DEKUBITUS
Disusun oleh :
3B
2018
LAPORAN PENDAHULUAN
DEKUBITUS
A. Pengertian Luka Dekubitus
Dekubitus berasal dari bahasa latin decumbree yang berarti merebahkan diri
yang didefenisikan sebagai suatu luka akibat posisi penderita yang tidak berubah
dalam jangka waktu lebih dari 6 jam (Sabandar, 2008).
Dekubitus adalah kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan di bawah
kulit, bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan
pada suatu area secara terus-menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi
darah setempat. (M.Clevo Rendi, 2012)
Dekubitus adalah kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan dibawah
kulit, bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan
pada suatu area secara terus-menerus sehingga mengakibtakan ganguan sirkulasi
darah setempat (Hidayat,2009).
(National pressure Ulcer Advisory panel (NPUAP), 1989 dalam Potter &
Perry, 2005) mengatakan dekubitus merupakan nekrosis jaringan lokal yang
cenderung terjadi ketika jaringan lunak tertekan diantara tonjolan tulang dengan
permukaan eksternal dalam jangka waktu lama. Terjadi gangguan mikrosirkulasi
jaringan lokal dan mengakibatkan hipoksia jaringan. Jaringan memperoleh
oksigen dan nutrisi serta membuang sisa metabolisme melalui darah. Beberapa
faktor yang mengganggu proses ini akan mempengaruhi metabolisme sel dengan
cara mengurangi atau menghilangkan sirkulasi jaringan yang menyebabkan
iskemi jaringan. Iskemia jaringan adalah tidak adanya darah secara lokal atau
penurunan aliran darah akibat obstruksi mekanika (Pires & Muller, 1991 dalam
Potter & Perry, 2005).
B. Patofisiologi
1. Immobil / terpancang pada tempat tidurnya secara pasif dan berbaring (lebih
dari 2 jam), tekanan daerah sakrum akan mencapai 60-70 mmHg dan daerah
tumit mencapai 30-45 mmHg (normal: tekanan daerah pada kapiler berkisar
antara 16mmHg-33mmHg), iskemik,nekrosis jaringan kulit.
2. Selain factor tegangan, ada factor lain yaitu: factor terenggangnya kulit
misalnya gerakan meluncur ke bawah pada penderita dengan posisi setengah
baring.
3. Factor terlipatnya kulit akibat gesekan badan yang sangat kurus dengan alas
tempat tidur, sehingga seakan-akan kulit “tertinggal” dari area tubuh lainnya.
C. Pathway
D. Etiologi
1. Factor intrinsik : penuaan (regenerasi sel lemah), sejumlah penyakit yang
menyebabkan seperti DM, status gizi, anemia, penyakit-penyakit neurologic
dan penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah, serta keadaan hidrasi.
2. Factor ekstrinsik : kebersihan tempat tidur, alat-alat tenun yang kusut dan
kotor, atau peralatan medik yang menyebabkan penderita terfiksasi pada
suatu sikap tertentu, duduk yang buruk, posisi yang tidak tepat, perubahan
posisi yang kurang.
Ex : Kekuatan gesekan
Efek dari kekuatan gesekan adalah terganggunya mikrosirkulasi lokal melalui
penggantian, distorsi, atau terpotongnya pembuluh darah pada saat lapisan-lapisan
kulit bergesekan (Chow et al, 1976). Sebagai contoh, pasien merosot turun dari
tempat tidur yang miring di sebabkan karena teknik mengangkat yang kurang baik
;mikrosirkulasi lokal terganggu, dan pembuluh darah mengalami ditorsi atau
terpotong pada saat lapisan kulit bergerak secara relatif di antara mereka.
E. Tanda dan Gejala
1. Stadium satu
a. Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila
dibandingkan dengan kulit yang normal, maka akan tampak salah satu
tanda sebagai berikut : perubahan temperatur kulit (lebih dingin atau lebih
hangat)
b. Perubahan konsistensi jaringan (lebih keras atau lunak)
c. Pada orang yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan sebagai
kemerahan yang menetap. Sedangkan pada yang berkulit gelap, luka akan
kelihatan sebagai warna merah yang menetap, biru atau ungu.
2. Stadium dua
Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya.
Cirinya adalah lukanya superficial, abrasi, melepuh, atau membentuk lubang
yang dangkal.
3. Stadium tiga
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari
jaringan subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia. Luka
terlihat seperti lubang yang dalam.
4. Stadium empat
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas, nekrosis
jaringan, kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang dalam
serta saluran sinus juga termasuk dalam stadium IV dari luka tekan.
F. Komplikasi
Komplikasi sering terjadi pada luka dekubitus derajat III dan IV, walaupun dapat
terjadi pada luka yang superfisial. Menurut subandar (2008) komplikasi yang
dapat terjadi antara lain:
1. Infeksi, umumnya bersifat multibakterial baik aerobik maupun anaerobik.
2. Keterlibatan jaringan tulang dan sendi seperti periostitis, osteotitis,
osteomielitis, dan arthritis septik.
3. Septikimia, yaitu suatu kondisi dimana terjadi multiplikasi bakteri penyebab
penyakit di dalam darah.
4. Animea, kondisi dimana jumlah sel darah merah atau hemoglobin (protein
pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada di bawah normal.
5. Hipoalbuminemia, dimana kadar albumin serum <3,5 mg/dl. Kadar
normalnya antara 3,5 – 5 mg/dl.
6. Kematian.
G. Pemeriksaan penunjang
1. Kultur dan analisis urin: Kultur ini dibutuhkan pada keadaan inkontinensia
untuk melihat apakah ada masalah pada ginjal atau infeksi saluran kencing,
terutama pada trauma medula spinalis.
2. Kultur Tinja: Pemeriksaan ini perlu pada keadaan inkontinesia alvi untuk
melihat leukosit dan toksin Clostridium difficile ketika terjadi
pseudomembranous colitis.
3. Biopsi: Biopsi penting pada keadaan luka yang tidak mengalami perbaikan
dengan pengobatan yang intensif atau pada ulkus dekubitus kronik untuk
melihat apakah terjadi proses yang mengarah pada keganasan. Selain itu,
biopsi bertujuan untuk melihat jenis bakteri yang menginfeksi ulkus
dekubitus. Biopsi tulang perlu dilakukan bila terjadi osteomyelitis.
4. Pemeriksaan Darah: Untuk melihat reaksi inflamasi yang terjadi perlu
diperiksa sel darah putih dan laju endap darah. Kultur darah dibutuhkan jika
terjadi bakteremia dan sepsis.
5. Keadaan Nutrisi: Pemeriksaan keadaan nutrisi pada penderita penting untuk
proses penyembuhan ulkus dekubitus. Hal yang perlu diperiksa adalah
albumin level, prealbumin level, transferrin level, dan serum protein level.
6. Radiologis: Pemeriksaan radiologi untuk melihat adanya kerusakan tulang
akibat osteomyelitis. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan sinar-X,scan
tulang atau MRI.
H. Penatalaksanaan
1. Stadium I
Kulit yang kemerahan dibersihkan hati-hati dengan air hangat dan sabun,
diberi lotion. Kemudian dimassage selama 2-3 kali sehari.
2. Stadium II
Perawatan luka harus memperhatikan teknik aseptic dan antiseptic. Daerah
bersangkutan digesek dengan es dan dihembus dengan udraa hangat secara
bergantian untuk merangsang sirkulasi. Dapat diberikan juga salep topical,
mungkin juga untuk merangsang tumbuhnya jaringan muda. Pergantian
balutan dan salep ini jangna terlalu sering karena justru akan merusak
pertumbuhan jaringan yang di harapkan.
3. Stadium III
Usahakan luka selalu bersih dan eksudat diusahakan dapat mengalir keluar.
Balutan jangan terlalu tebal dan sebaiknya transparan sehingga permeable
untuk masuknya udara atau oksigen dan penguapan lebih mudah.
Kelembapan luka dijaga tetap basah, karena akan mempermudah regenerasi
sel-sel kulit. Jika luka kotor dapat di cuci dengan larutan NaCl fisiologis,
antibiotic sistemik juga mungkin akan diperlukan.
4. Stadium IV
Penatalaksanaan dari stadium I-III tetap dilaksanakan dan jaringan nekrotik
harus dibersihkan karena akan menghalangi pertumbuhan jaringan yang baru.
Beberapa preparat enzim coba diberikan untuk tujuan mengurangi
perdarahan, dibanding tindakan bedah yang juga merupakan alternative lain.
Memberikan oksigenasi pada daerah luka. Tindakan dengan ultrasonografi
untuk membuka sumbatan-sumbatan pembuluh darah dan sampai pada
transplantasi kulit.
Mengangkat jaringan nekrotik ada 7 metode
a. Analytic debridement = balutan lembab untuk memicu autolysis oleh
enzim tubuh,prosesnya lambat tapi tidak nyeri
b. Biological debridement = menggunakan belatung untuk memakan jaringan
nekrosis
c. Chemical debridement = menggunakan enzim
d. Mechanical debridement = menggunakan kassa basah, lalu biarkan kering,
lalu mengnagkatnya
e. Sharp = menggunakan scalpel untuk membuang jaringan
f. Surgical = cepat dan tidak nyeri
g. Ultrasound-assisted therapy = memisahkan jaringan nekrosis dgn jaringan
yg sehat menggunakan ultrasonik
D. Evaluasi
Keefektifan tindakan, peran anggota keluarga untuk membantu mobilisasi pasien,
kepatuhan pengobatan dan mengefaluasi masalah baru yang kemungkinan
muncul.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurahman, F. 2016. Laporan Pendahuluan Dekubitus (LP Dekubitus).
http://fahadh17.blogspot.com/2016/11/laporan-pendahuluan-dekubitus-lp.html
diakses pada 11 Juli 2018 pada pukul 07.45
Berman, A. dkk. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Kozier & Erb, Ed.
5. Jakarta: EGC
Corwin, E. 2007. Buku saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Eko, S. A. (n.d.). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Dekubitus.
https://saputraaguseko.wordpress.com/keperawatan/askep/asuhan-
keperawatan-klien-dengan-dekubitus/ diakses pada 11 Juli 2018 pukul 07.45
Pratiwi, E. 2012. Makalah Laporan Sgd Sistem Integumen
(Dekubitus). https://eviepratiwi.wordpress.com/2012/11/26/32/ diakses pada 11
Juli 2018 pukul 07.50
Suriadi.2004.Perawatan Luka.Jakarta:Sagung Seto