Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

DEKUBITUS

Disusun oleh :

Dwi Cahyani Royaningrum

3B

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG

PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO

2018
LAPORAN PENDAHULUAN

DEKUBITUS
A. Pengertian Luka Dekubitus
Dekubitus berasal dari bahasa latin decumbree yang berarti merebahkan diri
yang didefenisikan sebagai suatu luka akibat posisi penderita yang tidak berubah
dalam jangka waktu lebih dari 6 jam (Sabandar, 2008).
Dekubitus adalah kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan di bawah
kulit, bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan
pada suatu area secara terus-menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi
darah setempat. (M.Clevo Rendi, 2012)
Dekubitus adalah kerusakan atau kematian kulit sampai jaringan dibawah
kulit, bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan
pada suatu area secara terus-menerus sehingga mengakibtakan ganguan sirkulasi
darah setempat (Hidayat,2009).
(National pressure Ulcer Advisory panel (NPUAP), 1989 dalam Potter &
Perry, 2005) mengatakan dekubitus merupakan nekrosis jaringan lokal yang
cenderung terjadi ketika jaringan lunak tertekan diantara tonjolan tulang dengan
permukaan eksternal dalam jangka waktu lama. Terjadi gangguan mikrosirkulasi
jaringan lokal dan mengakibatkan hipoksia jaringan. Jaringan memperoleh
oksigen dan nutrisi serta membuang sisa metabolisme melalui darah. Beberapa
faktor yang mengganggu proses ini akan mempengaruhi metabolisme sel dengan
cara mengurangi atau menghilangkan sirkulasi jaringan yang menyebabkan
iskemi jaringan. Iskemia jaringan adalah tidak adanya darah secara lokal atau
penurunan aliran darah akibat obstruksi mekanika (Pires & Muller, 1991 dalam
Potter & Perry, 2005).
B. Patofisiologi
1. Immobil / terpancang pada tempat tidurnya secara pasif dan berbaring (lebih
dari 2 jam), tekanan daerah sakrum akan mencapai 60-70 mmHg dan daerah
tumit mencapai 30-45 mmHg (normal: tekanan daerah pada kapiler berkisar
antara 16mmHg-33mmHg), iskemik,nekrosis jaringan kulit.
2. Selain factor tegangan, ada factor lain yaitu: factor terenggangnya kulit
misalnya gerakan meluncur ke bawah pada penderita dengan posisi setengah
baring.
3. Factor terlipatnya kulit akibat gesekan badan yang sangat kurus dengan alas
tempat tidur, sehingga seakan-akan kulit “tertinggal” dari area tubuh lainnya.
C. Pathway
D. Etiologi
1. Factor intrinsik : penuaan (regenerasi sel lemah), sejumlah penyakit yang
menyebabkan seperti DM, status gizi, anemia, penyakit-penyakit neurologic
dan penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah, serta keadaan hidrasi.
2. Factor ekstrinsik : kebersihan tempat tidur, alat-alat tenun yang kusut dan
kotor, atau peralatan medik yang menyebabkan penderita terfiksasi pada
suatu sikap tertentu, duduk yang buruk, posisi yang tidak tepat, perubahan
posisi yang kurang.
Ex : Kekuatan gesekan
Efek dari kekuatan gesekan adalah terganggunya mikrosirkulasi lokal melalui
penggantian, distorsi, atau terpotongnya pembuluh darah pada saat lapisan-lapisan
kulit bergesekan (Chow et al, 1976). Sebagai contoh, pasien merosot turun dari
tempat tidur yang miring di sebabkan karena teknik mengangkat yang kurang baik
;mikrosirkulasi lokal terganggu, dan pembuluh darah mengalami ditorsi atau
terpotong pada saat lapisan kulit bergerak secara relatif di antara mereka.
E. Tanda dan Gejala
1. Stadium satu
a. Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila
dibandingkan dengan kulit yang normal, maka akan tampak salah satu
tanda sebagai berikut : perubahan temperatur kulit (lebih dingin atau lebih
hangat)
b. Perubahan konsistensi jaringan (lebih keras atau lunak)
c. Pada orang yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan sebagai
kemerahan yang menetap. Sedangkan pada yang berkulit gelap, luka akan
kelihatan sebagai warna merah yang menetap, biru atau ungu.
2. Stadium dua
Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya.
Cirinya adalah lukanya superficial, abrasi, melepuh, atau membentuk lubang
yang dangkal.

