Anda di halaman 1dari 31

KATA PENGANTAR

Ucapan puji-puji dan syukur semata-mata hanyalah milik Allah SWT.


Hanya kepada-Nya lah kami memuji dan hanya kepada-Nya lah kami bersyukur,
kami meminta ampunan dan kami meminta pertolongan.

Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi
gung kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan
Allah SWT untuk kita semua, yang merupakan sebuah pentunjuk yang paling
benar yakni Syariah agama Islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya
karunia paling besar bagi seluruh alam semesta.

Dengan hormat serta pertolongan-Nya, puji syukur, pada akhirnya kami


dapat menyelesaikan Asuhan Keperawatan Anak Pada Penyakit Hirschprung
dengan lancar. Kami pun menyadari dengan sepenuh hati bahwa tetap terdapat
kekurangan pada makalah kami ini.

Oleh sebab itu, kami sangat menantikan kritik dan saran yang membangun
dari setiap pembaca untuk materi evaluasi kami mengenai penulisan makalah
berikutnya. Kami juga berharap hal tersebut mampu dijadikan cambuk untuk kami
supaya kami lebih mengutamakan kualitas makalah di masa yang selanjutnya.

Gorontalo, November 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Tujuan...........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
A. Konsep Medis...............................................................................................3
B. Konsep Keperawatan..................................................................................11
BAB III PENUTUP..............................................................................................28
A. Kesimpulan.................................................................................................28
B. Saran............................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................29
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pasien dengan penyakit Hirschsprung pertama kali dilaporkan oleh
Frederick Ruysch pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan
serta mendeskripsikan mega colon congenital pada tahun 1863 adalah
Harald Hirschsprung. Namun, pada saat itu patofisiologi terjadinya
penyakit ini tidak diketahui secara jelas. Hingga tahun 1938, dimana
Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai
pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal
usus defisiensi ganglion.
Insiden penyakit Hirschsprung di Indonesia tidak diketahui secara
pasti tertapi berkisar antara satu diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan
jumlah penduduk Indonesia 220 juta dan tingkat kelahiran 35 permil,
maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1540 bayi dengan penyakit
hirschsprung.
Laki-laki lebih banyak diserang dibandingkan perempuan dengan
perbandingan 4:1. Biasanya, penyakit Hirschsprung terjadi pada bayi
aterm dengan berat lahir 3kg dan jarang pada bayi prematur. Penyakit ini
mungkin disertai dengan cacat bawaan dan termasuk sindrom down,
sindrom waardenburg serta kelainan kardiovaskuler.
Penyakit ini ditemukan tanda dan gejala yaitu adanya kegagalan
mengeluarkan mekonium dalam waktu 24-48 jam setelah lahir, muntah
berwarna hijau dan konstipasi. faktor penyebab penyakit Hirschsprung
diduga dapat terjadi karena faktor genetik dan faktor lingkungan. Oleh
karena itu, penyakit Hirschsprung sudah dapat dideteksi melalui
pemeriksaan yang dilakukan seperti pemeriksaan radiologi, barium,
enema, rectal biopsi, rectum, manometri anorektal dan melalui
penatalaksanaan dan teraupetik yaitu dengan pembedahan dan colostomi.
Melalui makalah ini akan membahas lebih jauh mengenai penyakit
Hirschsprung serta asuhan keperawatan pasien Hirschsprung.

B. Tujuan
a. Untuk mengetahui konsep medis dari Hirschprung
b. Untuk mengetahui konsep keperawatan dari Hirschprung
C. Manfaat
a. Dapat mengetahui konsep medis dari Hirschprung
b. Dapat mengetahui konsep keperawatan dari Hirschprung
c. Dapat dijadikan sumber pengetahuan bersama pada pembelajaran
mahasiswa.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Medis
a. Definisi

Hirschprung diease merupakan suatu kondisi tidak adanya segmen


ganglion intrinsik parasimpatis pada sub mukosa dan myenteric plexuses
yang secara anatomi terletak pada sebagian anus dan membentang secara
proximal (Amiel, et al., 2001).
Penyakit Hirschprung adalah suatu gangguan perkembangan dari
sistem saraf enterik dengan karakteristik tidak adanya sel-sel ganglion
(tidak adanya pleksus meintrik) pada bagian distal kolon dan kolon tidak
bisa mengembang dengsn memberikan manifestasi perubahan struktur dari
kolon. Pada kondisi klinik penyakit Hirschprung lebih dikenal dengan
mengkolon kongenital.
Pada tahun 1886, Harold Hirchprung pertama kali mendeskripsikan
penyakit hirscprung sebagai penyebab dari konstripasi pada awal masa
bayi. Penyakit hirscprung terjadi pada sekitar 1 per 5.000 kelahiran hidup.
Penyakit hirschsprung sekitar 4 kali lebih sering terjadi pada laki-laki
daripada perempuan. Hampir semua anak dengan penyakit hirschsprung
didiagnosis selama 2 tahun pertama kehidupan. Sekitar satu setengah
anak-anak terkena penyakit ini didiagnosis sebelum mereka berumir 1
tahun.

