Anda di halaman 1dari 33

Volume: 3, No.

1
Juni 2020
e-ISSN: 2622 - 0997
Website:
Indonesian Journal of Nursing Science and Practice
jurnal.umj.ac.id
Email:
ijnsp@umj.ac.id

Universitas Muhammadiyah Jakarta

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEKNIK PERNAFASAN PURSED LIPS BREATHING


DAN POSISI SEMI FOWLER TERHADAP PENINGKATAN SATURASI OKSIGEN
PADA PASIEN TB PARU

Winda Amiar1, Erwan Setiyono2


Rumah Sakit Pelni, Jakarta Barat, DKI Jakarta
1

2
Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Muhammadiyah Jakarta, DKI Jakarta

*windaamiar@gmail.com

ABSTRAK
Salah satu tanda dan gejala pada pasien TB Paru yaitu sesak nafas dan sering terjadi penurunan oksigen.
Intervensi yang bisa dilakukan untuk mengurangi sesak pada pasien TB paru adalah dengan teknik pernfasan
pursed lips breathing dan perubahan posisi semi fowler. Pursed Lips Breathing merupakan salah satu teknik
termudah dalam mengurangi sesak nafas dengan cara membantu masuknya udara ke dalam paru dan mengurangi
energi yang dikeluarkan saat bernafas. Posisi semi fowler mengandalkan gaya gravitasi untuk membantu
melancarkan jalan nafas menuju ke paru sehingga oksigen akan mudah masuk. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui Efektivitas Pemberian Teknik Pernafasan Pursed Lips Breathing dan Posisi Semi Fowler Terhadap
Peningkatan Saturasi 02 Pada Pasien TB Paru. Jenis penelitian ini menggukan quasi experiment dengan
pendekatan pre dan post-test dengan sample 12 orang. Hasil penelitian ini menunjukan rata-rata satu saturasi
oksigen sebelum dilakukan tindakan pursed breathing 93.17, dan sesudah dilakukan pursed lis breathing 96.30.
sedangakan untuk intervensi perubahan posisi semi fowler, sebelum dilakukan perubhann semi fowler rata-rata
92.83, dan sesudah dilakukan semi fowler 95.17. hasil uji T dependent didapkan hasil p value <0.05 berati ada
perbedaan antara pemberian intervensi pursed lips breathing dan posisi semi fowler terhadap peningkatan
oksigen. Pursed Lips breathing lebih efektif untuk meningkatkan saturasi oksigen pada pasien TB Paru

Kata kunci: Pursed lips breathing, semi fowler, peningkatan oksigen, TB paru
ABSTRACT
One of the signs and symptoms in pulmonary TB patients is shortness of breath and frequent oxygen depletion.
Interventions that can be done to reduce tightness in pulmonary TB patients are breathing pursed lips breathing
techniques and changes in semi-fowler position. Pursed Lips Breathing is one of the easiest techniques to reduce
shortness of breath by helping the entry of air into the lungs and reduce the energy expended during breathing.
The semi-fowler position relies on the force of gravity to help launch the airway to the lungs so that oxygen will
easily enter. The purpose of this study was to determine the Effectiveness of Pursed Lips Breathing Respiratory
Technique and Semi Fowler Position on Increased Saturation 02 in Lung TB Patients. This type of research uses
a quasi experiment with a pre and post-test approach with a sample of 12 people. The results of this study
indicate an average of one oxygen saturation before the pursed breathing action 93.17, and after the pursed lis
breathing 96.30. while for the intervention of semi-fowler position changes, before the semi-fowler changes are
done an average of 92.83, and after semi-fowler 95.17. T dependent test results revealed the results of p value
<0.05 means there is a difference between giving pursed lips breathing intervention and semi-Fowler position to
increase oxygen. Pursed lips breathing is more effective for increasing oxygen saturation in pulmonary TB
patients
Keywords: Pursed lips breathing, semi fowler, oxygen, pulmonary TB

[Type here]
Indonesian Journal of Nursing Sciences and Practice
(IJNSP)

PENDAHULUAN setelah dilakukan upaya pengobatan terhadap


Tuberkulosis atau Tuberculosis (TBC) 7.302 penderita TB Paru BTA+, 80,59%
merupakan suatu jenis penyakit menuler yang diantaranya dinyatakan sembuh.
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Pasien tuberkulosis paru akan
tuberculosis yang menyerang berbagai organ, mengalami sesak nafas. Otot bantu nafas pada
terutama paru-paru. Secara global pada tahun pasien yang mengalami sesak nafas dapat
2016 terdapat 10,4 juta kasus insiden TBC (CI bekerja saat terjadi kelainan pada respirasi. Hal
8,8 juta – 12, juta) yang setara dengan 120 ini bertujuan untuk dapat mengoptimalkan
kasus per 100.000 penduduk. Lima negara ventilasi nafas.
dengan insiden kasus tertinggi yaitu India, Sesak nafas terjadi karena kondisi
Indonesia, China, Philipina, dan Pakistan. pengembangan paru yang tidak sempurna
Sebagian besar estimasi insiden TBC akibat bagian paru yang terserang tidak
pada tahun 2016 terjadi di Kawasan Asia mengandung udara atau kolaps. Bentuk
Tenggara (45%) dimana Indonesia merupakan dadadan gerakan pernapasan pada klien dengan
salah satu di dalamnya dan 25% nya terjadi di TB paru biasanya tampak kurus sehingga
kawasan Afrika. Badan kesehatan dunia terlihat adanya penurunan proporsi diameter
mendefinisikan negara dengan beban bentuk dada antero-posterior dibandingkan
tinggi/high burden countries(HBC) untuk TBC proporsi diameter lateral.
berdasarkan 3 indikator yaitu TBC, TBC/HIV, Apabila ada penyulit dari TB paru
dan MDR-TBC. Terdapat 48 negara yang seperti adanya efusi pleura yang masif maka
masuk dalam daftar tersebut.Satu negara dapat terlihat adanya ketidaksimetrisan rongga dada,
masuk dalam salah satu daftar tersebut, atau pelebaran intercostal space(ICS) pada sisi yang
keduanya, bahkan bisa masuk dalam ketiganya. sakit. TB paru yang disertai atelektasis paru
Indonesia bersama 13 negara lain, masuk membuat bentuk dada menjadi tidak simetris
dalam daftar HBC untuk ke 3 indikator tersebut yang membuat penderitanya mengalami
(Kemenkes, 2018). penyempitan ICS pada sisi yang sakit
Berdasarkan Rencana Pembangunan (Mutaqin, 2008).
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015- Pada klien dengan TB paru minimal dan
2019, Indonesia tetap memakai prevalensi TB tanpa komplikasi, biasanya gerakan pernapasan
paru, yaitu 272 per 100.000 penduduk secara tidak mengalami perubahan. Meskipun
absolut (680.000 penderita) dan hasil survey demikian, jika terdapat komplikasi yang
prevalensi TBC 2013-2014 yang bertujuan memperlihatkan kerusakan luas pada parenkim
untuk menghitung prevalensi TB paru dengan paru biasanya klien akan terlihat mengalami
konfirmasi bakteriologipada populasi yang sesak nafas, peningkatan frekuensi pernafasan
berusia 15 tahun ke atas di Indonesia. dan penggunaan alat bantu nafas (Mutaqin,
Jumlah penderita TB Paru Klinis (suspek 2008).
ditemukan) di Provinsi DKI Jakarta pada tahun Salah satu diagnosa pada pada pasien TB
2016 sebanyak 55.503 penderita. Dari jumlah paru adalah ganggguan pertukaran gas. Sesak
tersebut 7.302 diantaranya merupakan pasien nafas menyebabkan saturasi oksigen turun di
baru TB positif, terjadi peningkatan penderita bawah level normal. Jika kadar oksigen dalam
TB dibanding tahun 2015 sebesar 5.574 orang. darah rendah, oksigen tidak mampu menembus
Jakarta Timur, Barat dan Selatan merupakan dinding sel darah merah. Sehingga jumlah
wilayah dengan jumlah TB Paru BTA+ oksigen dalam sel darah merah yang dibawa
terbesar di Provinsi DKI Jakarta, yaitu rata-rata hemoglobin menuju jantung kiri dan dialirkan
sebanyak 2.000 penderita. Pada tahun 2016
[Type here]
Indonesian Journal of Nursing Sciences and Practice
menuju kapiler perifer sedikit. (IJNSP)
Sehingga suplai

[Type here]
Indonesian Journal of Nursing Sciences and Practice
(IJNSP)
oksigen terganggu, darah dalam arteri
kekurangan oksigen dan dapat menyebabkan menjadi responden. Responden selanjutnya
penurunan saturasi oksigen (Yasmara, 2016). mengisi lembar inform consent.
Intervensi yang bisa dilakukan untuk Fase kerja, pada fase ini peneliti mulai
mengurangi sesak pada pasien TB paru adalah memberikan roleplay kepada responden.
demonstrasikan dan dorong pernafasan dengan Peneliti memberikan penjelasan tentang teknik
mendorong bibir selama ekhalasi, berikan klien pernafasan pursed lips breathing dan posisi
posisi semi fowler dan kolaborasikan dalam semi fowler. Setelah diberikan roleplay pursed
pemberian oksigen (Yasmara, 2016). Salah lips breathing pasien diajurkkan untuk
satu intervensi keperawatan yang bisa melakukan untuk melalukan teknik pursed lips
dilakukan adalah pemberian posisi semi breathing sebanyak 10 kali atau kurang lebih
fowler. Posisi semi fowler mengandalkan gaya selama 2 menit. Kemudian diukur saturasi
gravitasi untuk membantu melancarkan jalan oksigen setelah 15 menit. Setelah pasien
nafas menuju ke paru sehingga oksigen akan diberikan roleplay posisi semi-fowler, pasien
mudah masuk. Hal ini dapat meningkatkan diberikan posisi semi-folwer atau posisi tempat
oksigen yang diinspirasi atau dihirup pasien. tidur dirubah menjadi 45 derajat selama 15
Dengan meningkatnya oksigen dalam tubuh, menit, kemudian setelah15 menit diukur
meningkat pula oksigen yang dibawa sel darah kembali saturasi oksigen.
merah dan hemoglobin, sehingga saturasi Pada fase terminasi, peneliti mengukur
oksigen juga ikut meningkat (Muttaqin, 2008). saturasi oksigen setelah dilakukan teknik
pernafasan pursed lips breathing dan posisi
METODE semi-fowler. Peneliti menyampaikan ucapan
Penelitian ini merupakan penelitian terima kasih kepada para responden atas peran
Quasy Experiment pre-posttest dengan sertanya membantu proses penelitian ini dan
melibatkan kelompok kriteria. Populasi dalam peneliti mohon izin untuk dapat menghubungi
penelitian ini adalah 12 responden. Penelitian responden, bila masih ada hal yang ingin
ini dilakukan pada bulan Desember - Januari peneliti konfirmasi.
2019. Penelitian ini dilakukan di Ruang Murai
RS Pelni.
Kriteria inklusi pasien pada penelitian
ini adalah, pasien dengan TB paru yang
memiliki saturasi oksigen <95%, serta pasien
rawat inap minimal satu hari.
Adapun langkah pengumpulan sebagai
berikut: fase perkenalan, fase ini dimulai
dengan penelitian mengajukan surat ijin dan
proposal kepada pihak Rumah sakit dan
koordinasi dengan ruang Murai. Selanjutnya
peneliti mengadakan seleksi terhadap calon
responden dengan melihat medical record
pasien, untuk menentukan apakah responden
tersebut memenuhi criteria yang sudah
ditentukan. Peneliti mengukur saturasi oksigen
pasien, peneliti mengadakan wawancara
singkat, menjelaskan secara rinci tentang
penelitian yang akan dilaksanakan serta
menanyakan kesediaan pasien tersebut untuk
[Type here]
Indonesian Journal of Nursing Sciences and Practice
(IJNSP)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisa Univariat Analisa Bivariat

Tabel 1. Tabel 4.
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Analis Perbandingan Pemberian Pursed Lips
Usia, Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan Breathing dan Posisi Semi Fowler pada Pasien
Pasien TB Paru yang Mendapatkan Intervensi TB Paru
Teknik Pernafasan Pursed Lips Breathing dan Intervensi Waktu Mean (SD) P Value
Pursed lip Sebelum 93.17 0.002
Posisi Semi Fowler
breathing (0.753)
Variabel Kategori Pursed Posisi Semi Sesudah 96.30
Lip Fowler (1.517)
Breathing Posisi semi Sebelum 92.83 0.001
n (%) n (%) fowler (1.169)
Jenis Laki-laki 4 66.7 4 66.7 Sesudah 95.17
Kelamin Perempu 2 33.3 2 33.3 (1.690)
an
Tingkat SD 2 33.3 3 50.0
2 33.3 1 16.7
Tabel 5.
Pendidik SMP
an SMA 1 16.7 1 16.7 Perbandingan Efektifitas Pemberian Teknik
PT 1 16.7 1 16.7 Pemberian Pursed Lip Breathing dan Posisi
Variabel Pursed Lip Posisi Semi Fowler Semi Fowler pada Pasien TB Paru
Breathing
Kelompok Mean (SD) SE P Value
Mean Min- Mean Min-
Pursed lip 96.50 0.169 0.025
(SD) Maks (SD) Maks
breathing (1.517)
Umur 45.83 33-54 49.83 38-60
(n=6)
(7.083) (7.859) Posisi semi 95.17 0.447
fowler (n=6) (1.169)
Tabel 2.
Distribusi Nilai Saturasi Oksigen TB Paru yang
PEMBAHASAN
Mendapatkan Intervensi Teknik Pernafasan
Perbandingan nilai saturasi oksigen sebelum
Pursed Lips Breathing
dan sesudah pemberian teknik pernafasan
Variabel Sebelum Sesuah
Frekuensi (%) Frekuensi (%) pursed lips breathing dan posisi semi fowler
Normal - - 5 83.3 pada pasien TB paru
Hipoksi 6 100 1 16.7 Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa nilai
a ringan- saturasi responden sebelum dilakukan
sedang
intervensi pursed lips breathing, mayoritas
Tabel 3. pada ringan – sedang sebanyak 6 orang
Distribusi Nilai Saturasi Oksigen TB Paru yang (100%), kemudian nilai saturasi169 setelah
Mendapatkan Intervensi Posisi Semi Fowler diberikan intervensi pursed lips breathing yaitu
Variabel Sebelum Sesuah normal 5 orang (88,3%), dan hipoksia ringan 1
Frekuensi (%) Frekuensi (%) orang (16,7%), dengan mean 96.30 dan p value
Normal - - 4 66.7 0.02. Saturasi oksigen pada responden yang
Hipoksi 6 100 2 33.3
diberikan intervensi teknik pernafasan pursed
a ringan-
sedang lips breathing mengalami peningkat dari
hipoksia ringan menjad normal dengan adanya
latihan teknik pernafasan pursed lips breathing
dapat meningkatkan ventilasi paru.
Menurut Garrod dan Mathieson
(2012),pursed lips breathing merupakan bagian

[Type here]
Indonesian Journal of Nursing Sciences and Practice
dari latihan napas yang diperlukan untuk (IJNSP)

[Type here]
Indonesian Journal of Nursing Sciences and Practice
(IJNSP)
pasien yang mengalami gangguan pada sistem
pernapasan, karena pursed lips breathing Perbandingan efektivitas pemberian teknik
memberikan efek yang baik terhadap sistem pernafasan pursed lips breathing dengan
pernapasan. posisi semi fowler pada pasien TB paru
Penelitian yang dilakukan oleh Visser, Dari hasil penelitian didapatkan bahwa
Ramlal, Dekhuijzen dan Heijdra (2010) yang dimana nilai saturasi oksigen setelah dilakukan
meneliti tentang pengaruh Pursed Lips pemberian teknik pernfasan pursed lips
Breathing terhadap peningkatan kapasitas breathing dengan rata- rata 96,50 (normal)
inspirasi pada penderita obstruksi kronik dengan standar devisai 1,517 dan nilai saturasi
pulmonal, menyimpulkan bahwa Pursed Lips oksigen setelah dilakukan posisi semi fowler
Breathing dapat meningkatkan kapasitas dengan rata-rata 95,17 (normal) dengan standar
inspirasi pulmonal, saturasi oksigen, dan deviasi 0,477.
penurunan frekuensi nafas secara signifikan. Hasil uji statistik diperoleh P Value =
Nilai saturasi responden sebelum 0,025 ( P value 0,025 < α 0,05) maka dapat
dilakukan intervensi semi fowler, mayoritas disimpulkan ada pengaruh yang signifikan
pada ringan – sedang sebanyak enam orang anatara pemberian pursed lips breathing dan
(100%), kemudian nilai saturasi setelah posisi semi fowler terhadap nilai saturasi
diberikan intervensi pursed lips breathing yaitu oksigen pada pasien TB paru.
normal 4 orang (66,7%), dan hipoksia ringan 2 Teknik pursed lips breathing
orang (33,3%) dengan mean 95.17 dan p value merupakan teknik pernafasan yang bertujuan
0.001. Saturasi oksigen pada responden yang untuk meningkatkan ventilasi secara maksimal.
diberikan intervensi posisi semi-fowler Respon yang diharapkan pasien mampu
mengalami peningkat dari hipoksia ringan bernafas dengan dalam dan mengempangkan
menjad normal dengan adanya posisi ini paru–parunya dengan sempurna, pasien mampu
dilakukan untuk mempertahankan kenyamanan menggunakan teknik-teknik pernfasan untuk
dan memfasilitasi fungsi pernafasan pasien. meningkatkan ventilasinya (Andarmoyo,
Pada penelitian Qorisetyartha, Niko 2012).
(2017), posisi semi fowler dilakukan sebagai Menurut Garrod dan Mathieson (2012)
cara untuk mengurangi dan membantu PLB merupakan bagian dari latihan napas yang
menangani sesak nafas. Posisi semi fowler diperlukan untuk pasien yang mengalami
dengan derajat kemiringan 30-45 derajat, yaitu gangguan pada sistem pernapasan, karena PLB
mengandalkan gaya gravitasi untuk membantu memberikan efek yang baik terhadap sistem
pengembangan paru dan mengurangi tekanan pernapasan. Tahap mengerutkan bibir ini dapat
dari abdomen dan diafragma. Adanya memperpanjang ekshalasi, hal ini akan
pelebaran saluran napas dapat meningkatkan mengurangi udara ruang rugi yang terjebak
oksigen yang diinspiasi atau dihirup pasien. dijalan napas, dan meningkatkan pengeluaran
Dengan meningkatnya oksigen dalam tubuh, CO2 dan menurunkan kadar CO2 dalam darah
peningkatan oksigen dalam hemoglobin juga arteri serta dapat meningkatkan O2 sehingga
ikut meningkat begitu juga dengan saturasi akan terjadi perbaikan homeostasis yaitu kadar
oksigen pasien. Oleh karena itu, pemberian CO2 dalam darah arteri normal, dan pH darah
posisi semi fowler dapat meningkatkan oksigen juga akan menjadi normal (Muttaqin, 2013).
dalam darah.
KESIMPULAN
Usia: kelompok pursed lips breathing
dengan usia rata-rata 45.83, dan untuk posisi
semi fowler dengan usia rata-rata 49.83 Jenis
kelamin pada penelitian ini lebih banyak laki-
[Type here]
Indonesian Journal of Nursing Sciences and Practice
laki yaitu 4 orang laki-laki (66,7%) (IJNSP)
dan 2 orang