3. Stadium tiga
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari
jaringan subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia. Luka
terlihat seperti lubang yang dalam.
4. Stadium empat
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas, nekrosis
jaringan, kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang dalam
serta saluran sinus juga termasuk dalam stadium IV dari luka tekan.
F. Komplikasi
Komplikasi sering terjadi pada luka dekubitus derajat III dan IV, walaupun dapat
terjadi pada luka yang superfisial. Menurut subandar (2008) komplikasi yang
dapat terjadi antara lain:
1. Infeksi, umumnya bersifat multibakterial baik aerobik maupun anaerobik.
2. Keterlibatan jaringan tulang dan sendi seperti periostitis, osteotitis,
osteomielitis, dan arthritis septik.
3. Septikimia, yaitu suatu kondisi dimana terjadi multiplikasi bakteri penyebab
penyakit di dalam darah.
4. Animea, kondisi dimana jumlah sel darah merah atau hemoglobin (protein
pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada di bawah normal.
5. Hipoalbuminemia, dimana kadar albumin serum <3,5 mg/dl. Kadar
normalnya antara 3,5 – 5 mg/dl.
6. Kematian.
G. Pemeriksaan penunjang
1. Kultur dan analisis urin: Kultur ini dibutuhkan pada keadaan inkontinensia
untuk melihat apakah ada masalah pada ginjal atau infeksi saluran kencing,
terutama pada trauma medula spinalis.
2. Kultur Tinja: Pemeriksaan ini perlu pada keadaan inkontinesia alvi untuk
melihat leukosit dan toksin Clostridium difficile ketika terjadi
pseudomembranous colitis.
3. Biopsi: Biopsi penting pada keadaan luka yang tidak mengalami perbaikan
dengan pengobatan yang intensif atau pada ulkus dekubitus kronik untuk
melihat apakah terjadi proses yang mengarah pada keganasan. Selain itu,
biopsi bertujuan untuk melihat jenis bakteri yang menginfeksi ulkus
dekubitus. Biopsi tulang perlu dilakukan bila terjadi osteomyelitis.
4. Pemeriksaan Darah: Untuk melihat reaksi inflamasi yang terjadi perlu
diperiksa sel darah putih dan laju endap darah. Kultur darah dibutuhkan jika
terjadi bakteremia dan sepsis.
5. Keadaan Nutrisi: Pemeriksaan keadaan nutrisi pada penderita penting untuk
proses penyembuhan ulkus dekubitus. Hal yang perlu diperiksa adalah
albumin level, prealbumin level, transferrin level, dan serum protein level.
6. Radiologis: Pemeriksaan radiologi untuk melihat adanya kerusakan tulang
akibat osteomyelitis. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan sinar-X,scan
tulang atau MRI.
H. Penatalaksanaan
1. Stadium I
Kulit yang kemerahan dibersihkan hati-hati dengan air hangat dan sabun,
diberi lotion. Kemudian dimassage selama 2-3 kali sehari.
2. Stadium II
Perawatan luka harus memperhatikan teknik aseptic dan antiseptic. Daerah
bersangkutan digesek dengan es dan dihembus dengan udraa hangat secara
bergantian untuk merangsang sirkulasi. Dapat diberikan juga salep topical,
mungkin juga untuk merangsang tumbuhnya jaringan muda. Pergantian
balutan dan salep ini jangna terlalu sering karena justru akan merusak
pertumbuhan jaringan yang di harapkan.
3. Stadium III
Usahakan luka selalu bersih dan eksudat diusahakan dapat mengalir keluar.
Balutan jangan terlalu tebal dan sebaiknya transparan sehingga permeable
untuk masuknya udara atau oksigen dan penguapan lebih mudah.
Kelembapan luka dijaga tetap basah, karena akan mempermudah regenerasi
sel-sel kulit. Jika luka kotor dapat di cuci dengan larutan NaCl fisiologis,
antibiotic sistemik juga mungkin akan diperlukan.
4. Stadium IV
Penatalaksanaan dari stadium I-III tetap dilaksanakan dan jaringan nekrotik
harus dibersihkan karena akan menghalangi pertumbuhan jaringan yang baru.
Beberapa preparat enzim coba diberikan untuk tujuan mengurangi
perdarahan, dibanding tindakan bedah yang juga merupakan alternative lain.
Memberikan oksigenasi pada daerah luka. Tindakan dengan ultrasonografi
untuk membuka sumbatan-sumbatan pembuluh darah dan sampai pada
transplantasi kulit.
Mengangkat jaringan nekrotik ada 7 metode
a. Analytic debridement = balutan lembab untuk memicu autolysis oleh
enzim tubuh,prosesnya lambat tapi tidak nyeri
b. Biological debridement = menggunakan belatung untuk memakan jaringan
nekrosis
c. Chemical debridement = menggunakan enzim
d. Mechanical debridement = menggunakan kassa basah, lalu biarkan kering,
lalu mengnagkatnya
e. Sharp = menggunakan scalpel untuk membuang jaringan
f. Surgical = cepat dan tidak nyeri
g. Ultrasound-assisted therapy = memisahkan jaringan nekrosis dgn jaringan
yg sehat menggunakan ultrasonik

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
Identitas pasien dan keluarga, pola sensori, pemeriksaan fisik (status kesehatan
umum, pemeriksaa head to toe, pemeriksaan penunjang), pemeriksaan tanda-tanda
vital dan riwayat penggunaan obat-obatan.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Imobilitas b/d dekubitus atau (luka tekan)
2. Resiko infeksi b/d inkontinensia
3. Aktual infeksi, sepsis b/b adanya infeksi (dekubitus)
4. Gangguan perfusi jaringan.
C. Intervensi
1. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan pembatasan gerakan
yang diharuskan, status yang dikondisikan, kehilangan kontrol motorik,
perubahan status mental.
Kriteria hasil :
a. Mengangkat berat badanya sedikitnya setiap 2 jam.
b. Menunjukan penurunan tekanan antar permukaan diatas ulkus sampai
kurang dari 32 mmHg.
c. Akan mempunyai kulit tanpa eritema tidak pucat.
Intervensi
a. Berikan dorangan mobilitas ke tingkat yang paling tinggi. Berikan alat
seperti pagar tempat tidur dibagian atas kepala atau samping, bila
mungkin, untuk memudahkan gerakan mandiri (AHCPR,1992).
R : Gerakan teratur menghilangkan tekanan konstan diatas
tonjolan tulang.
b. Tingkatkan sirkulasi optimal saat ditempat tidur.
Bila klien tidak dapat berbalik sendiri, ubah posisinya 2 jam. Gunakan “
puturan jarum jam (turn clock)’’ untuk menunjukan posisi yang tepat
untuk setiap perubahan posisi seluruh tubuh (maklebust,1990).
R : Penghilangan tekanan intermiten memungkinkan darah masuk
kembali ke kapiler yang tertekan yang telah kekurangan darah dan oksigen
(maklebust, 1986).
c. Buat perpindahan minor dalam posisi tubuh antara perubahan posisi tubuh
(smith,1990).
R : Perpindahan minor berat badan membantu reperfusi area yang
tertekan (smith,1990).
d. Periksa tonjolan tulang setiap kali mengubah posisi. Bila area kemerahan
tidak hilang dalam 30 menit setelah mengubah posisi, ubah posisi klien
lebih sering.
R : Hipertermia reaktif mungkin tidak mencukupi untuk mengkompensasi
iskemia lokal.
e. Baringkan klien pada posisi meninggi kearah lateral 30 derajat. Jangan
gunakan posisi flower’s tinggi (AHCPR, 1992: Seiler.1986.).
R : Posisi ini menghilangkan tekanan diatas trokhanter dan sakrum secara
simultan. Posisi flower’s tinggi meningkatkan gesekan sakral.
f. Gunakan alat penghilang tekanan untuk memudahkan jadwal pengubah
posisi.
R : Alat pengurang tekanan dapat meningkatkan interval waktu antara
perubahan posisi yang seharusnya (maklebust,1986).
g. Jangan gunakan busa berbentuk donat atau cincin karet (AHCPR 1992).
R : Alat ini menekan sistem pembuluh darah disekitarnya, meningkatkan
area iskemia (Ek,1985).
h. Beri perhatian khusus pada tumit.
R : Penelitian menunjukan bahwatumit sangat rentan untuk mengalami
kerusakan karena tingginya konsentrasi berat badan yang ditahan
dibandingkan dengan permukaan yang relatif kecil (maklebust, 1986).
i. Jangan memasase area kemerahan (AHCPR,1992 ; Ek, 1985).
R : Masase keras dapat menusuk dan merobek kapiler (Ek, 1985).

2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemajanan dasar luka


pada fekal/drainase urine.
Kriteria Hasil :
Kulit tidak akan teriritasi akibat pemajanan terhadap fekal/drainase urine.
Intervensi
a. Ajarkan pentingnya kebersihan kulit yang baik. Gunakan emolin bila kulit
kering, tetapi jangan biarkan kulit ‘’basah’’ karna terlalu banyak losion
atau krim.
R : kulit kering rentang terhadap lecet dan infeksi. Emolin berlebih dapat
menimbulkan maserasi( keller, 1990)
b. Lindungi kulit dari pajanan urine atau feses.
R : kontak urin edan feses dapat menyebabkan maserasi kulit. Feses
mungkin lebih uleserogenik dari pada urin, karena bakteri dan toksin yang
terdapat dalam feses(Allman, 1987
c. Pertimbangkan penggunaan balutan oklusif pada permukaan luka yang
bersih, tetapi jangan pada luka yang dalam
R : balutan oklusif melindungi permukaan luka dari urin dan feses, tetapi
dapat menahan bakteri pada luka dalam.
d. Pastikan mencuci tangan dengan cermat untuk mencegah tranmisi infeksi.
R : mencuci tangan yang tak tepat. Oleh pemberi perawatan merupakan
sumber infeksi primer dari transmisi infeksi pada klien yang dirawat
dirumah sakit.
e. Gunakan tehnik yang tepat selama menggangti semua balutan.
R : tehnik yang baik mengurangi masuknya organisme patogen kedalam
luka.
f. Bilas dasar luka dengan larutan NS
R : infeksi membentuk debris nekrotik dengan sekresi yang memberikan
media yang sangat baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Pembilasan
membantu mengangkat debris nekrotik dan mengurangi jumlah bakteri.
Luka ketebalan parsial terinfeksi dapat berkembang menjadi sepsis luka
dengan peningkatan nekrosis, yang pada akhirnya menjadi lesi ketebalan
penuh.
g. Gunakan sarung tangan yang baru untuk setiap penggantian balutan pada
klien dengan luka dekubtus multipel (AHCPR,1992)
R : Setiap ulkus dapat terkontaminasi oleh organisme yang berbeda,
tindakan ini dapat membantu mencegah insfeksi silang.
h. Pantau terhadap tanda infeksi luka lokal, misalnya drainage purulen dan
selulitis.
R : Ulkus terinsfeksi memerlukan intervensin tambahan.
3. Kerusakan integritas jaringan yang berhubungan dengan destruksi mekanis
jaringan sekunder terhadap tekanan, gesekan, dan friksi.
Kriteria hasil
Klien akan:
a. Mengidentifikasi faktor penyebab luka dekubitus.
b. Mengidentifikasi rasional untuk pencegahan dan tindakan.
c. Berpartisipasi dalam dalam rencana tindakan yang diprogramkan untuk
meningkatkan penyembuhan luka.
d. Menunjukan kemajuan penyembuhan dekubitus dermal.
Intervensi
a. Terapkan prinsip pencegahan luka dekubitus :
R : prinsip prinsip pencegahan luka dekubitus meliputi mengurangi atau
merotasi tekanan pada jaringan lunak.bila tekanan jaringan lunak melebihi
tekanan intrakapiler(kurang dari 32 mmHg),akan terjadi oklusi kapiler dan
mengakibatkan hipoksia yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan.
b. Dorong latihan rentang gerak (ROM) dan mobilitas menahan beban berat
badan bila mungkin.
R : Latihan dan mobilitas dapat meningkatkan aliran darah ke semua area.
c. Tingkatkan mobilitas optimal(AHCPR,1992) (Rujuk ke rencana perawatan
kerusakan mobilitas untuk informasi lanjut).
R : Dapat meningkatkan aliran darah ke semua area.
d. Pertahankan tempat tidur sedatar mungkin (lebih rendah dari 30 derajat)
dan sanggah kaki dengan papan kaki (AHCPR,1992).
R : Tindakan ini membantu mencegah gesekan,tekanan yang terjadi bila
dua perbatasan lapisan jaringan bergerak berlawanan.Bila tonjolan tulang
menggeser melewati jaringan subkuta,kapiler subepidermal dapat menjadi
lengkung dan tertekan,mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.
e. Hindari menggunakan gatch lutut
R : gatch lutut dapat meningkatkan pengumpula darah dan menurunkan
sirkulasi pada ekstremitas bawah.
f. Gunakan blok busa atau bantal busa untuk memberikan efek jembatan
untuk menyangga tubuh diatas dan dibawah area resiko tinggi atau area
luka,mencegah area yang sakit dari bersentuhan dengan permukaan tempat
tidur,jangan memakai busa berbentuk donat atau cincin yang dapat
kembungkan(ACHPR,1992: Crewe,1987).
R : tindakan ini membantu mendistribusikan tekanan pada area yang lebih
besar.
g. Ganti atau kurangi tekanan pada permukaan kulit dengan alat seperti
dibawah ini:
 Matras udara.
 Tempat tidur penurun panas-udara-rendah.
 Tempat tidur udara cairan.
 Sepatu bot vaskular atau bantal dibawah betis untuk menyangga tumit
dari permukaan tempat tidur.
R : matras busa adalah untuk kenyamanan;umumnya ,alat ini tidak
memberikan penghilan tekanan yang adekuat.matras udara khusus nya dan
tempat tidur udara mendistribusikan ulang berat badan bahkan seluruh
permukaan tubuh ( Maklebust,1986).
h. Kerahkan personel yang cukup untuk mengangkat klien dari tempat tidur
atau kursi tanda menggeser atau menarik permukaan kulit,gunakan lengan
panjang atau stoking untuk mengurangi friksi pada siku dan tumit.
R : teknik pemindahan yang tepat menggurangi kekuatan friksi yang dapat
menggores atau melecetkan kulit.
i. Instruksikan klien yang sedang duduk untuk mengangkat tubuhnya sendiri
dengan menggunakan tangan kursi setiap 10 menit, bila mungkin , atau
bantu klien untuk berdiri dari kursi setiap 10 sampai 20 menit,tergantung
faktor resiko yang ada.
R : tindakan ini memungkinkan reperfusi periodik area sistemik
j. Jangan meninggikan kaki kecuali betis disangga,sangga betis dan luruskan
panggul dan tulang lutut untuk menghindari perpindahan berat ke
tuberositas iskhial saat duduk di kursi (Zacharkow,1985).
R : menyangga betis mengurangi tekanan diatas tuberositas iskhial.
k. Berikan bantalan pada kursi dengan alat menghilang kan tekanan
R : tuberositas iskhialadalah area utama untuk terjadinya luka dekubitus
.bantalan udara memberikan penghilang tekanan yang lebih baik daripada
bantalan busa.
l. Inspeksi area lain terhadap resiko terjadinya dekubitus pada tiap
perubahan posis :
 Telinga
 Siku
 Oksipital
 Trokhanter
 Tumit
 Iskia
 Sakrum
 Skapula
 Skrotum
R : klien dengan satu luka dekubitus lebih beresiko terjadinya luka
dekubitus yang lain.
1. Observasi terhadap eritema dan kepucatan ,dan palpasi area sekitar trhadap
kehangatan dan pelunakan jaringan setipa perubahan posisi.
Rasional : hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan.
m. Kompensasi terhadap defisit sensori: Inspeksi kulit setiap 2 jam terhadap
tanda cedera
R : klien mobilisasi dapat mengalami kerusakan sensasi, yang menggangu
kemampuan mencerap nyeri karena kerusakan kulit.
n. Ajarkan klien dan anggota keluarga untuk sering mengamati kulit
.tunjukan klien cara menggunakan cermin untuk melihat area yang sulit
terlihat.
R : inspeksi kulit teratur memungkinkan deteksi dini
kerusakan.keterlibatan klien meningkatkan tanggung jawab pada
perawatan diri.
o. Identifikasi tahap terjadinya luka dekubitus
1) Tahap 1 : eritema kulit tidak pucat
2) Tahap 2 : ulserasi epidermis atau dermis tanpa mengenai lemak
subkutan
3) Tahap 3 : ulserasi yang mengenai lemak subkutan
4) Tahap 4 : ulserai luas menembus otot dan tulang
R : pentahapan merupakan alat komunikasi yang menunjukan kedalaman
anatomi dari keterlibatan jaringan.
p. Kurangi atau hilangkan faktor yang menunjang perluasan luka dekubitus
yang telah ada :
1) Cuci diarea disekitar ulkus dengan perlahan menggunakan sabun
ringan, bilas secara menyeluruh untuk menhilangkan sabun, dan
keringkan.
R : sabun merupakan suatu iritan dan mengeringkan kulit.
q. Jangan lakukan masase pada setiap area kemerahan
R : masase kuat menusuk dan merobek pembuluh darah.memasase area
kemerahan dapat menyebabakan kerusakan kapiler dan melukai kulit.
r. Lakukan salah satu kombinasi beberapa hal berikut ini:
1) Oleskan tipis tipis pelindung kulit kopolimer cairan.
2) Tutup area dengan balutan film permeabel –lembab
3) Tutup area dengan barier wafer hidroaktif dan rekatkan dengan plester
mikroskop 2,5 cm;biarkan selama 4-5 hari.
R : kulit yang sehat harus dilindungi
s. Susun rencana untuk luka dekubitus dengan menggunakan prinsip
penyeembuhan luka basah,sebagai berikut:
R : bila luka semi tersumbat dan permukaan luka masih basah,sel sel
epidermal bermigrasi lebih cepat di atas permukaan
t. Hindari memecahkan lepuh
R : lepuh mengindiksaikan luka dekubitus tahap 2;cairan yang terdapat
dalam lepuh memberikan lingkungan untuk pembentukan jaringan
granulasi.
u. Bilas dasar ulkus dengan larutan salin steril.bila luka terinfeksi lakukan
irigasi kuat
R : irigasi dengan larutan normal salin dapat membantu membuang sel sel
mati dan mengurangi jumlah bakteri.irigasi kuat jangan diguanakan pada
luka yang mempunyai jaringan granulasi dan epitalium baru.
v. Hindari menggunakan pembersih luka dan antiseptik topikal
R : produk ini mungkin bersifat sitotoksik terhadap jaringan.
w. Konsul dengan ahli bedah atau spesialis luka untuk melkukan debridemen
jaringan nekrotik secara mekanik atau bedah.
R : ulkus nekrotik tidak akan sembuh sampai jaringan nekrotik dibuang.
x. Balut luka dekubitus dengan balutan yang mempertahankan kelembaban
lingkungan diatas dasar luka ( misal nya balutan wafer
hidrokoloid, balutan absorbsi, balutan kasa lembab)
R : luka yang lembab sembuh lebih cepat (sieggren,1987).
y. Hindari agen pengering (mis;lamu pemanas, maalox, susu magnesium).
R : panas menciptakan peningkatan kebutuhan oksigen.penggunaan lampu
pemanas merupakan kontraindikasi pada uka dekubitus,karena alat ini
meningkatkan kebutuhan oksigen pada jaringan sudah mengalami stress.
z. Konsul dengan perawat spesialis atau dokter untuk pengobatan luka
dekubitus dalam atau terinfeksi.
R: konsultasi dengan ahli dapat dibutuhkan untuk intervensi yang lebih
spesifik.

4. Resiko terhadap inefektif terdahap regimen terapetik berhubungan dengan


ketidakcukupan pengetahuan tentang etiologi, tindakan, dan perawatan di
rumah.
Kriteria hasil :
Kriteria untuk diagnosa keperawatan ini menunjukan kriteria hasil yang
berkaitan dengan perencanaan pemulangan. Rujuk pada rencana pemulangan.
Intervensi :
a. Ajarkan untuk mencegah luka dekubitus (AHCPR,1992)
1) Nutrisi adekuat
2) Mobilitas
3) Mengubah posisi dan menghilangkan tekanan
4) Perpindahan berat badan sedikit
5) Rentang gerak pasif dan aktif
6) Perawatan kulit
7) Perlindungan kulit dari urine dan feses
8) Pengenalan kerusakan jaringan
R : pencegahan luka dekubitus lebih mudah dari pada mengobatinya
b. Ajarkan tindakan untuk mengobati luka dekubitus (maklebust, 1991)
1) Terapkan prinsip pencegahan luka dekubitus
2) Perawatan luka spesifik untuk setiap luka
3) Cara mengevaluasi keberhasilan pegobatan terakhir
R : instruksikan spesifik ini membantu klien dan keluarga belajar untuk
meningkatakan penyembuhan dan mencegah infeksi.
c. Tanya anggota keluarga untuk menentukan besarnya bantuan yang mereka
butuhkan dalam merawat klien (maklebust,1991)
R : pengkajian ini diperlukan untuk menentukan apakah keluarga dapat
memberikan perawatan dan bantuan yang diperlukan.
d. Tentukan peralatan dan bahan yang diperlukan (mis, alat penghilang
tekanan,bantalan kursi roda, balutan,).konsul dengan pelayan sosial, bila
perlu, untuk bantuan dalam mendapatkan peralatan dan bahan yang
diperlukan.
R : peralatan dan bahan harus diatur sebelum pulang.
e. Bila diperlukan , rujuk klien dan keluarga kepelayanan kesehatan dirumah
untuk pengkajian terus-menerus dan evaluasi keperawatan yag rumit.
R : pengkajian dan penyuluhan berkelanjutan mungkin diperlukan untuk
menyokong perawatan tingkat kompleks.
f. Dorong pemberian keperawatan yang ada untuk berbagai tugas
keperawatan klien
R : keletihan peran dan kejenuhan dapat terjadi bila sesorang menyediakan
seluruh waktunya untuk memberikan perawatan. Istirahat sejenak atau
bantuan dapat membantu mencegah situasi ini.
g. Tekankan pentingnya keperawatan luka dan mempertahankan nutrisi
adekuat dirumah ( rujuk kediagnosa keperawatan kerusakan integritas
jaringan pada rencana keperawatan ini dan rencana keparatan perubahan
nutrisi pada cedera termal untuk informasi spesifik).
R : strategi yang telah dilakukan harus dilanjutkan dirumah untuk
terjadinya pemulihan lengkap.

D. Evaluasi
Keefektifan tindakan, peran anggota keluarga untuk membantu mobilisasi pasien,
kepatuhan pengobatan dan mengefaluasi masalah baru yang kemungkinan
muncul.

DAFTAR PUSTAKA
Abdurahman, F. 2016. Laporan Pendahuluan Dekubitus (LP Dekubitus).
http://fahadh17.blogspot.com/2016/11/laporan-pendahuluan-dekubitus-lp.html
diakses pada 11 Juli 2018 pada pukul 07.45
Berman, A. dkk. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Kozier & Erb, Ed.
5. Jakarta: EGC
Corwin, E. 2007. Buku saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Eko, S. A. (n.d.). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Dekubitus.
https://saputraaguseko.wordpress.com/keperawatan/askep/asuhan-
keperawatan-klien-dengan-dekubitus/ diakses pada 11 Juli 2018 pukul 07.45
Pratiwi, E. 2012. Makalah Laporan Sgd Sistem Integumen
(Dekubitus). https://eviepratiwi.wordpress.com/2012/11/26/32/ diakses pada 11
Juli 2018 pukul 07.50
Suriadi.2004.Perawatan Luka.Jakarta:Sagung Seto

Anda mungkin juga menyukai