b. Etiologi

Penyebab penyakit hirschprung tidak diketahui, tetapi ada


hubungan dengan kondisi genetik. Mutasi pada Ret Proto-onkogen telah
dikaitkan dengan neoplasia endokrin 2A atau 2B pada penyakit
hirschsprung familiar. Gen lain yang berhubungan dengan penyakit
hirschsprung termasuk sel neurotrofik glial yang diturunkan dari faktor
gen, respon gen endothelin-B dan gen endothelin-3. Penyakit hirschsprung
juga terkait dengan Down syndrome, sekitar 5-15% dari pasien dengan
penyakit hirschsprung juga memiliki trisomi.

c. Patofisiologi

Dalam keadaan normal, bahan makanan yang dicerna dapat


berjalan di sepanjang usus karena adanya kontraksi rtmis dari oto-otot
yang melapisi usu (kontraksi Ritmis ini disebutkan gerakan peristaltik).
Kontraksi otot-otot tersebut dirangsang oleh sekumpulan saraf yang
disebut gangglion, yang terletak dibawah lapisan otot. Pada penyakit
Hirschcprung, ganglion/pleksus yang memerintahkan gerakan peristaltik
tidak ada, biasanya hanya sepanjangn beberapa sentimeter. Segmen usus
yang tidak memiliki gerakan peristaltik tidak dapat mendorong bahan-
bahan yang dicerna sehingga terjadi penyumbatan.

Dengan kondisi tidak adanya ganglion, maka akan memberikan


manifastasi gangguan atau tidak adanya peristaltis sehingga akan
terjadinya tidak adanya evakuasi usus spontan. Selain itu, sfingter rektum
tidak dapat berelaksasi secara optimal, kondisi ini dapat mencegah
keluarnya fases secara normal. Isi usus kemudian terdorong ke
segmenaganglionik dan terjadi akumulasi di daerah tersebut sehingga
memberikan manifestasi dalatasi usus pada bagian proksimal.

Kondisi penyakit Hirschprung memberikan berbagai masalah


keperawatan pada pasien dan memeberikan implikasi pada pemberian
asuhan keperawatan.

d. Manifestasi Klinis

 Tanda dan gejala pada neonates meliputi:


a. Kegagalan mengeluarkan mekonium dalam tempo 24 hingga 48
jam karena usus tidak mampu mendorong isinya ke arah distal.
b. Muntah dengan muntahan yang mengandung feses atau empedu
sebagai akibat obstruksi intestinal.
c. Distensi abdomen yang terjadi sekunder karena retensi isi usus dan
obstruksi usus.
d. Iritabilitas (anak menjadi rewel) akibat distensi abdomen yang
ditimbulkan.
e. Kesulitan menyusu dan kegagalan tumbuh kembang yang
berhubungan dengan retensi isi usus dan distensi abdomen.
f. Dehidrasi yang berhubungan dengan kesulitan menyusu dan
ketidakmampuan mengonsumsi cukup cairan.
g. Diare overflow yang terjadi sekunder karena peningkatan sekresi
air kedalam usus disertai obstruksi usus.
 Tanda dan gejala pada anak-anak meliputi:
a. Konstipasi persisten akibat penurunan motilitas gastrointerstinal
(GI)
b. Distensi abdomen akibat retensi feses.
c. Massa feses yang bisa diraba akibat retensi feses.
d. Ekstremitas yang lisut( pada kasus-kasus berat) yang terjadi
sekunder karena gangguan motilitas intestinal dan pengaruhnya
pada nutrisi serta asupan makanan.
e. Kehilangan jaringan subkutan (pada kasus-kasus berat) yang
terjadi sekunder karena malnutrisi.
f. Abdomen yang besar dan menonjol akibat retensi feses dan
perubahan homeostatis cairan serta elektrolit yang ditimbulkan.
e. Penatalaksanaan
1. Medis
Penatalaksanaan operasi adalah untuk memperbaiki portion agang
lionik di usus besar sehingga normal dan jugafungis spinkter ani
internal.
Ada dua tahapan dalam pelaksanaan medis yaitu :
a) Temporari ostonomy di buat proksimal terhadap segmen
agang lionik untuk melepaskan obstruksi secara normal
melekah dan terdilatasinya usus besar untuk
mengembalikan ukuran normalnya.
b) Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi
biasanya saat serat anak mencapai sekitar 9 Kg (Pounds)
atau sekitar 3 bulan setelah operasi pertama
Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan
seperti Swenson, Duhamel, Boley & Soave. Prosedur soave
adalah salah satu prosedur yang paling sering dilakukan terdiri
dari penarikan usus besar yang normal bagian akhir dimana
aganglionik telah diubah.
2. Perawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe
pelaksanaannya bila ketidakmampuan terdiagnosa selama
periode neonatal,, perhatikan utama lain :
a) Membantu orang tua untuk mengetahui adanya
kelainan kongenital pada anak secara dini
b) Membantu perkembangan ikatan antara orang tua
dan anak
c) Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi
medis (pembedahan)
d) Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy
setelah rencana pulang (FKUI,200 :1135).
f. Pemeriksaan Penunjang
1. Biopsi isap, yakni mengambil mukosa submukosa dengan alat
penghisap dan mencari sel ganglion pada daerah submukosa.
2. Biopsi oto rectum, yakni pengambilan lapisan otot rectum,
dilakukan di bawah narkos,. Pemeriksaan ini bersifat traumatic.

3. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin dari hasil biopsy asap.


Pada penyakit ini khas terdapat peningkatan aktifitas enzim
asetilkolin enterase.

4. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsy usus


(Ngastiyah, 1997)
5. Foto abdomen dan Enema Barium untuk mengetahui adanya
penyumbatan pada kolon.
Enema Barium Foto Abdomen

6. Biopsi rectal untuk mendeteksi ada tidaknya sel ganglion

7. Manometri anorektal untuk mencatat respons reflex sfingter


interna dan eksterna

(Betz, Cecily, & Linda, 2002)


g. Discharge Planning
 Pada anak :
1) Mengajarkan anak untuk tidak melakukan aktivitas yang
dapat memperburuk keadaan
2) Menganjurkan anak untuk banyak minum air
3) Memberitahu jika merasakan sakit langsung mengatakan
kepada orang tua
4) Jangan banyak mengonsumsi makanan keras
 Pada orang tua :
1) Membantu orang tua dan memberitahu perawatan luka
yang tepat
2) Mebberikan penjelasan tentang pentingnya kebersihan dan
kenyamanan anak
3) Memberitahu untuk memberikan makanan yang sehat pada
anak
4) Memberitahu kepada orang tua untuk merawat dan
membersihakn luka setiap hari.
h. Komplikasi
Komplikasi dapat meliputi:
1. Perforasi usus.
2. Ketidakseimbangan elektrolit.
3. Defisiensi gizi.
4. Enterokolitis.
5. Syok hipovolemik.
6. Sepsis (Kowalak, Welsh, & Mayer, 2014)
i. Masalah yang lazim muncul pada klien
 Pre bedah
a. Pneumatosis usus
b. Enterokolotis nekrotiokans
c. Abses peri kolon
d. Perforasi
e. septicemia
 Pasca bedah
a. Trauma pada saraf pelvis
b. Pembuluh darah akibat diseksi partikel
Predisposisi genetik gangguan perkembangan dari
sistem saraf entrik dengan keadaan aganglionik
pada bagian distal kolon

Ketidakmampuan pengembangan dan


pengempisan pada area aganglionik

Penyakit hirschsprung

Pre operasi

Usus spastis dan daya Absorpsi air tidak normal Gangguan


dorong tidak ada gastriontestrinal

Obstipasi, tidak ada Penurunan intake cairan


Obstruksi kolon distal Mual muntah, kembung,
mekonilim anoreksia

Gangguan eliminasi BAB Ketidakseimbangan


Distensi abdomen hebat
cairan dalam tubuh Intake nutrisi tidak adekuat

Obstruksi kolon
Gangguan rasa nyaman Hipovolemik Kehilangan cairan dan
proksimal
elektrolit

Intervensi pembedahan
Defisit Nutrisi

Pasca operasi Kerusakan jaringan


pasca bedah Gangguan integritas
kulit
Port deentree
Nyeri akut
Sering Bertanya
Luka pasca bedah
Kurang
Perubahan
terpaparStatus
informasi Sering
Kurangbertanya
terpapar
Cemas
kesehatan anak informasi
Resiko Infeksi

Ketegangan
Defisit pengetahuan
Pemberian asuhan
B. Konsep Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian penyakit hirschprung terdiri atas anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan evaluasi diagnostik
1) Anamnesis
Pada anamnesis, keluhan utama yang lazim di temukan pada
anak adalah nyeri abdomen. Keluhan orangtua pada bayinya dapat
berupa muntah-muntah. Keluhan gastrointestinal lain yang
menyertai seperti distensi abdominal, mual, muntah dan nyeri kolik
abdomen.

2) Pengkajian Riwayat Penyakit Sekarang


Keluhan orang tua pada bayi dengan tidak adanya evakuasi
mekonium dalam 24-48 jam pertama setelah lahir diikuti obstruksi
konstipasi, muntah, dan dehidrasi. Gejala ringan berupa konstripasi
selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi
usus akut. Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi
abdomen, dan demam. Adanya fases yang menyemprot pada saaat
colok dubur merupakan tanda yang khas.
Pada anak, selain tanda pada bayi, anak akan rewel dan
keluhan nyeri pada abdominal. Keluhan lainnya berupa konstipasi
atau diare berulang. Pada kondisi kronis, orang tua sering
mengeluh anak mengalami gangguan pertumbuhan dan
perkembangan. Anak mungkin didapatkan engalami kekurangan
kalori-protein. Kondisi gizi buruk ini merupakan hasil dari anak
kaen selalu merasa kenyang, perut tidak nyaman, dan distensi
terkai dengan konstipasi kronis. Dengan berlanjutny proses
penyakit, maka akan terjadi eterokolitis. Kondisi enterokolitis
dapat berlanjut ke sepsis, transmural nekrosis usus, dan perforasi.
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Pada pengkajian riwayat penyakit keluarga sering didapatkan
peningkatan kecemasan serta perlunya pemenuhan informasi
intervensi keperawatan dan pengobatan.

4) Pemeriksaan fisik yang didapatkan sesuai dengan manifestasi


klinis.
Pada survei umum terlihat lemah atau gelisah. TTV biasa
didapatkan hipertermi dan takikardi dimana menandakan terjadinya
iskemia usus dan gejala terjadinya perforasi. Tanda dehidrasi dan
demam bisa didapatkan pada kondisi syok atau sepsis.
Pada pemeriksaan fisik fokus pada area abdomen, lipat paha,
dan rektum akan didapatkan.:
a. Inspeksi : tanda khas didapatkan adanya distensi
abdominal. Pemeriksaan rektum dan fases akan didapatkan
adanya perubahan fases seperti pita dan berbau busuk.
b. Auskultasi : pada fase awal didapatkan penurunan bising
usu, berlanjut dengan hilangnya bising usus.
c. Perkusi : timpani akibat abdominal mengalami kembung.
d. Palpasi : teraba dilatasi kolon pada abdominal

b. Masalah keperawatan

1) Defisit Nutrisi b.d ketidak mampuan menelan makanan d.d


nafsu makan menurun (D0019)
2) Hipovolemia b.d kekurangan intake cairan d.d nadi teraba
lemah (D0023)
3) Konstipasi b.d anganglionik d.d peristaltik usus menurun
( D0049)
4) Gangguan rasa nyaman b.d kurang pengendalian
situasional/lingkungand.d mengeluh tidak nyaman (D0074)
5) Gangguan integritas kulit/jaringan b.d perubahan
pigmentasi d.d kerusakan jaringan dan atau lapisan kulit
(D.0129)
6) Nyeri akut b.d agen pencedera fisik ( mis, abses, amputasi,
terbakar, megangkat berat, prosedur operasi, trauma, latih
fisik beraturan ) d.d tampak meringgis (D.0077)
7) Deficit pengetahuan b.d gangguan fungsi kognitif d.d
menunjukkann perilaku tidak sesuai anjuran (D.0111)
8) Resiko infeksi d.d malnutrisi (D.0142)
9) Ketegangan pemberian asuhan b.d khawatir klien akan
kembali di rawat dirumah sakit d.d sulit merawat klien
(D.124)
c. Intervensi

