Anda di halaman 1dari 6

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Intracerebral Hemorrhage (ICH) adalah suatu keadaan perdarahan yang terjadi dalam
substansi otak, seringkali terjadi pada pasien hipertensi dan atherosclerosis serebral karena
perubahan degenaratif kedua penyakit tersebut menyebabkan ruptur pada pembuluh darah.
Perdarahan/hemoragi yang terjadi juga dapat diakibatkan oleh keadaan patologi pada arteri,
tumor otak, dan penggunaan medikasi seperti antikoagulan oral, amfetamin, dan obat-obatan
narkotik (kokain). Stroke merupakan penyakit gangguan fungsional otak akut fokal maupun
global akibat terhambatnya aliran darah ke otak karena perdarahan (stroke hemoragik)
ataupun sumbatan (stroke iskemik)dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak yang terkena,
yang dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat,atau kematian (Usrin, Mutiara, & Yusad,
2011).

2. Manifestasi Klinis
Stroke hemoragik (stroke perdarahan) yang terjadi akibat pecahnya pembuluh darah
otak . Gangguan vaskularisasi otak ini memunculkan berbagai manifestasi klinis seperti
kesulitan berbicara, kesulitan berjalan dan mengkoordinasikan bagianbagian tubuh, sakit
kepala, kelemahan otot wajah, gangguan penglihatan, gangguan sensori, gangguan pada
proses berpikir dan hilangnya kontrol terhadap gerakan motorik yang secara umum dapat
dimanifestasikan dengan disfungsi motorik seperti hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi
tubuh) atau hemiparesis (kelemahan yang terjadi pada satu sisi tubuh) (7,8). Disfungsi
motorik yang terjadi mengakibatkan pasien mengalami keterbatasan dalam menggerakkan
bagian tubuhnya sehingga meningkatkan risiko terjadinya komplikasi (Sari, Agianto, & Wahid,
2015).
Manifestasi klinik dari intracerebral hemoragi yaitu :
a. Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring dengan membesarnya
hemoragic.
b. Pola pernapasan dapat secra progresif menjadi abnormal
c. Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal
d. Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra cranium.
e. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan motorik
dapat timbul segera atau secara lambat.
f. Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan peningkatan tekanan
intra cranium.
3. Patofisiologi
Perdarahan intraserebral ini dapat disebabkan oleh karena ruptur arteria serebri yang dapat
dipermudah dengan adanya hipertensi. keluarnya darah dari pembuluh darah didalam otak
berakibat pada jaringan disekitarnya atau didekatnya, sehingga jaringan yang ada
disekitarnya akan bergeser dan tertekan. Darah yang keluar dari pembuluh darah sangat
mengiritasi otak, sehingga mengakibatkan vosospasme pada arteri disekitar perdarahan,
spasme ini dapat menyebarkeseluh hemisfer otak dan lingkatran willisi, perdarahan
aneorisma-aneorisma ini merupakan lekukan-lekukan bedinding tipis yang menonjol pada
arteri pada tempat yang lemah. Makin lama aneorisme makin besar dan kadang-kadang
pecah saat melakukan aktivitas. Dalam keadaan fisiologis pada orang dewasa jumlah darah
yang mengalir ke otak 58 ml/menit per 100 gr jaringan otak. bila aliran darah ke otak turun
menjadi 18 ml/menit per 100 gr jaringan otak akan menjadi penghentian aktifitas listrik pada
neuron tetapi stroktur sel masih baik, sehingga gejala ini massih revisibel. Oksigen sangat
dibutuhkan oleh otak sedangkan O2 diperoleh dari darah, otak sendiri hampir tidak ada
cadangan O2 dengan demikian otak sangat tergantung pada keadaan aliran darah setiap saat.
Bila suplay O2 terputus 8-10 detik akan terjadi gangguan fungsi otak, bila lebih lama dari 6-
8 menit akan terjadi jelas/lessi yang tidak putih lagi(ireversibel)dan kemudian kematian.
Pedarahan dapata meninggikan tekana intrakranial dan menyebabkan ischemic di daaerah
lain yang tidak perdarahan, sehingga dapat berakibat mengurangnya aliran darah ke otak
baik secara umum maupun lokal. Timbulnya penyakit ini sangat cepat dan konstan dapat
berlangsung beberapa meni, jam bahkan beberapa hari (Corwin,2009).

