Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tuberculosis merupakan penyakit yang secara global masih menjadi ancaman bagi
Kesehatan. TB berkembang pesat di negara penghasilan rendah dan menyebabkan kematian
yang cukup tinggi sebesar 95% (McNeal & Selekmen, 2017). Kasus TB di seluruh dunia
merupakan penyebab utama angka mortalitas sehingga mendorong kemajuan tata laksana
pengobatan TB. Salah satu beban yang cukup tinggi bagi negara di Asia Tenggara secara
global adalah kasus TB mencapai 4,5% Kasus. TB di Indonesia tahun 2017 mencapai
842.000 kasus yang dilaporkan oleh WHO. Hal ini merupakan kasus tertinggi ke-3 dengan
jumlah pelapor 442.000-420.994 untuk kasus baru dan yang tidak melaporkan sebanyak
400.000 (Indah, 2018; Kusnandar, 2019).
Indonesia termasuk daerah endemik TB, terlihat dari Profil Indonesia menunjukan
sebanyak 258.924.888 jumlah kasus Tb di Indonesia pada tahun 2016. Provinsi Papua
memiliki jumlah kasus yang tinggi yaitu sebanyak 3.207.444 kasus. Serta data Annual
Parasite Insidence (API) per 1.000 penduduk tahun 2016 Papua menduduki urutan pertama
yaitu sebanyak 42,65 % diikuti oleh Papua Barat 38,44% dan Nusa Tenggara Timur 16,37%.
Kasus TB paling banyak terjadi pada provinsi Jawa Barat pada tahun 2018 dengan jumlah
kasus sebanyak 99.398, sedangkan provinsi Papua sebanyak 10.813 kasus (Sibuea et al.,
2019).
Gejala pasien tuberkulosis paru salah satunya adalah sesak nafas, yang mengakibatkan
Otot bantu nafas bekerja secara maksimal, hal ini terjadi jika ada kelainan pada saat respirasi,
Mengoptimalkan ventilasi nafas adalah tujuan mekanisme tersebut. Interpretasi hasil
penelitian yang dilakukan oleh Zahro dan Susanto (2017), bahwa posisi orthopneu lebih
efektif untuk mengurangi sesak dibandingkan semi fowler. Beberapa pasien tidak selalu
memperhatikan posisi pengaturan yang efektif menurunkan kerja frekuensi napasnya. Pasien
tidak menyadari pentingnya ketepatan posisi yang berpengaruh terhadap proses penurunan
gejala sesaknya (Potter & Perry, 2006). Uraian tersebut menggambarkan pentingnya peran
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang tepat khususnya pengaturan posisi
tidur atau istirahat. Pengaturan istirahat yang tepat pada pasien sesak pada TB paru sangat
penting, maka dengan demikian peneliti tertarik melakukan penelitian tentang efektifitas
Pursed Lips Breathing dan posisi orthopnea terhadap penurunan sesak napas pasien TB paru
di Ruang Perawatan Paru Rumah Sakit Dok 2 Jayapura.

1.2 Rumusan Masalah


Dengan Uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana
Efektifitas Pursed Lips Breathing dan orthopnea terhadap penurunan sesak pasien TB paru di
Ruang Perawatan Paru Rumah Sakit Dok 2 Jayapura?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Tujuan Umum
Mengetahui Pengaruh Pursed Lips Breathing dan Orthopneu terhadap Penanganan
Sesak berdasarkan Saturasi Oksigen dan Kualitas Hidup Pasien TB
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui Pengaruh Pursed Lips Breathing terhadap penurunan sesak
b. Mengetahui Pengaruh Orthopneu terhadap penurunan sesak
c. Mengetahui Kualitas Hidup Pasien TB pada Tindakan Pursed Lips Breathing
d. Mengetahui Kualitas Hidup Pasien TB pada Tindakan Orthopneu
e. Membandingkan Efektifitas antara Pursed Lips Breathing dan Orthopnea terhadap
penurunan sesak
f. Membandingkan Kualitas Hidup antara Pursed Lips Breathing dan Orthopneu
terhadap penurunan sesak.

1.4 Manfaat Peneltian


a. Tempat Penelitian dan Layanan Kesehatan
Bahan masukan bagi pelayanan kesehatan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan
pasien TB khususnya mengurangi sesak.
b. Pendidikan
Bahan pertimbangan dalam kurikulumtentang perawatan pasien TB Penelitian.
c. Penelitian
Pengembangan penelitian selanjutnya agar dapat meningkatkan kekayaan intelektual
dan publikasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuberculosis
Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium Tuberculosis, dengan tipe bakteri basil dan memerlukan waktu yang
lama dalam proses penanganan penyakit tersebut. Organ paru-paru hampir 90% lebih
sering diinfeksi oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis dibandingkan bagian
tubuh lainnya (Masrin, 2008).
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular langsung, penyebabnya kuman TB
( Myobacterium Tuberculosis). Mayoritas kuman TB menyerang paru, TB juga dapat
menyerang organ tubuh lainnya seperti TB tulang dan TB otak.. Tuberculosis
ditularkan melalui dahak dalam bentuk droplet dari penderita ke individu lain pada
keadaan daya tahan tubuh menurun (Haryanto et al., 2005).
Indonesia merupakan negara kedua setelah India dengan kasus TB tertinggi di
dunia. Angka TB pada tahun 2017 tercatat sebanyak 10.000.000 kasus dan
diperkirakan 1,6 juta kematian disebabkan oleh TB (Aggarwal, 2019). Salah satu dari
gejala penyakit TB Paru adalah dyspnea atau sesak. Hal ini biasanya merupakan
gejala utama dari penyakit paru, ditandai jika klien mengeluh napasnya terasa pendek
dan dangkal (Price et al., 2005).
Sesak pada TB dapat ditandai oleh penurunan persentasi saturasi Oksigen.
Saturasi oksigen yaitu kandungan oksigen terikat dengan hemoglobin pada arteri.
Pengukuran nilai normal menggunakan oksimetri nadi antara 95-100%, Saturasi
oksigen rendah menunujukan kurangnya oksigen di bawah normal (< 95%).
Hipoksemia disebabkan oleh Penurunan kadar oksigen dalam arteri yang ditandai
peningkatan PCO2 dan penurunan PO2 (Brunner & Suddarth, 2010).
2.2 Pursed Lips Breathing
Pursed lips breathing (PLB) adalah Latihan pernafasan dengan mulut mengerucut
dan ekspirasi yang lebih lama pada pernapasan diafragma. PLB ini bermanfaat
memperbaiki ventilasi dan menyesuiakan kerja otot abdomen dan toraks. Training
pernapasan pursed lips breathing (PLB) cukup efektif diterapkan dalam mengatur
frekuensi napas, meningkatkan kebutuhan oksigenasi (SpO2) dan mengurangi gejala
sesak. Gejala sesak yang berupa pernapasan dangkal dan cepat berubah menjadi
pernapasan dalam dan lambat (Qualidigm, 2014). Latihan PLB sangat bermanfaat
sebagai salah satu tindakan yang bersifat non farmakologi (Bakti et al., 2015).
Teknik PLB sangat mudah dilakukan dan salah satu hal yang terpenting adalah
tidak membuat klien menjadi mudah lelah. Penerapan teknik ini bisa dilakukan
dalam keadaan istirahat dengan posisi duduk bersamaan dengan tehnik inspirasi
selama 2-3 detik melalui hidung dan ekspirasi ( membuang nafas) dalam tahapan
waktu 4-6 detik melalui mulut. Teknik Gerakan ini dilakukan sebanyak 4 kali
perhari. Tekhnik ini baik dilakukan sebelum makan dan sebelum tidur selama 30
menit secara teratur. Pola Kebiasaan seperti ini dapat mengurangi sesak napas dan
menghasilkan nilai saturasi oksigen yang optimal. Kebiasaan ini akan
mengoptimalkan dan meningkatkan kualitas hidup (Izadi-avanji & Adib-Hajbaghery,
2011).

2.3 Posisi Orthopnea


Posisi orthopnea adalah penyesuaian dari posisi fowler yang lebih tinggi pada
sudut 90°, posisi ini seperti posisi duduk. Keuntungan posisi orthopnea adalah : 1)
Mengurangi masalah sesak nafas dengan cara ekspansi dada secara maksimal, 2)
Mengurangi klien yang mengatasi masalah ekshalasi, 3) Mengoptimalkan ekspansi
dada dan paru, 4) Membantu upaya penurunan vetilasi maksimal dan membantu
pergerakan sekret ke dalam jalur pernapasan yang lebih besar sehingga
memudahkan pengeluaran sekret (Kozier, 2009).
Salah satu gejala pada pasien tuberkulosis paru adalah sesak nafas. Sesak nafas ini
akan mengakibatkan Otot bantu nafas bekerja secara maksimal, hal ini terjadi jika
ada kelainan pada saat respirasi, Mengoptimalkan ventilasi nafas adalah tujuan
mekanisme tersebut. Sesak napas pada TB paru dapat diantisipasi dan diturunkan
melalui intervensi yaitu farmakologi dan non farmakologi. Intervensi non
Farmakologi salah satunya adalah latihan relaksasi bisa dilakukan dengan posisi semi
fowler atau posisi orthopnea. Intervensi tersebut dirasa efektif untuk meringankan
gejala sesak nafas dan saat ini mulai banyak digunakan (Doenges et al., 2009).

2.4 Kualitas Hidup


Kualitas hidup adalah pandangan individu mengenai dirinya dalam konteks sistem
nilai dimana mereka hidup. Kualitas hidup berkaitan dengan tujuan, harapan, standar
dan keinginan individu (Nursalam, 2008). Pentingnya peningkatan kualitas hidup
sebagai tujuan pengobatan dan hal yang utama dalam proses penyembuhan penderita
TB paru. Pasien TB membawa beban penyakit menahun atau kecacatan, sehingga
kualitas hidup menjadi perhatian pelayanan Kesehatan.
Instrumen WHOQOL menilai kualitas hidup menggunakan 6 aspek yaitu
kesehatan fisik, psikologi, tingkat kebebasan, hubungan sosial, lingkungan, dan
Spiritual. Pada Instrumen SF-36 dapat mendeskripsikan secara detail menjadi 8
bagian seperti aktifitas fisik yang terbatas berhubungan dengan penyakit yang
diderita, aktifitas sosial dibatasi berkaitan fisik dan emosi yang lemah, rutinitas
aktifitas berhubungan gangguan fisik, anggota badan terasa nyeri, gangguan mental,
pembatasan rutinitas aktifitas, inti dari masalah hidup, dan pandangan umum tentang
Kesehatan(Tinartayu & Riyanto, 2015).
B. Kerangka Teori
Dibawah ini adalah gambaran kerangka Teori dalam Penelitian ini

Anda mungkin juga menyukai