No Diagnosa SLKI SIKI Rasional

1 Defisit Nutrisi b.d ketidak mampuan STATUS NUTRISI Manajemen Nutrisi Manajemen nutrisi
menelan makanan d.d nafsu makan Obsevasi
menurun (D0019) Setelah dilakukan Observasi - Untuk mengetahui status
Kategori :Fisiologis tidakan keperawatan  Identifikasi status nutrisi nutrisi klien
Subkategori :Nutris dan cairan Selama 3x24 jam  Identifikasi alergi dan - Untuk mengetahui makanan-
Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup masalah Defisit nutrisi intoleransi makanan makanan yang harus
untuk memenuhi kebutuhan teratasi dengan dihindari
metabolisme . indikator : Terapeutik Terapeutik
Penyebab : 1. Kekutan otot  Sajikan makanan secara - Agar klien nafsu makan
1. Ketidakmampuan menelan penguyah menarik dan sushu yang - Agar nutrisi terpenuhi
makanan 2. Kekuatan otot sesuai Edukasi
2. Ketidakmammpuan mncerna menelan  Berikan makanan tinggi - Agar mencegah tersedak
makanan 3. Serum albumin kalori dan banyak protein - Agar pemenuhan nutrisi yang
3. Ketidakmampuan mengabsorbsi 4. Pengetahuan Edukasi baik
nutrient tentang pilihan  Anjurkan posisi duduk, Kolaborasi
4. Peningkatan kebutuhan makanan yang jika mampu - Untuk mengetahui waktu
metabolisme sehat  Ajarkan diet yang makan yang tepat
5. Faktor ekonomi( mis finansial Ket : diprogramakan - Agar mendapatkan pelayanan
tidak mencukupi) 1. Menurun Kolaborasi yang nutrisi yang tepat
6. Faktor psikologis ( mis . stress, 2. Cukup menurun
 Kolaborasi pemberian
keengganan untuk makan ) 3. Sedang
medikasi sebelum makan (
4. Cukup meningkat
mis pereda nyeri,
Gejala dan tanda mayor 5. Meningkat
Subjektif antiemetik), jika perlu
( tidak ada)  Kolaborasi dengan ahli
Objektif gizi untuk menentukan
1) Berat badan menurun minimal jumlah kalori dan jenis
10% dibawah rentan ideal nutrient yang dibituhkan
Gejala dan tanda minor jila perlu.
Subjekif
1) Cepat kenyang setelah makan
2) Kram/ nyeri abdomen
3) Nafsu makan menurun
Objektif
1) Bising usus hiperaktif
2) Otot pengunyah lemah
3) Otot menelan lemah
4) Membran mukosa pucat
5) Sariawan
6) Serum albumin turun
7) Rambut rontok berlebihan
8) Diare
Kondisi klinis terkait
1. Stroke
2. Parkinson
3. Mobius syndrome
4. Luka bakar
5. Kanker
6. Infeksi
7. AIDS
8. Penyakit chron’s
2 Hipovolemia b.d kekurangan intake Status Cairan Manajemen hipovolemia Manajemen hipovolemia
cairan d.d nadi teraba lemah (D0023) Observasi
Kategori : fisiologis Setelah dilakukan Observasi - Untuk mengetahui keadaan
Subkategori : nutrisi dan cairan tidakan keperawatan  Pemeriksaan tanda dan cairan tubuh pada pasien
Definisi: penurunan volume cairan Selama 3x24 jam gejala hipovolemia( mis,. - Untuk mengetahui
intravascular,interstitial,dan/ataui masalah Defisit nutrisi Frekuensi nadi pemasukan dan
intraselular . teratasi dengan meningkat , nadi teraba pengeluarannya cairan
Penyebab : indikator : lemah , tekanan darah Terapeutik
1. Kehilangan cairan aktif 1. Kekuatan nadi menurun ,tekanan nadi - Untuk mengetahui kebutuhan
2. Kegagalan mekanaisme regulasi 2. Output urin menyempit , turgor kulit yang harus dipenuhi
3. Peningkatan permeabilitas 3. Pengisian vena menurun , membrane - Untuk pemenuhan cairan
kapiler 4. Berat badan mukosa kering , volume Edukasi
4. Kekurangan intake cairan Ket : urin menurun, hematocrit - Agar pemenuhan asupan air
5. Evaporasi 1. Menurun meningkat, haus, lemah). tercukupi
Gejala dan tanda mayor 2. Cukup menurun  Monitor intake dan output - Agar tidak memgalami
Subjektif 3. Sedang cairan. cedera
( tidak tersedia) 4. Cukup meningkat Terapeutik Kolaborasi
Objektif 5. Meningkat  Hitung kebutuhan cairan - Untuk pemenuhan cairan
1. Frekuensi nadi meningkat  Berikan asupan cairan oral lebih cepat
2. Nadi teraba lemah Edukasi - Untuk pemasukan cairan
3. Tekanan darah menurun  Anjurkan memperbanyak nutrisi
4. Tekanan nadi menurun asupan cairan oral
5. Turgor kulit menurun  Anjurkan menghindari
6. Membran mukosa kering perubahan posisi
7. Volume urin menurun mendadak
8. Hematotokrit meningkat Kolaborasi
Gejala dan tanda minor
 Kolaborasi pemberian
Subjektif
cairan 1V istonis
1. Merasa lemah ( mis.NaCl , RL)
2. Mengeluh haus  Pemberian cairan
Objektif hipotonis ( mis.glukosa
1. Pengisian vena menurun 2,5% NaCl 0,4% )
2. Status mental berubah
3. Suhu tubuh meningkat
4. Konsentrasi urin meningkat
5. Berat badan turun tiba-tiba
Kondisi klinis terkait
1. Penyakit Addison
2. Trauma/perdarahan
3. Luka bakar
4. Aids
5. Penyakit crohn
6. Muntah
7. Diare
8. kolitis ulseratif
9. Hipoalbumienimia
3. Konstipasi b.d anganglionik d.d Eliminasi pekal Manajemen eliminasi fekal Manajemen eliminasi fekal
peristaltik usus menurun ( D0049) Observasi
Setelah dilakukan Observasi - Untuk mengetahui masalah
Kategori : fisiologis tidakan keperawatan  Identifikasi masalah usus utama pada klien
Selama 3x24 jam dan penggunaan obat - Untuk mengetahui keadaan
Sub kategori : eliminsi masalah Defisit nutrisi pencahar feses klien
teratasi dengan  Monitor buang air Terapeutik
Definisi : penurunan defekasi normal indikator : besar(mis.warna,frekuensi, - Untuk menghilangkan bakteri
yang disertai pengeluaran feses sulit dan 1. kontrol konsistensi,volume) yang ada dikerongkongan
tidak tuntas serta feses kering dan pengeluaran feses Terapeutik - Agar waktu klien teratur
banyak . 2. Keluhan defakasi  Berikan air hangat setelah Edukasi
Penyebab : lama dan sulit makan - Agar klien dapat mengetahui
Fisiologis 3. Mengejan saat  Jadwalakan waktu def makanan apa saja yang
1. Penurunan motilitas defikasi ekasi bersama pasien melancarkan peristaltic usus
gastrointestinal 4. Distensi abdomen Edukasi klien
2. Ketidakadekuatan pertumbuhan Ket :  Jelaskan jenis makanan - Agar dapat mengetahui
gigi 1. Menurun yang membantu perkembangan usus klien
3. Ketidakcupan diet 2. Cukup menurun meningkatkan keteraturan Kolaborasi
4. Ketidakcukupan asupan serat 3. Sedang peristaltic usus - Untuk melancarkan BAB
5. Ketidakcukupan cairan 4. Cukup menigkat  Anjurkan mencatat warna,
6. Anganglionik(mis.penyakit 5. Meningkat frekuensi,
hircsprung) konsitensi,volume feses.
7. Kelemahan otot abdomen Kolabrasi
Psikologis  Pemberian obat
1. Konfusi supositoria anal, jika perlu
2. Defresi
3. Gangguan emosional
Situasional
1. Perubahan kebiasaan
makan(mis.jenis makanan,
jadwal makan)
2. Ketidakadekuatan toileting
3. Aktivitas fisik harian kurang
dari yang dianjurkan
4. Penyalahgunaan laksatif
5. Efek agen farmakologis
6. Ketidakaturan kebiasaan
defikasi
7. Kebiasaan menahan dorongan
defekasi
8. Perubahan lingkungan
Gejala dan tanda mayor
Subjektif
1. Defekasi kurang dari 2x
seminggu
2. Pengeluaran feses lama dan sulit
.
Objektif
1. Feses keras
2. Peristaltic usus menurun
Gejala dan tanda minor
Subjektif
1. Mengejan saat defikasi
Objektif
1. Distensi andomen
2. Kelemahan umum
3. Teraba massa pada rektal
Kondisi klinis
1. Penyakit hiscprung
2. Imfaksi feses
3. Ulkus rektal
4. Abses rektal
5. Rektokel
4. Gangguan rasa nyaman b.d kurang Status kenyamanan Pengaturan posisi Pengaturan posisi
pengendalian Setelah dilakukan Observasi Observasi
situasional/lingkungand.d mengeluh tidakan keperawatan  Monitor status oksigenasi - Agar mengetahui dampak
tidak nyaman (D0074) Selama 3x24 jam sebelum sesudah dan perubahan posisi klien
Kategori : psikologis masalah Defisit nutrisi mengubah posisi - Untuk penyembuhan lebih
Subkategori : nyeri dan keamanan teratasi dengan  Monitor alat traksi agar tepat
Definisi: perasaan kurang senang,lega indikakator selalu tepat Terapeutik
dan sempurna dalam dimensi fisik, 1. Kesejahteraan fisik Terapeutik - Agar posisi klien lebih teratur
psikospritual lingkungan dan sosial 2. Kesejahteraan  Tempatkan pada - Agar mempermudah
Peneyebab psikologis matras/tempat tidur mobilisasi klien
1. Gejala penyakit 3. Dukungan social terapeutik yang tepat Edukasi
2. Kurang pengendalian dari keluarga  Tempatkan objek yang - Agar klien mengetahui dan
situasionl/lingkungan 4. Dukungan social sering digunakan dalam bisa bersedia
3. Ketidakadekuatan sumber dari teman jangkauan - Agar menghindari terjadinya
daya(mis.dukungan finansial, Ket : Edukasi cedera
social dan pengetahuan) 1.Menurun  Informasikan saat akan Kolaborasi
4. Kurangnya privasi 2.Cukup menurun dilakukan perubahan - Untuk mencegah cedera
Gangguan stimulus lingkungan 3 Sedang posisi
5. Efek samping 4 Cukup meningkat  Ajarkan cara
terapi(mis.medikal,radiasi,kemot 5 Meningkat menggunakan postur yang
erapi) baik dan mekanika tubuh
6. Gangguan adaptasi kehamilan yang baik selama
Gejala dan tanda mayor melakukan perubahan
Subjektif posisi.
1. Mengeluh tidak nyaman kolaborasi
Objektif  kolaborasi pemberian
1. Gelisah premedikasi sebelum
Gejala dan tanda minor mengubah posisi,jika
Subjektif perlu.
1. Mengeluh sulit tidur
2. Tidak mampu reflex
3. Mengeluh kedinginan/kepanasan
4. Merasa gatal
5. Mengeluh mual,
6. Mengeluh lelah
Objektif
1. Menunjukan gejala distress
2. Tampak merintis/menangis
3. Pola eliminasi berubah
4. Postur tubuh berubah
5. Iritabilitas
Kondisi klinis terkait
1. Penyakit kronis
2. Keganasan
3. Distress psikologiss
4. Kehamilan

5. Gangguan integritas kulit/jaringan Penyembuhan luka Perawatan luka Perawatan luka


b.d perubahan pigmentasi d.d Setelah dilakukan Observasi : observasi
kerusakan jaringan dan atau lapisan tidakan keperawatan 1. Monitor karekteristik luka - Untuk mengetahui keadaan
kulit (D.0129) Selama 3x24 jam (mis: drainase, warna , luka
Kategori : lingkungan masalah gangguan ukuran, bau ) Terapeutik
Subkategori : keamanan dan proteksi integritas kulit teratasi Teraupetik : - Agar peneyembuhan luka
Definisi: kerusakan kulit (dermis dan/ dengan indikakator : 1. Berikan salep yang sesuai lebih cepat
atau epidermis ) atau jaringan 1. Penyatuan tepi ke kulit/ lesi, jika perlu Edukasi
(membrane mukosa, kornea, otot, kulit (3) Edukasi : - Agar keluarga dapat
tendon, tulang, kartilago, kapsul 2. Jaringan granulasi 1. Anjurkan prosedur melakukan secara mandiri
dan/atau ligmen ) (3) perawatan luka secara
Penyebab : 3. Pembentukan mandiri Kolaborasi
1. Perubahan sirkulasi jaringan kulit (3) - Untuk penyembuhan luka
2. Perubahan status nutrisi Ket : Kolaborasi : lebih tepat
(kelebihan atau kekurangan) 1. Menurun 1. Kolaborasi pemberian
3. Kekurangan/ kelebihan volume 2. Cukup menurun antibiotic jika perlu
cairan 3. Sedang
4. Penurunan mobilitas 4. Cukup meningkat
5. Bahan kimia iritatif 5. Meningkat
6. Suhu lingkungan yang ekstrim
7. Faktor mekanis (misl, penekanan
pada tonjolan tulang, gesekan )
atau faktor elektris
(elektrodiatermi, energy listri
bertegangan tinggi)
8. Efek samping terapi radiasi
9. Kelembaban
10. Proses penuaan
11. Neuropati prifer
12. Perubahan pigmentasi
13. Perubahan hormonal
14. Kurang terpapar informasi
tentang upaya tentang
mempertahankan/melindungi
integritas jaringan
Gejala dan tanda mayor :
Subjektif : -
Objektif :
1. Kerusakan jaringan/atau lapisan
kulit
Gejala dan tanda minor :
Subjektif : -
Objektif :
1. Nyeri
2. Perdarahan
3. Kemerahan
4. Hematoma
Kondisi klinik yang terkait :
1. Imobilisasi
2. Gagal kongestif
3. Gagal ginjal
4. Diabetets mellitus
5. Imunodefisiensi (mis, AIDS)
6. Tingkat nyeri Manajemen nyeri Manajemen nyeri
Nyeri akut b.d agen pencedera fisik Setelah dilakukan Observasi Observasi
( mis, abses, amputasi, terbakar, tidakan keperawatan 1. identifikasi respon nyeri - untuk mengetahui keadaan
megangkat berat, prosedur operasi, Selama 3x24 jam non verbal klien
trauma, latih fisik beraturan ) d.d masalah nyeri akut 2. identifikasi skala nyeri - untuk mengetahui tingkat
tampak meringgis (D.0077) teratasi dengan Terapeutik nyeri pada klien
indikakator : 1. fasilitasi istirahat dan tidur terapeutik
Kategori : psikologis 1. Keluhan nyeri (3) 2. control lingkungan yang - untuk pemenuhan istrahat
2. Meringis (3) memperberat rasa nyeri klien
Sub kategori : nyeri dan kenyaman 3. Gelisah (3) Edukasi - untuk mengetahui penyebab
4. Kesulitan tidur 1. jelaskan strategi nyeri pada klien
Definisi:
(3) meredakan nyeri edukasi
Pengalaman sensorik atau emosional Keterangan : 2. jelaskan penyebab, - agar pasien dan keluarga
yang berkaitan dengan kerusakan 1. Meningkat periode, dan pemicu nyeri mengetahui teknik
jaringan actual atau fungsional dengan 2. Cukup meningkat Kolaborasi mengurangi nyeri
3. Sedang 1. kolaborasi pemberian - agar klien dapat mengetahui
onset mendadak atau lambat dan 4. Cukup menurun analgetik masalah utama penyabab
berintesitas ringan hingga berat yang 5. menurun nyeri
berlangsung kurang dari 3 bulan kolaborasi
- untuk mengurangi rasa nyeri
Penyebab :

1. Agen pencendera fisiologis


2. Agen pencendera kimiawi
3. Agen pencedera fisik

Gejala dan tanda mayor :

Sebjektif :

1. Mengeluh nyeri

Objektif :

1. Tampak meringis
2. Bersikap proktektif
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur

Gejalan dan tanda minor :

Subjektif :-
Objektif :

1. Tekanan darah meningkat


2. Pola napas berubah
3. Napsu makan berubah
4. Proses berfikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Diaphoresis

7. Deficit pengetahuan b.d gangguan Tingkat pengetahuan Edukasi kesehatan Edukasi kesehatan
fungsi kognitif d.d menunjukkann Observasi Observasi
Setelah dilakukan
perilaku tidak sesuai anjuran 1. identifikasi kesiapan dan - Agar informasi lebih cepat
(D.0111) tidakan keperawatan kemampuan menerima diterima
Kategori : perilaku informasi - Untuk mengetahui faktor-
Selama 3x24 jam
Sub kategori: penyeluhan dan 2. identifikasi faktor-faktor faktor yang dapat
pembelajaran masalah deficit yang dapat meningkatkan mempengaruhi
Definisi : dan menurunkan motivasi Terapeutik
pengetahuan teratasi
Ketiadaaan atau kurangnya informasi perilaku hidup bersih dan - Untuk mempermudah klien
kognitif yang berkaitan dengan topic dengan indikakator : sehat memahami masalah
tertentu Terapeutik Edukasi
1. perilaku sesuai
Penyebab : 1. sediakan materi dan media - Agar pasien dapat melakukan
1. Ketreatasan kognitif anjuran (4) pendidikan kesehatan perilaku hidup bersih dan
2. Gangguan fungsi kognitif Edukasi sehat
2. kemampuan
3. Kekeliruan mengikuti anjuran 1. ajarkan perilaku hidup - Agar klien mendapatkan
4. Kurang terpapar informasi menjelaskan bersih dan sehat infromasi bersih dan sehat
5. Kurang minat dalam belajar 2. ajarkan strategi yabg dapat
6. Kurang mampu meninggat pengetahuan digunakan untuk
7. Ketidaktahuan menemukan meningkatkan perilaku
tentang suatu
sumber informasi hidup bersih dan sehat
Gejala dan tanda mayor topic (4) Kolaborasi
Subjektif : -
3. verbalisasi minat
1. Menanyakan masalah yang
dihadapi dalam belajar (4)
Objektif :
keterangan :
1. Menunjukkan perilaku tidak
sesuai anjuran 1. menurun
2. Menunjukkan presepsi yang
2. cukup menurun
keliru terhadap masalah
Gejala dan tanda minor 3. sedang
Subjektif ; -
4. cukup meningkat
Objektif :
1. menjalani pemeriksaan yang 5. meningkat
tidak tepat
2. menunjukkan perilaku
berlebihan

8. Resiko infeksi d.d malnutrisi (D.0142) Tingkat infeksi Pencegahan infeksi Pencegahan infeksi
Kategori : lingkungan Observasi Observasi
Setelah dilakukan
Sub kategori : keamanan dan proteksi 1. monitor tanda dsan gejala - untuk mengetahui keadaan
Definisi : tidakan keperawatan infeksi local dan sistemik klien
beresiko mengalami peningkatan Terapeutik terapeutik
Selama 3x24 jam
terserang organisme patogenik 1. berikan perawatan kulit - untuk mengurangi
faktor resiko : masalah resiko infeksi pada area edema pembengkakan
1. panyakit kronis teratasi dengan 2. cuci tangan sebelum dan - untuk menjaga kebersihan
2. efek prosedur infasi sesudah kontak dengan terapeutik
indikakator :
3. malnutrisi pasien dan lingkungan - untuk menjaga kebersihan
4. peningkatan paparan organisme 1. demam (4) pasien tangan pasien
pathogen lingkungan Edukasi - agar keluarga dank lien dapat
2. kemerahan (4)
5. ketidakedekuatan pertahanan 1. ajarkan cara cuci tangan menegtahui keadaan luka
tubuh primer 3. bengkak (4) dengan benar kolaborasi
6. ketidakedekuatan pernatahan 2. ajarkan cara memeriksa - untuk mencegah terjadnya
4. nyeri (4)
tubuh sekunder kondisi luka, atau luka infeksi
keterangan : operasi
Kolaborasi
1. meningkat
1. kolaborasi pemberian
2. cukup meningkat imunisasijika perlu
3. sedang
4. cukup menurun
5. menurun
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
a. Penyakit Hirschprung adalah suatu gangguan perkembangan dari
sistem saraf enterik dengan karakteristik tidak adanya sel-sel ganglion
(tidak adanya pleksus meintrik) pada bagian distal kolon.
b. Penyebab penyakit hirschprung tidak diketahui, tetapi ada hubungan
dengan kondisi genetic
c. Pengkajian penyaki hirschprung terdiri atas anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan evaluasi diagnostik
d. Komplikasi dapat meliputi perforasi usus, ketidakseimbangan
elektrolit, defisiensi gizi, enterokolitis, syok hipovolemik, dan sepsis
e. Pemeriksaan Diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien penyakit
Hirschprung, yaitu biopsi isap, biopsi oto rectum, pemeriksaan
aktivitas enzim asetilkolin dari hasil biopsy asap, pemeriksaan
aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsy usus.

B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

(Amiel, et al., 2001).


(Betz, Cecily, & Linda, 2002)

(FKUI,200 :1135).

Betz, Cecily, L., & Linda, A. S. (2002). Buku Saku Perawatan Pediatrik (ke-3
ed.). Jakarta: EGC.

Kowalak, J. P., Welsh, W., & Mayer, B. (2014). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta:
EGC.

Ngastiyah. (2007). Perawatan Anak Sakit . Jakarta: EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2019. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Jakarta

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Jakarta

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2019. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai