Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1


“Mengidentikasi masalah keperawatan pada pasien dengan TBC”
Dosen pengampu
Ns. Asnah, S.Kep.,M.Pd

Di susun oleh :
Chusnul Khotimah P07220118088
Indah Nurul Kamilia P07220118088

PROGRAM STUDI D-IIIKEPERAWATAN KELAS C


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES
KALIMANTAN TIMUR
TAHUN AJARAN
2019
Kata pengantar
Puji dan Syukur senantiasa penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan
makalah dengan judul “Mengidentikasi masalah keperawatan pada pasien dengan
TBC”.
Makalah ini disusun dan dikemas dari berbagai sumber sehingga
memungkinkan untuk dijadikan referensi maupun acuan. Besar harapan makalah ini
dapat memberikan kontribusi besar terhadap kemajuan di bidang keilmuan khususnya
dalam tugas medikal bedah 1.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk lebih
menyempurnakan makalah ini. Akhir kata penyusun ucapkan semoha makalah ini
dapat bermanfaat bagi semua orang yang membaca makalah ini.

Balikpapan, 13 Juli 2019

Penyusun
Daftar isi
Kata pengantar
Daftar isi

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Tujuan
C. Sistematika penulisan

BAB II TINJAUAN TEORI


A. Pengertian
B. Anatomi fisiologi
C. Etiologi
D. Patofisiologi
E. Patoflowdiagram
F. Tanda dan gejala
G. Pemeriksaan penunjang
H. Penatalaksanaan medis
I. Komplikasi
J. Konsep dasar keperawatan
1. Pengkajian
2. Diagnose
3. Intervensi

BAB III KESIMPULAN


DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Indonesia adalah negeri dengan pravealensi TB ke-3 tertinggi didunia setelah Cina
dan India pada tahun 1998 diperkirakan TB di Cina, India, dan Indonesia berturut-turut
1828 dan 591 kasus. Perkiraan kejadian BTA disputum yang positif di Indonesia
adalah 266 tahun 1998. Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga 1885 dan survei
kesehatan nasional 2001, TB menepati rsnking nomer 3 sebagai penyebab kematian
tertinggi di indonesia.
Penderita tuberculosisi dikawasan asia terus bertambah. Sejauh ini, asia termasuk
kawasan dengan penyebaran tuberculosis (TB) tertingi didunia. Setiap 30 detik, ada
satu pasien di asia meninggal dunia akibat penyakit ini. 11 dari 22 negara dengan
angka kasus tertinggi berada di asia, diantaranya Bangladesh, Cina, India, Indonesia,
dan Pakistan. 4 dari 5 penderita TB di Asia termasuk kelompok usia produktif. Di
Indonesia, angka kematian akibat TB mencapai 140.000 orang per tahun atau 8% dari
korban meninggal diseluruh dunia. Setiap tahun, terdapat lebih dari 500.000 kasus baru
TB, dan 75% penderita termasuk kelompok usia produktif. Jumlah penderita TB di
Indonesia merupakan ketiga terbesar diduni setelah di India dan Cina. (Muttaqin,
2012)

B. Tujuan
1. Mengetahui pengertian TBC
2. Mengetahui anatomi fisiologi pernafasan
3. Mengetahui etiologi pada pasien dengan TBC
4. Mengetahui patofisiologi pada penyakit TBC
5. Mengetahui patoflowdiagram pada penyakit TBC
6. Mengetahui tanda dan gejala pada penyakit TBC
7. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada penyakit TBC
8. Mengetahui penatalaksaan medis pada penyakit TBC
9. Mengetahui kompilkasi pada penyakit TBC
10. Mengetahui konsep dasar keperawatan meliputi pengkajian, diagnose dan
intervesi
C. Sistematika penulisan
BAB I PENDAHULUAN
BAB II TINJAUAN TEORI
BAB III KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Tuberculosis atau TB adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang
parenkim paru. Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
basil Mikrobacterium tuberkulosis yang merupakan salah satu penyakit saluran
pernapasan bagian bawah yang sebagian besar hasil tuberkulosis masuk ke dalam
jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang
dikenal sebagai focus primer dari ghon. TBC adalah penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh kuman (Mycrobacterium Tuberculosis) yang menyerang paru-paru
dan hampir seluruh organ tubuh lainnya. Bakteri ini dapat masuk melalui pernapasan
dan saluran pencernaan (GI) dan luka terbuka pada kulit. Sebagian besar kuman TB
menyerang paru tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Tubercolosis.
Mycobacterium tubercolosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup terutama
diparu/berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi. Penyakit
tubercolosis ini biasanya menyerang paru tetapi dapat menyebar hampir ke seluruh
bagian tubuh termasuk meninges, ginjal, tulang, nodus limfe. Infeksi awal biasanya
terjadi 2-10 minggu setelah pemajanan. Individu kemudian dapat mengalami penyakit
aktif karena gangguan atau ketidak efektifan respon imun B. (Wijaya, 2013)
Sistem respirasi atau sistem pernapasan mencakup semua proses pertukaran gas
yang terdiri antara atmosfir melalui rongga hidung, faring, laring, trakea, bronkus,
paru-paru, alveolus dan sel-sel yang melalui dinding kapiler darah. Sistem pernapasan
dibagi menjadi 2 daerah utama, yaitu :
1. Bagian konduksi
Meliputi rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus, dan
bronkiolus terminalis.
2. Bagian respirasi
Meliputi bronkiolus respiratorius, ductus alveolaris, dan alveolus.
B. Anaotomi fisiologi

Gambar diatas adalah gambar anatomi paru-paru manusia. Berikut adalah penjelasan
bagian-bagian tersebut:
1. Laring adalah organ yang berfungsi untuk melindungi trakea dan menghasilkan
suara.
2. Trakea atau batang tenggorok adalah saluran berbentuk pipa yang dindingnya terdiri
dari 3 lapisan: lapisan luar (jaringan ikat), lapisan tengah (otot polos dan cincin
tulang rawan), dan lapisan dalam (jaringan epitel bersilia).
3. Bronkus adalah percabangan trakea yang menuju paru-paru kanan dan paru-paru
kiri. Bronkus primer adalah percabangan pertama, bronkus sekunder adalah
percabangan kedua, sedangkan bronkus tersier adalah percabangan ketiga.
4. Bronkiolus adalah percabangan dari bronkus.
5. Cardiac notch adalah lekukan yang berfungsi untuk memberikan ruang kepada
jantung.
6. Arteri pulmonalis adalah pembuluh nadi yang membawa darah kaya karbon
dioksida dari jantung ke paru-paru.
7. Vena pulmonalis adalah pembuluh balik yang membawa darah kaya oksigen dari
paru-paru menuju jantung untuk dipompa ke seluruh tubuh.
8. Duktus alveolus adalah percabangan dari bronkiolus yang bermuara di alveolus.
9. Alveoli adalah kantung kecil yang memungkinkan oksigen dan karbon dioksida
untuk bergerak di antara paru-paru dan aliran darah.

C. Etiologi
Penyebab terjadinya TBC oleh Mycrobacterium tubercolosis yang merupakan
batang aerobic tahan asam yang tumbuh lambat dan sensitive terhadap panas dan sinar
UV. Bakteri yang jarang sebagai penyebab, tetapi pernah terjadi adalah M. Bovis dan
M.Avium.
Tubercolosis disebabkan oleh bakteri tumbuh-lambat yang disebjt
Mycrobacterium tubercolosis, yang menyerang orang dengan faktor resiko :
 Pasien dengan kelainan yang melemah sistem kekebalan.
 Orang yang memiliki kontak dekat dengan penderita TB aktif.
 Orang yang hidup atau bekerja di daerah padat penduduk.
 Mereka yang memiliki sedikit akses hingga tidak mempunyai akses sama sekali
terhadap pelayanan kesehatan yang memadai.
 Penggunaan obat-obatan terlarang dan alkohol (Muttaqin, 2012)

D. Patofisiologi
Kuman Mycobacterium Tuberculosis yang masuk ke dalam tubuh bisa melalui
udara pernafasan. Dan bakteri yang terhirup akan berpindah melalui jalan nafas ke
alveoli, tempat dimana ia berkumpul dan memperbanyak diri. Ada juga bakteri yang
dapat di pindahkan melalui sistem limfe dan cairan darah ke bagian tubuh yang
lainnya.
Mycobakterium Tuberculosis yang berada di permukaan alveolus biasanya
mengalami inhalasi yang terdiri dari satu sampai tiga gumpalan basil yang cenderung
tertahan di saluran hidung, cabang besar bronkus, dan tidak dapat menyebabkan
penyakit. Basil tuberkel ini akan membangkitkan reaksi peradangan.
Setelah pemajanan dan infeksi awal, karena respon sistem imun yang tidak
adekuat. Penyakit aktif dapat timbul akibat infeksi ulang atau aktifnya kembali bakteri
yang tidak aktif. Dalam kasus ini, terjadi ulserasi pada ghon tubercle, dan akhirnya
menjadi perkijuan. Tuberkel yang ulserasi akan mengalami proses penyembuhan
membentuk jaringan parut. Paru-paru yang terkena infeksi akan mengalami
pembengkakan, sehingga akan mengakibatkan terjadinya bronkopneumonia yang
lebih lanjut. (Wijaya, 2013)

E. Patoflowdiagram

F. Tanda dan gejala


Pada stadium awal penyakit TB paru tidak menunjukan tanda dan gejala yang
spesifik. Namun seiiring perjalanan penyakit akan menambah jaringan parunya
mengalami kerusakan, sehingga dapat meningkatkan dapat meningkatkan produksi
sputum yang ditunjukan dengan seringnya klien batuk sebagai bentuk kompensasi
pengeluaran dahak. (Nixson Manurung, 2016)
Selain itu, klien dapat merasa letih, lemah berkeringat pada malam hari dan mengalami
penurunan berat badan yang berarti. Secara rinci tanda dan gejala TB paru ini dapat
dibagi atas 2 (dua) golongan yaitu gejala sistemik dan gejala. (Santa Manurung, 2013)
1. Gejala sistemik
a. Demam
Demam merupakan gejala pertama dari tuberkolosis paru, biasanya timbul pada sore
dan malam hari disertai dengan keringat mirip demam influenza yang segera mereda.
Tergantung dari daya tahan tubuh dan virulensi kuman, serangan demam yang berikut
dapat terjadi setelah 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan. Demam. Demam dapat mencapai suhu
tinggi yaitu 40ᵒ-41℃.
b. Malaise
Kerena tuberkolosis bersifat radang menahun, maka dapat terjadi rasa tidak enak
badan, pegal-pegal, nafsu makan berkurang , badan makin kurus, sakit kepala, mudah
lelah dan pada wanita kadang-kadang dapat terjadi gangguan siklus haid.
2. Gejala respiratorik
a. Batuk
Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah melibatkan bronkhus. Batuk mula-
mula terjadi oleh karna iritasi bronkhus; batuk akan menjadi produktif. Batuk akan
menjadi produktif ini berguna untuk membuang produktif. Batuk produktif ini berguna
untuk membuang produk-produk ekskresi peradangan. Dahak dapat bersifat mukoid
atau purulen.
b. Batuk darah
Batuk darah terjadi akibat pecahnya pembulu darah berat dan ringannya batuk darah
yang timbul, tergantung besal kecilnya pembulu darah yang pecah, batuk darah tidak
selalu timbul akibat pecahnya aneurisma pada dinding kavitas, juga dapat terjadi
karena ulserasi pada mukosa bronkhus, batukdarah inilah yang paling sering
membawa penderita berobat kedokter.
c. Sesak nafas
Gejala ini ditemukan pada penyakit yang lanjut dengan kerusakakn paru yang cukup
luas. Pada awal pemyakit gejala ini tidak pernah ditemukan.
d. Nyeri dada
Gejala ini timbul apabila sistem persyarafan yang terdapat dipleura, terkena, gejala ini
dapat bersifat lokal atau pleuritik

G. Pemeriksaan penunjang
a. Kultur sputum: menunjukkan hasil yang positif untuk mycobacterium
tuberculosis
b. Ziehl neelsen: positif untuk bakteri tahan asam (BTA)
c. Skin test mantoux: reaksi positif mengindikasikan infeksi lama dan adanya anti
body tapi tidak mengindikasikan penyakit sedang aktif
d. Foto rontgen dada: dapat memperlihatkan infiltrasi kecil pada lesi awal di bagian
paru-paru bagian atas, dan cairan pada efusi.
e. Histologi atau kultur jaringan: menunjukkan hasil positif untuk mycobacterium
tuberculosis.
f. Elektrolit: pemeriksaan mungkin abnormal bergantung pada lokasi dan beratnya
infeksi
g. ABGs: pemeriksaan mungkin abnormal, bergantung pada lokasi, berat, dan sisa
kerusakan paru.
h. Bronkografi: merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan paru
i. Darah: leukositosis, laju endap darah (LED) meningkat.9
j. Tes fungsi paru: kapasitas vital akan mengalami penurunan, kapasitas total paru-
paru akan meningkat, dan saturasi oksigen menurun yang merupakan gejala
skunder dari fibrosis/infiltrasi parenkim paru. (Somantri, 2012)

H. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan yang di berikan bisa berupa metode preventif dan kuratif yang
meliputi cara-cara seperti berikut ini. (Santa Manurung, 2013)
1. Penyuluhan
2. Fisioterapi dan rehabilitasi
3. Konsultasi secara teratur
4. Pemberian obat-obatan seperti : Bronkodilator, Ekspektoran, Vitamin, OAT (Obat
Anti Tuberculosis)
Pengobatan yang teratur :
1. Isoniazid
2. Rifampisin
3. Pirazinamid
4. Streptomisin
5. Ethambutol
I. Komplikasi
Komplikasi yang sering dialami oleh penderita stadium lanjut:
1. Hemoptisis berat (peradangan dari saluran nafas bawah)
2. Efusi pleura (penumpukan cairan yang melapisi paru-paru)
3. Malnutrisi (kekurangan nutrisi dalam tubuh)
4. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial.
5. Bronkiek tasis (peleburan bronkus setempat)
6. fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan) pada paru.
7. Pneumotorak (adaya udara di dalam rongga pleura) spontan: kolaps spontan karena
kerusakan jaringan paru.

J. Konsep dasar keperawatan


1. Pengkajian
1.1 Identitas pasien
a. Riwayat kesehatan masa lalu: riwayat keturunan.
b. Riwayat kesehtan sekrang: keluhan sesak napas, keringat dingin.
c. Status mental: takut, gelisah.
d. Pernafasan: perubahan frekuensi, kedalaman pernafasan.
e. Gastrointestinal: adanya mual dan muntah.
f. Pola aktivitas: kelemahan tubuh, cepat lelah
1.2 Kebutuhan bio-psiko-sosial-spritual
a. Bernapas
Gejala: nafas pendek atau asma, dada tertekan, ketidakmampuan dalam bernafas.
b. Makanan atau cairan
Gejala: mual dan muntah
Tanda: turgor kulit buruk, berkeringat, penurunan berat badan
c. Aktivitas atau istirahat
Gejala: kelelahan, ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari karena
sulit bernafas.
Tanda: kelelahan, gelisah, insomnia
d. Interaksi social
Gejala: hubungan ketergantungan, kegagalan dukungan dari atau terhadap
pasangan atau orang terdekat.
Tanda: keterbatasan mobilitas fisik

2. Diagnosa
Adapun diagnosa keperawatan SDKI (2017) yang timbul pada klien dengan
TBC sebagai berikut :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
Definisi: ketidakmampuan membersihkan secret atau obstruksi jalan nafas guna
mempertahankan jalan nafas yang paten.
Penyebab :
1. Spasme jalan nafas
2. Hiperskresi jalan nafas
3. Disfungsi neuromuskuler
4. Benda asing dalam jalan nafas
5. Adanya jalan nafas buatan
6. Sekresi yang tertahan
7. Hyperplasia dinding jalan nafas
8. Proses infeksi
9. Respon alergi
Gejala dan tanda mayor :
1. Subjektif : Tidak tersedia
2. Objektif : Batuk tidak efektif, Tidak mampu batuk, Sputum berlebih, Mengi,
Wheezing atau ronkhi kering
Gejala dan tanda minor :
1. Subjektif : Dispnea
2. Objektif : Gelisah, Sianosis, Bunyi napas menurun, Frekuensi napas berubah, Pola
napas berubah
Kondisi klinis terkait :
1. Infeksi saliran napas
2. Gangguan pertukaran gas
Definisi : kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan/atau eleminasi karbondioksida
pada memberan alveolus-kapiler.
Penyebab :
1. Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
2. Perubahan membrane alveolus-kapiler
Gejala dan Tanda Mayor
1. Subjektif : dispnea
2. Objektif :
a. PCO2 meningkat/menurun
b. PO2 menurun
c. Takikardia
d. Bunyi napas tambahan
e. Ph arteri meningkat/menurun
Gejala dan Tanda Minor
1. Subjektif : pusing, pengelihatan kabur
2. Objektif :
a. Sianosis
b. Nafas cuping hidung
c. Pola napas abnormal (cepat/lambat, regular/ireguler, dalam/dangkal)
d. Kesadaran menurun
e. Gelisah
f. Warna kulit kebiruan (misalnya: pucat, kebiruan)
Kondisi Klinis Terkait
1. Pneumonia
2. Tuberculosis paru
3. Defisit nutrisi
Definisi: asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
Penyebab :
1. Ketidak mampuan mengabsorbsi nutrient
2. Peningkatan kebutuhan metabolisme
Gejala dan tanda mayor :
1. Subjektif : Tidak tersedia
2. Objektif : Berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang ideal
Gejala dan tanda minor :
1. Subjektif : Cepet kenyang setelah makan, Nafsu makan menurun
2. Objektif : Bising usus hiperaktif, Otot pengunyah lemah, Oton menelan lemah,
Membran mukosa pucat, Sariawan, Serum albumin turun, Rambut rontok
berlebihan
Kondisi klinis terkait : Tuberkulosis Paru
4. Hipertermia
Definisi : Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal tubuh
Penyebab :
1. Dehidrasi
2. Terpapar lingkungan panas
3. Proses penyakit (misalnya : infeksi)
4. Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan
5. Peningkatan laju metabolisme
Gejala dan Tanda Mayor
1. Subjektif : tidak tersedia
2. Objektif : suhu tubuh diatas nilai normal
Gejala dan Tanda Minor
1. Subjektif : tidak tersedia
2. Objektif :
a. Kulit merah
b. Kejang
c. Takikardi
d. Takipnea
e. Kulit terasa hangat
Kondisi Klinis Terkait
1. Proses infeksi
2. Hipertiroid
3. Dehidrasi
5. Resiko infeksi
Definisi: beresiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik
Faktor risiko :
1. Penyakit kronis (misalnya, diabetes mellitus)
2. Efek prosedur invasif
3. Malnutrisi
4. Peningkatan paparan organisme pathogen lingkungan
5. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer :
Gangguan peristaltic, kerusakan integritas kulit, perubahan sekresi ph, penurunan
kerja silaris, merokok.
1. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder :
Penurunan hemoglobin, imununosuprei, leukopenia, vaksinasi tidak adekuat.
Kondisi klinis terkait : Tuberkulosis Paru

3. Intervensi
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
Tujuan :
1. Menunjukkan bersihan jalan napas yang efektif
2. Menunjukkan status pernapasan
Kriteria evaluasi :
1. Batuk efektif
2. Mengeluarkan secret secara efektif
3. Mempunyai jalan nafas yang paten
4. Pada pemeriksaan auskultasi, memiliki suara nafas yang jernih
5. Mempunyai frekuensi pernafasan dalam rentang normal
6. Mempunyai fungsi paru dalam batas normal
Intervensi NIC :
1. Kaji frekuensi pernafasan
2. Auskultasi bagian dada anterior dan posterior untuk mengetahui penurunan atau
ketiadaan ventilasi dan adanya suara nafas tambahan
3. Kaji adanya secret yang kental dan batuk tidak efektif
Penyuluhan pasien atau keluarga :
1. Informasikan kepada pasien atau keluarga tentang larangan merokok di dalam
ruang perawatan, berikan penyuluhan tentang pentingnya berhenti merokok.
2. Instruksikan kepada pasien tentang batuk dan teknik nafas dalam untuk
memudahkan pengeluaran secret
3. Ajarkan pasien dan keluarga tentang makna perubahan pada sputum, seperti
warna, karakter, jumlah dan bau.
Aktivitas kolaboratif :
1. Kolaborasi dengan tim medis tentang pemberian terapi yang tepat
Aktivitas lain :
1. Anjurkan aktifitas fisik untuk memfasilidasi pengeluaran secret (batuk efektif,
nebulizer).
2. Atur posisi semi fowler yang memungkinkan pasien untuk mengambangkan dada.

2. Gangguan Pertukaran Gas


Tujuan :
1. Gangguan pertukaran gas akan berkurang
2. Pertukaran gas tidak akan terganggu
3. Ventilasi tidak akan terganggu
Kriteria evaluasi :
1. Mempunyai fungsi paru yang normal
2. Memiliki ekspansi paru yang simetris
3. Menjelaskan rencana keperawatan dirumah
4. Tidak menggunakan pernafasan bibir mecucu
5. Tidak mengalami nafas dangkal atau ortopneatidak menggunakan otot aksesoris
untuk bernapas
Intervensi NIC :
1. Pantau saturasi O2 dengan oksimeter nadi.
2. Pantau hasil gas darah (misalnya, kadar PaO2 yang rendah, dan PaCO2 yang tinggi
menandakan pernapasan pernafasan yang buruk)
3. Pantau elektrolit
4. Pantau keadaan pasien (misalnya, tingkat kesadaran, gelisah)
5. Pantau jalan napas (NIC)
Penyuluhan untuk Pasien/keluarga :
1. Jelaskan pada pasien atau keluarga penggunaan alat bantu yang diperlukan
(misalnya, oksigen, pengisap, spirometer)
2. Ajarkan pasien teknik bernapas dan relaksasi
3. Jelaskan kepada pasien dan keluarga alasan pemberian oksigen
4. Informasikan kepada pasien dan keluarga agar tidak merokok di dalam ruangan
5. Management jalan napas (NIC):
a. Ajarkan pasien tentang batuk efektif.
b. Ajarkan kepada pasien bagaimana menggunakan inhaler yang tepat dan benar.
Aktivitas Kolaborasi :
1. Kolaborasikan dengan dokter tentang pentingnya pemeriksaan gas darah arteri
(GDA) dan penggunaan alat bantu yang telah dianjurkan sesuai dengan adanya
perubahan kondisi pasien saat ini
2. Laporkan perubahan pada data pengkajian terkait (mis., sensorium pasien, suara
napas, pola napas, analisis gas darah arteri, sputum, efek obat)
3. Persiapan pasien untuk ventilasi mekanis, bila perlu
4. Management jalan napas (NIC)
Aktivitas Lain :
a. Atur posisi untuk memaksimalkan potensi ventilasi.
b. Atur posisi untuk mengurangi dispnea.
c. Bersihkan secret dengan menganjurkan batuk
d. Dukung untuk bernapas pelan, dalam; berbalik, dan batuk.
e. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu

3. Defisit nutrisi
Tujuan :
Memperlihatkan status nutrisi, yang dibuktikan oleh indicator sebagai berikut :
1. Asupan gizi
2. Asupan makanan
3. Asupan cairan
4. Energi
Kriteria evaluasi :
1. Mempertahankan berat badan
2. Menjelaskan komponen diet bergizi adekuat
3. Menoleransi diet yang dianjurkan
4. Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal (PB-110)
5. Melaporkan tingkat energy yang adekuat
Intervensi (NIC) :
1. Memotivasi pasien mengubah kebiasaan makan
2. Manajemen Nutrisi (NIC)
a. Pantau adanya mual muntah
b. Pantau intake dan output
c. Timbang berat badan pasien
Penyuluhan pada klien/keluaraga :
1. Ajarkan metode untuk perencanaan makan
2. Manajemen Nutrisi (NIC):
Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana cara
memenuhinya.
Aktivitas kolaboratif :
1. Berikan multivitamin sesuai anjuran dokter (Vitamin A dan B6).
2. Diskusikan dengan ahligizi dalam menentukan kebutuhan nutrisi pasien (diit
bubur).
Aktivitas lain :
1. Buat perencanaan makan dengan pasien yang masuk dalam jadwal makan,
lingkungan makan, kesukaan dan ketidaksukaan pasien, serta suhu makanan.
4. Hipertermi
Tujuan:
Pasien akan menunjukkan Termoregulasi, yang dibuktikan oleh indikator gangguan
sebagai berikut:
1. Peningkatan suhu kulit
2. Hipertermia
3. Dehidrasi
4. Mengantuk
Pasien akan menunjukkan Termoregulasi, yang dibuktikan oleh indikator sebagai
berikut :
1. Berkeringat saat panas
2. Denyut nadi radialis
3. Frekuensi pernapasan
Kriteria Evaluasi :
1. Menunjukkan metode yang tepat untuk mengukur suhu
2. Menjelaskan tindakan untuk mencegah atau meminimalkan peningkatan suhu
tubuh
3. Melaporkan tanda dan gejala dini hipertermia
Intervensi (NIC) :
1. Pantau aktivitas kejang
2. Pantau hidrasi (mis.turgor kulit, kelembapan membran mukosa)
3. Pantau tekanan darah, denyut nadi, dan frekuensi pernapasan
4. Kaji ketepatan jenis pakaian yang digunakan, sesuai dengan suhu lingkungan
Penyuluhan untuk Pasien/Keluarga :
1. Ajarkan pasien atau keluarga cara mengukur suhu untuk mencegah dan mengenali
hipertermia
2. Ajarkan indikasi keletihan akibat panas dan tindakan kedaruratan yang dibutuhkan
Aktivitas Kolaboratif :
Regulasi suhu (NIC)
1. Berikan antipiretik (misalnya, Paracetamol)
2. Gunakan matras dingin dan mandikan dengan air hangat untuk mengatasi
gangguan suhu tubuh.
Aktivitas Lain :
1. Lepaskan pakaian pasien yang berlebihan dan tutupi pasien dengan selimut
2. Gunakan waslap dingin (atau kantong es yang dibalit dengan kain) di aksila,
kening, tengkuk, dan lipat paha.
3. Anjurkan pasien untuk memenuhi asupan cairan oral, sedikitnya 2 liter sehari,
dengan tambahan cairan selama aktivitas yang berlebihan atau aktivitas sedang
dalam cuaca panas.
4. Gunakan kipas yang berputar diruangan pasien
5. Gunakan selimut pendingin
6. Untuk hipertermia maligna :
Lakukan perawatan sesuai dengan protokol dan sediakan peralatan kedaruratan di area
operasi sesuai dengan protokol
5. Resiko infeksi
Tujuan :
1. Faktor resiko infeksi akan hilang
2. Pasien dapat memperlihatkan pengendalian resiko
Kriteria hasil :
1. Terbebas dari tanda dan gejala infeksi
2. Memperlihatkan personal gygiene yang adekuat
3. Indikasikan status gastrointestinal, pernafasan, genitourinaria, dan imun dalam
batas yang
4. Gambakan factor yang menunjang penularan infeksi.
5. Laporkan adanya tanda dan gejala infeksi dan mengikuti prosedur pemantauan.
Intervensi NIC :
1. Pantau adanya tanda dan gejala infeksi.
2. Pantau hasil laboratorium.
3. Amati penampilan praktik hygiene personal untuk perlindungan terhadap infeksi
(ajarkan untuk menggunakan masker)
Penyuluhan keluarga atau klien :
1. Pengendalian infeksi (NIC):
a. Ajarkan pasien teknik mencuci tangan yang baik dan benar
b. Ajarkan kepada pengunjung untuk mencuci tangan sewaktu masuk dan
meninggalkan ruangan pasien.
Aktivitas kolaboratif :
1. Untuk mencegah infeksi (NIC): Berikan terapi antibiotic bila diperlukan
Dalam pengobatan OAT dibagi dalam 2 fase :
a. Fase intensif (2-3 bulan)
Pada fase intensif (awal) pada pasien penderita tuberculosis paru mendapat
obat setiap hari karena untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap OAT
b. Fase lanjutan (4-7 bulan)
Pada tahap lanjutan penderita mendapatkan jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh
kuman persisten sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
Aktivitas lain :
1. Bersihkan lingkungan dengan benar setelah di pergunakan masing-masing pasien.
2. Batasi jumlah pengunjung.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil
Mikrobacterium tuberkulosis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernapasan
bagian bawah yang sebagian besar hasil tuberkulosis masuk ke dalam jaringan paru
melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai
focus primer dari ghon.
Pada stadium awal penyakit TB paru tidak menunjukan tanda dan gejala yang
spesifik. Namun seiiring perjalanan penyakit akan menambah jaringan parunya
mengalami kerusakan, sehingga dapat meningkatkan dapat meningkatkan produksi
sputum yang ditunjukan dengan seringnya klien batuk sebagai bentuk kompensasi
pengeluaran dahak.
Pada tahap pengkajian ditemukan kesenjangan di riwayat kesehatan pasien,
keadaan umum, pengaruh kebutuhan bio-psiko-sosial-spritual, pemeriksaan
penunjang dan penatalaksanaan.
Pada perumusan diagnosa keperawatan, penulis mengacu pada hasil pengkajian.
Dari hasil analisa data yang di dapatkan dan telah di susun oleh penulis, di temukan 5
diagnosa. Diagnosa prioritas yang diambil adalah bersihan jalan nafas tidak efektif.
Pada tahap intervensi studi kasus asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami
tuberculosis paru di lakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi bersihan jalan
nafas tidak efektif dengan mengajarkan pasien untuk melakukan nafas dalam dan
batuk efektif dan tindakan intervensi lainnya.

B. Saran
Bagi mahasiswa keperawatan dan umumnya bagi ahli medis diharapakan mampu
memahami dan menerapkan keilmuan mengenai masalah keperawatan pada pasien
dengan TBC.
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, A. (2012). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan. Jakarta Selatan: Salemba Medika.
Nixson Manurung, S. (2016). Asuhan Keperawatan Sistem Respiratory. Jakarta.
Santa Manurung, S. M. (2013). Asuhan Keperawatan Gangguaan Sistem Pernapasan
Akibat Infeksi. Jakarta.
Somantri. (2012). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta: Salemba Medika.
Wijaya, A. S. (2013). KEPERAWATAN MDEIKAL BEDAH. Yogyakarta: Nuha
Medika.

Anda mungkin juga menyukai