Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup
dan berkembang biak dalam sel darah manusia. Penyakit ini secara alami ditularkan melalui
gigitan nyamuk anopheles betina.1
Malaria merupakan sakah satu penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan
masyarakat. Hampir 50 % penduduk beresiko terinfeksi penyakit malaria. Penyakit malaria
mengenai semua usia mulai dari bayi, balita, anak-anak, remaja, dan dewasa. Penyakit malaria
dapat ditemui hampir diseluruh dunia terutama pada negara-negara yang beriklim tropis dan
subtropis.2 Di Indonesia sendiri sekitar 35 % penduduknya tinggal di daerah yang beresiko
tertular malaria.1
Prevalensi penyakit malaria di sejumlah daerah Indonesia seperti Papua, Nusa Tenggara
Timur, Maluku Utara, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Barat, Bangka Belitung, Sumatra Selatan,
Bengkulu, dan Riau masih tinggi. Angka Annual Malaria Incidence (AMI) di luar Jawa yaitu 16
per 1000 penduduk pada tahun 1997, meningkat menjadi 31 per 1000 penduduk pada tahun 2001
dan menjadi 46,5 per 1000 penduduk pada tahun 2003. Selain angka AMI, angka Annual
Parasite Incidence (API) juga masih tinggi di daerah Jawa-Bali, yaitu 0,07 per 1000 penduduk
pada tahun 1995 menjadi 0,22 per 1000 penduduk pada tahun 2003. Upaya penanggulangan
penyakit malaria sejauh ini belum menunjukan hasil yang menggembirakan, terbukti dengan
adanya peningkatan AMI dan API setiap tahunnya. 3 Kebanyakan mereka yang meninggal karena
malaria adalah bayi, anak-anak, dan ibu hamil.4
Ibu hamil dengan malaria memiliki resiko 2x lebih besar untuk keguguran, partus
prematur, dan melahirkan bayi bblr dibandingkan dengan ibu hamil tanpa malaria. Malaria yang

terjadi pada bayi dan anak dapat menyebabkan timbulnya anemi. 1 Semuanya itu akan berdampak
pada proses tumbuh kembang anak.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. I Definisi
Malaria merupakan infeksi akut hingga kronik yang disebabkan oleh satu atau lebih
spesies plasmodium, ditandai dengan panas tinggi bersifat intermitten, anemia, dan
hepatosplenomegali.4,5
II.II Etiologi
Malaria disebabkan oleh protozoa intraseluler yang masuk dalam genus Plasmodium.
Plasmodium ini ditransmisikan kepada manusia melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Pada
manusia, plasmodium ini akan hidup dan berkembang dalam sel darah merah.1,4,5,6
Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus plasmodium. Pada manusia plasmodium
terdiri dari 4 spesies, yaitu Plasmodium falcifarum, Plasmodium vivax, Plasmodium malariae
dan Plasmodium ovale. Plasmodium falcifarum merupakan penyebab infeksi berat dan dapat
menimbulkan

kematian.

Keempat

spesies

plasmodium

yang

terdapat

di

Indonesia

yaitu Plasmodium falcifarum yang menyebabkan malaria tropika, Plasmodium vivax yang
menyebabkan malaria tertiana, Plasmodium malariae yang menyebabkan malaria kuartana
dan Plasmodium ovale yang menyebabkan malaria ovale. Malaria dapat ditularkan melalui dua
cara yaitu cara alamiah (melalui gigitan nyamuk Anopheles) dan bukan alamiah yang terdiri dari
malaria bawaan (kongenital) yang disebabkan oleh infeksi dari ibu kepada bayi yang di
kandungnya serta penularan secara mekanik terjadi melalui transfusi darah dan jarum suntik.7

Jenis plasmodium yang paling banyak ditemukan di Indonesia adalah P. falciparum dan P.
vivax sedangkan P. Malariae dapat ditemukan di beberapa provinsi antara lain : Lampung, NTT
dan Papua. P. ovale pernah ditemukan di NTT dan Papua.1
II.III Epidemiologi
Malaria merupakan penyakit endemis di daerah tropis maupun subtropis dan menyerang
negara dengan penduduk padat. Pada negara yang beriklim dingin sudah tidak ditemukan lagi
daerah endemik malaria. Namun demikian, malaria masih merupakan persoalan kesehatan yang
besar di daerah tropis dan sub tropis seperti di Brasil, Asia Tenggara dan seluruh sub-tropis
Afrika.8 Plasmodium vivax tersebar di daerah tropis dan subtropis dan beriklim panas seperti
daerah Timur Tengah, Iran, Pakistan, Bangladesh, India, Sri Langka, Myanmar, Thailand,
Malaysia, Indonesia, Amerika Tengah dan Amerika Selatan, Afrika bagian tengah dan
timur. Plasmodium falciparum umumnya terdapat di daerah beriklim panas dan lembab. Di
daerah barat yang beriklim tropis, Afrika Tengah dan beberapa daerah di Afrika Timur, di
beberapa daerah di Timur Tengah, India bagian Utara, Tengah dan Selatan. Beberapa daerah di
Bangladesh, Pakistan, Myanmar, Thailand, Laos, Malaysia dan Indonesia. Plasmodium malaria
terdapat terutama di daerah tropis Afrika, Amerika Selatan, India, Sri Langka, dan Malaysia.9
Menurut survei kesehatan rumah tangga tahun 2001, terdapat 15 juta kasus malaria
dengan 38.000 kematian setiap tahunnya. Diperkirakan 35% penduduk Indonesia tinggal di
daerah yang beresiko tertular malaria. Dari 484 Kabupaten/Kota yang ada di Indonesia, 338
Kabupaten/Kota merupakan wilayah endemis malaria.1
Di Indonesia, malaria ditemukan hampir di semua wilayah. Pada tahun 1996 ditemukan
kasus malaria di Jawa-Bali dengan jumlah penderita sebanyak 2.341.401 orang, menurut laporan
di provinsi Jawa Tengah 1999, Annual Paracitic index (API) sebanyak 0,35 sebagian besar

disebabkan oleh Plasmodium falcifarum dan Plasmodium vivax. Angka prevalensi malaria di
provinsi Jawa Tengah terus menurun dari tahun ke tahun mulai dari 0,51 pada tahun 2003,
menurun menjadi 0,15 dan berkurang lagi menjadi 0,07 pada tahun 2005.8
Di Indonesia, berdasarkan survei kesehatan Indonesia tahun 2011, jumlah penduduk
populasi beresiko malaria adalah sebanyak 146.978.014 jiwa, dan yang terdiagnosis secara klinis
sebesar 1.321.451 jiwa, dengan annual parasite incidence sebesar 1,7. NTT sendiri memiliki
jumlah populasi beresiko sebesar 4.708.982 jiwa, dan yang terdiagnosis secara klinis sebanyak
233.717 jiwa dengan angka annual parasite incidence sebesar 14,8.10
Prevalensi malaria di NTT menurut RISKESDAS tahun 2007 sebesar 14,9% dengan 4
kabupaten dengan prevalensi tertinggi yaitu Sumba barat Lembata, Sumba Timur dan Manggarai
barat.11

II.IV Siklus Hidup Plasmodium


Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu manusia dan
nyamuk anopheles betina.1
a. Siklus pada manusia
Dalam tubuh manusia, parasit berkembang secara aseksual (skizogoni).10 Pada
waktu nyamuk anopheles infektif menghisap darah manusia, sporozoit yang berada di
kelenjar liur nyamuk akan masuk kedalam peredaran darah selama kurang lebih jam.
Kemudian, sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan akan menjadi tropozoit hati yang
kemudian akan berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000-30.000 merozoit
hati. Siklus ini disebut siklus ekso-eritrosit yang berlangsung selama kurang lebih 2
minggu.1
Pada Plasmodium vivax dan plasmodium ovale sebagian tropozoit hati tidak
langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman yang
disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal didalam sel hati selama berbulanbulan sampai bertahun-tahun. Pada suatu saat, bila imunitas tubuh menurun, karna
menjadi aktif kembali sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh).1
Skizon hati akan pecah dan berubah menjadi merozoit. Merozoit akan masuk ke
dalam peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah. Didalam sel darah merah,
parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon. Proses perkembangan
aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi (skizon) pecah dan
merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus ini disebut siklus

eritrositer. Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang menginfeksi sel
darah merah dan membentuk stadium seksual (gametosit jantan dan betina).1
b. Siklus pada nyamuk anopheles betina
Dalam tubuh nyamuk, parasit berkembang secara seksual (sporogoni).11 Apabila
nyamuk anopheles betina menghisap darah yang mengandung gametosit, didalam tubuh
nyamuk, gamet jantan dan betina melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot
berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Pada
dinding luar lambung nyamuk,ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi
dporozoi. Sporozoit ini bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.1
Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai timbulnya
gejala klinis yang ditandai dengan demam. Masa inkubasi bervariasi tergantung spesies
plasmodium. Masa prapaten adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai parasit
dapat dideteksi dalam darah dengan pemeriksaan mikroskopik.1
Tabel I. Masa Inkubasi Penyakit Malaria
Plasmodium
P. falciparum
P. vivax
P. ovale
P. malariae

Masa Inkubasi (hari)


9-14 (12)
12-17 (15)
16-18 (17)
18-40 (28)

Gambar I. Siklus Hidup Plasmodium

Sumber : Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Depkes RI. Tahun 2008

II.V Patogenesis
Demam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah yang mengeluarkan
bermacam-macam antigen. Antigen ini akan merangsang sel-sel makrofat, monosit, atau limfosit
yang mengeluarkan berbagai macam sitokin antara lain TNF (tumor nekrosis factor). TNF akan
dibawa aliran darah ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu sehingga terjadi
demam. Proses skizogoni pada ke empat plasmodium memerlukan waktu yang berbeda-beda, P.

falciparum memerluka waktu 36-48 jam, P. vivax / ovale selang waktu satu hari, dan P. malariae
demam timbul selang waktu 2 hari.1,4
Anemia terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi maupun yang tidak
terinfeksi. P. falciparum menginfeksi semua jenis sel darah merah, sehingga anemia dapat terjadi
pada infeksi akut maupun kronis. P. vivax dan P. ovale hanya menginfeksi sel darah merah muda
yang jumlahnya hanya 2 % dari seluruh jumlah sel darah merah, sedangkan P. malariae
menginfeksi sel darah merah yang tua yang jumlahnya hanya 1 % dari jumlah sel darah merah.
Oleh karena itu anemia yang disebabkan oleh P. vivax, P. ovale, dan P. malariae umumnya
anemia terjadi pada keadaan kronis.1,4
Pembesaran limpa atau splenomegali terjadi karena ada penghancuran plasmodium oleh
sel-sel makrofag dan limfosit pada limpa yang merupakan organ retikuloendotelial. Penambahan
sel-sel radang ini akan menyebabkan ukuran limpa akan semakin membesar.1,4 Malaria berat
akibat P. falciparum mempunyai pathogenesis yang khusus. Eritrosit yang terinfeksi P.
falciparum akan mengalami proses sekuestrasi yaitu tersebarnya eritrosit yang berparasit ke
pembuluh kapiler alat dalam tubuh. Selain itu pada permukaan eritrosit yang terinfeksi akan
membentuk knob yang berisi berbagai antigen P. falciparum. Pada saat terjadi proses sito
adherensi knob tersebut akan berikatan dengan reseptor sel endotel kapiler. Akibat dari proses ini
terjadilah obstruksi dalam pembuluh darah kapiler sehingga menyebabkan terjadinya iskemik
jaringan. Terjadinya sumbatan ini juga didukung oleh proses terbentuknya rosette yaitu
bergerombolnya sel darah merah yang berparasit dengan sel darah merah lainnya. Pada proses
sito adherensi ini diduga terjadi proses imunologik yaitu terbentuknya mediator-mediator antara
lain sitokin (TNF, interleukin), dimana mediator tersebut mempunyai peranan dalam gangguan
fungsi pada jaringan tertentu.1,4

II.VI Penularan Malaria


Malaria dapat ditularkan melalui (1) alamiah (natural infection) melalui gigitan nyamuk
anophelles, (2) penularan bukan alamiah yaitu malaria bawaan (congenital) dan penularan secara
mekanik melalui transfusi darah atau jarum suntik. Sumber infeksi adalah orang yang sakit
malaria baik dengan gejala maupun tanpa gejala klinis.1,12

II.VII Manifestasi Klinik


Pada anak dan dewasa, selama masa inkubasi biasanya asimtomatik. Masa inkubasi P.
falciparum 9-14 hari, P. vivax 12-17 hari, P. ovale 16-18 hari, P. malariae 18-40 hari. Fase
prodromal berlangsung selama 2-3 hari. Pada fase ini biasanya parasit belum terdeteksi dalam
darah. Gejala yang muncul pada fase prodromal antara lain sakit kepala, lemah, anoreksia,
mialgia, demam, nyeri dada, nyeri perut ataupun nyeri sendi.4
Gejala klasik dari malaria adalah demam yang paroksismal. Serangan demam yang khas
terdiri dari 3 stadium yaitu stadium menggigil, stadium demam dan stadium berkeringat yang
biasanya suhu akan turun. 4,5,12
Pada anak, gambaran klinis yang timbulkan berbeda dengan orang dewasa. Pada anak
usia kurang dari 2 bulan terutama anak yang non-imun, gejala yang ditimbulkan adalah demam
lebih dari 400C disertai sakit kepala, mengantuk anoreksia, mual, muntah, diare, pucat, sianosis,
splenomegali hepatomegali, anemia, trombositopenia, serta leukosit yang normal atau sedikit
rendah.4
Pada anak dengan kekabalan parsial, gejalanya dapat berupa demam ringan, anemia,
nafsu makan menurun, kadang malaise, mudah lelah, batuk dan diare. Di daerah endemis,

malaria anak yang berusia lebih dari 5 tahun pernah mengalami serangan berulang malaria dan
mereka yang bertahan hidup akan membentuk imunitas parsial. Pada saat remaja dan dewasa
mereka akan mengalami parasitemia asimptomatis, yaitu adanya plasmodium dalam darah tanpa
manifestasi klinis malaria 13
Kekambuhan dalam malaria ada 2 yaitu (1) rekrudensi / short term relaps : timbul
karrena parasit malaria dalam eritrosit menjadi banyak. Timbul beberapa minggu setelah
penyakit sembuh dan (2) rekuren / long term relaps : karena parasit siklus eksoeritrosit masuk ke
dalam darah dan menjadi banyak. Biasanya timbul kira-kira 6 bulan setelah penyakit sembuh.12
Malaria congenital didapat dari ibu baik prenatal dan perinatal. Di Negara tropis, malaria
congenital merupakan penyebab terjadinya keguguran, bayi lahir mati, premature, pertumbuhan
janin terhambat, dan kematian. Biasanya, tanda dan gejala malaria congenital mulai terlihat
dalam 10-30 hari kehidupan (rata-rata mencapai 14 hari sampai beberapa bulan kehidupan).
Tanda dan gejala yang muncul antara lain demam, gelisah, mengantuk, pucat, ikterus, malas
makan, muntah, diare, sianosis, dan hepatosplenomegali.4

II.VII Diagnosis Malaria


A. Anamnesis 5
1. Pasien berasal dari daerah endemis malaria atau riwayat bepergian ke daerah endemis
malaria
2. Lemah, nausea, muntah tidak ada nafsu makan, nyeri punggung, nyeri daerah perut,
pucat, mialgia, dan artralgia

3. Malaria infeksi tunggal pada pasien non imun terdiri atas beberapa serangan demam
dengan interval tertentu (paroksisme), diselingi periode bebas demam. Sebelum
demam pasien merasa lemah, nyeri kepala, tidak ada nafsu makan, mual, atau muntah
4. Pada pasien dengan infeksi majemuk atau campuran (lebih dari satu jenis Plasmodium
atau infeksi berulang dari satu jenis Plasmodium), demam terus menerus (tanpa
interval)
5. Pada pejamun yang imun gejala klinis biasanya minimal
6. Periode paroksismterdiri atas stadium dingin, stadium demam, dan stadium berkeringat
7. Paroksisme jarang dijumpai pada anak, stadium dingin seringkali bermanifestasi
sebagai kejang.
B. Pemeriksaan Fisik 5
1. Pada malaria ringan

dijumpai

anemia,

muntah

atau

diare,

ikterus,

dan

hepatosplenomegali.
2. Pada malaria berat adalah malaria yang disebabkan oleh P. falciparum disertai satu
atau lebih kelainan sebagai berikut :
a)
Hiperparasitemia, bila > 5% eritrosit dihinggapi parasit
b)
Malaria serebral dengan kesadaran menurun
c)Anemia berat, kadar hemoglobin < 7 gr/dl
d)Perdarahan atau koagulasi intravascular diseminata
e)Ikterus, kadar bilirubin serum > 50 gr/dl
f)Hipoglikemi kadang-kadang akibat terapi kuinin
g)Gagal ginjal, kadar kreatinin serum> 3 gr/dl dan diuresis 400 ml/24 jam
h)Hiperpireksia
i) Edem paru
j) Syok, hipotensi, gangguan asam basa
C. Pemeriksaan Penunjang 1,5
1. Pemeriksaan dengan mikroskop
Pemeriksaan sediaan darah tebal digunakan untuk melihat ada tidaknya parasit
dalam darah, sediaan darah tipis, dipakai untuk mengidentifikasi spesies Plasmodium
dan stadium plasmodium
Untuk penderita tersangka malaria berat perlu memperhatikan hal-hal sebagai
berikut : (1) bila pemeriksaan sediaan darah pertama negatif, perlu diperiksa ulang
setiap 6 jam sampai 3 hari berturut-turut, (2) bila pemeriksaan sediaan darah tebal

selama 3 hari berturut-turut tidak ditemukan parasit malaria maka diagnosis malaria
disingkirkan.
2. Pemeriksaan dengan tes diagnostic cepat (rapid diagnostic test).
Pemeriksaan dengan tes diagnostic cepat (rapid diagnostic test). Tes ini sangat
bermanfaat pada unit gawat daruruat, pada saat terjadi kejadian luar biasa dan didaerah
terpencil yang tidak tersedia fasilitas lab.1
3. Pemeriksaan penunjang untuk malaria berat antara lain : 5
a) Hemoglobin dan hematokrit
b) Hitung jumlah leukosit, trombosit
c) Kimia darah ( gula darah, serum bilirubin, SGOT & SGPT, alkali fosfatase,
albumin/globulin, ureum, kreatini natrium dan kalium, analisis gas darah)
d) EKG
e) Foto Thoraks
f) Analisa Cairan Serebrospinal
g) Biakan darah dan uji serologi
h) Urinalisis

II.IX Diagnosis Banding


A. Malaria tanpa komplikasi 1
1. Demam tifoid
Demam leih dari 7 hari ditambah keluhan sakit kepala, sakit perut, lidah kotor,
bradikardia relatif, leucopenia, limfositosit, uji widal positf.
2. Demam dengue
Demam tinggi terus menerus selama 2-7 hari disertai keluhan sakit kepala, nyeri
tulang, nyeri ulu hati, sering muntah, uji turniket positif, penurunan jumlah trombosit
dan peninggian hemoglobin dan hematokrit.
3. Leptospirosis ringan
Demam tinggi, byeri kepala, mialgia, nyeri perut, mual, muntah, kemerahan pada
konjungtiva bola mata nyeri gastronekmius.

4. Infeksi virus akut lainnya


B. Malaria berat atau malaria dengan komplikasi 1
b. malaria berat atau malaria dengan komplikasi
1. Radang otak(meningitis/ensefalitis)
Penderita demam dengan riwayat nyeri kepala yang progresif, hilangnya kesadaran,
kaku kuduk, kejang, dan gangguan neurologis lainnya.
2. Tifoid enselopati
Demam tifoid ditandai dengan penurunan kesadaran dan tanda demam tifoid lainnya.
3. Hepatitis
Prodromal hepatitis (demam, mual, muntah, nyeri pada hepar, tidak bisa makan,
diikuti timbulnya ikterus tanpa demam), mata atau kulit kuning, urin seperti air the.
Kadar SGOT dan SGPT meningkat > 5x.
4. Leptospirosis berat
Demam dengan ikterus, nyeri pada gastronekmius, nyeri tulang, faktor resiko gagal
ginjal, leukositosis, gagal ginjal dan sembuh dengan pemberian antibiotika.
5. GNA
Gagal ginjal akut akibat malaria umumnya memberikan respon terhadap pengobatan
malaria secara dini dan adekuat
6. Sepsis
Demam dengan fokal infeksi yang jelas, penurunan kesadaran, gangguan sirkulasi,
leukositosis dengan granula toksik yang didukung hasil biakan mikrobiologi.
7. Demam berdarah dengue atau dengue shock syndrome
Demam tinggi terus menerus selama 2-7 hari, disertai syok atau tanpa syok dengan
keluhan sakit kepala, nyeri tulang, nyeri ulu hati, manifestasi perdarahan, sering
muntah, uji turniket positif trombositopenia, dan peninggian hemoglobin dan
hematokrit.

II.X Komplikasi

1. Malaria serebral terjadi karena adanya

berbagai mekanisme seperti gangguan

metabolism di otak, peningkatan asam laktat, peningkatan sitokin darah, sekuestrasi


dan rosetting. 1
2. Anemia Berat
Merupakan keadaan dimana kadar hemoglobin < 5 gr/dl atau hematokrit < 15 %
dengan parasit > 100.000 / ul. Anemia berat sering menyebabkan distress pernapasan
yang dapat mengakibatkan kematian. 1
3. Hipoglikemi
Suatu keadaan dimana kadar gula darah sewaktu

40 mg%. sering terjadi pada

penderita malaria berat terutama anak usia < 3 tahun. Penyebab lain hipoglikemi
diduga karena terjadi peningkatan uptake glukosa oleh parasit malaria.1
4. Kolaps sirkulasi, syok hipovolemik, hipotensi
Keadaan ini terjadi pada penderita malaria yang disertai dehidrasi dengan hipovelemia,
diare dan peripheral circulatory failure, pendarahn massif saluran cerna, rupture limpa,
sepsis.

5. Gagal Ginjal Akut


Terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan berkurangnya aliran darah ke
ginjal sehingga terjadi iskemik dengan terganggunya mikrosirkulasi ginjal yang
menurunkan filtrasi glomerulus
6. Pendarahan dan gangguan pembekuan darah (koagulopati)
Jarang ditemukan pada kasus malaria di daerah endemis pada daerah tropis. Keadaan
ini sering terjadi pada penderita non imun. Biasanya disebabkan trombositopenia berat

dengan manifestasi penrdarahan pada kulit. Gangguan koagulasi intravascular dapat


terjadi.
7. Blackwater fever
Hemoglobinuria disebabkan karena hemolisis massif intravaskuler pada infeksi berat.
Keadaan in tidak berhubungan dengan disfungsi renal. Blackwater fever bersifat
sementara tetapi I dapat menjadi gagal ginjal akut pada kasus berat.
8. Hiperparasitemia
Ditemukan pada penderita non imun dengan densitas parasit > 5% dan adanya skizon.
Resiko terjadinya multiple organ failure meingkat pada penderita hiperparasitemia.
Didaerah endemic tinggi anak-anak yang imun (densitas 20-30%) dapat mentoleransi
keadaan tersebut sehingga tanpa gejala
9. Edema paru
disebabkan karena adanya ards (adult distress syndrome)

dan overhidrasi akibat

pemberian cairan. ARDS dapat terjadi karena oeningkatan permeabilitas kapiler paru.
ARDS dan overload dapat terjadi bersamaan atau sendiri-sendiri
10. Distres pernapasan
komplikasi ini sering terjadi pada anak. Penyebab terbanyak adalah asidosis
metabolic. Asidosis biasa berhubungan dengan malaria serebral.

II.XI Penatalaksanaan
A. Medikamentosa
Pilihan utama : derivat artemisinin parenteral
Artesunat Intravena atau intramuskular
Artemeter Intramuskular
Artesunat parenteral direkomendasikan untuk digunakan di Rumah Sakit atau Puskesmas
perawatan, sedangkan artemeter intramuskular direkomendasikan untuk di lapangan atau

Puskesmas tanpa fasilitas perawatan. Obat ini tidak boleh diberikan pada ibu hamil
trimester 1 yang menderita malaria berat.
cara pemberian artesunat
Artesunat parenteral tersedia dalam vial yang berisi 60 mg serbuk kering asam artesunik
dan pelarut dalam ampul yang berisi 0,6 ml natrium bikarbonat 5%. Untuk membuat
larutan artesunat dengan mencampur 60 mg serbuk kering artesunik dengan larutan 0,6
ml natrium bikarbonat 5%. Kemudian ditambah larutan Dextrose 5% sebanyak 3-5 ml.
Artesunat diberikan dengan loading dose secara bolus: 2,4 mg/kgbb per-iv selama 2
menit, dan diulang setelah 12 jam dengan dosis yang sama. Selanjutnya artesunat
diberikan 2,4 mg/kgbb per-iv satu kali sehari sampai penderita mampu minum obat.
Larutan artesunat ini juga bisa diberikan secara intramuskular (i.m.) dengan dosis yang
sama. Bila penderita sudah dapat minum obat, maka pengobatan dilanjutkan dengan
regimen artesunat + amodiakuin + primakuin ( dosis pengobatan lini pertama malaria
falsiparum tanpa komplikasi) sampai hari ke-7 (dihitung sejak mulai pemberian
parenteral). Sebaiknya dikombinasikan dengan doksisiklin 2 x 100 mg/ hari selama 7 hari
untuk mencegah rekrudensi. Untuk ibu hamil/ anak-anak, doksisiklin diganti dengan
clindamycin.
Cara pemberian artemeter
Artemeter intramuskular tersedia dalam ampul yang berisi 80 mg artemeter dalam larutan
minyak Artemeter diberikan dengan loading dose: 3,2mg/kgbb intramuscular. Selanjutnya
artemeter diberikan 1,6 mg/kgbb intramuskular satu kali sehari sampai penderita mampu
minum obat. Bila penderita sudah dapat minum obat, maka pengobatan dilanjutkan
dengan regimen artesunat + amodiakuin + primakuin (dosis pengobatan lini pertama
malaria falsiparum tanpa komplikasi).
Cara pemberian kina dihidroklorida parenteral

Kina per-infus masih merupakan obat alternatif untuk malaria berat pada daerah yang
tidak tersedia derivat artemisinin parenteral, dan pada ibu hamil trimester pertama Obat
ini dikemas dalam bentuk ampul kina dihidroklorida 25%, Satu ampul berisi 500 mg /2
ml.
Dosis dan cara pemberian kina pada orang dewasa termasuk untuk ibu hamil
Kina merupakan obat anti-malaria yang sangat efektif untuk semua jenis plasmodium dan
efektif sebagai schizontocidal maupun gametocytocidal . Dipilih sebagai obat utama
untuk malaria berat karena masih berefek kuat terhadap P.falciparum yang resisten
terhadap klorokuin.dapat diberikan dengan cepat (i.v) dan cukup aman.
Cara pemberian dan dosis:
Dosis loading dengan 20 mg/kgBB Kina HCl dalam 100-200 cc cairan 5% Dextrose
( atau NaCl 0,9%) selama 4 jam, dan segera dilanjutkan dengan 10 mg/Kg BB dilarutkan
dalam 200 cc 5 % dektrose diberikan dalam waktu 4 jam, selanjutnya diberikan dengan
dosis yang sama diberikan tiap 8 jam. Apabila penderita sudah sadar, kina diberikan
peroral dengan dosis 3x 400 - 600 mg selama 7 hari dihitung dari pemberian hari I
parenteral. Dosis loading tidak dianjurkan untuk penderita yang telah mendapat kina atau
meflokuin 24 jam sebelumnya. Hati-hati pemberian pada usia lanjut.
Kina dapat diberikan secara intramuskuler bila melalui infus tidak memungkinkan. Dosis
loading 20 mg/Kg BB diberikan i.m terbagi pada 2 tempat suntikan, kemudian diikuti
dengan dosis 10 mg/Kg BB tiap 8 jam sampai penderita dapat minum per oral. Kina tidak
diberikan intra-vena (i.v) bolus karena efek toksik pada jantung dan saraf. Apabila harus
diberikan i.v caranya dengan mengencerkan dengan 30-50 ml cairan isotonis dan
diberikan i.v lambat (dengan pompa infus) selama 30 menit. Pemberian Kina dapat
diikuti dengan terjadinya hipoglikemi karenanya perlu diperiksa gula darah / 4-8 jam.
Bila pemberian sudah 48 jam dan belum ada perbaikan, dan/ atau penderita dengan
gangguan fungsi hepar/ ginjal dosis dapat diturunkan setengahnya (30-50%).

Kina dihidrokiorida pada kasus pra-rujukan:


Apabila tidak memungkinkan pemberian kina per-irifus, maka dapat diberikan kina
dihidroklorida 10 mg/kgbb intramuskular dengan masing-masing 1/2 dosis pada paha
depan kiri-kanan (jangan diberikan pada bokong) Untuk pemakaian intramuskular, kina
diencerkan dengan 5-8 cc NaCI 0,9% untuk mendapatkan konsentrasi 60-100 mg/ml.
Kina supusutoria seing digunakan di Afrika dosis 12 mg/kggBB / 12 jam atau 8 mg/ kg
BB/ 8 jam.14
B. Suportif
1. Pemberian cairan, nutrisi, dan transfuse darah
2. Pelihara keadaan nutrisi
3. Transfusi darah PRC 10 ml/kgbb atau whole blood 20 ml/kgbb apabila anemia
dengan Hb < 7,1 g/dl
4. Bila terjadi perdarahan, diberikan komponen darah yang sesuai
5. Pengobatan gangguan asam basa dan elektrolit
6. Pertahankan fungsi sirkulasi dengan baik, bila perlu pasang CVP. Dialysis
peritoneal dilakukan pada gagal ginjal.
7. Pertahankan oksigenasi jaringan, bila perlu pasang oksigen
8. Apabila terjadi gagal napas, perlu pemasangan ventilator mekanik
9. Pertahankan gula darah normal
10. Antipiretik diberikan apabila demam > 39 0C, kecuali pada riwayat kejang
demam bisa diberikan lebih awal
C. Indikasi Rawat
Semua kasus malaria berat atau dengan komplikasi harus dirawat
D. Pemantauan
Efektifitas pengobatan malaria dinilai berdasarkan respon klinis dan pemeriksaan
parasitologi.
1. Kegagalan pengobatan dini, bila penyakit berkembang menjadi: (1) malaria berat
hari ke-1,23 dan dijumpai parasitemia, atau (2) Parasitemia hari ke-3 dengan suhu
kasila > 37,50C
2. Kegagalan pengobatan lanjut, bila perkembangan penyakit pada hari ke-4 s/d 28,
secara klinis dan parasitologi : (1) adanya malaria berat setelah hari ke-3 dan
parasitemia, (2) Adanya parasitemia pada hari ke-7, 14, 21, dan 28, (3) Suhu

aksila > 37,50C tanpa ada kriteria kegaglan pengobatan dini, atau (4) Parasitemia
dan suhu aksila > 37,50C pada hari ke-4 s/d 28 tanpa ada criteria kegagalan
pengobatan dini
3. Respon klinis dan parasitologis memadai, pabila pasien sebelumnya tidak
berkembang menjadi kegagalan butir no 1 dan 2 dan tidak ada parasitemia.
II.XII Prognosis
Plasmodium falciparum merupakan yang paling berbahaya dari semua jenis malaria yang
dihubungkan dari tingkat parasitemia. Tingkat kematian bisa mencapai 30% pada bayi jika tidak
mendapat terapi yang adekuat. Malaria yang disebabkan oleh P. ovale, P. vivax dan . malariae
biasanya tingkat parasitemia < 2% karena hanya menyerang sel darah merah yang muda atau tua
saja, sedangkan P. falciparum tingkat parasitemia bisa mencapai 60% karena menyerang
semuajenis sel darah merah. P. falciparum biasanyamenimbulkan komplikasi serius.
P. vivax tidak seberat P. falciparum, namun kematian yang terjadi biasanya disebabkan
karena rupture limpa atau karena retikulositosis setelah anemia. Kekambuhan bisa terjadi apabila
pengobatan antihepatik malaria tidak diberikan.
P. malariae tidak terlalu berat dan kronik. Walaupun tingkat parasitemia kecil namun
dapat menyebabkan terjandinya penyakit kronis dan febris akut. P. ovale biasanya sama dengan
P. vivax dan P. malariae dan biasanya muncul bersamaan dengan P. falciparum.

BAB III
PENUTUP

Malaria merupakan infeksi akut hingga kronik yang disebabkan oleh satu atau lebih
spesies plasmodium, ditandai dengan panas tinggi bersifat intermitten, anemia, dan hepatosplenomegali.4,5
Malaria disebabkan oleh protozoa intracelluer yang masuk dalam genus Plasmodium.
Plasmodium ini ditransmisikan kepada manusia melalui gigitan nyamuk anopheles betina. Pada
manusia, plasmodium ini akan hidup dan berkembang dalam sel darah merah. 1,4,5,6
Malaria merupakan masalah kesehatan utama di Afrika, Asia, Oceania dan Amerika utara.
Lebih dari 40% penduduk dunia hidup pada daerah populasi tinggi malaria Prevalensi malaria di
NTT menurut RISKESDAS tahun 2007 sebesar 14,9% dengan 4 kabupaten dengan prevalensi
tertinggi yaitu Sumba barat Lembata, Sumba Timur dan Manggarai barat.10
Gejala klinis yang khas pada malaria adalah demam paroksisme yang terdiri atas stadium
dingin, stadium demam, dan stadium berkeringat.5 Untuk mendiagnosis malaria dibutuhkan
pemeriksaan laboratorium berupa apusan darah tebal dan tipis serta bisa digunakan Rapid test
diagnostic

(RDT)

unutk

kasus

emergensi.1

Penatalaksanaan

medikamentosa, suportif, dan pemantauan perawatan. 5

DAFTAR PUSTAKA

pada

malaria

meliputi

1. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman


Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia: Gebrak Malaria. Jakarta : Departemen
Kesehatan RI; 2008.
2. Direktorat PPBB Ditjen PP dan PL. Buku Saku Menuju Eliminasi Malaria. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI; 2011.
3. Soegijanto S.2009. Kumpulan Makalah Penyakit Tropis dan Infeksi di Indonesia. Jilid 7.
Surabaya; Airlangga University Press Surabaya. Hal: 2.
4. Krause PJ. Malaria (Plasmodium). Dalam: Nelson Text Book of Pediatrics. Edisi Delapan
Belas. Philadelphia: Elsevier Inc; 2008. H. 1139-41.
5. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis: Malaria. Jakarta: Ikatan
Dokter Anak Indonesia; 2010.
6. WHO, Guideline For The Treatment of Malaria. Edisi kedua. Geneva: WHO; 2010.
7. Harijanto, PN. 2007. Malaria dalam Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FK UI. Hal: 1732-37.
8. Widiyono. 2008. Penyakit Tropis, Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan
Pemberantasannya. Semarang: Erlangga. Hal. 111-15.
9. Mehta NP. Pediatric Malaria. (citied 1 Juli

2013).

Didapat

dari

http://emedicine.medscape.com/article/998942-overview#showall
10. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Data Kesehatan Indonesia Tahun 2011.
Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2012.
11. Departemen Kesehatan RI. Laporan Riskesdas 2007 Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI. 2008.
12. FK UI. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FK UI; 1997. H. 655-7
13. Nurjaya IGK. Status gizi dan kepadatan parasit malaria pada anak usia sekolah di daerah
endemis malaria (tesis). Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, 2004.
14. Harijanto, P.N. 2009. Gejala Klinis Malaria Ringan dalam Malaria: dari molekuler ke
klinis.Jakarta: EGC. Hal: 85-101, 250-56.

Anda mungkin juga menyukai