4. Komplikasi
Menurut Batticaca (2008)
a. Gangguan otak yang berat.
b. Kematian bila tidak dapat mengontrol respons pernafasan atau kardiovaskular
c. Infark Serebri
d. Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus normotensif
e. Fistula caroticocavernosum
f. Epistaksis
g. Peningkatan TIK, tonus otot abnormal

5. Penatalaksanaan
Penanganan terhadap pasien stroke terutama pasien baru seharusnya dilakukan dengan cepat
dan tepat. Kepstian penentuan tipepatologi stroke secara dini sangat penting untuk
pemberian obat yang tepat guna mencegah dampak yang alebih fatal. Prosedur utama
diagnosis stroke (Arifianto, Serosa, & Setyawati, Klasifikasi Stroke Berdasarkan Kelainan
Patologis dengan Learning Vektor Quantization, 2014). (Gold Standart) menggunakan
Computed Tomography ( CT ) scan, Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan
Elektrokardiogram (EKG atau ECG) (Arifianto, Sarosa , & Setyawati, Klasifikasi Stroke
Berdasarka Kelainan Patologis dengan Learning Vektor Quantization, 2014). Diagnosis
penyakit stroke dapat juga dilakukan melalui pemeriksaan klinis mulai dari menanyakan
gejala yang dirasakan pasien, anamnesis atau pengambilan data riwayat penyakit pasien dan
keluarganya, dan pemeriksaan neurologi.

6. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Menurut Muttaqin, (2008) anamnesa pada stroke meliputi:
1) Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan
perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan
perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting
untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah
ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecacatan,
rasa cemas, rasa ketidakmarnpuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).Adanya perubahan
hubungan dan peran karena klien mengalami kesulitan untuk berkomunikasi akibat
gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri menunjukkan klien merasa tidak
berdaya, tidak ada harapan, rnudah marah, dan tidak kooperatif. Dalam pola
penanganan stres, klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah
karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi. Dalam pola rata nilai
dan kepercayaan, klien biasanya jarang melakukan ibadah spiritual karena tingkah
laku yang tidak stabil dan kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
2) Pemeriksaan Fisik
Setelah melakukan anamnesi yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis.
Pengkajian Saraf Kranial Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi
pemeriksaan saraf kranial I-X11.
a. Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
b. Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara
mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan
hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada Mien
dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa
bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
c. Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, padasatu sisi
otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral
di sisi yang sakit.
d. Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus,
penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang
bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus
dan eksternus.
e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot
wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
f. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
g. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka
mulut. H
h. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
i. Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta
indra pengecapan normal.
3) Pengkajian Sistem Motorik
a. Inspeksi Umum.
Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak
yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda
yang lain.
b. Fasikulasi.Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
c. Tonus Otot.Didapatkan meningkat.
4) Pengkajian Sistem Sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat ketidakmampuan untuk
menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori
primer di antara mata dan korteks visual.

b. Diagnosa
Sebelum dilakukan diagnosa keperawatan maka haruslah mendiagnosa atau
menganalisis data subjektif dan objektif yang sebelumnya diperoleh pada tahap
pengkajian. Dengan data yang dikumpulkan dari klien,keluarga, rekam medis, dan
pemberi pelayanan kesehatan yang lain maka diagnosa akan melibatkan berfikir yang
kompleks (Nurarif & Kusuma 2015) mengatakan, ada 3 jenis diagnosa keperawatan
yaitu diagnosis aktual, adalah kondisi kesehatan atau proses kehidupan klien ketika
mengalami masalah kesehatan yang digambarkan melalui resppon klien. Diagnosis
risiko, adalah kondisi kesehatan atau proses kehidupannya yang dapat menyebabkan
klien berisiko mengalami masalah kesehatan yang digambarkan melalui respon klien.
Kemudian yang terakhir diagnosis promosi kesehatan, yaitu untuk meningkatkan kondisi
kesehatannya ketingkat yang lebih baik atau optimal digambarkan dengan adanya
keinginan dan motivasi klien. Diagnosis keperawatan memiliki dua komponen utama
yaitu masalah ( problem) dan indikator diagnostik meliputi penyebab( etiologi),tanda
(sign) dan gejala ( sympton).

c. Intervensi
Intervensi harus dilakukan oleh perawat. Untuk membantu klien mencapai hasil yang
diharapkan maka dilakukanlah intervensi. Ada tiga komponen utama yang harus ada
dalam sebuah rencana asuhan keperawatan, yaitu masalah yang diprioritaskan atau
diagnosa keperawatan, tujuan dan kriteria hasil yaitu menuliskan tujuan yang akan
dicapai dan hal-hal yang menjadi kriteria dalam keberhasilan pemberian asuhan
keperawatan, intervensi yaitu apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan atau
kriteria hasil. Dalam penulisan tujuan perawatan harus berdasarkan SMART, yaitu
secara Spesific (tidak menimbulkanartiganda) Measurable (dapat
diukur,dilihat,didengar,diraba,dirasakan, atau dicium). Achievable (dapat dicapai),
Reasonable (Dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah), dan Time ( memiliki batas
waktu yang jelas) (potter & perry. 2005).

d. Implementasi
Jika perencanaan yang dibuat kemudian diaplikasikan kepada klien adalah contoh dari
tahap implementasi. Tindakan yang dilakukan mungkin sama, mungkin juga berbeda
dengan urutan yang telah dibuat pada perencaaan. Menurut ( Cahyono, T. (2018).
aplikasi yang dilakukan kepada klien akan berbedan, diseuaikan dengan kondisi klien
pada saat itu dan kebutuhan yang paling dirasakan oleh klien. Menurut (Potter & Perry,
2011) implementasi keperawatan ialah serangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah kesehatan yang dihdapi ke status kesehatan
yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.

e. Evaluasi Keperawatan
Pada tahap ini kita membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan kriteria
hasil yang sudah ditetapkan serta menilai apakah masalah yang terjadi sudah teratasi
seluruhnya, hanya sebagian, atau bahkan belum teratasi semuanya. Evaluasi dilakukan
dengan pendekatan pada SOAP, yaitu S untuk data subjektif ialah data yang diutarakan
klien dan pandangannya tehadap data tersebut, O untuk data objektif ialah data yang
didapat dari hasil observasi perawat, termasuk tanda-tanda klinik dan fakta yang
berhubungan dengan penyakit klien, A untuk analisis ialah analisa ataupun kesimpulan
dari data subjektif dan objektif, P untuk perencanaan ialah pengembangan rencana
segera atau yang akan datang untuk mencapai status kesehatan klien yang optimal
(Nugroho, T. (2015)
DAFTAR PUSTAKA

Halim, Herliani Dwi Putri Halim & Nurhadi Ibrahim. 2013. Efek Neuroprotektif Ekstrak akar

acalypha indica 500 mg/ kgBB terhadap perubahan Inti sel saraf hipokampus

pascahipoksia serebri. Jurnal FKUI. Vol. 1. No. 2 : Agustus 2013 : 114.

Jevon, P., & Ewens. B. (2009). Pemantauan Pasien Kritis (Edisi 2). Jakarta: Erlangga

Rab, T. (2008). Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Alumn

WHO, 2011. Global Status Report on Noncommunicable Diseases 2010.

http://www.who.int/nmh/publications/ncd_report_chapter1.pdf

Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan Dewasa

Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai