Anda di halaman 1dari 18

PRESEPTOR AKADEMIK PRESEPTOR LAHAN

Hari/Tanggal : Hari/Tanggal :
Tanda Tangan : Tanda Tangan :

PRAKTEK PROFESI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


PROGRAM PROFESI NERS
DI RSUD HASANUDIN DAMRAH MANNA

LAPORAN PENDAHULUAN
VULNUS LACERATUM

DI RUANG BEDAH

DISUSUN OLEH :

WINDA SELPIANTI
22260035

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS DEHASEN BENGKULU (UNIVED)
TAHUN 2022
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
VULNUS LACERATUM

A. DEFINISI

Luka atau Vulnus merupakan keadaan struktur anatomi jaringan tubuh yang terputus.
Bentuk luka bermacammacam, terdapat bentuk sederhana seperti kerusakan pada epitel
dan bentuk kerusakan yang dalam seperti jaringan subkutis, lemak, dan otot bahkan tulang
beserta strukturnya yaitu tendon, syaraf, dan pembuluh darah sebagai dari bentuk akibat
trauma dan ruda paksa (Novaprima, 2019). Vulnus laceratum adalah luka terbuka yang
terdiri dari akibat kekerasan tumpul yang kuat sehingga melampaui elastisitas kulit atau otot
(Mansjoer, 2017).

B. ANATOMI FISIOLIGI

A. KULIT

Price 2011 menyatakan “Secara mikroskopis kulit terdiri dari 3 lapisan epidermis,
dermis, lemak subkutan. Kulit melindungi tubuh dari trauma dan merupakan benang
pertahanan terhadap bakteri virus dan jamur. Kulit juga merupakan tempat sensasi raba,
tekan, suhu, nyeri dan nikmat berkat jahitan ujung syaraf yang saling bertautan”.

a. Epidermis bagian terluas kulit dibagi menjadi 2 bagian lapisan yaitu :

1) Lapisan tanduk (startum konsum) terdiri dari lapisan sel-sel tidak berinti dan bertanduk.

2) Lapisan dalam (startum malfigi) merupakan asal sel permukaan bertanduk setelah
mengalami proses di ferensiasi

b. Dermis

Dermis terletak di bawah epidermis dan terdiri dari seabut-serabut kolagen elastin, dan
retikulum yang tertanam dalam substansi dasar.

Matrik kulit mengandung pembuluh pembuluh darah dan syaraf yang menyokong nutrisi
pada epidermis. Disekitar pembuluh darah yang kecil terdapat limfosit. Limfosit sel masuk
dan leukosit yang melindungi tubuh dari infeksi dan infeksi dan instansi benda-benda asing.
Serabut serabut kolagen, elastin khusus menambahkan sel-sel basal epidermis pada dermis.
C. Lemak subkutan Price (2005) menyatakan “Lemak subkutan merupakan lapisan kulit
ketiga yang terletak di bawah dermis. Lapisan ini merupakan bantalan untuk kulit isolasi
untuk mempertahankan daya tarik seksual pada kedua jenis kelamin”.

D. Jaringan Otot Otot adalah jaringan yang mempunyai kemampuan khusus yaitu
berkontraksi dengan sedemikian maka pergerakan terlaksana. Otot terdiri dari serabut
silindris yang mempunyai sifat sama dengan sel dari jaringan lain.semua sel diikat menjadi
berkas-berkas serabut kecil oleh sejenis jaringan ikat yang mengandung unsur kontaktil.

E. Jaringan Saraf Jaringan saraf terdiri dari 3 unsur :

a. Unsur berwarna abu-abu yang membentuk sel syaraf.

b. Unsur putih serabut saraf.

c. Neuroclea, sejenis sel pendukung yang dijumpai hanya dalam saraf dan yang
menghimpun serta menopang sel saraf dan serabut saraf. Setiap sel saraf dan prosesnya
disebut neuron. Sel saraf terdiri atas protoplasma yang berbutir khusus dengan nekleus
besar dan berdinding sel lainnya berbagai juluran timbul (prosesus) timbul dari sel saraf,
juluran ini mengantarkan rangsangan saraf kepada dan dari sel saraf.

C. ETIOLOGI

Vulnus laceratum dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya :

a. Alat tumpul

b. Jatuh ke benda tajam dan keras.

c. Kecelakaan lalu lintas dan kereta api.

d. Kecelakaan akibat kuku dan gigitan.

e. Bahan kimia terjadi akibat efek korosi dari asam kuat dan basa kuat.

f. Trauma Fisika

1) Luka akibat suhu tinggi Suhu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya heat exhaustion
primer, heat exhaustion sekunder, heat stroke, sun stroke dan heat cramps.
2) Luka akibat suhu rendah Derajat luka yang terjadi pada kulit karena suhu dingin
diantaranya hyperemia, edema dan vesikel.

D. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis pada penderita luka robek metatarsal biasanya bersifat nyeri. Nyeri
muncul disebabkan oleh rangasangan mekanik luka yang menyebabkan tubuh menghasilkan
mediator kimia nyeri (Muhammad Zulkhairi, 2017). Tanda-tanda umum adalah syok dan
syndrome remuk (cris syndrome), dan tanda-tanda local biasanya terjadi nyeri dan
pendarahan. Syok sering terjadi akibat kegagalan sirkulasi perifer ditandai dengan tekanan
darah menurun hingga tidak teraba, keringat dingin dan lemah, kesadaran menurun hingga
tidak sadar. Syok dapat terjadi akibat adanya daerah yang hancur misalnya otot-otot pada
daerah yang luka, sehingga hemoglobin turut hancur dan menumpuk di ginjal yang
mengakibatkan kelainan yang disebut “Lower Nepron/neprosis, tandanya urine berwarna
merah, dysuria hingga anuria dan uereum darahm meningkat. Black & Hawks, 2014)
menyatakan Manifestasi klinik vulnus laceratum yaitu :

Manifestasi klinis menurut (American College of Surgeons, 2010).

1. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah) yang disebabkan oleh kehilangan darah
dan tanda-tanda awal shock hemoragik.

2. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ. 3. Respon stress simpatis. 4. Perdarahan
dan pembekuan darah.

5. Kontaminasi bakteri dan kematian sel.

Apabila seseorang terkena luka maka dapat terjadi gejala setempat (lokal) dan gejala umum
(mengenai seluruh tubuh)(Mansjoer, 2010).

E. PATOFISIOLOGI

Vulnus laceratum tarjadi akibat kekerasan benda tumpul, goresan, jatuh dan
kecelakan. Sehingga kontuinitas jaringan terputus. Pada umumnya respon tubuh terhadap
trauma akan terjadi proses peradangan atau inflamasi. Reaksi peradangan akan terjadi
apabila jaringan terputus. Dalam keadaan ini ada peluang besar timbulnya infeksi yang
sangat hebat. Penyebabnya cepat yang disebabakan oleh mikroorgnaisme yang biasanya
tidak berbahaya. Reaksi peradangan itu sebenarnya adalah peristiwa yang di kordinasikan
dengan baik yang dinamis dan kontinyu yang menimbulkan reaksi peradangan maka
jaringan harus hidup dan harus di 15 mikrosekualasi fungsional. Jika jaringan yang nekrosis
luas maka reaksi peradangan tidak di temukan di tengah jaringan yang hidup dengan
sirkulasi yang utuh terjadi pada tepi nya antara jaringan mati dan hidup. Nyeri timbul karena
kulit mengalami luka infeksi sehingga terjadi kerusakan jaringan. Sel-sel yang rusak akan
membentuk zat kimia sehingga menurunkan ambang stimulus terhadap reseptor mekano
sensitif dan hernosensitif. Apabila nyeri diatas, hal ini dapat mengakibatkan gangguan rasa
nyaman nyeir yang berlanjut istirahat atau tidur terganggu dan terjadi keterbatasan gerak,
(Potter &Perry 2010 dalam Prayogi, R., kk. 2019).
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan terutama jenis tes darah lengkap untuk
mengetahui terjadinya infeksi. Pemerksaan X-ray jika terdapat fraktur atau dicurigai
terdapat benda asing (Kartika, 2011)
a. Hitung darah lengkap Peningkatan Hematokrit awal menunjukan hemokonsentrasi
sehubungan dengan perpindahan/kehilangna cairan. Selanjutnya penurunan Hematokrit
dan Sel Darah Merah dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan oleh panas tehadap
endothelium pembuluh darah.

b. GDA (Gas Darah Arteri) Penurunan PaO2/peningkatan PaCo2 mungkin terjadi pada
retensi karbon monoksida. Asidosis dapat terjadi sehubungan dengan penurunana ginjal dan
kehilangan mekanisme kompensasi pernapasan.

c. Elektrolit serum Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cidera
jaringan/kerusakan Sel Darah Merah dan penurunan fungsi ginjal, hipokalemi dapat terjadi
bila mulai dieresis, magnesium mungkin menurun.

d. BUN (Blood Urea Nitrogen)/ keratin Peninggian menunjukan penurunan perfusi ginjal,
namun keratin dapat meningkat karena cidera jaringan.

e. Urin Adanya albumin, Hb, dan immunoglobulin menunjukan kerusakan jaringan dalam
dan kehilangan protein. Warna hitam kemerahan pada urin sehubungan dengan
mioglobulin. 29

f. Bronkoskopi Berguna dalam diagnose luas cidera inhalasi, hasil dapat meliputi edema,
pendarahan, dan tukak pada saluran pernapasan.

g. EKG Tanda iskemia miokardial/ disritmia dapat terjadi pada luka bakar listrik.

G. KOMPLIKASI

Komplikasi Vulnus Ictum menurut Dorland, 2008:

a. Kerusakan Arteri: Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi,
CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas
yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting/letak miring, perubahan posisi pada
yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.

b. Kompartement Syndrom: Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang


terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah.
c. Infeksi: System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.

d. Shock: Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.

H. PENATALAKSANAAN

A. Manajemen Keperawatan

Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu evaluasi luka,
tindakan antiseptic, pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan luka.

a. Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan eksplorasi).

b. Tindakan antiseptic, prinsipnya untuk mensucikan akan kulit.

Untuk melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau larutan


antispetik seperti :

1) Alcohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif).

2) Halogen dan senyawanya

3) Yodium merupakan antiseptic yang sangat kuat, berspektrum luas dan dalam konsentrasi
2% membunuh spora dalam 2-3 jam.

4) Povidin Yodium (betadine, septadine dan isodine) merupakan kompleks yodium dengan
polyvinylpirrolidone yang tidak merangsang, mudah dicuci karena larut dalam air dan stabil
karena tidak menguap.

5) Yodofom, sudah jarang digunakan. Penggunaan biasanya untuk antiseptic borok.

6) Klorhesidin (Hibiscrub, savlon, hibitine) merupakan senyawa biguanid dengan sifat


bakterisid dang fungisid, tidak berwarna, mudah larut dalam air, tidak merangsang kulit dan
mukosa, dan baunya tidak menusuk hidung.

7) Oksidansia

8) Kalium permanganate, bersifak bakterisiddan fungsida agak lemah berdasarkan sifat


oksidator.
9) Perhidol (Peroksida air, H2O2) berkhasiat untuk mengeluarkan kotoran dari dalam luka
dan membunuh kuman anaerob

10)Logam berat dan garamnya. 11)Merkuri klorida (sublimat), berhasiat menghambat


pertumbuhan bakteri dan jamur.

12)Merkurokrom (obat merah) dalam larutan 5- 10%. Sifatnya bakteriostatik lemah,


mempercepat keringnya luka dengan cara merangsang timbulnya kerak (Korts).

13)Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah (konsentrasi 3%).

14)Derivate fenol.

15)Tirnitfenol (asam pikrat), kegunaannya sebagai antiseptic wajah dan eksterna sebelum
operasi dan luka bakar.

16)Heksaklorofan (pHisohex), berkhasiat untuk mencuci tangan.

17)Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol), merupakan turunan aridin
dan berupa serbuk berwana kuning dam konsentrasi 0,1%. Kegunaannya sebagai antiseptic
borok bernanah, kompres dan irigasi luka terinfeksi (Mansjoerm 2000:390)

Dalam proses pencucian/pembersihan luka yang perlu diperhatikan adalah pemilihan cairan
pencuci dan teknik pencucian luka. Pengunaan cairan pencuci yang tidak tepat akan
menghambat pertumbuhan jaringan sehingga memperlama waktu rawat dan biaya
perawatan. Pemilihan cairan dalam pencucian luka harus cairan yang efektif dana man
terhadap luka. Selain larutan antiseptic yang telah dijelaskan diatas ada cairan pencuci luka
lain yang saat ini sering digunakan yaitu Normal Saline, normal saline atau disebut juga NaCl
0,9%. Cairan ini merupakan cairan yang bersifat fisiologis, non toksik dan tidak mahal. NaCl
dalam setiap liternya mempunyai komposisi natrium klorida 9,0 g dengan osmolaritas 308
mOsm/I setara dengan ion-ion Na’ 154 mEq/I (InETNA, 2004 : 16 ; ISO Indonesia,2000 : 18)

c. Penjahitan Luka

Luka bersih diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 8 jam boleh dijahit
primer, sedangakn luka yang terkontaminasi berat dana tau tidak berbatas tegas sebaiknya
dibiarkan sembuh persekundam atau pertertiam.

d. Penutupan Luka
Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pad luka sehingga proses oenyembuhan
berlangsung optimal. (Mansjoer, 2000 : 398 ; Walton, 1990 : 44).

B. Medis

a. Penjahitan luka Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang
dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan atau tidak
berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh per sekundam atau per tertiam.

b. Pemberian Antibiotik Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan
pada luka terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotic
BAB II

KONSEP ASKEP

1. PENGKAJIAN
A. Identitas Nama, umur, suku/bangsa, agama, alamat, pendidikan, pekerjaan.

B. Riwayat kesehatan sekarang


a. Sumber kecelakaan.
b. Sumber panas atau penyebab yang berbahaya.

c. Faktor yang mungkin berpengaruh seperti alkohol, obat-obatan.

d. Keadaan fisik sekitar luka.

B. Riwayat kesehatan dahulu

Pasien memiliki penyakit keturunan atau tidak seperti (DM, gagal jantung,
sirosishepatis, gangguan pernafasan).

C. Pemeriksaan fisik
1.Aktivitas atau istirahat Gejala : Merasa lemah. Tanda : Penurnan kekuatan
tahanan keterebatasan rentang gerak, perubahan aktifitas.
2. Sirkulasi Gejala : perubahan tekanan darah/normal Tanda : perubahan
frekuensi jantung takikardi atau bradikardi.
3. Integritas ego Gejala : perubahan tingkah laku dan kepribadian. Tanda :
ketakutan, cemas, gelisah.
4. Eliminasi Gejala : Konstipasi, retensi urin.
5. Neurosensory Gejala : Vertigo, tiitus, baal pada ekstremitas, kesemutan nyeri.
Tanda : Sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, pusing, nyeri pada
daerah cidera, kemerahan
2. Diagnosa Keperawatan Yang Lazim Muncul

1. Hypovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif

2. Risiko syok

3. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik

4. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit.

5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan factor mekanis (robekan).

6. . Gangguan mobilitas fisik b/d gangguan neuromuscular

7. Risiko infeksi.

3. Perencanaan Keperawatan

Diagnosa Keperawatan : Hypovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.

Tujuan dan Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x6 jam diharapkan
status cairan membaik dengan

kriteria hasil :

a. Kekuatan nadi dari menurun menjadi meningkat.

b. Perasaan lemah dari meningkat menjadi menurun.

c. Frekuensi nadi dari memburuk menjadi membaik.

d. Tekanan darah dari memburuk menjadi membaik.

e. Membrane mukosa dari memburuk menjadi membaik

Perencanaan Keperawatan : Manajemen Hipovolemia Observasi

a. Monitor tanda dan gejala hypovolemia

b. Monitor intake dan output cairan Terapeutik.

c. Hitung kebutuhan cairan.

d. Berikan asupan cairan oral.

Edukasi.
a. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral.

Kolaborasi

a. Kolaborasi pemberian cairan IV.

b. Kolaborasi pemberian produk darah

Diagnosa Keperawatan : Risiko Syok

Tujuan dan Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x6 jam diharapkan
tingkat syok meningkat dengan

kriteria hasil :

a. Akral dingin dari meningkat menjadi menurun.

b. Pucat dari meningkat menjadi menurun.

c. Tekanan darah dari memburuk menjadi membaik.

d. Pengisian kapiler dari memburuk menjadi membaik

Perencanaan Keperawatan : Pencegahan Syok Observasi

a. Monitor status kardiopulmonal.

b. Monitor status oksigenasi Terapeutik.

c. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%.

d. Pasang jalur IV.

e. Lakukan skin test untuk mencegah reaksi alergi

Edukasi

a. Jelaskan penyebab/factor risiko syok.


b. Jelaskan tanda dan gejala awal syok.
c. Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral. Kolaborasi a. Kolaborasi pemberian
transfusi darah, jika perlu

Diagnosa Keperawatan : Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik.


Tujuan dan Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x6 jam diharapkan
tingkat nyeri menurun dengan kriteria hasil :

a. Keluhan nyeri dari meningkat menjadi menurun.

b. Meringis dari meningkat menjadi menurun.

c. Gelisah dari meningkat menjadi menurun.

d. Sikap prospektif dari meningkat menjadi menurun

Perencanaan Keperawatan : Manajemen Nyeri Observasi

a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frakuensi, kualitas, intensitas nyeri.

b. Identifikasi skala nyeri.

c. Identifikasi respon nyeri non verbal.

d. Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri.

Terapeutik

a. Berikan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri.

b. Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri.

c. Fasilitasi istirahat dan tidur.

Edukasi

a. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri

b. Jelaskan strategi meredakan nyeri.

Kolaborasi

a) Kolaborasi pemberian analgesic

Diagnosa Keperawatan : Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit.

Tujuan dan Krieteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x6 jam diharapkan
termoregulasi membaik dengan kriteria hasil :

a. Pucat dari meningkat menjadi menurun.


b. Takikardi dari meningkat menjadi menurun.

c. Takipnea dari meningkat menjadi menurun.

d. Suhu tubuh dari memburuk menjadi membaik

Perencanaan Keperawatan : Manajemen Hipertermia

Observasi

a. Monitor suhu tubuh.

Terapeutik

a. .Longgarkan atau lepaskan pakaian.

b. Berikan cairan oral.

c. Lakukan pendinginan eksternal.

Edukasi

a. Anjurkan tirah baring.


b. Kolaborasi

Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolik intravena

Diagnosa Keperawatan : Gangguan integritas kulit berhubungan dengan factor mekanis


(robekan). Tujuan dan Kriteria Hasil :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x6 jam diharapkan integritas kulit meningkat
dengan kriteria hasil :

a. Kerusakan jaringan dari meningkat menjadi menurun.

b. Kerusakan lapisan kulit dari meningkat menjadi menurun.

c. Nyeri dari meningkat menjadi menurun

d. Perdarahan dari meningkat menjadi menurun.

e. Kemerahan dari meningkat menjadi menurun

Perencanaan Keperawatan : Perawatan Luka


Observasi

a. Monitor karakteristik luka.

b. Monitor tanda-tanda infeksi

Terapeutik

a. Lepaskan balutan dan plester secara perlahan

b. Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksik, sesuai kebutuhan.

c. Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi

Diagnosa Keperawatan Gangguan mobilitas fisik b/d gangguan neuromuscular.

Tujuan dan Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x6 jam diharapkan
mobilitas fisik meningkat dengan kriteria hasil :

a. Pergerakan ekstremitas dari menurun menjadi meningkat

b. Kekuatan otot dari menurun menjadi meningkat.

c. ROM dari menurun menjadi meningkat.

d. Gerakan tidak terkoordinasi dari meningkat menjadi menurun.

e. Gerakan terbatas dari meningkat menjadi menurun.

f. Kelemahan fisik dari meningkat menjadi menurun

Perencanaan Keperawatan : Dukungan Mobilisasi

Observasi :

a. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi.

b. Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi.

Terapeutik

a. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu.

b. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan.

Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi

b. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan

Diagnosa Keperawatan : Risiko Infeksi.

Tujuan dan Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x6 jam diharapkan
tingkat infeksi menurun dengan kriteria hasil :

a. Demam dari meningkat menjadi menurun.

b. Kemerahan dari meningkat menjadi menurun.

c. Nyeri dari meningkat menjadi menurun.

d. Bengkak dari meningkat menjadi menurun

Perencanaan Keperawatan : Pencegahan Infeksi

Observasi

a. Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik

Terapeutik

a. Berikan perawatan kulit pada edema.

b. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien.

c. Pertahankan Teknik aseptic pada pasien berisiko tinggi

Edukasi

a. Jelaskan tanda dan gejala infeksi.

b. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi dan cairan


DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/6235587/Askep_VULNUS_LACERATUM

Mansjoer, A. dkk. 2017. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media Aesculapius
FKUI

SDKI. (2016). Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : PPNI. SIKI. (2018). Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta: PPNI. SLKI. (2018). Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan.
Jakarta: PPNI.

Anda mungkin juga menyukai