Anda di halaman 1dari 34

Laporan Kegiatan Usaha Kesehatan Masyarakat (UKM)

F7. Mini Project

UPAYA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN


PENYEBARAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI
WILAYAH RW 06 KELURAHAN NOBOREJO, KOTA
SALATIGA

Disusun Oleh:

dr. Nur Nubli Julian Parade


dr. Ula Firdausi
dr. Victor Perdana Kusuma
dr. Wieka Budhiwidayanti
dr. Wildan Syamsudin Fahmy

Puskesmas Cebongan
Periode Februari 2015 - Mei 2015
Dokter Internsip Indonesia Kota Salatiga
Periode Oktober 2014 - September 2015
Halaman Pengesahan

Laporan Usaha Kesehatan Masyarakat

Laporan F7. Mini Project

Topik :

Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Demam Berdarah


Dengue (DBD) di wilayah RW 06 Kelurahan Noborejo, Kota Salatiga

Diajukan dan dipresentasikan dalam rangka praktik klinis dokter internsip


sekaligus sebagai bagian dari persyaratan menyelesaikan program internsip

dokter Indonesia di Puskesmas Cebongan kota Salatiga

Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal April 2015

Mengetahui,

Perwakilan Dokter Internsip, Dokter Pendamping

dr. Victor Perdana Kusuma dr. Margareth Intani


NIP. 19750322 200604 2 002
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang
banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia
menunjukkan bahwa benua Asia menempati urutan pertama dalam jumlah
penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968
hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia
sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara.1
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang sudah tidak
asing lagi dan menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di
Indonesia. Setiap tahun insidensinya dan luas daerah penyebarannya semakin
bertambah seiring dengan terjadinya pergantian musim dari musim kemarau ke
musim penghujan. dan meningkatnya kepadatan penduduk. Hampir di setiap
daerah di Indonesia terdapat kasus DBD baru tak terkecuali dengan Propinsi
Jawa Tengah.1
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah menunjukkan
jumlah kasus DBD hingga tahun 2011 mencapai 3.671 kasus. Sementara tahun
2010 jumlah kasus DBD mencapai 19.362 (IR 5,89 per 10.000 orang) dengan
CFR 1,29.3 Kasus DBD tertinggi di Jawa Tengah tahun 2011 Kota Semarang
1.186 kasus (IR 76,22).2
Terdapat beberapa upaya pencegahan penyakit DBD yang telah
dilakukan, diantaranya berupa pelaksanaan upaya pemutusan siklus hidup
nyamuk penularnya melalui penaburan larvasida, focus fogging, pemberantasan
sarang nyamuk (PSN) dengan pelaksanaan program 4 M Plus (Menguras,
Menutup, Mengubur dan Memantau Plus). PSN merupakan cara
pemberantasan yang aman, murah dan sederhana. Oleh sebab itu kebijakan
pemerintah dalam pengendalian vektor DBD lebih menitikberatkan pada
pelaksanaan program tersebut, walaupun dalam praktiknya, pelaksanaannya
sangat bergantung pada peran serta masyarakat.
Sejauh ini, pemahaman dan pengetahuan masyarakat mengenai penyakit
DBD, pencegahan dan penanggulangannya dinilai masih kurang, dimana
tampaknya pelaksanaan hal tersebut masih dibebankan pada sektor pelayanan
kesehatan masyarakat, padahal sebagaimana yang telah diketahui pencegahan
dan penangggulangan penyebaran DBD menjadi tanggung jawab masyarakat
dan seluruh lintas sektoral karena berkaitan erat dengan kebersihan dan
perilaku manusia. Keberhasilan program pencegahan dan penanggulangan
penyebaran DBD berhubungan dengan keterlibatan/peran serta masyarakat dan
berbagai lintas sektoral.
Sebagai upaya pemecahan masalah tersebut dan guna meningkatkan
partisipasi masyarakat, maka diselenggarakan penyuluhan mengenai DBD,
perjalanan penyakit, pencegahan dan penanggulangan penyebarannya di
wilayah RW 06 kelurahan Noborejo, kota Salatiga. Sedangkan untuk menekan
laju penyebaran DBD di wilayah tersebut secara nyata, maka digalakkan
peranan aktif dan implementasi langsung melalui pelaksanaan kunjungan
rumah dan edukasi, pembuatan kesepakatan berupa komitmen terkait
pelaksanaan PSN, penyelanggaraan kerja bakti, dan pembagian bubuk abate
bagi warga di wilayah RW 06, kelurahan Noborejo, kota Salatiga.

B. Pernyataan Masalah
1. Ditemukan kejadian kasus DBD di wilayah RW 06 kelurahan
Noborejo kota Salatiga.
2. Kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat wilayah RW 06
kelurahan Noborejo kota Salatiga, baik dari segi etiologi, faktor
risiko, cara penularan, bahaya maupun upaya pencegahan penyakit
DBD.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Meningkatkan angka partisipasi masyarakat dalam
mengikuti dan melaksanakan program pencegahan dan
penanggulangan penyebaran DBD sehingga diharapkan mampu
menurunkan angka kesakitan dan kematian serta beban pembiayaan
akibat DBD dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan
kesehatan yaitu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
2. Tujuan Khusus
a. Meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan kesadaran
masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Cebongan khususnya
di wilayah RW 06 kelurahan Noborejo mengenai DBD,
pencegahan dan penanggulangan penyebarannya.
b. Meningkatkan keberhasilan pelaksanaan program pencegahan
dan penanggulangan penyebaran DBD di wilayah kerja
Puskesmas Cebongan khususnya di wilayah RW 06 kelurahan
Noborejo

