3B Kelompok 7 Tugas PPI 2 Leishmaniasis
3B Kelompok 7 Tugas PPI 2 Leishmaniasis
PENYAKIT LEISHMANIASIS
KELOMPOK 7
ANISA NURUL H
DZIHNI NADHIFATUL A
NADIA PUTRI H
TRAVICI BELA S
Puji syukur kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan hidayatnya sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Penyakit Leishmaniasis untuk memenuhi mata
kuliah Penatalaksaan Penyakit Infeksi II Poltekkes Kemenkes Banten. Dengan segala rendah hati
kami menyadari bahwa hanyalah manusia biasa yang mempunyai kekurangan dan kelemahan dan
kami menyadari bahwa tugas ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, dengan lapang hati
kami akan menerima saran dan nasehat maupun keritikan yang membangun.
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua khusus nya teman-teman
Poltekkes Kemenkes Banten, semoga Allah SWT memberikan balasan dan pemahan kepada
kami serta balasan segala kebaikan yang telah di berikan oleh semua pihak dalam menyelesaikan
makalah ini.
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
4
5) Bagaimana Pemeriksaan Fisik Penyakit Leishmaniasis?
6) Bagaimana Pemeriksaan Lab Penyakit Leishmaniasis?
7) Bagaimana Cara Pencegahan Penyakit Lesihmaniasis?
8) Bagaimana Cara Penularan Penyakit Leishmaniasis?
9) Bagaimana Penatalaksanaan Penyakit Leishmaniasis?
1.3 Tujuan
1) Untuk Mengetahui Penyakit Leishmaniasis
2) Untuk Mengetahui Penyebab dari Penyakit Leishmaniasis
3) Untuk Mengetahu Epdemiologi Penyakit Leishmaniasis
4) Untuk Mengetahui Gejala Penyakit Leishmaniasis
5) Untuk Mengetahui Pemeriksaan Fisik Penyakit Leishmaniasis
6) Untuk Mengetahui Pemeriksaan Lab Penyakit Leishmaniasis
7) Untuk Mengetahui Cara Pencegahan Penyakit Leishmaniasis
8) Untuk Mengetahui Cara Penularan Penyakit Leishmaniasis
9) Untuk Mengetahui Penatalaksanaan Penyakit Leishmaniasis
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
Gejala lain dari leishmaniasis mukokutaneous dapat berupa:
Mimisan
Sulit bernapas
3) Leishmaniasis viseral
Leishmaniasis viseral terkadang disebut juga dengan leishmaniasis sistemik atau
kala azar disebabkan oleh L. donovani. Jenis infeksi Leishmania ini umumnya terjadi dua
hingga delapan bulan setelah pasien tergigit lalat pasir. Sebagai jenis yang viseral
(dalam), leishmaniasis dapat merusak organ bagian dalam tubuh seperti limpa dan hati.
Sumsum tulang dan sistem imun juga dapat terganggu akibat leishmaniasis viseral dan
bisa fatal jika tidak ditangani.Gejala umum dari leishmaniasis viseral akibat infeksi
parasit Leishmania, termasuk:
Tubuh lemah
Pembesaran limpa
Pembesaran hati
Perdarahan
7
(Gradoni et al. 2017; Moriconi et al. 2017) dan telah terjadi 4.444 wabah VL di provinsi
Bologna di timur laut Italia (Varani et al. 2013).
Pada manusia, infestasi phlebovirus, termasuk virus Toscana (TOSV),
menyebabkan komplikasi yang lebih serius dari lalat pasir larroussius dan L. infantum
juga merupakan vektor utama virus Toscana (TOSV) (Fares et al. 2020). Virus Toscana
menyebabkan meningitis dan ensefalitis pada manusia di negara-negara Mediterania,
termasuk Portugal (Amaro et al. 2012), Tunisia (Dachraoui et al. 2016) dan Italia (Marchi
et al. 2017). Seroprevalensi TOSV pada populasi dengan risiko zoonosis tinggi Visceral
leishmaniasis (ZVL) di Tunisia adalah 40% (Bichaud et al. 2013). Tomassone et al.
(2018) menyatakan bahwa urbanisasi, perubahan iklim, serta adaptasi vektor dan satwa
liar terhadap habitat manusia, saling mempengaruhi satu sama lain sehingga
meningkatkan risiko zoonosis. Tidak menutup kemungkinan di wilayah suatu negara
yang sebelumnya bebas menjadi epidemis hingga endemis disebabkan oleh migrasi,
pariwisata dan aktivitas militer (Inceboz 2019).
2.3 Gejala
Gejala seperti ini tidak selalu timbul pada seseorang yang terkena gigitan lalat pasir yang
sudah terinfeksi, bahkan setelah berbulan-bulan maupun bertahun-tahun setelah tergigit.
Namun umumnya, kemunculan gejala hanya beberapa minggu saja sejak gigitan lalat
pasir.
8
b) Gejala Visceral Leishmaniasis
Pembesaran liver/hati.
Pembesaran limpa
Kelemahan tubuh
Berat badan turun
Demam yang bisa sampai berminggu-minggu
Pembengkakan kelenjar getah bening
Perdarahan
Produksi sel-sel darah yang berkurang
Timbul infeksi lainnya
9
Merupakan pemeriksaan baku emas penegakan diagnosis Leishmaniasis dengan
temuan amastigot pada pemeriksaan aspirat jaringan. Pada kasus leismaniasis
viseralis, apusan sediaan limpa memiliki tingkat sensitivitas >95%, sediaan
sumsum tulang memiliki sensitivitas 60–85%, dan sediaan nodus limfa memiliki
sensitivitas 50%. Sedangkan pada kasus leishmaniasis kutaneus sampel dapat
diambil dari tepi ulkus.
2) Pemeriksaan Serologi
Pemeriksaan serologi lebih baik digunakan pada kasus leishmaniasis viseralis.
Pemeriksaan ini memiliki tingkat sensitivitas yang cukup baik dan tidak invasif.
Pemeriksaan leishmaniasis menggunakan metode ini berfungsi untuk mendeteksi
antibodi terhadap parasit atau mendeteksi antigen yang ada pada parasit.
Pemeriksaan serologi terhadap leishmaniasis dapat dilakukan dengan beberapa
metode, yaitu:
- Pemeriksaan serologi dengan menggunakan tes cepat imunokromatografi
adalah pemeriksaan yang mendeteksi antibodi terhadap antigen
rekombinan (rK39). Pemeriksaan ini memiliki tingkat sensitivitas 97–
100% dan spesifitas 86–92%.
- Tes aglutinasi direk memiliki tingkat sensitivitas 91–100% dan spesifitas
72–100%.
- Tes RT-PCR merupakan tes kualitatif terhadap asam nukleat Leishmania,
tetapi pemeriksaan ini belum banyak dilakukan sebagai pemeriksaan rutin
di area endemis.
- Pemeriksaan serologis lain, seperti ELISA (enzyme-linked immunosorbent
assay) atau IFAT (immunofluorescence antibody test) dapat mendeteksi
antibodi Leishmania.
- Leishmania skin test (LST) merupakan tes untuk deteksi
antigen Leishmania melalui reaksi hipersensitivitas tipe lambat.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara menginjeksi promastigot yang
telah mati. Pada orang yang telah terinfeksi Leishmania, injeksi
promastigot ini dapat memicu reaksi hipersensitivitas tipe lambat.
Penilaian tes dilakukan 48 jam setelah injeksi. Hasil tes dinyatakan positif
10
bila terdapat indurasi ≥5mm, dan didapatkan pada orang yang saat ini
sedang atau pernah terinfeksi Leishmania (leishmaniasis kutaneus dan
mukosa). Pada kasus leismaniasis viseralis aktif, LST memberikan hasil
negatif.
3) Pemeriksaan Fungsi Hati
Pada pemeriksaan fungsi hati, ditemukan peningkatan ringan serum glutamic
oxaloacetic transaminase (SGOT) dan serum glutamic pyruvic
transaminase (SGPT), hipogamaglobulinemia, serta hipoalbumin.
11
6) Mengurangi aktivitas di luar rumah sejak matahari terbenam hingga matahari
terbit. Karena lalat pasir merupakan hewan nokturnal (aktif di malam hari).
2.7 Penularan
Leishmaniasis menyebar dengan cepat di wilayah yang memiliki kebiasaan tidur di
alam terbuka. Protozoa Leishmania spp, ditularkan melalui gigitan serangga yang dikenal
sebagai agas (lalat pasir) betina. Gigitan satu lalat yang terinfeksi dapat mengeluarkan
lebih dari 1000 parasit Leishmania spp yang berepotensi menyebabkan penyakit.
Lalat pasir umumnya berhabitat di tempat yang kering, lembab, dan mengandung
banyak zat organic, misalnya di rekahan tembok, sarang rayap, di balik batu, kulit pohon,
sarang tikus, dan sarang rubah dan membutuhkan darah untuk perkembangan telur-
telurnya seperti halnya nyamuk Anopheles dan Aedes Aegypti. Spesies lalat pasir tertentu
dapat bersifat oportunis dalam mencari mangsa untuk dihisap darahnya, bisa dari hewan
ataupun manusia sehingga siklus infeksi Leishmaniasis dapat bersifat zoonosis maupun
antroponosis.
12
metasiklik berubah menjadi amastigot, yang dapat bertahan dan bereplikasi di dalam
fagolisosom (Veras & de Menezes 2016).
Amastigot adalah parasit intraseluler yang ditemukan dalam fagolisosom makrofag
dan fagosit lain, dan penyerapannya oleh lalat pasir penghisap darah ke dalam kulit dan
menghasilkan luka kecil di mana darah mengalir dari kapiler superfisial (Handman &
Bullen 2002). Bentuk amastigot dari parasit yang diambil oleh lalat pasir biasanya tidak
ditemukan dalam sirkulasi perifer, melainkan ada di kulit. Parasit yang ada di organ
seperti hati dan limpa tidak dapat diakses oleh lalat pasir. Kerusakan jaringan inilah yang
terkait dengan terciptanya luka yang melepaskan makrofag kulit dan / atau amastigot
yang dibebaskan ke dalam darah, dan memungkinkan penyerapan berikutnya ke dalam
perut lalat pasir.
13
sumber gambar: cdc.gov
2.8 Penatalaksanaan
Secara umum, semua kasus leishmaniasis visceral dan leishmaniasis mukosa harus
diobati, sedangkan tidak semua kasus leishmaniasis kulit memerlukan pengobatan.
Pengobatan dilakukan secara individual dan harus dengan konsultasi ahli.
Pendekatan pengobatan sebagian tergantung pada faktor inang dan parasit bahkan
beberapa pengobatan hanya efektif terhadap spesies/strain Leishmania tertentu dan hanya
di wilayah geografis tertentu. Beberapa kelompok khusus (seperti anak kecil, orang tua,
wanita hamil/menyusui, orang dengan immunocompromised atau yang memiliki
komorbiditas lain) mungkin memerlukan obat atau dosis yang berbeda.
Pengobatan leishmaniasis kulit dapat diindikasikan untuk:
14
(seperti di Kabul, Afghanistan, dan daerah endemik Leishmania tropica
lainnya, di mana penularannya antropontik).
Ada 3 bentuk teapi yang digunakan dalam penatalaksanaan penyakit leishmania,
yaitu:
1) Terapi sistemik parenteral
Yaitu terapi dengan pemberian Amphotericin B untuk leishmania kulit
dan mukosa (ketika penggunaan ini biasanya pasien telah menerima 3mg
perhari dengan infus IV dosis 6-10). Selain Amphotericin B, Pentamidine
isethionate juga dapat digunakan untuk terapi namun sekarang di Amerika
tidak lagi dipakai karena toksisitas yg irreversible dan juga efektivitas yang
variabel. Terapi lain yg dapat digunakan adalah pemberian Antimonial
pentavalen (SbV) dengan dosis harian standar 20 mg SbV/ kg.
Terapi ini membutuhkan 20 hari untuk leishmaniasis kulit (atau 10
hari dalam beberapa pengaturan) dan 28 hari untuk leishmaniasis mukosa
(dan visceral). Untuk beberapa pasien, penyesuaian dosis harian atau durasi
terapi dapat diindikasikan dan rejimen yang digunakan sebagian tergantung
pada ukuran dan karakteristik lesi.
2) Terapi sistemik secara oral
Pada tahun 2014, FDA menyetujui agen oral Miltefosine untuk
pengobatan leishmaniasis kulit pada orang dewasa dan remaja yang tidak
hamil atau menyusui. Indikasi yang disetujui FDA terbatas hanya pada
infeksi yang disebabkan oleh tiga spesies tertentu, yaitu Leishmania (V.)
braziliensis, L. (V.) panamensis, dan L. (V.) guyanensis.
Selain Miltefosine, pemberian beberapa macam azole, seperti
Ketoconazol, Itroconazole dan Fluconazole secara oral juga memberikan
efeftivitas dan hasil yang beragam dengan berbagai pengaturan.
3) Terapi lokal
Contoh terapi lokal yang mungkin memiliki utilitas dalam beberapa
pengaturan termasuk cryotherapy (dengan nitrogen cair), termoterapi,
pemberian intralesional (IL) SbV, dan pemberian Paromomycin.
15
Obat-obatan untuk pentalaksanaan Leishmaniasis yang sudah ada, (seperti
Antimonial Pentavalent, Pentamidine, Miltefosine, Paromomycin, dan Liposomal
Amphotericin B) memiliki tingkat toksisitas yang tinggi. Namun, Miltefosine,
Paromomycin, dan Liposomal Amphotericin B dianggap lebih aman dan sudah
mendapatkan izin dari Badan Pangan dan Obat-Obatan Amerika Serikat (Food and Drug
Administration) untuk perawatan Leishmaniasis.
Efek samping dari obat-obatan tersebut seperti rasa mual, diare bahkan anorexia,
dan tidak boleh dikonsumsi orang yang sedang hamil atau menyusui. Tingginya toksisitas
juga menjadikan obat-obatan ini dapat mengakibatkan kematian. Harga obat-obatan ini
juga tergolong mahal dan pengobatan oral yang saat ini yang dianggap paling efektif dan
aman adalah Miltefosine yang dapat memakan waktu hingga 1 bulan.
Pada beberapa kondisi, parasit Leishmania mulai memiliki resistensi atas obat-
obatan yang paling efektif sekalipun seperti Liposomal Amphotericin B, Paromomycin,
dan Miltefosine yang terbukti dari adanya kasus relapse atau kekambuhannya kembali
setelah sembuh menggunakan obat-obatan tersebut. Penggunaan obat-obatan yang tidak
sesuai dengan resep ahli kesehatan, penghentian proses pengobatan secara sepihak oleh
pasien/penderita (akibat tidak tahan dengan dampak toksisitas yang tinggi atau merasa
sudah baikan sehingga merasa tidak perlu meminum obat lagi), dan co-infeksi pasien
penderita Leishmaniasis dengan penyakit HIV membuat Leishmaniasis semakin sulit
disembuhkan.
Pengobatan biasanya juga harus didukung dengan bantuan nutrisi tambahan dan
vitamin untuk hasil yang maksimal. Berdasarkan kondisi ini, cara terbaik agar aman dari
infeksi Leishmaniasis adalah mencegah jangan sampai digigit lalat pasir.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Serangga (disebut pula Insecta, dibaca "insekta") adalah kelompok utama dari hewan
beruas (Arthropoda) yang bertungkai enam (tiga pasang); karena itulah mereka disebut pula
Hexapoda (dari bahasa Yunani yang berarti "berkaki enam")
Leishmaniasis adalah penyakit parasit yang ditemukan di daerah tropis, subtropis, dan
Eropa selatan. Ini diklasifikasikan sebagai Penyakit Tropis yang Terabaikan (NTD).
Leishmaniasis disebabkan oleh infeksi dengan parasit Leishmania, yang disebarkan oleh
gigitan lalat pasir phlebotomine. Tidak ada vaksin atau obat untuk mencegah infeksi
tersedia. Cara terbaik bagi wisatawan untuk mencegah infeksi adalah melindungi diri dari
gigitan lalat pasir. Untuk mengurangi risiko digigit, ikuti langkah-langkah pencegahan
berikut: Hindari aktivitas luar ruangan, terutama dari senja hingga fajar, ketika lalat pasir
umumnya adalah yang paling aktif.
3.2 SARAN
17
DAFTAR PUSTAKA
Widana I Dewa KK, Hilmawan A. 2019. Urgensi Pencegahan dan Pengendalian Risiko Infeksi
Leishmaniasis atas Kontingen Garuda di Lebanon. JKLI. 18(1), 34-41.
18
01
02
Leishmaniasis 03
04
Kelompok 7:
• Anisa Nurul H 05
• Dzini Nadhifatul 06
• Nadia Putri H
• Travici Bella
Definisi dan penyebab Leishmaniasis
Leishmaniasis adalah penyakit parasit yang terjadi di Eropa tropis, subtropis, dan selatan. Leishmaniasis
disebabkan oleh infeksi parasit leishmania yang dimiliki oleh lalat pasir phlebotomina. Adapun jenis – jenis
penyakit Leishmaniasis yaitu:
1. Leishmaniasis kutaneus
Leishmaniasis kutaneous adalah jenis leishmaniasis yang paling sering terjadi. Leishmaniasis kutaneus
(oriental) yang disebabkan oleh L. tropica di Asia dan Afrika dan L. mexicana di Amerika Tengah dan Selatan.
Infeksi parasit Leishmania ini dapat menyebabkan gejala seperti luka di kulit.
2. Leishmaniasis mukokutaneus
Leishmaniasis mukokutaneus merupakan jenis leishmaniasis langka yang disebabkan oleh L. braziliensis dan
biasanya terjadi setelah leishmaniasis kutaneous sembuh (subset). Gejala infeksi parasit Leishmania ini
utamanya yaitu luka di mulut, hidung, atau bibir.
3. Leishmaniasis viseral
Leishmaniasis viseral terkadang disebut juga dengan leishmaniasis sistemik atau kala azar disebabkan oleh L.
donovani Jenis infeksi Leishmania ini umumnya terjadi dua hingga delapan bulan setelah pasien tergigit lalat
pasir. Sebagai jenis yang viseral (dalam), leishmaniasis dapat merusak organ bagian dalam tubuh seperti
limpa dan hati. Sumsum tulang dan sistem imun juga dapat terganggu akibat leishmaniasis viseral dan bisa
fatal jika tidak ditangani.
EPIDEMIOLOGI
Penyebaran leishmaniasis sudah melimpah dari Amerika Serikat bagian selatan hingga
Uruguay utara di dataran rendah tropis dan subtropis. Leishmaniasis manusia dilaporkan
endemik di Italia dan telah terjadi 4.444 wabah virus leishmaniasis di provinsi Bologna di
timur laut Italia. Pada manusia, infestasi phlebovirus, termasuk virus Toscana (TOSV),
menyebabkan komplikasi yang lebih serius dari lalat pasir larroussius dan Leishmaniasis
infantum yang juga merupakan vektor utama virus Toscana (TOSV).Virus Toscana
menyebabkan meningitis dan ensefalitis pada manusia di negara-negara Mediterania,
termasuk Portugal . Seroprevalensi TOSV pada populasi dengan risiko zoonosis tinggi
Visceral leishmaniasis (ZVL) di Tunisia adalah 40%. Tomassone et al. (2018) menyatakan
bahwa urbanisasi, perubahan iklim, serta adaptasi vektor dan satwa liar terhadap habitat
manusia, saling mempengaruhi satu sama lain sehingga meningkatkan risiko zoonosis.
Tidak menutup kemungkinan di wilayah suatu negara yang sebelumnya bebas menjadi
epidemis hingga endemis disebabkan oleh migrasi, pariwisata dan aktivitas militer.
GEJALA KLINIS
02
03
Thank you
Do you have any question ?
04
05
06