.
Biasanya nyamuk betina mencari mangsanya pada siang hari. Aktifitas mengigit
biasanya mulai pagi sampai sore hari, dengan 2 puncak aktifitas antara pkll 09.00-10.00 dan
16.00-17.00. nyamuk Aedes aegypti mempunyai kebiasaan mengisap darah berulang kali
dalam satu siklus gonotropik, untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian
nyamuk ini sangat efektif sebagai penular penyakit.
Setelah mengisap darah, nyamuk ini hinggap (beristirahat) di dalam atau kadangkadang di luar rumah berdekatan dengan tempat perkembangbiakannya. Biasanya di tempat
yang agak gelap dan lembab. Di tempat-tempat ini nyamuk menunggu proses pematangan
telurnya.
Terdapat 3 faktor yang berperan dalam penularan infeksi virus dengue yakni manusia,
virus dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti.
Seseorang yang dalam darahnya mengandung virus dengue merupakan sumber penularan
DBD. Bila penderita DBD digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terisap
masuk kedalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar di
berbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk didalam kelenjar liurnya. Kira-kira satu minggu
setelah mengisap darah penderita nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain
(masa inkubasi ekstrinsik).
25
Virus ini tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya, oleh karena itu
nyamuk Aedes aegypti yang telah mengisap virus dengue menjadi penular infektif sepanjang
hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menggigit, sebelum menghisap
darah akan mengeluarkan air liur malalui saluran tusuknya (proboscis), agar darah yang
diisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke
orang lain.
Dalam mencari sasaran (korban), nyamuk menggunakan indera penciumannya
(Chemical sensors) yang sangat tajam, yang dapat membaui sasarannya dari jarak 40 m.
Cahaya terang sebaliknya dapat membingungkan nyamuk, sehingga gangguan nyamuk dapat
berkurang bila terdapat cahaya. Begitu lampu dimatikan mulailah nyamuk mencari
sasarannya, terutama yang baunya paling mengundang.
sebanyak 300-400 beragam zat bau-bauan. Nyamuk akan tertarik oleh bau-bauan seperti CO2
(karbondioksida), keringat (karena kandungan lactic acid) dan bakteri yang terdapat pada
kulit. Selain itu temperatur tubuh dan kelembaban kulit mempengaruhi pula daya ketertarikan
nyamuk.
Nyamuk juga dilengkapi dengan sensor penerima panas (Heat sensors) yang sangat
sensitif. Ketika sudah dekat dengan sasarannya, nyamuk diperkirakan berorientasi dengan
temperatur yang dikeluarkan tubuh, sehingga dapat dengan mudah menemukan sasarannya
dalam kegelapan. Indera yang terakhir adalah mata (Visual sensors), yang dapat membedakan
gerakan, terang dan gelap. Orang yang mengenakan pakaian yang kontras (berbeda) dengan
lingkungannya dapat menjadi sasaran hisapan nyamuk.
Belalai tidak lain adalah perpanjangan dari mulut nyamuk , dikenal dengan nama
proboscis.
Ujung Proboscis terdiri dari enam bagian:
26
- dua pipa (labrum), satu untuk menghisap darah dan satunya lagi untuk memasukan cairan
ke dalam jaringan kulit yang dikelilingi oleh
- dua gergaji (stylet)
- dua pisau yang ujungnya tajam (stylet)
Kesemuanya diselimuti oleh organ yang disebut labium (semacam sarung senjata).
Nyamuk jantan bentuk proboscisnya tidak dikonstruksi untuk memotong daging. Nyamuk
jantan hanya hidup dari sari buahan dan sari bunga.
Cara nyamuk menghisap darah
1.
Nyamuk
hinggap
dengan
ke
enam
kakinya
di
atas
permukaan
kulit.
Begitu labium (sarung senjata) ditarik, pisau tajam diujung belalai akan melakukan
gerakan
maju
dan
mundur
seperti
gergaji,
untuk
memotong
permukaan
kulit.
Lapisan kulit yang paling luar, yang harus dipotong (dibuka) nyamuk dikenal dengan nama
27
epidermis. Epidermis berfungsi untuk melindungi kulit dari pengaruh luar (lingkungan),
pada lapisan ini tidak terdapat pembuluh darah.
Begitu terjadi luka, pembuluh darah akan menyempit dan darah akan membentuk
gumpalan yang menutupi luka. Selanjutnya terjadi proses pembekuan darah (dikenal dengan
istilah Hemostasis). Proses ini penting untuk mencegah terjadinya luka pendarahan yang
banyak, yang dapat mengakibatkan kekurangan darah.
Untuk mencegah hal tersebut (pembekuan darah), maka salah satu pipa jarum
(labrum) yang terdapat pada belalai akan mengeluarkan semacam cairan yang mengandung
anticoagulants (anti beku), yang berasal dari dalam perutnya. Selanjutnya belalai akan terus
masuk ke lapisan yang lebih dalam, yaitu lapisan dermis. Di lapisan kulit inilah terdapat
pembuluh darah yang dibutuhkan nyamuk, pembuluh darah kapiler.
Maka untuk dapat menghisap darah, nyamuk betina harus mencari (memancing)
terlebih dahulu dimana letak pembuluh darah kapilar dengan belalainya. Di lapisan ini belalai
terus mencari (memancing) pembuluh darah kapiler dengan interval waktu 10 detik sampai
pembuluh kapiler ditemukan.
28
29
Selanjutnya nyamuk akan mencari makan dan berpasangan dan fase di atas akan terulang.
30
BAB III
METODE
3.1 Metode Pelaksanaan
Tahap pengenalan medan menggunakan pendekatan survei, yaitu pengumpulan
data pada puskesmas dengan metode pengumpulan data secara observasional, yang
menurut waktu pengumpulan datanya bersifat cross sectional, sedangkan menurut analisis
data yang digunakan adalah statistik deskriptif.
Tahap diagnosis intervensi dilakukan melalui suatu survei epidemiologi jentik
nyamuk di 20 rumah sekitar penderita DBD yang meninggal dan dan diskusi dengan
kader dan perangkat desa untuk menganalisis hasil dari pengenalan medan dan
mengidentifikasi prioritas masalah yang perlu ditangani dalam masyarakat untuk :
1. merumuskan diagnosis intervensi
2. mengidentifikasi solusi atau model pemecahan masalahnya, berbentuk program
kesehatan
3. mengidentifikasi sumberdaya setempat dan peran serta masyarakatnya
4. mengambil keputusan untuk memilih program atau model atau solusi yang akan
dikerjakan dalam tahap Terapi Intervensi.
Tahap terapi intervensi dilakukan dengan menggunakan pendekatan program
pembentukan Jumantik, yaitu mempersiapkan serta melaksanakan program atau model
atau solusi yang terpilih bersama dengan partisipasi masyarakat dengan memanfaatkan
sumberdaya setempat.
31
3.2 Lokasi
Kegiatan Mini Project dilaksanakan di dusun Sukorame, Kecamatan Mantup,
Kabupaten Lamongan.
3.3 Waktu
Kegiatan Mini Project dilakukan selama 4 bulan yaitu bulan Februari 2015 Mei
2015.
Survei yang dilakukan dalam tahap pengenalan medan menggunakan metode
wawancara pada pemegang program demam berdarah, Kecamatan Mantup, Kabupaten
Lamongan.
Tahapan diagnosis intervensi mini project dilakukan melalui suatu
survei
epidemiologi jentik nyamuk di 20 rumah sekitar penderita DBD yang meninggal dan dan
diskusi dengan kader dan perangkat desa untuk menganalisis hasil dari pengenalan medan
dan mengidentifikasi prioritas masalah yang perlu ditangani dalam masyarakat.
Terapi intervensi mini project adalah intervensi secara langsung dengan
penyuluhan tentang pengetahuan dasar mengenai DBD yang diharapkan mampu
meningkatkan pengetahuan dan kewaspadaan warga desa. Terapi intervensi berikutnya
meliputi pelatihan dan pelantikan kader Juru Pemantau Jentik di Dusun Sukorame
Kecamatan Mantup, Lamongan.
Pemantauan hasil dari intervensi mini project yang dilakukan dengan memantau
hasil pencatatan jumlah jentik di Dusun Sukorame Kecamatan Mantup Lamongan dan
mendiskusikan dengan kader serta perangkat desa kesulitan yang dihadapi sebagai
Jumantik.
32
BAB IV
HASIL KEGIATAN
4.1 Profil Komunitas Umum
4.1.1 Profil Puskesmas Mantup
TABEL 4.1 Profil Puskesmas Mantup
LUAS WILAYAH, JUMLAH DESA, JUMLAH PENDUDUK, JUMLAH RUMAH TANGGA,
DAN KEPADATAN PENDUDUK MENURUT DESA
PUSKESMAS MANTUP TAHUN 2013
JUMLA
KEPADATA
LUAS
JUMLAH
RATA-RATA
H
N
N
WILAYA PENDUDU
JIWA/RUMA
DESA
RUMAH
PENDUDUK
O
H
K
H
TANGG
(km2)
TANGGA
/km2
A (KK)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
MANTUP
SUMBERBENDO
TUNGGUNJAGIR
SUKOBENDU
TUGU
KEDUKBEMBEM
SUMBERDADI
KEDUNGSOKO
SIDOMULYO
SUKOSARI
SUMBERAGUNG
SUMBERKEREP
PELABUHANREJ
O
MOJOSARI
RUMPUK
JUMLAH
1515
535
1443
1234
433
479
545
696
311
391
337
345
398
391
259
9312
6.107
1.840
1.683
597
4.695
1.596
5.964
1.926
1.960
641
1.815
598
3.626
1.251
3.018
1.002
1.997
729
2.211
852
1.684
595
2.200
814
2.460
874
2.227
891
1.811
602
43458
14808
3,30
4,03
2,80
3,15
2,90
3,25
3,00
4,83
3,00
4,53
3,00
3,79
2,80
6,65
3,00
4,34
3,70
6,42
2,50
5,65
2,80
5,00
2,70
6,38
2,80
6,18
2,40
5,70
3,00
6,99
2,93
4,6
33
Barat
Timur
Selatan
Utara
: Dusun Kedungrawe
: Dusun Maip
: Dusun Babatan, Desa Sumberdadi
: Dusun Maip
: 379 orang
: 387 orang
KK
: 200 KK
Gakin
: 133 KK
: 1 orang
Perawat
: 1 orang
: 1 buah
Lokasi
Tanggal
: 10 Maret 2015
Jumlah peserta
: 6 orang
Proses
: Peserta adalah para kader yang ditunjuk oleh bidan dusun Sukorame
yang sebelumnya aktif dalam berbagai kegiatan desa. Para peserta tersebut dikumpulkan di
rumah kepala dusun untuk menjalani pelatihan berupa materi tentang demam berdarah dan
pencegahannya, cara mengamati jentik.
Kegiatan 2
Acara
Sukorame
Lokasi
Tanggal
: 13Maret 2015
Jumlah peserta
: 200orang
Proses
pelatihan dan ibu-ibu pengajian dusun Sukorame. Pelantikan Kader JUMANTIK dilakukan
dengan penyematan pin JUMANTIK di depan masyarakat, serta memperkenalkan para kader
kepada masyarakat dusun sukorame. Penyuluhan kepada masyarakat dilakukan setelah
pengajian berupa materi tentang demam berdarah.
Kegiatan 3
Acara
Lokasi
: Dusun Sukorame
Tanggal
: 17 Maret 2015
Jumlah peserta
Proses
random. Sebanyak 20 rumah diperiksa dengan supervisi dokter internsip atau tenaga
kesehatan. Setiap rumah yang diperiksa meliputi kamar mandi, bak penampungan air minum,
tempat pembuangan sampah, tempat genangan air, dan tempat penampungan air lain.
Diperiksa oleh kader JUMANTIK dan diikuti pemasangan kartu meter jentik didepan pintu
rumah.
Kegiatan 4
Acara
Lokasi
: dusun Sukorame
35
Tanggal
: 10 Mei 2015
Jumlah peserta
Proses
rumah meliputi rumah dari hasil pemeriksaan bulan Mei, 5 rumah dengan hasil negatif dan 5
rumah dengan hasil positif. Melakukan crosscheck hasil pemeriksaan oleh kader
JUMANTIK.
Nama Kader
Bu Khayatun
Bu Zuliana
Bu Aspiah
Bu Juwariyah
Bu Sapiatun
Bu Sutrani
Bulan
Maret
April
Mei
Maret
April
Mei
Maret
April
Mei
Maret
April
Mei
Maret
April
Mei
Maret
April
Mei
Total
Maret
April
Mei
Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Jentik
81
55
48
119
145
152
Total
24
24
24
42
42
42
23
23
23
49
49
49
44
44
44
18
18
18
200
200
200
4.3 Evaluasi
1
ABJ =
145
x 100 =72,50
200
36
Mei :
2
ABJ =
152
x 100 =76
200
HI=
HI=
55
x 100 =27,50
200
48
x 100 =24
200
160
140
120
100
negatif
80
positif
60
40
20
0
Maret
April
Mei
BAB V
DISKUSI
5.1 Analisis Hasil Intervensi
37
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Mini Project ini berhasil dilaksanakan dengan baik sesuai dengan tujuan dan
sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, dimana angka bebas jentik dapat terus
meningkat dan partisipasi aktif masyarakat dalam kebersihan lingkungan.Tidak kami
38
temukan kendala yang berarti sejak persiapan hingga pelaksanaan kegiatan, hal ini tidak
lepas dari bantuan dan dukungan dari pihak Puskesmas Mantup.
6.2 Saran
Untuk mencapai angka bebas jentik 100% tentunya pihak puskesmas dan warga
desa harus terus bekerjasama dalam melanjutkan dan memonitoring program pemantauan
jentik ini, serta menggalakkan kegiatan penanggulangan demam berdarah yang lain
termasuk dalam penanganan penderita serta pencegahan, penemuan kasus baru maupun
pengobatan. Penyuluhan kesehatan semacam ini hendaknya diadakandilaksanakan secara
berkala dan berkesinambungan dalam upaya mewujudkan keluarga yang sehat dan
sejahtera.
39
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. 2013. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur
Tahun 2012.
Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen
Kesehatan RI. 2007. Modul Pelatihan Bagi Pengelola Program Pengendalian Penyakit
Demam Berdarah Dengue Di Indonesia.
Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen
Kesehatan RI. 2014. Petunjuk Teknis Jumantik PSN Anak Sekolah.
WHO. 1997. Vector Control Methods for use by Individuals and communities. EGC.
Jakarta
WHO. 1999. Demam Berdarah Dengue : diagnosis, pengobatan dan pencegahan,
EGC. Jakarta
Widodo. 2012. Diagnosis dan Terapi cairan pada Demam Berdarah Dengue. Di akses
20 Maret 2015. http://widodo-sarono.blogspot.com/2010/12/diagnosis-dan-terapi-cairanpada-demam_22.html
40