[Type here]
Indonesian Journal of Nursing Sciences and Practice
(IJNSP)
perempuan (33.,3%). Tingkat pendidikan
responden kelompok intervensi pursed lips Konsep, Proses dan Pratik
breathing dan kelompok intervensi posisi semi Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu
fowler. Untuk kelompok pursed lips breathing A. Price Sylvia, M. Lorainne Wilson 2012,
yaitu 2 orang (33,3%) berpendidikan SD, 2 Patofisiologis: Konsep Klinis Proses-
orang (33,3%) dan untuk kelompok posisi semi Proses Penyakit, edisi ke 6. Jakarta :
fowler yaitu 3 orang ( 50,0 %) berpendidikan EGC.
SD. Brunner. (2014). Keperawatan Medikal
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa Bedah Brunner & Suddarth, Ed 12.
dimana nilai saturasi oksigen setelah dilakukan Jakarta: EGC.
pemberian teknik pernfasan pursed lips Darmoto Djojodibroto, R. (2017). Resfirologi
breathing dengan rata- rata 96,50 (normal) (Resfirologi Medicine), Ed 2. Jakarta:
dengan standar devisai 1,517 dan nilai saturasi EGC.
oksigen setelah dilakukan posisi semi fowler Dinkes DKI. (2016). Profil Kesehatan
dengan rata-rata 95,17 ( normal ) dengan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2016
standar deviasi 0,477. Hasil uji statistic Fadhilah, Debby. (2016). Faktor-faktor Risiko
diperoleh P Value = 0,025 (P-value 0,025 < α Kejadian Tuberkulosis diakses 25
0,05) maka dapat disimpulkan ada pengaruh september 2018
yang signifikan anatara pemberian pursed lips http://ilmuveteriner.com/faktorfakt or-
breathing dan posisi semi fowler terhadap nilai resiko-kejadiantuberkulosis
saturasi oksigen pada pasien TB paru. Garrod, R., & Mathieson, T. (2012). Pursed
lips breathing: Are we closer to
SARAN understanding who might benefit?.
Bagi Keperawatan Cronic Respiratory Desease, 10(1), 3-
Hasil penelitian ini diharapkan perawat 4.
dapat mengaplikasikan teknik perubahan posisi Hidayat, Alimul Aziz, 2010. Keterampilan
semi fowler dan pursed lips breathing pada Dasar Praktik Klinik untuk Kebidanan:
pasien yang mengalami sesak sehingga tidak Jakarta Salemba Medika
terjadi penurunan saturasi oksigen. Maka perlu Kemenkes. (2017). Infodatin Tubercolosis.
diadakan pelatihan tentang teknik pernafasan Kemenkes. (2015). Rencana Pembangunan
pursed lips breathing. Jangka Menengah
Nasional(RPJMN)2015-2019.
Bagi Institusi Pendidikan Lampau, Buchari. (2012). Metode Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat Kesehatan: Metode Ilmiah Penulisan
menjadi masukan bagi pendidikan dalam Skripsi, Tesis, dan Desertasi. Jakarta:
proses pembelajaran bagi mahasiswa
Yayasan Pustaka Obor Indonesia
keperawatan khususnya peminatan
keperawatan medikal bedah agar memperoleh Muttaqin, Arif. (2008). Asuhan Keperawatan
gambaran dalam mengintegrasikan Klien dengan Gangguan Sistem
penanganan terapi non-farmakologis. Maka Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
perlu diadakannya ujian, dimasukan kedalam Nursalam, (2017). Metodologi Penelitian Ilmu
kurikulum, dan di implementasikan Keperawatan. Jakarta: Penerbit
salemba Medika.
DAFTAR PUSTAKA
Rackini, C.M., Samundeeswary, V., & Beulah,
Andarmoyo, Suliatyo. (2012). Kebutuhan H. (2014). Effectiveness of blow bottles
Dasar Manusia (Oksigenisasi): exercise on respiratory status among
children with lower respiratory tract

[Type here]
Indonesian Journal of Nursing Sciences and Practice
infections admitted in (IJNSP)
pediatric ward

[Type here]
Indonesian Journal of Nursing Sciences and Practice
(IJNSP)

at selected hospital.
Journal of Science,
4(10), 649-65.
Sabri, Luknis. (2006). Statistik Kesehatan.
Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Soemantri, Irman. (2008).
Keperawatan
Medikal Bedah:
Asuhan Keperawatan
pada Pasien dengan
Gangguan Sistem
Pernapasan.
Jagakarsa, Jakarta
Selatan: Salemba
Medika.
Qorisetyartha, Niko, dkk. (2017). Efektivitas
Posisi Semi
Fowler Dengan
Pursed Lip
Breathing Dan
Semi
Fowler Dengan Diaphragma Breathing terhadap Sa O2 Pasien Tb Paru Di Rsp Dr.
Ariowirawan
Salatiga diakses 25
September 2018.
http://
ejournal.stikestelogo
rejo.ac.id/in
dex.php/ilmukepera
watan/article/view/
636/634
Visser, F.J., Ramlal, S., Dekhuijzen.,& Heijdra,
Y.F. (2010). Pursed
lips breathing
improves inspiratory
capacity in cronic
obstructive
pulmonary disease.
Respiration,

81,

[Type here]
Indonesian Journal of Nursing Sciences and Practice
(IJNSP)

372-378.
doi:10.1159/000319036.
Yasmara, Deni. (2017).
Rencana Asuhan
Keperawatan
Medical Bedah :
Diagnosis Nanda-I
2015-2017
Intervensi NIC Hasil
NOC. Jakarta : EGC.

[Type here]
Indonesian Journal of Nursing Sciences and Practice
(IJNSP)

JURNAL KEPERAWATAN TERAPAN,VOLUME 3,NO.1,MARET 2017:31-41

DEEP BREATHING EXERCISE (DBE)DANTINGKATINTENSITAS NYERI


PADA PASIEN POSTOPERASILAPARATOMI

Rudi Hamarno, Maria Diah C.T., MI.Hisbulloh H


Poltekkes Kemenkes Malang, Jl. Besar Ijen No 77 C Malang

Email:rhamarno@yahoo.com

Deep Breathing Exercise (DBE) and The Level ofPain Intensity


in Patients with Post Operative Laparotomy

Abstract:The purpose of this study was to investigate the influence Deep Breathing Exercise (DBE) on the level of pain intensity in patients
with postoperative laparotomy in Lavalette. The design of this study using quasi-experimental research design, non-equivalent control group
with the control group. The sample in this research is 34 respondents. Sampling using purposive sampling, data collection using observation
sheets and interviews using NRS scale and the data obtained in the test with U-Mann Whitney, the significance level α=0.05. This study
showed that pain intensity in patients with post-operative laparotomy in RS. Lavalette before and after the relaxation techniques deep
breathing exer-cises(pre) average pain scale 4.8 and (post)average pain scale of3.3, there are differences in the effect ofrelaxation
techniques Deep Breathing exercise to changes in pain intensity ofthe patients in the control group and the treatment of postoperative
laparotomy in RS. Lavalette Malang (p = 0.000).

Keyword:deep breathing exercise,pain, laparatom

Abstrak: Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh Deep Breathing Exercise(DBE) terhadap tingkat intensitas nyeri pada pasien post
operasi laparatomi di RS. Lavalette di Kota Malang. Rancangan penelitian ini menggunakan metode penelitian quasi eksperimen design,
non-equivalent control group dengan kelompok kontrol. Sampel dalam penelitan ini 34 responden. Pengambilan sampel menggunakan
purposive sampling, pengumpulan data menggunakan lembar observasi dan wawancara dengan menggunakan skala NRS dan data yang
diperoleh di uji dengan cara U-Mann Whitney dengan tingkat kemaknaan α = 0,05. Penelitian ini menunjukkan bahwa intensitas nyeri pada
pasien post operasi laparatomi di RS. Lavalette Kota Malang sebelum dan setelah dilakukan teknik relaksasi deep breathing exercise (pre)
rata-rata skala nyeri 4.8 dan (post) rata-rata skala nyeri 3.3, ada perbedaan pengaruh teknik relaksasi deep breathing exercise terhadap
perubahan intensitas nyeri pasien pada kelompok kontrol dan perlakuan post operasi laparatomi di RS. Lavalette Kota Malang(p=0,000).

Kata Kunci:deep breathing exercise,nyeri, laparatomi

PENDAHULUAN Pembukaan tubuh ini umumnya dilakukan


Operasi adalah semua tindakan pengobatan dengan membuat sayatan. Setelah bagian yang
yang menggunakan cara invasif dengan membuka akan ditangani ditampilkan dilakukan tindakan
atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. perbaikan yang akan diakhiri dengan penutupan

[Type here]
Indonesian Journal of Nursing Sciences and Practice
(IJNSP)
dan penjahitan luka
(Sjamsuhidajat&Jong,2008).Tindakan operasi pada
umumnya dilakukan oleh tenaga ahli
seperti dokter operasi atau tenaga medis lainya.
Pada operasi juga membutuhkan alat yang steril
agar terhindar dari infeksi.
Laparatomi merupakan salah satu prosedur
pembedahan mayor, dengan melakukan penya-
yatan pada lapisan-lapisan peritonium untuk
mendapatkan bagian organ abdomen yang
mengalami masalah (hemoragi,perforasi,kanker
dan obstruksi). Laparatomi dilakukan pada
kasus-kasus seperti apendikitis, perforasi,
hernia inguinalis, kanker lambung, kanker colon
danrec-

tum, obstruksi usus, inflamasi usus kronis, kolestisitis dan peritonitis (Sjamsuhidajat&Jong, 2008).
Pada saat pembedahaan laparatomi,akan mengeluarkan zat-zat kimia berupa histamine, bradikinin, asetilkolin,
dan substansi P ke jaringan ekstraseluler. Zat-zat kimia ini mempengaruhi reseptor nyeri (nosiseptor) selanjutnya
dihantar ke kordaspinalis. Dalam kordaspinalis zat kimia tersebut dilepaskan sehingga sinyal nyeri berlanjut ke
sistem saraf. Sinyal ini berjalan ke thalamus dan akhimya ke pusat tertinggi(kortek serebral) dalam otak (Smeltzer &
Bare, 2002).
Nyeri setelah pembedahan merupakan hal yang biasa terjadi pada banyak klien yang pernah
mengalami pembedahan (Priharjo,1993).Nyeri setelah pembedahan bila tidak ditangani secara benar
akan menjadi nyeri kronis yang merupakan permasalahan besar dan sulit ditangani, selain itu nyeri
setelah pembedahan yang tidak mendapatkan penanganan dengan tepat juga dapat mengakibatkan
komplikasi. Selain itu penanganan nyeri yang tepat dapat membantu mempersingkat masa rawat inap,
mengurangi biaya rumah sakit dan meningkatkan kepuasan pasien(Garimelia and Cellini,2013).
Pada dasarnya terdapat dua cara menolong pasien untuk mengurangi rasa nyeri, yaitu farmakolgis
dan non farmakologis.Terapi farmakologi meliputi penggunaan opioid (narkotik), nonopioid/NSAIDs (non
steroid antiinflamation drugs), dan adjuvan, serta ko-analgesik sedangkan penatalaksanaan nyeri secara
nonfarmakologis meliputi stimulasi kulit dengan masase kulit, kompres panas dan dingin, stimulasi
syarafelektris transkutan,trans elec-trical nerve stimulation (TENS),stimulasi kognitif dengan distraksi,
imajinasi terbimbing, relaksasi, umpan balik tubuh, sentuhan terapeutik perubahan posisi,imobilisasi dan
pemberian placebo(Tamsuri, 2008).
Penatalaksanaan non farmakologis terdiri dari berbagai tindakan penanganan nyeri berdasarkan stimulasi fisik
maupun perilaku kognitif. Intervensi kognitif meliputi tindakan distraksi, relaksasi, imaginasi terbimbing, umpan balik biologis,
hipnotis dan sentuhan terapeutik. Selain itu stimulasi kulit dapat memberikan efek penurunan nyeri yang efektif. Tindakan non
farmakolgis ini mengalihkan perhatian pasien sehingga pasien terfokus pada stimulasi taktil dan mengabaikan sensasi nyeri,
pada akhirnya dapat menurunkan persepsinyeri (Tamsuri, 2012).
Salah satu tindakan non farmakologis untuk mengurangi nyeri adalah latihan nafas dalam(deep breathing exercise) yang merupakan

[Type here]
Indonesian Journal of Nursing Sciences and Practice
(IJNSP)
metode efektifmengurangirasa nyeri terutama pada klien yang mengalami nyeriakut maupun kronis.Rileks sempurna yang dapat mengurangi
ketegangan otot, rasa jenuh, kecemasan sehingga mencegah stimulasi nyeri (Kusyanti,2006).Prosedur nafas dalam yaitu menganjurkan pasien
untuk duduk, menarik nafas dalam dengan pelan, menahan beberapa detik, kemudian melepaskan (meniup lewat bibir) dan menghembuskan
udara untuk merasakan relaksasi.
Di Amerika Serikat angka pembedahan laparatomi meningkat sebesar 50% dalam sepuluh tahun terakhir, yakni pada tahun
2006 sebesar 31,1%. Antara tahun 2003-2010 terdapat peningkatan jumlah pembedahan laparatomy sebanyak 37,5% di seluruh
negeri dari 16.000 menjadi 60.000 operasi(WHO, 2010).Survey Departemen Kesehatan RI didapatkan bahwa kasus laparatomi
meningkat dari 162 pada tahun 2005, menjadi 983 kasus pada tahun 2006, dan 1.281 kasus pada tahun 2007. Hal ini
menunjukan bahwa tindakan laparatomi semakin tahun semakin meningkat.
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Deep Breathing Exercise (DBE) terhadap tingkat intensitas
nyeri pada pasien post operasi laparatomi di RS.Lavalette Kota Malang.

pISSN 2301-4024 eISSN 2442-6873

Hamarno dkk., Deep Breathing Exercise (DBE) dan Tingkat Intensitas Nyeri pada Pasien Post Operasi Laparotomi

METODE PENELITIAN
Desain penelitian ini menggunakan desain penelitian Quasi Eksperimen. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
semua pasien post operasi laparatomi di RS.Lavalette Kota Malang sebanyak 34 responden yang terdiri dari 17 responden
kelompok perlakukan dan 17 responden lainnya kelompok kontrol.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah pasien post operasi laparatomi, bersedia menjadi responden,
mengalami nyeri maksimal pada skala 6, pasien komunikatif dan sadar penuh. Sedangkan kriteria eksklusinya
adalah nyeri yang tidak dapat diatasi dengan terapi farmakologis (nyeri berat), pasien tidak kooperatif dan menolak
partisipasi. Teknik pengambilan sampling yang digunakan dalm penelitian ini adalah non probability sampling
dengan teknik purposive sampling. Variabel bebas penelitian adalah deep breathing exercise dan variabel terikatnya
adalah nyeri. Penelitian dilaksanakan di RS.Lavalatte Malang pada tanggal 23 Mei-18 Juni 2016.Teknik
pengumpulan data dengan wawancara dan observasi skala nyeri dengan menggunakan skala Numerical Rating
Scale (NRS), respon tubuh, perilaku dan kemampuan responden dalam berkomunikasi. Analisis univariat dilakukan
terhadap setiap variabel dari hasil penelitian. Data intensitas nyeri dilakukan klasifikasi skor 0-10 dengan kriteria
tidak nyeri hingga nyeri sangat berat. Analisis bivariat dengan menggunakan Mann Whitney U-Test.

HASIL PENELITIAN
Karakteristik responden berdasarkan umur didapatkan bahwa sebagian besar responden berusia 31-50 tahun,
sebanyak 50% ber-pendidikan Perguruan Tinggi dan sebagian besar menjalani belum pernah menjalani operasi

[Type here]
Indonesian Journal of Nursing Sciences and Practice
(IJNSP)
laparotomi.Karakteristik responden berdasar-kan umur, pendidikan dan jenis tindakan operasi dapat ditunjukkan
pada Gambar 1-3.

PISSN 2301-4024 eISSN 2442-6873

[Type here]
Indonesian Journal of Nursing Sciences and Practice
(IJNSP)

Gambar 1.Distribusi Frekuensi


Responden Berdasarkan Umur Responden

Gambar 2.Distribusi Frekuensi Responden


Berdasarkan Pendidikan

Gambar 3. Distribusi Frekuensi Responden


Berdasarkan Tindakan Operasi

[Type here]
Indonesian Journal of Nursing Sciences and Practice
(IJNSP)

JURNAL KEPERAWATAN TERAPAN,VOLUME 3,NO.1,MARET 2017:31-41

Tabel 1.Rerata Observasi Skala Nyeri pada Responden Pasca


Operasi SC, Ca cervix, Mioma uteri, Ca ovarium dan Cysta
ovarium
Tabel 3. Rerata Observasi Skala Nyeri pada
Responden Kelompok Perlakuan
Jenis operasi Harike(pre) Hari ke-
(post) Jenis Operasi Harike-(pre)
Penurunan Skala Nyeri Hari ke-(post)
1 2 3 1 2 3 Penurunan skala nyeri
SC 5.0 4.6 4.0 4.8 4.6 3.6 12 3 1 23
Ca cervix 5.0 4.5 3.75 5.0 4.0 3.75 SC 5.5 5.12 4.91 3.87 3.5 2.75

Mioma Uteri 5.66 4.66 4.66 5.66 4.66 4.66 Ca cervix 5.0 5.0 4.0 4.5 4.0 2.5

Ca ovarium 4.0 4.0 3.0 4.0 3.0 3.0 Mioma uteri 5.4 5.2 3.8 3.8 3.4 2.6
Cysta ovarium 4.5 4.25 3.75 4.5 4.0 3.75 3.0 3.0
Cysta ovarium 5.0 4.5 4.5
3.0
Tabel 2.Rerata Observasi Skala Nyeri pada
Semua Responden Kelompok Kontrol
Tabel 4. Rerata Observasi Skala Nyeri pada Semua
Hari ke-(pre) Hari ke-(post)1 2 Responden Kelompok Perlakuan
3 1 2 24.92 4.47 3.94
4.88 4.23 3.82

[Type here]
Indonesian Journal of Nursing Sciences and Practice
(IJNSP)
Hari ri ke-
e(pre) 1 ost)
1 3 (p
2 Ha 3
5.47 4.05 2
5.11 3.82 2.7
3.47

Tabel 5.Hasil Rerata Observasi Skala Nyeri Semua Responden yang Operasi Laparatomi
Sebelum dan Sesudah Pemberian Latihan Deep Breathing Exercise

Signifikansi
R erata
Kelompok uji Kesimpulan
Pre Post Mann Whitney
P value <a0.05
Kontrol 4.44 4.29 yang
0.000
Perlakuan 4.88 3.32 berarti Ho di
tolak

Karakteristik responden berdasarkan umur diketahui sebanyak 32.3% berusia 31-40 dan 51-60 tahun. Berdasarkan Gambar
2 diketahui bahwa responden terbanyak berpendidikan Perguruan tinggi yaitu sebesar 50%. Tindakan Operasi responden yang
paling banyak adalah Tindakan Operasi SC sebesar 38,2% dan diketahui bahwa responden belum pernah menjalani operasi
sebelumnya, sedangkan berdasarkan suku semua responden berasal dari suku Jawa.
Berdasarkan Tabel 1, responden mengalami penurunan nyeri pada operasi SC. Dari skala nyeri sedang 5,0 menjadi skala nyeri sedang 3,6
skala nyeri menurun 1,4.Responden mengalami penurunan nyeri dalamrentang tetap nyeri sedang. Sebelum dan sesudah tanpa diberikan deep
breathing exercise dalam observasi hari ke-1, hari ke-2,harike-3.

[Type here]
Indonesian Journal of Nursing Sciences and Practice
(IJNSP)

Tabel 1,responden mengalami penurunan nyeri pada operasi Ca cervix. Dari skala nyeri sedang 5,0
menjadi skala nyeri sedang 3,75 skala nyeri turun 1,25. Responden mengalami penurunan nyeri tetap
dalam rentang nyeri sedang. Sebelum dan sesudah yang tidak diberikan deep breathing exercise dalam
observasi hari ke-1,hari ke-2,hari ke-3.
Responden yang mengalami penurunan nyeri pada operasi Mioma uteri, dari skala nyeri sedang 5,66 menjadi skala nyeri
sedang 4,66 skala nyeri turun 1,00. Responden mengalami penurunan nyeri tetap dalam rentang nyeri sedang. Sebelum dan
sesudah yang tidak diberikan deep breathing exercise dalam observasi hari ke-1,hari ke-2,hari ke-3.
Responden yang mengalami penurunan nyeri pada operasi Ca Ovarium, dari skala nyeri

pISSN 2301-4024 eISSN 2442-6873

[Type here]
Indonesian Journal of Nursing Sciences and Practice
(IJNSP)
Hamarno dkk., Deep Breathing Exercise (DBE) dan Tingkat Intensitas Nyeri pada Pasien Post Operasi Laparotomi

sedang 4,00 menjadi skala nyeri sedang 3,00 skala nyeri turun 1,00.Responden mengalami penurunan nyeri tetap dalam rentang
nyeri sedang. Sebelum dan sesudah yang tidak diberikan deep breathing exercise dalam observasi hari ke-1,hari ke-2,hari ke-3.
Responden yang mengalami penurunan nyeri pada operasi Cysta ovarium. Dari skala nyeri sedang 4,50 menjadi skala nyeri
sedang 3,75 skala nyeri turun 1,25.Responden mengalami penurunan nyeri tetap dalam rentang nyeri sedang. Sebelum dan
sesudah yang tidak diberikan deep breathing exercise dalam observasi hari ke-1,hari ke-2,hari ke-3.
Berdasarkan Tabel 2,rerata observasi skala nyeri pada semua responden pada kelompok kontrol, dari skala nyeri sedang
4,92 menjadi skala nyeri sedang 3,82 skala nyeri turun 0,47. Responden mengalami penurunan nyeri tetap dalam rentang nyeri
sedang. Sebelum dan sesudah yang tidak diberikan deepbreathing exercise dalam observasi hari ke-1, hari ke-2, harike-3.
Rerata observasi skala nyeri pada responden kelompok perlakuan ditunjukkan pada Tabel 3, didapatkan
responden mengalami penurunan tingkat nyeri sebelum dan sesudah di berikan deep breathing exercise. Observasi
hari ke-1, hari ke-2, hari-3 responden mengalami penurunan tingkat nyeri yang signifikan dari skala sedang 5,5
menjadi skala ringan 2,75 skala nyeri menurun 2,25 pada operasi SC.
Penurunan tingkat nyeri sebelumdan sesudah di berikan deep breathing exercise pada operasi Ca cervix, pada observasi
hari ke-1, hari ke-2, hari-3 responden mengalami penurunan tingkat nyeri yang signifikan dari skala sedang 5,00 menjadi skala
ringan 2,5 skala nyeri menurun 0,56.
Penurunan tingkat nyeri sebelum dan sesudah di berikan deep breathing exercise pada operasi
Mioma uteri, pada observasi hari ke-1, hari ke-2, hari-3 responden mengalami

pISSN 2301-4024 eISSN 2442-6873

[Type here]
Indonesian Journal of Nursing Sciences and Practice
(IJNSP)

penurunan tingkat nyeri yang signifikan dari skala sedang 5,4 menjadi skala ringan 2,6 skala nyeri menurun 2,8.
Penurunan tingkat nyeri sebelum dan sesudah di berikan deep breathing exercise. pada operasi Cysta ovarium,
diketahui pada observasi hari ke-1, hari ke-2, hari-3 responden mengalamipenurunan tingkatnyeri yang signifikan
dari skala sedang 5,00 menjadi skala ringan 3,00 skala nyeri menurun 2,00.
Penurunan tingkat nyeri sebelum dan sesudah di berikan deep breathing exercise pada kelompok
perlakuan didapatkan pada observasi hari ke-1,harike-2,hari-3 responden mengalami penurunan tingkat
nyeri yang signifikan dari skala sedang 5,47 menjadi skala ringan 2,70 skala nyeri menurun 2,77(Tabel 4).
Berdasarkan Tabel 5,diketahui hasil uji statistik Mann-Witnhey dengan tingkat kemaknaanα=0,05
didapatkan nilai signifikan sebesar P=0,000 yang berarti Ho ditolak dan Hl diterima artinya ada perbedaan
yang signifikan berkurangnya skala nyeri pada kelompok perlakuan yang mendapatkan latihan deep
breathing exercise dan kelompok kontrol yang tidak mendapatkan latihan deep breathing exercise.

PEMBAHASAN
Distribusi nyeri yang dialami responden pada kelompok kontrol sebelum dilakukan perlakuan
(sebelum perlakuan) rata-rata adalah nyeri sedang yaitu sebanyak 100% dan sesudah istirahat biasa
(tanpa perlakuan) sebagian besar adalah responden yang mengalami nyeri sedang sebesar 94%. Tingkat
nyeri responden (pre) rata-rata skala nyeri4,44 dan responden(post) rata-rata 4,29 skala nyeri menurun
0,15.
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa pada kelompok kontrol, kelompok yang tidak mendapatkan terapi teknik Relaksasi
Nafas Dalam terdapat beberapa responden yang mengalami penurunan nyeri. Kondisi ini

disebabkan terdapat banyak faktor yang mempengaruhi penurunannyeri seseorang,antara lain yaitu
pengalaman, karena pada umumnya orang yang sering mengalami nyeri dalam hidupnya cenderung
mengantisipasi terjadinya nyeri yang lebih hebat(Taylor,2000),kemudian ansietas, karena kecemasan
pasien menyebabkan menurunnya kadar serotonin. Serotonin merupakan neurotransmitter yang memiliki
andil dalam memodulasi nyeri pada susunan saraf pusat (Lee Mone, 1999) dan menyebabkan neuron-
neuron lokal medulla spinalis mensekresi enkefalin, karena enkefalin dianggap dapat menimbulkan
hambatan presipnatik dan postsinaptik pada serabut-serabut nyeritipe C, jadi sistem analgetik ini dapat
memblok sinyal nyeri yang akan masuk ke medulla spinalis (Guyton, 2005).
Pada kelompok kontrol, dapat diartikan bahwa ada penurunan intensitas nyeri sedikit tetapi tetap
dalam rentang nyeri skala sedang. Hal ini dikarenakan pada hari pertama(24 jam setelah operasi),luka
post operasi masih dalam fase inflamasi, dimana fase inflamasi berlangsung sampai 5 hari post operasi
dan pasien masih berada dalam kondisi merasakan nyeri. Karena banyak permasalahan dalam
penyembuhan luka, seperti waktu penyembuhan yang lama, terutama bila terjadi penyembuhan secara
skunder. Nyeri menjadi stressor yang memicu timbulnya gejala klinis patatologi,memicu modulasi respon
imun, sehingga menyebabkan penurunan sistem imun yang berakibat pemanjangan waktu penyembuhan
luka.
Pasien yang tidak mendapatkan perlakuan relaksasi deep breathing exercise masih berpusat pada rasa nyeri dan
ketidaknyamanan terhadap nyeri yang dirasakan. Sehingga dalam waktu±10 menit post operasi tanpa perlakuan relaksasi deep
breathing exercise (istirahat), nyeri tersebut tidak mengalami penurunan.Pada kelompok kontrol peneliti hanya memberikan
motivasi kepada responden untuk menghadapi

[Type here]
Indonesian Journal of Nursing Sciences and Practice
(IJNSP)

rasa nyeri yang dirasakan dengan bersikap positif, yaitu dengan menenangkandiri sendiri serta berdoa
kepada Tuhan agar diberikan kekuatan dalam menghadapi rasa nyeri yang dirasakan.
Distribusi nyeri yang dialami responden pada kelompok eksperimen sebelum dilakukan terapi (sebelum
perlakuan) rata-rata dalam 3 kali observasi adalah nyeri sedang seluruhnya 100% dan sesudah menerima terapi
(sesudah perlakuan) sebagian besar adalah nyeri ringan sebesar 58,82%. Tingkat nyeri pasien sebelum dilakukan
teknik relaksasinapas dalam(pre-test) rata-rata skala 4,8 dan setelah dilakukan teknik relaksasi napas dalam (post
test)rata-rata 3,3. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi perubahan tingkat nyeri sebelum dan setelah
diberikan teknik relaksasi napas dalam seperti yang diharapkan.
Menurut Smeltzer dan Bare(2002) teknik nafas dalam dapat mengendalikan nyeri dengan
meminimalkan aktifitas simpatik sistem saraf otonom klien, meningkatkan aktifitas komponen saraf
parasimpatik vegetatif secara stimultan. Teknik tersebut dapat mengurangi sensasi nyeri dan mengontrol
intensitas reaksi klien terhadap rasa nyeri. Tehnik relaksasi napas dalam dapat mengatasi nyeri
berdasarkan teori bahwa aktivasi retikuler menghambat stimulus nyeri, jika seseorang menerima input
sensori yang ber-lebihan dapat menyebabkan terhambatnya impuls nyeri ke otak (nyeri berkurang atau
tidak dirasakan oleh klien). Stimulus yang menye-nangkan dari luar juga dapat merangsang sekresi
endorfin,sehingga stimulus nyeri yang dirasakan oleh klien menjadi berkurang. Peredaan nyeri secara
umum berhubungan langsung dengan partisipasi aktifindividu.
Teknik relaksasi napas dalam dapat mengatasi nyeri berdasarkan teori aktivasi retikuler, yaitu menghambat
stimulus nyeri ketika seseorang menerima masukan sensori yang cukup atau berlebihan, sehingga menyebabkan

pISSN 2301-4024 eISSN 2442-6873

[Type here]
Indonesian Journal of Nursing Sciences and Practice
(IJNSP)

Hamarno dkk., Deep Breathing Exercise (DBE) dan Tingkat Intensitas Nyeri pada Pasien Post Operasi Laparotomi

terhambatnya impuls nyeri ke otak (nyeri berkurang atau ketegangan otot, mual dan muntah, dan lain-
tidak dirasakanoleh klien).Stimu-lus sensori yang lainya.Sedangkan prilaku yang tampak
menyenangkan akan merangsang sekresi
endorfin,sehingga stimulus nyeri yang dirasakan oleh pISSN 2301-4024 eISSN 2442-6873
klien menjadi berkurang.Teknik relaksasi napas dalam
bekerja memberi pengaruh paling baik untuk jangka
waktu yang singkat, untuk mengatasi nyeri intensifhanya
berlangsung beberapa menit, misalnya selama
pelaksanaan prosedur invasif atau saat menunggu kerja
analgesik(Tamsuri,2007).
Menurut Maslow(dikutip dalam Perry dan
Potter, 2005), kebutuhan rasa nyaman
merupakan kebutuhan dasar setelah
kebutuhan fisiologis yang harus
terpenuhi.Seseorang yang mengalami nyeri
akan berdampak pada aktivitas sehari-harinya.
Orang tersebut akan terganggu pemenuhan
kebutuhan istirahat dan tidurnya, pemenuhan
individual, juga aspek interaksi sosialnya yang
dapat berupa menghindari percakapan,
menarik diri, dan menghindari kontak. Selain
itu, seseorang yang mengalami nyeri hebat
akan berkelanjutan, apabila tidak ditangani
pada akhirnya dapat mengakibatkan syok
neurogenik pada orang tersebut.Sehingga
diperlukan manajemen nyeri yang handal
dalam mengatasi nyeri yang bersifat efektif dan
efisien (Ganong,2002).
Setiap individu pernah mengalami nyeri dalam
tingkatan tertentu.Nyeri bersifat subyektif dantidak
ada individu yang mengalami nyeri yang sama.
Nyeri merupakan sensasi ketidak-nyamanan, jika
seseorang terpapar dengan nyeri, maka respon
fisiologis tubuh yang timbul antara lain: peningkatan
frekuensi pernapasan untuk menyediakan oksigen
yang lebih banyak, peningkatan denyut jantung
untuk transpor oksigen lebih besar kedalam jaringan
tubuh, vasokontriksi perifer sehingga tekanan darah
meningkat untuk memindahkan suplai darah dari
perifer keorgan viseral, otot, dan otak. Peningkatan
[Type here]
Indonesian Journal of Nursing Sciences and Practice
(IJNSP)
penyembuhan. Pada operasi SC terdapat 7 lapisan
yaitu lapisan kulit, lemak,otot, fasia,peritoneum, uterus
berupa meringis, menangis, menjerit dan lainnya dan endometrium. Lapisan tersebut dijahit satu lapis
(Tamsuri,2007). demi satu lapis menggunakan beberapa macam
Begitu juga nyeri yang dirasakan klien benang jahit. Karena luka SC tergolongluas dan
bedah meningkat seiring dengan berkurangnya dalam,hasil jahitan lapis demi lapis mengakibatkan
pengaruh anastesi. Klien lebih menyadari munculnya rasa nyeri yang sangat menganggu dan
lingkungannya dan lebih sensitif terhadap rasa membuat tidak nyaman bila digunakan untuk
nyaman. Area insisi mungkin menjadi satu- mobilisasi (Kasdu,2003).
satunya sumber nyeri. Secara signifikan, nyeri Nyeri pada pasien pasca operasi merupakan nyeri
dapat memperlambat pemulihan. Nyeri akut akut yang belum banyak di mengerti dan tidak selalu
dapat menyebabkan denyut jantung, tekanan dikelola dengan baik. Nyeri akibat operasi ini tidak
darah dan frekuensipernapasan meningkat hanya memiliki komponen sensori berhubungan
(Pot-ter dan Perry, 2005). Observasi skala dengan rusaknya jaringan, tetapi juga dipengaruhi
nyeri pada 17 responden pada kelompok oleh komponen psikososial daripasien. Rasa nyeri
perlakuan terdapat 8 responden dengan jenis timbul bila ada jaringan rusak dan hal ini akan
tindakan operasi sectio caesarea. Teknik insisi menyebabkan individu bereaksi dengan cara
pada operasi SC dilakukan dengan teknik memindahkan stimulus nyeri. Stimulus nyeri dapat
panenstyle (sayatan melintang) dengan berupa stimu-lus yang bersifat fisik dan mental,
panjang insisi±10-12 cm(Syamsuhidajat & Wim sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan
De Jong,2008). Responden post operasi SC aktual pada fungsi-fungsi ego seseorang individu
mengalami nyeri disekitar incisi karena tubuh
mengalami luka dan dalam proses

JURNAL KEPERAWATAN TERAPAN,VOLUME 3,NO.1,MARET 2017:31-41

Apabila seseorang yang mengalami nyeri maka perilakunya akan berubah. Nyeri merupakan tanda peringatan
bahwa terjadi kerusakan jaringan, pertimbangan pertama keperawatan saat mengkajinyeri(Smeltzer,S.C &Bare,B.G,
2002).
Nyeri tertinggi dari tindakan operasi SC adalah nyeri berskala 6. Rerata dari 8 responden mengatakan
nyeri sedang dengan skala nyeri 5,5 sebelum diberikan tindakan DBE hari pertama. Setelah diberikan
DBE nyeri responden berkurang menjadi 3,87 skala nyeri menurun 1,63 tetapi masih dalam rentang skala
nyeri sedang, karena rerata responden baru pertama kali menerapkan latihan DBE. Observasi hari ke-2
didapatkan nyeri sebelum diberikan latihan DBE rerata nyeri responden 5,12 dalam rentang skala nyeri
sedang. Setelah diberikan latihan DBE nyeri responden berkurang menjadi 3,5 skala nyeri menurun 1,62
nyeri berkurang dari nyeri sedang menjadi nyeri ringan.Obervasi hari ke-3 didapatkan nyeri responden
sebelum diberikan DBE rata-rata nyeri responden sebesar 4,12 dalam rentang nyeri sedang, setelah
responden diberikan latihan BDE nyeri respoden berkurang menjadi skala 2,75 skala nyeri menurun 1,37
nyeri berkurang dari skala nyeri sedang menjadi skala nyeri ringan. Karena responden sudah bisa
melakukan latihan DBE dengan baik. Responden mengatakan bisa memanajemen nyeri apabila nyeri
kambuh.
Dari 17 responden terdapat 9 responden masing-masing dengan tindakan operasi histerektomi
sejumlah 7 responden dan kistektomi 2 responden, secara umum teknik insisi pada histerektomi dan

[Type here]
Indonesian Journal of Nursing Sciences and Practice
(IJNSP)
kistektomi dilakukan dengan teknik infracial modifikasi (middle incisi atau panenstyle) dengan panjang
sayatan 8-10 cm tergantung besar kecilnya tumor atau kista ovarium(Syamsuhidajat & Wim De
Jong,2008). Nyeri post operasi histerektomi disebabkan oleh trauma pada dinding abdominal, mulai dari
insisi

[Type here]
Indonesian Journal of Nursing Sciences and Practice
(IJNSP)

pada cutis, fasia dan otot. Hal ini dapat pula disebabkan oleh panjang insisi dan efek tarikan abdomen yang digunakan untuk
mengekspose intra abdominal (Hidayat, dkk. 2015). Observasi nyeri dari tindakan operasi Ca Cervix di didapatkan nyeri sebelum
diberikan latihan DBE nyeri responden berskala 5,00 setelah responden diberikan latihan DBE nyeri responden berkurang
menjadi skala 2,5 skala nyeri menurun sebesar 2,5 dalam rentang nyeri ringan. Untuk tindakan operasi mioma uteri nyeri
responden sebelum tindakan latihan DBE rata-rata nyeri responden sebesar 5,4 dalam rentang nyeri sedang, setalah responden
diberikan latihan DBE nyeri responden berkurang menjadi skala 2,6 nyeri menurun sebesar 2,8 dalam rentang nyeri ringan. Untuk
tindakan operasi Cista Ovarium nyeri sebelum diberikan tindakan DBE rata-rata nyeri responden sebesar 5,0 dalam rentang nyeri
sedang,setelah responden mendapatkan latihan DBE nyeri responden berkurang menjadi skala 3,0 nyeri menurun sebesar 2,0
dalam rentang nyeriringan.
Faktor turun nya skala nyeri responden karena responden bisa memanajemen nyeri dengan cara
nonfamakologi dengan cara latihan DBE.Faktor lain yang mempengaruhi intensitas nyeri, salah satunya adalah usia.
Pada hasil penelitian responden dengan intensitas nyeri 6 berada pada rentang usia 31-60 tahun. Potter & Perry
(2005) menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara nyeri dengan seiring bertambahnya usia, yaitu pada tingkat
perkembangan. Pada orang dewasa lebih bisa mengungkapkan nyeri bila timbul rasa nyeri, sedangkan pada orang
yang sudah lanjut usia cenderung memendam rasa nyeri karena menganggap nyeri adalah alamiah yang harus
dijalani dan takut kalau mengalami nyeri bila diperiksakan akan diketahui terjadi penyakit berat. Semakin cukup
umur seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih

pISSN 2301-4024 eISSN 2442-6873

Hamarno dkk., Deep Breathing Exercise (DBE) dan Tingkat Intensitas Nyeri pada Pasien Post Operasi Laparotomi

dewasa lebih dipercaya daripada yang lebih muda, hal ini karena berhubungan dengan pengalaman dan kematangan jiwa. Pada
usia dewasa madya lebih mempunyai pengalaman daripada dewasa awal sehingga dewasa madya lebih cepat beradaptasi
dengan lingkungan yang baru, dengan mudahnya beradaptasi dengan lingkungan akan mempengaruhi respons pasien terhadap
tingkat kecemasan, dimana kecemasan ini berbanding lurus dengan intensitas nyeri.
Faktor lain yang mempengaruhi intensitas nyeri,salah satunya adalah kebudayaan. Respon nyeri yang dirasakan pasien itu
berbeda-beda karena dipengaruhi oleh kebudayaan dan pengalaman terdahulu. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa
semua responden berkebudayaan suku jawa 17 orang (100%). Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu
mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana
bereaksi terhadap nyeri(Calvillo dan Flaskerud, 1991). Ada perbedaan makna dan sikap yang dikaitkan dengan nyeri diberbagai
kelompok budaya. Suatu pemahaman tentang nyeri dari segi makna budaya akan membantu perawat dalam merancang asuhan
keperawatan yang relevan untuk klien yang mengalami nyeri (Potter dan Perry,2005).
Faktor lain yang mempengaruhi nyeri adalah pengalaman terdahulu, dari hasil penelitian didapatkan
bahwa 5 orang (29,41%) pernah melakukan operasi sebelumnya dan operasi kali ini merupakan operasi
ke-2 baginya, dan 12 orang (70,59%) belum pernah melakukan operasi apapun. Pengalaman nyeri
sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada
masa yang akan datang. Apabila individu sejak lama sering mengalami serangkaian episode nyeri tanpa
pernah sembuh atau menderita nyeri yang sedang, maka ansietas atau bahkan rasa takut dapat

[Type here]
Indonesian Journal of Nursing Sciences and Practice
(IJNSP)
PISSN 2301-4024 eISSN 2442-6873

[Type here]
Indonesian Journal of Nursing Sciences and Practice
(IJNSP)

muncul. Sebaliknya, apabila individu mengalami nyeri, dengan jenis yang sama berulang-ulang, tetapi kemudian nyeri tersebut
dengan berhasil dihilangkan, akan lebih mudah bagi individu tersebut mengintrepetasikan sensasi nyeri. Akibatnya, klien akan
lebih siap untuk melakukan tindakan-tindakan yag diperlukan untuk menghilangkan nyeri.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasien nyeri post operasi laparatomi yang diberikan latihan
relaksasi deepbreathing ex-ercise selama tiga kali dengan durasi setiap latihan ± 10 menit
memperlihatkan adanya perbedaan yang bermakna rata-rata intensitas nyeri kepala sebelum dan
sesudah latihan DBE (p=0,000;α=0,05). Pada kelompok kontrol, walaupun tidak dilakukan latihan DBE
tetapi terjadi penurunan intensitas nyeri post op laparatomi. Namun demikian jika dilihat dari perbedaan
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol menunjukkan nilai yang signifikan. Selisih rata-rata intensitas
nyeri post operasi laparatomi setelah dilakukan DBE berbeda secara signifikan antara kelompok
perlakuan dengan kelompok kontrol (nilai p=0,000;α=0,05).Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam
penelitian ini, terlihat bahwa latihan DBE mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penurunan
intensitas nyeri post operasi laparatomi.
Menurut Potter dan Perry(2005) seorang klien yang sedang merasakan nyeri, tidak dapat membedakan
komponen-komponen tersebut. Akan tetapi, dengan memahami setiap komponen, perawat akan terbantu dalam
mengenali faktor-faktor yang dapat menimbulkan nyeri,gejala yang menyertai nyeri, dan rasional serta kerja terapi
yang dipilih. Respon nyeri yang dirasakan oleh setiap pasien berbeda-beda sehingga perlu dilakukan eksplorasi
untuk menentukan nilainyeri tersebut.Menurut Hidayat (2009) nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak
menenangkan bersifat sangat

subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang
dapat menjelaskan atau mengevaluasi yang dialaminya.
Menurut Smeltzer dan Bare (2002) ada beberapa terapi non farmakologis,salah satunya adalah teknik
deep breathing exercise. memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain pada nyeri, dapat menjadi
strategi yang sangat berhasil dan mungkin merupakan mekanisme yang bertanggung jawab terhadap
teknik kognitifefektiflainnya. Deep breathing exercise dapat menurunkan persepsi nyeri dengan
menstimulasi sistem kontrol desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang ditransmisikan
ke otak. Keefektifan distraksi tergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan membangitkan
input sensori selain nyeri.Pereda nyeri secara umummeningkat dalam hubungan langsung dengan
pertisipasi aktif individu. Karenanya, stimulasi penglihatan, pendengaran dan sentuhan mungkin akan
lebih efektif dalam menurunkan nyeri dibanding satu indera saja.
Smeltzer dan Bare (2002), relaksasi otot skletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan
merilekskan ketegangan otot yang menunjang nyeri. Dengan merelaksasikan otot-otot skeletal yang
mengalami spasme yang disebabkan oleh peningkatan prostaglandin,sehingga terjadi vasodilatasi
pembuluh darah dan akan meningkatkan aliran darah ke daerah yang mengalami spasme dan iskemik.
Teknik relaksasi deep breathing exercise mampu merangsang tubuh untuk melepaskan opioid
endogen yaitu endorphin dan enkefalin. Pernyataan lain menyatakan bahwa penurunan nyeri oleh teknik
relaksasi nafas dalam disebabkan ketika seseorang melakukan relaksasi nafas dalam untuk
mengendalikan nyeri yang dirasakan, maka tubuh akan meningkatkan komponen sarafparasimpatik
[Type here]
Indonesian Journal of Nursing Sciences and Practice
(IJNSP)
secara stimulan, hal ini menyebabkan terjadinya penurunan kadar

[Type here]
Indonesian Journal of Nursing Sciences and Practice
(IJNSP)

hormon kortisol dan adrenalin dalam tubuh, yang mempengaruhi tingkat stress seseorang sehingga dapat meningkatkan
konsentrasi dan membuat klien merasa tenang untuk mengatur ritme pernafasan menjadi teratur. Hal ini akan mendorong
terjadinya peningkatan kadar PaCO2 dan akan menurunkan kadar pH sehingga terjadi peningkatan kadar oksigen (O2) dalam
darah(Handerson,2005).
Menurut peneliti ada perbedaan intensitas nyeri antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol
yang dilakukan teknik deep breathing exercise dengan yang tidak dilakukan teknik relaksasi deep
breathing exercise.Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri pada kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol sebagian besar bernilai sama dari usia, pengalaman nyeri,terapi obat (analgesik) yang diberikan,
dukungan sosial, dan suku budaya responden. Sehingga hal ini ada perbedaan yang signifikan antara
penurunan nyeri pada kedua kelompok. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah belum
menyeimbangkan jumlah responden berdasarkan diagnosa medis, belum menyeimbangkan jumlah
responden berdasarkan tindakan operasi, belum sepenuhnya menyamakan jumlah responden
berdasarkan diagnosa medis maupun tindakan operasi, belum menyamakan tempat penelitian, tempat
dalam penelitian ini masih berbeda-beda.

PENUTUP
Kesimpulan penelitian ini adalah 1) tingkat nyeri responden sebelum perlakuan pada kelompok kontrol rata-rata sebesar
4,44 dalam rentang nyeri sedang, 2) tingkat nyeri responden sesudah pada kelompok kontrol tanpa pemberian teknik DBE rata-
rata 4,29 dalam rentang nyeri sedang, 3) tingkat nyeri sebelum perlakuan pada kelompok perlakuan rata-rata sebesar 4,88 dalam
rentang nyeri sedang,4) tingkat nyeri responden sesudah perlakuan pada kelompok perlakuan rata-rata sebesar 3,32

pISSN 2301-4024 eISSN 2442-6873

Hamarno dkk., Deep Breathing Exercise (DBE) dan Tingkat Intensitas Nyeri pada Pasien Post Operasi Laparotomi

[Type here]
JURNAL KEPERAWATAN TERAPAN,VOLUME 3,NO.1,MARET 2017:31-41

dalam rentang nyeri ringan, 5) ada penurunan tingkat nyeri pada kelompok kontrol, dari skala nyeri 4,44 menjadi4,29 tetap dalamrentang nyeri
sedang, 6) ada penurunan tingkat nyeri yang signifikan pada kelompok eksperimen, 7) ada perbedaan intensitas nyeri pada pasien post operasi
laparatomi antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan (p=0,000).
Saran dari penelitian ini adalah 1) bagi Pelayanan Kesehatan menyarankan agar teknik relaksasi DBE dapat diberikan
oleh perawat sebagai tindakan non farmakologis yang lain.Perawat dapat memandirikan pasien yang mengalami nyeri
dengan diberikan deep breath-ing exercise, sehingga pasien tidak bergantung kepada pengobatan medis saja, 2) bagi
Institusi Pendidikan sebagai bahan literatur dan referensi dibidang keperawatan yang membahas mengenai relaksasi
deep breathing exercise untuk menurunkan skala nyeri, namun masih minimnya penerapan secara langsung pada pasien
post operasi.Sehingga, peneliti menyarankan agar penelitian ini dapat dijadikan referensi sebagai terapi non farmakologi
untuk menurunkan skala nyeri pasien post operasi, 3) bagi Peneliti selanyutnya dapat mengubah beberapa metode
penelitian.

DAFTAR PUSTAKA
Alimul, A. 2002. Buku Saku Pratikum Kebutuhan Dasar Manusia.Jakarta:EGC
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.Jakarta:PT.Rineka Cipta
Aziz,Alimul.2007.Metode Penelitian.Jakarta:Salemba Medika.
Azis,Alimul 2010. Riset Keperawatan &Teknik Penulisan Ilmiah.Edisi I. Jakarta:Salemba Medika Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah.Jakarta:EGC
Garimella,V.,&Cellini,C.(2013).Postoperative Pain Control. Clinics in Colon and Rectal Surgery, 26(3),191-196.http://doi.org/10.1055/s-0033-1351138
Hidayat,A. Aziz Alimul. 2008.Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta:Salemba Medika.

pISSN 2301-4024 eISSN 2442-6873


JURNAL KEPERAWATAN TERAPAN,VOLUME 3,NO.1,MARET 2017:31-41

Hidayat, Gandamihardja & Krisnadi.2015. Perbandingan Luaran dan Komplikasi Operasi Histeektomi Radikal Perlaparaskopi dengan Histerektomi
Radikal Perlaparatomi Pada Karsinoma Serviks Uteri Stadium Awal. Bandung:Dep./SMF Obstetri dan Ginekologi fakultas Kedokteran Unpad.
Jitowiyono, S. 2010. Asuhan Keperawatan Post Operasi.Jogyakarta:Yuna Medika
Kasdu.2003.Operasi Caesar Masalah dan solusinya. Jakarta:Puspa swara
Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan.Jakarta:PT.Rineka Cipta.
Nursalam, 2001. Konsep &Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Jakarta:Salemba Medika
Nursalam,2003.Konsep &Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta:Salemba Medika.
Nursalam,2008. Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Edisi 2.Jakarta: Salemba Medika.
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental keperawatan Konsep,Proses dan Praktik.Alih Bahasa:Yasmin Asih dkk.Edisi 4 Volume 1.Jakarta: BGC
Potter and Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan:Konsep,Proses dan Praktek,Volume 2,Edisi 4,Jakarta:EGC
Priharjo,R. 1993. Perawatan Nyeri Pemenuhan Aktivitas Istirahat Pasien.Jakarta:EGC
Sjamsuhidayat & Jong, 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta:EGC
Sjamsuhidayat & Jong, 2008. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta:EGC
Sjamsuhidayat, R dan Jong, W.2008. Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta:EGC
Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart “Text Book Of Medical Surgical Nursing". Alih Bahasa: Agung
Waluyo.Dkk Ed.8.Cetakan 1.Jakarta: BGC
Tamsuri,A. 2007.Konsep & Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta:EGC
Tamsuri,A.2008.Konsep &Penatalaksanaan Nyeri.
Jakarta:EGC
Tamsuri,A.2012.Konsep &Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai