Hari/Tanggal : Hari/Tanggal :
Tanda Tangan : Tanda Tangan :
LAPORAN PENDAHULUAN
VULNUS LACERATUM
DI RUANG BEDAH
DISUSUN OLEH :
WINDA SELPIANTI
22260035
A. DEFINISI
Luka atau Vulnus merupakan keadaan struktur anatomi jaringan tubuh yang terputus.
Bentuk luka bermacammacam, terdapat bentuk sederhana seperti kerusakan pada epitel
dan bentuk kerusakan yang dalam seperti jaringan subkutis, lemak, dan otot bahkan tulang
beserta strukturnya yaitu tendon, syaraf, dan pembuluh darah sebagai dari bentuk akibat
trauma dan ruda paksa (Novaprima, 2019). Vulnus laceratum adalah luka terbuka yang
terdiri dari akibat kekerasan tumpul yang kuat sehingga melampaui elastisitas kulit atau otot
(Mansjoer, 2017).
B. ANATOMI FISIOLIGI
A. KULIT
Price 2011 menyatakan “Secara mikroskopis kulit terdiri dari 3 lapisan epidermis,
dermis, lemak subkutan. Kulit melindungi tubuh dari trauma dan merupakan benang
pertahanan terhadap bakteri virus dan jamur. Kulit juga merupakan tempat sensasi raba,
tekan, suhu, nyeri dan nikmat berkat jahitan ujung syaraf yang saling bertautan”.
1) Lapisan tanduk (startum konsum) terdiri dari lapisan sel-sel tidak berinti dan bertanduk.
2) Lapisan dalam (startum malfigi) merupakan asal sel permukaan bertanduk setelah
mengalami proses di ferensiasi
b. Dermis
Dermis terletak di bawah epidermis dan terdiri dari seabut-serabut kolagen elastin, dan
retikulum yang tertanam dalam substansi dasar.
Matrik kulit mengandung pembuluh pembuluh darah dan syaraf yang menyokong nutrisi
pada epidermis. Disekitar pembuluh darah yang kecil terdapat limfosit. Limfosit sel masuk
dan leukosit yang melindungi tubuh dari infeksi dan infeksi dan instansi benda-benda asing.
Serabut serabut kolagen, elastin khusus menambahkan sel-sel basal epidermis pada dermis.
C. Lemak subkutan Price (2005) menyatakan “Lemak subkutan merupakan lapisan kulit
ketiga yang terletak di bawah dermis. Lapisan ini merupakan bantalan untuk kulit isolasi
untuk mempertahankan daya tarik seksual pada kedua jenis kelamin”.
D. Jaringan Otot Otot adalah jaringan yang mempunyai kemampuan khusus yaitu
berkontraksi dengan sedemikian maka pergerakan terlaksana. Otot terdiri dari serabut
silindris yang mempunyai sifat sama dengan sel dari jaringan lain.semua sel diikat menjadi
berkas-berkas serabut kecil oleh sejenis jaringan ikat yang mengandung unsur kontaktil.
c. Neuroclea, sejenis sel pendukung yang dijumpai hanya dalam saraf dan yang
menghimpun serta menopang sel saraf dan serabut saraf. Setiap sel saraf dan prosesnya
disebut neuron. Sel saraf terdiri atas protoplasma yang berbutir khusus dengan nekleus
besar dan berdinding sel lainnya berbagai juluran timbul (prosesus) timbul dari sel saraf,
juluran ini mengantarkan rangsangan saraf kepada dan dari sel saraf.
C. ETIOLOGI
a. Alat tumpul
e. Bahan kimia terjadi akibat efek korosi dari asam kuat dan basa kuat.
f. Trauma Fisika
1) Luka akibat suhu tinggi Suhu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya heat exhaustion
primer, heat exhaustion sekunder, heat stroke, sun stroke dan heat cramps.
2) Luka akibat suhu rendah Derajat luka yang terjadi pada kulit karena suhu dingin
diantaranya hyperemia, edema dan vesikel.
D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis pada penderita luka robek metatarsal biasanya bersifat nyeri. Nyeri
muncul disebabkan oleh rangasangan mekanik luka yang menyebabkan tubuh menghasilkan
mediator kimia nyeri (Muhammad Zulkhairi, 2017). Tanda-tanda umum adalah syok dan
syndrome remuk (cris syndrome), dan tanda-tanda local biasanya terjadi nyeri dan
pendarahan. Syok sering terjadi akibat kegagalan sirkulasi perifer ditandai dengan tekanan
darah menurun hingga tidak teraba, keringat dingin dan lemah, kesadaran menurun hingga
tidak sadar. Syok dapat terjadi akibat adanya daerah yang hancur misalnya otot-otot pada
daerah yang luka, sehingga hemoglobin turut hancur dan menumpuk di ginjal yang
mengakibatkan kelainan yang disebut “Lower Nepron/neprosis, tandanya urine berwarna
merah, dysuria hingga anuria dan uereum darahm meningkat. Black & Hawks, 2014)
menyatakan Manifestasi klinik vulnus laceratum yaitu :
1. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah) yang disebabkan oleh kehilangan darah
dan tanda-tanda awal shock hemoragik.
2. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ. 3. Respon stress simpatis. 4. Perdarahan
dan pembekuan darah.
Apabila seseorang terkena luka maka dapat terjadi gejala setempat (lokal) dan gejala umum
(mengenai seluruh tubuh)(Mansjoer, 2010).
E. PATOFISIOLOGI
Vulnus laceratum tarjadi akibat kekerasan benda tumpul, goresan, jatuh dan
kecelakan. Sehingga kontuinitas jaringan terputus. Pada umumnya respon tubuh terhadap
trauma akan terjadi proses peradangan atau inflamasi. Reaksi peradangan akan terjadi
apabila jaringan terputus. Dalam keadaan ini ada peluang besar timbulnya infeksi yang
sangat hebat. Penyebabnya cepat yang disebabakan oleh mikroorgnaisme yang biasanya
tidak berbahaya. Reaksi peradangan itu sebenarnya adalah peristiwa yang di kordinasikan
dengan baik yang dinamis dan kontinyu yang menimbulkan reaksi peradangan maka
jaringan harus hidup dan harus di 15 mikrosekualasi fungsional. Jika jaringan yang nekrosis
luas maka reaksi peradangan tidak di temukan di tengah jaringan yang hidup dengan
sirkulasi yang utuh terjadi pada tepi nya antara jaringan mati dan hidup. Nyeri timbul karena
kulit mengalami luka infeksi sehingga terjadi kerusakan jaringan. Sel-sel yang rusak akan
membentuk zat kimia sehingga menurunkan ambang stimulus terhadap reseptor mekano
sensitif dan hernosensitif. Apabila nyeri diatas, hal ini dapat mengakibatkan gangguan rasa
nyaman nyeir yang berlanjut istirahat atau tidur terganggu dan terjadi keterbatasan gerak,
(Potter &Perry 2010 dalam Prayogi, R., kk. 2019).
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan terutama jenis tes darah lengkap untuk
mengetahui terjadinya infeksi. Pemerksaan X-ray jika terdapat fraktur atau dicurigai
terdapat benda asing (Kartika, 2011)
a. Hitung darah lengkap Peningkatan Hematokrit awal menunjukan hemokonsentrasi
sehubungan dengan perpindahan/kehilangna cairan. Selanjutnya penurunan Hematokrit
dan Sel Darah Merah dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan oleh panas tehadap
endothelium pembuluh darah.
b. GDA (Gas Darah Arteri) Penurunan PaO2/peningkatan PaCo2 mungkin terjadi pada
retensi karbon monoksida. Asidosis dapat terjadi sehubungan dengan penurunana ginjal dan
kehilangan mekanisme kompensasi pernapasan.
c. Elektrolit serum Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cidera
jaringan/kerusakan Sel Darah Merah dan penurunan fungsi ginjal, hipokalemi dapat terjadi
bila mulai dieresis, magnesium mungkin menurun.
d. BUN (Blood Urea Nitrogen)/ keratin Peninggian menunjukan penurunan perfusi ginjal,
namun keratin dapat meningkat karena cidera jaringan.
e. Urin Adanya albumin, Hb, dan immunoglobulin menunjukan kerusakan jaringan dalam
dan kehilangan protein. Warna hitam kemerahan pada urin sehubungan dengan
mioglobulin. 29
f. Bronkoskopi Berguna dalam diagnose luas cidera inhalasi, hasil dapat meliputi edema,
pendarahan, dan tukak pada saluran pernapasan.
g. EKG Tanda iskemia miokardial/ disritmia dapat terjadi pada luka bakar listrik.
G. KOMPLIKASI
a. Kerusakan Arteri: Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi,
CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas
yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting/letak miring, perubahan posisi pada
yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
d. Shock: Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
H. PENATALAKSANAAN
A. Manajemen Keperawatan
Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu evaluasi luka,
tindakan antiseptic, pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan luka.
a. Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan eksplorasi).
3) Yodium merupakan antiseptic yang sangat kuat, berspektrum luas dan dalam konsentrasi
2% membunuh spora dalam 2-3 jam.
4) Povidin Yodium (betadine, septadine dan isodine) merupakan kompleks yodium dengan
polyvinylpirrolidone yang tidak merangsang, mudah dicuci karena larut dalam air dan stabil
karena tidak menguap.
7) Oksidansia
14)Derivate fenol.
15)Tirnitfenol (asam pikrat), kegunaannya sebagai antiseptic wajah dan eksterna sebelum
operasi dan luka bakar.
17)Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol), merupakan turunan aridin
dan berupa serbuk berwana kuning dam konsentrasi 0,1%. Kegunaannya sebagai antiseptic
borok bernanah, kompres dan irigasi luka terinfeksi (Mansjoerm 2000:390)
Dalam proses pencucian/pembersihan luka yang perlu diperhatikan adalah pemilihan cairan
pencuci dan teknik pencucian luka. Pengunaan cairan pencuci yang tidak tepat akan
menghambat pertumbuhan jaringan sehingga memperlama waktu rawat dan biaya
perawatan. Pemilihan cairan dalam pencucian luka harus cairan yang efektif dana man
terhadap luka. Selain larutan antiseptic yang telah dijelaskan diatas ada cairan pencuci luka
lain yang saat ini sering digunakan yaitu Normal Saline, normal saline atau disebut juga NaCl
0,9%. Cairan ini merupakan cairan yang bersifat fisiologis, non toksik dan tidak mahal. NaCl
dalam setiap liternya mempunyai komposisi natrium klorida 9,0 g dengan osmolaritas 308
mOsm/I setara dengan ion-ion Na’ 154 mEq/I (InETNA, 2004 : 16 ; ISO Indonesia,2000 : 18)
c. Penjahitan Luka
Luka bersih diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 8 jam boleh dijahit
primer, sedangakn luka yang terkontaminasi berat dana tau tidak berbatas tegas sebaiknya
dibiarkan sembuh persekundam atau pertertiam.
d. Penutupan Luka
Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pad luka sehingga proses oenyembuhan
berlangsung optimal. (Mansjoer, 2000 : 398 ; Walton, 1990 : 44).
B. Medis
a. Penjahitan luka Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang
dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan atau tidak
berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh per sekundam atau per tertiam.
b. Pemberian Antibiotik Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan
pada luka terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotic
BAB II
KONSEP ASKEP
1. PENGKAJIAN
A. Identitas Nama, umur, suku/bangsa, agama, alamat, pendidikan, pekerjaan.
Pasien memiliki penyakit keturunan atau tidak seperti (DM, gagal jantung,
sirosishepatis, gangguan pernafasan).
C. Pemeriksaan fisik
1.Aktivitas atau istirahat Gejala : Merasa lemah. Tanda : Penurnan kekuatan
tahanan keterebatasan rentang gerak, perubahan aktifitas.
2. Sirkulasi Gejala : perubahan tekanan darah/normal Tanda : perubahan
frekuensi jantung takikardi atau bradikardi.
3. Integritas ego Gejala : perubahan tingkah laku dan kepribadian. Tanda :
ketakutan, cemas, gelisah.
4. Eliminasi Gejala : Konstipasi, retensi urin.
5. Neurosensory Gejala : Vertigo, tiitus, baal pada ekstremitas, kesemutan nyeri.
Tanda : Sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, pusing, nyeri pada
daerah cidera, kemerahan
2. Diagnosa Keperawatan Yang Lazim Muncul
2. Risiko syok
7. Risiko infeksi.
3. Perencanaan Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x6 jam diharapkan
status cairan membaik dengan
kriteria hasil :
Edukasi.
a. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral.
Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x6 jam diharapkan
tingkat syok meningkat dengan
kriteria hasil :
Edukasi
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
Tujuan dan Krieteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x6 jam diharapkan
termoregulasi membaik dengan kriteria hasil :
Observasi
Terapeutik
Edukasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x6 jam diharapkan integritas kulit meningkat
dengan kriteria hasil :
Terapeutik
Tujuan dan Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x6 jam diharapkan
mobilitas fisik meningkat dengan kriteria hasil :
Observasi :
Terapeutik
Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
Tujuan dan Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x6 jam diharapkan
tingkat infeksi menurun dengan kriteria hasil :
Observasi
Terapeutik
b. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien.
Edukasi
https://www.academia.edu/6235587/Askep_VULNUS_LACERATUM
Mansjoer, A. dkk. 2017. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media Aesculapius
FKUI
SDKI. (2016). Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : PPNI. SIKI. (2018). Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta: PPNI. SLKI. (2018). Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan.
Jakarta: PPNI.