Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MAKALAH

MIKROBIOLOGI DAN PARASITOLOGI

“BLASTOMIKOSIS”
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Mikrobiologi yang Diampu Oleh Dosen Rosi Kurnia
Sugiharti,SST.,M.Kes

Disusun oleh:

Kelas: D4 Keperawatan Anestesiologi 1B

Kelompok 4

1. Eka Septia Ningsih (190106044)


2. Eni Fathatun Nisa (190106047)
3. Kamila Tasya Salsabila (190106077)
4. Muhammad Jarod (190106097)
5. Nanda Aisyia Pontoh (190106103)
6. Panji Wicaksono Aji (190106113)
7. Putri Regita Cahyani (190106116)
8. Raihan Rafiif Apriliano Shoheh (190106119)
9. Riki Hidayatullah (190106125)
10. Sketsa Area Dhiatama (190106141)
11. Sofiatul Aulia (190106142)

PRODI D4 KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT sehingga penyusunan makalah
”Blastomikosis” ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya .Selain itu kami ingin
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing mata
kuliah ”MIKRO DAN PARASITOLOGI” atas bimbingan dan motivasinya.

Penulis menyadari akan kekurangan dalam penyusunan makalah ini.karena itu


kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua
pihak demi kesempurnaan makalah ini.

Purwokerto, 25 Desember 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................... 1
DAFTAR ISI................................................................................................................................. ii
BAB I .......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 1
I. Latar Belakang............................................................................................................... 1
II. Rumusan Masalah ......................................................................................................... 1
III. Tujuan ............................................................................................................................ 2
BAB II ......................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ........................................................................................................................... 3
A. PENGERTIAN ................................................................................................................. 3
B. TAKSONOMI .................................................................................................................. 4
C. EPIDEMIOLOGI .............................................................................................................. 4
D. MORFOLOGI DAN IDENTIFIKASI .................................................................................... 5
E. ETIOLOGI ....................................................................................................................... 6
F. SIMTOMA ...................................................................................................................... 6
G. PENULARAN .................................................................................................................. 8
H. DIAGNOSIS .................................................................................................................... 8
I. PENGOBATAN ............................................................................................................. 11
BAB III ...................................................................................................................................... 13
PENUTUP ................................................................................................................................. 13
A. Kesimpulan.................................................................................................................. 13
B. Saran ........................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari sering kita menjumpai jamur. Jamur adalah
nama regnum dari sekelompok besar makhluk hidup eukariotik heterotrof yang mencerna
makanannya di luar tubuh lalu menyerap molekul nutrisi ke dalam sel-selnya. Jamur
memiliki bermacam-macam bentuk. Umumnya jamur berukuran mikroskopis, oleh karena
itu studi tentang jamur ini baru dimulai setelah penemuan mikroskop oleh Van Leeuwnhoek
pada abab ke 17.

Banyak jamur yang menimbulkan penyakit pada makhluk hidup lainnya. Seperti gatal-
gatal pada kulit, kerusakan dermis pada manusia serta penyakit yang dapat menimbulkan
ematian pada hewan maupun tanaman. Selain itu jamur juga menyebabkan pembusukan
bahan pangan dengan cara merusak jaringan dan akhirnya merusak makanan tersebut.
Selain menghancurkan jaringan tanaman secara langsung, beberapa patogen tanaman
merusak tanaman dengan menghasilkan racun kuat. Jamur juga bertanggung jawab untuk
pembusukan makanan dan membusuk tanaman disimpan. Walaupun terdapat jamur yang
menguntungkan.

II. Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari blastomikosis?
2. Bagaimana taksonomi dari blastomikosis?
3. Bagaimana epidemiologi dari blastomikosis?
4. Bagaimana Morfologi dan identifikasinya dari blastomikosis?
5. Bagaimana etiologi dari blastomikosis?
6. Bagaimana simtoma dari blastomikosis?
7. Bagaimana penularan dari blastomikosis?
8. Bagaimana diagnosis dari blastomikosis?
9. Bagaimana pengobatan dari blastomikosis?

1
III. Tujuan
1. Mengetahui apa pengertian dari blastomikosis.
2. Mengetahui bagaimana taksonomi dari blastomikosis.
3. Mengetahui bagaimana epidemiologi dari blastomikosis.
4. Mengetahui bagaimana morfologi dan identifikasinya dari blastomikosis.
5. Mengetahui bagaimana etiologi dari blastomikosis.
6. Mengetahui bagaimana simtoma dari blastomikosis.
7. Mengetahui bagaimana penularan dari blastomikosis.
8. Mengetahui bagaimana diagnosis dari blastomikosis.
9. Mengetahui bagaimana pengobatan dari blastomikosis.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
Blastomycosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi dari

Blastomyces dermatitidis, penyakit ini terutama menyerang paru-paru dan kemudian

dapat menyebar ke seluruh tubuh lewat mengalirnya darah. Penyakit Gilchrist atau

Blastomikosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh cendawan dimorfik

Blastomyces dermatitidis. Cendawan B. dermatitidis banyak ditemukan di tanah yang

mengandung sisa-sisa bahan organik dan kotoran hewan.Ketika konidia (salah satu

bagian tubuh) dari B. dermatitidis terhirup oleh manusia maka akan terjadi perubahan

bentuk dari miselium menjadi khamir dan sistem imun manusia tidak sempat

menghasilkan respon imun terhadap perubahan tersebut.Agen penyakit akan menyebar

melalui sistem limfa dan aliran darah.

Blastomyces dermatitidis adalah jamur dimorfik termal yang tumbuh sebagai

mold dalam biakan, menghasilkan hifa hyalin bersepta dan bercabang seperti konidia.

Pada suhu 370C dalam tubuh inang, ia berubah menjadi sel ragi besar yang bertunas

3
sendiri-sendiri. Blastomyces dematitidis menyebabkan blastomikosis, infeksi kronis

dengan lesi granulomatosa dan supuratif yang dimulai di paru, dimana penyebaran bisa

terjadi ke organ lain apa saja, tetapi lebih banyak ke kulit dan tulang.

B. TAKSONOMI
Kingdom : Fungi

Phylum : Ascomycota

Class : Euascomycetes

Ordo : Onygenales

Family : Onygenaceae

Genus : Blastomyces

Species : Blastomyces dermatitidis

C. EPIDEMIOLOGI
Dermatitidis jarang bisa di isolasi sebagai natural habitat, tetapi telah

dilaporkan keberhasilan isolasi yang berhubungan dengan kayu yang membusuk dan

berang-berang yang mengandung banyak bahan organik. Fungi ini banyak terdapat di

tanah yang kaya dengan material organik seperti kotoran hewan, rotting wood, plant

fragment, insect remain, dan debu. Tetapi dimungkinkan juga jamur ini terdapat di

tanah lembab yang kurang terkena cahaya matahari, mengandung sampah organik dan

pH kurang dari 6.0.

Penyakit ini disebut sebagai blastomikosis Amerika Utara karena ia

merupakan endemis dan kebanyakan kasus terjadi di AS dan Kanada. Walaupun

prevalensi yang tinggi di Amerika Utura, blastomikosis pernah tercatat di Afrika,

4
Amerika Selatan, dan Asia.Ia merupakan endemis pada manusia dan anjing di AS

bagian timur.

D. MORFOLOGI DAN IDENTIFIKASI


Blastomyces dermatitidisdikatakan bersifat dimorfik karena fungi ini

memiliki dua bentuk yaitu bentuk hifa dan ragi yang berkembang pada kondisi

pertumbuhan yang berbeda dalam artian pada temperatur yang berbeda yakni pada

suhu 250C dan 370C.

1. Pada suhu 250C → mold phase/ mycelialform/ bentuk hifa. Ketika ditanam pada

agar Sabaraud terbentuk koloni putih atau kecokelatan dengan hifa bercabang

yang menghasilkan konidia bulat, ovoid atau pilliform (berdiameter 3-5 µm)

pada konidia lateral/ ujung yang langsing. Chlamydospora yang lebih besar(7-18

µm) bisa juga dihasilkan. Membutuhkan 2-3 minggu untuk ditumbuhkan pada

suhu 250C atau pada suhu kamar.

2. Pada suhu 370C →yeast form/ bentuk ragi Dalam jaringan atau biakan pada suhu

370C, Blastomyces dermatitidis tumbuh sebagai ragi bulat, multinuklear

berdinding tebal(8-15 µm) yang biasanya menghasilkan tunas tunggal. Tunas

5
dan sel yeast induk menempel pada suatu dasar yang luas, dan tunas ini bisa

membesar hingga berukuran sama dengan sel yeast induk sebelum mereka

terlepas. Sel yeast ibu dengan anak yang masih melekat disebut

blasoconidia.Koloni berkerut seperti lilin dan lembut.Membutuhkan 7-10

hariuntuk tumbuh menjadi bentuk ragi.

E. ETIOLOGI
Penyebab dari penyakit ini adalah Jamur Blastomyces dermatitidis. Spora

dari jamur Blasomyces dermatitidis diduga berasal dari rumah berang-berang. Spora

mungkin masuk ke dalam tubuh manusia melalui sistem pernafasan karena terhirup

.Sering terjadi di daerah tenggara Amerika Serikat dan di perbukitan Sungai

Mississippi, juga di Afrika.Penyakit ini biasanya menyerang pria berusia antara 20-40

tahun dan jarang ditemukan pada penderita AIDS.

F. SIMTOMA
Gejala penyakit ini dimulai dengan timbulnya demam yang cukup tinggi

bahkan hingga menggigil dan terdapat pula keringat yang cukup banyak. Bisa juga di

6
sertai batuk berdahak yang cukup parah ( tetapi masih dalam kondisi wajar ) maupun

kering, nyeri dada dan kesulitan bernafas atau pernapasan terganggu.

kulit dimulai dengan benjolan kecil (papula) dan bisa juga benjolan tersebut

berisi nanah (papulopustula), dan penyakit ini akan menyebar ke seluruh tubuh melalui

pembuluh darah. Kemudian akan timbul kutil yang dikelilingi abses atau penimbunan

nanah. Apabila terjadi pada tulang maka akan timbul pembengkakan disertai nyeri

pada tulang tersebut.Dan pada laki-laki biasanya terjadi pembengkakan epididimis

disertai nyeri atau prostatitis.

Gejala yang terjadi di antaranya adalah:

 Batuk, yang mungkin menghasilkan lendir kecoklatan atau berdarah

 Tubuh bagian atas nyeri

 Panas dingin

 Demam

 Berkeringat

 Kelelahan

 Masalah pernapasan

 Dasar ketidaknyamanan

 Dijelaskan pengurangan berat badan

 Kekakuan dan nyeri sendi

 Otot kekakuan dan ketidaknyamanan

 Tulang lesi (luka)

 Lesi kulit, yang dimulai sebagai kecil, benjolan mengangkat atau lecet yang

kemudian tumbuh menjadi bisul dengan permukaan berkerak

7
Penyakit ini dimulai dengan timbulnya demam, menggigil dan berkeringat

banyak. Kemudian bisa disertai batuk berdahak maupun kering, nyeri dada dan

kesulitan bernafas.Meskipun infeksi paru yang terjadi pada penyakit ini biasanya

memburuk secara perlahan, tapi kadang-kadang akan membaik tanpa pengobatan.

Penyakit ini juga bisa menimbulkan gejala yang terlihat dikarenakan infeksi kulit,

infeksi itu dapat dimulai dengan benjolan kecil (papula) dan mungkin saja berisi nanah

(papulopustula), yang segera menghilang dan menyebar secara perlahan. Kemudian

akan timbul kutil yang dikelilingi abses (penimbunan nanah) yang tidak terasa nyeri.

Pada tulang bisa timbul pembengkakan disertai nyeri. Pada laki-laki terjadi

pembengkakan epididimis disertai nyeri atau prostatitis.

G. PENULARAN
Penularan terjadi secara inhalasi dengan reservoir kemungkinan adalah tanah.

1. Masa inkubasi antara 2-4 minggu dengan gejala klinis berupa batuk, demam,dahak

berdarah.

2. Pada kasus kronis dapat menimbulkan rasa nyeri di dada dan jika tidak diobati

dapat menyebar ke kulit dengan manifestasi berupa ulserasi, papula/nodula

subkutan. Bila menyerang tulang akan terasa nyeri dan terjadi osteomyelitis. Bila

menyerang traktus genitoutinaria dapat menimbulkan dysuria, pyuria, hematuria.

H. DIAGNOSIS
1. Bahan klinis:

Kerokan kulit, sputum dan bilas bronkus, cairan serebrospinal,cairan pleura, dan

darah, sumsum tulang, urin dan biopsi jaringan dari berbagai organ dalam.

8
2. Mikroskopik langsung:

a. Kerokan kulit harus diperiksa menggunakanKOH 10% dan tinta Parker atau

calcofluor white mounts;

b. Eksudat dancairan tubuh harus disentrifugasi dan sedimennya diperiksa

denganmenggunakan KOH 10% dan tinta Parker atau calcofluor white mounts,

c. Potongan jaringan harus diwarnai dengan PAS digest, Grocott’s

methenaminesilver (GMS) atau pewarnaan Gram.Histopatologi sangat berguna

dan merupakan satu dari cara yang paling penting untuk memperingatkan

laboratorium bahwa mereka mungkin menangani sesuatu yang berpotensi

sebagai patogen. Potongan jaringan menunjukkan sel seperti ragi yang besar,

dasarnya besar, kuncupunipolar, berdiameter 8-15 mikrometer. Perhatikan:

potongan jaringan perlu diwarnai dengan cara Grocott’s methenamine silver

untuk dapat melihat sel seperti ragi dengan jelas, yang seringkali sulit dilihat

pada sediaan H&E.

9
Interpretasi:

Peraturannya adalah, pemeriksaan mikroskopik langsung yang positif yang

menunjukkan karakteristik sel seperti ragi dari sediaan apapun harus

dipandangsebagai sesuatu yang signifikan.

3. Kultur:

Spesimen klinis harus diinokulasi ke dalam media isolasi primer seperti agar

dextrose Sabouraud dan agar infusi jantung otak ditambah dengandarah kambing

5%.

Interpretasi:

Kultur positif dari spesimen-spesimen diatas harus dikatakan signifikan.

10
PERINGATAN:

Kultur

Blastomyces dermatitidis

merupakan biohazard bagi petugaslaboratorium dan harus ditangani dengan sangat

hati-hati pada kabine penanganan patogen yang tepat.

4. Serologi:

Tes serologi memiliki nilai yang terbatas dalam diagnosis Blastomikosis.

5. Identifikasi:

Pada morfologi mikroskopik yang lalu, konversi dari bentuk jamur ke bentuk ragi,

dan patogenitas binatang telah digunakan semuanya;meskipun demikian tes

eksoantigen sekarang merupakan metode pilihan untuk mengidentifikasi

Blastomyces dermatitidis

I. PENGOBATAN
Setelah diagnosa ditentukan, blastomikosis dapat diobati dengan pemberian

obat anti jamur, dengan pengobatan, perbaikan akan cepat terjadi. Tetapi obat harus

tetap dilanjutkan untuk berbulan-bulan. Tanpa pengobatan, infeksi akan memburuk

secara perlahan dan menyebabkan kematian.

Amphotericin B [0.5 mg/kg per hari selama 10 minggu] tetap merupakan

obat pilihan bagi pasien dengan infeksi akut yang mengancam jiwa dan mereka dengan

meningitis.Pasien dengan kavitas paru dan lesi di tempat selain paru dan kulit

membutuhkanterapi yang lebih lama. Itraconazole oral [200 mg/hari untuk paling sedikit

selama 3 bulan] adalah obat pilihan bagi pasien dengan bentuk blastomikosis yang

indolen;meskipun demikian jika pasien lambat memberikan respon, dosis harus

11
ditingkatkanmenjadi 200 mg dua kali sehari. Pasien dengan infeksi serius yang

memberikan respon terhadap terapi awal dengan amphotericin, dapat diubah ke

itraconazolesampai akhir dari terapi mereka.Ketokonazole oral dapat digunakan, tetapi

agak kurang dapat ditoleransi.Flukonazole tampaknya kurang efektif dibandingkan

denganitraconazole atau ketoconazole.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Blastomikosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh cendawan

dimorfik Blastomyces dermatitidis. Cendawan B. dermatitidis banyak ditemukan

di tanah yang mengandung sisa-sisa bahan organik dan kotoran hewan.

Ketika konidia (salah satu bagian tubuh) dari B. dermatitidis terhirup oleh manusia maka

akan terjadi perubahan bentuk dari miselium menjadi khamir dan sistem imun manusia

tidak sempat menghasilkan respon imun terhadap perubahan tersebut. Agen penyakit akan

menyebar melalui sistem limfa dan aliran darah. Gejala penyakit ini sangat bervariasi

karena banyak sistem organ yang berperan dalam penyebarannya. Namun, beberapa gejala

yang paling sering diperiksakan adalah gejala yang berkaitan dengan manifestasi

pulmonari, lesi pada kulit yang tidak sembuh, lesi tulang yang seringkali tanpa rasa sakit,

dan gejala yang berkaitan dengan sistem genitouorinari (urogenital). Uji

keberadaan infeksi dalam tubuh dapat dilakukan dengan biopsi jaringan tubuh untuk

mengkultur dan melihat histopatologinya, mengambil sampel dari sekresi (pembuangan)

sisa kotoran tubuh dan jaringan.

B. Saran

Makalah ini merupakan resume dari berbagai sumber, untuk lebih mendalami isi

makalah dapat dibaca dalam website rujukan yang tercantum dalam daftar pustaka.

Selanjutnya, penulis menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya pada

pembaca apabila terdapat kesalahan dalam penulisan atau pun kekeliruan dalam

13
penyusunan makalah ini. Untuk itu, saran dan kritikan dari pembaca sangat diharapkan

demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini bisa menambah

wawasan dan pengetahuan kita terutama mengenai Fungi.

14
DAFTAR PUSTAKA

Agrios, G, N. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan Edisi Ketiga. UGM Press. Yogyakarta.

Djafaruddin. 1996. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman (umum). Bumi aksara. Jakarta.

Jainul .2008. Klasifikasi Jamur. Diakses dari: http://www.klasifikasi-jamur.html. Pada hari selasa,
tanggal 10 Maret 2015 Pukul 20.00 WITA

Madina. 2008. Jamur Patogen.l diakses dari http://www.madinask.com pada hari selasa tanggal 10
Maret 2015 Pukul 20.00 WITA.

Mita. 2012. makalah mikologi. Diakses dari

http://www.makalahmikologi_keperawatan.html. Pada hari Selasa, 10 Maret 2015 Pukul


20.00 WITA.

Tjahjadi, Nur. 1989. Hama dan Penyakit Tanaman. Yogyakarta : Kanisius

15

Anda mungkin juga menyukai