Anda di halaman 1dari 119

LAPORAN ILMIAH AKHIR

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NON ST ELEVATION MIOCARDIAL


INFARCTION DAN PENGGUNAAN EAR PLUG AND EYES MASK UNTUK
MENINGKATAN KUALITAS TIDUR PASIEN DI RUANGAN
CARDIOVASCULAR CARE UNIT (CVCU)
RSUP DR.M. DJAMIL PADANG

Keperawatan Gawat Darurat

NAJMI ULFA MISBAH, S.Kep


No. BP 1741313047

Pembimbing
1. Elvi Oktarina, M.Kep., Ns.Sp.Kep.MB
Ns. Efyra, S.Kep. M.Kep

PROGRAM STUDI PRAKTEK PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2018
LAPORAN ILMIAH AKHIR

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NON ST ELEVATION MIOCARDIAL


INFARCTION DAN PENGGUNAAN EAR PLUG AND EYES MASK UNTUK
MENINGKATAN KUALITAS TIDUR PASIEN DI RUANGAN
CARDIOVASCULAR CARE UNIT (CVCU)
RSUP DR.M. DJAMIL PADANG

Keperawatan Gawat Darurat

NAJMI ULFA MISBAH, S.Kep


No. BP 1741313047

PROGRAM STUDI PRAKTEK PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2018

i
LAPORAN ILMIAH AKHIR

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NON ST ELEVATION MIOCARDIAL


INFARCTION DAN PENGGUNAAN EAR PLUG AND EYES MASK UNTUK
MENINGKATAN KUALITAS TIDUR PASIEN DI RUANGAN
CARDIOVASCULAR CARE UNIT (CVCU)
RSUP DR.M. DJAMIL PADANG

Keperawatan Gawat Darurat

LAPORAN ILMIAH AKHIR


Untuk Memperoleh Gelar Ners (Ns.)
Pada Fakultas Keperawatan
Universitas Andalas

NAJMI ULFA MISBAH, S.Kep


No. BP 1741313047

PROGRAM STUDI PRAKTEK PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2018

ii
iii
iv
UCAPAN TERIMAKASIH

Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT. atas segala nikmat dan rahmat Nya

yang selalu dicurahkan kepada seluruh makhluk Nya. Salawat serta salam

dikirimkan kepada Nabi Muhammad SAW. Alhamdulillah dengan nikmat dan

hidayah-Nya, peneliti telah dapat menyelesaikan laporan ilmiah akhir ini dengan

judul Asuhan Keperawatan Pada Pasien Non ST Elevation Myocardial

Infarction dan Penggunaan Earplug dan Eyes Mask untuk Meningkatkan

Kualitas Tidur di Ruangan Cardivascular Care Unit (CVCU) RSUP Dr. M.

Djamil Padang. Laporan ilmiah akhir ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar program Ners (Ns).

Terima kasih yang sebesar-besarnya peneliti ucapkan kepada ibu Elvi

Oktarina, M.Kep., Ns.Sp.Kep.MB dan ibu Ns. Efyra, S.Kep., M.Kep sebagai

pembimbing penulis yang telah dengan telaten dan penuh kesabaran membimbing

peneliti dalam menyusun karya ilmiah ini. Terima kasih yang tak terhingga juga

disampaikan kepada:

1. Ibu Prof. Dr. dr. Rizanda Machmud, M.Kes, FISPH., FISCM selaku

Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Andalas.

2. Ibu Ns. Rika Fatmadona, M.Kep., Sp.Kep.MB selaku ketua program studi

praktek profesi Ners Fakultas Keperawatan Universitas Andalas.

3. Dewan penguji yang telah memberikan kritik beserta saran demi kebaikan

karya ilmiah akhir ini.

v
4. Pihak RSUP Dr M.Djamil padang yang turut membantu dalam

pelaksanaan praktik peminatan keperawatan gawat darurat

5. Seluruh staf CVCU RSUP Dr M.Djamil padang yang telah memberikan

dukungan dan memberikan ilmu selama penulis menjalankan prektik

profesi peminatan keperawatan gawat darurat.

Peneliti menyadari bahwa laporan ilimiah akhir ini masih jauh dari

kesempurnaan, maka saran dan kritik yang konstruktif dari semua pihak sangat

diharapkan demi penyempurnaan selanjutnya. Akhirnya harapan peneliti semoga

karya tulis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Padang, Desember 2018

Peneliti

vi
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS
LAPORAN ILMIAH AKHIR
Desember, 2018

Najmi Ulfa Misbah, S. Kep


No.Bp 1741313047

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NON ST ELEVATION MIOCARDIAL


INFARCTION DAN PENGGUNAAN EAR PLUG AND EYES MASK UNTUK
PENINGKATAN KUALITAS TIDUR PASIEN DI RUANGAN
CARDIOVASCULAR CARE UNIT (CVCU)
RSUP DR.M. DJAMIL PADANG

ABSTRAK

Non ST Elevation Myocardial Infarct (NSTEMI) yang dikenal sebagai penyakit


yang disebabkan oleh penyempitan arteri koroner, sumbatan arteri sementara atau
mikroemboli dari trombus yang ditandai dengan adanya peningkatan biomarkers
jantung tanpa adanya gambaran elevasi ST segmen pada hasil perekaman
elektrokardiogram (EKG). Gangguan tidur pada pasien sindrom koroner akut
ditandai dengan kurang panjangnya fase tidur yang berdampak pada kualitas
hidup. Rangsangan lingkungan telah mempertimbangkan etiologi utama
gangguan tidur misalnya kebisingan, cahaya, tes diagnostik dan perawatan pasien
rutin termasuk keadaan pasien misalnya, infark miokard dan edema paru,
keparahan penyakit, nyeri, efek samping obat. Tujuan penulisan ini adalah untuk
memaparkan asuhan keperawatan pada pasien NSTEMI dengan penggunaan
earplug dan eyes mask untuk meningkatkan kualitas tidur pasien di
cardiovascular care unit (CVCU) RSUP Dr. M. Djamil Padang. Metode penulisan
yang digunakan adalah studi kasus. Prosedur yang dilakukan adalah pengkajian,
penetapan diagnosa keperawatan, pembuatan intervensi dan evaluasi. Diagnosa
yang ditemukan adalah gangguan pertukaran gas berhubungan
ketidakseimbangan ventilasi perfusi, penurunan curah jantung berhubungan
perubahan irama jantung, dan nyeri akut berhubungan dengan agen cidera
biologis. Hasil implementasi yang dilakukan adalah tidak ada keluhan tidur pada
pasien setelah penggunaan earplug dan eyes mask. Disarankan untuk
menggunakan earplug dan eyes mask sebagai alternatif implementasi pada pasien
sindrome koroner akut.

Kata kunci : NSTEMI, tidur, earplug dan eyes mask


Daftar Pustaka : 39 (2007 - 2018)

vii
PROFESSIONAL NURSING PROGRAM
FACULTY OF NURSING ANDALAS UNIVERSITY
FINAL SCIENTIFIC REPORT
December, 2018

Name : Najmi Ulfa Misbah , S. Kep


Registration Number : 1741313047

Nursing Care In Non ST Elevation Myocardial Infarction and Application of Earplug


and Eyes Mask for Increasing Patient Sleep Quality in Cardiovascular Care Unit
(CVCU) DR.M. DJAMIL PADANG Hospital

ABSTRACT

Non ST Elevation Myocardial Infarct (NSTEMI) which is known as a disease


caused by narrowing of the coronary arteries, temporary artery blockage or
microembolism from thrombus which is characterized by an increase in cardiac
biomarkers without any description of ST elevation in the results of
electrocardiogram (ECG) recording. Sleep disturbance in patients with acute
coronary syndrome is characterized by a lack of length of sleep phase which has
an impact on quality of life. Environmental stimuli have considered the main
etiology of sleep disorders for example noise, light, diagnostic tests and routine
patient care including the patient's condition for example, myocardial infarction
and par u edema , disease severity, pain, drug side effects . The purpose of this
paper is to describe nursing care in NSTEMI patients with the use of earplug and
eye mask to improve the quality of sleep of patients in cardiovascular care unit
(CVCU) Dr.M.Djamil Padang. The method used is a case study. The procedures
carried out are the assessment, determination of nursing diagnoses, making
interventions and evaluations. Diagnose found is a disorder associated gas
exchange ventilation perfussion imbalance, decreased cardiac output associated
changes in heart rhythm, and acute pain associated with injury to a biological
agent. The original implementation carried out was no complaints of sleep in
patients after the use of earplugs and eyes mask. It is recommended to
use earplug and eye mask as an alternative implementation in acute coronary
syndrome patients.

Keyword : NSTEMI, sleep, earplug and eyes mask


Bibliography : 39 (2007 - 2018)

viii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul Dalam ......................................................................................... i

Halaman Prasyarat ................................................................................................ ii

Lembar Persetujuan Pembimbing ........................................................................ iii

Lembar Penetapan Panitia Penguji ....................................................................... iv

Ucapan Terima Kasih ............................................................................................. v

Abstrak ................................................................................................................. vii

Abstract ................................................................................................................ viii

Daftar Isi ................................................................................................................ ix

Daftar Lampiran .................................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................ 1

B. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 5

C. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 8

A. Konsep Teoritis Penyakit ............................................................................ 8

B. Konsep Istirahat dan Tidur ........................................................................ 33

C. Konsep Asuhan Keperawatan ................................................................... 36

BAB III LAPORAN KASUS................................................................................ 47

A. Pengkajian ................................................................................................. 47

B. Analisa Data .............................................................................................. 59

C. Rencana Asuhan Keperawatan ................................................................. 61

D. Catatan Perkembangan ............................................................................. 66

ix
BAB IV PEMBAHASAN ..................................................................................... 78

A. Pengkajian ................................................................................................. 78

B. Diagnosa Keperawatan ............................................................................. 81

BAB V PENUTUP ................................................................................................ 90

A. Kesimpulan ...................................................................................................... 90

B. Saran ................................................................................................................. 91

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 93

x
LAMPIRAN

Lampiran 1. WOC NSTEMI ................................................................................. 98

Lampiran 2. Lampiran Dokumentasi .................................................................. 101

Lampiran 3. Lembar Bimbingan I....................................................................... 102

Lampiran 4. Lembar Bimbingan II ..................................................................... 103

Lampiran 5. Hasil Uji Turnitin ........................................................................... 104

Lampiran 6. Curiculum Vitae ............................................................................. 106

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit kardiovaskuler merupakan penyumbang angka mortalitas di dunia

setiap tahunnya. Penyakit kardiovaskular menduduki peringkat pertama penyebab

kematian secara global dibanding penyebab lain. Data World Health Organization

(WHO,2017) menyatakan bahwa sekitar 17, 9 juta orang atau 31% penduduk

dunia meninggal pertahunnya yang disebabkan oleh penyakit kardiovaskular.

Pada tahun 2015, lebih dari 17 juta kematian dini (dibawah usia 70 tahun)

disebabkan oleh noncommunicable diseases, 31% dari angka tersebut disebabkan

oleh penyakit kardiovaskular. Angka tersebut diperkirakan akan mengalami

peningkatan tiap tahun. Oleh karena itu, penyakit kardiovaskular menjadi

perhatian utama dunia saat ini.

Penyakit kardiovaskular diantara penyakit jantung koroner, penyakit

cerebrovascular, rheumatic heart disease, penyakit jantung bawaan, deep vein

thrombosis dan edema paru. Penyakit jantung koroner merupakan salah satu dari

penyakit kardiovaskular yang paling banyak menyumbangkan angka mortilitas

apabila tidak ditangani dengan tepat. Coronary artery disease adalah penyakit

yang disebabkan oleh adanya rupture plak pada pembuluh darah koroner dan

memicu pembentukan trombus di arteri koroner sehingga mengakibatkan

gangguan pada aliran darah ke otot jantung. Apabila aliran darah ke otot jantung

berkurang, maka akan terjadi kematian jaringan karena kekurangan oksigen dan

nutrisi (Cardiac Care Network, 2013).

1
2

Di Indonesia, pada tahun 2017 didapatkan data bahwa penyakit jantung

(29,0%) menduduki posisi kedua setelah stroke (29,2%) sebagai penyebab

kematian dini (Health Data, 2017). Menurut American Heart Association tahun

2014, penyakit jantung koroner diantaranya Unstable Angina Pectoris (UAP), ST

Elevation Myocardial Infarct (STEMI) dan Non ST Elevation Myocardial Infarct

(NSTEMI). Didunia lebih dari 3 juta penduduk pertahun diperkirakan mengalami

STEMI dan lebih dari 4 juta penduduk mengalami NSTEMI (Kumar A, et al.,

2009). Angka mortalitas dirumah sakit lebih tinggi pada STEMI namun mortalitas

jangka panjang didapati dua kali lebih tinggi pada pasien-pasien dengan NSTEMI

dalam rentang waktu 4 tahun (Paxinos, G., et al., 2012). Oleh karena itu,

manajemen yang optimal terhadap kondisi pada pasien yang mengalami NSTEMI

sangat penting untuk diperhatikan dan diberikan tindakan dengan cepat.

Non ST Elevation Myocardial Infarct (NSTEMI) yang dikenal dengan

penyakit yang disebabkan oleh penyempitan arteri koroner, sumbatan arteri

sementara atau mikroemboli dari trombus yang ditandai dengan adanya

peningkatan biomarkers jantung tanpa adanya gambaran elevasi ST segmen pada

hasil perekaman elektrokardiogram (Daga, LC, et al., 2011). Tanda dan gejala

Non ST Elevation Myocardial Infarct (NSTEMI) yang sering muncul adalah nyeri

dada yang timbul pada saat istirahat atau dengan aktivitas minimal yang

berlangsung 10-20 menit atau lebih dan juga diikuti dengan diaphoresis (keringat

dingin), dyspnea, mual, muntah, nyeri perut bahkan sinkop serta kelelahan karena

iskemik ( American Heart Association, 2018).


3

Pada pasien dengan sindrom koroner akut, untuk meminimalkan konsumsi

oksigen oleh miokard, pasien perlu diistirahatkan. Pada masa pemulihan terutama

setelah serangan dan memasuki rehabilitasi fase 2, pasien sering mengalami

keluhan terkait fisiologis maupun psikologis (Dossey, Keegan, & Guzzetta, 2005).

Selama 8 minggu pertama pemulihan sangat penting untuk memahami gelaja yang

dikeluhan pasien, antara lain durasi tidur pendek (El-Mokadem, 2003 dalam

Muliantino, 2017). Berbagai studi menjelaskan durasi tidur kurang dari 6 jam per

hari menjadi gejala klinis penyakit jantung koroner. Sekitar 30% lebih individu

tidur kurang dari 6 jam per hari, hal ini mengakibatkan perasaan tidak bugar dan

kelelahan saat bangun, mengantuk di siang hari serta fatigue (Wang et al., 2016).

Studi lain menjelaskan bahwa durasi tidur yang pendek (kurang dari 6 jam

per hari) secara signifikan berhubungan positif dengan penyakit jantung koroner

(Sharma, Sawhney, & Panda, 2014). Studi lain menemukan durasi tidur yang

pendek sebanyak 35,3% dari 1071 pasien gangguan kardiovaskular di Keio

University Hospital dan berkontribusi 59,3% terhadap kualitas tidur yang buruk

(Matsuda et al., 2017). Penelitian yang dilakukan Grandner et al (2012)

menjelaskan hubungan signifikan durasi tidur yang pendek dengan infark

miokardium.

Sebanyak 56% pasien mengalami gangguan tidur di hari pertama rawatan.

Berdasarkan beberapa penelitian menyebutkan bahwa pasien sindrom koroner

akut memiliki kualitas tidur yang rendah di 3 hari pertama rawatan. Mendapatkan

kenyamanan untuk tidur sulit didapatkan karena pemantauan kondisi oleh tenaga

kesehatan, pencahayaan, kebisingan karena merawat pasien lain, bunyi ventilasi


4

mekanik, dibangunkan untuk alasan perawatan, penggunaan obat penenang dan

inotrope, keparahan penyakit, dan pasien yang dibangunkan setiap pagi (Nesami

et al,. 2014)

Apabila kualitas tidur pasien dengan sindrom koroner akut terganggu, maka

akan berdampak buruk pada kualitas hidupnya. Buruknya kualitas tidur

menyebabkan adanya stimulasi saraf simpatik dan merangsang hormon adrenalin

sehingga tekanan darah meningkat, nadi meningkat dan begitu juga kebutuhan

oksigen oleh miokard meningkat (Tolba, 2018).

Penanganan gangguan tidur pasien di ruang intensif dapat diatasi dengan

mengatur sistem pencahayaan, dengan tingkat pencahayaan lingkungan yang tepat

dalam membantu pasien menimbulkan perasaan tenang dan nyaman (Engwall,

Fridh, Johansson, Bergbom & Lindhal, 2015). Cara lain yang digunakan untuk

meningkatkan kualitas tidur dapat dilakukan dengan cara memodifikasi

lingkungan yaitu menurunkan suara percakapan staf, menurunkan pencahayaan,

mengatur kegiatan rutin perawatan dimalam hari (Hardin, 2009 dalam afianti,

2017).

Penggunaan earplug dan eyes mask dapat mengurangi kebisingan ruangan

dan faktor pencahayaan saat pasien tidur. Earplug dan eyes mask dapat menjadi

salah satu alternative dari pengobatan untuk meningkatkan kualitas tidur pasien

yang dirawat diruang intensif (Dave,.et al, 2015).

RSUP Dr. M.Djamil Padang merupakan rumah sakit yang memiliki pusat

jantung regional. Dimana jantung merupakan bagian unggulan dari rumat sakit ini.

Berdasarkan data yang didapatkan dari ruangan CVCU pada bulan November
5

2018 yaitu sebanyak 56 orang pasien sindrom koroner akut, 13 diantaranya adalah

pasien dengan diagnosa NSTEMI. Pada tanggal 29 November 2018, pasien Tn.T

(43 tahun) yang dirawat dengan diagnosa medis NSTEMI TIMI 5/7 GS 111,

keluhan nyeri dada dan nafas terasa sesak. Maka pasien harus diistirahatkan untuk

meminimalkan kinerja jantung selama proses penyembuhannya dengan

memberikan dukungan lingkungan yang nyaman untuk pasien beristirahat.

Oleh karena itu, berdasarkan pembahasan di atas peneliti tertarik untuk

menulis laporan ilmiah akhir tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan

Non ST Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI) dan penggunaan earplug dan

eyes mask untuk meningkatkan kualitas tidur pasien di ruangan

cardiovaskulercare unit (CVCU) RSUP Dr. M. Djamil Padang.

B. Tujuan

1. Tujuan umum

Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan Non ST elevation

Miocardial Infarction (NSTEMI) dengan penggunaan earplug dan eyes mask

untuk meningkatkan kualitas tidur pasien di Cardiovascular Care Unit

(CVCU) RSUP Dr. M. Djamil.

2. Tujuan khusus

a. Memparkan hasil pengkajian pada pasien dengan Non ST Elevation

Miocardial Infarct (NSTEMI) di Cardiovascular Care Unit (CVCU)

RSUP Dr.M. Djamil Padang.


6

b. Menjelaskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan Non ST Elevation

Miocardial Infarct (NSTEMI) di ruang Cardiovascular Care Unit (CVCU)

RSUP Dr.M. Djamil Padang.

c. Menjelaskan perencanaan berbasis bukti pada pasien dengan Non ST

Elevation Miocardial Infarct (NSTEMI) di ruang Cardiovascular Care

Unit (CVCU) RSUP Dr.M. Djamil Padang.

d. Menjelaskan implementasi dengan penggunaan earplug dan eyesmask

pada pasien dengan Non ST Elevation Miocardial Infarct (NSTEMI) di

ruang Cardiovascular Care Unit (CVCU) RSUP Dr.M. Djamil Padang.

e. Mengevaluasi asuhan keperawatan dengan penggunaann earplug dan

eyesmask pada pasien dengan Non ST Elevation Miocardial Infarct

(NSTEMI) di ruang Cardiovascular Care Unit (CVCU) RSUP Dr.M.

Djamil Padang.

C. Manfaat

a. Bagi profesi keperawatan

Hasil dari laporan akhir ilmiah ini diharapkan menjadi referensi

dalam upaya meningkatkan manajemen asuhan keperawatan pada pasien

Non ST Elevation Miocardial Infarct (NSTEMI) dengan penggunaan

earplug dan eyes mask untuk mengoptimalkan kualitas tidur pasien di

ruang Cardiovascular Care Unit (CVCU) RSUP Dr.M. Djamil Padang.

b. Bagi rumah sakit

Hasil laporan akhir ilmiah ini diharapkan dapat menjadi alternatif dalam

pemberian asuhan keperawatan khususnya pada pasien Non ST


7

Elevation Miocardial Infarct (NSTEMI) dengan penggunaan earplug dan

eyes mask untuk mengoptimalkan kualitas tidur pasien di ruang

Cardiovascular Care Unit (CVCU) RSUP Dr.M. Djamil Padang.

c. Bagi institusi pendidikan

Hasil laporan akhir ilmiah ini diharapkan dapat menjadi referensi dan

masukan dalam menyusun asuhan keperawatan khususnya pada pasien

Non ST Elevation Miocardial Infarct (NSTEMI) dengan penggunaan

earplug dan eyes mask untuk mengoptimalkan kualitas tidur pasien di

ruang Cardiovascular Care Unit (CVCU) RSUP Dr.M. Djamil Padang.


BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Teoritis Penyakit

a. Pengertian

Penyakit arteri koroner (Coronary Artery Disease) merupakan salah satu

dari penyakit kardiovaskular yang menyumbangkan angka kematian

pertahunnya. Penyakit arteri koroner terjadi ketika pembuluh darah arteri

koroner mengalami penyempitan. Biasanya penyempitan arteri disebabkan

oleh lapisan lemak (plak) yang menumpuk di dinding pembuluh arteri

(atherosclerosis). Apabila hal tersebut terjadi maka aliran darah pada arteri

koroner akan terhambat (PERKI, 2015).Berkurangnya aliran darah koroner

menyebabkan suplai oksigen menurun dan terjadilah iskemia miokardium.

Bila keadaan tersebut berlanjut, miokard akan mengalami nekrosis (infark

miokard). (PERKI, 2015).

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

elektrokardiogram dan pemeriksaan biomarka jantung, sindrom koroner akut

dibagi menjadi 3 yaitu, Angina pektoris tidak stabil, Non ST elevasi miokard

infark dan ST elevasi miokard infark (PERKI, 2015). Non ST elevation

Myocardial Infarct (NSTEMI) adalah sebuah kondisi dimana terjadi

penyempitan arteri koroner yang berat, adanya sumbatan sementara dari

trombus yang ditandai dengan adanya peningkatan biomakers jantung seperti

troponin tanpa adanya gambaransegmen ST elevasi atau depresi segmen ST

8
pada pemeriksaan EKG dan sesuai dengan gambaran klinis berupa rasa tidak

nyaman pada dada (Anderson, 2012).

b. Etiologi

Ada 2 faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya sindrome koroner

akut, yaitu (Smeltzer, 2008) :

1. Modifiable risk factor

- Dislipidemia

Peningkatan kadar kolesterol atau trigleserida serum dalam darah

merupakan salah satu faktor resiko terjadinya hiperlipidemia..

dislipidemia diyakini sebagai faktor resiko mayor yang dapat

dimodifikasi untuk perubahan secara progresif atas terjadinya

penyakit jantung. Peningkatan kadar lemak berhubungan dengan

proses aterosklerosis. Adapaun faktor resiko terjadinya

penyakitjantung koroner dengan lipid darah : total kolesterol

plasma > 200 mg/dl, kadar LDL > 130 mg/dl, kadar trigliserid >150

mg/dl, kadar HDL < 40 mg/dl (Kumar, et al,.2007).

- Kebiasaan merokok, penggunaan tembakau

Kandungan nikotin dalam rokok dapat mengganggu sistem kerja

syaraf simpatis dan meningkatkan kebutuhan oksigen pada miokard

untuk melakukan proses metabolisme. Nikotin juga merangsang

pelepasan adrenalin sehingga meningkatkan frekuensi denyut

jantung.

8
9

Karbon monoksida dalam rokok menyebabkan desaturasi Hb,

menurunkan langsung persediaan oksigen untuk jaringan diseluruh

tubuh termasuk miokard dan membentuk aterosklerosis. Nikotin, CO

dan bahan lainnya dalam rokok terbukti dapat merusak endotel

pembuluh darah serta dapat mempermudah terjadinya penggumpalan

(Price, 2004).

- Hipertensi

Resiko serangan jantung secara langsung berhubungan dengan

tekanan darah. Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah

sistolik minimal 140 mmHg atau tekanan diastolik paling rendah 90

mmHg. Peningkatan tekanan darah akan meningkatkan resisten

vaskular terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri, sehingga

kerja jantung menjadi bertambah. Ketika kerja jantung bertambah,

ventrikel akan mengalami hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan

pompa, apabila terjadi proses aterosklerosis, maka persedian oksigen

untuk miokard akan berkurang (Price, et al.,2004).

- Diabetes mellitus

Diabetes melitus terjadi dengan ditandai dengan peningkatan kadar

glukosa dalam darah yang dapat menyebabkan proses penebalan

membran basalis dari kapiler dan pembuluh darah arteri koronaria,

sehingga terjadinya gangguan aliran darah ke jantung. Kadar gula

yang tinggi dalam darah menyebabkan terjadinya peningkatan

agregasi trombosit dan memicu pembentukan trombus. Penderita


10

diabetes melitu cenderung lebih cepat mengalami degenarasi dan

disfungsi endotel. Diabetes melitus berhubungan dengan perubahan

fisik - phatologi pada sistem kardiovaskular, diantaranya disfungsi

endothelial serta gangguan pembuluh darah yang pada akhirnya

meningkatkan resiko terjadinya coronary artery disease (Black,J &

Hawks.H, 2014).

- Faktor Psikososial

Peningkatan stressor, pengaruh dukungan sosial, kepribadian yang

tidak simpatik, kecemasan dan depresi secara konsisten dapat

meningkatkan resiko terkena aterosklerosis (Price, 2004). stressor

dapat merangsang sistem kardiovaskular dengan pelepasan

catecholamine yang meningkatkan kecepatan denytu jantung

sehingga dapat menimbulkan vasokontriksi arteri koroner.

- Obesitas

Berat badan berlebih merupakan faktor resiko terjadinya penyakit

jantung koroner yang berkaitan dengan hiperlipidemia, kadar

glukosa darah yang tinggi dan hipertensi. Kejadian obesitas

berpengaruh pada peningkatan produksi sitokin dan peningkatan

inflamasi pada endotelium.Kerusakan endotelium merupakan

pertanda awal terjadinya aterosklerosis. Kejadian obesitas sangat erat

kaitannya dengan dislipidemia. Dislipidemia pada orang obesitas

ditandai dengan peningkatan VLDL, trigliserida dan kolesterol,


11

peningkatan LDL disertai dengan penurunan HDL pada pasien

obesitas visceral (Monicha, 2016).

- Aktifitas fisik

Kurangnya aktifitas fisik akan mengakibatkan sedikitnya tenaga

yang dikeluarkan dengan demikian asupan makanan yang

dikonsumsi akan menumpuk. Tumpukan asupan yang berlebihan

akan mengakibatkan timbulnya obesitas, hipertensi dan diabetes

melitus yang nantinya akan berkaitan dengan faktor risiko penyakit

jantung koroner (Suharto,2009 dalam Monicha,2016).

2. Nonmodifiable risk factor

- Riwayat keluarga

Penyakit genetik tidak muncul dengan sendirinya namun juga

dipengaruhi oleh faktor lain seperti lingkungan. Jika kedua orang tua

menderita penyakit jantung koroner sebesar 45% akan mewariskan

kepada anak sedangkan salah satu dari kedua orang tua menderita

penyakit jantung koroner akan mewariskan kurang lebih 30% resiko

kepada anak.

- Usia (pria > 45 tahun, wanita >55 tahun)

Seiring bertambahnya usia mengakibatkan terjadinya perubahan

pada organ tubuh manusia salah satunya perubahan pada sistem

kardiovaskular. Perubahan yang terjadi pada organ jantung hampir

tidak terlihat seperti perubahan fisiologis pada ventrikel jantung

yang menjadi kaku dan berkurangnya keefesienannya dalam bekerja,


12

kurang responsif terhadap adrenalin, dinding pembuluh darah yang

kurang elastis kerena terjadinya penebalan pada dinding pembuluh

darah. (Ummu, 2008). Pada lanjut usia, penyakit jantung biasanya

disertai dengan hipertensi. Hal ini menyumbangkan angka kematian

pada usia lanjut tiap tahunnya (Erhardt, 2009).

- Gender

American Heart Association (2018) menyatakan bahwa laki-laki

beresiko lebih besar menderita penyakit jantung seperti di Amerika

Serikat gejala penyakit jantung sebelum usia 60 tahun didapatkan 1

dari 5 laki-laki, sementara pada perempuan hanya terdapat 1 dari 17

perempuan. Namun meskipun demikian penderita hipertensi usia

diatas 50 tahun banyak terjadi pada wanita karena adanya perubahan

hormon estrogen akibat menopause sehingga risiko penyakit jantung

koroner ketika masa menopause lebih tinggi pada wanita (Erhardt,

2009).

c. Patofisiologis

Sindroma koroner akut disebabkan oleh ketidakseimbangan antara

kebutuhan dan pasokan oksigen miokard yang menyebabkan kematian sel

dan nekrosis miokard. Penyebab utama hal ini terjadi karena adanya faktor

yang mempengaruhi arteri koroner, tetapi juga dapat terjadi sebagai akibat

dari proses sekunder seperti hipoksemia atau hipotensi dan faktor-faktor

yang meningkatkan kebutuhan oksigen miokard. Penyebab yang paling

umum adalah pecah atau erosi plak aterosklerotik yang mengarah pada
13

penyelesaian oklusi ateri atau oklusi parsial dengan embolisasi distal dari

bahan trombotik.

Banyak episode dari iskemia miokard umumnya dipercaya berasal dari

penurunan mutlak dalam aliran darah miokard regional dibawah level-level

paling dasar, dengan subendokardium membawa sebuah beban terbesar dari

defisit aliran dari epikardium, apakah dipicu oleh sebuah penurunan besar

dalam aliran darah koroner atau sebuah peningkatan dalam kebutuhan

oksigen. Beragam sindroma koroner akut membagikan sebuah substrat

patologi yang lebih-atau-kurang umum. Perbedaan-perbedaan presentasi

klinis dihasilkan secara besar dari perbedaan-perbedaan dalam besaran

oklusi koroner, durasi oklusinya, pengaruh berubahnya aliran darah lokal

dan sistemik, dan kecukupan kolateral-kolateral koroner.

Lapisan endothel pembuluh darah koroner yang normal akan

mengalami kerusakan karena berbagai faktor resiko, antara lain: faktor

hemodinamik seperti hipertensi, zat vasokonstriktor, mediator, rokok, diet

aterogenik, dan kadar gula darah berlebih. Terjadilah respon angiotensin II,

yang menyebabkan vasokontriksi atau vasospasme, dan menyetuskan efek

protombik dengan melibatkan platelet dan faktor koagulasi. Kerusakan

endotel memicu terjadinya reaksi inflamasi, sehingga terjadi respon

protektif dan terbentuk lesi fibrofatty dan fibrous, plak atherosklerotik. Plak

atherosklerotik yang terbentuk dapat menjadi tidak stabil dan mengalami

ruptur dan menyebabkan Sindrome koroner akut.


14

Mekanisme terjadinya penyempitan pembuluh darah koroner yang

mengakibatkan menurunnya suplai oksigen ke miokard dapat terjadi karena

menyempitnya arteri koroner yang disebabkan oleh trombus yang terdapat

pada plak aterosklerosis yang terganggu dan biasanya nonoklusif.

Mikroemboli dari agregat trombosit dan kompenen dari plak yang terganggu

tersebut diyakini bertanggung jawab terhadap keluarnya markers miokard

pada pasien NSTEMI. Plak oklusif juga dapat menyebabkan sindrom ini

namun dengan suplai darah dari pembuluh darah kolateral. Patofisiologi

molekuler dan seluler paling sering yang menyebabkan plak aterosklerosis

terganggu adalah inflamasi arterial yang disebabkan oleh proses non infeksi

(misalnya lipid teroksidasi), dapat pula oleh stimulus proses infeksi yang

menyebabkan ekspansi dan destabilitas plak, ruptur atau erosi dan

trombogenesis. Makrofag yang aktif dan limfosit T yang berada pada plak

meningkatkan ekspresi enzim yang menyebabkan penipisan dan disrupsi

plak yang dapat menyebabkan NSTEMI (Anderson, J.L et al,.2014).

Tabel.2.1.Perubahan EKG karena cedera atau infark dengan


arteri coroner dan kerusakan daerah anatomi.
Perubahan EKG Cedera atau Infark Daerah kerusakan
terkait
V1-V2 LCA : LAD - cabang Sekat, bundelnya, cabang
septal bundle
V3-V4 LCA : LAD - cabang Dinding anterior LV
diagonal
V5-V6 , I dan aVL LCA : cabang LV dinding lateral tinggi
sirkumfleks
II,III,aVF RCA : cabang posterior Dinding inferior LV,
turun dinding posterior LV
V4R (II,III,aVF) RCA : cabang proksimal RV, dinding bawah LV,
dinding posterior LV
V1 sampai V4 (depresi Salah satu LCA Dinding posterior LV
ditandai) sirkumfleks atas RCA
15

cabang posterior turun


d. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis pada pasien NSTEMI ditandai dengan nyeri dada

yang terasa berat atau tekanan pada daerah restrosternal atau biasa disebut

dengan angina yang menjalar hingga ke lengan kiri, leher atau rahang yang

dapat bersifat intermitten (umumnya berlangsung selama beberpa menit)

atau persisten. Keluhan ini juga dapat diikuti dengan keluhan lainnya seperti

fatique, diaphoresis, nausea, nyeri perut, dyspnea dan syncope. Dapat juga

ditemukan keluhan lain yang tidak khas seperti epigastric pain, masalah

pencernaan, nyeri dada seperti ditikam, atau bertambahnya sesak nafas.

Munculnya keluhan - keluhan tersebut setelah aktifitas atau berkurang saat

istirahat atau setelah penggunaan nitrat, mendukung diagnosis iskemia

(Hamm, CW, et al.2011).

Pasien - pasien yang mengalami NSTEMI tidak selalu datang dengan

keluhan rasa tidak nyaman pada daerah dada. Studi Framingham adalah

studi pertama yang menunjukkan gejala dan tidak disadari oleh pasien.

Adanya infark pada jantung akan menyebabkan kontraktilitas jantung

menjadi menurun, dan pompa jantung juga menurun. Penurunan pompa

jantung ini mengakibatkan ketidakseimbangan suplai oksigen ke

miokardium sehingga pasien akan menjadi sesak nafas. Sesak pada pasien

NSTEMI juga disebabkan sebagai kompensasi tubuh akibat suplai darah

yang tidak adekuat keseluruhan tubuh. Adanya infark pada jantung kiri akan

menyebabkan darah akan menumpuk di ventrikel kiri dan paru-paru

sehingga paru-paru menjadi udema serta menimbulkan sesak nafas pada


16

pasien, disamping itu perasaan cemas juga bisa menimbulkan hiperventilasi

(Haryanto, 2015).

e. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik

Pemeriksaan penunjang dan diagnostik yang dilakukan pada pasien

NSTEMI, yaitu (PERKI, 2015):

a) Elektrokardiogram (EKG)

EKG 12 lead saat istirahat merupakan alat diagnostik lini pertama

dalam penilaian pasien-pasien yang disangkakan NSTEMI. EKG harus

didapat dalam 10 menit setelah kontak medis pertama dan secepatnya

diinterpretasikan oleh dokter. Karakteristik abnormalitas gambaran EKG

yang ditemui pada NSTEMI adalah depresi segmen ST atau elevasi transient

dan atau perubahan pada gelombang T (inversi gelombang T, gelombang T

yang datar, gelombang T pseudo-normal).

Jumlah lead yang menunjukkan depresi segmen ST dan derajat depresi

segmen ST mengindikasikan luas dan keparahan iskemia dan berkorelasi

dengan prognosis. Deviasi segmen ST yang baru, bahkan hanya 0,05 mV

merupakan hal yang penting dan spesifik dalam hal iskemik dan prognosis.

Depresi segmen ST > 2 mm meningkatkan resiko mortalitas. Inversi

gelombang T juga sensitif untuk iskemik namun kurang spesifik, kecuali

bila ≥ 0,3mV baru dinyatakan bermakna.

Jika EKG inisial normal atau inkonklusif, perekaman EKG ulangan

sebaiknya dilakukan saat pasien mengalami gejala dan gambaran EKG ini

dibandingkan dengan gambaran EKG saat pasien dalam kondisi asimtomatis.

Perbandingan dengan EKG sebelumnya akan sangat bernilai pada


17

pasien-pasien dengan kelainan jantung terdahulu, seperti hipertropi ventrikel

kiri atau infark miokard sebelumnya. Perekaman EKG sebaiknya diulangi

setidaknya pada 3 jam (6-9 jam) dan 24 jam setelah masuk ke rumah sakit.

Pada kondisi dimana terjadi nyeri dada berulang atau muncul gejala-gejala

lainnya, pemeriksaan EKG dapat diulangi secepatnya.

Harus diingat bahwa gambaran EKG normal tidak menyingkirkan

kemungkinan NSTEMI. Terutama iskemik pada daerah arteri sirkumfleks

atau iskemik ventrikel kanan terisolasi dapat luput dari gambaran EKG 12

lead, namun dapat terdeteksi pada lead V7-V9 dan pada lead V3R dan V4R.

b) Biomarker Jantung

Kreatinin kinase-MB (CK-MB) atau troponin I/T merupakan marka

nekrosis miosit jantung dan menjadi marka untuk diagnosis infark

miokard. Troponin I/T sebagai marka nekrosis jantung mempunyai

sensitivitas dan spesifisitas lebih tinggi dari CK-MB. Peningkatan marka

jantung hanya menunjukkan adanya nekrosis miosit, namun tidak dapat

dipakai untuk menentukan penyebab nekrosis miosit tersebut (penyebab

koroner/nonkoroner). Troponin I/T juga dapat meningkat oleh sebab

kelainan kardiak nonkoroner seperti takiaritmia, trauma kardiak, gagal

jantung, hipertrofi ventrikel kiri, miokarditis/perikarditis.

c) Pemeriksaan non invasive

Pemeriksaan ekokardiografi transtorakal saat istirahat dapat

memberikan gambaran fungsi ventrikel kiri secara umum dan berguna

untuk menentukan diagnosis banding. Hipokinesia atau akinesia

segmental dari dinding ventrikel kiri dapat terlihat saat iskemia dan
18

menjadi normal saat iskemia menghilang. Selain itu, diagnosis banding

seperti stenosis aorta, kardiomiopati hipertrofik, atau diseksi aorta dapat

dideteksi melalui pemeriksaan ekokardiografi. Jika memungkinkan,

pemeriksaan ekokardiografi transtorakal saat istirahat harus tersedia di

ruang gawat darurat dan dilakukan secara rutin dan sesegera mungkin

bagi pasien tersangka SKA.

Foto thoraks biasanya dilaksanakan pada saat awal pasien masuk

rumah sakit untuk mengevaluasi kemungkinan dari pasien mengalami

nyeri dada dan sebagai skrining kongesti paru yang mempenagruhi

prognosis dari diagnose. Radiografi dari dada digunakan untuk

mengidentifikasi penyebab paru dan adanya potensi nyeri dada yang

menunjukkan pelebaran mediastinum pada pasien dengan diseksi aorta

(Kumar,A, dkk, 2009).

d) Pemeriksaan invasive

Angiografi merupakan salah satu pemeriksaan invasif yang

menggunakan sineangiogram, suatu seri film atau gambar hidup dalam

layar flouroskopi yang diperkuat, yang mencatat perjalanan media

kontras melalui berbagai tempat pembuluh darah. Pencatatan informasi

tersebut memberikan perbandingan berbagai informasi dari waktu ke

waktu. Empat tempat yang sering digunakan untuk angiografi selektif

adalah aorta, arteri koronaria, serta sisi kanan dan kiri jantung (Muttaqin,

2009).
19

e) Stratifikasi resiko

Beberapa cara stratifikasi risiko telah dikembangkan dan divalidasi

untuk SKA. Beberapa stratifikasi risiko yang digunakan adalah TIMI

(Thrombolysis In Myocardial Infarction), dan GRACE (Global Registry

of Acute Coronary Events). Tujuan stratifikasi risiko adalah untuk

menentukan strategi penanganan selanjutnya (konservatif atau intervensi

segera) bagi seorang dengan NSTEMI.

Stratifikasi risiko TIMI ditentukan oleh jumlah skor dari 7 variabel

yang masing-msing setara dengan 1 poin. Jumlah skor 0-2: risiko rendah

(risiko kejadian kardiovaskular <8,3%); skor 3-4 : risiko menengah

(risiko kejadian kardiovaskular <19,9%); dan skor 5-7 : risiko tinggi

(risiko kejadian kardiovaskular hingga 41%). Stratifikasi TIMI telah

divalidasi untuk prediksi kematian 30 hari dan 1 tahun pada berbagai

spektrum SKA termasuk UAP/NSTEMI.

Tabel 2.2 Penilaian Score Thrombolysis In Myocardial

Infarction pada pasien NSTEMI-ACS (TIMI)

Parameter Skor
Usia > 65 Tahun 1
Lebih dari 3 faktor risiko* 1
Angiogram koroner sebelumnya menunjukkan 1
stenosis >50%
Penggunaan aspirin dalam 7 hari terakhir 1
Setidaknya 2 episode nyeri saat istirahat dalam 24 jam 1
terakhir
Deviasi ST> 1 mm saat tiba 1
Peningkatan marka jantung (CK, Troponin)
20

Untuk prediksi kematian dalam 6 bulan setelah keluar dari rumah

sakit, pasien dengan skor risiko GRACE ≤88 dianggap mempunyai risiko

rendah (risiko kematian <3%). Sementara itu, pasien dengan skor risiko

GRACE 89-118 dan >118 berturutan mempunyai risiko kematian

menengah (3-8%) dan tinggi (>8%).

Tabel.2.3 Penilaian Score GRACE pasien NSTEMI-ACS

Prediktor Skor
Usia dalam tahun
<40 0
40-49 18
50-59 36
60-69 55
70-79 73
80 91
Laju denyut jantung (kali per menit)
<70 0
70-89 7
90-109 13
110-149 23
150-199 36
>200 46
Tekanan darah sitolik (mmHg)
<80 63
80-99 58
100-119 47
120-139 37
140-159 26
160-199 11
>200 0
Kreatinin
0-34 2
35-70 5
71-105 8
106-140 11
141-176 14
177-353 23
>354 31
Gagal jantung berdasarkan Killip
I 0
21

II 21
III 43
IV 64
Henti jantung saat tiba di Rumah sakit 43
Peningkatan marka jantung 15
Deviasi segment ST 30

Stratifikasi risiko berdasarkan kelas Killip merupakan klasifikasi

risiko berdasarkan indikator klinis gagal jantung sebagai komplikasi

infark miokard akut dan ditujukan untuk memperkirakan tingkat

mortalitas dalam 30 hari. Klasifikasi Killip juga digunakan sebagai salah

satu variabel dalam klasifikasi GRACE (PERKI, 2015).

Tabel 2.4 Mortalitas 30 hari berdasarkan KILLIP

Kelas KILLIP Temuan Klinis


I Tidak terdapat gagal jantung (tidak terdapat ronkhi
maupun S3)
II Terdapat gagal jantung ditandai dengan S3 dan ronkhi
basah pada setengah lapangan paru
III Terdapat edema paru ditandai oleh ronkhi basah
diseluruh lapang paru
IV Terdapat syok kardiogenik ditandai oleh tekanan darah
sistolik <90 mmHg dan tanda hipoperfusi jaringan

f. Komplikasi

a) Edema Paru

Edema paru terjadi akibat peningkatan cairan interstitial paru dari batas

negative menjadi batas positif dan kegagalan jantung kiri untuk menerima

balik dari paru sehingga paru meningkatkan tekanan dan sirkulasi paru dan
22

menimbulkan kebocoran protein plasma dan cairan dalam kapiler paru

sehingga terdengar bunyi ronhki saat auskultasi (Smelzer & bare, 2008).

b) Aritmia Jantung

Aritmia yang terjadi setelah reperfusi awal dapat berupa manifestasi

dari kondisi berat yang mendasarinya, seperti iskemia miokard, kegagalan

pompa, perubahan tonus otonom, hipoksia, dan gangguan elektrolit

(seperti hipokalemia) dan gangguan asam-basa. Keadaan-keadaan tersebut

memerlukan perhatian dan penanganan segera. Blok AV derajat tinggi

dulunya merupakan prediktor yang lebih kuat untuk kematian akibat

jantung dibandingkan dengan takiaritmia pada pasien dengan fraksi ejeksi

ventrikel kiri <40% setelah infark miokard (PERKI, 2015). Dalam

sebagian besar kasus aritmia adalah ringan dan sementara. Hal ini

dikendalikan dengan istirahat, nyeri dan obat-obatan. Tapi, mengancam

kehidupan aritmia dapat berkembang yang merupakan penyebab utama

kematian selama 24 jam pertama setelah serangan (PERKI, 2015).

c) Gagal Jantung akut

Gagal jantung juga dapat terjadi sebagai konsekuensi dari aritmia yang

berkelanjutan atau sebagai komplikasi mekanis (PERKI,2015).

Peningkatan marka jantung seperti BNP dan N-terminal pro-BNP

menandakan peningkatan stress dinding miokardium dan telah terbukti

berperan dalam menentukan diagnosis, staging, perlunya rawat jalan atau

pemulangan pasien dan mengenali pasien yang berisiko mengalami

kejadian klinis yang tidak diharapkan. Selain itu, nilai marka jantung
23

tersebut dipengaruhi beberapa keadaan seperti hipertrofi ventrikel kiri,

takikardia, iskemia, disfungsi ginjal, usia lanjut, obesitas dan pengobatan

yang sedang dijalani. Sejauh ini belum ada nilai rujukan definitif pada

pasien-pasien dengan tanda dan gejala gagal jantung setelah infark akut,

dan nilai yang didapatkan perlu diinterpretasikan berdasarkan keadaan

klinis pasien. Diagnosis gagal jantung secara klinis pada fase akut dan

subakut didasari oleh gejala gejala khas seperti dispnea, tanda seperti sinus

takikardi, suara jantung ketiga atau ronkhi pulmonal, dan bukti-bukti

objektif disfungsi kardiak seperti dilatasi ventrikel kiri dan berkurangnya

fraksi ejeksi (PERKI,2015).

d) Syok kardiogenik

Ini mungkin berkembang setelah kerusakan otot jantung di seluruh

area jantung. Ini menyebabkan kegagalan pemompaan jantung. Hasil akhir

adalah tekanan darah yang sangat rendah dengan pasokan tidak memadai

darah yang kaya oksigen ke jaringan tubuh. Syok kardiogenik biasanya

dikaitkan dengan kerusakan ventrikel kiri luas, namun juga dapat terjadi

pada infark ventrikel kanan. Baik mortalitas jangka pendek maupun jangka

panjang tampaknya berkaitan dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri awal

dan beratnya regurgitasi mitral. Adanya disfungsi ventrikel kanan pada

ekokardiografi awal juga merupakan prediktor penting prognosis yang

buruk, terutama dalam kasus disfungsi gabungan ventrikel kiri dan kanan.

Indeks volume sekuncup awal dan followup serta follow-up stroke work

index merupakan prediktor hemodinamik paling kuat untuk mortalitas 30


24

hari pada pasien dengan syok kardiogenik dan lebih berguna daripada

variabel hemodinamik lainnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan

bahwa penilaian dan tatalaksana syok kardiogenik tidak mementingkan

pengukuran invasif tekanan pengisian ventrikel kiri dan curah jantung

melalui kateter pulmonar namun fraksi ejeksi ventrikel kiri dan komplikasi

mekanis yang terkait perlu dinilai segera dengan ekokardiografi Doppler 2

dimensi (PERKI, 2015).

g. Penatalaksanaan

a) Penatalaksanaan medis (Smeltzer, 2009)

i. Farmakologis

- Pemberian O2 (PERKI,2015)

Pemberian O2 diberikan pada pasien dengan hipoksemia klinis

signifikan, dengan SaO2 <90% dan mengalami gagal jantung serta

kesulitan dalam bernafas.

- Anti iskemik

Beta blocker

Blocker memberikan efek terhadap reseptor beta-1 yang

mengakibatkan turunnya konsumsi oksigen miokardium. Blocker

beta sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan gangguan

konduksi atrio-ventrikler yang signifikan, asma bronkiale, dan

disfungsi akut ventrikel kiri. Pada kebanyakan kasus, preparat oral

cukup memadai dibandingkan injeksi. Blocker beta

direkomendasikan bagi pasien UAP atau NSTEMI, terutama jika


25

terdapat hipertensi dan/atau takikardia, dan selama tidak terdapat

indikasi kontra. Blocker beta oral sebaiknya diberikan dalam 24 jam

pertama. Blocker beta juga diindikasikan untuk semua pasien dengan

disfungsi ventrikel kiri selama tidak ada indikasi kontra. Pemberian

blocker beta pada pasien riwayat pengobatan blocker beta kronis

yang datang dengan SKA tetap dilanjutkan kecuali bila termasuk

klasifikasi Killip >III.

Nitrat

Nitrat memberikan efek dilatasi vena yang mengakibatkan

berkurangnya preload dan volume akhir diastolik ventrikel kiri

sehingga konsumsi oksigen miokardium berkurang. Efek lain dari

nitrat adalah dilatasi pembuluh darah koroner baik yang normal

maupun yang mengalami aterosklerosis. Nitrat oral atau intravena

efektif menghilangkan keluhan dalam fase akut dari episode angina.

Pasien dengan UAP/NSTEMI yang mengalami nyeri dada berlanjut

sebaiknya mendapat nitrat sublingualsetiap 5 menit sampai maksimal

3 kali pemberian, setelah itu harus dipertimbangkan penggunaan

nitrat intravena jika tidak ada indikasi kontra. Nitrat intravena

diindikasikan pada iskemia yang persisten, gagal jantung, atau

hipertensi dalam 48 jam pertama UAP/NSTEMI. Keputusan

menggunakan nitrat intravena tidak boleh menghalangi pengobatan

yang terbukti menurunkan mortalitas seperti penyekat beta atau

angiotensin converting enzymes inhibitor (ACE-I). Nitrat tidak


26

diberikan pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90 mmHg

atau >30 mmHg di bawah nilai awal, bradikardia berat (<50 kali

permenit), takikardia tanpa gejala gagal jantung, atau infark ventrikel

kanan. Nitrat tidak boleh diberikan pada pasien yang telah

mengkonsumsi inhibitor fosfodiesterase: sidenafil dalam 24 jam,

tadalafil dalam 48 jam.

Calcium channel blockers

Nifedipin dan amplodipin mempunyai efek vasodilator arteri dengan

sedikit atau tanpa efek pada SA Node atau AV Node. Sebaliknya

verapamil dan diltiazem mempunyai efek terhadap SA Node dan AV

Node yang menonjol dan sekaligus efek dilatasi arteri. Semua CCB

tersebut di atas mempunyai efek dilatasi koroner yang seimbang.

Oleh karena itu CCB, terutama golongan dihidropiridin, merupakan

obat pilihan untuk mengatasi angina vasospastik. Studi

menggunakan CCB pada UAP dan NSTEMI umumnya

memperlihatkan hasil yang seimbang dengan penyekat beta dalam

mengatasi keluhan angina.

Antiplatelet

Sebelum prosedur intervensi, pasien biasanya diberikan obat anti

platelet seperti aspirin dan clopidogrel. Klien juga diberikan heparin

untuk mencegah oklusi dan penyekat saluran kalsium atau nitrat

untuk mengurangi spasme coroner selama prosedur. Setelah


27

prosedur, klien dapat melanjutkan obat-obat ini untuk mencegah

oklusi ulang atau spasme pembuluh darah.

Antikoagulan

Pemberian antikoagulan disarankan untuk semua pasien yang

mendapatkan terapi antiplatelet. Pemilihan antikoagulan dibuat

berdasarkan risiko perdarahan dan iskemia, dan berdasarkan profil

efikasi-keamanan agen tersebut.

Statin

Statin merupakan terapi penurun lipid paling efektif untuk

menurunkan kolesterol LDL dan aman tanpa efek samping. Statin

menghambat secara kompetetif koenzim 3 hidroksi 3-metilglutar

(HMG CoA) reduktase yakni enzim yang berperan pada sintesis

kolesterol terutama dalam hati. Statin dapat mengurangi serangan

penyakit kardiovaskuler. Tanpa melihat nilai awal kolesterol LDL

dan tanpa mempertimbangkan modifikasi diet, inhibitor

hydroxymethylglutary- coenzyme A reductase (statin) harus

diberikan pada semua penderita UAP/NSTEMI, termasuk mereka

yang telah menjalani terapi revaskularisasi, jika tidak terdapat

indikasi kontra. Terapi statin dosis tinggi hendaknya dimulai

sebelum pasien keluar rumah sakit, dengan sasaran terapi untuk

mencapai kadar kolesterol LDL <100 mg/ dL. Menurunkan kadar

kolesterol LDL sampai <70 mg/dL mungkin untuk dicapai.

Analgesic
28

Biasanya penggunaan analgesik pada pasien infark miokard adalah

pemberian IV morphine untuk mengurangi nyeri dan ansietas.

Analgesik tersebut juga dapat mengurangi preload dan afterload

yang mana menurunkan kinerja jantung dan merelaksasikan

bronkiolus agar oksigenasi mencukupi. Respon kardiovaskular pada

morphine harus dimonitor karena dapat mempengaruhi tekanan

darah dan frekuensi nafas pasien

ACE Inhibitor

Ace inhibitor berfungsi untuk mencegah konversi angiotensin I ke

angiotensin II. Ketiadaan angiotensin II menyebabkan penurunan

tekanan darah, sekresi natrium dan cairan oleh ginjal (diuresis), dan

penurunan kebutuhan oksigen di miokard. Penggunaan ACE

inhibitor pada pasien setelah infark miokard dapat menurunkan

angka mortalitas dan mencegah remodeling sel miokard yang

disertai dengan onset gagal jantung. Sangat penting untuk

memastikan apakah pasien tidak mengalami hipotensi, hiponatremia,

hipovolemik atau hiperkalemia sebelum pemberian ACE inhibitor.

Tekanan darah, output urine dan serum level natrium, kalium dan

kreatinin harus dimonitor.

Trombolitik

Terapi trombolitik digunakan pada pasien yang mengalami infark

miokard akut. Pemberian trombolitik harus melalui pengontrolan

yang spesifik. Tujuan dari oemberian terapi trombolitik adalah untuk


29

menghilangkan trombus yang ada di arteri koroner, membuka aliran

darah yang tersumbat di arteri koroner, meminimalkan luas area

infark dan meningkatkan fungsi ventrikel jantung.

ii. Invasive procedure

Percutaneous Coronary Intervention (PCI)

a. Pengertian

PCI adalah suatu teknik dimana suatu kateter berujung balon

biasanya dipasang pada arteri femoralis, arteri radialis, dan

branchialis. Tindakan ini dapat menghilangkan penyumbatan dengan

segera, sehingga aliran darah dapat menjadi normal kembali dan

kerusakan otot jantung dapat dihindari (Black & Hwaks, 2014).

Pasien yang akan menjalani PCI sebaikanya mendapatkan terapi

antiplatelet ganda (DAPT) berupa aspirin dan penghambat reseptor

ADP sesegera mungkin sebelum angiografi. Adapun pilihan

penghambat reseptor ADP antara lain yaitu ticagrelor dosis loading

180 mg atau clopidogrel (PERKI, 2015).

b. Indikasi Tindakan PCI

Indikasi tindakan menurut Guidelines of the European Society of

Cardiology tahun 2008 yaitu pada pasien dengan CAD iskemia luas,

total oklusi kronik dan resiko tinggi CABG (Silber, et al, 2008).

Trisnohadi (2006) pertimbangan dilakukan tindakan PCI yaitu

laboratorium kateterisasi jantung yang mampu dan tersedia dengan

backup surgical medical contact to ballon time <90 menit, resiko


30

tinggi STEMI syok kardiogenik dan kelas KILLIP lebih atau sama

dengan 3, kontrakindikasi fibrinolisasi, termasuk meningkatnya

resiko perdarahan dan perdarahan intracranial, persentasi terlambat.

c. Kontraindikasi PCI

Pasien dengan gagal jantung yang tidak terkontrol dengan hipertensi

dan aritmia, klien pasca stroke kurang dari 1 bulan, infeksi berat

disertai demam, gangguan keseimbangan elektrolit, perdarahan

lambung akut yang disertai anemia, wanita hamil, gagal ginjal,

riwayat oerdarahan tidak terkontrol dan intoksikasi digitalis

(Kern,2008).

d. Komplikasi

Komplikasi dari tindakan PCI yaitu komplikasi vaskuler meliputi

perdarahan, hematoma, pseudaneorisma dan fistula arteriovenous,

nefropati karena kontras radiografi yang terjadi pada

pasieninsufisiensi renal, usia tua dan syok kardiogenik (Anderson,

2009).

b) Penatalaksanaan Keperawatan (Smeltser, 2010)

Pengurangan rasa nyeri dan tanda gejala iskemik

Kolaborasi dalam penanganan nyeri membutuhkan pemantauan

khusus dalam pemberian obat agar tujuan pemberiannya tercapai.

Pengkajian respon pasien saat pemberian terapi juga perlu dilakukan.

Pemberian terapi oksigen selama pemberian obat juga perlu

diperhatikan.
31

Manajemen Nyeri

Pengkajian Nyeri Skala Analogi Visual (VAS). Skala analogi visual

sangat berguna dalam mengkaji intensitas nyeri. Skala tersebut adalah

berbentuk garishorizontal sepanjang 10 cm, dan ujungnya

mengindikasikan nyeri yang berat. Pasien diminta untuk menunjuk

titik 17 10 pada garis yang menunjukkan letak nyeri terjadi di

sepanjang rentang tersebut.ujung kiri biasanya menunjukkan “tidak

ada” atau “tidak nyeri”, sedangkan ujung kanan biasanya

menandakan “berat” atau nyeri yang paling buruk. Untuk menilai

hasil, sebuah penggaris diletakkan sepanjang garis dan jarak yang

dibuat pasien pada garis dari “tidak ada nyeri “diukur dan ditulis

dalam sentimeter (Nursalam, 2008).

Perawat melakukan pengkajian nyeri pada semua pasien dengan

menanyakan intensitas nyeri. Tunjukkan alat asesmen nyeri Visual

Analog Scale (VAS) pada pasien dewasa dan anak (> 9 tahun). Pasien

diminta untuk memilih skala yang sesuai tingkatan nyeri yang

dirasakan. Gunakan skala nyeri dan kelompokkan dalam 3 kategori:

a) 1 – 3: Nyeri ringan (sedikit mengganggu aktivitas sehari-hari).

b) 4 – 6: Nyeri sedang (gangguan nyata terhadap aktivitas sehari-

hari).

c) 7 – 10 : Nyeri berat (tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari)

Kaji ulang skala nyeri pasien dengan VAS/ Wong Baker setiap

pergantian shift jaga perawat atau apabila ada keluhan dari pasien.
32

Dalam pengkajian ulang tersebut, perhatikan: keadaan umum,

kesadaran, tanda-tanda vital, keluhan gejala penyerta, serta hal yang

memperberat nyeri. Nyeri ringan lakukan evaluasi ulang setiap 8 jam,

nyeri sedang lakukan evaluasi ulang setiap 4 jam, nyeri berat lakukan

evaluasi ulang setiap 1 jam. Catat dan dokumentasikan semua

kegiatan yang dilakukan pada lembar catatan interdisiplin. Pengkajian

ulang skala nyeri juga meliputi: a) Lokasi: Bagian tubuh mana yang

terasa nyeri b) Onset : Akut (nyeri kurang dari 14 hari), kronik (nyeri

lebih dari 14 hari) c) Waktu : Intermiten atau terus menerus d)

Pencetus : Tuliskan pada saat apa pasien merasa nyeri e) Tipe :

Tuliskan tipe nyeri yang dirasakan pasien (seperti ditusuk, terbakar,

tertekan) (Potter and Perry, 2006)

Meningkatkan fungsi respirasi

Pengkajian pada sistem respirasi untuk mengetahui apakah ada tanda

dan gejala komplikasi pada paru-paru. Perawat harus status

memantau volume cairan untuk mencegah berlebihnya pada jantung

dan paru-paru.

Pemberian adekuat perfusi pada jaringan

Bed rest selama fase perawatan dapat membantu mengurangi

konsumsi oksigen pada miokard. Pembatasan mobilisasi harus

dilakukan sampai pasien tidak merasa nyeri lagi dan keadaan

hemodinamiknya stabil. Sangat penting untuk melakukan


33

pemeriksaan suhu dan denyut nadi perifer secara berkala untuk

memonitor perfusi jaringan.

Pengurangan ansietas

Penurunan level ansietas dan rasa takut sangat penting dilakukan

untuk mengurangi respon simpatis stress. Penurunan stimulasi

simpatis dapat menurunkan kerja yang berlebihan pada jantung, yang

mana dapat mengurangi nyeri dan tanda gejala iskemia lainnya.

Memonitor dan memanajemen komplikasi potensial

Perawat sangat perlu memperhatikan perubahan denyut dan irama

jantung, suara jantung, tekanan darah, nyeri dada, status respirasi,

output urine, warna kulit dan suhu tubuh, sensorium, perubahan EKG

dan nilai laboratorium.

B. Istirahat dan Tidur

a. Konsep istirahat dan tidur

Tidur merupakan proses siklus psiologikal yang bergantian dengan

periode yang lebih lama dari terjaga. Tidur adalah status perubahan

kesadaran ketika presepsi dan reaksi individu terhadap lingkungan

menurun. Tidur dikarakteristikan dengan aktivitas fisik yang minimal

tingkat kesadaran yang bervariasi, perubahan proses fisiologi tubuh dan

penurunan respons terhadap stimulus eksternal (Potter & Perry, 2013).

Istirahat adalah keadaan tenang, relaks, tanpa tekanan emosional

dan bebas dari perasaan gelisah. Istirahat bukan berarti tidak melakukan
34

aktivitas sama sekali. Terkadang, jalan-jalan, nonton TV dsb juga dikatan

sebagai bentuk istirahat.

Aktivitas tidur diatur dan dikontrol oleh dua sistem pada batang

otak, yaitu : Reticular Activating System (RAS) dan Bulbar Synchronizing

Region (BSR). RAS dibagian atas batang otak diyakini memiliki sel-sel

khusus yang dapat mempertahankan kewaspadaan dan kesadaran,

memberi stimulus visual, pendengaran, nyeri dan sensori raba serta emosi

dan proses berfikir. Pada saat sadar, RAS melepaskan katekolamin,

sedangkan pada saat tidur terjadi pelepasan serum serotonin dari BSR.

Fisiologis tidur melibatkan susunan saraf, saraf perifer, endokrin,

kardiovaskular, respirasi dan muskuloskeletal. Tiap kejadian tersebut

dapat diidentifikasikan atau direkam dengan electroencephalogram (EEG)

untuk aktivitas listrik otak, pengukuran tonus otot dengan menggunakan

electromiogram (EMG) dan electroculogram (EOG) untuk mengukur

pergerakan mata.

b. Tidur pasien di ruangan intensif

Banyak pasien yang dirawat diruangan intensif mengalami

penurunan kualitas tidur karena faktor mental dan lingkungan. Pasien

dengan diagnosa infark miokard, meskipun bisa mengendalikan faktor

lingkungan, perubahan fisiologis atau gejala dari infark miokard itu sendiri

telah mengubah pola tidur pasien. Sebanyak 56% pasien mengalami

gangguan tidur dihari pertama rawatan. Berdasarkan beberapa penelitian

menyebutkan bahwa pasien sindrom koroner akut memiliki kualitas tidur


35

yang rendah di 3 hari pertama rawatan. Mendapatkan kenyamanan untuk

tidur sulit didapatkan karena pemantauan kondisi oleh tenaga kesehatan,

pencahayaan, kebisingan karena merawat pasien lain, bunyi ventilasi

mekanik, dibangunkan untuk alasan perawatan, penggunaan obat

penenang dan inotrope, keparahan penyakit, dan pasien yang dibangunkan

setiap pagi (Nesami et al,. 2014)

c. Cara meningkatkan kualitas tidur

Untuk mendapatkan kualitas tidur yang memadai, pasien bisa

mendapatkan pengobatan baik farmakologi maupun non farmakologi.

Penggunaan obat-obatan pada pasien di ruang intensif diketahui memiliki

dampak yang dapat mengganggu pada tidur dan pola sirkadian, dimana

ketika malam hari mengalami penurunan kualitas tidur. Beberapa hal yang

mengakibatkan gangguan tidur pada pasien di ruang intensif diantaranya

lingkungan, obat - obatan, penggunaan ventilator, penyakit yang diderita

oleh pasien (Hardin, 2009 dalam Afianti, 2017). Pada pasien kritis yang

menjalani perawatan di ruang intensif dan mengalami gangguan tidur,

umumnya digunakan sedasi untuk meminimalkan kegelisahan dan nyeri

yang dapat mengganggu kebutuhan tidur pasien tersebut.

Penanganan gangguan tidur pasien di ruang intensif dapat diatasi

dengan mengatur sistem pencahayaan, dengan tingkat pencahayaan

lingkungan yang tepat dalam membantu pasien menimbulkan perasaan

tenang dan nyaman (Engwall, Fridh, Johansson, Bergbom & Lindhal,

2015). Cara lain yang digunakan untuk meningkatkan kualitas tidur dapat
36

dilakukan dengan cara memodifikasi lingkungan yaitu menurunkan suara

percakapan staf, menurunkan pencahayaan, mengatur kegiatan rutin

perawatan dimalam hari (Hardin, 2009 dalam afianti, 2017).

Penggunaan earplug dan eyes mask dapat mengurangi kebisingan

ruangan dan faktor pencahayaan saat pasien tidur. Earplug dan eyes mask

dapat menjadi salah satu alternative dari pengobatan untuk meningkatkan

kualitas tidur pasien yang dirawat diruang intensif (Dave,.et al, 2015).

Pasien diberikan earplug untuk menutup lubang telinga dengan tujuan

mengurangi kebisingan yang ada diruang rawatan sedangkan eyes mask

untuk menutup mata dengan tujuan mengurangi paparan cahaya ke mata

(Tolba, 2018).

Earplug yang digunakan adalah earplug yang berbahan lunak terbuat

dari busa atau foam yang nyaman bila digunakan selama tidur. Bersihkan

earplug dengan air hangat atau sabun sebelum digunakan untuk mencegah

kontaminasi bakteri keliang telinga, lalu pasangkan ke lubang telinga

pasien. Untuk penggunaan eyes mask, perhatikan pemasangannya agar

tidak terlalu ketat dan membuat pasien tidak nyaman selama pemakaian.

Pemakaian earplug dan eyes mask dilakukan mulai dari pukul 7 malam

sampai 10 malam (Tolba, 2018).

d. Cara penggunaan earplug dan eyesmask

1. Pemasangan dilakukan selama 4 jam di waktu tidur dalam waktu 4 hari

pelaksanaan termasuk hari pengkajian awal


37

2. Sevelumnya dilakukan pengkajian awal, pasien dibiarkan dulu semalam

untuk merasakan pengalaman tidur di ruangan. Evaluasi hemodinamik

dan skala nyeri.

3. Evaluasi dilakukan setelah intervensi dilakukan pada pagi harinya

C. Asuhan Keperawatan Teoritis

a. Pengkajian

Pengkajian merupakan pendekatan sistemik untuk mengidentifikasi

masalah keperawatan gawat darurat yang dibagi menjadi 2 bagian yaitu

pengkajian primer dan sekunder (Musliha, 2010). Menurut Potter dan Perry

(2010) tipe data pengkajian yang dapat dikumpulkan oleh perawat berupa

data objektif dan subjektif yang berasal dari persepsi pasien dan keluarga,

dengan mengkaji dan mengamati tanda gejala serta keluhan pasien ataupun

pengkajian yang telah dilakukan oleh tim kesehatan lainnya.

a. Pengkajian Primer

1) Airway

Pemeriksaan jalan nafas dengan tujuan untuk melihat apakah adanya

sumbatan jalan nafas baik karena sekret ataupun darah. Pasien NSTEMI

biasanya tidak memiliki keluhan dijalan nafas seperti tidak adanya sekret,

tidak ada polip, atau obstruksi jalan nafas. Akan tetapi harus dilakukan

pemantauan apakah ada bunyi suara nafas tambahan dijalan nafas yang

harus dibebaskan segera (Haryanto, 2015).


38

2) Breathing

Pemeriksaan pernapasan dengan tujuan mengelola pernapasan

agar oksigenasi adekuat. Pasien NSTEMI biasanya mengalami

keluhan sesak nafas, dyspnea, takipnea, pernapasan cepat dan

dangkal, penggunaan otot bantu pernapasan, SaO2 bisa menurun

<90% (Haryanto, 2015).

3) Circulation

Pemeriksaan system sirkulasi disertai dengan kontrol

pendrahan. Pasien dengan NSTEMI biasanya datang dengang

denyut nadi lemah, cepat, dan tidak teratur/teratur, tekanan darah

dapat meningkat atau menurun, CRT>2 detik, akral dingin, dapat

terdengar suara jantung S3 dan S4, gallop menunjukkan disfungsi

ventrikel sistolik, murmur, irama jantung dapat teratur/tidak, edema

perifer, sianosis pada kulit dan membrane mukosa (Musliha, 2011).

4) Disability

Pemeriksaan pernapasan dengan tujuan mengelola pernapasan

agar oksigenasi adekuat. Pasien NSTEMI biasanya mengalami

keluhan sesak nafas, dyspnea, takipnea, pernapasan cepat dan

dangkal, penggunaan otot bantu pernapasan, SaO2 bisa menurun

<90% (Haryanto, 2015)

5) Exsposure

Adanya Gambaran EKG pada pasien NSTEMI adanya depresi

segmen ST pada sadapan tertentu (Cardiac care Network, 2013).


39

b. Pengkajian Sekunder

1. Riwayat kesehatan sekarang

Biasanya pasien datang ke pelayanan kesehatan dengan keluhan nyeri

dada dengan durasi >20 menit, sesak nafs, jantung terasa

berdebar-debar, diaphoresis, mual muntah, dan merasa pusing. Nyeri

biasanya menjalar ke punggung, leher, dan rahang bawah serta

epigastrium. Pasien dengan penyakit jantung biasanya juga mengalami

kecemasan akibat perubahan kesehatan, pasien akan terlihat gelisah dan

cemas akan sakit yang dideritanya dan pasien juga mengalami

kelelahan dan kelemahan akibat ketidaaadekuatan suplai oksigen ke

seluruh tubuh untuk proses metabolisme (Haryanto,2015).

2. Riwayat kesehatan dahulu

Pasien dengan penyakit jantung koroner biasanya memiliki riwayat

hipertensi, diabetes melitus, merokok, kelainan pada otot jantung,

ateriosklerosis korener, dan disertai dengan penyakit miokardium

sebelumnya atau tidak (Kartika,2013)

3. Riwayat kesehatan keluarga

Pasien penyekit jantung koroner memiliki riwayat herediter yaitu

penyakit jantung, hipertensi, dan diabetes melitus (Kartika,2013).

a. Pemeriksaan fisik

1. Kepala

Inspeksi : lihat bentuk kepala, rambut dan kerontokan rambut.

Biasanya pasien jantung tidak memiliki keluhan pada kepala


40

2. Mata

Inspeksi : biasanya tidak ada gangguan, simetris kiri dan

kanan, mengalami anemis pada konjungtiva, sklera

ikterik/tidak

3. Hidung

Inspeksi : biasanya tidak ada gangguan, simetris kiri dan

kanan, pembengkaka dan perdarah tidak ada

4. Telinga

Inspeksi: biasanya pada sebagian orang mengalami

gangguan pendengaran atau tidak mengalami

5. Mulut

Inspeksi : bisnya membran mukosa lembab dan terdapat bau

keton pada pasien dengan DM

6. Leher

Inspeksi : biasanya tidak terdapat pembesaran tyroid dan

pembengkakan KGB, namun terkadang disertai dengan

pembesaran atau distensi vena jugularis

7. Thoraks

Paru-paru

Inspeksi : biasanya disertai dengan penggunaan otot bantu

nafas, simetris kiri dan kanan, nafas dangkal dan cepat.

Palpasi : fremitus fokal normal/ menurun

Perkusi : redup / sonor


41

Auskultasi : vasikuler atau ronki, irama nafas tidak teratur

Jantung

Inspeksi : biasanya iktus cordis tidak terlihat

Palpasi : iktus cordis teraba pada apeks lebih dari pada IC 5

(kardiomegali)

Perkusi : pekak pada IC

Auskultasi : biasanya terdapat murmur pada S3 dan S4

pada pasien yang disertai gagal katup atau disfungsi otot

papilar. Biasanya irama jantung dapat teratur dan tidak teratur

8. Abdomen

Inspeksi : apakah adanya asites atau bekas luka operasi

Palpasi : distensi abdomen/tidak,

Perkusi : tympany

Auskultasi : bising usus +/+

9. Genetalia

Inspeksi : lihat adanya hematuri dan kaji jumlah urine

10. Integumen

Inspeksi : biasanya disertai dengan diaphoresis dan akral

yang dingin serta terdapat udem pada beberapa daerah

ekstremitas

b. Diagnosa keperawatan

a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan

ventilasi perfusi
42

b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan irama jantung, afterload,

perload dan kontraktilits

c. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis

c. Rencana keperawatan

Tabel.2.5. Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa NOC NIC


Gangguan Pertukaran Status Pernafasan : A. Manajemen Asam
Gas b.d Pertukarang Gas Basa : Asidosis Metabolik
ketidakseimbangan Indikator : Aktivitas :
ventilasi perfusi - Tekanan parsial O2 dalam 1. Pertahankan kepatenan
batas normal jalan nafas
- Tekanan parsial CO2 2. Monitor pola pernafasan
(PaCO2) dalam batas 3. Monitor adanya
normal kemungkinan penyebab
- Ph Arteri dalam batas sebelumk mencoba
normal mengatasi ketidak
- Saturasi Oksigen dalam seimbangan asam basa
batas normal 4. Tentukan kebutuhan
- Hasil rontgen dada dalam patologis antara intervensi
batas normal langsung dan perawatan
- Tidak ada dispnea saat pendukung
istirahat 5. Monitor penyebab
kurangnya atau rendahnya
Keseimbangan Elektrolit HCO3 atau kelebihan ion
dan Asam Basa hidrogen (uremic,
Indikator : ketoasidosis alkoholik,
- Denyut jantung apikal hipoksia, iskemik,
dalam batas normal insufiensi ginjal
- Irama jantung dalam batas 6. Monitor ketidak
normal seimbangan elektrolit yang
- Irama pernafasan normal berhubungan dengan
- Serum kreatinin dalam asidosis metbolik
batas normal 7. Berikan cairan sesuai
- Serum kalium dalam indikasi karena adana
batas normal kehilangan yang berlebihan
- Serum glukosa darah dikarenakan penyebab
dalam batas normal yang mendasar ( diare,
- Serum Ph dalam batas diuretik, )
normal 8. Monitor intake dan output
9. Kurangi penggunaan
oksigen
43

B. Terapi oksigen
Aktivitas
1. Bersihkan mulut, hidung,
dan sekresi trakea dengan
tepat
2. Pertahankan kepatenan
jalan nafas
3. Berikan oksigen tambahan
seperti yang diperintahkan
4. Monitor aliran oksigen
5. Pantau tanda tanda
keracunan oksigen
6. Amati tanda-tanda
hipoventilasi
Penurunan Curah Keefektifan Pompa Jantung A. Perawatan Jantung
Jantung b.d perubahan Indikator : Aktivitas :
irama jantung ,after load, - Tekanan darah dalam 1. Secara rutin mengecek
pre load batas normal pasien baik secara fisik dan
- Ukuran jantung dalam psikologis sesuai dengan
batas normal kebijakan tiap agen
- Urine out put dalam batas 2. Instruksikan pasien tentang
normal pentingnya untuk segera
- Tidak ada angina melaporkan bila merasakan
- Tidak ada edem paru nyeri dada
- Tidak ada pucat 3. Evaluasi episode nyeri
- Tidak merasa lelah tanpa dada (intensitas, lokasi,
aktivitas radiasi, durasi, dan faktor,
yang memicu serta
Status Sirkulasi meringankan nyeri)
Indikator : 4. Monitor EKG, adakah
- Tekanan darah dalam perubahan segmen ST
batas normal sebagaimana mestinya
- MAP dalam batas normal 5. Lakukan penilaian
- Kekuatan nadi radialis komprehensif pada
normal sirkulasi perifer
- Saturasi O2 dalam batas 6. Monitor tanda vital
normal 7. Monitor tanda dan gejala
- CRT dalam batas normal penurunan curah jantung
- Tidak ada hipotensi 8. Lakukan terapi relaksasi
ortostatik sebagaimana mestinya
- Tidak ada suara nafas 9. Monitor sesak nafas,
tambahan kelelahan, takpinea, dan
- Tidak ada distensi vena orthopnea
leher
- Tidak ada wajah pucat
44

Perfusi Jaringan : Cardiac B. Manajemen Elektrolit :


Indikator : Hipokalemia
- Tidak ada aritmia Aktivitas :
- Enzim jantung dalam 1. Kumpulkan spesimen
batas normal untuk dilakukan analisis
- Tidak ada angina laboratorium kadar kalium
- tidak ada takikardi dan ketidakseimbangan
- keringat dalam batas elektrolit yang
normal berhubungan dengan
- tidak ada mual dan kalium
muntah 2. Monitor adanya gejala awal
hipokalemi untuk
mencegah kondisi yang
mengancam jiwa
(disritmia)
3. Monitor hasil lab yang
berhubungan dengan
hipokalemi, misalkan
(peningkatan glukosa ,
penurunan osmolaritas
urine)
4. Monitor fungsi ginjal dan
EKG
5. Berikan suplemen kalium
sesuai yang diresepkan
6. Cegah atau kurangi iritasi
akibat pemberian suplemen
kalium secara intravena
(misalnya pertimbangkan
pemberian infus saluran
sentral untuk konsentrasi
yang lebih besar dari 10
meq/L, encerkan potassium
IV secara adekuat)
7. Monitor adanya lonjakan
hiperkalemi
8. Monitor adanya diuresis
yang berlebihan
9. Berikan makanan tinggi
kalium ( pisang, sayuran
hijau dan produk susu)

C. Pengaturan
Hemodinamik
Aktivitas :
1. Lakukan penilaian
45

komprehensif terhadap
status hemodinamik
2. Monitor dan
dokumentasikan tekanan
nadi proporsional
3. Berikan pemeriksaan fisik
berkala
4. Identifikasi adanya tanda
dan gejala gangguan pada
sistem hemodinamik
5. Tentukan status perfusi
(apakah pasien terasa
hangat,dingin)
6. Lakukan auskultasi jantung
7. Berikan obat- obat
inotropik dan kontraktilitas
8. Monitor efek obat
9. Tinggikan kepala tempat
tidur
10. Tinggikan kaki tempat
tidur
11. Berikan vasodilator dan
vasokontriktor
12. Monitor kadar elektrolit
13. Monitor asupan dan
pengeluaran
Nyeri Akut b.d Agen Kontrol Nyeri A. Manajemen Nyeri
Biologis Indikator : Aktivitas :
- mengenali kapan terjadi 1. Lakukan penilaian nyeri
nyeri secara komprehensif
- Menggunakan tindakan dimulai dari lokasi,
pencegahan nyeri karakteristik,durasi,
- Menggunakan tindakan frekuensi, kualitas,
pengurangan nyeri tanpa intensitas dan penyebab.
analgesik 2. Kaji ketidaknyamanan
- Melaporkan gejala yang secara nonverbal
tidak terkontrol pada 3. Pastikan pasien
tenaga kesehatan mendapatkan perawatan
- Mengenali apa yang dengan analgesic
terkait dengan gejala 4. Gunakan komunikasi yang
nyeri terapeutik
5. Menyediakan informasi
tentang nyeri, contohnya
penyebab nyeri,
bagaimana kejadiannya,
mengantisipasi
46

ketidaknyamanan terhadap
prosedur
6. Kontrol faktor lingkungan
yang dapat menimbulkan
ketidaknyamanan
7. Ajari untuk menggunakan
tehnik non-farmakologi
dalam mengurangi nyeri
8. Evaluasi efektifitas metoda
yang digunakan dalam
mengontrol nyeri secara
berkelanjutan

d. Implementasi keperawatan

Implementasi keperawatan tahap yang dilakukan setelah menyusun

intevensi untuk menyelesaikan masalah klien berupa serangkaian kegiatan

yang dilakukan oleh perawat dapat meningkatkan status kesehatan yang

lebih baik dan dapat menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan perawat

diharuskan memiliki kemampuan kognitif (intelektual, kemampuan dalam

hubungan inter personal, dan keterampilan dalam melakukan tindakan) untuk

mencapai rencana keperwatan (Hidayat, 2009).

e. Evaluasi keperawatan

Tahap evaluasi adalah tahap dimana melihat perbandingan sistemik

antara tujuan yang telah ditetapkan dengan yang direncanakan, serta yang

dilakukan pada pasien dengan kesinambungan evaluasi keperawatan

merupakan suatu kegiatan dalam melalui tindakan keperawatan yang

tentukan dengan tujuan untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara

optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan (Hidayat,2009).


BAB III

LAPORAN KASUS

A. Pengkajian

1. Identitas Pasien

Pasien Tn. T (43 tahun) masuk CVCU pada tanggal 29 November

2018 pukul 15.00 WIB. Pasien masuk dengan diagnosa medis Non

STEMI TIMI 5/7 GS 111, Hypertensi stage I, Diabetes Mellitus type II.

pengkajian dilakukan tanggal 29 November 2018 pukul 18.00 WIB.

2. Pengkajian primer

1) Airway

Jalan nafas paten

2) Breathing

Frekuensi nafas 24 kali/menit, pasien merasa sesak bila berbaring

lurus, tidak ada penggunaan otot bantu nafas, pergerakan dinding dada

simetris kiri dan kanan, ronkhi ada, SaO2 98% dan diberikan terapi O2

nasal canule 5 liter/menit.

3) Circulation

Tekanan darah 149/86 mmHg, suhu tubuh 36,70C, akral teraba

hangat, denyut nadi 59 kali/menit, nadi perifer teraba lemah, MAP

107, CRT<3 detik, membran mukosa bibir dan kulit kering dan pucat,

intake 200 cc dan output (urine spontan) 350 cc (saat pengkajian jam

18.00 WIB

47
48

4) Disability

GCS : 15 (E4M6V5), kesadaran Composmentis, pupil isokor,

ukuran pupil 2/2 mm, refleks pupil terhadap cahaya +/+, nyeri dada

(+), P : pasien mengatakan nyeri dada saat beraktivitas dan beristirahat,

Q : pasien mengatakan nyeri seperti ditimpa beban berat di dada, R :

pasien mengatakan nyeri menjalar kebagian kiri, S : pasien

mengatakan nyeri skala 4, T : pasien menngatakan nyeri terasa terus

menerus.

5) EKG / Exsposure

Sinus Tachicardia, QRS Rate 105 x/I, gelombang P normal, PR

interval normal (0,14), QRS durasi (0,065), ST depresi di lead II, III,

aVF, V4-V6 (hasil perekaman saat tiba di CVCU pukul 15.00 WIB),

Ulkus pada digiti III dan IV

3. Status kesehatan saat ini

Alasan Kunjungan/ keluhan utama

Pasien masuk IGD RSUP M Djamil Padang tanggal 29

November 2018 pukul 10.00 WIB dengan keluhan nyeri dada tiba - tiba,

nyeri terasa seperti terhimpit beban berat dan menjalar ke bagian kiri

tubuh. Tekanan darah 158/76 mmHg, HR 62 kali/menit, frekuensi nafas

24 kali/menit klien juga mengeluhkan nafas terasa sesak baik saat

istirahat maupun saat beraktivitas.

Pasien masuk ruangan CVCU tanggal 29 November 2018 pukul

15.00 WIB. Pada saat pengkajian tanggal 29 November 2018 pukul


49

18.00 WIB, pasien mengeluhkan nyeri skala 4 masih terasa namun

sesak nafas sudah berkurang karena pasien sudah terpasang O2 nasal

canula 4 L/menit. Klien tampak menahan nyeri dada dengan memegangi

bagian dada. Pasien mengeluh mulut terasa kering dan haus. Klien

mengatakan merasa mengantuk dan lelah namun sulit untuk tidur.

Faktor Pencetus

Pasien memaksakan diri untuk pergi bekerja.

Lama Keluhan

Pasien mengeluhkan nyeri dada sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit

RSUP Dr. M. Djamil Padang. Sebelumnya pasien juga pernah dirawat

dengan keluhan yang sama.

Upaya yang dilakukan untuk mengatasi

Pasien langsung datang ke IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang ketika

nyeri dada sudah tidak teratasi dan semakin berat.

Diagnosa medis

Tanggal 29 November 2018 : NSTEMI, Bradikardi Symptomatis

Tanggal 30 November 2018 : NSTEMI TIMI 5/7 GS 111, DM Type II,

Hipertensi Stage II, Sinus Bradikardi Asimptomatis, HbsAg (+)

Tanggal 1 Desember 2018 : NSTEMI TIMI 5/7 GS 111, DM Type II,

Hipertensi Stage II

Tanggal 2 Desember 2018 : NSTEMI TIMI 5/7 GS 111, DM Type II,

Hipertensi Stage II, AKI Stage I


50

4. Riwayat Kesehatan yang Lalu

Penyakit yang pernah dialami

Pasien mengatakan sudah memiliki riwayat hipertensi dan diabetes

mellitus Type II sejak 6 tahun yang lalu. Klien mengatakan sebulan yang

lalu juga dirawat dengan keluhan yang sama. Klien rutin mengonsumsi

klien mengatakan bahwa kedua orang tuanya juga memiliki riwayat

penyakit yang sama dengannya. terdapat luka di bagian jari kaki pasien

(digiti III dan IV). Pasien mengatakan luka berawal saat kakinya

tersandung dan luka sejak 2 bulan yang lalu. Luka dirawat dirumah

dengan cara dicuci dengan air bersih dan dibalut dengan kassa.

Alergi

Pasien mengatakan tidak memiliki alergi terhadap obat maupun makanan

Kebiasaan

Pasien memiliki riwayat sebagai perokok aktif dan konsumsi alkohol,

namun sudah dihentikan sejak didiagnosa diabetes mellitus type II 6

tahun yang lalu.

Pola Nutrisi

Pasien memiliki berat badan 73 Kg dan tinggi badan 160 cm. Keluarga

mengatakan pasien makan 3 kali sehari dengan menu nasi, lauk, sayur

dan buah-buahan. Keluarga mengatakan bahwa pasien tidak

memperhatikan diet untuk penderita hipertensi dan DM. Pasien menyukai

semua makanan dan tidak ada pantangan makanan. Sebelumnya pasien

tidak ada mengalami penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan.
51

Pola Eliminasi

Pasien BAB 1x.hari dengan karakteristik feses berwarna coklat

kekuningan dan konsentrasi padat. Pasien BAK 6-7 kali/ hari dengan

karakteristik urine kuning cerah. Pasien tidak memiliki keluhan selama

BAK dan BAB.

Pola tidur dan Istirahat

Di Rumah :

Pasien mengatakan biasanya tidur 6-7 jam dalam sehari dimalam hari

mulai pukul 22.00-05.00 WIB. Terkadang pasien begadang karena

pekerjaannya dan mengalami kesulitan tidur bila lingkungan tidak

nyaman dan berisik. Biasanya pasien tertidur dalam suasana yang hening

dirumahnya.

Di Rumah sakit (pengkajian hari kedua rawatan) :

Pasien mengeluh sulit untuk tertidur, merasa lelah dan mengeluhkan suara

pasien lain dan keadaan ruangan yang berisik. Pasien mengatakan hanya

tidur sebentar lalu terbangun lagi, dan sulit untuk memulai tidur lagi jika

terbangun.

Pola Aktivitas dan latihan

Keluarga mengatakan pasien seorang pegawai di RSUP M Djamil dan

pasien mengatakan beberapa bulan terakhir ini kesulitan dalam

beraktivitas seperti biasa karena merasa cepat lelah dan sesak.


52

Pola bekerja

Pasien bekerja sebagai pegawai parkir yang masuk kerja di pagi hari

hingga sore hari, istrinya juga bekerja untuk memenuhi kebutuhan rumah

tangga dan pendidikan anak - anaknya.

5. Riwayat Keluarga

Keterangan :

: Laki - laki

: Perempuan

: Meninggal

: Tinggal Serumah

: Pasien

: Meninggal dengan riwayat Hipertensi dan DM Type II


53

6. Pengkajian Sekunder

Pemeriksaan fisik/ Head to toe

Kepala

Inspeksi /Palpasi : bentuk kepala normal, tidak ada pembengkakan,

rambut tebal, tidak ada jejas dan lesi serta massa

Keluhan : pasien mengeluh terkadang merasa pusing

Mata

Fungsi Penglihatan : normal

Palpebra : tidak bengkak

Ukuran pupil : 3mm/3mm

Akomodasi : isokor

Konjungtiva : Anemis

Sklera : tidak ikterik

Edema palpebra : tidak ada

Telinga

Fungsi Pendengaran : baik

Fungsi keseimbangan: normal

Keluhan : tidak ada

Hidung dan sinus

Inspeksi : simetris kiri dan kanan, massa tidak ada, cuping

hidung tidak ada, polip tidak ada, lesi tidak ada, akumulasi sekret tidak

ada

Pembengkakan : tidak ada


54

Pendarahan : tidak ada

Mulut dan tenggorokanInspeksi : bibir kering, stomatitis

tidak ada, lidah bersih

Keadaan gigi : caries gigi tidak ada

Membran mukosa : pucat

Kesulitan menelan : tidak ada

Leher

Inspeksi / palpasi : tidak ada pembesaran dan pembengkakan KGB

dan kelenjar tiroid

Thoraks

Inspeksi : normochest, simestris kiri dan kanan, pergerakan

dinding dada simetris kiri kanan

Palpasi : tidak teraba massa, fremitus kiri dan kanan sama

Perkusi paru : sonor

Auskultasi paru : ronkhi ada, wheezing tidak ada

Auskultasi jantung : reguler dan tidak ada murmur dan tidak ada gallop

Gambaran EKG : sinus tachycardia, QRS Rate 105 x/I, gelombang

P normal, PR interval normal (0,14), QRS durasi (0,065), ST depresi di

lead II, III, aVF, V4-V6 (saat masuk CVCU)

Sirkulasi

Frekuensi nadi : 59 kali/menit (saat pengkajian pukul 18.00 WIB)

SaO2 : 98%

Tekanan darah : 149/86 mmHg


55

Suhu tubuh : 36,70C

Sianosis : tidak ada

Pucat : wajah tampak pucat

Turgor : baik

Abdomen

Inspeksi : tidak ada asites

Auskultasi : bising usus (+)

Palpasi : nyeri tekan (-), distensi abdomen (-)

Perkusi : thympani

Jenis diet : diet yang diberikan adalah ML DD DJ RG II

Nafsu makan : kurang

Frekuensi BAB : 1x/2 hari, konsistensi feses : encer

Keluhan makan : pasien merasa mual

Keluhan BAB : tidak ada

Frekuensi BAK : per jam, urine spontan

Nilai intake : 400 cc (15.00-21.00 WIB)

Nilai output : 750 cc (15.00-21.00 WIB)

Penggunaan kateter : pasien menolak dipasang kateter urine intermitten

Keluhan BAK : tidak ada

Ektremitas

Inspeksi : ekstremitas kiri atas terpasang IV line NaCl 0,9%

500cc/24 jam, drip ISDN 7 mg/jam, ekstremitas kanan atas terpasang


56

manset tensimeter dan tidak ada edema pada ektremitas, terdapat ulkus

pedis digiti III dan IV

Massa otot : baik

Kekakuan : tidak ada

Kejang : tidak ada

Motorik :

555 555
555 555
7. Pemeriksaan Penunjang

Tabel 3.1 Penilaian Score Thrombolysis In Myocardial Infarction (TIMI)

Parameter Skor
Usia > 65 tahun 0
Lebih dari 3 faktor resiko 1
Angiogram koroner sebelumnya menunjukkan stenosis >50% 0
Penggunaan aspirin dalam 7 hari terakhir 1
Setidaknya 2 episode nyeri saat istirahat dalam 24 jam terakhir 1
Deviasi ST> 1 mm saat tiba 1
Peningkatan marka jantung (CK, Troponin) 1
Total 5/7
Interpretasi : resiko tinggi

Tabel.3.2 Penilaian Score GRACE pada pasien NSTEMI-ACS

Prediktor Skor
Usia >65 tahun 18
Heart Rate 23
Tekanan darah sistolik 11
Peningkatan enzim jantung 15
ST Depresi 30
Creatinin 14
Killip 0
Total 111
Interpretasi : resiko menengah
57

8. Data Laboratorium (29 November 2018)

Tabel 3.3 Data Laboratorium Tn.T tanggal 29 November-30 November 2018)

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi


Hb 12,4 g/dl 14-18 g/dl
Leukosit 9.000 /mm3 5.000 -10.000 /mm3 Normal
Trombosit 425.000/mm3 150.000- 400.000/mm3
Hematokrit 36% 40 - 48% Normal
GDS 240 mg/dl <200 mg/dl
Ureum 79 mg/dl 10,0 - 50,0 mg/dl
Kreatinin 1,6 mg/dl 0,8 - 1,3 mg/dl
Kalsium 9,7 mg/dl 8,1 - 10,4 mg/dl Normal
Natrium 138 Mmol/L 136 - 145 Mmol/L Normal
Kalium 3,4 Mmol/L 3,5 - 5,1 Mmol/L
Klorida serum 104 Mmol/L 97 - 111 Mmol/L Normal
CK-MB 37 u/l < 24 u/l
HBsAg Reaktif
pH 7,535 7,35 - 7,45 Basa
PCO2 20,9 mmHg 35 - 45 mmHg
PO2 92,6 mmHg 88 - 100 mmHg Normal
HCO3- 17,8 mmol/L 22 - 26 mmol/L
BE -1,9 mmol/L -2 - 2 mmol/L Normal

Data Laboratorium (30 November 2018)

pH 7,410 7,35 - 7,45 Normal


PCO2 22,7 mmHg 35 - 45 mmHg
PO2 96,5 mmHg 88 - 100 mmHg Normal
HCO3- 19,1 mmol/L 22 - 26 mmol/L
BE -1, mmol/L -2 - 2 mmol/L Normal
58

9. Pengobatan

Tabel 3.4 Terapi Farmakologis Tn.T

No. Nama Obat Tanggal Pemberian


Terapi Oral
1 Aspilet 160 mg 29 November 2018
2 Aptor 1 x 100 mg 29 November 2018
3 CPG 1 x 75 mg 29 November 2018
4 Atorvastatin 1 x 40 mg 29 November 2018
5 Candesartan 1 x 8 mg 29 November 2018
6 Adalat oros 1 x 30 mg 29 November 2018
7 HCT 1 x 25 mg 29 November 2018
8 Bisoprolol 1 x 2,5 mg 29 November 2018
9 Ranitidine 2 x 50 mg 29 November 2018
10 Laxadine 1 x 10 mg 29 November 2018
11 Diazepam 5 mg (k/p) 29 November 2018 (bila perlu)
12 V-block 2 x 6,25 mg 30 november 2018
Terapi Parenteral
1 IVFD NaCl 0,9% 500 cc/ 24 jam + KCL 29 November 2018
40 meq /24 jam
2 Lovenox 2 x 0,6 cc 29 November 2018
3 Drip criticall ill insulin 50 unit (29 November 2018) saat tiba
diruangan sudah selesai.
4 Drip ISDN 7 mg/jam 29 November 2018
59

B. Analisa Data (29 Agustus 2018)

Tabel 3.4 Analisa Data

Data Etiologi Masalah Keperawatan


Data Subjektif : Ketidakseimbangan Gangguan pertukaran gas
- Pasien mengatakan nafas ventilasi - perfusi
terasa sesak

Data Objektif :
- pH :7,535 (peningkatan
pH)
- PCO2 : 20,9 mmHg
(penurunan)
- HCO3- : 17,8 mmol/L
(penurunan)
- Frekuensi nafas 24
kali/menit (meningkat)
- Terdengar ronkhi
dilapang paru
- wajah klien tampak
pucat
Data Subjektif : Perubahan irama jantung Penurunan curah jantung
perubahan irama jantung
- pasien mengatakan
dada terasa sesak
- Pasien mengatakan dada
berdebar-debar dan nyeri
Perilaku/emosional
- Klien mengatakan cemas
dengan keadaaannya
- Klien mengeluh merasa
lelah
Data Objektif :
- TD 149/86 mmHg
- HR : 59 kali/menit
- MAP : 107
- Nilai intake : 400 cc
(15.00 - 21.00 WIB)
- Nilai output : 750 cc
(15.00 - 21.00 WIB)
- BB : 73 kg
- Nadi perifer teraba
lemah
- Sinus Takikardia , QRS
Rate 105 x/I, gelombang
60

P normal, PR interval
normal (0,14), QRS
durasi (0,065), ST
depresi di lead II, III,
aVF, V4-V6,
Data subjektif : Agen cidera fisiologi : Nyeri Akut
- P : Klien mengeluh nyeri kekurangan suplai O2 ke
saat beraktivitas dan jaringan miokard
istirahat
- Q : pasien mengatakan
nyeri dada seperti
ditekan beban berat
- R : pasien mengatakan
nyeri menjalar ke bahu
kiri
- S : pasien mengatakan
nyeri skala 4
- T : pasien mengatakan
nyeri hilang timbul

Data Objektif :
- Pasien tampak gelisah
dan sesekali memegangi
dada
- Ekspresi wajah tampak
meringis
61

C. Rencana Asuhan Keperawatan

Tabel 3.5 Rencana Asuhan Keperawatan

No. NANDA NOC NIC


1 Gangguan pertukaran Status Pernafasan : Manajemen Asam Basa :
gas b.d Pertukaran Gas Alkalosis Respiratorik
ketidakseimbangan Indikator : Aktivitas :
ventilasi - perfusi - Tekanan parsial O2 dalam 1. Pertahankan kepatenan
batas normal jalan nafas
- Tekanan parsial CO2 2. Monitor pola pernafasan
(PaCO2) dalam batas 3. Monitor adanya
normal kemungkinan penyebab
- pH arteri dalam batas sebelum mencoba
normal mengatasi ketidak
- Saturasi Oksigen dalam seimbangan asam basa
batas normal 4. Tentukan kebutuhan
- Tidak ada dispnea saat patologis antara intervensi
istirahat langsung dan perawatan
pendukung
Keseimbangan Elektrolit 5. Monitor penyebab
dan Asam Basa kurangnya atau rendahnya
Indikator : HCO3- atau kelebihan ion
- Denyut jantung apikal hidrogen (uremic,
dalam batas normal ketoasidosis alkoholik,
- Irama jantung dalam batas hipoksia, iskemik,
normal insufiensi ginjal
- Irama pernafasan normal 6. Monitor ketidak
- Serum kreatinin dalam seimbangan elektrolit
batas normal yang berhubungan dengan
- Serum kalium dalam batas alkalosis respiratorik
normal 7. Berikan cairan sesuai
- Serum glukosa darah indikasi karena adana
dalam batas normal kehilangan yang
- Serum Ph dalam batas berlebihan dikarenakan
normal penyebab yang mendasar
(diare, diuretik)
8. Monitor intake dan output
9. Kurangi penggunaan
oksigen

Terapi oksigen
Aktivitas
1. Bersihkan mulut, hidung,
62

dan sekresi trakea dengan


tepat
2. Pertahankan kepatenan
jalan nafas
3. Berikan oksigen tambahan
seperti yang diperintahkan
4. Monitor aliran oksigen
5. Pantau tanda tanda
keracunan oksigen
6. Amati tanda-tanda
hipoventilasi

Monitor Pernafasan
Aktivitas :
1 Monitor kecepatan, irama,
kedalaman dan kesulitan
bernafas
1. Catat pergerakan dada,
ketidaksimetrisan
2. Monitor suara nafas
tambahan
3. Monitor pola nafas
4. Monitor sekresi
pernafasan pasien
2 Penurunan Curah Keefektifan pompa jantung Perawatan Jantung : Akut
jantung b.d Perubahan Indikator : Aktivitas :
irama jantung - TD sistolik 90-120 mmHg - Evaluasi nyeri dada
- TD diastolic 60-90 mmHg - Auskultasi bunyi jantung
- Disritmia tidak ada - Monitoring intake dan
- Denyut perifer yang kuat output
- Pengeluaran Urin normal - Montoring hasil EKG
- keseimbangan Intake dan - Monotoring hasil labor
Output selama 24 jam CK
- Suara jantung abnormal - Monitoring nilai lab untuk
yang tidak terdengar elektrolit, yang dapat
- Angina (-) meningkatkan resiko
- Edema perifer yang tidak disritmia
tampak - Monitoring faktor yang
- Sesak saat istirahat menentukan dalam
berkurang pemberian oksigen
Status Sirkulasi (seperti PaO2 dan level Hb
Indikator : dan curah jantung), jika
- Saturasi Oksigen 90- sesuai
100 % - Cegah pembentukan
63

- Fatique berkurang trombus perifer (seperti


- CRT <3 detik mengubah posisi setiap 2
- Wajah tidak pucat jam dan memberikan
- Tidak terjadi penurunan antikoagulan dengan
suhu tubuh dosis rendah)
- Memberikan medikasi
Perfusi Jaringan : Cardiac untuk
Indikator : mengurangi/mencegah
- Tidak ada aritmia nyeri, jika diperlukan
- Enzim jantung dalam batas
normal Manajemen elektrolit :
- Tidak ada angina Hipokalemia
- tidak ada takikardi Aktivitas :
- keringat dalam batas - Kumpulkan spesimen
normal untuk dilakukan analisis
- tidak ada mual dan muntah laboratorium kadar
kalium dan
Sleep ketidakseimbangan
Indikator : elektrolit yang
- Waktu tidur mencukupi berhubungan dengan
- Tidur berkualitas kalium
- Dapat tidur di malam hari - Monitor adanya gejala
- Merasa nyaman dengan awal hipokalemi untuk
lingkungan tidur mencegah kondisi yang
mengancam jiwa
(disritmia)
- Monitor hasil lab yang
berhubungan dengan
hipokalemi, misalkan
(peningkatan glukosa ,
penurunan osmolaritas
urine)
- Monitor fungsi ginjal dan
EKG
- Berikan suplemen kalium
sesuai yang diresepkan
- Cegah atau kurangi iritasi
akibat pemberian
suplemen kalium secara
intravena
- Monitor adanya lonjakan
hiperkalemi
- Monitor adanya diuresis
yang berlebihan
64

- Berikan makanan tinggi


kalium (pisang, sayuran
hijau dan produk susu)

Sleep Enhancement
Aktivitas :
- Lakukan pengkajian pola
tidur pasien
- Monitor pola tidur pasien
dan tanda fisik seperti
sleep apnea, hambatan
jalan nafas,
nyeri/ketidaknyamanan,
dan frekuensi urine) serta
faktor psikologis
- Pengaturan lingkungan
yang nyaman untuk tidur
pada pasien (penggunaan
earplug dan eyesmask).
- Pertahankan lingkungan
yang kondusif untuk
istirahat dan
penyembuhan
2 Nyeri akut (chest) b.d Kontrol nyeri Manajemen Nyeri
Agen cidera biologi : Indikator : Aktivitas :
kekurangan suplai O2 - Menilai lamanya Nyeri - Lakukan penilaian nyeri
ke jaringan miokard - Menilai faktor penyebab secara komprehensif
- Penggunaan non dimulai dari lokasi,
analgesic untuk karakteristik, durasi,
mengurangi nyeri frekuensi, kualitas,
Penggunaan analgesic intensitas dan penyebab.
yang disarankan - Kaji ketidaknyamanan
- Melaporkan tanda /gejala secara nonverbal
nyeri pada tenaga - Pastikan pasien
kesehatan Laporkan gejala mendapatkan perawatan
yang tidak terkontrol dengan analgesic
- Menilai gejala nyeri - Gunakan komunikasi
- Melaporkan bila nyeri yang terapeutik
terkontrol - Menyediakan informasi
tentang nyeri, contohnya
Tingkatan Nyeri penyebab nyeri,
Indikator : bagaimana kejadiannya,
- Nyeri dilaporkan mengantisipasi
- Ekspresi wajah nyeri ketidaknyamanan
65

berkurang terhadap prosedur


- Kegelisahan tidak ada - Kontrol faktor lingkungan
- Mual tidak ada yang dapat menimbulkan
- Pernafasan normal ketidaknyamanan
- Ajari untuk menggunakan
tehnik non-farmakologi
dalam mengurangi nyeri

Administrasi Analgesik
Aktivitas :
- Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat cek
instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis dan
frekuensi
- cek riwayat alergi
- tentukan pilihan analgetik
tergantung tipe dan
beratnya
- pilih rute pemberian
secara IV
- berikan analgetik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
- evaluasi efektifitas
analgetik, tanda dan
gejala (efek samping)
66

D. Catatan Perkembangan
Hari / tanggal : Kamis/ 29 November 2018 Ruangan : CVCU
Nama : Tn. T No. RM : 00.75.67.56
Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi
Gangguan pertukaran gas b.d S:
ketidakseimbangan ventilasi - perfusi 1. Memberikan posisi dengan - Pasien mengatakan merasa nyaman
meninggikan kepala tempat tidur dengan posisi kepala yang ditinggikan
sesuai kenyamanan pasien yaitu 450 450
untuk memaksimalkan ventilasi - Pasien mengatakan sesak nafas sudah
2. Memberikan terapi oksigen 5 L/menit berkurang dari sebelumnya
via nasal canul - Pasien mengatakan saat berbaring
1. Memonitoring ketidakseimbangan nafas masih terrasa sesak
elektrolit dengan melihat hasil O:
laboratorium lengkap - RR : 24 kali/menit
2. Memberikan terapi diuretik sesuai - pH : 7,535
indikasi (oral HCT 1x25mg) - PCO2 : 20,9 mmHg
3. Memonitoring intake seperti cairan - PO2 : 92,6 mmHg
yang masuk melalui oral dan terapi - HCO3- : 17,8 mmol/L
cairan intravena yang dihitung setiap - BE : -1,9 mmol/L
enam jam - Ronkhi (+/+) pada lapang paru
4. Memonitoring output dari keluaran - Gelisah (-)
urin yang dihitung setiap 6 jam - K 3,4 Mmol/L
5. Melakukan balance cairan intake dan - Intake 350 cc (15.00 - 18.00)
output - Output 620 cc (15.00 - 18.00)
6. Memberikan diet nutrisi sesuai A:
indikasi berupa makanan lunak Masalah gangguan pertukaran gas
belum teratasi dengan nilai pH
67

dibawah normal, intepretasi nilai


AGD (Alkalosis Respiratorik
terkompensasi sebagian)dan pasien
masih mengalami peningkatan pola
nafas
P:
Intervensi dilanjutkan dengan manajemen
asam basa dan terapi oksigen
Penurunan Curah jantung b.d Perubahan S:
irama jantung 1. Memantau tanda - tanda vital - Pasien mengatakan masih merasa
2. Melakukan balance cairan intake dan sesak pada dada
output setiap 3 jam - Pasien mengatakan dada masih terasa
3. Melakukan perekaman EKG berdebar - debar
4. Membaca hasil EKG O:
5. Monitoring hasil laboratorium yang - TD : 160/84 mmHg
berhubungan dengan hipokalemi - HR : 71 kali/menit
(peningkatan glukosa, penurunan - Irama jantung : reguler
osmolaritas urine) - SaO2 : 98%
6. Mengevaluasi apakah adanya edema - Fatigue masih ada
perifer - Disritmia (-)
7. Memberikan terapi oral aspilet 1x8 gr, - Denyut perifer teraba lemah
artovastatin 1x4 gr - Intake 350 cc (15.00 - 18.00 WIB)
8. Koreksi kalium 40 meq/ 24 jam dalam - Output 620 cc (15.00 - 18.00 WIB)
NaCl 0,9% - EKG : sinus tachycardia, QRS Rate
9. Pertahankan lingkungan yang 105 x/I, ST depresi di lead II, III, aVF,
kondusif untuk istirahat dan V4-V6 (hasil EKG belum diperbarui)
penyembuhan A : intervensi keefektifan pompa jantung
dan status sirkulasi belum mencapai hasil
68

ditandai dengan masih banyak indikator


yang belum tercapai
P:
- Perawatan jantung akut
- Monitor status sirkulasi
- Manajemen cairan dan elektrolit
Nyeri akut (chest) b.d Agen cidera S:
biologi : kekurangan suplai O2 ke jaringan 1. Melakukan pengkajian nyeri setiap - Pasien mengatakan nyeri dada sebelah
miokard 2. Kaji ketidaknyamanan secara kiri masih ada terasa hilang timbul
nonverbal - Skala nyeri 4 pukul 19.00 WIB
3. Pastikan pasien mendapatkan - Skala nyeri 4 pukul 23.00 WIB
perawatan dengan analgesic - Skala nyeri 4 pukul 03.00 WIB
4. Kontrol faktor lingkungan yang dapat - Skala nyeri 4 pukul 07.00 WIB
menimbulkan ketidaknyamanan O:
5. Ajari untuk menggunakan tehnik - Pasien tanpak gelisah dan meringis
non-farmakologi dalam mengurangi - Klien tampak masih memegangi dada
nyeri : teknik relaksasi nafas dalam sebelah kiri
6. Memberikan terapi obat ISDN drip 7 - RR 24x/menit
cc/jam. A:
7. evaluasi efektifitas analgetik, tanda Masalah nyeri akut belum teratasi
dan gejala (efek samping) P:
Intervensi manajemen nyeri dan terapi
analgetik sesuai order dokter dengan drip
IV dilanjutkan
69

Hari / tanggal : Jumat / 30 November 2018 Ruangan : CVCU


Nama : Tn. T No. RM : 00.75.67.56
Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi
Gangguan pertukaran gas b.d - Memberikan posisi dengan S:
ketidakseimbangan ventilasi - perfusi meninggikan kepala tempat tidur - Pasien mengatakan merasa nyaman
sesuai kenyamanan pasien yaitu 450 dengan posisi kepala yang ditinggikan
untuk memaksimalkan ventilasi 450
- Memberikan terapi oksigen 5 L/menit - Pasien mengatakan sesak nafas sudah
via nasal canul berkurang dari sebelumnya
- Memonitoring ketidakseimbangan
elektrolit dengan melihat hasil O:
laboratorium lengkap - RR : 20 kali/menit
- Memberikan diet nutrisi sesuai - SaO2 : 98 %
indikasi berupa makanan lunak - pH : 7,410 (normal)
- PCO2 : 22,7 mmHg (menurun)
- HCO3- : 19,1 mmol/L (menurun)
- BE : -1,8 mmol/L
- Gelisah (-)
A:
Masalah gangguan pertukaran gas
teratasi
P:
Intervensi selesai
Penurunan Curah jantung b.d Perubahan S:
irama jantung 1. Memantau tanda - tanda vital : - Pasien mengatakan masih merasa
cenderung belum stabil sesak pada sudah berkurang
2. Melakukan balance cairan intake dan - Klien mengatakan bisa tidur namun ia
70

output setiap 3 jam merasa mengantuk (evaluasi jam


3. Monitoring hasil laboratorium 07.00 WIB)
4. Mengevaluasi apakah adanya edema O:
perifer - TD : 127/70 mmHg
5. Memberikan terapi oral Clopidogrel - HR : 75 kali/menit
75x1 - SaO2 : 98%
6. Pertahankan lingkungan yang - Denyut perifer teraba lemah
kondusif untuk istirahat dan - Intake 650 cc (15.00 - 18.00 WIB)
penyembuhan (penggunaan ear plug - Output 870 cc (15.00 - 18.00 WIB)
dan eyes mask hari pertama mulai jam
21.00 - 07.00 WIB) A : intervensi keefektifan pompa jantung
dan status sirkulasi belum mencapai hasil
ditandai dengan masih ada indikator yang
belum tercapai
P:
- Perawatan jantung akut
- Monitor status sirkulasi
- Manajemen cairan dan elektrolit
Nyeri akut (chest) b.d Agen cidera S:
biologi : kekurangan suplai O2 ke jaringan 1. Melakukan pengkajian nyeri - Pasien mengatakan nyeri dada sebelah
miokard 2. Kaji ketidaknyamanan secara kiri sudah berkurang, namun terasa
nonverbal hilang timbul
3. Pastikan pasien mendapatkan - Skala nyeri 3 pukul 15.00 WIB
perawatan dengan analgesic - Skala nyeri 3 pukul 21.00 WIB
4. Gunakan komunikasi yang terapeutik O:
5. Kontrol faktor lingkungan yang dapat - Klien tampak masih memegangi dada
menimbulkan ketidaknyamanan sebelah kiri saat nyeri datang
6. Ajari untuk menggunakan tehnik - RR 21x/menit
71

non-farmakologi dalam mengurangi A:


nyeri : relaksasi nafas dalam Masalah nyeri akut belum teratasi
7. Terapi obat ISDN drip 7 cc/jam. P:
Intervensi manajemen nyeri dan terapi
analgetik sesuai order dokter dengan
drip IV dilanjutkan
72

Hari / tanggal : Sabtu/1 Desember 2018 Ruangan : CVCU


Nama : Tn. T No. RM : 00.75.67.56
Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi
Penurunan Curah jantung b.d Perubahan 1. Memantau tanda - tanda vital S:
irama jantung 2. Melakukan balance cairan intake dan - Pasien mengatakan masih merasa
output setiap 3 jam sesak pada dada namun sudah
3. Membaca hasil EKG berkurang
4. Monitoring hasil laboratorium - Klien mengatakan tidur semalam dan
5. Mengevaluasi apakah adanya edema terbangun jam 5 pagi saat
perifer pemeriksaan EKG pagi rutin
6. Memberikan terapi oral dan (CPG 75 O:
mg x 1, aptor 100 mg x 1) - TD : 134/76 mmHg
7. Berikan makanan tinggi kalium - HR : 74 kali/menit
(pisang, sayuran hijau, susu) - Irama jantung : reguler
8. Pertahankan lingkungan yang - SaO2 : 99%
kondusif untuk istirahat dan - Fatigue masih ada
penyembuhan (penggunaan ear plug - Disritmia (-)
dan eyes mask hari pertama mulai jam - Denyut perifer teraba lemah
21.00 - 07.00 WIB) - Intake 800 cc (15.00 - 18.00 WIB)
- Output 650 cc (15.00 - 18.00 WIB)
A : intervensi keefektifan pompa jantung
dan status sirkulasi belum mencapai hasil
ditandai dengan masih ada indikator yang
belum tercapai
P:
- Perawatan jantung akut
- Monitor status sirkulasi
73

- Manajemen cairan dan elektrolit


- Pasien direncanakan untuk tindakan
PCI senin (3 desember 2018)
Nyeri akut (chest) b.d Agen cidera 1. Kaji ketidaknyamanan secara S:
biologi : kekurangan suplai O2 ke jaringan nonverbal - Pasien mengatakan nyeri dada sebelah
miokard 2. Gunakan komunikasi yang terapeutik kiri sudah berkurang
3. Kontrol faktor lingkungan yang dapat - skala nyeri 3 pukul 07.00 WIB
menimbulkan ketidaknyamanan - skala nyeri 3 pukul 15.00 WIB
4. Ajari untuk menggunakan tehnik O:
non-farmakologi dalam mengurangi - Pasien tampak gelisah
nyeri (relaksasi nafas dalam) - Mual (-)
5. cek instruksi dokter tentang jenis obat, - Klien tampak masih memegangi dada
dosis dan frekuensi serta cek riwayat sebelah kiri
alergi (tidak ada alergi), terapi obat - RR 20x/menit
ISDN drip 5 cc/jam. A:
6. evaluasi efektifitas analgetik, tanda Masalah nyeri akut belum teratasi
dan gejala (efek samping) P:
Intervensi manajemen nyeri dan terapi
analgetik sesuai order dokter dengan drip
IV dilanjutkan
74

Hari / tanggal : Minggu/ 2 Desember 2018 Ruangan : CVCU


Nama : Tn. T No. RM : 00.75.67.56
Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi
Penurunan Curah jantung b.d Perubahan
irama jantung 1. Memantau tanda - tanda vital : S:
cenderung belum stabil - Pasien mengatakan masih merasa
2. Melakukan balance cairan intake dan sesak pada dada namun sudah
output setiap 3 jam berkurang
3. Monitoring hasil laboratorium - Pasien mengatakan tidur cukup dan
4. Mengevaluasi apakah adanya edema terbangun saat dibangunkan perawat
perifer untuk terapi obat
5. Memberikan terapi oral dan intravena O:
sesuai dengan order dokter - TD : 121/79 mmHg
6. Pertahankan lingkungan yang - HR : 69 kali/menit
kondusif untuk istirahat dan - Irama jantung : reguler
penyembuhan (penggunaan ear plug - SaO2 : 99%
dan eyes mask hari pertama mulai jam - Fatigue masih ada
21.00 - 07.00 WIB) Denyut perifer teraba lemah
- Intake 1000 cc (08.00 - 14.00 WIB)
- Output 1.020 cc (08.00 - 14.00 WIB)

A:
Intervensi keefektifan pompa jantung
dan status sirkulasi belum mencapai
hasil ditandai dengan masih banyak
75

indikator yang belum tercapai


P:
- Perawatan jantung akut
- Monitor status sirkulasi
- Manajemen cairan dan elektrolit
- Pasien rencana untuk tindakan PCI
besok
Nyeri akut (chest) b.d Agen cidera - Kaji ketidaknyamanan secara S:
biologi : kekurangan suplai O2 ke jaringan nonverbal - Pasien mengatakan nyeri dada sebelah
miokard - Gunakan komunikasi yang terapeutik kiri sudah berkurang tapi kadang
- Kontrol faktor lingkungan yang dapat muncul kembali
menimbulkan ketidaknyamanan - Pasien mengatakan nyeri di skala 3
- Ajari untuk menggunakan tehnik pukul 15.30 WIB
non-farmakologi dalam mengurangi O:
nyeri : teknik relaksasi nafas dalam - Pasien tampak tenang
- RR 21x/menit
A:
Masalah nyeri akut belum teratasi
P:
Intervensi manajemen nyeri dan terapi
analgetik sesuai order dokter
(pasien rencana PCI besok)
76

Hari / tanggal : Senin / 3 Desember 2018 Ruangan : CVCU


Nama : Tn. T No. RM : 00.75.67.56
Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi
Penurunan Curah jantung b.d Perubahan - Memantau tanda - tanda vital Jam 10.00 WIB
irama jantung - Melakukan balance cairan intake dan S:
output setiap 3 jam - Pasien mengatakan masih merasa
- Pasien hari ini rencana PCI pagi jam sesak pada dada namun sudah
10.00 WIB berkurang
- Memberikan terapi oral dan intravena O:
sesuai dengan order dokter - TD : 131/75 mmHg
- Pertahankan lingkungan yang - HR : 70 kali/menit
kondusif untuk istirahat dan - Irama jantung : reguler
penyembuhan - SaO2 : 99%
- Fatigue masih ada
- Denyut perifer teraba lemah
- Intake 1500 cc (08.00 - 14.00 WIB)
- Output 1020 cc (08.00 - 14.00 WIB)
- Wajah dan ekstremitas pucat (+)

A:
Intervensi keefektifan pompa jantung
dan status sirkulasi belum mencapai
hasil ditandai dengan masih banyak
indikator yang belum tercapai
77

P:
- Perawatan jantung akut
- Monitor status sirkulasi
- Manajemen cairan dan elektrolit
- Pasien dibawa ke cath lab untuk
tindakan PCI
- Rencana dipindahkan ke bangsal
jantung bila stabil
- Intervensi dilanjutkan diruangan
bangsal jantung
Nyeri akut (chest) b.d Agen cidera 1. Kaji ketidaknyamanan secara S:
biologi : kekurangan suplai O2 ke jaringan nonverbal - Pasien mengatakan nyeri dada sebelah
miokard 2. Gunakan komunikasi yang terapeutik kiri sudah berkurang tapi kadang
3. Ajari untuk menggunakan tehnik muncul kembali
non-farmakologi dalam mengurangi - Pasien mengatakan nyeri di skala 3
nyeri (relaksasi nafas dalam) O:
- Pasien tampak tenang
- RR 20x/menit
A:
Masalah nyeri akut belum teratasi
P:
Intervensi manajemen nyeri dan
terapi analgetik sesuai order dokter
(pasien dibawa ke cathlab)
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pengkajian

Seorang pasien berinisial Tn. T (43 tahun) datang ke RSUP Dr. M. Djamil

Padang melalui IGD pada tanggal 28 November 2018 pukul 10.00 WIB dengan

diagnosa medis NSTEMI TIMI 5/7 GS 111, Hipertensi stage I, Diabetes mellitus

type II. Pasien masuk IGD dengan keluhan nyeri dada seperti ditekan beban berat

sejak 4 jam yang lalu, nyeri menjalar ke tubuh bagian kiri. Tekanan darah 158/76

mmHg, denyut nadi 62 kali/menit, frekuensi nafas 24 kali/menit, SaO2 98% dan

suhu 36,7 0C.

Pasien masuk ruangan CVCU tanggal 28 November 2018 pukul 15.00 WIB.

Pada saat pengkajian tanggal 28 November 2018 pukul 18.00 WIB. Tingkat

kesadaran composmentis dan GCS (Glasgow Coma Scale) E4V5M6. Pasien

mengeluhkan nyeri dada masih terasa dengan skala 4 (sedang) serta dada terasa

berdebar - debar. Nafas sesak, pasien tampak meringis. Dalam PERKI, 2015

dinyatakan bahwa pasien dengan iskemik miokard mengeluhkan nyeri berupa rasa

tertekan beban berat di daerah retrosternal, menjalar ke lengan kiri, leher, rahang,

area interskapular, bahu atau epigastrium. Keluhan nyeri tersebut berlangsumg >

20 menit yang biasanya disertai diaporesis, mual/muntah, nyeri abdominal, sesak

nafas dan sinkop.

Dari hasil pengkajian primer pada tanggal 28 November 2018 pukul 15.00

WIB, pasien mengalami peningkatan frekuensi nafas 24 kali/menit, sesak saat

berbaring, serta terdengar ronkhi dilapang paru. Hali ini sesuai dengan manifestasi

78
79

klinis pasien NSTEMI yang mengalami gejala pulmonal berupa sesak nafas,

ortopnea dan takipnea akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis yang dapat

menyebabkan cairan mengalir dari kapiler paru menuju alveoli, sehingga

mengakibatkan terjadinya udema paru yang dimanifestasikan dengan batuk dan

sesak nafas (Smeltzer, 2008). Pada saat dilakukannya auskultasi paru, terdengar

suara ronkhi dikedua lapang paru. Hal ini disebabkan karena peningkatan tekanan

dan sirkulasi paru yang menyebabkan cairan masuk terdorong ke dalam paru

(Smeltzer, 2008).

Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan nilai analisa gas

darah yang abnormal yaitu pasien mengalami alkalosis respiratorik dengan pH

darah meningkat, HCO3 dan PCO2 dibawah batas normal. Alkalosis respiratorik

didefenisikan sebagai penyebab dari hiperventilasi sehingga paru - paru

mengeluarkan banyak CO2 (Fournier, 2009). Hal ini terlihat dari kondisi pasien

yang mengalami sesak nafas akibat nyeri dada yang dirasakannya.

Pada pengkajian sirkulasi, didapatkan data frekuensi nadi 59 kali/menit,

tekanan darah 149/86 mmHg, MAP 107, peningkatan tekanan darah merupakan

refleksi dari meningkatnya tahanan perifer (Systemic Vascular Resistance).

Peningkatan tekanan darah indikasi klinis peningkatan afterload. Peningkatan

afterload dapat memperberat kerja jantung dan meningkatkan kebutuhan oksigen

miokard (Halimuddin,2016).

Pada pengkajian disability, didapatkan pasien mengeluh nyeri dada terasa

seperti ditekan beban berat dengan skala 4, dan pasien mengatakan nyeri hilang

timbul dan nyeri dirasakan lebih dari 20 menit. Tanda dan gejala yang biasanya
80

dirasakan oleh pasien dengan NSTEMI ditandai dengan nyeri dada yang terasa

berat atau tertekan pada daerah retrosternal yang menjalar kebagian lengan kiri,

leher atau rahang, yang bersifat intermitten atau persisten. Adanya keluhan

tersebut setelah aktivitas fisik atau berkurang saat istirahat atau setelah

penggunaan nitrat, mendukung diagnosis iskemia (PERKI, 2015).

Pengkajian eksposure didapatkan hasil perekaman EKG pada saat pasien

masuk ke CVCU dengan hasil EKG Sinus Tachycardia, QRS Rate 105 x/I,

gelombang P normal, PR interval normal (0,14), QRS durasi (0,065), ST depresi

di lead II, III, aVF, V4-V6. Dapat dilihat, ST depresi terdapat pada lead II, III,

aVF yang menunjukan adanya infark di dinding inferior jantung. Dalam PERKI

(2015), EKG yang mungkin dijumpai pada psien NSTEMI yaitu adanya depresi

ST segmen atau inversi gelombang T.

Pengkajian riwayat kesehatan dahulu dan riwayat keluarga, pasien

mengatakan sudah 6 tahun memiliki riwayat Diabetes Mellitus dan Hipertensi.

Kedua orangtua pasien juga memiliki riwayat penyakit yang sama dengan pasien.

Riwayat keluarga, diabetes mellitus dan hipertensi merupakan faktor resiko

penyebab dari kejadian sindrome koroner akut. Penelitian yang dilakukan oleh

Leander et al (2001) dalam Pramadiaz (2016), juga menyatakan terdapat

hubungan antara riwayat keluarga pernah menderita PJK dengan kejadian infark

miokard, dengan adanya riwayat keluarga pernah menderita PJK berisiko dua kali

lebih besar pada laki-laki dan 2,1 kali pada perempuan untuk terjadinya SKA.

Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Hawe et al (2003) dalam

Pramadiaz (2016), yang menyatakan ada perbedaan yang signifikan antara riwayat
81

keluarga dengan kejadian PJK, dengan adanya riwayat keluarga berisiko 1,7 kali

lebih besar dibandingkan yang tidak.

Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi vaskuler

terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri. Akibatnya kerja jantung bertambah,

sehingga ventrikel kiri hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan pompa. Bila

proses aterosklerosis terjadi, maka penyediaan oksigen untuk miokard berkurang.

Tingginya kebutuhan oksigen karena hipertrofi jaringan tidak sesuai dengan

rendahnya kadar oksigen yang tersedia. Secara sederhana dikatakan peningkatan

tekanan darah mempercepat aterosklerosis dan arteriosclerosis, sehingga rupture

dan oklusi vaskuler terjadi 20 tahun lebih cepat daripada orang normotensi (Price,

et al., 2004).

Kondisi pasien juga dipengaruhi oleh pola diet dan aktivitas sehari-harinya.

Faktor gaya hidup seperti pola makan yang kurang baik seperti makanan siap saji

yang tinggi natrium lemak dan kolesterol serta kurangnya konsumsi serat dapat

meningkatkan resiko penyakit kardiovaskuler (Depkes RI, 2007).

Penulis mengambil kesimpulan bahwa penyebab pasien menderita penyakit

penyakit jantung koroner NSTEMI adalah pola hidup yang tidak terkontrol. Selain

itu, pasien juga memiliki riwayat keluarga dengan diabetes mellitus dan

hipertensi.

B. Diagnosa Keperawatan

Dari hasil pengkajian maka didapatkan masalah keperawatan dan dapat

ditegakkan diagnosa keperawatan yaitu 1) Kerusakan pertukaran gas berhubungan

dengan ketidakseimbangan ventilasi perfusi; 2) Penurunan curah jantung


82

berhubungan dengan perubahan irama jantung ; 3) Nyeri akut (dada) berhubungan

dengan agen cidera biologis.

Implementasi dilakukan pada pasien dari tanggal 28 November 2018 - 01

Desember 2018 sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat. Implementasi

dilakukan dengan baik secara mandiri maupun kolaborasi dengan tenaga medis

lainnya.

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan

ventilasi perfusi

Dalam standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), (2016), gangguan

pertukaran gas merupakan kelebihan atau kekurangan dalam oksigenasi dan/atau

eliminasi karbondioksida pada membran alveolus-kapiler. Berdasarkan

pengkajian faktor resiko yang ditemukan pada pasien yaitu keabnormalan dari

hasil analisa gas darah arteri yang disebabkan karena ketidakseimbangan perfusi

jaringan (Hermand. T.H.,2014).

Data pengkajian yang mendukung tegaknya diagnosa ini diantaranya pasien

mengeluh nafas terasa sesak, frekuensi nafas 24 kali/menit (meningkat), terdengar

ronkhi dilapang paru, wajah tampak pucat, hasil pemeriksaan analisa gas darah

pH 7,535, PCO2 20,9 mmHg, HCO3- 17,8 mmol/L.

Dari diagnosa ini, kriteria hasil yang diharapkan untuk dicapai setelah pasien

diberikan asuhan keperawatan adalah status pernafasan : pertukaran gas

(Moorhead. S,.et al, 2014). Outcome tersebut dipilih sebagai indikator

keberhasilan terhadap keefektifan pertukaran gas pasien dengan kriteria hasil

didapatkan analisa gas darah dalam rentang normal, frekuensi pernafasan serta
83

irama pernafasan dalam rentang normal, tidak ada dyspnea dan sesak nafas

berkurang.

Intervensi yang dipilih untuk mecapai kriteria hasil tersebut diantaranya

manajemen asam basa : alkalosis metabolik , terapi oksigen dan monitor

pernafasan (Bulechek, G.M., 2013). Implementasi yang diberikan berdasarkan

perencanaan kepada Tn.T adalah mengupayakan pasien untuk tetap tenang dan

memberikan posisi yang nyaman untuk pasien dengan meninggikan kepala 450

untuk mengurangi sesak nafas dan memaksimalkan ventilasi pasien. Derajat

kemiringan 450 saat meninggikan kepala adalah posisi yang efektif bagi pasien

dengan gangguan kardioplumonal karena adanya penggunaan gaya gravitasi yang

dapat membantu pengembangan paru dan mengurangi tekanan dari abdomen pada

diafragma sehingga dapat memaksimalkan fungsi respirasi (Potter & Perry, 2010).

Pemberian oksigen dindikasikan pada pasien dengan hipoksemia, saturasi

oksigen <90% dan mengalami gagal jantung dan kesulitan bernafas. Tn.T

diberikan terapi oksigen dengan nasal canule 5 L/menit sesuai oder dokter dengan

saturasi O2 98% dan nilai AGD yang abnormal.

Evaluasi akhir pasien setelah dilakukan tindakan adalah masalah kerusakan

pertukaran gas teratasi sebagian ditandai dengan nilai AGD dalam rentang normal,

frekuensi nafas 19 kali/menit, pasien tidak sesak dan tampak lebih nyaman.

Rencana tindak lanjut pasien dipindahkan ke bangsal jantung dengan pemantauan

pernafasan, pemberian terapi oksigen dengan nasal canul 4 liter/menit sesuai order

dan pemberian medikasi lajutan untuk mencegah nyeri berulang yang berdampak

pada gangguan pernafasan.


84

2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama

jantung

Diagnosa ini ditegakkan berdasarkan pada yang diperoleh dari pengkajian

primer diantaranya pasien mengeluhkan nyeri dada dan nafas terasa sesak, TD

149/86 mmHg, nadi 59 kali/menit, nadi teraba lemah, perubahan warna kulit dan

membrane mukosa (pucat), konjunctiva anemis, perubahan hasil EKG ; Sinus

Tachycardia , QRS Rate 105 x/I, gelombang P normal, PR interval normal (0,14),

QRS durasi (0,065), ST depresi di lead II, III, aVF, V4-V6, ST elevasi aVR, nilai

elektorlit Natrium 132 Mmol/L, nilai intake Nilai intake : 400 cc (15.00 - 21.00

WIB) Nilai output : 750 cc (15.00 - 21.00 WIB). Hal ini sejalan dengan diagnosa

SDKI (2016), yang menyatakan bahwa penegakkan diagnosa keperawatan

penurunan curah jantung diikuti dengan gejala perubahan tekanan darah,

perubahan frekuensi nadi, frekuensi nafas, perubahan EKG, kelelahan, dan

perubahan warna kulit.

Obstruksi subtotal yang disertai vasokonstriksi yang dinamis dapat

menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung (miokard).

Akibat dari iskemia, selain nekrosis, adalah gangguan kontraktilitas miokardium

karena proses hibernating dan stunning (setelah iskemia hilang), disritmia dan

remodeling ventrikel (perubahan bentuk, ukuran dan fungsi ventrikel) PERKI

(2015).

Pada diagnosa ini, hasil yang diharapkan untuk dicapai setelah pasien

mendapatkan asuhan keperawatan adalah keefektifan pompa jantung dan status

sirkulasi dalam batas normal (Moorhead.,S.,et al, 2014). Intervensi yang diberikan
85

sesuai dengan yang disarakan diantaranya yaitu merawat jantung akut, manajemen

cairan dan elektrolit, dan sleep enhancement (Bulechek, 2013).

Implementasi yang dilakukan pada Tn.T adalah membatasi aktivitas pasien

yang membahayakan curah jantung, menginstruksikan kepada pasien untuk

melaporkan adanya nyeri dada berulang dan melakukan pemeriksaan EKG untuk

melihat perkembangan jantung pasien. Perbandingan dengan EKG sebelumnya

akan sangat bernilai pada pasien dengan kelainan jantung terlebih dahulu, seperti

hipertrofi ventrikel kiri atau infark miokard sebelumnya dan perekaman EKG

sebaiknya diulangi setidaknya ppada 3 jam dan 24 jam setelah masuk ke rumah

sakit (Hamm, CW, et al.,2011).

Pasien juga diberikan terapi oral sesuai instruksi dokter aspilet (1x8gr).

Dalam PERKI (2015), pasien NSTEMI diberikan terapi farmakologi antiplatelet

berupa aspirin. Pada Tn.T diberikan aspirin oral 1x8 gram bertujuan untuk

menghambat perkembangan oklusi akibat platelet. Pemberian antiplatelet yang

cepat pada pasien dengan sindrome koroner akut memiliki outcome yang baik

karena beberapa penelitian menyatakan tingkat mortilasnya lebih rendah 7-30 hari

dibanding pasien yang terlambat diberikan antiplatelet (PERKI, 2015).

Tn.T juga mendapatkan terapi clopidogrel 75 mg. Pemberian clopidogrel

bertujuan untuk menghambat secara ireversible reseptor adenosine diphospate

sehingga menyebabkan reduksi agregasi platelet melalui mekanisme yang berbeda

dari aspirin. Pemberian aspirin dengan clopidogrel lebih baik dalam menurunkan

mortalitas kardiovaskular dan serangan jantung berulang jika dibandingkan

pemberian aspirin saja (PERKI,2015).


86

Selain terapi farmakologis, Tn.T juga diberikan intervensi secara mandiri oleh

perawat diantara pengurangan rasa cemas, meningkatkan kualitas tidur,

memonitor intake dan output pasien, pemberian posisi yang nyaman dan

perawatan sirkulasi. Pada pasien jantung rasa cemas dan kualitas tidur

mempengaruhi kinerja jantung. Pasien dengan gangguan kardiovaskular

khususnya pasien miokardial infark mengalami gangguan tidur dan rasa cemas

karena stress atau kecemasan yang dialami pasien dapat merangsang sistem saraf

simpatis untuk mengeluarkan katekolamin, glukagon dan hormon kortisol-steroid

yang mempengaruhi SSP dalam meningkatkan rasa gelisah, nafas cepat,

hipertensi dan ketegangan otot. Demikian juga dapat menstimulasi fungsi RAS

(Reticular Activating System) yang mengatur seluruh fase siklus tidur,

meningkatkan sleep latency dan menurunkan efisiensi tidur yang meliputi

peningkatan fekuensi bangun di malam hari (Robbins et al., 2004 dalam

Suwartika, 2015).

Salah satu penyebab gangguan tidur pasien di ruangan intensif adalah faktor

lingkungan seperti cahaya dan kebisingan. Penggunaan earplug dan eyes mask

dapat mencegah paparan cahaya dan meminimalkan kebisingan ruangan.

Penggunaan earplug dan eyes mask pada pasien yang dirawat dianggap murah

secara finansial dan non-invasif serta mudah digunakan (Tolba, 2018).

Evaluasi akhir pada pasien terkait penurunan curah jantung setelah tindakan

keperawatan adalah masalah penurunan curah jantung teratasi sebagian ditandai

dengan tekanan darah 124/72 mmHg, nadi : 78 kali/menit, SaO2 98%, fatigue

berkurang, tekanan vena jugularis tidak ada, tidak adanya disritmia, denyut perifut
87

kuat, intake 500cc/6 jam, output 570 cc/ 6 jam, tidak ada edema perifer serta

pasien merasa lebih nyaman saat tidur dan tidak ada tanda - tanda komplikasii

vaskuler. Rencana tindak lanjut dari diagnosa keperawatan penurunan curah

jantung adalah monitoring tanda-tanda vital yang akan dilakukan di bangsal

jantung.

3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologi

Diagnosa nyeri akut diangkat berdasarkan hasil data pengkajian primer

disability yaitu pasien mengeluhkan nyeri dada terasa seperti ditekan beban berat

dengan skala 4, dan pasien mengatakan nyeri hilang timbul dan nyeri dirasakan

lebih dari 20 menit serta pasien juga tampak meringis dan mengusap daerah dada

yang nyeri. Sesuai dengan Herdman. T.H.,et al (2014), menegakkan diagnosa

nyeri akut harus disertai dengan data ekpresi wajah, fokus pada sendiri, keluhan

standar skala nyeri, mengekpresikan perilaku, perubahan tekanan darah,

perubahan frekuensi jantung, perubahan frekuensi nafas dan perubahan posisi

untuk menghindari nyeri.

Nyeri pada pasien infark miokard diakibatkan karena penuruanan suplai

oksigen ke sel-sel miokard yang memicu terjadinya metabolisme anaerob.

Metabolisme anaerob akan menyebabkan akumulasi asam laktat dan akan

mengiritasi sel sarafmiokard serta mengirimkan pesan nyeri ke saraf - saraf

miokard dan serabut posterior bagian atas. Perangsangan saraf ini memenculkan

sensasi nyeri dada dibagian kiri dan dapat menyebar ke bahu, lengan kiri dan

rahang (Blaack & Hawks, 2014).


88

Outcome yang diharapkan setelah pasien mendapatkan asuhan keperawatan

adalah keefektifan tingkat nyeri dengan indikator pasien melaporkan adanya nyeri,

nyeri berkurang, ekspresi wajah dan gelisah akibat nyeri juga berkurang

(Moorhead. S.,et al, 2014). intervensi yang diberikan pada Tn.T untuk mengatasi

nyeri yang dirasakan adalah dengan manajemen nyeri dan pemberian analgesik.

Pasien yang mengeluhkan nyeri pada NSTEMI harus diberikan nitrat

untukdilatasi pembuluh darah coroner dan mengurangi nyeri dada pada pasien

(PERKI, 2015). Hal ini dapat mengakibatkan peningkatan volume darah dan

meningkatkan retribusi volum sirkulasi darah yang menghasilkan aliran balik di

ventrikel. Dengan demikian kebutuhan oksigen di dinding jantung serta miokard

menurun. Adapun terapi Nitrat yang didapatkan Ny. Y adalah ISDN 3x50 mg dan

drip ISDN 7 mg/ jam melalui IV.

Evaluasi akhir pada pasien terkait diagnosa keperawatan nyeri akut

berhubungan dengan agen cidera biologis teratasi sebagian. Di tandai dengan

pasien hanya mengeluhkan nyeri sedikit dengan skala 2 pada dada. Pasien

mengatakan sudah merasa nyaman dibandingkan dengan hari-hari sebelumnya

dan pasien tanpak tenang. Pasien pindah ruangan ke bangsal jantung untuk

pemantauan pemulihan
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa Non

ST Elevation Myocardial Infarct (NSTEMI), maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Pengkajian primer pada Tn.T didapatkan keluhan nyeri dada sejak 4 jam

sebelum masuk rumah sakit, nyeri seperti ditekan beban berat, menjalar ke

tubuh bagian kiri dengan durasi > 20 menit dengan skala nyeri 4. Pasien

tanpak sesak dengan frekuensi pernapasan 24x/menit, Nadi 59 kali/menit,

suhu 36,7’C, dan TD 149/86 mmHg.

2. Diagnosa keperawatan yang di angkat pada Tn. T adalah gangguan

pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi perfusi,

penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung,

dan nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis.

3. Intervensi yang direncanakan yaitu manajemen jalan nafas, manajemen

asam basa : alkalosis respiratorik, terapi oksigen, perawatan jantung : akut,

perawatan sirkulasi, manajemen cairan dan elektrolit, sleep enhancement,

manajemen nyeri dan terapi administrasi analgetik.

4. Implementasi yang diberikan yaitu penggunaan earplug dan eyes mask

untuk mengoptimalkan kualitas tidur pasien di ruang rawatan intensif

90
91

5. Hasil evaluasi keperawatan yang didapatkan yaitu gangguan pertukaran

gas teratasi sebagian, penurunan curah jantung teratasi sebagian dan nyeri

akut teratasi sebagian.

B. Saran

1. Bagi profesi keperawatan

Hasil dari penulisan karya ilmiah ini diharapkan dapat meningktakan

kualitas keperawatan yaitu dengan cara :

a. Menjadikan karya ilmiah ini sebagai panduan dalam melaksanakan

asuhan keperawatan pada pasien Non ST Elevation Myocardial

Infarction (NSTEMI).

b. Menerapkan penggunaan earplug dan eyes mask sebagai intervensi

keperawatan mandiri untuk mengoptimalkan kualitas tidur pasien

diruang rawat intensif.

c. Melaksanakan komunikasi interpersonal dalam melakukan tindakan

keperawatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan.

2. Bagi institusi rumah sakit

Hasil dari laporan Karya Ilmiah akhir ini diharapkan dapat menjadi

alternatif dalam pemberian asuhan keperawatan khususnya pada pasien

Non ST Elevation Myocardial Infarct (NSTEMI) dengan penggunaan

earplug dan eyes mask untuk mengoptimalkan kualitas tidur pasien di

Cardiovascular Care Unit (CVCU) RSUP Dr. M.Djamil Padang.


92

3. Bagi institusi pendidikan

Hasil dari laporan akhir ilmiah ini diharapkan dapat menjadi

referensi dan masukan dalam menyusun asuhan keperawatan khususnya

pada pasien Non ST Elevation Myocardial Infarct (NSTEMI) dengan

penggunaan earplug dan eyes mask untuk mengoptimalkan kualitas tidur

pasien di Cardiovascular Care Unit (CVCU) RSUP Dr. M.Djamil Padang.


DAFTAR PUSTAKA

Afianti, N., & Mardhiyah, A. (2017). Pengaruh Foot Massage terhadap Kualitas

Tidur Pasien di Ruang ICU. Jurnal Keperawatan Padjadjaran, 5(1).

doi:https://doi.org/10.24198/jkp.v5i1.353

American Heart Association. (2014). Guideline For The Management Of Patients

With Acute Coronary Syndromses. Journal Of American College Of

Cardiology.

American Hearts Association. (2018). Heart Diseases and Stroke Statistic 2018

At-a-Glance. America Heart Association.

Black, Joyce & Hawks, JH. (2014). Keperawatan Medical Bedah Volume 3. Edisi

8 Jakarta : Elsevier.

Bulechek. G. M., Butcher. H. K. 2013. Nursing Intervention Classification edisi

6. The United States Of America

Cardiac Care Network. (2013). Management Of Acute Coronary Syndromes In

Remote Communities. Kori Kingsburry.

Daga LC, Kaul U, Mansoor A. Approach to STEMI and NSTEMI. J Assoc

Physicians India. 2011 Dec; 59 Suppl:19-25

Depkes RI. (2007). Profil Kesehatan 2007. Departemen Kesehatan RI

Dossey, B. M., Keegan, L., & Guzzetta, C.E. (2005). No Title Holistic Nursing: A

Handbook for Practice.

Engwall,M. Fridh, I. Johansson,L. Bergbom,I. Lindahl, B. (2015). Lighting, sleep

and circandian ryhtm : An intervention study in the intensive care unit.

93
94

Intensive and Critical Care Nursing. https://doi.org/10.1016/j.iccn.2015.07.001

Grandner, M. A., Jackson, N. J., Pak, V. M., & Gehrman, P. R. (2012). Sleep

disturbance is associated with cardiovascular and metabolic disorders:

Sleep disturbance and cardiometabolic disorders. Journal of Sleep

Research, 21(4), 427-433.doi:10.1111/j.1365-2869.2011.00990.x

Halimuddin. (2016). Tekanan darah dengan Kejadian Infark Pasien Acute

Coronary Syndrome. Idea Nursing Journal Vol. VII No.3 2016.

Hamm CW, Bassand JP, Agewall S, Bax J, Boersma E, Bueno H, et al. ESC

Guidelines for the management of acute coronary syndromes in patients

presenting without persistent ST-segment elevation The Task Force for

the management of acute coronary syndromes (ACS) in patients

presenting without persistent ST-segment elevation of the European

Society of Cardiology (ESC). European Heart Journal (2011) 32, 2999–

3054

Hamm CW, Bassand JP, Agewall S, Bax J, Boersma E, Bueno H, et al. ESC

Guidelines for the management of acute coronary syndromes in patients

presenting without persistent ST-segment elevation The Task Force for

the management of acute coronary syndromes (ACS) in patients

presenting without persistent ST-segment elevation of the European

Society of Cardiology (ESC). European Heart Journal (2011) 32, 2999–

3054

Hariyanto, A & Sulistyowati, R. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah

1. Yogyakarta : Ar-ruzz Media


95

Health Data (2017). Indonesia Health Statistics. Diakses pada tanggal 12

Desember 2018 di www.healthdata.org

Herdman. T. H. 2014. Nursing Diagnosis : Defenitions and Clasification. Oxford

: Willey Blackwell.

Kartika, D. (2013). Dasar-dasar Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta : Salemba

Medika

Koushal Dave, Ashia Qureshi, L. Gopichandran. Effects of Earplugs and Eye

Masks on Perceived Quality of Sleep during Night among Patients in

Intensive Care Units. Asian J. Nur. Edu. and Research 5(3): July-

Sept.2015; Page 319-322

Kumar A, Cannon CP. Acute Coronary Syndromes: Diagnosis and Management,

Part I.Mayo Clin Proc. 2009;84(10):917-938

Matsuda, R., Kohno, T., Kohsaka, S.,Fukuoka, R., Maekawa, Y., Sano, M.,

Fukuda, K. (2017). The prevalence of poor sleep quality and its

association with depression and anxiety scores in patients admitted for

cardiovascular disease: A crosssectional designed study. International

Journal of Cardiology, 228, 977–982.

http://doi.org/10.1016/j.ijcard.2016.11.091

Monicha, Mijil putri. 2016. Analisis Kebiasaan Makan, Riwayat Asupan

Saturated Fatty Acids (SAFA), Monounsaturated Fatty Acids (MUFA),

Polyunsaturated Fatty Acids (PUFA) dan Serat pada Pasien Penyakit

Jantung Koroner. Skripsi Universitas Airlangga. Fakultas Kesehatan

Masyarakat. Surabaya
96

Moorhead, S., Johnson, M., Mass, M.L., & Swanson, E. 2013. Nursing Outcome

Classification. United States : Elsevier

Muliantono, Herawati, Masfuri (2017). Relaksasi Benson untuk Durasi Tidur

Pasien Penyakit Jantung Koroner. Jurnal Endurance.

http://doi.org/10.22216/jen.v3i3.2788

Musliha. (2010). Keperawatan Gawat Darurat dengan pendekatan NANDA NOC

NIC. Yogyakarta: Nuha Medika

Nesami, M.B. Gorji, M.A.H. Rezaie. S. et al. (2014) The Effect of accupressure

on the quality of sleep in patients with acute coronary syndrome in CCU.

Iran J Crit Care Nurs 2014;7(1):7-14

Paxinos G, Katritsis DG. Current Therapy of Non-ST-Elevation Acute Coronary

Syndromes. Hellenic J Cardiol 2012; 53: 63-71

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. (2015). Pedoman

Tatalaksana Gagal Jantung. PERKI.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2016. Standar Diagnosis

Keperawatan Indonesia, Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi 1.

Jakarta : PPNI

Potter, P.A & Perry A.G. 2010. Buku ajar keperawatan fundamental. Ed 7. Buku 3.

Jakarta : EGC

Potter. P.A. & Perry,A.G. (2013). Fundamental of Nursing; Eighth Editions.

Louis: Mosby Elsevier, Inc.


97

Pramadiaz.A.T, Fadli.M, Mulyani.H. Hubungan Faktor resiko Terhadap Kejadian

Sindroma Akut pada Pasien Dewasa Muda di RSUP Dr.M. Djamil

Padang. Jurnal Kesehatan Andalas volume 5. 2016

Price. A., Sylvia. M., Loraine. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses

Penyakit, Volume 1. Jakarta: EGC

Sharma, M., Sawhney, J. P. S., & Panda, S.(2014). Sleep quality and duration -

Potentially modifiable risk factors for Coronary Artery Disease? Indian

Heart Journal, 66(6), 565–568. http://doi.org/10.1016/j.ihj.2014.10.412

Smeltzer, Suzane. C., and Bare, Brenda G., (2008). Buku Ajar Kesehatan Medical

Bedah, Volume 2, Edisi 8. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Tolba, A. Mohammed. W.Y, et al. 2018. Effect Earplugs and Eyes MAsk on

Sleep Quality Among Patient with Acute Coronary Syndrome at Assiut

University Hospital. Journal of Health, Medicine and Nursing Vol 51,

2018

Ummu, A. 2008. Faktor-Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner. Skripsi .

Jakarta : Univeritas Indonesia

Wang, D., Li, W., Cui, X., Meng, Y., Zhou, M., Xiao, L.,Chen, W. (2016). Sleep

duration and risk of coronary heart disease: A systematic review and

meta-analysis of prospective cohort studies. International Journal of

Cardiology, 219, 231–239.http://doi.org/10.1016/j.ijcard.2016.06.027

WHO (2017). Cardiovascular disease (CVDs). World Health Organization.

Diakses pada tanggal 12 Desember 2018 di www.who.int


98

Lampiran WOC NSTEMI TIMI 5/7 GS III

Modifable Factor Non Modifiable Factor

Lifestyle Hipertensi Diabetes melitus Gender Riwayat keluarga

Laki-laki > Penurunan genetik


Kebiasaan Peningkatan Peningkatan beresiko dari
merokok tekanan darah Glukosa Darah perempuan

Peningkatan CO, Kerusakan dinding


nikotin dalam darah Peningkatan
arteri
agregasi trombosit

Merusak endotel
Perlukaan pada sel Penebalan dinding
pembuluh darah endotel basalis

Arteriosklerosis

Penyempitan
sebagian arteri
koroner

Penurunan aliran
darah koroner ISKEMIK MIOKARD
(NSTEMI)
O2 dan nutrisi
menurun
99

NSTEMI

Suplai O2 menurun
Hipoksia seluler

Kebutuhan O2 di
miokard naik Integritas membran
sel berubah
Metabolisme
anaerob Kontraktilitas otot
jantung menurun
Merangsang
nosiseptor Beban jantung
Peningkatan meningkat
Angina pectoris tekanan ventrikel
Curah jantung
Bendungan atrium
menurun
MK. Nyeri
Peningkatan tekanan
vena pulmonalis MK. Penurunan
curah jantung
Peningkatan
Manajemen energi
hidrostatik paru
Meningkatkan kualitas tidur
Peningkatan tekanan
onkotik Terapi Non farmakologi
Perpindahan cairan farmakologis
vesikuler ke interstisial Penggunaan earplug & eyes mask
100

Penumpukan cairan di paru

Penurunan kemampuan
difusi

Ketidakseimbangan
ventilasi perfusi

MK. Gangguan
pertukaran gas
101

Lampiran Dokumentasi
102
103
N-STEMI
ORIGINALITY REPORT

22 %
SIMILARITY INDEX
22%
INTERNET SOURCES
0%
PUBLICATIONS
7%
STUDENT PAPERS

PRIMARY SOURCES

1 www.inaheart.org
Internet Source 5%
2 www.scribd.com
Internet Source
4%
3 repository.usu.ac.id
Internet Source
2%
4 eprints.undip.ac.id
Internet Source
2%
5 es.scribd.com
Internet Source
2%
6 media.neliti.com
Internet Source
2%
7 repository.unair.ac.id
Internet Source
1%
8 lib.ui.ac.id
Internet Source
1%
9 dityanurse.blogspot.com
Internet Source
1%
10
docplayer.info
Internet Source
1%
11
ppkdokter2014.blogspot.com
Internet Source
1%

Exclude quotes On Exclude matches < 1%

Exclude bibliography Of f
CURICULUM VITAE

Nama : Najmi Ulfa Misbah

Tempat/ Tanggal Lahir : Padang, 28 April 1995

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Daerah Asal : Padang

Status : Belum Menikah

Nama Ayah : Syamsul Bahri

Nama Ibu : Misniar

Alamat : Jl. Dr. M. Hatta No.49 Pasar Ambacang, Kuranji

E-Mail : najmisbah28@gmail.com

No. Hp : 085364062028

Riwayat Pendidikan :

a. SDN 06 Pasar Ambacang tahun 2001-2007

b. SMP N 10 Padang tahun 2007-2010

c. SMA N 9 Padang tahun 2010-2013

d. Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Prodi S1 tahun 2013-2017

e. Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Prodi Profesi Ners tahun

2017-sekarang

104

Anda mungkin juga menyukai