Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN PADA NY.

S DI RUANG ICU (Intensive Care


Unit)

DI RSUD. GONDO SUWARNO UNGARAN

Disusun oleh:

Dea Amanda Rizki 118018

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TELOGOREJO


SEMARANG

2021
LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Konsep Laporan Pendahuluan

A. Definisi
Ulkus dekubitus adalah kerusakan struktur anatomis dan fungsi kulit normal
akibat dari tekanan eksternal yang berhubungan dengan penonjolan tulang dan
tidak sembuh dengan urutan dan waktu biasa (Revis, 2016). Dekubitus adalah
kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan bawah kulit, bahkan menembus
otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada sirkulasi darah
setempat. Walaupun semua bagian tubuh dapat mengalami dekubitus bagian
bawah dari tubuhlah yang terutama beresiko tinggi dan membutuhkan
perhatian khusus (Kris, 2018).
Dekubitus adalah tekanan, daya regang, friksi atau gesekan, dan kelembaban.
Efek tekanan pada jaringan diatas tulang yang menonjol menyebabkan ikemia
dan toksin seluler yang berhubungan dengan oklusi pembuluh darah dan
limfatik, sementara efeknya terhadap timbulnya trauma lebih kecil (Jatmiko,
2017).

B. Etilogi
1. Tekanan
Tekanan imobilisasi yang lama mengakibatkan terjadinya dekubitus,
kalau salah satu bagian tubuh berada pada suatu gradient (titik
perbedaan antara 2 tekanan). jaringan yang lebih dalam dekat tulang,
terutama jaringa dengan suplai darah yang baik akan bergeser ke arah
gradient yang lebih rendah.
2. Kelembaban
Sementara kulit berada pada permukaan kontak infeksi yang semakin
meningkat dengan terdapatnya kelembaban. Keadaan ini menyebabkan
peregangan dan unggulusi pembuluh darah., darah yang dalam serta
mengalami gaya geser jaringan yang yang dalam ini akan menjadi
iskemia dan dapat mengalami nekrosis sebelum berlanjut ke kulit.
3. Gesekan
Faktor terlipatnya kulit akibat gesekan badan dengan alas tempat tidur
sehingga seakan – akan kulit tertinggal dari area tubuh lainnya.
Pergerakan dari tubuh di atas alat tempatnya berbaring dengan fiksasi
kulit terutama terjadi iritasi menyebabkan terjadi lipatan – lipatan kulit
terutama terjadi iritasi dapat menarik dan menutup pembuluh –
pembuluh darah sehingga menyebabkan dekrosisi. Jaringan akibat
lebih terganggunya pembuluh darah kapiler.

C. Klasifikasi
1. Stadium I
Adanya tanda yang muncul adalah perubahan temperature kulit telah
dingin atau hangat, perubahan konsisten jaringan lebih keras atau
lunak, luka mungkin kelihatan sebagai kemerahan yang menetap.
2. Stadium II
Hilangnya sebagai lapisan kulit meliputi epidermis dan dermis atau
keduanya, cirinya adalah lukanya melepuh atau membentuk luka yang
dangkal.
3. Stadium III
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap meliputi kerusakan dari
jaringan subkutan atau lebih dalam.
4. Stadium IV
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas,
kerusakan pada otot, tulang dan tendon, adanya lubang yang dalam
serta saluran sinus juga termasuk dalam stadium iv dari dekubitus.
D. Pathways
Faktor tekanan, toleransi
jaringan (elastisitas kulit akibat
usia) durasi & besar tekanan

Tekanan eksternal
> tekanan

Aliran darah ke
jaringan sekitar ↓

Jaringan hipoksia

Cedera iskemia

Pendarahan
kolaps

Iskemia otot

Perubahan
temperature
Dekubitus kulit

Hilang Sebagian Gangguan


Nyeri lapisan kulit & Integritas Kulit /
terjadi luka Jaringan

Keterbatasan
gerak

Gangguan
Mobilitas Fisik
E. Patofisiologi
Tekanan imobilisasi yang lama akan mengakibatkan terjadinya dekubitus,
kalau salah satu bagian tubuh berada pada suatu gradient (titik perbedaan
antara 2 tekanan) jaringan yang lebih dalam dekat tulang terutama jaringan
otot dengan suplai darah yang baik akan bergeser ke daerah yang baik akan
bergeser kearah gradient yang lebih rendah sementara kulit dipertahankan
pada permukaan kontak oleh frikti yang semakin meningkat dengan
terdapatnya kelembaban ini menyebabkan peregangan dan anggulasi
pembuluh darah daerah yang dalam serta mengalami gaya geser jaringan yang
dalam ini akan menjadi iskemia dan dapat mengalami nekrosis sebelum
berlanjut ke kulit.

F. Pemeriksaan Diagnostik
 Kultur : Pertumbuhan mikroorganisme tiruan atau sel- sel jaringan
 Albuminserum : Protein utama dalam plasma dan cairan serosa lain.

G. Penatalaksanaan Medis
 Perawatan luka decubitus
 Penerapan untuk pasien dan keluarga
 Bila ulkus kecil dapat sembuh sendiri bila factor penyebab dihilangkan
 Usaha pencegahan keadaan yang lebih buruk
 Mengurangi tekanan dengan cara mengubah posisi selama 5 menit
setiap 2 jam
 Menggunakan alas tidur yang empuk, kering dan kebersihan kulit
dijaga jangan sampai kotor karena urin dan fases
 Terapi Obat :
- Obat antibacterial topical untuk mengontrol pertumbuhan
bakteri
- Antibiotik prupilaksis agar luka tidak terinfeksi
 Terapi Diet
Agar terjadi proses penyembuhan luka yang cepat, maka nutrisi
harus adekuat yang terdiri dari kalori, protein, vitamin, mineral
dan air.
Penatalaksanaan klien decubitus memerlukan pendektan
holistic yang menggunakan keahlian pelaksana yang berasal
dari beberapa displin ilmu kesehatan. Gambaran keseluruhan
decubitus akan menjadi dasar pembuatan pohon
pengangambilan keputusan yang digunakan untuk menentukan
rencana tindakan.

1.2 Konsep Keperawatan

A. Pengkajian
Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan, pengumpulan
data yang akurat dan sistematis akan membantu penentuan status kesehatan
dan pertahanan pasien, mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien serta
merumuskan diagnose keperawatan. Ada 3 fase dasar untuk pengkajian
(Muttaqin, 2019). Yaitu:
1) Pengkajian awal: pengkajian yang dibuat dengan cepat selama
pertemuan pertama dengan pasien yang meliputi ABCD ( airway,
breathing, cirkulatio dan disability ).
2) Pengkajian dasar: Pengkajian lengkap dimana semua system dikaji.
3) Pengkajian terus-menerus: suatu pengkajian ulang secara terus-
menerus yang dibutuhkan pada status perubahan yang sakit kritis.

Dalam pengkajian kegawatdaruratan dilakukan dua tahap pengkajian yaitu


pengkajian primary survey dan pengkajian sekundery survey. Prioritas dilakukan
pada primary survey meliputi :

1) Airway maintenance, dengan cervical spine protection. Tindakan pertama


yang harus dilakukan adalah memeriksa responsivitas pasien dengan
mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya sumbatan
jalan napas. Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan
napas pasien terbuka. Hal-hal yang perlu dikaji :
a. Bersihkan jalan napas.
b. Ada tidaknya sumbatan jalan napas.
c. Distress pernapasan.
d. Tanda-tanda pendarahan dijalan napas, muntahan, edema laring.
e. Sumbatan jalan napas total.
f. Pasien sadar: memegang leher, gelisah, sianosis.
g. Pasien tidak sadar: tidak terdengar suara napas dan sianosis.
h. Sumbatan jalan napas sebagian.
i. Korban mungkin masih mampu bernapaas namun kualitas
pernapasannya bisa baik atau buruk.
j. Pada korban dengan pernapasan yang masih baik, anjurkan untuk
batuk dengan kuat sampai benda keluar.
k. Bila sumbatan parsial menetap, aktifkan system emergency.
l. Obstruksi parsial dengan pernapasan buruk diperlukan seperti
sumbatan jalan napas komplit.
m. Sumbatan dapat disebabkan oleh berbagai hal penyebab pasien
bernapas dengan berbagai suara: cairan akan menimbulkan
gurgling, lidah jatuh kebelakang akan menimbulkan suara ngorok,
penyempitan jalan napas akan menimbulkan suara crowing.
2) Breathing dan oksigenasi Menilai kepatenan jalan napas dan keadekuatan
pernapasan pada pasien. Jika pernapasan tidak memadai, langka-langka
yang harus dipertimbangkan adalah:
a. Dekompresi dan drainase tension pneumothorax/hematorax
b. Ventilasi buatan
c. Frekuensi pernapasan
d. Suara pernapasan
e. Adanya udara keluar dari jalan napas Cara pengkajian
seperti Look : apakah kesadaran menurun, gelisah, adanya
jejas diatas klavikula, adanya penggunaan otot tambahan.
Listen: Dengan atau tanpa stetoskop, apakah ada suara
tambahan dan feel.
3) Circulation dan control pendarahan eksternal. Syok didefinisikan sebagai
tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan. Hipovolemia
adalah penyebab syok paling umum pada trauma. Diagnosis syok
didasarkan pada temuan klinis:
a. Hipotensi
b. Takikardi
c. Takipnea
d. Hipotermia
e. Pucat
f. Ektremitas dingin
g. Penurunan capillary refill
h. Penurunan produksi urine Adanya tanda-tanda hipotensi
merupakan salah satu alasan yang cukup aman untuk
mengansumsikan telah terjadi pendarahan. Lakukan upaya
menghentikan pendaraha.
4) Disability Disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :
a. A ( Alert ) yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi
perintah yang diberikan.
b. V ( Vocalizes ) tidak sesuai, atau mengeluarkan suara yang tidak
bisa dimengerti.
c. P ( responds to pain only )
d. U ( unresponsive to pain ) Pasien tidak merespon baik stimulus
nyeri maupun stimulus verbail.
5) Eksposure dengan control lingkungan Menanggalkan pakaian pasien dan
memeriksa cedera pada pasien. Jika pasien diduga memiliki cederah leher
atau tulang belakang, imobilisasi penting untuk dilakukan.

Pengkajian sekunder dilakukan dengan menggunakan metode SAMPLE,


yaitu sebagai berikut :

1) S (Sign and symptom) : Tanda dan gejalah terjadinya tension


pneumothoraks, yaitu adanya jejas pada thorak, dan nyeri pada tempat
trauma, bertambah pada saat inspirasi, pembengkakan local, dan krepitasi
pada saat palpasi, pasien Manahan dadanya dan bernapas pendek, ispnea,
hemoptysis, batuk dan emfisema subkutan, penurunan tekanan darah.
2) A (Allergies) : Riwayat alergi yang diderita klien atau keluarga klien. Baik
alegi obat-obatan ataupun kebutuhan akan makan dan minum.
3) M (Medications anticoagulants, insulin and cardiovascular
medicationsespecially) : Pengobatan yang diberikan pada klien sebaiknya
yang sesuai dengan keadaan klien dan tidak menimbulkan reaksi alergi.
Pemberian obat dilakukan sesuai dengan riwayat pengobatan klien.
4) P ( Previous medical osurgical history) : Riwayat pembedahan atau masuk
rumah sakit sebelumnya.
5) Last meal (Time) : Waktu klien terakhir makan atau minum.
6) E (Events/environment surrounding the injury). Adapun hal-hal yang
dikaji dalam pengkajian sekunder seperti berikut ini :
a. Aktivitas/istirahat Dipsnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
b. Sirkulasi Takikardi, frekuensi tak teratur ( distitmia ), S3 atau S4
irama jantung gallop, nadi apical ( berpindah oleh adanya
penyimpangan mediastinal, tanda homman ( bunyi rendah
sehubungan dengan denyutan jantung, menunjukan udara dalam
mediastinum ).
c. Psikososial Ketakutan atau gelisah.
d. Makan dan cairan Adanya pemasangan ( 2 vena sentral dan infuse
tekanan ).
e. Nyeri dan kenyamanan Perilaku distraksi, mengerutkan wajah.
Nyeri dada unilateral meningklat karena batuk, timbul tiba-tiba
sementara batuk atau regangan, tajam atau nyeri menusuk yang
diperberat oleh napas dalam.
Pernapasan Pernapasan meningkat dan takipnea, peningkatan kerja napas,
penggunaan otot aksesoris pernapasan pada dada, ekspirasi abdominal kuat,
bunyi napas menurun dan hilang (auskultasi), mengindikasikan bahwa paru
tidak mengembang dalam rongga pleura/fremitus menurun, perkusi dada:
hipersonor diatas terisi udara, observasi dan palpasi dada: gerakan dada tidak
sama bila trauma, Kulit: pucat, sianosis, berkeringat, mental: ansietas, gelisah,
bingung, pingsan. Kesulitan bernapas, batuk, riwayat bedah dada atau trauma:
penyakit paru kronik, inflamasi dan infeksi paru ( empiema dan efusi ),
keganasan ( misalnya obstruksi tumor ).

B. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS >200 mg/dl, gula darah puasa >120
mg/dl dan dua jam post prandial >200 mg/dl
 Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict (reduksi). Hasil dapat dilihat melalui
perubahan warna pada urine : hijau (+), kuning (++), merah (+++), dan
merah bata (++++).
 Kultur pus
 Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotic yang
sesuai dengan jenis kuman.
 Pengobatan
Pengobatan ulkus decubitus dengan pemberian bahan topical,
sistemik ataupun dengan Tindakan bedah dilakukan sendiri
mungkin agar reaksi penyembuhan terjadi lebih cepat. Pada
pengobatan ulkus decubitus ada beberapa hal yang diperlukan
antara lain:
- Mengurangi tekanan lebih lanjut pada daerah
ulkus, secara umum sama dengan tindakan
pencegahan yang sudah dibicarakan. Pengurangan
tekanan sangat penting karena ulkus tidak akan
sembuh selama masih ada tekanan yang
berlebihan terus menerus
- Mempertahankan keadaan bersih pada ulkus dan
sekitarnya. Keadaan tersebut akan menyebabkan
[proses penyembuhan luka lbeih cepat dan baik.
Untuk hal tersebut dapat dilakukan kompres,
pencucian, pembilasan, pengeringan dan
pemberian bahan – bahan topical seperti larutan
NaCl 0,9%, larutan H202 3%, larutan plasma dan
larutan Burowi serta larutan antiseptic lainnya.
- Mengangkat jaringan nekrotik. Adanya jaringan
nekrotik pada ulkus akan menghambat aliran
bebas dari bahan yang terinfeksi dan karenanya
juga menghambat pembentukan jaringan
granulasi dan epitelisasi. Oleh karena itu
pengangkatan jaringan nekrotik akan
mempercepat proses penyembuhan ulkus.
- Menurunkan dan mengatasi infeksi, perlu
pemeriksaan kultur dan tes resistensi. Antiniotik
sistemik dapat diberikan bila penderita
mengalami sepsis, selulitis. Ulkus yang terinfeksi
harus dibersihkan beberapa kali sehari dengan
larutan antiseptic seperti larutan H202 3%,
povidone iodin 1%, seng sulfat 0,5%. Radiasi
ultraviolet (terutama UVB) mempunyai efek
bakterisidal.
- Merangsang dan membantu pembentukan
jaringan granulasi dan epitelisasi. Hal ini dapat
dicapai dengan pemberian antara lain :
1) Bahan – bahan topical misalnya : salep asam
salisilat 2%, preparate seng (Zn 0, Zn SO)
2) Oksigen hiperbarik : selain mempunyai efek
bakteriostatik terhadap sejumlah bakteri,
juga mempunyai efek proliferati epital,
menambah jaringan granulasi dan
memperbaiki keadaan vascular
3) Radiasi infra merah, short wave diathermy,
dan pengurutan dapat mebantu
penyembuhan ulkus karena adanya efek
peningkatan vaskularisasi
4) Terapi ultrasonic, sampai saat ini masih
terus diselidiki manfaatnya terhadap terapi
ulkus decubitus
- Tindakan bedah selain untuk pembersihan ulkus
juga diperlukan untuk mempercepat
penyembuhan dan penutupan ulkus, terutama
ulkus decubitus stadium III & IV dan karenanya
sering dilakukan tandur kulit ataupun
myocutaneous flap.
C. Diagnosa Keperawatan yang Muncul
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penelitian klinis mengenai
respons pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis
keperawatan dibagi menjadi dua jenis, yaitu diagnosis negatif dan diagnosis
positif. Diagnosis negatif menunjukkan bahwa pasien dalam kondisi sakit atau
beresiko mengalami sakit sehingga penegakan diagnosis ini akan
mengarahkan pemberian intervensi keperawatan bersifat penyembuhan,
pemulihan, dan pencegahan. Diagnosis ini terdiri dari atas diagnosis aktual
dan diagnosis resiko. Sedangkan diagnosis positif menunjukkann bahwa
pasien dalam kondisi sehat dan dapat mencapai kondisi yang lebih sehat dan
optimal. Diagnosis ini disebut juga dengan diagnosis promosi kesehatan
(ICPN, 2018). Diagnosis keperawatan yang dapat muncul pada klien yang
mengalami Dekubitus, yaitu :
 Gangguan mobilitas fisik berbuhungan dengan penurunan
kekuatan otot ditandai dengan kekuatan otot menurun, fisik
lemah
 Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan factor
mekanis (mis. penekanan pada tonjolan tulang, gesekan)
ditandai dengan kemerahan

D. Rencana Keperawatan
 Gangguan mobilitas fisik berbuhungan dengan penurunan kekuatan
otot ditandai dengan kekuatan otot menurun, fisik lemah
Tujuan: setelah dilakukan tindakan setelah 2x24 jam diharapkan
mobilitas fisik meningkat dengan kriteria hasil:
 Pergerakan ekstremitas dari cukup menurun (2) menjadi cukup
meningkat (4)
 kekuatan otot dari cukup menurun (2) menjadi cukup
meningkat (4)
 kelemahan fisik dari cukup meningkat (2) menjadi cukup
menurun (4)
Intervensi : Dukungan mobilisasi
Observasi
 Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
 monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
mobilisasi
Terapeutik
 Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
Edukasi
 Anjurkan melakukan mobilisasi dini

 Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan factor mekanis


(mis. penekanan pada tonjolan tulang, gesekan) ditandai dengan
kemerahan
Tujuan: setelah dilakukan tindakan setelah 2x24 jam diharapkan
integritas kulit dan jaringan meningkat dengan kriteria hasil :
 Elastisitas dari cukup menurun (2) menjadi cukup meningkat
(4)
 Kerusakan lapisan kulit dari cukup meningkat (2) menjadi
cukup menurun (4)
 Kemerahan dari cukup meningkat (2) menjadi cukup menurun
(4)
 Suhu kulit dari cukup memburuk (2) menjadi cukup meningkat
(4)
Intervensi : Perawatan integritas kulit
Observasi
 Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. perubahan
sirkulasi, perubahan status nutrisi, penurunan kelemahan, suhu
lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas)
Terapeutik
 Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
 Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama periode
diare
 Gunakan produk berbahan petroleum atau minyak pada kulit
kering
Edukasi
 Anjurkan menggunakan pelembab (mis. lotion, serum)

DAFTAR PUSTAKA

Olvin Kristin Manengkey, Rusdiyana Tongkat (2018). “Hubungan pengetahuan perawat


tentang perawatan luka dekubitus dengan pelaksanaan perawatan luka dekubitus di ruang
rawat inap rumah sakit robert wolker mongisidik Tk. II Manado”. Fakultas Keperawatan
Universitas Pembangunan Indonesia Manado Volume 06 No. 2 Agustus 2018.

Henny Syapitri, Laura Mariati Siregar, Daniel Ginting (2017). “Metode Pencegahan luka
Dekubitus pada pasien bedrest total melalui perawatan kulit”. Program Studi Ners, Volume
08 Nomor 2, Februari 2017. ISSN : 2087-2879, e-ISSN :2580-1445.

Smeltzer, Suzanne C . 2019. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth
Edisi 8. Jakarta: EGC

Tim Pokja DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI

Tim Pokja DPP PPNI. 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI

Tim Pokja DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai