Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

STASE INTEGUMENT

PENATALAKSAAN FISIOTERAPI PADA LUKA BAKAR

Disusun Oleh :
DEKA DANTARA : 2010306017

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI PROFESI FISIOTERAPI
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA
2021
HALAMAN PENGESAHAN

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS LUKA BAKAR

MAKALAH STASE INTEGUMENT

Disusun oleh :
DEKA DANTARA 2010306017

Makalah Ini Dibuat Guna Menyelesaikan Tugas Stase Integument


Program Studi Profesi Fisioterapi
Fakultas Ilmu Kesehatan di
Universitas ‘Aisyiyah
Yogyakarta

Yogyakarta, Juli 2021


Telah Disetujui Oleh :
Clinial Educator

NIP/NIK :
BAB I
PENDAHULUAN
A. DEFINISI KASUS

Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi oleh dokter, jenis yang

berat memperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi dibandingkan dengan

cedera oleh sebab lain . Biaya yang dibutuhkan juga cukup mahal untuk penanganannnya.

B. ETIOLOGI KASUS

Penyebab luka bakar selain karena api (secara langsung ataupun tidak langsung),

juga karena pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia. Luka bakar

karena api atau akibat tidak langsung dari api (misalnya tersiram panas) banyak terjadi

pada kecelakaan rumah tangga, teganagan listirk, zat kimia dan radiasi

C. PATOLOGI

Kulit adalah organ kompleks yang memberikan pertahanan tubuh pertama terhadap

kemungkinan lingkungan yang merugikan. Kulit melindungi tubuh terhadap infeksi,

mencegah kehilangan cairan tubuh, membantu mengontrol suhu tubuh, berfungsi sebagai

organ eksretori dan sensori, membantu dalam proses aktivasi vitamin D, dan

mempengaruhi citra tubuh. Luka bakar adalah hal yang umum, namun merupakan bentuk

cedera kulit yang sebagian besar dapat dicegah.

D. TANDA DAN GEJALA KASUS

Luka bakar mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga air,

klorida dan protein tubuh akan keluar dari dalam sel dan menyebabkan edema yang dapat

berlanjut pada keadaan hipovolemia dan hemokonsentrasi. Burn shock ( shock

Hipovolemik ) merupakan komplikasi yang sering terjadi, manisfestasi sistemik tubuh

terhadap kondisi ini


BAB II
PEMBAHASAN

A. ASSEMENT FISSIOTERAPI

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang

disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan

radiasi ( Moenajat, 2001).

Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebebkan kontak

langsung dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi

yang mengakibatkan kerusakan pada jaringan kulit dan tubuh karena nyala api, panas,

dingin friksi, radiasi (kulit menggelap terbakar matahari), bahan kimia, atau listrik.

Luka bakar biasanya terbagi menjadi tiga kategori, bergantung

pada keparahannya (Digiulio, 2014).

Efek kerusakan yang terjadi akibat radiasi tergantung kepada jumlah (dosis),

lamanya pemaparan, kecepatan pemaparan dan banyaknya bagian tubuh yang

terkena radiasi.. Dimana dosis tunggal yang diberikan dalam waktu singkat bisa

berakibat fatal, tetapi dosis yang sama yang diberikan selama beberapa minggu atau

beberapa bulan bisa hanya menimbulkan efek yang ringan. Jumlah dosis total dan

kecepatan pemaparan menentukan efek radiasi terhadap bahan genetik pada sel.

Banyaknya bagian tubuh yang terkena radiasi Jika disebarluaskan ke seluruh

permukaan tubuh, radiasi yang lebih besar dari 6 gray biasanya menyebabkan

kematian, tetapi jika hanya diarahkan kepada sebagian kecil permukaan tubuh

(seperti yang terjadi pada terapi kanker), maka 3-4 kali jumlah tersebut bisa

diberikan tanpa menimbulkan efek yang berbahaya bagi tubuh Penyebarluasan

radiasi di dalam tubuh, bagian tubuh dimana sel-sel membelah dengan cepat

(misalnya usus dan sumsum tulang), lebih mudah mengalami kerusakan akibat
radiasi daripada sel-sel yang membelah secara lebih lambat (misalnya otot dan

tendo). Oleh karena itu, selama menjalani

terapi radiasi untuk kanker, diusahakan agar bagian tubuh yang lebih peka terhadap

radiasi dilindungi sehingga bisa digunakan radiasi dosis tinggi.

Menurut A.A.GN. Asmarajaya (2003), berdasarkan perjalanan penyakitnya luka

bakar dibagi menjadi 3 fase, yaitu :

Klasifikasi Luka Bakar

1. Derajat I Paparan hanya merusak epidermis sehingga masih menyisakan banyak

jaringan untuk dapat melakukan regenerasi. Luka bakar derajat I biasanya sembuh

dalam 5-7 hari dan dapat sembuh secara sempurna. Luka biasanya tampak sebagai

eritema dan timbul dengan keluhan nyeri dan atau hipersensitivitas lokal. Contoh luka

bakar derajat I adalah sunburn.

a. Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis

b. Kulit kering, hiperemi berupa eritema

c. Tidak dijumpai bulae

d. Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi

e. Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 5-10 hari

2. Derajat II Lesi melibatkan epidermis dan mencapai kedalaman dermis namun masih

terdapat epitel vital yang bisa menjadi dasar regenerasi dan epitelisasi. Jaringan tersebut

misalnya sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan pangkal rambut.

Dengan adanya jaringan yang masih “sehat” tersebut, luka dapat sembuh dalam 2-3

minggu. Gambaran luka bakar berupa gelembung atau bula yang berisi cairan eksudat

dari pembuluh darah karena perubahan permeabilitas dindingnya, disertai rasa nyeri.

Apabila luka bakar derajat II yang dalam tidak ditangani dengan baik, dapat timbul

edema dan penurunan aliran darah di jaringan, sehingga cedera berkembang menjadi
full-thickness burn atau luka bakar

derajat III.
Luka bakar derajat II ini dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :

a. Derajat II dangkal (superficial) Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis,

Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih

utuh. Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10-14 hari.


b. Derajat II dalam (deep) Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian

dermis.Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea

sebagian besar masih utuh.Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung epitel yang

tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi lebih dari sebulan.


3. Derajat III Mengenai seluruh lapisan kulit, dari subkutis hingga mungkin organ atau

jaringan yang lebih dalam. Pada keadaan ini tidak tersisa jaringan epitel yang dapat

menjadi dasar regenerasi sel spontan, sehingga untuk menumbuhkan kembali jaringan

kulit harus dilakukan cangkok kulit. Gejala yang menyertai justru tanpa nyeri maupun

bula, karena pada dasarnya seluruh jaringan kulit yang memiliki persarafan sudah tidak

intak.

lainnya seperti hati, ginjal dan jantung. Kulit tampak putih dan kaku bila digerakan.

Kulit yang kaku ini bila terdapat melingkar pada anggota gerak harus segera dilakukan

insisi(robekan) kulit untuk menghilangkan tekanan pada pembuluh darah Nadi yang

ada dibawahnya. Bila tidak bagian anggota gerak bagian distal(bawah) dari lesi akan

mengalami kematian.

B. DIAGNOSA FISIOTERAPI

1. Respon kardiovaskuler

Perpindahan cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler melalui kebocoran

kapiler mengakibatkan kehilangan Na, air dan protein plasma serta edema jaringan

yang diikuti dengan penurunan curah jantung. Hemokonsentrasi sel darah merah,

penurunan perfusi pada organ mayor, dan edema menyeluruh.


2. Respon Renalis

Dengan menurunnya volume inravaskuler maka aliran ke ginjal dan GFR

menurun mengakibatkan keluaran urin menurun dan bisa berakibat gagal ginjal

3. Respon Gastro Intestinal

Respon umum pada luka bakassr > 20 % adalah penurunan aktivitas

gastrointestinal. Hal ini disebabkan oleh kombinasi efek respon hipovolemik dan

neurologik serta respon endokrin terhadap adanya perlukaan yang luas.

Pemasangan NGT mencegah terjadinya distensi abdomen, muntah dan aspirasi.

4. Respon Imonologi

Sebagian basis mekanik, kulit sebgai mekanisme pertahanan dari organisme

yang masuk. Terjadinya gangguan integritas kulit akan memungkinkan

mikroorganisme masuk kedalam luka.

Pembagian zona kerusakan jaringan menurut A.A GN. Asmarajaya SpB

(2003) :

a. Zona koagulasi yang merupakan daerah yang langsung mengalami

kerusakan ( koagulasi protein ) akibat pengaruh panas.

b. Zona statis yang merupakan daerah yang berada langsung di luar zona

koagulasi, di daerah ini terjadi kerusakan endotel pembuluh darah disertai

kerusakan trombosit dan leukosit, sehingga terjadi gangguan perfusi ( no flow

phenomena) diikuti perubahan permeabilitas kapiler dan respon inflamasi lokal.

Proses ini berlangsung selama 12- 24 jam pasca cedera, dan mungkin

berakhir dengan nekrosis jaringan.

c. Zona hiperemi yang merupakan daerah di luar zona statis yang ikut mengalami

reaksi berupa vasodilatasi tanpa abnyak melibatkan reaksi seluler.

C. RENCANA FISIOTERAPI
1. Fase akut

Pada fase ini masalah yang ada berkisar pada gangguan saluran napas karena

adanya cedera inhalasi dan gangguan sirkulasi. Pada fase ini terjadi gangguan

keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit akibat cedera termis yang bersifat

sistemik.

2. Fase sub akut

Fase ini berlangsung setelah syok berakhir. Luka terbuka akibat kerusakan

jaringan (kulit dan jaringan dibawahnya) menimbulkan masalah inflamasi, sepsis dan

penguapan cairan tubuh yang disertai panas / energi.

3. Fase lanjut

Fase ini berlangsung setelah terjadi penutupan luka sampai terjadi maturasi.

Masalah pada fase ini adalah timbulnya penyulit dari luka bakar berupa parut

hipertrofik, kontraktur, dan deformitas lainnya.

D. INTERVENSI FISIOTERAPI

Fisioterapi adalah komponen kunci suksesnya pembebasan kontraktur &

harus dimulai segera setelah pembedahan. Utamanya, fisioterapi bertujuan

mempertahankan panjang yang dicapai dengan pembedahan. Untuk kontraktur

ekstremitas bawah, tujuan berikutnya adalah mencapai ambulasi normal. perbaikan

kemampuan aktivitas harian (1) adalah tujuan berikutnya untuk ekstremitas atas.

Banyak cara fisioterapis menolong pasien kontraktur akibat luka bakar: masase

parut untuk mengurangi parut hipertrofik, meregangkan otot yang terkontraksi,

memasang balut tekan & bidai untuk mencegah rekontraktur, bahkan melakukan

gips serial untuk membantu peregangan dan penyembuhan luka.


1. Massase Parut

Setelah luka ditutup dan parut mulai timbul, penting melakukan massase

pada parut. Ini penting terutama pada daerah di mana pembentukan

parut menyebabkan kulit menjadi tebal, keras, & sulit digerakkan, kondisi yang

dikenal sebagai adhesi. Untuk menjaga kulit tetap lunak, mudah dibentuk, dan

elastis, tekan ibu jari pada daerah parut & pijatlah melingkar. Dapat juga

memijatkan kedua ibu jari pada parut dan menariknya menjauh, meregangkan kulit

di antaranya. Gunakan tekanan yang dapat ditoleransi pasien. Penting untuk

melakukan masase paling tidak 10 menit setiap hari sampai parut melunak dan

mengajarkan pada pasien dan orang tuanya bagaimana melakukan masase pada

parut.

Massase Parut

2. Mobilisasi

Penting untuk meregangkan otot dan tendon pada daerah pembebasan parut

akibat luka bakar untuk mencegah rekontraktur. Ada tiga macam mobilisasi aktif,

aktif terbantu, dan pasif. pasien. Berikan istirahat sebelum melanjutkan. Ulangi

peregangan ini 10-15 menit per otot yang terlibat paling tidak tiga kali sehari.
Mobilisasi aktif adalah gerakan yang dilakukan pasien sendiri dengan

hanya menggunakan otot-otot antagonis anggota gerak atau jari-jari yang terlibat.

Pergerakan jangan dipaksa. Ini dapat dilakukan segera setelah pembedahan bila

cangkoksehat dan take baik.

Mobilisasi aktif terbantu adalah usaha pasien menggerakkan anggota

geraknya sendiri namun menggunakan tangan yang lain untuk meningkatkan

regangan atau jangkauan gerak. Bila memobilisasi tungkai, fisioterapis dapat

membantu pasien. Mobilisasi aktif terbantu ini biasanya dilakukan dua minggu

setelah pembedahan, setelah jahitan dicabut.

Mobilisasi pasif adalah ketika pasien tidak menggerakkan anggota gerak

atau jari-jarinya, namun rileks dan fisioterapis yang menggerakkannya sampai

regangan yang diperlukan. Mobilisasi pasif harus dimulai tiga minggu setelah

pembedahan atau setelah K-wire dicabut. Melakukan mobilisasi pasif lebih awal

dari ini akan membahayakan cangkok atau merobek jahitan. Mobilisasi pasif juga

dapat dilakukan sebelum pembedahan pada pasien dengan kontraktur parsial.

Pasien sebaiknya melakukan regangan ini 5-10 menit tiga kali sehari selama

sebulan sebelum pembedahan. Peregangan ini tidak akan menyebabkan nyeri hebat

karena pembedahan belum dilakukan. Dengan demikian, peregangan dapat ditahan

lebih lama dan tenaga lebih kuat dapat dilakukan untuk mencapai regangan lebih

panjang dibanding

peregangan penuh kehati-hatian yang dilakukan paska pembedahan.

3. Penguatan Otot

Sebagian besar pasien tidak mengalami pengurangan kekuatan otot, hanya

pengurangan jangkauan gerak karena kontraktur kulit dan tendon. Walau demikian,

fisioterapis harus mengusahakan penguatan otot-otot yang akan melawan


rekontraktur. Sebagai contoh: bila pasien mengalami kontraktur fleksi di siku,

fisioterapis harus meregangkan biseps dan menguatkan triceps. Kesempatan lain

saat fisioterapis harus berkonsentrasi pada penguatan otot adalah ketika pasien

mengalami kerusakan otot atau saraf akibat luka bakar pada awalnya. Edema dari

luka bakar dapat menyebabkan sindrom kompartemen, kondisi yang menyebabkan

otot dan saraf mengalami iskemia di dalam kompartemen. Fisioterapis harus

membantu pasien meningkatkan kekuatan otot yang tersisa.

4. Stretching (Peregangan) untuk mencegah kontraktur/ penarikan anggota gerak.

Efektif dilakukan perlahan sampai skar memutih.

5. Endurance (Ketahanan) untuk mencegah atrofi & penurunan daya tahan otot.

6. Latihan Gerak Kordinasi latihan kerja dalam kehidupan seharihari, latihan

peningkatan keterampilan

Rehabilitasi pada Pasien Luka Bakar Fase Kritis (Fase Akut dan Sub Akut)

a. Ranging (full ROM) pasif mencegah terjadinya kontraktur.

b. Pencegahan deformitas meminimalisir pemendekan tendon, lig.collateral

dan kapsul sendi serta mengurangi edema pada ekstremitas

c. Pencegahan kontraktur memposisikan pasien dengan prinsip melawan arah

sendi yang dapat menyebabkan kontraktur.

\
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN


A. KESIMPULAN

Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses patologis

yang berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ tertentu.

Adapun penatalaksanaan fisioterapi pada luka bakar

1. Massage parut

2. Mobilisasi

3. Penguatan Otot

4. Stretching (Peregangan) untuk mencegah kontraktur/ penarikan anggota gerak. Efektif

dilakukan perlahan sampai skar memutih.

5. Endurance (Ketahanan) untuk mencegah atrofi & penurunan daya tahan otot.

6. Latihan Gerak Kordinasi latihan kerja dalam kehidupan seharihari, latihan peningkatan

keterampilan

Rehabilitasi pada Pasien Luka Bakar Fase Kritis (Fase Akut dan Sub Akut)

a. Ranging (full ROM) paSsif mencegah terjadinya kontraktur.

B. SARAN

Untuk tercapainya keberhasilan perlu adanya motivasi yang kuat akan psikis pasien.

memberikan support emosional merupakan bagian dari proses rehabilitasi.


DAFTAR PUSTAKA
Sheridan rl. Critical care of the burn patient. Crit care med.127-39.2018
Smolle c,Daniel, forbes . Recenttrends in burn epidemiology worldwide:a systematic
review.PMC. Burn:2017;43(2):249-57.
Nelsonn, Colton B, et al Burns:Pathophysiology of systematic compications and current
management journal of Burn Care dan Resecrh. 470 Nielson et al January/ February
2017

Anda mungkin juga menyukai