Anda di halaman 1dari 59

BAB I

PENDAHULUAN
1

Latar Belakang
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya
dari lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan
vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit sangat
kompleks, elastic, dan sensitive, yang bervariasi pada keadaan iklim, umur,
jenis kelamin, ras, dan juga sangat bergantung pada lokasi tubuh. Kulit
merupakan pembungkus yang elastic yang melindungi tubuh dari pengaruh
lingkungan. Kulit merupakan alat tubuh yang terberat, yaitu 15% dari berat
tubuh manusia dan ukuran luas kulit orang dewasa 1,50-1,75 m 2 dan ratarata tebal kulit 1-2 mm.1,2
Fungsi utama kulit adalah proteksi, absorbsi, eksresi, persepsi,
pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), pembentukan pigmen, pembentukan
vitamin D dan keratinisasi. Kulit yang berbatasan langsung dengan
lingkungan juga berisiko terkena paparan dan gangguan bahan kimia serta
agen fisik eksogen.1,2
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai
respon terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen,
menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema,
papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu
timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik).
Dermatitis cenderung residif dan menjadi kronis. Dermatitis disebabkan
oleh berbagai faktor (multifaktorial).1,3
Dermatitis kontak adalah peradangan akibat bahan atau substansi
yang menempel pada kulit dan merupakan salah satu kelainan kulit paling
umum yang berkaitan dengan pekerjaan. Dikenal dua macam dermatitis
kontak yaitu Dermatitis Kontak Iritan (DKI) dan Dermatitis Kontak Alergi
(DKA) dan keduanya dapat bersifat akut maupun kronis. Dermatitis Kontak
Alergi (DKA) adalah suatu dermatitis yang timbul setelah kontak dengan

alergen sehingga menyebabkan gejala sensitisasi yang melibatkan stimulasi


terhadap sel T. terdapat dua tahap dalam terjadinya dermatitis kontak alergi
yaitu tahap sensitisasi dan tahap elisitasi. Sedangkan, Dermatitis Kontak
Iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik yang tidak
melibatkan stimulasi sel T, jadi kerusakan kulit terjadi langsung tanpa
didahului proses sensitisasi.4,5
Asumsi awal berbagai penelitian adalah bahwa DKI lebih sering
terjadi dibandingkan dengan DKA yaitu sekitar 70-80%. Namun, beberapa
penelitian terbaru menemukan DKA lebih banyak ditemukan. DKI
merupakan efek toksik yang lokal ketika kulit kontak dengan bahan iritan
kimia seperti sabun, bahan pelarut, asam dan alkali. DKA merupakan reaksi
hipersensitivitas tipe lambat yang didapat ketika kulit kontak dengan bahan
kimia pada orang yang sebelumnya telah tersensitasi. Respon kulit terhadap
DKA dan DKI tergantung pada bahan kimia, durasi dan sifat dasar dari
kontak serta kelemahan individu. Bahan kimia yang menyebabkan
dermatitis kontak ditemukan pada perhiasan, produk untuk perawatan diri,
tanaman, pengobatan topikal ataupun sistemik. Gambaran klinik antara
DKA dan DKI sulit dibedakan, dibutuhkan tes tempel untuk membantu
mengidentifikasi alergen atau meniadakan alergen yang dicurigai.6,7
2

Rumusan Masalah
- Apa saja faktor yang mengakibatkan terjadinya dermatitis kontak alergi
-

pada pasien?
Apakah kontak dengan alergen menjadi salah satu faktor risiko penyebab

dermatitis kontak alergi?


Bagaimanakah tingkat pengetahuan keluarga dalam menyikapi penyakit

dermatitis kontak alergi?


Bagaimanakah hasil dari terapi yang telah diberikan kepada penderita
dermatitis kontak alergi?

Aspek Disiplin Ilmu yang Terkait dengan Pendekatan Diagnosis


Holistik Komprehensif pada Penderita Dermatitis Kontak Alergi
Untuk pengendalian permasalahan dermatitis kontak alergi pada
tingkat individu dan masyarakat secara komprehentif dan holistik yang
2

disesuaikan dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI), maka


mahasiswa

program

profesi

dokter

Universitas

Muslim

Indonesia

melakukan kegiatan kepanitraan klinik pada bagian Ilmu Kesehatan


Masyarakat dan Kedokteran Komunitas dilayanan primer (Puskesmas)
dengan tujuan untuk meningkatkan kompetensi yang dilandasi oleh
profesionalitas yang luhur, mawas diri dan pengembangan diri, serta
komunikasi efektif. Selain itu kompetensi mempunyai landasan berupa
pengelolaan informasi, landasan ilmiah ilmu kedokteran, keterampilan
klinis, dan pengelolaan masalah kesehatan.
Kompetensi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.3.1

Profesionalitas yang luhur (Kompetensi 1) : untuk mengidentifikasi dan


menyelesaikan permasalahan dalam pengendalian dermatitis kontak alergi
secara individual, masyarakat maupun pihak terkait ditinjau dari nilai
agama, etik moral dan peraturan perundangan.

1.3.2

Mawas diri dan pengembangan diri (Kompetensi 2) : Mahasiswa mampu


mengenali dan mengatasi masalah keterbatasan fisis, psikis, sosial dan
budaya sendiri dalam penangan dermatitis kontak alergi, melakukan rujukan
bagi kasus Dermatitis kontak alergi, sesuai dengan Standar Kompetensi
Dokter Indonesia yang berlaku serta mengembangkan pengetahuan.

1.3.3

Komunikasi efektif (Kompetensi 3) : Mahasiswa mampu melakukan


komunikasi, pemberian informasi dan edukasi pada individu, keluarga,
masyarakat dan mitra kerja dalam pengendalian Dermatitis kontak alergi.

1.3.4

Pengelolaan Informasi (Kompetensi 4) : Mahasiswa mampu memanfaatkan


teknologi informasi komunikasi dan informasi kesehatan dalam praktik
kedokteran.

1.3.5

Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran (Kompetensi 5) : Mahasiswa mampu


menyelesaikan masalah pengendalian Dermatitis kontak alergi secara
holistik dan komprehensif baik secara individu, keluarga maupun komunitas
berdasarkan landasan ilmiah yang mutakhir untuk mendapatkan hasil yang
optimum.

1.3.6

Keterampilan Klinis (Kompetensi 6) : Mahasiswa mampu melakukan


prosedur klinis yang berkaitan dengan masalah Dermatitis kontak alergi
dengan menerapkan prinsip keselamatan pasien, keselamatan diri sendiri,
dan keselamatan orang lain.

1.3.7

Pengelolaan Masalah Kesehatan (Kompetensi 7) : Mahasiswa mampu


mengelola masalah kesehatan individu, keluarga maupun masyarakat secara
komprehensif, holistik, koordinatif, kolaboratif, dan berkesinambungan
dalam konteks pelayanan kesehatan primer.

Tujuan Dan Manfaat Studi Kasus


Prinsip pelayanan dokter keluarga pada pasien ini adalah
menatalaksanakan masalah kesehatan dengan memandang pasien sebagai
individu yang utuh terdiri dari unsur biopsikososial, serta penerapan prinsip
pencegahan penyakit promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Proses
pelayanan dokter keluarga dapat lebih berkualitas bila didasarkan pada hasil
penelitian ilmu kedokteran terkini (evidence based medicine).

1 Tujuan Umum:
Tujuan dari penulisan laporan Studi Kasus ini adalah untuk dapat
menerapkan penatalaksanaan penderita dermatitis kontak alergi dengan
pendekatan kedokteran keluarga

secara paripurna (komprehensif) dan

holistik, sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI),


berbasis

evidence

mengidentifikasi

based

faktor

medicine

risiko

dan

(EBM)
masalah

pada
klinis

pasien

dengan

serta

prinsip

penatalaksanaan penderita dermatitis kontak alergi dengan pendekatan


kedokteran keluarga di Puskesmas Tabaringan tahun 2016.

1.4.2

Tujuan Khusus:
1. Untuk melakukan diagnosis secara klinis meliputi anamnesis,
pemeriksaan

fisis

dan

pemeriksaan

penunjang,

serta

mengintepretasikan hasilnya dalam mendiagnosis dermatitis kontak


alergi.
2. Untuk melakukan prosedur tatalaksana dan edukasi dermatitis kontak
alergi sesuai standar kompetensi dokter Indonesia.
3. Untuk menggunakan landasan Ilmu Kedokteran Klinis dan Kesehatan
Masyarakat dalam pendekatan holistik melakukan upaya pengendalian
dermatitis kontak alergi secara holistik dan komprehensif baik secara
individu, keluarga maupun komunitas.
1.4.3 Manfaat Studi Kasus
1. Bagi Institusi pendidikan.
Dapat dijadikan acuan (referensi) bagi studi kasus lebih lanjut sekaligus
sebagai bahan atau sumber bacaan di perpustakaan.
2. Bagi Penderita (Pasien).
Menambah wawasan akan dermatitis kontak alergi yang meliputi proses
penyakit dan penanganan menyeluruh dermatitis kontak alergi sehingga
dapat memberikan keyakinan untuk tetap berobat secara teratur.
3. Bagi tenaga kesehatan.
Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pemerintah
daerah dan instansi kesehatan beserta paramedis yang terlibat di dalamnya
mengenai pendekatan diagnosis holistik penderita dermatitis kontak alergi.
4. Bagi Pembelajar Studi Kasus (Mahasiswa)
Sebagai pengalaman berharga bagi penulis sendiri dalam rangka
memperluas wawasan dan pengetahuan mengenai evidenve based
medicine dan pendekatan diagnosis holistik dermatitis kontak alergi serta
dalam hal penulisan studi kasus.

1.5 Indikator Keberhasilan Tindakan


Indikator keberhasilan tindakan setelah dilakukan penatalaksanaan
penderita dermatitis kontak alergi dengan pendekatan diagnostik holistik,
berbasis kedokteran keluarga dan evidence based medicine adalah:
a. Kepatuhan pasien datang berobat di layanan primer (puskesmas)

b. Perbaikan gejala dapat dievaluasi setelah pengobatan dermatitis kontak


alergi dan dengan dilakukannya pencegahan terhadap penyakit
dermatitis kontak alergi.
Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa Penilaian
keberhasilan tindakan pengobatan didasarkan pada hasil pemeriksaan
effloresensi kulit dan gejala yang dikeluhkan. Hal ini disebabkan
pengobatan dermatitis umumnya bersifat cepat asal berobat teratur. Selain
itu, kepatuhan untuk menghindari faktor alergi juga merupakan kunci
utama keberhasilan pengobatan.

BAB II
ANALISIS KEPUSTAKAAN BERDASARKAN KASUS

2.1

Kerangka Teori

Kosmetik
logam

detergen
Bahan Alergen

karet

Reaksi hipersensitivitas

DKA

tipe IV

plastic dan dammar


Faktor risiko DKA

Mekanisme

Gambar 1. Gambaran Penyebab Dermatitis kontak alergi

2.2 Pendekatan konsep Mandala


Lingkungan PsikoSosio-Ekonomi

Perilaku Kesehatan
Pasien tetap menggunakan
kalung dan pakaian berbahan
katun yang tidak menyerap
keringat sehari-hari walaupun
sudah terjadi lesi di leher.

Gaya Hidup
-

Pemakaian kalung berbahan


nikel
Pemakaian pakaian berbahan
katun yang tidak menyerap
keringat sehari-hari.

Kecemasan
pasien
penyakitnya akan memburuk
Ketakutan pasien penyakitnya
akan berulang bahkan tidak
bisa sembuh
Kurangnya
tingkat
pengetahuan tentang penyakit

DKA

Kondisi ekonomi kurang baik

KELUARGA
PENDERITA DERMATITIS KONTAK
ALERGI
-

Pelayanan
Kesehatan
-

Jarak rumah ke
puskesmas dekat
Jaminan kesehatan
yang digunakan
BPJS

Status Generalis : Gizi Baik


Gatal pada leher sejak 2 hari yang lalu
akibat berkontak dengan kalung berbahan
nikel dan pakaian berbahan katun dan tidak
menyerap keringat.
Sekitar 2 bulan sebelumnya pasien pernah
mengalami keluhan yang sama
Effloresensi
:Tampak makula eritema,
batas tegas dengan distribusi terbatas pada
daerah leher. Di atas efloresensi primer
terdapat efloresensi sekunder berupa erosi
eritema akibat garukan pasien.

Faktor Biologi
Hipersensitivitas tipe IV yang
terjadi pada kulit ketika
kontak dengan bahan iritan

KOMUNITAS
-

Lingkungan Kerja
Pasien sering menggunakan
kalung dan baju berbahan
katun yang tidak menyerap
keringat

Lingkungan Fisik
Sumber Air Minum kurang
bersih (galon) tidak dimasak
Ventilasi dan sinar matahari
kurang
Rumah dalam kondisi kurang
bersih dan rapi

Pemukiman Padat
Hubungan dengan komunitas sekitar
baik

Gambar 2. Pendekatan Konsep Mandala

2.3 Pendekatan Diagnosis Holistik pada Pelayanan Kedokteran Keluarga di


Layanan Primer
Pendekatan secara holistik adalah memandang manusia sebagai
makhluk biopsikososio-kultural-spiritual pada ekosistemnya. Sebagai makhluk
biologis manusia adalah merupakan sistem organ yang terbentuk dari jaringan
serta sel-sel yang kompleks fungsionalnya.
Diagnosis holistik adalah kegiatan untuk mengidentifikasi dan
menentukan dasar dan penyebab penyakit (disease), luka (injury) serta
kegawatan yang diperoleh dari alasan kedatangan, keluhan personal, riwayat

penyakit pasien, pemeriksaan fisik, hasil pemeriksaan penunjang, penilaian


risiko internal/individual dan eksternal dalam kehidupan pasien serta
keluarganya. Sesuai dengan arah yang digariskan dalam Sistem Kesehatan
Nasional 2004, maka dokter keluarga secara bertahap akan diperankan sebagai
pelaku pelayanan pertama (layanan primer).
Tujuan Diagnostik Holistik :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Penyembuhan penyakit dengan pengobatan yang tepat


Hilangnya keluhan yang dirasakan pasien
Pembatasan kecacatan lanjut
Penyelesaian pemicu dalam keluarga (masalah sosial dalam kehidupannya)
Jangka waktu pengobatan pendek
Tercapainya percepatan perbaikan fungsi social
Terproteksi dari resiko yang ditemukan
Terwujudnya partisipasi keluarga dalam penyelesaian masalah
Diagnosa secara holistik sangat penting dilakukan sebelum melakukan

terapi, tujuannya yakni:


1. Menentukan kedalaman letak penyakit
2. Menentukan kekuatan serangan pathogen penyakit
3. Menentukan kekuatan daya tahan tubuh yang meliputi kekuatan fungsi
organ
4. Menentukan urutan tatacara terapi dan teknik terapi yang akan dipilihnya
5. Menentukan interval kunjungan terapi.
Diagnosis Holistik memiliki standar dasar pelaksanaan yaitu :
1. Membentuk hubungan interpersonal antar petugas administrasi (penerimaan,
pencatatan biodata) dengan pasien
2. Membentuk hubungan interpersonal antara paramedis dengan pasien.
Melakukan pemeriksaan saringan (Triage), data diisikan dengan lembaran
3.
4.
5.
6.

penyaring
Membentuk hubungan interpersonal anatara dokter dengan pasien
Melakukan anamnesis
Melakukan pemeriksaan fisik
Penentuan derajat keparahan penyakit berdasarkan gejala, komplikasi,

prognosis, dan kemungkinan untuk dilakukan intervensi


7. Menentukan resiko individual diagnosis klinis sangat dipengaruhi faktor
individual termasuk perilaku pasien
9

8. Menentukan pemicu psikososial dari pekerjaan maupun komunitas


kehidupan pasien
9. Menilai aspek fungsi sosial.
Dasar-dasar

dalam

pengembangan

pelayanan/pendekatan

kedokteran

keluarga di layanan primer antara lain :


1

Pelayanan kesehatan menyeluruh (holistik) yang mengutamakan upaya

promosi kesehatan dan pencegahan penyakit


Pelayanan kesehatan perorangan yang memandang seseorang sebagai

bagian dari keluarga dan lingkungan komunitasnya


Pelayanan yang mempertimbangkan keadaan dan upaya kesehatan secara

4
5

terpadu dan paripurna (komprehensif).


Pelayanan medis yang bersinambung
Pelayanan medis yang terpadu
Pelayanan komprehensif yaitu pelayanan yang memasukkan pemeliharaan

dan peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan penyakit dan proteksi khusus


(preventive & spesific protection), pemulihan kesehatan (curative), pencegahan
kecacatan (disability limitation)

dan rehabilitasi setelah sakit (rehabilitation)

dengan memperhatikan kemampuan sosial serta sesuai dengan mediko legal etika
kedokteran.
Pelayanan medis yang bersinambung merupakan pelayanan yang
disediakan

dokter

keluarga

merupakan

pelayanan

bersinambung,

yang

melaksanakan pelayanan kedokteran secara efisien, proaktif dan terus menerus


demi kesehatan pasien.
Pelayanan medis yang terpadu artinya pelayanan yang disediakan dokter
keluarga bersifat terpadu, selain merupakan kemitraan antara dokter dengan
pasien pada saat proses penatalaksanaan medis, juga merupakan kemitraan lintas
program dengan berbagai institusi yang menunjang pelayanan kedokteran, baik
dari formal maupun informal.
Prinsip pelayanan Kedokteran Keluarga di Layanan Primer adalah:
a
b

Comprehensive care and holistic approach


Continuous care
10

c
d
e
f
g
h
i

Prevention first
Coordinative and collaborative care
Personal care as the integral part of his/her family
Family, community, and environment consideration
Ethics and law awareness
Cost effective care and quality assurance
Can be audited and accountable care
Pendekatan menyeluruh (holistic approach), yaitu peduli bahwa pasien

adalah seorang manusia seutuhnya yang terdiri dari fisik, mental, sosial dan
spiritual, serta berkehidupan di tengah lingkungan fisik dan sosialnya.
Untuk melakukan pendekatan diagnosis holistik, maka perlu kita melihat
dari beberapa aspek yaitu:
I
II

Aspek Personal : Keluhan utama, harapan dan kekhawatiran.


Aspek Klinis: Bila diagnosis klinis belum dapat ditegakkan cukup dengan

III

diagnosis kerja dan diagnosis banding.


Aspek Internal : Kepribadian seseorang akan mempengaruhi perilaku.
Karakteristik pribadi amat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin,

IV
V

pendidikan, pekerjaan, sosial ekonomi, kultur, etnis, dan lingkungan.


Aspek Eksternal : Psikososial dan ekonomi keluarga.
DerajatFungsi Sosial :
- Derajat 1: Tidak ada kesulitan, dimana pasien dapat hidup mandiri
- Derajat 2: Pasien mengalami sedikit kesulitan.
- Derajat 3: Ada beberapa kesulitan, perawatan
diri masih bisa
-

dilakukan, hanya dapat melakukan kerja ringan.


Derajat 4: Banyak kesulitan. Tak melakukan aktifitas kerja, tergantung

pada keluarga.
Derajat 5: Tak dapat melakukan kegiatan

2.4 DERMATITIS KONTAK ALERGI


2.4.1 DEFINISI
Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang
timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitisasi. Alergen yang
menyebabkan DKA adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul yang
umumnya rendah. DKA terjadi akibat pajanan ulang dengan bahan dari luar yang
bersifat haptenik atau antigenik yang sama, atau mempunyai struktur kimia serupa

11

pada kulit seseorang yang telah tersensitasi sebelumnya. Reaksi alergik yang
terjadi adalah reaksi hipersensitivitas tipe lambat atau tipe IV menurut klasifikasi
Coombs dan Gell dengan perantaraan sel limfosit T.8,9
DKA adalah reaksi imun yang cenderung melibatkan kulit di sekitarnya
(spreading phenomenon) dan bahkan dapat menyebar di luar area yang terkena.
Pada DKA dapat terjadi penyebaran yang menyeluruh.1
2.4.2

ETIOLOGI
Penyebab DKA adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul

umumnya rendah (<1000 dalton), merupakan alergen yang belum diproses,


disebut hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dapat menembus stratum korneum
sehingga mencapai sel epidermis di bawahnya (sel hidup). Berbagai faktor
berpengaruh dalam timbulnya DKA, misalnya, potensi sensitisasi alergen, dosis
per unit area, luas daerah yang terkena, lama pajanan, oklusi, suhu dan
kelembaban lingkungan, vehikulum, dan pH. Juga faktor individu, misalnya
keadaan kulit pada lokasi kontak (keadaan stratum korneum, ketebalan
epidermis), status imunologik (misalnya sedang menderita sakit, terpajan sinar
matahari).1,2
Alergen penyebab dermatitis kontak alergi yang umum pada pekerja yaitu
logam (nikel, kromium, kobalt, merkuri, emas dan platinum), karet tambahan
(pedal gas: mercaptobenzothiazole, carbamates, thiurams dan thioureas,
Antioksidan: N-phenyl-N-isopropyl-paraphenylenediamine), plastik dan damar
(Epoxy, phenolic dan acrylic monomers, amine, anhydride dan peroxide catalysts,
colophony, turpentine, catechols), biosida (Formaldehyde dan glutaraldehyde,
isothiazolinones, methyldibromoglutaronitlire, iodopropynyl butylcarbamate),
kosmetik (paraphenylenediamine, glyceryl thioglycolate, cocamidopropylbetaine,
paraben dan pengawet lainnya, parfum dan minyak esensial) dan tanaman
(pentadecylcatehols, heptadecylcatehols dan sesquiterpene lactones)10

2.4.3

FAKTOR RISIKO

12

Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya DKA misalnya, potensi


sensitasi allergen, dosis per unit area, luas daerah yang terkena, lama pajanan,
oklusi, suhu dan kelembaban lingkungan, vehikulum dan pH. Disertai juga
dengan faktor individu, misalnya keadaan kulit pada lokasi kontak dan status
imunologik.1,2
Tabel 1. Alergen yang sering menimbulkan DKA11
Alergen
Benzokain
Garam kromium
Lanolin
Latex
Bacitracin
Kobal klorida
Formaldehid
Tiomersal
Pewangi
Balsam peru
Neomisin sulfat
Nikel sulfat
Tanaman

Sumber antigen
Penggunaan anastetik tipe kain, baik
pada penggunaan topical maupun oral.
Plak elektronik kalium dikromat,
semen, detergen, pewarna.
Lotion, pelembab, kosmetik, sabun.
Sarung tangan karet, vial, syringes.
Pengobatan topical maupun injeksi.
Semen, plat logam, pewarna cat.
Germisida, plastic, pakaian, perekat.
Pengawet dalam sediaan obat, kosmetik
Produk rumah tangga, kosmetik, asam
sinamat, geraniol.
Sirup untuk obat batuk, penyedap.
Pengobatan,
salep
antibiotic,
aminoglikosida lainnya
Aksesoris pada celana jeans, pewarna,
perabot rumah tangga, koin
Spesies Toxicodendron (racun ivy, oak,
sumac), primrose (Primula obonica),
tulip

2.4.4 EPIDEMIOLOGI
2.4.4.1 Trias Epidemiologi
a. Agent
Penyebab DKA adalah bahan kimia sederhana dengan berat
molekul umumnya rendah (<1000 dalton), merupakan allergen yang
belum diproses, disebut hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif. Dapat
menembus statum corneum sehingga mencapai sel epidermis
dibawahnya (sel hidup). Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya
13

DKA, misalnya potensi sensitisasi allergen, dosis perunit area, luas


daerah yang terkena, lama pajanan, oklus, suhu dan kelembaban
lingkungan vehikulum dan PH. Juga factor individu misalnya kulit
pada lokasi kontak (keadaan statum korneum, ketebalan epidermis ),
status imunologik (misalnya sedang menderita sakit, terpajan sinar
matahari).1,2
b. Host
Secara umum, usia tidak mempengaruhi timbulnya sensitisasi
namun dermatitis kontak alergik jarang dijumpai pada anak anak.
Lebih sering pada usia dewasa tetapi dapat mengenai segala usia. Bila
dilihat dari jenis kelamin, prevalensi pada wanita adalah dua kali lipat
dibanding pada laki laki. Selain itu bangsa kaukasian lebih sering
terkena dermatitis kontak laergi dari pada ras bangsa lain.Jenis
pekerjaan merupakan hal penting terhadap tingginya insiden
dermatitis kontak.11
c. Environment
Dermatitis

Sebuah

penelitian

yang

dilakukan

di

negara

Kopenhagen ditemukan bahwa nikel merupakan alergen yang paling


banyak ditemukan. Diperkirakan ada 4-5% populasi umum yang alergi
terhadap nikel dan 1-3% yang alergi terhadap bahan-bahan kosmetik.
Sebuah penelitian di India juga mengungkapkan sekitar 66% yang
positif terhadap uji tempel kosmetik.1,4
Pada studi yang dilakukan di Amerika Serikat, Templet, Hall dan
Belsito mencatat bahwa dermatitis pada tangan merupakan salah satu
alasan rujukan pasien ke pusat pemeriksaan uji tempel. Studi yang
dilakukan pada sekitar 1934 pasien selama 8 tahun, ditemukan 32%
mengalami dermatitis pada tangan yang mana 54% diantaranya
merupakan DKA dan hanya 27% yang didiagnosa menderita DKI.1
DKA lebih banyak ditemukan pada kelompok pekerja. Pada
pemeriksaan uji tempel yang dilakukan pada pekerja tukang batu
didapatkan bahwa para pekerja ini mengalami dermatitis kontak alergi

14

terhadap semen dan karet. Sebuah studi tentang prevalensi DKA pada
perawat dan mahaiswa keperawatan ditemukan 34,8% perawat dan
19% mahasiswa keperawatan mengalami gejala dermatitis kontak
serta sebagian besar bereaksi positif terhadap nikel sulfat dan
thimerosal.6,8
Di Eropa dan sebagian besar negara di dunia, alergen yang paling
sering mensensitisasi adalah nikel, thiomersal dan parfum. Alergi
terhadap nikel ditemukan sebanyak 13-17% pada orang dewasa, 10%
pada remaja, dan 7-9% pada anak-anak. Wanita lebih berisiko alergi
terhadap nikel dibanding laki-laki.3,9
2.4.4.2 Variabel Epidemiologi
a. Distribusi menurut orang (Person)
Distribusi menurut umur
Prevalensi dermatitis kontak

pada

populasi

umum

diperkirakan sekitar 26-40% pada orang dewasa dan 21-36% pada


anak-anak. Kejadian DKA meningkat seiring pertambahan umur,
namun angka sensitisasi tertinggi terjadi pada anak-anak umur 0-3
tahun. Pada studi yang dilakukan North American Contact
Dermatitis Group antara tahun 1998-2000 didapatkan 60% kasus
-

DKA, sementara hanya 32% yang disebabkan oleh zat iritan.9,10


Distribusi menurut jenis kelamin
Bila dilihat dari jenis kelamin, prevalensi DKA pada
wanita adalah dua kali lipat dibanding pada laki laki. Di Eropa
dan sebagian besar negara di dunia, alergen yang paling sering
mensensitisasi adalah nikel, thiomersal dan parfum. Alergi terhadap
nikel ditemukan sebanyak 13-17% pada orang dewasa, 10% pada
remaja, dan 7-9% pada anak-anak. Wanita lebih berisiko alergi
terhadap nikel dibanding laki-laki.4,10

Distribusi menurut etnik


Dermatitis Bangsa

kaukasian

lebih

sering

terkena

dermatitis kontak alergi dari pada ras bangsa lain. Nampaknya

15

banyak juga timbul pada bangsa Afrika-Amerika namun lebih sulit


dideteksi.11
b. Distribusi menurut Tempat (Place)
Tempat yang DKA lebih banyak ditemukan di lingkungan pekerja.
Pada pemeriksaan uji tempel yang dilakukan pada pekerja tukang batu
didapatkan bahwa para pekerja ini mengalami dermatitis kontak alergi
terhadap semen dan karet.6,8
c. Distribusi menurut Waktu (Time)
Dermatitis kontak alergi tidak mengenal masa, musim, dan
tempat di manapun. Semua akan bergantung pada kontak individu
dengan allergen.11
2.4.5

PATOGENESIS
Pada dermatitis kontak alergi terjadi reaksi tipe IV (hipersensitivitas tipe

lambat) pada lebih dari 3700 bahan kimia eksogen. Reaksi hipersensitivitas tipe
IV (delayed atau cytotoxic type cell mediated hypersensitivity) ini dijalankan oleh
komponen imunitas seluler yaitu limfosit T.Sel T yang telah tersensitisasi oleh
suatu antigen tertentu, pada pemajanan berikutnya dengan antigen yang sama akan
teraktivasi dan mengeluarkan sitokin. Sitokin yang diproduksi antara lain
macrophages chemotactic factor, macrophages inhibitory factor, interleukin 1,
tumor necrosis factor alpha(TNF ) dan interpheron gamma(IFN ). Sitokin ini
akan berfungsi merekrut sel-sel radang terutama sel T dan makrofag di tempat
antigen.1,3

Gambar 3. Mekanisme Hipersensitivitas tipe IV


Patogenesis DKA melalui 2 fase yaitu fase induksi (fase sensitisasi) dan
fase elisitasi. Fase induksi saat kontak pertama alergen dengan kulit sampai
16

limfosit mengenal dan memberi respons memerlukan waktu 2-3 minggu.


Sedangkan fase elisitasi ialah saat terjadi pajanan ulang dengan alergen yang sama
atau serupa sampai timbul gejala klinis.2,13

Gambar 4. Peristiwa imunologi pada dermatitis kontak alergi. Gambar


sebelah kiri merupakan fase sensitisasi dan sebelah kanan merupakan fase
elisitasi14
1. Fase Sensitisasi
Fase sensitisasi disebut juga fase induksi atau fase aferen. Pada
fase ini terjadi sensitisasi terhadap individu yang semula belum peka oleh
bahan kontaktan yang disebut alergen kontak.1,9
Hapten yang masuk ke dalam epidermis melewati stratum korneum
akan ditangkap oleh sel Langerhans dengan cara pinositosis, dan diproses
secara kimiawi oleh enzim lisosom atau sitosol serta dikonjugasikan pada
molekul HLA-DR menjadi antigen lengkap. Pada awalnya sel Langerhans
dalam keadaan istirahat dan hanya berfungsi sebagai makrofag dengan
sedikit kemampuan menstimulasi sel T. Tetapi setelah keratinosit terpajan
oleh hapten yang juga mempunyai sifat iritan, akan melepaskan sitokin
(IL-1) yang akan mengaktifkan sel Langerhans sehingga mampu
menstimulasi sel T. Aktivasi tersebut akan mengubah fenotip sel
Langerhans dan meningkatkan sekresi sitokin tertentu (misalnya IL-1)
serta ekspresi molekul permukaan sel termasuk MHC kelas I dan II,
ICAM-1, LFA-3, dan B7. Sitokin proinflamasi lain yang dilepaskan oleh
keratinosit yaitu TNF, yang dapat mengaktivasi sel T, menginduksi
perubahan molekul

adesi sel

dan

pelepasan

meningkatkan MHC kelas I dan II.2,8


TNF menekan produksi E-cadherin

yang

sitokin
mengikat

juga
sel

Langerhans pada epidermis, juga menginduksi aktivitas gelatinolisis


sehingga memperlancar sel Langerhans melewati membran basalis
17

bermigrasi ke kelenjar getah bening setempat melalui saluran limfe. Di


dalam kelenjar limfe, sel Langerhans mempresentasikan kompleks HLADR-antigen kepada sel T penolong spesifik, yaitu yang mengekspresikan
molekul CD4 yang mengenali HLA-DR sel Langerhans dan kompleks
reseptor sel-T-CD3 yang mengenali antigen yang telah diproses. Ada atau
tidak adanya sel T spesifik ini ditentukan secara genetik.8
Sel Langerhans mensekresi IL-1 yang menstimulasi sel T untuk
mensekresi IL-2 dan mengekspresi reseptor-IL-2 (IL-2R). Sitokin ini akan
menstimulai proliferasi sel T spesifik, sehingga menjadi lebih banyak.
Turunan sel ini yaitu sel T-memori (sel-T teraktivasi) akan meninggalkan
kelenjar getah bening dan beredar ke seluruh tubuh. Pada saat tersebut
individu menjadi tersensitisasi. Fase ini rata-rata berlangsung 2-3 minggu.8
Menurut konsep, bahwa sinyal antigenik murni suatu hapten
cenderung

menyebabkan

toleransi

sedangkan

sinyal

iritannya

menimbulkan sensitisasi. Dengan demikian terjadinya sensitisasi kontak


bergantung pada adanya sinyal iritan yang dapat berasal dari alergen
kontak sendiri, dari ambang rangsang yang rendah terhadap respons iritan,
dari bahan kimia inflamasi pada kulit yang meradang, atau kombinasi dari
ketiganya. Jadi sinyal bahaya yang menyebabkan sensitisasi tidak berasal
dari sinyal antigenik sendiri, melainkan dari iritasi yang menyertainya.
Suatu tindakan mengurangi iritasi akan menurunkan potensi sensitisasi.2,8
Pada saat ini individu tersebut telah tersensitisasi yang berarti
mempunyai resiko untuk mengalami dermatitis kontak alergik.1,2
2. Fase Elisitasi
Jika seseorang telah tersensitisasi mengalami paparan alergen
berulang. Hal ini berarti bahwa sel yang telah tersensitisasi telah tersedia
di dalam kompartemen dermis. Reaksiklinik yang terjadi biasanya sangat
cepat dan terjadi dalam kurun waktu 24-48 jam, namun hal ini juga
tergantung pada derajat sensitivitas, penetrasi dan faktor lainnya.2,3
Sel Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan merangsang sel T
untuk mensekresi IL-2. Selanjutnya IL-2 akan merangsang INF
(interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma akan merangsang keratinosit
memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule-1) yang langsung

18

beraksi dengan limfosit T dan lekosit, serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid


akan mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk melepaskan histamin
sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat. Akibatnya
timbul berbagai macam kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikula
yang akan tampak sebagai dermatitis. Proses peredaan atau penyusutan
peradangan terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu proses skuamasi,
degradasi antigen oleh enzim dan sel, kerusakan sel Langerhans dan sel
keratinosit serta pelepasan Prostaglandin E-1dan 2 (PGE-1,2) oleh sel
makrofag akibat stimulasi INF gamma. PGE-1,2 berfungsi menekan
produksi IL-2 sel T serta mencegah kontak sel T dengan keratisonit. Selain
itu sel mast dan basofil juga ikut berperan dengan memperlambat puncak
degranulasi setelah 48 jam paparan antigen, diduga histamin berefek
merangsang molekul CD8 (+) yang bersifat sitotoksik. Dengan beberapa
mekanisme lain, seperti sel B dan sel T terhadap antigen spesifik, dan
akhirnya menekan atau meredakan peradangan. Fase elisitasi umumnya
berlangsung antara 24-48 jam.5,12

Gambar 5. Patofisiologi Dermatitis Kontak


2.4.6

KLASIFIKASI
Ada dua jenis dermatitis kontak. Pertama, dermatitis kontak iritan (DKI)

disebabkan oleh iritasi kimia, dermatitis kontak alergi (DKA) disebabkan oleh
antigen (alergen) dimana memunculkan reaksi hipersensitivitas tipe IV (cellmediated atau tipe lambat). Karena DKI bersifat toksik, maka reaksi inflamasi
hanya terbatas pada daerah paparan, batasnya tegas dan tidak pernah menyebar.
19

Sedangkan DKA adalah reaksi imun yang cenderung melibatkan kulit di


sekitarnya (spreading phenomenon) dan bahkan dapat menyebar di luar area yang
terkena. Pada DKA dapat terjadi penyebaran yang menyeluruh.1
2.4.7

MANIFESTASI KLINIS
Gejala Penderita umumnya mengeluh gatal. Pada yang akut dimulai

dengan bercak eritematosa yang berbatas jelas kemudian diikuti oleh edema,
papulovesikel, vesikel atau bulla. Vesikel atau bulla dapat pecah menimbulkan
erosi dan eksudasi (basah). DKA akut ditempat tertentu misalnya kelopak mata,
penis, scrotum, eritema dan edema lebih dominan daripada vesikel. Pada yang
kronis terlihat kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur,
batasnya tidak jelas. DKA akut mungkin melibatkan eritema, vesikel, dan bula,
DKA kronis akan menimbulkan likenifikasi disertai fissur.2,15
Gambaran klinis DKA tergantung pada jenis alergen yang menyebabkan.
Biasanya, dermatitis terjadi pada lokasi aplikasi alergen tetapi penyebaran
dermatitis juga mungkin terjadi. Data yang berasal dari anamnesis juga meliputi
riwayat pekerjaan, hobi,obat topical, obat sistemik, kosmetik, yang diketahui
menimbulkan alergi. Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan
kelainan kulit yang ditemukan misalnya, ada kelainan kulit berukuran nummular
disekitar umbilikus berupa hiperpigmentasi, likenifikasi, dengan papul dan erosi.15
1. Fase akut
Kelainan kulit umumnya muncul 24-48 jam pada tempat terjadinya
kontak dengan bahan penyebab. Derajat kelainan kulit yang timbul
bervariasi ada yang ringan ada pula yang berat. Pada yang ringan mungkin
hanya berupa eritema dan edema, sedang pada yang berat selain eritema dan
edema yang lebih hebat disertai pula vesikel atau bula yang bila pecah akan
terjadi erosi dan eksudasi. Lesi cenderung menyebar dan batasnya kurang
jelas. Keluhan subyektif berupa gatal.2
2. Fase Sub Akut
Jika tidak diberi pengobatan dan kontak dengan alergen sudah
tidak ada maka proses akut akan menjadi subakut atau kronis. Pada fase ini

20

akan terlihat eritema, edema ringan, vesikula, krusta dan pembentukan


papul-papul.2
3. Fase Kronis
Dermatitis jenis ini dapat primer atau merupakan kelanjutan dari fase
akut yang hilang timbul karena kontak yang berulang-ulang. Lesi cenderung
simetris, batasnya kabur, kelainan kulit berupa likenifikasi, papula, skuama,
terlihat pula bekas garukan berupa erosi atau ekskoriasi, krusta serta eritema
ringan. Walaupun bahan yang dicurigai telah dapat dihindari, bentuk kronis
ini sulit sembuh spontan oleh karena umumnya terjadi kontak dengan bahan
lain yang tidak dikenal.2
Selain berdasarkan fase respon peradangannya, gambaran klinis
dermatitis kontak juga dapat dilihat menurut predileksi regionalnya. Hal ini
akan memudahkan untuk mencari bahan penyebabnya.2
a Tangan
Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling
sering di tangan, misalnya pada ibu rumah tangga. Demikian pula
dermatitis kontak akibat kerja paling banyak ditemukan di tangan.
Sebagian besar memang disebabkan oleh bahan iritan. Bahan
penyebabnya misalnya deterjen, antiseptik, getah sayuran/tanaman,
semen dan pestisida
b Lengan
Alergen umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam
tangan (nikel), sarung tangan karet, debu semen dan tanaman. Di
c

aksila umumnya oleh bahan pengharum


Wajah
Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan bahan kosmetik,
obat topikal, alergen yang ada di udara, nikel (tangkai kaca mata). Bila
di bibir atau sekitarnya mungkun disebabkan oleh lipstik, pasta gigi
dan getah buah-buahan. Dermatitis di kelopak mata dapat disebabkan

oleh cat kuku, cat rambut, perona mata dan obat mata.
d Telinga
Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab lainnya
seperti obat topikal, tangkai kaca mata, cat rambut dan alat bantu
e

pendengaran.
Leher dan Kepala

21

Pada leher penyebabnya adalah kalung dari nikel, cat kuku (yang
berasal dari ujung jari), parfum, alergen di udara dan zat warna
pakaian. Kulit kepala relatif tahan terhadap alergen kontak, namun
dapat juga terkena oleh cat rambut, semprotan rambut, sampo atau
f

larutan pengeriting rambut.


Badan
Dapat disebabkan oleh pakaian, zat warna, kancing logam, karet

(elastis, busa), plastik dan deterjen.


Genitalia
Penyebabnya dapat antiseptik, obat topikal, nilon, kondom,

pembalut wanita dan alergen yang berada di tangan.


h Paha dan tungkai bawah
Disebabkan oleh pakaian, dompet, kunci (nikel) di saku, kaos kaki
nilon,

obat

topikal

(anestesi

lokal,

neomisin,

etilendiamin),

semen,sandal dan sepatu.


2.4.8

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Uji Tempel atau Patch Test (In Vivo)
Uji tempel digunakan untuk mendeteksi hipersensitivitas
terhadap zat yang bersentuhan dengan kulit sehingga alergen dapat
ditentukan dan tindakan korektif dapat diambil.tempelan dihapus
setelah 48 jam (atau lebih cepat jika gatal parah atau terbakar pada
kulit) kemudian dibaca. Kulit yang ditempel ini perlu dievaluasi lagi
pada hari ke-4 atau 5, karena reaksi positif mungkin tidak muncul
sebelumnya menunjukkan interpretasi reaksi uji tempel.16,17
Berbagai hal berikut ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan
uji tempel:9 1) Dermatitis harus sudah sembuh, 2) Tes dilakukan
sekurang-kurangnya satu minggu setelah pemakaian kortikosteroid, 3)
Uji tempel dibuka setelah dua hari, kemudian dibaca, 4) Penderita
dilarang

melakukan

aktivitas

yang

menyebabkan

uji

tempel

memberikan hasil negatif palsu, 5) Uji tempel dengan bahan standar


jangan lakukan pada penderita urtikaria.18
b. Provocative Use Test

22

Pemeriksaan ini akan mengkonfirmasi reaksi uji tempel yang


mendekati positif terhadap bahan-bahan dari zat, seperti kosmetik.
Pemeriksaan ini juga digunakan untuk menguji produk-produk untuk
kulit. Bahan di gosok ke kulit normal pada bagian dalam lengan atas
beberapa kali sehari selama lima hari.7,16
c. Uji Photopatch
Uji photopatch digunakan untuk mengevaluasi fotoalergi
kontak terhadap zat seperti sulfonamid, fenotiazin, asam paminobenzoic, oxybenzone, 6-metil kumarin, musk ambrette, atau
tetrachlorsalicylanilide. Sebuah uji tempel standar diterapkan selama
24 jam, hal ini kemudian terekspos 5 sampai 15 J/m2 dari ultravioletA dan dibaca setelah 48 jam.7

2.4.9

DIAGNOSIS DERMATITIS KONTAK ALERGI


Diagnosis

dermatitis

kontak

alergiditegakkan

berdasarkan

anamnesis dan pemeriksaan fisik.19


a

Anamnesis
Keluhan kelainan kulit berupa gatal. Kelainan kulit bergantung
pada keparahan dermatitis. Keluhan dapat disertai timbulnya bercak
kemerahan. Hal yang penting ditanyakan adalah riwayat kontak
dengan bahan bahan yang berhubungan dengan riwayat pekerjaan,
hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetik,
bahan bahan yang dapat menimbulkan alergi, serta riwayat alergi di

keluarga.19
b Pemeriksaan Fisik
Tanda yang dapat diobservasi sama seperti dermatitis pada
umumnya, tergantung padakondisi akut atau kronis. Lokasi dan pola
kelainan kulit penting diketahui untuk mengidentifikasi kemungkinan
penyebab, seperti diketiak oleh deodorant, di pergelangan tangan oleh
jam tangan, dan seterusnya.19

23

2.4.10 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dermatitis kontak alergi diberikan farmakologi berupa:19,17
a. Topikal (2 kali sehari)
- Pelembab krim hidrofilik urea 10%
- Kortikosteroid
Desonid krim 0,05% (catatan: bila tidak tersedia dapat digunakan
-

fluosinolon asetonid krim 0,025%)


Pada kasus dengan manifestasi

klinis

likenifikasi

dan

hiperpigmentasi, dapat diberikan golongan betamethasone valerat


-

krim 0,1% atau mometason furoat krim 0,1%.


Pada kasus infeksi sekunder, perlu dipertimbangkan pemberian

antibiotik topikal.
b. Oral sistemik
- Antihistamin hidroksisin (2x1 tablet) selama maksimal 2 minggu,
-

atau
Loratadine 1x10 mg/ hari selama maksimal 2 minggu

Pasien perlu mengidentifikasi faktor risiko, menghindari bahan


bahan yang bersifat alergen, baik yang bersifat kimia, mekanis, dan fisis,
memakai sabun dengan pH netral dan mengandung pelembab serta
memakai alat pelindung diri untuk menghindari kontak alergen saat
bekerja.18
Adapun konseling dan edukasi pada penderita dermatitis kontak alergi
sebagai berikut:19,20
a. Konseling untuk menghindari bahan alergen di rumah saat
mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
b. Edukasi menggunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan dan
sepatu boot.
c. Memodifikasi lingkungan tempat bekerja.
Indikasi rujukan:16
a. Apabila dibutuhkan melakukan patch test,
b. Apabila kelainan tidak membaik dalam 4 minggu pengobatan standar
dan sudah menghindari kontak.

24

2.4.11 DIAGNOSIS BANDING


Kelainan kulit DKA sering tidak menunjukkan gambaran morfologik
yang khasdapat menyerupai dermatitis seboroik, dermatitis numularis,
dermatitis atopik, psoriasis. Ada kecenderungan umum ke arah kulitnya
yang sifatnya berminyak, predileksi lesi ini adalah kulit kepala, tempat
predileksinya pada wajah, dada tengah, dan lipatan inguinal. Dermatitis
atopik sering onsetnya pada masa bayi atau anak usia dini. Kulit tampak
kering dan meskipun pruritus merupakan fitur yang menonjol, pruritus
akan muncul sebelum lesi, bukan setelah lesi. Daerah yang paling sering
terlibat adalah permukaan fleksura. Batas dermatitis tidak tegas, dan
perkembangan dari eritema ke papula dan ke vesikel tidak terlihat.
Dermatitis psoriatik ditandai oleh plak eritematosa berbatas tegas dengan
sisik warna putih keperakan. Lesi sering didistribusikan secara simetris di
atas permukaan ekstensor seperti lutut atau siku. Dermatitis iritan primer
mungkin hampir tidak bisa dibedakan dalam penampilan fisiknya dari
DKA.2,18
2.4.12 PENCEGAHAN
Pencegahan

merupakan

hal

yang

sangat

penting

pada

penatalaksanaan dermatitis kontak alergik. Di lingkungan rumah, beberapa


hal dapat dilaksanakan misalnya penggunaan sarunga tangan karet di ganti
dengan sarung tangan plastik, menggunakan mesin cuci, sikat bergagang
panjang, penggunaan deterjen sesuai aturan pabrik dll. Barang-barang atau
aksesoris yang berbahan nikel diganti dengan bahan lain, bila tidak,
dilapisi dengan isolasi bening atau pelapis kuku bening.Pihak pabrik harus
memberi informasi barang-barang yang mengandung nikel. Untuk
pencegahan terutama pada tangan digunakan krim yang berbasis emolien,
dan digunakan pembersih yang lembut. Di lingkungan industri dapat
dilakukan tindakan pencegahan sesuai dengan UU No. 1 tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja, Bab III pasal 3 ayat 1 yang berbunyi sebagai
berikut ; Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat - syarat

25

keselamatan kerja untuk mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit


akibat kerja baik fisik, psikis, peracunan, infeksi dan penularan.
Disamping itu para karyawan baru wajib diberikan pendidikan dan
penerangan mengenai hal tersebut sesuai isi UU No.1 tahun 1970 tentang
Keselamatan kerja Bab V pasal 9 ayat 1 dan 2.2
2.4.13 PROGNOSIS
Prognosis dermatitis kontak alergi tergantung pada penyebab dan
bagaimana caranya menghindari pajanan alergen yang berulang-ulang.
Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan
kontaktannya dapat disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi
kronis, bila bersamaan dengan dermatitis oleh faktor endogen (dermatitis
atopik, dermatitis numularis atau psoriasis) atau pajanan dengan bahan
iritan yang tidak mungkin dihindari.2,19

26

BAB III
METODOLOGI DAN LOKASI STUDI KASUS

3.1 Metodologi
Studi kasus ini menggunakan desain studi kasus untuk mempelajari
hubungan antara faktor risiko dan efek (penyakit atau masalah kesehatan), dengan
memilih kelompok studi berdasarkan perbedaan faktor risiko. Kemudian melihat
berapa banyak subjek dalam masing-masing kelompok yang mengalami efek
penyakit atau masalah kesehatan untuk melakukan penerapan pelayanan dokter
layanan primer secara holistik.
Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode
wawancara dan observasi dengan pasien dimana wawancara merupakan suatu
cara mengumpulkan data dengan cara mengajukan pertanyaan langsung kepada
seorang informan atau autoritas atau seorang ahli yang berwenang dalam suatu
masalah.Sedangkan observasi adalah pengamatan dan juga pencatatan sistematik
atas unsur-unsur yang muncul dalam suatu gejala atau gejala-gejala yang muncul
dalam suatu objek penelitian. Hasil dari observasi tersebut akan dilaporkan dalam
suatu laporan yang tersusun secara sistematis mengikuti aturan yang berlaku.
3.2 Lokasi dan Waktu Studi Kasus
3.2.1 Waktu Studi Kasus
Studi kasus dilakukan pertama kali saat penderita datang berobat di
puskesmas Tabaringan pada tanggal 26 September 2016. Selanjutnya dilakukan
home visit untuk mengetahui secara holistik keadaan dari penderita.
3.2.2

Lokasi Studi Kasus


Studi kasus bertempat di Puskesmas Tabaringan Kota Makassar, Provinsi

Sulawesi Selatan.

3.3 Gambaran Umum Lokasi Studi Kasus


3.3.1

Letak Geografis
27

Puskesmas Tabaringan berada di wilayah kecamatan Ujung Tanah, Kota


Makassar dengan luas wilayah 2,55 km2, Puskesmas Tabaringan mempunyai
wilayah kerja yang meliputi 5 (lima) kelurahan. Wilayah kerja yang dimaksud
meliputi :
Tabel 2. Wilayah kerja Puskesmas Tabaringan
No

Kelurahan

1
2
3
4
5

TABARINGAN
TOTAKA
TAMALABBA
UJUNG TANAH
GUSUNG

Luas
wilayah
055 km2
054 km2
058 km2
050 km2
018 km2

RW

RT

5
4
4
2
3

25
15
15
5
15

Adapun batas wilayah kerja Puskesmas Tabaringa adalah sebagai berikut :


Sebelah Utara

: Berbatasan dengan Selat Makassar

Sebelah Timur

: Berbatasan dengan Kelurahan Pattingalloang Kecamatan


Tallo dan Kecamatan Bentoala

Sebelah Barat

: Berbatasan dengan Kecamatan Wajo

Sebelah Selatan

: Berbatasan dengan Kecamatan Wajo dan Bontoala

3.3.2

Gambar 6. Peta wilayah kerja Puskesmas Tabaringan


Keadaan Demografis

28

Berdasarkan data primer yang didapatkan melalui pendataan di wilayah


kerja Puskesmas Tabaringan diketahui penduduk di wilayah kerja Puskesmas
Tabaringan Kota Makassar tahun 2016 berjumlah
Tabel 3. Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Tabaringan Kota
Makassar Tahun 2016

No
1
2
3
4
5

Kelurahan
UJUNG TANAH
TAMALABBA
TABARINGAN
TOTAKA
GUSUNG
Total

Laki-laki
620
1595
2078
1479
1598
7370

Perempuan
607
1601
2223
1458
1558
7447

Jumlah
1227
3196
4301
2937
3156
14817

Kepadatan penduduk sangat mempengaruhi tingkat kesejahteraan serta


masalah sosial ekonomi. Hal ini terjadi karena faktor gizi yang berhubungan
dengan lingkunagan, perumahan dan sanitasi yang kotor menyebabkan berbagai
macam penyakit yang muncul. Di samping itu kepadatan penduduk sebagai
lambang perkembangan suatu daerah.

Pendidikan salah satu upaya membentuk manusia terampil dan produktif


sehingga pada gilirannya dapat mempercepat peningkatan kesejahteraan
masyarakat.

Tabel 4. Distribusi Sarana Pendidikan Menurut Tingkat Pendidikan di


Wilayah kerja Puskesmas Tabaringan tahun 2016

29

No

Kelurahan

Sarana pendidikan
TK

SD

SMP

SMA

AKDM

UJUNG TANAH

TAMALABBA

TABARINGAN

TOTAKA

GUSUNG

Jumlah

23

11

Sarana kesehatan milik pemerintah, swasta dan partisipasi masyarakat


yang terdapat dalam wilayah kerja Puskesmas Tabaringan turut berperan dalam
peningkatan status derajat kesehatan masyarakat dalam wilayah kerja Puskesmas.
Jenis sarana kesehatan yang tersedia berupa:
Tabel 5. Distribusi Sarana Pelayanan Kesehatan di Wilayah kerja Puskesmas
Tabaringan tahun 2016
Sarana pelayanan kesehatan
No

Kelurahan

Pustu

Posyand
u

BKIA

UJUNG TANAH

TAMALABBA

TABARINGAN

TOTAKA

GUSUNG

Jumlah

17

DPS

BPS

RS

3.4 Upaya Kesehatan


Dari visi dan misi tersebut dilakukan dengan cara melaksanakan 6
upaya kesehatan wajib puskesmas dan upaya pengembangan kesehatan.
30

Upaya kesehatan wajib puskesmas tersebut adalah:

Upaya Promosi Kesehatan

Upaya Kesehatan Lingkungan

Upaya Kesehatan Ibu Dan Anak Serta Keluarga Berencana

Upaya Perbaikan Gizi

Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Penyakit Menular

Upaya Pengobatan

Upaya kesehatan pengembangan

Upaya Kesehatan Sekolah

Uapaya Perawatan Kesehatan Masyarakat

Upaya Kesehatan Kerja

Upaya Kesehatan Gigi Dan Mulut

Upaya Kesehatan Jiwa

Upaya Kesehatan Usia Lanjut

3.5 Visi dan Misi Puskesmas Tabaringan


a. Visi Puskesmas Tabaringan
Visi Puskesmas Tabaringan adalah sebagai motivator masyarakat
mandiri dalam kesehatan menuju Makassar kota Dunia.
b. Misi Puskesmas Tabaringan
Melalui Upaya :
1. Motivasi gerakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
2. Mendidik masyarakat mampu mengenal, memprioritaskan dan
menyelesaikan masalah kesehatan diwilayah sekitarnya
3. Meningkatkan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM)
Puskesmas untuk menjadi motivator handal.

3.6 Sepuluh Penyakit Terbanyak di Puskesmas Tabaringan

31

Sepuluh penyakit umum terbanyak yang tercatat di Puskesmas


Tabaringan di bulan Agustus tahun 2016 adalah:
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Common Cold
Hipertensi
Dispepsia
Artritis reumatoid
Mialgia
Sakit kepala
Diabetes mellitus
Dermatitis kontak alergi
Erupsi gigi
Batuk

: 204
: 143
: 65
: 60
: 55
: 50
: 49
: 47
: 45
: 43

Kasus
Kasus
Kasus
Kasus
Kasus
Kasus
Kasus
Kasus
Kasus
Kasus

3.7 Struktur Organisasi


3.7.1 Sarana dan prasarana
Untuk melayani masyarakat di wilayah kerja disamping fasilitas
sarana kesehatan juga tersedia

kendaraan roda empat (Ambulance),

pelayanan puskesmas keliling. Adapun perlengkapan medis dapat dilihat


pada daftar inventaris puskesmas dan untuk melayani masyarakat yang
membutuhkan pelayanan kesehatan telah tersedia tenaga-tenaga yang
terampil dalam bidangnya masing-masing.
Adapun tenaga-tenaga yang ada di Puskesmas Tabaringan
sebanyak 25 orang, yakni:
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

3.7.2

Dokter umum
Dokter gigi
Epidemiologi
Apoteker
Gizi
Sanitarian
Bidan
Perawat
Perawat gigi
Laboratorium
Perkarya kesehatan/ rekam medis

: 3 orang
: 1 orang
: 1 orang
: 1 orang
: 1 orang
: 2 orang
: 4 orang
: 6 orang
: 2 orang
: 1 orang
: 2 orang

Struktur Organisasi

32

Gambar 7. Stuktur Organisasi Puskesmas Tabaringan

3.8 Alur Pelayanan Puskesmas Tabaringan


Pasien
Loket
Kamar periksa
-

Poli umum
Poli gigi
Poli KIA/KB

Rujuk

Pasien

Laboratorium

33

Ruang
tindakan
Apotek
Pasien

Gambar 8. Bagan Alur Pelayanan Puskesmas Tabaringan

3.9 Kegiatan Pelayanan Kesehatan


1

Tempat Pengambilan Kartu dan Kamar Kartu


a. Menerima pasien
b. Menyediakan dan memberikan kartu bagi pengunjung baru
c. Menyediakan dan memberikan buku kontrol pada pasien
d. Pencatatan dan pelaporan jumlah pasien yang berkunjung ke
puskesmas.
Poliklinik Umum / Kamar Periksa
Poliklinik adalah bentuk pelayanan kesehatan rawat jalan yang
bertujuan menyembuhkan penyakit dan pemeliharaan kesehatan baik
secara perorangan atau berkelompok (masyarakat). Kegiatan poliklinik
dilaksanakan dari senin hingga sabtu dari jam 08.00 14.00, kecuali
padahari jumat dari jam 08.00 11.00. Kegiatan yang dijalankan
selama di poliklinik adalah anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis
penyakit, penulisan resep. Dalam program mengikuti kegiatan
poliklinik ini kami dapat mempelajari cara berkomunikasi yang benar
dengan pasien yang datang dari berbagai golongan dan latar belakang.
Keluhan-keluhan yang paling sering ada pada pasien yang datang ke
puskesmas untuk berobat adalah batuk, pilek, demam, tekanan darah

tinggi, dan kelainan kulit.


Poliklinik Gigi
Pemeriksaan kesehatan gigi berupa anamnesis pasien, pemeriksaan
fisik, diagnosis penyakit, tindakan pemeriksaan gigi dan mulut,

penulisan resep dan pemberian obat.


Ruang Tindakan

34

a
b
c
d
e
f
g
h

a Ganti verband
b Cross insisi
c Hecting dan affhecting
d Sirkumsisi
e Merawat luka
5 Apotek
a Tempat pengambilan obat
b Mengatur pengadaan obat sesuai kebutuhan
c Membuat pelaporan tentang pemakaian obat
6 KIA (Kesehatan Ibu dan Anak)
Beberapa kegiatan KIA adalah :
Pemeriksaan HIV, malaria, dan sifilis pada ibu hamil
Pemeriksaan kehamilan trimester pertama, kedua, dan ketiga (K1-K4)
Pemberian tablet Fe, kalsium, Vitamin B complex
Suntikan tetanus toxoid
Penimbangan berat badan
Mengukur tekanan darah ibu hamil
Mengukur lingkar lengan atas (LILA)
Mendeteksi risiko tinggi pada ibu hamil

3.10 Pengumpulan Data / Informasi


Semua yang berkaitan dengan penyakit atau permasalahan kesehatan
penderita informasinya dikumpulkan dengan melakukan komunikasi personal
dengan pasien dan atau keluarganya dan analisis data.
3.11 Cara Pengumpulan Data / Informasi
Dilakukan dengan komunikasi personal dengan pasien/keluarganya secara
langsung dengan menggunakan pertanyaan what, why, who, where, when dan how

35

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
1 HASIL STUDI KASUS
4.1.1 ANAMNESIS DAN DIAGNOSIS KLINIS
A. Identitas Pasien
Nama

: Ny. H

Umur

: 32 Tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Bangsa/suku

: Makassar

Agama

: Islam

Pekerjaan

: IRT

Status Perkawinan

: Menikah

Alamat

: Jl. Tinumbu

Tanggal Pemeriksaan : 26 September 2016


B. Riwayat Penyakit
- Keluhan Utama
Gatal pada leher sejak 2 hari yang lalu
- Anamnesis Terpimpin
Seorang perempuan usia 32 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan
gatal pada leher sejak 2 hari yang lalu. Gatal dirasakan hilang timbul dan
bertambah saat menggunakan kalung berbahan nikel dan pakaian berbahan
katun yang tidak menyerap keringat dan pada saat cuaca yang panas.
Awalnya berupa bintik memerah pada leher yang berkontak langsung
dengan kerah baju.. Kemudian kulit yang memerah tersebut mulai terasa
gatal dan terasa perih seperti terbakar. Hal ini dirasakan sejak 2 bulan
terakhir dan keluhan ini hilang setelah pasien datang berobat ke puskesmas
dan mendapat obat yang diminum dengan teratur.

Riwayat Penyakit Dahulu


Sekitar 2 bulan sebelumnya pasien pernah berobat ke puskesmas
Tabaringan dengan keluhan yang sama. Keluhan membaik setelah
diberikan pengobatan oleh dokter.
36

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita keluhan yang sama

Riwayat Atopi
Pasien tidak mempunyai riwayat

asthma pada dirinya

maupun

keluarganya.
-

Riwayat Alergi
Pasien alergi makanan (ikan). Tidak ada riwayat alergi terhadap substansi
atau obat-obatan tertentu pada pasien.

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien adalah seorang ibu rumah tangga yang tinggal bersama suami ada
ketiga anaknya di sebuah rumah kontrakan.

Riwayat Pengobatan
Pasien pernah berobat dengan keluhan yang sama di puskesmas
Tabaringan.

4.1.2
-

Pemeriksaan Fisis
Keadaan Umum
Pasien tampak sakit ringan, gizi baik, kesadaran compos mentis
Vital Sign
1. Tekanan Darah
: 100/70 mmHg
2. Nadi
: 80 x/menit
3. Pernapasan
: 20 x/menit
4. Suhu
: 36,7 oC
Status Generalis
1. Kepala
Ekspresi
Rambut
Mata
Tekanan bola mata
Kelopak mata
Konjungtiva
Kornea
Sklera
Pupil
2. Telinga
Tophi
Pendengaran

: Biasa
: Simetris muka

: Simetris ki=ka

: Hitam, sulit dicabut


: Eksoptalmus atau enoptalmus: (-)
: Tidak dilakukan pemeriksaan
: Dalam batas normal
: Anemis (-)
: Jernih
: Ikterus (-)
: Isokor 2,5 mm
: (-)
: Dalam batas normal
37

Nyeri tekan di prosesus mastoideus


3. Hidung
Perdarahan
Sekret
4. Mulut
Bibir
Gigi geligi
Gusi
Tonsil
5. Leher
Kelenjar getah bening
Kelenjar gondok
DVS
Kaku kuduk
Tumor

: (-)
: (-)
: (-)
: Kering (-)
: Karies (-)
: Perdarahan (-)
: Hiperemis (-)
: MT (-), NT (-)
: MT (-), NT (-)
: R-2 cmH2O
: (-)
: (-)

Status dermatologis:

Gambar 9. Lesi pada daerah leher


Effloresensi

:Tampak makula eritema, batas tegas dengan

distribusi terbatas pada daerah leher. Di atas efloresensi primer

38

terdapat efloresensi sekunder berupa erosi eritema akibat garukan


pasien.
6. Dada
Inspeksi
Bentuk
Pembuluh darah
Buah dada
Sela iga
7. Thorax
Palpasi

: Simetris ki=ka
: Normochest
: Bruit (-)
: Tidak ada kelainan
: Tidak ada pelebaran
: Fremitus Raba
Nyeri tekan

Perkusi

: Paru kiri
Paru kanan

: Ki=Ka
: (-)
: Sonor
: Sonor

Batas paru hepar

: ICS VI Dextra Anterior

Batas paru belakang kanan

: V Th IX Dextra Posterior

Batas paru belakang kiri

: V Th X Sinistra Posterior

Auskultasi

: Bunyi pernapasan : vesikuler


Bunyi tambahan : Rh -/- Wh-/-

8. Punggung
Inpeksi
: skoliosis (-), kifosis (-)
Palpasi
: MT (-), NT (-)
Nyeri ketok
: (-)
Auskultasi
: Rh -/- Wh -/9. Cor
Inspeksi
: Ictus kordis tidak tampak
Palpasi
: Ictus cordis tidak teraba
Perkusi
: Pekak,batas jantung kesan normal
Auskultasi
: BJ I/II murni regular
Bunyi tambahan : Bising (-)
10. Abdomen
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
Palpasi
: MT (-), NT (-)daerah epigastrium
Hati
: Tidak teraba
Limpa
: Tidak teraba
Ginjal
: Ballotement (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
11. Status lokalis
Alat Kelamin
: Tidak dilakukan pemeriksaan
Anus dan rectum : Tidak dilakukan pemeriksaan

39

5. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan
6. Diagnosis
Dermatitis Kontak Alergi
4.1.3
-

PENATALAKSANAAN DAN EDUKASI


Penatalaksanaan
o Topikal
: hydrocortisone cream 2,5% dioleskan 2 kali sehari
o Sistemik
: CTM 4 mg 3x1
Dexamethasone 0,5 mg 3x1
Ibuprofen 400 mg 3x1
Edukasi
o Menghindari faktor pencetus terjadinya dermatitis kontak alergi
o Gunakan baju yang menyerap keringat dan sebaiknya untuk tidak
menggunakan kalung yang berbahan nikel lagi.
o Memperbaiki higienitas pribadi dan keluarga

4.1.4
-

PENDEKATAN HOLISTIK DERMATITIS KONTAK ALERGI


Profil Keluarga
Pasien Ny. H umur 32 tahun tinggal bersama suami dan ketiga anaknya
dalam satu rumah. Masing-masing berumur 32 tahun (suami), anak
pertama 12 tahun, anak kedua 9 tahun, dan anak terakhir 4 tahun.

a.
b.
c.
d.

Karakteristik Demografi Keluarga


Identitas Kepala keluarga
: Tn. J
Identitas Pasangan
: Ny. H
Alamat
: Jl. Tinumbu
Bentuk Keluarga
: Nuclear Family

Tabel 6. Anggota Keluarga yang Tinggal Serumah


40

No

Nama

Kedudukan
dalam
keluarga

1.

Tn. J

Suami

32

SMA

Karyawan
swasta

2.

Ny. H

Istri

32

SMA

3.

An. S

Anak

12

SD

Ibu Rumah
Tangga
Pelajar

4.

An. N

Anak

SD

Pelajar

5.

An. F

Anak

Belum
sekolah

Gende
r

Umur
(tahun
)

Pendidikan

Pekerjaan

Penilaian Status Sosial dan Kesejahteraan Hidup


Pekerjaan sehari-hari pasien adalah seorang ibu rumah tangga.
Suami pasien bekerja sebagai karyawan swasta dengan pendapatan setiap
bulannya cukup dan bisa untuk membiayai kebutuhan sehari-hari
keluarganya dan biaya sekolah anaknya. Pasien ini tinggal di rumah
kontrakan yang terletak di Jl. Tinumbu. Rumah pasien dalam kondisi
kurang baik, tidak tertata rapi serta tidak terawat. Rumah terdiri dari 1
ruang tamu sekaligus ruang keluarga, 1 kamar tidur, 1 dapur, dan 1 kamar
mandi.

Tabel 7. Lingkungan Tempat Tinggal


Status kepemilikan rumah : pribadi
41

Daerah perumahan : padat


Karakteristik Rumah dan Lingkungan
Luas rumah : 6x3 m2
Jumlah penghuni dalam satu rumah : 5 orang
Luas halaman rumah : Tidak Bertingkat
Lantai rumah dari : semen
Dinding rumah dari : tembok
Jamban keluarga : ada
Tempat bermain : tidak ada
Penerangan listrik : 450 watt
Ketersediaan air bersih : ada (PAM)
Tempat pembuangan sampah : ada

Kesimpulan
Keluarga Ny. H tinggal di
rumah dengan status kontrak.
Ny. H tinggal dalam rumah
yang

kurang sehat dengan

lingkungan rumah yang padat


yang dihuni oleh 5 Orang.
Dengan penerangan listrik 450
watt. Air PAM umum sebagai
sarana air bersih keluarga.

Kepemilikan barang barang berharga


Keluraga Ny. H memiliki beberapa barang elektronik di rumahnya antara
lain yaitu, satu buah televisi yang terletak di ruang tamu, satu buah kipas
angin yang terletak di ruang tamu, dan satu buah rice cooker yang terletak

Cara

di dapur.
Penilaian Perilaku Kesehatan Keluarga
o Jenis tempat berobat
o Asuransi / Jaminan Kesehatan

: Puskesmas
: BPJS

Pelayanan Kesehatan (Puskesmas)

Faktor
mencapai

pelayanan kesehatan

Tabel 8. Pelayanan Kesehatan


Keterangan
Kesimpulan
pusat Keluarga berjalan Letak
Puskesmas
kaki menuju ke Tabaringan tidak jauh dari
puskesmas.

tempat

tinggal

pasien,

42

Tarif pelayanan kesehatan

Menurut keluarga sehingga untuk mencapai


biaya

pelayanan puskesmas keluarga pasien

kesehatan
Kualitas

cukup dapat berjalan kaki.


Untuk biaya pengobatan

murah.
pelayanan Menurut keluarga diakui oleh keluarga pasien
kualitas pelayanan yaitu

kesehatan

kesehatan

setiap

kali

datang

yang berobat tidak dipungut biaya

didapat

dan pelayanan Puskesmas

memuaskan.

pun

dirasakan

keluarga

pasien memuaskan pasien.


-

Pola Konsumsi Makanan Keluarga


Kebiasaan makan
: keluarga Ny. H memiliki kebiasaan makan antara
2-3 kali dalam sehari.

Pola Dukungan Keluarga


Faktor pendukung terselesaikannya masalah dalam keluarga
Di antara yang merupakan faktor pendukung dalam penyelesaian
masalah keluarga seperti ada komunikasi yang baik dalam keluarga.
Selain adanya hubungan yang harmonis. Keluarga juga sangat terbuka
untuk setiap masalah kesehatan yang dihadapi.

Faktor penghambat terselesaikannya masalah dalam keluarga


Faktor kecemasan yang dialami pasien dan keluarga jika penyakit itu
semakin memburuk.

Analisa Kedokteran Keluarga (Family Assesment Tools)


Fungsi Fisiologis (APGAR)
Fungsi fisiologis adalah suatu penentu sehat tidaknya suatu
keluarga yang dikembangkan oleh Rosan, Guyman dan Leyton,
1

dengan menilai 5 Fungsi pokok keluarga, antara lain:


Adaptasi: Tingkat kepuasan anggota keluarga dalam menerima bantuan
yang dibutuhkan
43

Partnership: Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap komunikasi

dalam mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah


Growth: Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan
karena dukungan dan dorongan yang diberikan keluarga dalam

mematangkan pertumbuhan dan kedewasaan semua anggota keluarga


Affection: Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih sayang

serta interaksi emosional yang berlangsung


Resolve: Tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebersamaan

dalam membagi waktu, kekayaan dan ruang atas keluarga


Penilaian
o Hampir Selalu
= skor 2
o Kadang-kadang
= skor 1
o Hampir tidak pernah = 0
Total Skor
8-10

= Fungsi keluarga sehat

4-7

= Fungsi keluarga kurang sehat

0-3

= Fungsi keluarga sakit

Tabel 9. Penilaian Fungsi Fisiologis (APGAR) Keluarga Penderita Dermatitis


Kontak Alergi
Penilaian
No

Pertanyaan

1.

Adaptasi
Saya puas dengan keluarga saya karena
masing masing anggota keluarga sudah
menjalankan kewajiban sesuai dengan
seharusnya
Partnership (Kemitraan)
Saya puas dengan keluarga saya karena
dapat membantu memberikan solusi
terhadap permasalahan yang saya hadapi
Growth (Pertumbuhan)
Saya puas dengan kebebasan yang
diberikan
keluarga
saya
untuk

2.

3.

Hampir
selalu
(2)

KadangKadang
(1)

Hampir
Tidak
Pernah
(0)

44

mengembangkan kemampuan yang saya


miliki
Affection (Kasih Sayang)
Saya puas dengan kehangatan/ kasih
sayang yang diberikan keluarga saya
Resolve (Kebersamaan)
Saya puas dengan waktu yang
disediakan keluarga untuk menjalin
kebersamaan
Total Skor

4.

5.

10

Dari tabel APGAR diatas total Skor adalah 10 ini menunjukkan Fungsi
keluarga sehat.
-

Fungsi Patologis (SCREEM)


Aspek sumber daya patologi
1
2

Sosial: Pasien dapat hidup bermasyarakat dengan baik.


Cultural: Pasien dan keluarganya mengadakan acara pernikahan,

aqiqah, dan khitanan sesuai adat istiadat Makassar.


Religious: Keluarga pasien rajin melakukan ibadah sebagai umat Islam,
seperti: sholat lima waktu, tadarrus, puasa pada bulan Ramadhan, dan

4
5
6

ikut serta dalam kegiatan Isra Miraj dan Maulid Nabi Muhammad saw.
Ekonomi: Keluarga pasien merasa kebutuhan ekonomi tercukupi.
Education: Tingkat pendidikan tertinggi di keluarga pasien yaitu SMA
Medication: Pasien dan keluarga menggunakan sarana pelayanan
kesehatan dari Puskesmas serta memilki asuransi kesehatan BPJS

Genogram (Fungsi Genogram)


Dalam keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit dermatitis
kontak alergi namun memungkinkan penyakit dermatitis kontak alergi
yang diderita pasien juga diderita anggota keluarganya.

Bentuk keluarga
Bentuk keluarga ini adalah nuclear family yang terdiri dari Tn. J sebagai
kepala keluarga dan Ny. H sebagai seorang istri dan ibu dari anaknya.
Dari hasil pernikahan Tn. J dan Ny. H mereka dikarunai 3 orang anak, 2

45

perempuan dan 1 laki-laki. Seluruh anggota keluarga ini tinggal dalam satu
rumah.
-

Tahapan siklus keluarga


Tn. J merupakan pasangan Ny. H mereka dikaruniai 3 orang anak yaitu
An. S, An. N, dan An. F yang masih diurus oleh ibunya.

Family map

Gambar 10. Genogram pasien


Keterangan:
: Suami penderita, tidak sakit

: Penderita DKA
: Anak pertama penderita, tidak sakit
: Anak kedua penderita, tidak sakit
: Anak ketiga penderita, tidak sakit

4.2 PEMBAHASAN
4.2.1 DIAGNOSIS KLINIS
A. Anamnesis
- Aspek Personal
Seorang wanita usia 32 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan gatal
pada leher dialami sejak 2 hari yang lalu. Pasien mengaku mengalami
gatal-gatal tersebut setelah kontak berulang dengan kalung berbahan nikel

46

dan pakaian berbahan katun yang tidak menyerap keringat saat cuaca
panas dan berkeringat. Ada riwayat alergi makanan (ikan), dan terdapat
riwayat keluhan yang sama 2 bulan terakhir. Kekhawatiran, takut
penyakitnya memburuk. Harapan: dapat sembuh dan anggota keluarga
yang lain tidak menderita penyakit yang sama dengannya.
-

Aspek Klinik
o Gatal pada daerah leher
o Ada riwayat penyakit dermatitis kontak alergi (alergi terhadap kalung
berbahan nikel dan pakaian berbahan katun yang tidak menyerap
keringat saat cuaca panas dan saat berkeringat) sebelumnya, yaitu 2
bulan terakhir.
o Pemeriksaan fisis: Effloresensi berupa makula eritema, batas tegas
dengan distribusi terbatas pada leher. Di atas efloresensi primer
terdapat efloresensi sekunder berupa erosi eritema akibat garukan
pasien.

Aspek Faktor Risiko Internal


o Kurangnya pengetahuan tentang Dermatitis kontak alergi
o Mengidentifikasi dan mengeliminasi faktor penyebab Dermatitis
kontak alergi kurang

Aspek Faktor Risiko Eksternal


Anggota keluarga kurang mengetahui penyebab penyakit dermatitis kontak
alergi pasien

Aspek Psikososial Keluarga


Di dalam keluarga terdapat faktor-faktor yang dapat menghambat dan
mendukung kesembuhan pasien. Di antara faktor-faktor yang dapat
menghambat kesembuhan pasien yaitu, kurangnya pengetahuan keluarga
tentang penyakit yang diderita pasien sehingga tidak ada upaya
pencegahan faktor pencetus penyebab dermatitis kontak alergi pasien.
Sedangkan faktor yang dapat mendukung kesembuhan pasien yaitu adanya
dukungan dan motivasi dari semua anggota keluarga baik secara moral dan
materi.

47

Aspek Fungsional
Secara aspek fungsional, pasien tidak ada kesulitan dan masih mampu
dalam hal fisik dan mental untuk melakukan aktifitas di dalam maupun di
luar rumah.

B. Derajat Fungsional
Ny. H masih dapat beraktifitas dengan baik tanpa bantuan siapapun (derajat 1
minimal)
C. Rencana Penatalaksanaan (Plan Of Action)
- Pertemuan ke-1: Puskesmas Tabaringan, 26 September 2016 pukul 09.30

WITA.
Pertemuan ke-2: Rumah pasien di Jl. Tinumbu, 26 September 2016 Pukul
11.00 WITA.

48

Tabel 10. Rencana Pelaksanaan (plan Of Action)


Sasara
n
Pasien

Aspek

Kegiatan

Aspek
personal

Menginformasikan
kepada
Ny.
H
bersabar
dengan
penyakit
yang
diderita

Aspek
klinik

Menganjurkan pasien
untuk meminum obat
sesuai
yang
ditentukan dokter

Pasien

Aspek
risiko
internal

Menganjurkan pasien
untuk menggunakan
baju yang menyerap
keringat dan tidak
menggunakan kalung
lagi

Pasien

Aspek
risiko
external

Memberitahukan
keluarga pasien untuk
senantiasa
mengingatkan pasien
untuk menggunakan
baju yang menyerap
keringat dan tidak
menggunakan kalung
lagi
Mengajarkan kepada
keluarga pasien untuk
selalu memberikan
motivasi
demi
kesembuhan pasien

Suami
dan
Anak

Seluruh
Keluar
ga

Saat
home
visit ke
rumah
pasien

Menganjurkan pasien
untuk menghindari
pemakaian baju yang
tidak
menyerap

Pasien

Saat
home
visit ke
rumah

Aspek
psikososial
keluarga

Aspek
fungsion
al

Waktu
Saat
pasien ke
PKM
dan saat
home
visit ke
rumah
pasien
Saat
pasien ke
PKM
dan saat
home
visit ke
rumah
pasien
Saat
pasien ke
PKM
dan saat
home
visit ke
rumah
pasien
Saat
datang
ke PKM
dan saat
home
visit ke
rumah
pasien

Hasil yang
diharapkan
Pasien
dapat
bersabar dengan
penyakit
dan
memiliki
semangat untuk
berobat

Biay
a
Tidak
ada

Penyakit sembuh

Tidak
ada

Tidak
meno
lak

Untuk
menjaga
agar
penyakit
yang
diderita
pasien
tidak
kambuh lagi

Tidak
ada

Tidak
meno
lak

Untuk
menjaga
agar
penyakit
yang
diderita
pasien
tidak
kambuh lagi

Tidak
ada

Tidak
meno
lak

Mengurangi
faktor faktor yang
dapat
memperberat
keadaan
klinis
pasien.
Menjaga keluarga
tetap sehat.
Untuk
menjaga
agar
penyakit
yang
diderita
pasien
tidak

Tidak
ada

Tidak
meno
lak

Tidak
ada

Tidak
meno
lak

Ket.
Tidak
meno
lak

49

keringat dan tidak


menggunakan kalung
lagi

pasien

kambuh

D. Pemeriksaan Fisik
Lesi pada leher. Effloresensi berupa makula eritema, batas tegas dengan
distribusi terbatas pada leher. Di atas efloresensi primer terdapat efloresensi
sekunder berupa erosi eritema akibat garukan pasien.
E. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan
F. Diagnosis Holistik
- Diagnosa Klinis
:Dermatitis kontak alergi
- Diagnose Psikososial
:Kecemasan
akan
penyakit

pasien

memburuk, ketakutan akan penyakit pasien berulang bahkan tidak


sembuh.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secara kedokteran keluarga pada pasien ini meliputi
pencegahan primer, pencegahan sekunder (terapi untuk pasien dan keluarga
pasien)
a

Pencegahan Primer
- Menghindari faktor pencetus yaitu menghindari penggunaan
-

kalung berbahan nikel dan pakaian berbahan katun.


Mengurangi menggaruk daaerah gatal tersebut karena akan

menimbulkan perlukaan
Menjaga kebersihan daerah sekitar leher
Menjaga agar leher tetap kering dan bebas dari keringat
b Pencegahan Sekunder
-

Pengobatan farmakologis berupa:


-

4.2.2

Topikal
Sistemik

: hydrocortisone cream 2,5% dioleskan 2 kali sehari


: CTM 4 mg 3x1
Dexamethasone 0,5 mg 3x1
Ibuprofen 400 mg 3x1

PENDEKATAN HOLISTIK

50

Pendekatan Kedokteran Keluarga pada Penderita Dermatitis kontak alergi


Tabel 11. Skoring Kemampuan Pasien dan Keluarga dalam Penyelesaian
Masalah dalam keluarga
No

Masalah

Skor
Awal

Resume Hasil
Upaya
Penyelesaian
Akhir
Edukasi kepada
pasien
untuk - Penyuluhan
terselenggara
menghindari
penggunaan
- Keluhan
baju yang tidak
berkurang
menyerap
keringat

Faktor Biologi
Hipersensitivi
tas tipe IV
1.
3
yang terjadi
pada kulit
ketika terkena
bahan allergen
Faktor Ekonomi
dan Pemenuhan
Edukasi kepada
Kebutuhan
pasien
dan
Kecemasan
keluarga pasien
pasien dan
2.
untuk
3
keluarganya
menghindari
terhadap
kontak dengan
penyakit yang
faktor pencetus
dapat
memburuk
Faktor Perilaku
kesehatan
keluarga
Pasien tetap
menggunakan
kalung
Edukasi kepada
berbahan
pasien
untuk
nikel dan
menghindari
memakai baju
3.
3
pemekaian baju
dengan
yang
tidak
berbahan
menyerap
yang tidak
keringat
menyerap
keringat
walaupun
sudah terjadi
lesi di daerah
leher
Total Skor
9
Rata-Rata Skor
3
Skor Kemampuan Menyelesaikan Masalah:

Penyuluhan
terselenggara
Kecemasan
pasien dan
keluarga
berkurang

Penyuluhan
terselenggara
Pasien
menggunakan
penggunaan
baju yang
menyerap
keringat

Skor
Akhir

15
5

51

Skor 1 : Tidak dilakukan, keluarga menolak, tidak ada partisipasi


Skor 2 : Keluarga mau melakukan tapi tidak mampu, tidak ada sumber (hanya
keinginan), penyelesaian masalah dilakukan sepenuhnya oleh provider
Skor 3 : Keluarga mau melakukan namun perlu penggalian sumber yang belum
dimanfaatkan, penyelesaian masalah dilakukan sebagian besar oleh
provider
Skor 4 : Keluarga mau melakukan namun tak sepenuhnya, masih tergantung pada
upaya provider
Skor 5 : Dapat dilakukan sepenuhnya oleh keluarga
Dengan hasil yang didapatkan pada tabel di atas berarti bahwa pasien dan
keluarga pasien dapat menyelesaikan masalah kesehatan secara mandiri.
-

Diagnosa Holistik, Tanggal Intervensi, dan Penatalaksanaan Selanjutnya

Pertemuan ke 1 : 26 September 2016


Saat kedatangan yang pertama dilakukan beberapa hal yaitu :
1

Memperkenalkan diri dengan pasien.

Menjalin hubungan yang baik dengan pasien.

Menjelaskan maksud kedatangan dan meminta persetujuan pasien

Menganamnesa pasien, mulai dari identitas sampai riwayat psiko-sosioekonomi dan melakukan pemeriksaan fisik.

Memastikan pasien telah mengerti tujuan prosedur pemeriksaan.

Meminta persetujuan pemeriksaan kepada pihak pasien.

Membuat diagnostik holistik pada pasien.

Mengevaluasi pemberian penatalaksanaan farmakologis.

BAB V

52

KESIMPULAN DAN SARAN


5.1

Kesimpulan

5.1.1

Untuk melakukan diagnosis secara klinis meliputi anamnesis,


pemeriksaan

fisis

dan

pemeriksaan

penunjang,

serta

mengintepretasikan hasilnya dalam mendiagnosis dermatitis kontak


alergi.
Dari uraian pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa, diagnosis
telah

dilakukan

dengan

baik

dan benar, dimana

pasien

dapat

mengemukakan keluhan serta kecemasan yang dialaminya dengan jujur


kepada pemeriksa sehingga dapat didiagnosis pasien menderita dermatitis
kontak alergi.
5.1.2

Untuk melakukan prosedur tatalaksana dan edukasi dermatitis


kontak alergi sesuai standar kompetensi dokter Indonesia.
Dari uraian pada bab sebelumnya telah dipaparkan mengenai
penatalaksanaan pada pasien dermatitis kontak alergi berupa terapi
farmakologi berupa terapi topikal yaitu kortikosteroid dan sistemik yaitu
antihistamin, serta memberikan edukasi pada pasien agar menghindari
faktor pemicu, sehingga penatalaksanaan yang diberikan pada pasien telah
sesuai standar kompetensi dokter Indonesia.

5.1.3

Untuk

menggunakan

landasan

Ilmu

Kedokteran

Klinis

dan

Kesehatan Masyarakat dalam pendekatan holistik melakukan upaya


pengendalian

dermatitis

kontak

alergi

secara

holistik

dan

komprehensif baik secara individu, keluarga maupun komunitas.


Dari bab sebelumnya telah dijelaskan mengenai pendekatan holistic
yang telah dilakukan dilihat dari berbagai aspek pasien, sebagai berikut:

Aspek Personal

53

Pasien wanita usia 32 tahun memiliki gejala yang mendukung ke arah


dermatitis kontak alergi serta memiliki kekhawatiran, takut penyakitnya
memburuk. Harapan: dapat sembuh dan anggota keluarga yang lain tidak
-

menderita penyakit yang sama dengannya.


Aspek Klinik
Pasien mengeluh gatal pada daerah leher dan ada riwayat penyakit
dermatitis kontak alergi sebelumnya, yaitu 2 bulan sebelum gejala
sekarang muncul. Pada Pemeriksaan fisis: Effloresensi berupa makula
eritema, batas tegas dengan distribusi terbatas pada daerah leher. Di atas
efloresensi primer terdapat efloresensi sekunder berupa erosi eritema

akibat garukan pasien.


Aspek Faktor Risiko Internal
Pasien tidak mengetahui penyakitnya dan tidak memiliki pengetahuan

tentang dermatitis kontak alergi


Aspek Faktor Risiko Eksternal
Anggota keluarga kurang mengetahui penyebab penyakit dermatitis kontak

alergi pasien
Aspek Psikososial Keluarga
Di dalam keluarga terdapat faktor-faktor yang dapat menghambat dan
mendukung kesembuhan pasien. Di antara faktor-faktor yang dapat
menghambat kesembuhan pasien yaitu, kurangnya pengetahuan keluarga
tentang penyakit yang diderita pasien sehingga tidak ada upaya
pencegahan faktor pencetus penyebab dermatitis kontak alergi pasien.
Sedangkan faktor yang dapat mendukung kesembuhan pasien yaitu adanya
dukungan dan motivasi dari semua anggota keluarga baik secara moral dan

materi.
Aspek Fungsional
Secara aspek fungsional, pasien tidak ada kesulitan dan masih mampu
dalam hal fisik dan mental untuk melakukan aktifitas di dalam maupun di
luar rumah.

5.2 Saran
Dari masalah yang dapat ditemukan pada Ny. H berupa Dermatitis Kontak
Alergi maka disarankan untuk:
1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan DKA;

54

2. Penggunaan bahan-bahan alergen tertentu di dalam rumah tangga


sehari-hari juga harus dipantau, jika terjadi reaksi akut, maka
penghentian pemakaian substansi tersebut harus segera dilakukan dan
segera menghubungi pelayanan kesehatan setempat;
3. Menghindari pemakaian bahan alergen kembali untuk mencegah
kekambuhan dermatitis kontak alergi.

55

DAFTAR PUSTAKA

1. Cohen DE, Jacob SE. Allergic Contact Dermatitis. In: Wolf K., Goldsmith
L.A., Katz S.I., editors. Fizpatricks Dermatology in General Medicine. 7 thEd.
New York: McGrawHill; 2008. P.135-46
2. Sulastri SA, Djuanda S. Dermatitis. Dalam: Djuanda A., editor. Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin.Ed-5. Jakarta: Fk-UI; 2010. H. 129-39
3. Beck M.H, Wilkinson S.M. Contact Dermatitis: Allergic. In: Rooks, Textbook
of Dermatology. 7thEd. Oxford: Blackwell; 2004. P.20.1-2
4. Bourke J, Coulson I, English J. Guidelines for management of contact
dermatitis : an update.British Journal of Dermatology.2009;160:946-54
5. Imbesi S, Minciullo P.L, Isola S, Gangemi S. Allergic contact dermatitis:
Immune

system

involvement

and

distinctive

clinical

cases.

AllergolImmunopathol. 2011;39(6):374-7
6. Sterry W, Paus R, Burgdorf W. Contact Dermatitis. In Thieme Clinical
Companions Dermatology. New York: Thieme New York Publication; 2006. P.
195-203
7. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrews Diseases of The Skin Clinical
Dermatology. 10th Ed. Philadelphia: Elsevier Inc 2006. Chapter 6, Contact
Dermatitis and Drug Eruption; P.91-111
8. Spiewak R. Patch Testing For Contact Allergy And Allergic Contact
Dermatitis. Jagieollonian University Medical College, Krakow Poland. The
Open Allergy Journal. 2008;1:42-51
9. Duarte I, Malvestiti A, Lazzarini R. Evaluation of the permanence of skin
sensitization to allergens in patients with allergic contact dermatitis. An Bras
Dermatol. 2012;87(6):8337
10. Sasseville D. Occupational Contact Dermatitis. Allergy, Asthma, and Clinical
Immunology. 2008;4(2):59-65
11. Keefner, D.M., dan Curry, C.E., 2004, Contact Dermatitis dalam Handbook of
Nonprescription Drug, 12th edition, APHA, Washington D.C.
12. Akan A, Toyran M, Erkocoglu M, Kaya A, Kocabas CN. The prevalence of
Allergic Contact Sensitization of Practicing and Student Nurses. International
Journal of Occupational and Environmental medicine. 2012;3(1):10-8

56

13. Shimizu H. Shimizus Textbook of Dermatology. Hokkaido: Hokkaido


University Press; 2007. Chapter 3, Immunology of the skin; P.39-47
14. Rustemeyer T, Hoogstraten IM, Blomberg BM, Scheper RJ. Mechanisms in
Allergic Contact Dermatitis. In: Contact dermatitis. 4th ed. Berlin. SpringerVerlag Berlin Heidelberg; 2006. P.11-33
15. Usatine R, Riojas M. Diagnosis and management of contact dermatitis. Am
Fam Physician. 2010:1-5.
16. Sudewi NP, Kurniati N, Suyoko EMD, Munasir Z, Akib AAP, et al. Berbagai
Teknik Pemeriksaan Untuk Menegakkan Diagnosis Penyakit Alergi. Sari
Pediatri. 2009;11(3):174-8
17. Rustemeyer T, Hoogstraten IM, Blomberg BM, Scheper RJ. Mechanisms in
Allergic Contact Dermatitis. In: Contact dermatitis. 4th ed. Berlin. SpringerVerlag Berlin Heidelberg; 2006. P.11-33
18. Wahleberg JE, Lindberg M. Patch Testing. In: Contact dermatitis. 4th ed.
Berlin. Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2006. P.11-33
19. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI. 2014.
20. Craig K, Susan E. What Is The Best Duration Of Steroid Theraphy For
Contact Dermatitis.The Journal of Family Practice. 2006; 55(2): 166-7

LAMPIRAN DOKUMENTASI

57

Ruang Tamu
Kamar Tidur

Kondisi WC

Daerah menuju dapur rumah


Dapur

Tempat cuci piring & baju

58

Gambar 11. Kondisi Rumah Pasien

59

Anda mungkin juga menyukai