D. Manfaat
1. Manfaat Bagi Masyarakat
a. Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai penyebab, faktor
risiko, gejala, bahaya, pencegahan, dan penyebaran DBD.
b. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya melakukan
pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan melaksanakan program 4 M
Plus.
c. Membantu masyarakat dalam upaya menurunkan angka kesakitan dan
kematian yang ditimbulkan oleh DBD.
2. Manfaat Bagi Puskesmas
a. Membantu bidang Kesehatan Lingkungan dan Promosi Kesehatan
Puskesmas Cebongan dalam meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman masyarakat mengenai DBD, pencegahan dan
penyebarannya.
b. Membantu Puskesmas Cebongan dalam mengetahui gambaran kasus
DBD dan pendataannya khususnya di wilayah RW 06 kelurahan
Noborejo.
3. Manfaat Bagi Pemerintah
a. Membantu pemerintah dalam melaksanakan program pengendalian
penyakit DBD di Indonesia.
b. Membantu pemerintah dalam upaya menurunkan beban pembiayaan
pengobatan akibat tingginya angka kesakitan dan angka kematian yang
ditimbulkan oleh DBD di Indonesia.
4. Manfaat Bagi Penulis
a. Berperan serta menambah wawasan serta pengetahuan kepada
masyarakat akan bahaya DBD dan meningkatkan pengetahuan
masayarakat mengenai DBD dan mempertinggi partisipasi masyarakat
dalam upaya pencegahan dan penanggulangan penyebaran DBD.
b. Melaksanakan kegiatan mini project dalam rangka program internsiip
dokter Indonesia.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi dan Etiologi3


Demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri
sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia,
diathesis hemoragik dan perembesan plasma. Yang membedakan demam
berdarah dengue dengan demam dengue adalah ada tidaknya perembesan
plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi atau penumpukan cairan di
rongga tubuh.
Demam dengue dan demam berdarah dengue sama-sama disebabkan oleh
virus dengue yang termasuk dalam genus Flavivirus, famili Flaviviridae
dengan diameter sekitar 30 nanometer yang terdiri dari asam ribonukleat
rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 10-6. Terdapat 4 serotipe virus, yaitu
DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Keempat serotipe virus tersebut
semuanya telah ditemukan di Indonesia dengan serotipe terbanyak adalah
DEN-3.

B. Epidemiologi3
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat,
dan Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran merata di
seluruh tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6-15 per 100.000
penduduk (pada 1989 hingga 1995) dan pernah meningkat tajam hingga 35
per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD
cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999. Penularan infeksi
virus dengue melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama A. aegypti dan A.
albopictus). Peningkatan kasus tiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi
lingkungan dan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu
bejana berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas, dan tempat penampungan
air lainnya).
Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi
penularan virus dengue, yaitu: (1) Vektor: perkembangbiakan vektor,
kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di lingkungan, transportasi vektor dari
satu tempat ke tempat lain; (2) Pejamu: terdapatnya penderita di
lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis
kelamin; (3) Lingkungan: curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk
2
.
C. Patogenesis3
Patogenesis DBD tidak sepenuhnya dipahami, namun terdapat dua
perubahan patofisiologis yang signifikan, yaitu:
1. Meningkatnya permeabilitas kapiler yang mengakibatkan bocornya
plasma, hipovolemia dan terjadinya syok. Pada DBD terdapat kejadian
unik yaitu terjadinya kebocoran plasma ke dalam rongga pleura dan
rongga peritoneal. Kebocoran plasma terjadi singkat (24-48 jam).
2. Hemostasis abnormal yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopeni
dan koagulopati, mendahului terjadinya manifestasi perdarahan.

Aktivasi sistem komplemen selalu dijumpai pada pasien DBD. Kadar C3


dan C5 rendah, sedangkan C3a serta C5a meningkat. Mekanisme aktivasi
komplemen tersebut belum diketahui. Adanya kompleks imun telah
dilaporkan pada DBD, namun demikian peran kompleks antigen-antibodi
sebagai penyebab aktivasi komplemen pada DBD belum terbukti.

Selama ini diduga bahwa derajat keparahan penyakit DBD dibandingkan


dengan DD dijelaskan dengan adanya pemacuan dari multiplikasi virus di
dalam makrofag oleh antibodi heterotipik sebagai akibat infeksi dengue
sebelumnya. Namun demikian, terdapat bukti bahwa faktor virus serta
respons imun cell-mediated terlibat juga dalam patogenesis DBD 2.

D. Manifestasi Klinis3
Manifestasi klinis infeksi virus Dengue pada manusia sangat bervariasi.
Spektrum variasinya begitu luas, mulai dari asimtomatik, demam ringan yang
tidak spesifik, demam dengue, demam berdarah dengue, hingga yang paling
berat yaitu dengue shock syndrome (DSS). Diagnosis demam berdarah
dengue ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun 1997,
terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. Penggunaan kriteria ini
dimaksudkan untuk mengurangi diagnosis yang berlebihan (overdiagnosis).
Kriteria Klinis
1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus
selama 2-7 hari, biasanya bifasik.
2. Terdapat manifestasi perdarahan yang ditandai dengan:
- Uji tourniquet positif
- Petekia, ekimosis, purpura
- Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
- Hematemesis dan atau melena
Kriteria Laboratoris :
1. Trombositopeni (trombosit < 100.000/ml)
2. Hemokonsentrasi (kenaikan Hematokrit (Htc) > 20%)
Manifestasi klinis DBD sangat bervariasi, WHO (1997) membagi menjadi
4 derajat seperti pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Klasifikasi Infeksi Dengue berdasarkan Derajat Penyakit


Kategori Derajat Gejala Laboratorium
Demam diserai 2/lebih tanda: nyeri
-leukopenia
DD kepala, nyeri retro-orbital, nyeri otot -trombositopenia ringan
-tidak ada tanda kebocoran plasma
dan nyeri sendi
-trombositopenia <100.000 /ml
DBD I Gejala di atas + uji tourniquet positif
-ada kebocoran plasma
-trombositopenia <100.000 /ml
DBD II Gejala di atas + perdarahan spontan
-ada kebocoran plasma
Gejala di atas + tanda-tanda pre-syok
-trombositopenia <100.000 /ml
DBD III (kulit dingin, lembab, dan gelisah,
-ada kebocoran plasma
nadi cepat, tekanan darah turun)
Syok berat (nadi tidak teraba, tekanan -trombositopenia <100.000 /ml
DBD IV
darah tidak terukur) -ada kebocoran plasma

Adapun yang dimaksud tanda-tanda kebocoran plasma (plasma leakage)


antara lain:
- Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur
dan jenis kelamin
- Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan
dengan nilai hematokrit sebelumnya
- Hipoproteinemia
- Hiponatremia
- Efusi pleura atau asites
E. Diagnosis3,4
Diagnosis DBD dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,
maupun pemeriksaan penunjang. Adapun hal-hal yang menyangkut anamnesis
dan pemeriksaan fisik telah dibahas pada sub bab 2.4 mengenai manifestasi klinis
DBD. Sedangkan pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis DBD antara lain.
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah yang umum dilakukan untuk menapis pasien
tersangka demam berdarah dengue adalah melalui pemeriksaan kadar
hemoglobin (Hb), hematokrit (Htc), jumlah trombosit, dan hitung jenis
leukosit untuk melihat ada tidaknya limfositosis relative disertai gambaran
limfosit plasma biru (LPB).
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell
culture) ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR
(Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction). Namun karena
teknik ini masih sulit dilakukan dan biayanya mahal maka dapat
digunakan juga uji serologis yang dapat mendeteksi adanya antibodi
spesifik terhadap virus dengue dengan memeriksa kadar IgM dan IgG.
Parameter-parameter lainnya yang dapat ditemukan dalam
pemeriksaan darah adalah:
Leukosit: dapat berupa leukositosis atau leukopenia, mulai hari ke-3
dapat ditemukan limfositosis relatif (> 45% dari total leukosit) disertai
limfosit plasma biru (> 15% dari total leukosit di mana pada fase syok
akan meningkat jumlahnya
Trombosit: terjadi trombositopenia pada hari ke-3 sampai hari ke-8
Hematokrit: terjadi peningkatan hematokrit >20% dari nilai hematokrit
awal, umumnya mulai terlihat padaa hari ke-3 demam
Hemostasis: dilakukan pemeriksaan waktu perdarahan, CT, PPT, aPTT
jika dicurigai adanya perdarahan ataupun kelainan pembekuan darah
Protein/albumin: dapat terjadi hipoproteinemia jika ada kebocoran
plasma
Faal hati: dapat terjadi peningkatan enzim hati SGOT/SGPT
Faal ginjal: dapat terjadi peningkatan ureum, kreatinin terutama jika
terjadi syok
Imunoserologis: dapat terjadi peningkatan IgM antidengue mulai hari
ke-3 sampai dengan minggu ke-3 dan menghilang setelah 60-90 hari,
serta terjadi peningkatan IgG mulai hari ke-14 (infeksi primer) atau
hari ke-2 (infeksi sekunder)
Uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI): uji ini merupakan standar WHO untuk
kepentingan surveilans. Uji ini memerlukan minimal 2 sampel serum
pada fase akut dan fase konvalesens (penyembuhan) dengan
interpretasi seperti pada tabel berikut ini.

Tabel 2. Interpretasi Hasil Uji Hemaglutinasi Inhibisi

Interval Serum I-II Kenaikan Titer Titer Serum II Kesimpulan


7 hari 4 kali 1: 1280 Infeksi Primer
Berapapun 4 kali 1: 1560 Infeksi Sekunder
< 7 hari 4 kali 1: 1280 Infeksi primer atau
infeksi sekunder
Berapapun tidak ada 1: 2560 Mungkin infeksi
dengue
7 hari tidak ada 1: 1280 Bukan infeksi dengue
< 7 hari tidak ada 1: 1280 Tidak bisa
disimpulkan
Hanya 1 serum 1: 1280 Tidak bisa
disimpulkan

b. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis yang dilakukan untuk membantu
mendeteksi komplikasi dari DBD yaitu efusi pleura dan asites. Efusi
pleura dapat dilihat pada foto thorax PA dan lateral, sedangkan asites dapat
ditemukan pada pemeriksaan USG Abdomen.

F. Penatalaksanaan3
1. Promotif
Kegiatan promotif untuk mencegah meluasnya kasus DBD di
masyarakat adalah melalui semboyan 3M plus yaitu menguras bak
mandi minimal seminggu sekali, menutup tempat-tempat penampungan
air, mengubur barang-barang bekas yang dapat menjadi tempat
berkembang biak nyamuk Aedes aegypti, pemberian bubuk abate di
tempat-tempat penampungan air atau ikanisasi tempat penampungan air
untuk membunuh jentik-jentik nyamuk, serta melakukan fogging atau
pengasapan untuk membunuh nyamuk dewasa.
2. Preventif
Kegiatan preventif di sini dimaksudkan untuk mencegah gigitan
nyamuk, yaitu dengan cara mengoleskan lotion antinyamuk (repellent),
menggunakan insektisida antinyamuk (semprot, bakar, atau elektrik),
memakai kaos kaki yang panjang hingga ke lutut untuk anak-anak yang
masih sekolah atau menggunakan celana panjang maupun baju lengan
panjang, serta tidur dengan menggunakan kelambu.
3. Kuratif
Tidak ada terapi yang spesifik untuk infeksi dengue, prinsip utama
adalah dengan terapi simtomatis. Dengan terapi simtomatis yang adekuat
angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan
volume cairan intravaskular merupakan tindakan yang paling penting
dalam penanganan demam berdarah dengue. Asupan cairan pasien harus
dijaga terutama cairan oral. Apabila asupan secara oral tidak dapat
terpenuhi maka alternatifnya dapat diberikan cairan secara parenteral
untuk mencegah terjadinya dehidrasi dan hemokonsentrasi darah.

Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersama


Divisi Tropik Infeksi dan Divisi Hematologi-Onkologi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia telah menyusun penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa.
Protokol ini terbagi dalam 5 kategori:

Protokol 1: Penanganan Pasien Dewasa Tersangka DBD tanpa Syok


Protokol ini digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan
pertama pada pasien DBD atau yang diduga DBD di Instalasi Gawat Darurat serta
digunakan sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat. Adapun hal-hal
yang harus dilakukan seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

Keluhan mengarah DBD


(Kriteria WHO 1997))

Hb, Hematokrit, dan Trombosit


Hb Normal Hb & Hematokrit Normal
& Hematokrit Normal Hb & Hematokrit Meningkat
Trombosit <100.000
Trombosit 100.000-150.000 Trombosit Normal/Turun

Observasi Rawat Jalan RAWAT INAP


Periksa Hb, Hematokrit, dan Trombosit 24 jam berikutnya

Gambar 1. Protokol I (Penanganan Pasien Tersangka DBD tanpa Syok)

Protokol II: Pemberian Cairan pada Pasien Tersangka DBD di Ruang Rawat
Pasien tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa syok
di ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus
berikut ini.
1500 + {20 x (Berat Badan dalam Kg
20)}

atau dapat juga dijabarkan dalam Rumus Holiday-Segar yang dapat pula
digunakan pada pasien anak-anak. Adapun perhitungannya seperti pada tabel di
bawah ini.

Tabel 3. Perhitungan Kebutuhan Cairan Maintenance menurut Holiday-


Segar
Berat Badan (kg) Kebutuhan Cairan
10 kg 100 cc/kgBB/hari
11 20 kg 50 cc/kgBB/hari
> 20 kg 20 cc/kgBB/hari

Misal:
Pasien anak-anak dengan berat badan 15 kg, maka perhitungannya adalah
(10 kg x 100 cc/kg/hari) + (5 kg x 50 cc/kg/hari) = 1000 cc/hari + 250
cc/hari = 1250 cc/hari
Pasien dewasa dengan berat badan 50 kg, maka perhitungannya adalah (10
kg x 100 cc/kg/hari) + (10 kg x 50 cc/kg/hari) + (30 kg x 20 cc/kg/hari) =
1000 cc/hari + 500 cc/hari + 600 cc/hari = 2100 cc/hari
Alur penatalaksanaan pasien tersangka DBD tanpa perdarahan dan syok di
Suspek DBD
ruang rawat dapat dilihat pada gambarspontan
Perdarahan di bawah ini. (-)
& massif
Tanda-tanda syok (-)

Hb, Hematokrit Normal Hb, Hematokrit 10-20% Hb, Hematokrit >20%


Trombosit < 100.000 Trombosit < 100.000 Trombosit <100.000
Infus Kristaloid Infus Kristaloid
Periksa Hb, Htc, Trombo /24 jam Periksa Hb, Htc, Trombo /24 jam

Penanganan dengan
Protokol III
Gambar 2. Protokol II (Pemberian Cairan Tersangka DBD di Ruang Rawat)

Defisit Cairan 5%
Protokol III: Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Hematokrit >20%
Meningkatnya hematokrit > 20% menunjukkan adanya defisit cairan tubuh
sebanyak kurang lebih 5%. Penatalaksanaannya seperti
Terapi awal cairan IV yang terlihat pada bagan
berikut ini. 6-7 cc/kgBB/jam

Evaluasi 3-4 jam

MEMBAIK TIDAK MEMBAIK


Hematokrit Hematokrit , Nadi
Nadi , Tensi Tensi <20 mmHg
Diuresis 2 cc/kgBB/Jam Diuresis

Tanda Vital dan Hematokrit Memburuk

Kurangi infus kristaloid Tambah infus kristaloid


5 cc/kgBB/jam 10 cc/kgBB/jam

MEMBAIK TIDAK MEMBAIK

Kurangi infus kristaloid Tambah infus kristaloid


3 cc/kgBB/Jam 15 cc/kgBB/jam

MEMBAIK TIDAK MEMBAIK


MEMBAIK
Tanda Syok (+)

Terapi cairan dihentikan dalam 24-48 jam


Penanganan dengan Protokol V
Gambar 3. Protokol III (Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Hematokrit >20%)
Protokol IV: Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD
Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dapat berupa
epistaksis, hematemesis, melena, hematokezia, hematuria, perdarahan
intraserebral atau perdarahan tersembunyi lainnya. Pada keadaan seperti ini
pemberian cairan tetap sama seperti keadaan tanpa syok. Observasi tanda vital,
Hb, hematokrit, dan trombosit sebaiknya dilakukan setiap 4-6 jam sekali.
Pemberian heparin dilakukan bila secara klinis dan laboratoris ditemukan
tanda-tanda DIC (Disseminata Intravascular Coagulation). Tranfusi komponen
darah diberikan sesuai indikasi. Tranfusi PRC (Pack Red Cells) dilakukan bila Hb
< 10 g/dl, tranfusi TC (Trombocyte Concentrate) dilakukan bila trombosit <
50.000/mm3 disertai perdarahan masif dengan atau tanpa tanda-tanda DIC.
Sedangkan FFP diberikan bila terdapat tanda defisiensi faktor pembekuan (PT dan
aPTT memanjang).
KASUS DBD:
Perdarahan spontan masif
Tanda-tanda syok (-)

Pemeriksaan Hb, Hematokrit, Trombosit, Leukosit, Hemostasis, Golongan Darah,


Uji Cross-Match

DIC (+): DIC (-):


Tranfusi komponen darah (k/p) Tranfusi komponen darah (k/p)
Heparinisasi
Observasi
5000-10.000/hari
tanda vital,drip
Hb, Htc, Trombo tiap 4-6 jam, ulang pemeriksaan hemostasis 2
si tanda vital, Hb, Htc, Trombo tiap 4-6 jam, ulang pemeriksaan hemostasis 24 jam kemudian

Gambar 4. Protokol IV (Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD)


Dalam memberikan transfusi komponen darah hendaknya disesuaikan
dengan kebutuhan pasien. Ada rumus yang dapat digunakan dalam menentukan
kebutuhan transfusi komponen darah. Untuk menentukan kebutuhan transfusi
PRC dapat digunakan rumus:

(Hb target Hb pasien) x Berat


Badan (kg) x 3
Sedangkan kebutuhan trombosit dapat dihitung dengan perkiraan bahwa
50 cc suspensi trombosit dapat menaikkan kadar trombosit darah 7500-
10.000/mm3 pada pasien dengan berat badan minimal 50 kg. Ada beberapa
institusi yang menyatakan bahwa untuk membantu meningkatkan kadar trombosit
dapat juga ditambahkan dexamethason atau metilprednisolon (parenteral). Namun
pemberian kortikosteroid ini harus lebih hati-hati pada pasien yang memiliki
riwayat diabetes mellitus dan hipertensi, karena steroid akan sangat mudah
menaikkan kadar glukosa darah dan tekanan darah.
Protokol V: Tatalaksana Dengue Shock Syndrome
Protokol ini digunakan bila pasien sudah menunjukkan tanda-tanda syok
(DBD Derajat III dan IV) yang merupakan kegawatdaruratan pada penyakit ini.
Tatalaksana Dengue Shock Syndrome (DSS) dapat dilihat seperti pada bagan
berikut ini.
Kristaloid 10-20 cc/kgBB/30 menit
O2 2-4 liter/menit
Periksa Analis Gas Darah (AGD), Hb, Htc, Trombosit, Elektrolit, Ureum, Kreatinin, Golongan Darah

MEMBAIK TIDAK MEMBAIK


Kristaloid 7 cc/kgBB/jam Kristaloid 20-30 cc/kgBB/30 menit

MEMBAIK MEMBURUK Hematokrit Hematokrit


Kristaloid 5 cc/kgBB/jam Kembali Ke Awal Koloid tetes cepat Transfusi WB 10 cc/kgBB
10-20 cc/kgBB/10-15 menit Dapat diulang sesuai kebutuhan

MEMBAIK
Kristaloid 3 cc/kgBB/jam MEMBAIK TIDAK MEMBAIK
Menuju ke Koloid 30 cc/kgBB/jam

Evaluasi 24-48 jam, jika tetap stabil berikan cairan maintenance


MEMBAIK TIDAK MEMBAIK
Menuju ke Pasang PVC

HIPOVOLEMIK NORMOVOLEMIK
Kristaloid pantau
Koreksi
tiap
Gangguan
10-15 menit
Asam Basa, Elektrolit, Hipoglikemia, Anemia, DIC, Infe

- Inotropik
Kombinasi Koloid-Kristaloid
Perbaikan terhadap vasopressor
- Vasopressor
- After load

PERBAIKAN

Koreksi Gangguan Asam Basa, Elektrolit, Hipoglikemia, Anemia, DIC, Infeksi sekunder
Gambar 5. Protokol V (Tatalaksana Dengue Shock Syndrome)

BAB III
RENCANA PELAKSANAAN MINI PROJECT

A. Melakukan identifikasi masalah yaitu kasus DBD dan upaya pencegahan


dan penanggulangan penyebarannya di wilayah RW 6 kelurahan
Noborejo berdasarkan beberapa pertimbangan berikut:
1. Empat surat pemberitahuan dari RSUD Salatiga yang berisi laporan
mengenai 1 orang warga RW 06 kelurahan Noborejo yang menderita
DBD dan 3 orang warga RW 06 kelurahan Noborejo yang menderita
Demam Dengue (DD) yang dirawat di RSUD Salatiga dalam periode
bulan Januari Februari 2015 (Lampiran _).
2. Data primer berupa jumlah penderita DD dan DBD yang berasal dari
wilayah kerja Puskesmas Cebongan yang dirawat di beberapa
fasilitas pelayanan kesehatan di Salatiga selama periode bulan Januari
2014 - Februari 2015 (Lampiran _).
3. Data primer berupa laporan pemeriksaan jentik berkala yang
diperoleh dari penyelidikan epidemiologi DBD di wilayah RT 01,
RW 06 kelurahan Noborejo yang dilakukan oleh dokter internsip,
sanitarian Puskesmas Cebongan dan kader-kader kesehatan RW 06
kelurahan Noborejo pada tanggal 7 Februari 2015 (Lampiran _).
4. Keterangan berupa kurangnya pengetahuan warga dan upaya
pencegahan DBD yang telah dilakukan di wilayah RW 06 kelurahan
Noborejo saat pelaksanaan penyuluhan DBD oleh dokter internsip
dan sanitarian Puskesmas Cebongan pada pertemuan PKK tanggal 7
dan 18 Februari 2015 (Lampiran _ & _).

B. Mengumpulkan data terkait, yaitu:


1. Data primer berupa jumlah penderita DD dan DBD yang berasal dari
wilayah kerja Puskesmas Cebongan yang dirawat di beberapa fasilitas
pelayanan kesehatan di Salatiga selama periode bulan Januari 2014 -
Februari 2015 (Lampiran _).
2. Data primer berupa hasil laporan pemeriksaan jentik berkala yang
diperoleh dari penyelidikan epidemiologi DBD di wilayah RT 01, RW
06 kelurahan Noborejo pada yang dilakukan oleh dokter internsip,
sanitarian Puskesmas Cebongan dan kader-kader kesehatan RW 06
kelurahan Noborejo pada tanggal 7 Februari 2015 (Lampiran _ & _).

B. Melakukan analisis data, melalui entry data dan editing, yaitu memeriksa
adanya kesalahan atau ketidaklengkapan data.

C. Melakukan analisis masalah melalui pendekatan sistem dengan


memperhatikan dan mempertimbangkan aspek-aspek tertentu yang ditemukan
di wilayah RW 06 kelurahan Noborejo, antara lain: kondisi lingkungan dan
cuaca, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, akses menuju dan jumlah
fasilitas pelayanan kesehatan dan promosi kesehatan lingkungan yang
dilakukan di daerah tersebut.

D. Merumuskan pemecahan masalah (intervensi) yang mampu dilakukan,


berupa:
1. Melaksanakan penyuluhan mengenai DBD dan pencegahannya bagi
warga RW 06 kelurahan Noborejo.
a. Sasaran Penyuluhan
Penyuluhan yang dilakukan merupakan penyuluhan langsung
dengan menggunakan pendekatan kelompok. Sasaran
penyuluhan ini adalah para Ibu-Ibu warga RT 01, 02, 03 dan
04, RW 06 kelurahan Noborejo.
b. Lokasi dan Waktu Penyuluhan
Penyuluhan dilakukan di Balai Pertemuan Warga RW 06
kelurahan Noborejo pada Jumat, 27 Maret 2015, pukul 13.00
WIB selesai.
c. Sarana dan Prasarana
1) Ruang pertemuan untuk kapasitas 80 orang
2) Slide (power point) materi penyuluhan DBD dan
leaflet berisi ringkasan penyuluhan yang dilakukan
yang disusun oleh dokter internsip Salatiga dan Kepala
Puskesmas Cebongan
3) Video tutorial pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
4) Alat dan bahan peraga berupa ember, senter, sikat
pembersih, dan bubuk abate
5) Pengeras Suara
6) Alat tulis
7) Laptop
d. Pelaksanaan Penyuluhan
1) Persiapan penyuluhan dan presensi
2) Pembukaan penyuluhan oleh perwakilan dokter
internsip, Kepala Puskesmas Cebongan, dan Ketua RW
06 kelurahan Noborejo.
3) Penyampaian materi penyuluhan, sebagai berikut:
- Definisi DBD dan perjalanan penyakit oleh dr.
Wildan Syamsudin Fahmy
- Penyakit-penyakit yang menyerupai DBD oleh
dr. Victor Perdana Kusuma.
- Penatalaksanaan dan kegawatdaruratan DBD
oleh dr. Wieka Budhiwidayanti.
- Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan
metode 4 M Plus oleh dr. Ula Firdausi.
- Peragaan dan pemutaran video PSN oleh dr. Nur
Nubli Julian Parade.
4) Diskusi dan tanya jawab mengenai materi
penyuluhan.
5) Evaluasi melalui pemberian pertanyaan terkait
materi penyuluhan.
6) Pemberian hadiah dan doorprize bagi warga.
7) Perumusan komitmen bersama terkait pencegahan
dan penanggulangan penyebarluasan DBD (terlampir).
8) Penutupan dan sesi foto.

2. Menggalakkan peranan aktif dan implementasi pencegahan dan


penanggulangan penyebaran DBD di wilayah RW 06 kelurahan
Noborejo.
a. Melakukan kunjungan rumah dan edukasi di wilayah RW 06
kelurahan Noborejo.
b. Melakukan pemberian bubuk abate bagi para warga RW 06
kelurahan Noborejo.
c. Mengikuti kerja bakti bersama di wilayah RW 06 kelurahan
Noborejo.

BAB IV
HASIL MINI PROJECT

A. Profil Puskesmas Cebongan


1. Gambaran Umum
Puskesmas Cebongan terletak di Jl. Soekarno-Hatta KM 1,
kelurahan Cebongan, kecamatan Argomulyo, dan merupakan
Puskesmas yang terletak paling selatan dari kota Salatiga. Sebelum
bergabung ke dalam wilayah kota Salatiga pada tahun 1994, Puskesmas
Cebongan merupakan salah satu Puskesmas di Kabupaten Semarang.
Pada tahun 2005, Puskesmas Cebongan mulai membuka layanan IGD
24 jam dan pada tahun 2007 mulai membuka layanan rawat inap.
Visi Puskesmas Cebongan : Sebagai Puskesmas pemberi
pelayanan kesehatan yang layak bagi masyarakat.
Misi Puskesmas Cebongan :
a. Meningkatkan kesadaran dan pengertian akan pentingnya
pemeliharaan kesehatan khususnya kelompok masyarakat yang
rentan terhadap penyakit.
b. Peningkatan peran serta masyarakat dalam pemeliharaan kesehatan
dan mobilisasi dana masyarakat secara optimal agar dapat
dikembangkan jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat
berdasarkan azas kekeluargaan dan usaha bersama.
c. Upaya kesehatan dilaksanakan dengan kerjasama lintas
program/sektor terkait.
d. Pembinaan sumber daya manusia kesehatan dengan memperhatikan
segi kesejahteraan agar dapat lebih profesional, etis, dan rasa
pengabdian yang tinggi serta mengutamakan tanggungjawab
terhadap masyarakat.
Motto Puskesmas Cebongan : Melayani sepenuh hati,
mengutamakan kualitas & tugas kemanusiaan.

2. Data Wilayah
Pada tahun 2015, wilayah kerja Puskesmas Cebongan terdiri dari 3
wilayah, yaitu kelurahan Ledok, kelurahan Cebongan & kelurahan
Noborejo. Adapun batas wilayah kerja Puskesmas Cebongan adalah
sebagai berikut:
Utara : Kelurahan Gendongan
Selatan : Desa Bener, desa Tegal Waton, kelurahan Sidorejo Kidul
Timur : Desa Patemon dan desa Karang Duren
Barat :Desa Tetep, kelurahan Tegalrejo dan kelurahan Randuacir

Kelurahan Noborejo sendiri termasuk dalam wilayah kecamatan


Tingkir, kota Salatiga, Jawa Tengah.
.
Gambar 6. Peta kota Salatiga dan wilayah kerja Puskesmas Cebongan

Tabel 4. Rincian wilayah kerja dan fasilitas kesehatan Puskesmas Cebongan


tahun 2015.

Jumlah Sekolah Jumlah Fasilitas YanKes


Jumla
Luas h S
No Kelurahan D Puskesma
Wilayah RT/R T SLTA POST Pu Lain-
W / SLB s
K /MA REN stu lain
M Induk
I

1 Cebongan 138,1 KM2 22/6 3 1 1

2 Noborejo 3,382 KM2 36/10 3 1

187,330
3 Ledok 64/13 6 1 1 1 2
KM2

3. Keadaan Alam.
Wilayah kerja Puskesmas Cebongan berada di ketinggian 450-825
mdpl, terletak pada daerah cekungan kaki Gunung Merbabu, beriklim
tropis, berhawa sejuk dan memiliki udara segar, dengan penampakan
bentang alam yang bervariasi mulai dari daerah bergelombang
(kelurahan Ledok), miring (kelurahan Cebongan, 25%), dan datar
(kelurahan Noborejo, 10%). Dimana wilayah tersebut sebagian besar
berupa tanah pertanian dan industri.

B. Data Demografi
Tabel 5. Jumlah Penduduk yang Terdapat di Wilayah Kerja Puskesmas
Cebongan
Jumlah Penduduk
No. Kelurahan
Total
1. Ledok 9714

2. Cebongan 4271

3. Noborejo 5264

Total 19.249

Tabel 6. Mata pencaharian utama penduduk kelurahan Noborejo

No. Mata Pencaharian Jumlah Penduduk


1. Petani tanaman pangan 2.093

2. Peternak 1.568

3. Petani perkebunan 990

4. Industri pengolahan 9.957

5. Bangunan 1.490

6. Perdagangan 3.600

7. Pengangkutan 788

8. PNS/TNI/Jasa-jasa (Perangkat desa) 856

Total 19.249

Tabel 7. Riwayat tingkat pendidikan penduduk kelurahan Noborejo

No. Tingkat Pendidikan Jumlah Penduduk


1. Tamat Perguruan Tinggi/Universitas
2. Tamat akademi 1089

3. Tamat SLTA/sederajat 1695

4. Tamat SLTP/sederajat 1737

5. Tamat SD/sederajat 9386

6. Belum/tidak sekolah 5342

Total 19.249

C. Sumber Daya dan Sarana Pelayanan Kesehatan


Puskesmas Cebongan terdiri dari satu Puskesmas Induk yang terletak di
wilayah kelurahan Cebongan, Puskesmas Pembantu (Pustu) Ledok di
kelurahan Ledok, Pustu Ringinawe di kelurahan Ringinawe dan Pustu
Noborejo di kelurahan Noborejo.

Pegawai berdasarkan profesi


18
16
14
12
10
8
6
4
2
0

Jumlah sumber daya manusia yang ada di Puskesmas Cebongan kota Salatiga
per 31 Desember 2014 sebanyak 58 orang berstatus PNS, yang dapat
diklasifikasikan menurut profesinya, sebagai berikut:
Gambar 7. Klasifikasi staff Puskesmas Cebongan berdasarkan profesi.

D. Upaya Kesehatan yang Dimiliki


1. Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)
a. Upaya Kesehatan Masyarakat Esensial
1) Pelayanan Promosi Kesehatan
2) Pelayanan Kesehatan Lingkungan
3) Pelayanan Kesehatan Ibu, Anak dan Keluarga Berencana (KIA
& KB)
4) Pelayanan Gizi
5) Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

b. Upaya Kesehatan Masyarakat Pengembangan


1) Pelayanan Kesehatan Jiwa
2) UKS
3) Kesehatan Indera
4) Kesehatan Lansia
5) Kesehatan Kerja
6) Kesehatan Olahraga

2. Upaya Kesehatan Perorangan (UKP)


a. Pelayanan Pemeriksaan Umum
b. Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
c. Pelayanan KIA & KB yang bersifat UKP
d. Pelayanan Unit Gawat Darurat
e. Pelayanan Gizi yang bersifat UKP
f. Pelayanan Persalinan
g. Pelayanan Rawat Inap
h. Pelayanan Kefarmasian
i. Pelayanan Laboratorium
j. Pelayanan Radiologi

E. Data Kesehatan Masyarakat


1. Perilaku Kesehatan Masyarakat
Pre-intervensi :
Banyak warga yang masih belum memiliki kesadaran dan
pengetahuan tentang definisi DBD, etiologi, faktor risiko, penularan,
gejala, bahaya, pencegahan dan penanggulangan penyebaran DBD serta
pentingnya pelaksanaan PSN dan program 4 M Plus dalam keberhasilan
pencegahan dan penanggulangan penyebaran DBD..
Paska-intervensi :
Setelah dilakukan intervensi, diharapkan pengetahuan,
pemahaman, dan kesadaran masyarakat tentang DBD dan pentingnya
pelaksanaan PSN dan program 4 M Plus. Dengan demikian, diharapkan
dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas yang disebabkan oleh
DBD.
BAB V
DISKUSI DAN PEMBAHASAN

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang sudah tidak


asing lagi dan menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di
Indonesia. Setiap tahun insidensinya dan luas daerah penyebarannya semakin
bertambah seiring dengan terjadinya pergantian musim dari musim kemarau ke
musim penghujan. dan meningkatnya kepadatan penduduk.
Terdapat beberapa upaya pencegahan penyakit DBD yang telah dilakukan,
diantaranya berupa pelaksanaan upaya pemutusan rantai nyamuk penularnya
melalui penaburan larvasida, focus fogging, pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
dengan pelaksanaan program 4 M Plus (Menguras, Menutup, Mengubur dan
Memantau Plus). PSN merupakan cara pemberantasan yang aman, murah dan
sederhana. Oleh sebab itu kebijakan pemerintah dalam pengendalian vektor DBD
lebih menitikberatkan pada pelaksanaan program tersebut, walaupun dalam
praktiknya, pelaksanaannya sangat bergantung pada peran serta masyarakat.
Sejauh ini, pemahaman dan pengetahuan masyarakat mengenai penyakit DBD,
pencegahan dan penanggulangannya dinilai masih kurang, sementara keberhasilan
program pencegahan dan penanggulangan penyebaran DBD berhubungan dengan
keterlibatan/peran serta masyarakat dan berbagai lintas sektoral.
Pada unit pelayanan kesehatan dengan sistem informasi yang berjalan
baik, jumlah kasus DBD dapat dideteksi sesuai dengan wilayah administratif
seperti desa atau kelurahan, maka peningkatan kasus pada setiap wilayah dapat
dijadikan peringatan dini sebelum terjadi kejadian luar biasa (KLB). Untuk
memastikan bahwa peningkatan kasus adalah KLB atau bukan KLB, dapat
dilakukan analisis pola minimum-maksimum kasus DBD bulanan maupun
mingguan dengan pembanding kasus DBD pada periode-periode sebelumnya.
Selain dengan menetapkan pola maksimum-minimum, terjadinya KLB DBD pada
suatu wilayah dapat ditetapkan apabila memenuhi salah satu kriteria berikut :
1. Ditemukan terjadinya 1 atau lebih kasus DBD selama periode 3 bulan
terakhir di daerah kabupaten/kota bersangkutan, atau tidak ditemukan
penderita DBD tetapi house index (HI) jentik Aedes aegypti wilayah
tersebut > 5%.
2. Terdapat peningkatan jumlah kasus DBD sebanyak 2 kali lipat atau
lebih dibandingkan periode waktu yang sama sebelumnya di suatu
daerah..
3. Ditemukannya kasus DBD di suatu daerah yang tadinya di daerah
tersebut tidak pernah ada kejadian kasus DBD sebelumnya.
4. Terjadinya peningkatan jumlah kematian yang signifikan akibat DBD.
Berdasarkan surat pemberitahuan dari RSUD Salatiga yang berisi laporan
mengenai 1 orang warga RW 06 kelurahan Noborejo yang menderita DBD dan 3
orang warga RW 06 kelurahan Noborejo yang menderita Demam Dengue (DD)
yang dirawat di RSUD Salatiga selama priode bulan Januari-Februari 2015,
sementara pada periode yang sama, yakni selama bulan Januari-Februari 2014
tidak ditemukan terjadinya kasus DBD di wilayah tersebut. Sesuai dengan salah
satu kriteria KLB DBD diatas, maka dapat dikatakan bahwa terjadi KLB DBD di
RW 06 kelurahan Noborejo.
Setelah diperoleh laporan tersebut, dokter internsip kota Salatiga dan tim
Kesehatan Lingkungan dan Promosi Kesehatan Puskesmas Cebongan, melakukan
kegiatan penyelidikan epidemiologi di RW 06 kelurahan Noborejo pada tanggal 7
Februari 2015 dan penyuluhan DBD pada pertemuan PKK RW 06 kelurahan
Noborejo pada tanggal 7 dan 18 Februari 2015, ditemukan sejumlah fakta berikut:
1. Hasil penyelidikan epidemiologi berupa ditemukannya 6 dari 10 rumah
di RT 01, RW 06 kelurahan Noborejo yang diperiksa diketahui positif
terdapat jentik nyamuk.
2. Lingkungan di sekitar RW 06 kelurahan Noborejo pada umumnya
memiliki tempat penampungan air yang terbuka dan jarang
dibersihkan.
3. Hasil dari penyuluhan, diketahui kurangnya pemahaman dan
pengetahuan mengenai pengertian, perjalanan penyakit, bahaya,
pencegahan dan penyebaran DBD, contohnya: terdapat beberapa
warga yang tidak mengetahui ciri-ciri nyamuk dewasa dan jentik
nyamuk Aedes aegypti yang menularkan DBD, kurangnya kesadaran
masyarakat untuk melaksanakan PSN, dimana masyarakat lebih
menitikberatkan pelaksanaan fogging sebagai cara utama dalam
memutus siklus hidup vektor, dan pemikiran sekelompok masyarakat
yang menyatakan bahwa DBD adalah penyakit yang tidak berbahaya.
4. Terdapat sejumlah perilaku dan kebiasaan masyarakat RW 06
kelurahan Noborejo yang mendukung berkembangnya vektor DBD,
seperti: jarang menguras bak kamar mandi dan tempat penampungan
air, menggantung pakaian, membiarkan genangan air hujan di beberapa
tempat tertentu, dan membuang sampah sembarangan.
5. DBD mudah sekali berkembang pada musim penghujan. Di Indonesia
musim penghujan terjadi antara bulan Oktober Maret. Hal ini sesuai
keadaan cuaca yang terjadi di kelurahan Noborejo dan ditemukannya 4
kasus baru DBD di kelurahan Noborejo periode Januari Februari
2015. Tingginya kelembapan udara di kota Salatiga menyebabkan
peningkatan aktivitas vektor dalam menggigit karena didukung oleh
lingkungan yang baik untuk masa inkubasi.5
Sebagai upaya pemecahan terkait beberapa masalah diatas, maka
diperlukan pemecahan maslaah berupa intervensi dalam upaya pencegahan dan
penanggulangan penyebaran DBD yaitu penyuluhan langsung mengenai DBD
dengan pendekatan kelompok dan inisiasi peranan aktif dan implementasi
langsung di lapangan.
Dalam kesempatan ini dilakukan penyuluhan mengenai DBD secara
langsung dengan menggunakan pendekatan kelompok karena penyuluhan tersebut
dianggap sebagai modalitas yang mudah dilakukan bagi penulis dan bersifat
efektif dan efisien bagi masyarakat. Penyuluhan tersebut diberikan dan
disampaikan dengan menggunakan media yang menarik dan dalam bahasa yang
mudah dipahami, mengingat keragaman latar belakang masyarakat yang ada di
RW 06 kelurahan Noborejo. Evaluasi tingkat pemahaman dan pengetahuan
peserta penyuluhan dilakukan melalui pemberian kesempatan bagi peserta untuk
bertanya dan menjawab pertanyaan dari penyuluh.
Selain penyuluhan tersebut, juga dilakukan inisiasi peranan aktif dan
implementasi langsung di lapangan, berupa pelaksanaan kunjungan rumah dan
edukasi, pembuatan kesepakatan berupa komitmen terkait pelaksanaan PSN,
penyelanggaraan kerja bakti, dan pembagian bubuk abate bagi warga di wilayah
RW 06, kelurahan Noborejo, kota Salatiga. Melalui pembuatan komitmen PSN
yang disebarluaskan ke seluruh anggota masyarakat tersebut diharapkan dapat
meningkatkan peran serta masyarakat RW 06 kelurahan Noborejo dalam upaya
pencegahan dan penanggulangan penyebaran DBD.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia.
2. Demam berdarah merupakan penyakit yang relatif berbahaya dan dapat
mengakibatkan terjadinya kematian, apabila terjadi keterlambatan
penanganan.
3. Kejadian luar biasa (KLB) DBD yang berlangsung di wilayah RW 06
kelurahan Noborejo disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
lingkungan dan cuaca yang mendukung perkembangbiakan vektor DBD,
tingkat pengetahuan dan pemahaman masyarakat yang kurang, perilaku
dan kebiasaan masyarakat yang mendukung penyebaran DBD.
4. Cara utama dalam upaya pencegahan dan penanggulangan penyebaran
DBD adalah dilakukannya pemberantasan sarang nyamuk (PSN) melalui
pelaksanaan 4 M Plus (menguras, menutup, mengubur dan memantau
Plus).

B. Saran
1. Meningkatkan intensitas dan kualitas penyuluhan mengenai DBD dan
hal-hal terkait bagi masyarakat, contoh, diadakannya penyuluhan
mengenai DBD dalam skala besar minimal sebanyak 2 kali penyuluhan
yang dilakukan sebelum memasuki masa musim penghujan.
2. Meningkatkan koordinasi lintas sektoral terkait pencegahan dan
penanggulangan penyebaran DBD dengan mengadakan pertemuan
dengan pihak kelurahan atau kecamatan.
3. Meningkatkan pengetahuan dan wawasan para kader dengan
mengadakan pelatihan atau seminar.
4. Melakukan evaluasi kegiatan PSN melalui pertemuan para kader tiap
bulan.
5. Memberikan apresiasi bagi para kader sebagai upaya untuk
meningkatkan kinerja dan menarik minat warga lain untuk menjadi
kader.
6. Melatih seluruh warga yang berasal dari berbagai kelompok usia, dari
yang berada pada kelompok usia dini hingga lansia untuk melakukan
kegiatan memantau jentik mulai dari rumah masing-masing.
7. Mengadakan lomba bebas jentik di wilayah Noborejo.
8. Menggunakan teknologi informasi berupa televisi atau monitor yang
menyajikan materi penyuluhan demam berdarah dengue (DBD).
DAFTAR PUSTAKA

1. Achmadi, U. Fahmi, Prof., dr., MPH., Ph.D, 2010. Manajemen Demam


Berdarah Berbasis Wilayah. Buletin Jendela Epidemiologi. Vol 2 Agustus
2010. Jakarta: Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementerian
Kesehatan RI.
2. Seksi P2 Dinkes Provinsi Jateng. 2012. Program Pengendalian Penyakit
Menular di Jawa Tengah. http://dinkes.jatengprov.go.id/userimage/P2.pdf.
Diakses 10 Maret 2015.
3. Suhendro, Nainggolan, Chen, Pohan. 2006. Demam Berdarah Dengue.
Disunting oleh Sudoyo, Setyohadi, Alwi, Simadibrata, dan Setiati. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
4. Wiradharma, Danny. 1999. Diagnosis Cepat Demam Berdarah Dengue.
Jurnal Kedokteran Trisakti 18(1): 77-90.
5. Widoyono, 2008. Demam Berdarah Dengue. Penyakit Tropis,
Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasan. Jakarta:
Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai