Anda di halaman 1dari 74

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit hipertensi (tekanan darah tinggi) merupakan peningkatan
tekanan darah yang dapat menimbulkan gejala yang berlanjut pada target organ,
seperti stroke untuk otak, penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah dan
untuk otot jantung 1. Di seluruh negara di dunia, tercatat hampir 1 milyar orang
atau sekitar seperempat dari populasi orang dewasa telah mengalami hipertensi2.
Menurut WHO saat ini tercatat 600 juta penderita hipertensi diseluruh dunia, dan
3 juta diantaranya meninggal dunia setiap tahunnya.WHO memperkitakan pada
tahun 2025 terjadi kenaikan kasus hipertensi sekitar 80 % dimana pada tahun
2000 dari 639 juta kasus menjadi 1,5 milyar kasus pada tahun 2025 yang terjadi di
negara berkembang termasuk Indonesia 3.

Statistik dari WHO tahun 2012 melaporkan bahwa hipertensi berisiko


tinggi menyebabkan sekitar 51 % dari kematian akibat stroke dan 45 % dari
penyakit jantung koroner. Berdasarkan data WHO dari 70 % penderita hipertensi
yang diketahui hanya 25 % yang mendapat pengobatan dan hanya 12,5 % yang
diobati dengan baik. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018 yang
diselenggarakan Kementerian Kesehatan menunjukkan prevalensi hipertensi di
Indonesia , pada penduduk umur 18 tahun ke atas di Indonesia adalah sebesar
34,1% . Banyaknya penderita hipertensi diperkirakan sebesar 15 juta penduduk,
tetapi hanya sekitar 4% yang merupakan hipertensi terkontrol.3 Hipertensi
merupakan penyebab kematian utama ketiga di Indonesia untuk semua umur
(6,8%), setelah stroke dan tuberkulosis 4.

Kepatuhan terhadap pengobatan merupakan faktor penting dalam


kesehatan lanjutan dan kesejahteraan pasien hipertensi. Kepatuhan dan ketaatan
merupakan prasyarat untuk keefektivan terapi hipertensi dan potensi terbesar
untuk perbaikan pengendalian hipertensi yang terletak dalam meningkatkan
perilaku pasien tersebut. Sedangkan, ketidakpatuhan pasien terhadap obat
2

antihipertensi adalah salah satu faktor utama kegagalan terapi. Data WHO (2011)
dari 50% penderita hipertensi yang diketahui hanya 25% yang mendapat
pengobatan dan hanya 12,5% yang diobati dengan baik. Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2018 melaporkan bahwa prevalensi hipertensi pada penduduk
umur 18 tahun keatas di Indonesia cukup tinggi yaitu mencapai 34,1% dimana
penduduk yang mengetahui dirinya menderita hipertensi hanya 7,2% dan yang
minum obat antihipertensi hanya 0,4%. Berdasarkan hasil WHO bahwa kepatuhan
pasien hipertensi dalam minum obat juga terbukti cukup buruk (53,8%) sehingga
berakibat tidak ada perbaikan yang signifikan pada hasil pengukuran tekanan
darahnya. US Department of Human & Health Sevice, 2003) dalam penelitian
yang dilakukan oleh Rohman dan kawan-kawan pada tahun 2005 di Indonesia
menunjukkan bahwa di antara pasien yang datang ke fasilitas kesehatan, hanya
39,3% yang mencapai target tekanan darah.5

Berdasarkan penelitian usia dikekompokkan menjadi < 40 tahun


(kelompok usia muda), 40-55 tahun (kelompok usia menengah), dan > 55 tahun
(kelompok lansia). Berdasarkan data demografik yang didapatkan peneliti bahwa
semakin tua usia, kepatuhan minum obat antihipertensi semakin rendah. Beberapa
penelitian justru mendapatkan sebaliknya seperti yang didapatkan oleh Krousel-
Wood et al pada penelitiannya yang melihat faktor kunci untuk mencapai kontrol
tekanan darah dan hasil klinis yang baik pada pasien hipertensi.5

Penelitian ini berlokasi di wilayah kerja Puskesmas Sukaramai Medan


yang terletak di Jalan Arief Rahman Hakim Gang Kantil Kelurahan Tegal Sari I,
Kecamatan Medan Area, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara. Ditinjau
dari letaknya Puskesmas Sukaramai Medan cukup strategis dengan luas wilayah
kerja 153,1 Ha. Secara administrasi Puskesmas Sukaramai Medan terbagi atas 4
kelurahan wilayah kerja yaitu Kelurahan Tegal Sari 1, Tegal Sari 2, Tegal Sari 3,
dan Kelurahan Pasar Merah Timur. Berdasarkan Profil Kesehatan Puskesmas
Sukaramai Medan tahun 2017, jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas
Sukaramai Medan sebanyak 38.117 jiwa.
3

Pelayanan yang terkait dengan hipertensi di Puskesmas Sukaramai


Medan yaitu Prolanis (Program Pengelolaan Penyakit Kronis) yang dilaksanakan
setiap satu minggu sekali yaitu setiap hari Rabu. Prolanis diperuntukan pada
pasien penderita penyakit kronis (termasuk hipertensi), pelaksanaan prolanis
berupa pengukuran tekanan darah, pemeriksaan darah seperti kolesterol, asam urat
dan kadar gula darah (bagi penderita Diabetes), senam, dan pemberian obat.
Walaupun terdapat program Prolanis pada Puskesmas Sukaramai,
namun target tekanan darah normal belum tercapai, meskipun prevalensi angka
penderita hipertensi di Puskesmas Sukaramai meningkat 15,8% (dari 1308 orang
pada tahun 2017 menjadi 1801 orang pada tahun 2018). Hal ini menunjukkan
tidak adanya kepatuhan pasien dalam pengobatan hipertensi. Berdasarkan uraian
diatas, peneliti merasa tertarik untuk meneliti apakah ada “Hubungan pengetahuan
dengan kepatuhan berobat pada pasien hipertensi di Puskesmas Sukaramai
Medan”. Kurangnya pengetahuan akan mempengaruhi pasien hipertensi untuk
dapat mengatasi kekambuhan atau melakukan pencegahan agar tidak terjadi
komplikasi. 7

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah pada penelitian ini adalah :
1. Bagaimana hubungan pengetahuan dengan kepatuhan berobat pada pasien
hipertensi di Puskesmas Sukaramai Medan?
2. Apakah inovasi yang dapat diberikan sehingga dapat meningkatkan
kepatuhan berobat pasien hipertensi di Puskesmas Sukaramai Medan?

1.3 Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimana hubungan pengetahuan pasien hipertensi
terhadap kepatuhan berobatnya.
1.3.2. Tujuan Khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :
4

1. Mengetahui adanya hubungan pengetahuan pasien hipertensi tentang


kepatuhan berobat berdasarkan jenis kelamin, pendidikan terakhir,
pekerjaan, lama menderita hipertensi, keikutsertaan asuransi
kesehatan, pengetahuan, dengan kepatuhan berobat pasien hipertensi.
2. Memberikan inovasi puskesmas terkait kepatuhan berobat pasien
hipertensi Puskesmas Sukaramai Medan.
1.4 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah wawasan
peneliti mengenai pengetahuan pasien hipertensi dalam hal kepatuhan berobat,
menjadi bahan untuk penyuluhan pada masyarakat, dan menambah wawasan serta
sumber pustaka bagi orang lain.
5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan
2.1.1 Definisi Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang. Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan
ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, perasa, dan peraba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga.7 Pengetahuan juga diartikan suatu
kesan yang ada dalam pikiran seseorang yang diperoleh dari panca indera yang di
miliki oleh seseorang tersebut. 9
Pengetahuan dibagi menjadi dua jenis, yaitu pengetahuan implisit dan
eksplisit. Pengetahuan implisit adalah pengetahuan yang masih tertanam dalam
bentuk pengalaman seseorang dan berisi faktor-faktor yang tidak nyata, seperti
keyakinan pribadi, perspektif, dan prinsip. Pengetahuan implisit seringkali berisi
kebiasaan maupun kebudayaan yang bahkan dapat tidak disadari, contohnya
adalah saat seseorang mengetahui bahaya merokok namun masih tetap merokok.
Pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan yang telah didokumentasikan dalam
wujud nyata, contohnya adalah seseorang yang mengetahui bahaya merokok bagi
kesehatan dan dia tidak merokok.10

2.1.2 Tingkat Pengetahuan


Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6
tingkatan, yaitu:8
1) Tahu (know)
Tahu adalah kemampuan mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya maupun mengingat kembali (recall )sesuatu yang spesifik dari
seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Mengukur
bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan,
6

menguraikan, mendefinisikan, dan menyatakan.7 Contoh dalam tahapan tahu


adalah saat seorang perawat diminta untuk menjelaskan mengenai imunisasi
campak, maka perawat dalam tahap tahu akan dapat menjelaskan beberapa hal
mengenai imunisasi campak, seperti definisi, manfaat, dan waktu pemberian yang
tepat. 10
2) Memahami (comprehension)
Memahami adalah kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang
objek yang diketahui dan dapat mengintepretasikan materi tersebut secara benar.8
Orang yang telah paham tehadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan meramalkan. Misalnya dapat
menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi.8
3) Aplikasi (application)
Aplikasi adalah kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi dapat juga diartikan
sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, dan prinsip. Misalnya dapat
menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian,
dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving)
dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.8
4) Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau objek
dalam komponen–komponen, tetapi masih di dalam suatu strukur organisasi, dan
masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan),
membedakan, memisahkan, dan mengelompokkan.8
5) Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk pada kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian–bagian di dalam suatu keseluruhan suatu yang baru.10
Sintesis dengan kata lain adalah suatu kemampuan untuk menyusun suatu
formulasi baru dari formulasi–formulasi yang telah ada. Misalnya dapat
menyusun, merencanakan, meringkaskan, dan menyesuaikan terhadap suatu teori
atau rumusan-rumusan yang telah ada .8
7

6) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.10 Penilaian didasarkan pada suatu
kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria–kriteria yang telah
ada. Misalnya dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak
yang kekuarangan gizi, dapat menanggapi terjadinya diare disuatu tempat, dapat
menafsirkan sebab–sebab mengapa ibu–ibu tidak mau ikut KB dan sebagainya 8.

2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan


Pengetahuan dapat dipengaruhi beberapa faktor, yaitu:
1) Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan di dalam dan di luar sekolah (formal maupun nonformal) dan
berlangsung seumur hidup. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka akan
semakin banyak menerima informasi dan semakin banyak pula pengetahuan yang
akan didapat .Semakin tinggi tingkat pendidikan dan pengetahuan seseorang juga
akan membuat orang tersebut semakin mudah menerima informasi tentang objek
atau yang berkaitan dengan pengetahuan.8 Namun perlu ditekankan bahwa
seseorang yang memiliki pendidikan rendah tidak berarti berpengetahuan rendah
pula, karena pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal, namun
dapat juga diperoleh dari pendidikan nonformal.10
2) Informasi
Informasi adalah sesuatu yang dapat diketahui, namun ada pula yang
menekankan bahwa informasi adalah sebagai transfer pengetahuan. Informasi
dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, yang dapat kita peroleh dari
pengamatan maupun data dari dunia sekitar kita, serta diteruskan melalui
komunikasi, pendidikan formal dan non formal. Informasi dapat mencakup data,
teks, gambar,, suara, dan kode. 10
Kurangnya informasi yang diterima akan membuat pengetahuan menjadi
kurang. Pengetahuan merupakan respon tertutup dari perilaku. Tiga unsur dalam
8

perilaku saling berkaitan, yaitu pengetahuan, sikap, dan tindakan. Kurangnya


pengetahuan membuat perilaku juga akan menjadi kurang. 10

3) Sosial, Budaya, dan Ekonomi


Kebudayaan beserta kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi
pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu. Status ekonomi
seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan
untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi seseorang akan
mempengaruhi pengetahuan seseorang. 9
4) Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu, baik
lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan akan berpengaruh pada
proses masuknya pengetahuan kepada individu yang berada dalam lingkungan
tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik yang akan direspon
sebagai pengetahuan oleh individu. 9
5) Pengalaman
Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang sebagai
akibat interaksi dengan lingkungannya. Pengalaman yang semakin banyak maka
akan memberikan lebih banyak keahlian dan keterampilan. Pengetahuan dan
keterampilan yang terus diasah dengan variasi kasus dapat menambah
pengetahuan. 12 Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali
pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi dimasa
lalu. 13
6) Usia
Usia akan mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang, semakin
bertambah usia semakin bertambah pula daya tangkap dan pola pikir seseorang,
dengan begitu pengetahuan yang diperolehnya semakin baik.10 Bertambahnya
usia seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang
diperolehnya, akan tetapi pada usia-usia tertentu mengingat atau menjelang usia
9

lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan


berkurang.13
2.2. Hipertensi
2.2.1. Definisi dan Klasifikasi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah
sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg
pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup
istirahat/tenang. Klasifikasi hipertensi terbagi menjadi: 14
1. Berdasarkan penyebab:
a. Hipertensi Primer/Hipertensi Esensial
Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik), walaupun
dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hidup seperti kurang bergerak
(inaktivitas) dan pola makan. Terjadi pada sekitar 90% penderita
hipertensi.
b. Hipertensi Sekunder/Hipertensi Non Esensial
Hipertensi yang diketahui penyebabnya.Pada sekitar 5-10% penderita
hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%,
penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu
(misalnyapil KB).
1. Berdasarkan bentuk Hipertensi
Hipertensi diastolik{diastolic hypertension}, Hipertensi campuran (sistol
dan diastol yang meninggi), Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension).
Berdasarkan JNC VII, 2003, klasifikasi tekanan darah adalah:15
1. Tekanandarah normal: tekanan sistolik< 120 mmHg dan diastolik< 80
mmHg
2. Prehipertensi: tekanan sistolik 120-139 mmHg dan diastolik 80-89
mmHg
3. Hipertensi stage 1: tekanan sistolik140-159 mmHg dan diastolik 90-99
mmHg
4. Hipertensi stage 2: tekanan sistolik lebih atau sama dengan 160 mmHg
dan diastolik lebih atau sama dengan 100 mmHg
10

Gambar 1.Prevalensi hipertensi di Indonesia14

2.2.2. Epidemiologi
Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah, prevalensi hipertensi pada
penduduk umur 18 tahun ke atas tahun 2018 di Indonesia adalah sebesar 34,1%.
Sedangkan jika dibandingkan dengan tahun 2013 terjadi peningkatan sebesar
8,3% (dari 25,8% menjadi 34,1%). Peningkatan ini bisa terjadi berbagai macam
faktor, seperti pola hidup masyarakat yang sudah tidak memerhatikan bahaya
penyakit hipertensi dan penurunan kepatuhan berobat pasien hipertensi.13
Prevalensi hipertensi berdasarkan jenis kelamin dijumpai bahwa angka
jenis kelamin perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki.14

Gambar 2.Prevalensi hipertensi menurut jenis kelamin


11

2.2.3. Faktor Risiko


Faktor risiko hipertensi adalah umur, jeniskelamin, riwayat keluarga,
genetik (faktor resiko yang tidak dapat diubah/dikontrol), kebiasaan merokok,
konsumsi garam, konsumsi lemak jenuh, penggunaan jelantah, kebiasaan
konsumsi minum-minuman beralkohol, obesitas, kurang aktifitas fisik, stres,
penggunaan estrogen.14
2.2.4. Patogenesis
Hipertensi merupakan manifestasi gangguan keseimbangan
hemodinamik sistem kardiovaskular, bisa diterangkan dengan hanya satu
mekanisme tunggal Menurut Kaplan, hipertensi banyak menyangkut faktor
genetik, lingkungan dan pusat-pusat regulasi hemodinamik. Kalau
disederhanakan, hipertensi adalah interaksi cardiac output (CO) dan total
peripheral resistence (TPR). Ada empat faktor yang mendominasi terjadinya
hipertensi:15
1. Peran volume intravaskular
2. Perankendalisarafautonomi
3. Peran renin angiotensin aldosteron (RAA)
4. Peran dinding vaskular pembuluh darah

Gambar 3.Faktor-faktor yang berpengaruh pada pengendalian tekanan darah15


12

2.2.5. Manifestasi Klinis


Dahulu, gejala klasik hipertensi dianggap termasuk sakit kepala, epistaksis
(pendarahan hidung), dan pusing. Namun kegunaan dari gejala ini telah
dipertanyakan, dari berbagai studi jarang ditemukan gejala klasik tersebut pada
pasien hipertensi. Gejala lainnya, seperti flushing, berkeringat, dan penglihatan
kabur, lebih sering dijumpai pada pasien hipertensi. Secara umum, manifestasi
klinis pasien hipertensi asimtomatik dan didiagnosis hanya dengan pengukuran
tekanan darah selama pemeriksaan fisik rutin.16
2.2.6 Diagnosis

Pemeriksaan pasien hipertensi memiliki tujuan, yaitu untuk menilai gaya


hidup dan faktor risiko kardiovaskular lainnya atau bersamaan gangguan yang
mungkin mempengaruhi prognosis dan pedoman pengobatan, untuk
mengetahui penyebab tekanan darah tinggi, untuk menilai ada atau tidaknya
kerusakan target organ dan penyakit kardiovaskular.17 Pemeriksaan pada
hipertensi menurut, terdiri atas:18

1. Riwayat penyakit
a. Lama dan klasifikasi hipertensi
b. Pola hidup
c. Faktor-faktor risiko kelainan kardiovaskular
d. Riwayat penyakit kardiovaskular
e. Gejala-gejala yang menyertai hipertensi
f. Target organ yang rusak
g. Obat-obatan yang sedang atau pernah digunakan
2. Pemeriksaan fisik
a. Tekanan darah minimal 2 kali selang dua menit
b. Periksa tekanan darah lengan kontra lateral
c. Tinggi badan dan berat badan
d. Pemeriksaan funduskopi
e. Pemeriksaan leher, jantung, abdomen dan ekstremitas
f. Refleks saraf
13

3. Pemeriksaaan laboratorium
a. Urinalisa
b. Darah: Platelet, fibrinogen
c. Biokimia: potassium, sodium, creatinin, GDS, lipid profil,
asam urat
4. Pemeriksaan tambahan
a. Foto rontgen dada
b. EKG 12 lead
c. Mikroalbuminuria
d. Ekokardiografi

Tekanan darah setiap orang sangat bervariasi. Pengukuran tunggal


yang akurat adalah awal yang baik tetapi tidak cukup: ukur tekanan darah dua
kali dan ambil rata-ratanya. Hipertensi didiagnosis jika rata-rata sekurang-
kurangnya 2 pembacaan per kunjungan diperoleh dari masing-masing 3 kali
pertemuan selama 2 sampai 4 minggu diperoleh tekanan darah sistolik ≥ 140
mmHg atau 90 mmHg untuk diastolik. Menurut JNC 7, tekanan darah normal
adalah 120/80 mmHg atau kurang. Prehipertensi bila tekanan darah 120/80 mmHg
sampai 139/89 mmHg. Hipertensi stadium 1 bila tekanan darah sistolik 140
sampai 159 mmHg atau tekanan darah diastolik 90 sampai 99 mmHg. Serta
hipertensi stadium 2 bila tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau tekanan darah
diastolik ≥ 100 mmHg.19

2.2.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan penyakit hipertensi bertujuan untuk mengendalikan angka


kesakitan dan angka kematian akibat penyakit hipertensi dengan cara seminimal
mungkin menurunkan gangguan terhadap kualitas hidup penderita. Upaya
penatalaksanaan hipertensi pada dasarnya dapat dilakukan melalui terapi non
farmakologi dan terapi farmakologi.20
14

1. Terapi Non farmakologis


Terapi non farmakologis dapat dilakukan dengan melakukan pengendalian
faktor risiko, yaitu:
a. Makan Gizi Seimbang
Modifikasi diet terbukti dapat menurunkan tekanan darah pada pasien
hipertensi. Dianjurkan untuk makan buah dan sayur 5 porsi per-hari, karena cukup
mengandung kalium yang dapat menurunkan tekanan darah sistolik (TDS) 4,4
mmHg dan tekanan darah diastolik (TDD) 2,5 mmHg. Asupan natrium
hendaknya dibatasi < 100 mmol (2g)/ hari serata dengan 5g (satu sendok teh
kecil) garam dapur, cara ini berhasil menurunkan TDS 3,7 mmHg dan TDD 2
mmHg. Bagi pasien hipertensi, asupan natrium dibatasi lebih rendah lagi, menjadi
1,5 g/hari atau 3,5-4 g gram/ hari. Walaupun tidak semua pasien hipertensi sensitif
terhadap natrium, namun pembatasan asupan natrium dapat membantu terapi
farmakologi menurunkan tekanan darah dan menurunkan risiko penyakit
kardioserebrovaskuler.20

Garam Natrium Klorida Makanan Berlemak


- Batasi garam <5 gram (1 sendok teh ) - Batasi daging berlemak, lemak susu
per hari dan minyak goreng (1,5 – 3 sendok
- Kurangi garam saat memasak makan perhari)
- Membatasi makanan olahan dan cepat - Ganti sawit/minyak kelapa dengan
saji zaitun, kedelai, jagung, lobak atau
Buah-buahan dan sayuran minyak sunflower
- 5 porsi (400-500 gram) buah-buahan - Ganti daging lainya dengan ayam
dan sayuran per hari (tanpa kulit)
Ikan
(1 porsi setara dengan 1 buah jeruk, - Makan ikan sedikitnya tiga kali
apel, mangga, pisang atau 3 sendok perminggu
makan sayur yang sudah dimasak) - Utamakan ikan berminyak seperti
tuna, makarel, salmon
Tabel 2.1 Pedoman Gizi Seimbang 20
15

b. Mengatasi Obesitas
Insiden hipertensi meningkat 54 sampai 142 % pada penderita-
penderita yang gemuk. Penerunun berat badan dalam waktu yang pendek dalam
jumlah yang cukup besar biasanya disertai dengan penurunan tekanan darah.
Hubungan erat antara obesitas dengan hipertensi telah banyak dilaporkan.
Upayakan untuk menurunkan berat badan sehingga mencapai IMT normal 18,5-
22,9 kg/m2 , lingkar pinggang < 90 cm untuk laki-laki atau < 80 cm untuk
perempuan. 20
c. Melakukan olahraga teratur
Olahraga isotonik seperti berjalan kaki, jogging, berenang dan
bersepeda berperan dalam penurunan tekanan darah. Aktivitas fisik yang cukup
dan teratur membuat jantung lebih kuat. Hal tersebut berperan pada penurunan
Total Peripher Resistance yang bermanfaat dalam menurunkan tekanan darah.
Melakukan aktifitas fisik dapat menurunkan tekanan darah sistolik sekitar 5-10
mmHg. Olahraga secara teratur juga berperan dalam menurunkan jumlah dan
dosis obat anti hipertensi. Berolahraga seperti senam aerobik atau jalan cepat
selama 30-45 menit (sejauh 3 kilometer) lima kali per-minggu, dapat
menurunkan TDS 4 mmHg dan TDD 2,5 mmHg. Berbagai cara relaksasi seperti
meditasi, yoga, atau hipnosis dapat mengontrol sistem syaraf, sehingga
menurunkan tekanan darah.20
d. Berhenti Merokok
Kebiasaan merokok merupakan faktor risiko yang tidak saja dapat
dimodifikasi melainkan dapat dihilangkan sama sekali. Merokok sangat besar
perananya dalam meningkatkan tekanan darah, hal tersebut disebabkan oleh
nikotin yang terdapat didalam rokok yang memicu hormon adrenalin yang
menyebabkan tekanan darah meningkat. Tekanan darah akan turun secara
perlahan dengan berhenti merokok. Selain itu merokok dapat menyebabkan obat
yang dikonsumsi tidakbekerja secara optimal. Tidak ada cara yang benar-benar
efektif untuk memberhentikan kebiasaan merokok. Beberapa metode yang secara
umum dicoba adalah inisiatif sendiri, menggunakan permen yang mengandung
16

nikotin, kelompok program, dan konsultasi/konseling ke klinik berhenti merokok.


20

e. Mengurangi konsumsi alkohol


Satu studi meta-analisis menunjukan bahwa kadar alkohol seberapa pun,
akan meningkatkan tekanan darah. Mengurangi alkohol pada penderita hipertensi
yang biasa minum alkohol, akan menurunkan TDS rerata 3,8 mmHG. Batasi
konsumsi alkohol untuk laki-laki maksimal 2 unit per hari dan perempuan 1 unit
per hari, jangan lebih dari 5 hari minum per minggu (1 unit = setengah gelas bir
dengan 5% alkohol, 100 ml anggur dengan 10% alkohol, 25 ml minuman 40%
alkohol).20

2.Terapi Farmakologis
a. Pola Pengobatan Hipertensi
Pengobatan hipertensi dimulai dengan obat tunggal, masa kerja yang
panjang sekali sehari dan dosis dititrasi. Obat berikutnya mungkin dapat
ditambahkan selama beberapa bulan pertama perjalanan terapi. Pemilihan obat
atau kombinasi yang cocok bergantung pada keparahan penyakit dan respon
penderita terhadap obat anti hipertensi. Obat-obat yang digunakan sebagai terapi
utama (first line therapy) adalah diuretik, Angiotensin Converting Enzyme
Inhibitor (ACE-Inhibitor), Angiotensin Reseptor Blocker (ARB), dan Calcium
Channel Blocker (CCB). Kemudian jika tekanan darah yang diinginkan belum
tercapai maka dosis obat ditingkatkan lagi, atau ganti obat lain, atau
dikombinasikan dengan 2 atau 3 jenis obat dari kelas yang berbeda, biasanya
diuretik dikombinasikan dengan ACE-Inhibitor, ARB, dan CCB.18

b. Prinsip Pemberian Obat Anti hipertensi


Menurut Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular dalam pedoman
teknis penemuan dan tataaksana hipertensi 2006 mengemukakan beberapa prinsip
pemberian obat anti hipertensi sebagai berikut:
1) Pengobatan hipertensi sekunder lebih mengutamakan pengobatan
penyebabnya.
17

2) Pengobatan hipertensi essensial ditujukan untuk menurunkan tekanan darah


dengan harapan memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya komplikasi
3) Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat anti
hipertensi
4) Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan
pengobatan seumur hidup.
5) Jika tekanan darah terkontrol maka pemberian obat antihipertensi di
Puskesmas dapat diberikan disaat kontrol dengan catatan obat yang diberikan
untuk pemakaian selama 30 hari bila tanpa keluhan baru.
6) Untuk penderita hipertensi yang baru didiagnosis (kunjungan pertama) maka
diperlukan kontrol ulang disarankan 4 kali dalam sebulan atau seminggu sekali,
apabila tekanan darah sitolik >160 mmHg atau diastolik >100 mmHg sebaiknya
diberikan terapi kombinasi setelah kunjungan kedua (dalam dua minggu)
tekanan darah tidak dapat dikontrol.18

c. Jenis obat Antihipertensi


Jenis obat Anti-hipertensi yang sering digunakan adalah sebagai berikut:
1. Diuretik
Pada awalnya obat jenis diuretik ini bekerja dengan menimbulkan
pengurangan cairan tubuh secara keseluruhan (karena itu urin akan meningkat
pada saat diuretik mulai digunakan). Selanjutnya diikuti dengan penurunan
resistansi pembuluh darah diseluruh tubuh sehingga pembuluh-pembuluh darah
tersebut menjadi lebih rileks. Diuretik terdiri dari 4 subkelas yang digunakan
sebagai terapi hipertensi yaitu tiazid, loop, penahan kalium dan antagonis
aldosteron. Diuretik terutama golongan tiazid merupakan lini pertama terapi
hipertensi. Bila dilakukan terapi kombinasi, diuretik menjadi salah satu terapi
yang direkomendasikan. 18
2. Penghambat beta (Beta Blocker)
Mekanisme kerja obat antihipertensi ini adalah melalui penurunan laju
nadi dan daya pompa jantung. Obat golongan beta blocker dapat menurunkan
risiko penyakit jantung koroner, prevensi terhadap serangan infark miokard
18

ulangan dan gagal jantung. Jenis obat ini tidak dianjurkan pada penderita asma
bronkial. Pemakaian pada penderita diabetes harus hari-hari, karena dapat
menutupi gejala hipoglikemia (dimana kadar gula darah turun menjadi sangat
rendah sehingga dapat membahayakan penderitanya). 20
3. Golongan penghambat angiotensin converting enzyme (ACE) dan
angiotensin receptor blocker (ARB)
Penghambat angiotensin converting enzyme (ACE inhibitor/ACEI)
menghambat kerja ACE sehingga perubahan angiotensin I menjadi angiotensin
II (vasokontriktor) terganggu. Sedangkan angiotensin receptor blocker (ARB)
menghalangi ikatan zat angiotensi II pada reseptornya. Baik ACEI maupun ARB
mempunyai efek vasodilatasi, sehingga meringankan beban jantung. ACEI dan
ARB diindikasikan terutama pada pasien hipertensi dengan gagal jantung,
diabetes melitus, dan penyakit ginjal kronik. Menurut penelitian ON TARGET,
efektifitas ARB sama dengan ACEI. Secara umum, ACEI dan ARB ditoleransi
dengan baik dan efek sampinya jarang. Obat-obatan yang termasuk golongan
ACEI adalah valsartan, lisinopril, dan ramipril. 20

4. Golongan Calcium Channel Blockers (CCB)


Golongan Calcium Channel Blockers (CCB) menghambat masuknya
kalsium kedalam sel pembuluh darah arteri, sehingga menyebabkan dilatasi
arteri koroner dan juga arteri perifer. Ada dua kelompok obat CCB, yaitu
dihidropyridin dan nondihidropyridin, keduanya efektif untuk pengobatan
hipertensi pada usia lanjut. Secara keseluruhan, CCB diindikasikan untuk
pasien yang memiliki faktor risiko tinggi penyakit koroner dan untuk pasien-
pasien diabetes. Calcium Channel Blockers dengan durasi kerja pendek tidak
direkomendasikan pada praktek klinis. Tinjauan sistematik menyatakan bahwa
CCB ekuivalen atau lebih inferior dibandingkan dengan obat antihipertensi
lain.20
5. Golongan antihipertensi lain
Penggunaan penyekat reseptor alfa perifer, obat-obatan yang bekerja
sentral, dan obat golongan vasodilator pada populasi lanjut usia sangat terbatas,
19

karena efek samping yang signifikan.Walaupun obat-obatan ini mempunyai


efektifitas yang cukup tinggi dalam menurunkan tekanan darah, tidak ditemukan
asosiasi antara obat-obatan tersebut dengan reduksi angka mortalitas maupun
morbiditas pasien-pasien hipertensi. 20
2.2.8 Komplikasi
Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endothel
arteri dan mempercepat atherosklerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk
rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah
besar. Hipertensi adalah faktor resiko utama untuk penyakit serebrovaskular
(stroke, transient ischemic attack), penyakit arteri koroner (infark miokard,
angina), gagal ginjal, dementia, dan atrial fibrilasi. Bila penderita hipertensi
memiliki faktor-faktor resiko kardiovaskular maka akan meningkatkan mortalitas
dan morbiditas akibat gangguan kardiovaskularnya tersebut. Menurut Studi
Framingham, pasien dengan hipertensi mempunyai peningkatan resiko yang
bermakna untuk penyakit koroner, stroke, penyakit arteri perifer, gagal ginjal, dan
gagal jantung. 21

2.3. Kepatuhan Berobat pada Pasien Hipertensi


2.3.1. Perilaku Kepatuhan dan Pengukuran Tingkat Kepatuhan
Kepatuhan terapi pada pasien hipertensi merupakan hal yang penting
untuk diperhatikan mengingat hipertensi merupakan penyakit yang tidak dapat
disembuhkan tetapi dapat dikendalikan.22 Kepatuhan adalah sebagai perilaku
untuk menaati saran-saran dokter atau prosedur dari dokter tentang penggunaan
obat, yang sebelumnya didahului oleh proses konsultasi antara pasien (dan
keluarga pasien sebagai orang kunci dalam kehidupan pasien)dengan dokter
sebagai penyedia jasa medis.23
Kepatuhan seorang pasien yang menderita hipertensi tidak hanya dilihat
berdasarkan kepatuhan dalam meminum obat antihipertensi tetapi juga dituntut
peran aktif pasien dan kesediaanya untuk memeriksakan ke dokter sesuai dengan
jadwal yang ditentukan. Keberhasilan dalam mengendalikan tekanan darah
tinggi merupakan usaha bersama antara pasien dan dokter yang menanganinya.24
20

Dimatteo, Dinicola, Thorne dan Kyngas melakukan penelitian dan mendiskusikan


bahwa ada dua faktor yang berhubungan dengan kepatuhan yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Adapun faktor internal meliputi karakter si penderita
seperti usia, sikap, nilai sosial, dan emosi yang disebabkan oleh penyakit. Adapun
faktor eksternal yaitu dampak dari pendidikan kesehatan,interaksi penderita
dengan petugas kesehatan (hubungan diantara keduanya) dan tentunya dukungan
dari keluarga, petugas kesehatan dan teman.25
Keberhasilan pengobatan pada pasien hipertensi dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu peran aktif pasien dan kesediaanya untuk memeriksakan
ke dokter sesuai dengan jadwal yang ditentukan serta kepatuhan dalam meminum
obat antihipertensi. Kepatuhan pasien dalam mengonsumsi obat dapat diukur
menggunakan berbagai metode, salah satu metode yang dapat digunakan adalah
metode MMAS-8 (ModifedMorisky Adherence Scale).26 Morisky secara khusus
membuat skala untuk mengukur kepatuhan dalam mengkonsumsi obat dengan
delapan item yang berisi pernyataan-pernyataan yang menunjukan frekuensi
kelupaan dalam minum obat, kesengajaan berhenti minum obat tanpa
sepengetahuan dokter, kemampuan untuk mengendalikan dirinya untuk tetap
minum obat.27

2.3.2. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Berobat pada


Pasien Hipertensi
1) Jenis Kelamin
Perbedaan jenis kelamin yang ditentukan secara biologis, yang secara
fisik melekat pada masing-masing jenis kelamin, laki-laki dan perempuan.24
Jenis kelamin berkaitan dengan peran kehidupan dan perilaku yang berbeda
antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Dalam hal menjaga
kesehatan, biasanya kaum perempuan lebih memperhatikan kesehatanya
dibandingkan dengan laki-laki. Perbedaan pola perilaku sakit juga dipengaruhi
oleh jenis kelamin, perempuan lebih sering mengobatkan dirinya dibandingkan
dengan laki-laki.28 Sampai dengan umur 55tahun, laki-laki lebih banyak
menderita hipertensi dibanding perempuan. Dari umur 55 s/d 74 tahun, sedikit
21

lebih banyak perempuan dibanding laki-laki yangmenderita hipertensi. Pada


populasi lansia (umur ≥ 60 tahun), prevalensi untukhipertensi sebesar 65.4 %.28
Penelitian yang dilakukan oleh Alphonce menunjukan jenis kelamin berhubungan
dengan tingkat kepatuhan pengobatan hipertensi (p=0,044).24
2) Tingkat Pendidikan Terakhir
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasanabelajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkanpotensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri,kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, diselenggarakan dalam wilayah Negara Kesatuan
RepublikIndonesia (UU RI no. 20 tahun 2003: 1). Pendidikan menuntut manusia
untuk berbuat dan mengisi kehidupanya yang dapat digunakan untuk
mendapatkan informasi sehingga meningkatkan kualitas hidup. Semakin tinggi
pendidikan seseorang, maka akan memudahkan seseorang menerima informasi
sehingga meningkatkan kualitas hidupdan menambah luas pengetahuan.
Pengetahuan yang baik akan berdampak pada penggunaan komunikasi secara
efektif.24
Menurut UU Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional
terdapat 3 tingkatan dalam proses pendidikan yaitu:
1. Tingkat pendidikan dasar yaitu tidak sekolah, pendidikan dasar
(SD/SMP/Sederajat)
2. Tingkat pendidikan menengah yaitu SMA dan sederajat
3. Tingkat pendidikan tinggi yaitu perguruan tinggi atau akademi.
Penelitian menunjukan tingkat pendidikan berhubungan dengan
tingkat kepatuhan pasien hipertensi dalam menjalani pengobatan. Responden
yang memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi sebagian besar memiliki
kepatuhan dalam menjalani pengobatan.24
3) Status Pekerjaan3
Orang yang bekerja cenderung memiliki sedikit waktu untuk
mengunjungi fasilitas kesehatan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Su-Jin
Cho pekerjaan memiliki hubungan yang signifikan dengan kepatuhan pasien
22

hipertensi dalam menjalani pengobatan (p=0,006). Dimana pasien yang bekerja


cenderung tidak patuh dalam menjalani pengobatan dibanding dengan mereka
yang tidak bekerja.
4) Lama Menderita Hipertensi
Tingkat kepatuhan penderita hipertensi di Indonesia untuk berobat dan
kontrol cukup rendah. Semakin lama seseorang menderita hipertensi maka tingkat
kepatuhanya makin rendah, hal ini disebabkan kebanyakan penderita akan merasa
bosan untuk berobat.30 Penelitian menunjukan ada hubungan yang signifikan
antara lama menderita hipertensi dengan ketidakpatuhan pasien penderita
hipertensi dalam menjalani pengobatan (p=0,040). Dimana semakin lama
seseorang menderita hipertensi maka cenderung untuk tidak patuh karena
merasa jenuh menjalani pengobatan atau meminum obat sedangkan tingkat
kesembuhan yang telah dicapai tidak sesuai dengan yang diharapkan.24
5) Keikutsertaan Asuransi Kesehatan
Perkembangan asuransi kesehatan di Indonesia berjalan sangat lambat
dibandingkan dengan perkembangan asuransi kesehatan dibeberapa
negaratetangga di ASEAN. Asuransi kesehatan merupakan hal yang relatif baru
bagi kebanyakan penduduk Indonesia karena istilah asuransi/jaminan kesehatan
belum menjadi perbendaharaan umum. Sangat sedikit orang Indonesia yang
mempunyai asuransi kesehatan. Salah satu penyebabnya adalah, karena asuransi
masih dianggap sebagai barang mewah. Selain itu penduduk Indonesia pada
umumnya merupakan risk taker untuk kesehatan dan kematian, sakit dan mati
dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang religius merupakan takdir Tuhan
dan karena banyak anggapan yang tumbuh dikalangan masyarakat Indonesia
bahwa membeli asuransi sama dengan menentang takdir.31
Berdasarkan Global Medical Trends Survey Report 2011 dari Towers
Watson, biaya pengobatan di Indonesia telah meningkat 10 hingga 14 persen
dalam tiga tahun terakhir. Saat ini dikalangan masyarakat ada berbagai macam
cara yang digunakan untuk melakukan pembayaran pengobatan, ada yang dibayar
langsung oleh pasien ataupun dibayar secara tidak langsung oleh penyelenggara
jaminan pembiayaan kesehatan. Ketersediaan atau keikutsertaan asuransi
23

kesehatan berperan sebagai faktor kepatuhan berobat pasien, dengan adanya


asuransi kesehatan didapatkan kemudahan dari segi pembiayaan sehingga lebih
patuh dibandingkan dengan yang tidak memiliki asuransi kesehatan.24
6) Tingkat Pengetahuan Tentang Hipertensi 24
Pengetahuan adalah hasil penginderaan, atau hasil tahu seseorang
terhadapobjek melalui indera yang dimilikinya ( mata, hidung, telinga, dan
sebagainya). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau
tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat
pengetahuan yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintetis, evaluasi. Penelitian
menunjukanpengetahuan berhubungandengan tingkat kepatuhan pengobatan
penderita hipertensi (p=0,002). Semakinbaik pengetahuan seseorang, maka
kesadaran untuk berobat ke pelayanankesehatan juga semakin baik.
Pengetahuan tentang tatacara memelihara kesehatan meliputi:
a. Pengetahuan tentang penyakit menular dan tidak menular (jenis penyakit dan
tanda-tandanya, cara penularanya, cara pencegahanya, cara mengatasi
ataumenangani sementara)
b. Pengetahuan tentang faktor-faktor yang terkait dan/atau
mempengaruhikesehatan antara lain: gizi makanan, sarana air bersih, pembuangan
air limbah, pembuangan kotoran manusia, pembuangan sampah, perumahan sehat,
polusi udara, dan sebagainya.
c. Pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatanyang profesional maupun
tradisional.
d. Pengetahuan untuk menghindari kecelakaan baik kecelakaan rumah tangga,
maupun kecelakaan lalu lintas, dan tempat-tempat umum.
7) Keterjangkauan Akses ke Pelayanan Kesehatan
Perilaku dan usaha yang dilakukan dalam menghadapi kondisi sakit, salah
satu alasan untuk tidak bertindak adalah karena fasilitas kesehatan yang jauh
jaraknya. Akses pelayanan kesehatan merupakan tersedianya sarana kesehatan
(seperti rumah sakit, klinik, puskesmas), tersedianya tenagakesehatan, dan
tersedianya obat-obatan.30 Pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan
kesehatan yang dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat. Akses pelayanan
24

kesehatan dapat dilihat dari sumber daya dan karakteristik pengguna pelayanan
kesehatan. Keterjangkauan akses yang dimaksud dalam penelitian ini dilihat dari
segi jarak, waktu tempuh dan kemudahan transportasi untuk mencapai pelayanan
kesehatan. Semakin jauh jarak rumah pasien dari tempat pelayanan kesehatan
dan sulitnya transportasi maka, akan berhubungan dengan keteraturan berobat.23
8) Dukungan Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil masyarakat. Untuk mencapai perilaku sehat
masyarakat, maka harus dimulai pada masing-masing tatanan keluarga. Dalam
teori pendidikan dikatakan, bahwa keluarga adalah tempat pesemaian manusia
sebagai anggota masyarakat. Karena itu bila persemaian itu jelek maka jelas akan
berpengaruh pada masyarakat. Agar masing-masing keluarga menjadi tempat
yang kondusif untuk tempat tumbuhnya perilaku sehat bagi anak-anak sebagai
calon anggota masyarakat, maka promosi sangat berperan. Dukungan keluarga
merupakan sikap, tindakan dan penerimaan terhadap penderita yang sakit.
Hipertensi memerlukan pengobatan seumur hidup, dukungan sosial dari orang lain
sangat diperlukan dalam menjalani pengobatanya. Dukungan dari keluarga dan
teman-teman dapat membantu seseorang dalam menjalankan program-program
kesehatan dan juga secara umum orang yang menerima penghiburan, perhatian
dan pertolongan yang mereka butuhkan dari seseorang atau kelompok
biasanya cenderung lebih mudah mengikuti nasehat medis.24
9) Peran Tenaga Kesehatan
Dukungan dari tenaga kesehatan profesional merupakan faktor lain
yang dapat mempengaruhi perilaku kepatuhan. Pelayanan yang baik dari
petugas dapat menyebabkan berperilaku positif. Perilaku petugas yang ramah
dan segera mengobati pasien tanpa menunggu lama-lama, serta penderita diberi
penjelasan tentang obat yang diberikan dan pentingnya makan obat yang
teratur.Peran serta dukungan petugas kesehatan sangatlah besar bagi penderita,
dimana petugas kesehatan adalah pengelola penderita sebab petugas adalah yang
paling sering berinteraksi, sehingga pemahaman terhadap konsisi fisik maupun
psikis menjadi lebih baik dan dapat mempengaruhi rasa percaya dan menerima
kehadiran petugas kesehatan dapat ditumbuhkan dalam diri penderita dengan baik
25

Selain itu peran petugas kesehatan (perawat) dalam pelayankesehatan dapat


berfungsi sebagai comforter atau pemberi rasa nyaman, protector,dan advocate
(pelindung dan pembela), communicator, mediator, dan rehabilitator. Peran
petugas kesehatan juga dapat berfungsi sebagai konseling kesehatan, dapat
dijadikan sebagai tempat bertanya oleh individu, keluarga, kelompok, dan
masyarakat untuk memecahkan berbagai masalah dalam bidang kesehatan yang
dihadapi oleh masyarakat.30
10) Motivasi Berobat
Motivasi berasal dari bahasa latin moreve yang berarti dorongan dari
dalam diri manusia untuk bertindak atau berperilaku (reasoning) seseorang untuk
bertindak dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Motivasi pada dasarnya
merupakan interaksi seseorang dengan situasi tertentu yang dihadapinya.
Penelitian yang dilakukan oleh Ekarini menunjukan tingkat motivasi
berhubungan dengan tingkat kepatuhan klien hipertensi dalam menjalani
pengobatan (p=0,001). Dengan adanya kebutuhan untuk sembuh maka klien
hipertensi akan terdorong untuk patuh dalam menjalani pengobatan. Motivasi
yang tinggi dapat terbentuk karena adanya hubungan antara kebutuhan, dorongan
dan tujuan. Dengan adanya kebutuhan untuk sembuh, maka klien hipertensi
akan terdorong untuk patuh dalam menjalani pengobatan, dimana tujuan ini
merupakan akhir dari siklus motivasi.31
26

BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian


Kerangka konsep yang digunakan pada penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan berobat pada pasien
hipertensi di Puskesmas Sukaramai Medan. Berdasarkan tujuan di atas maka
kerangka konsep pada penelitian ini adalah :

Variabel Bebas Variabel Terikat

Pengetahuan Kepatuhan Berobat

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

3.2 Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Cara Hasil Skala


Operasional Pengukuran Pengukuran Pengukuran Pengukuran
Pengetahuan Hasil dari tahu Kuesioner Memberi Terbaigi Ordinal
yang didapat tanda (˅) pada menjadi dua
dari proses jawaban yang kategori:
pembelajaran disetujui 1. Rendah:
dan skor ≤
pengalaman 70%
berupa 2. Tinggi:
kemampuan Skor
untuk >70%
menjawab 14
pertanyaan
kuesioner
hipertensi
dengan benar
Kepatuhan Ketaatan Kuesioner Memberi Terbaigi Ordinal
Minum Obat responden tanda (˅) pada menjadi dua
dalam jawaban yang kategori:
melakukan disetujui 1. Rendah:
pengobatan skor < 6
hipertensi 2. Tinggi:
sesuai dengan skor ≥ 6
27

ketentuan
yang
diberikan
oleh dokter.
Pengobatan
yang
dimaksud
yaitu:
Kepatuhan
konsumsi
obat diukur
dengan
metode
Modifed
Morisky
Adherence
Scale
Usia Lama waktu Kuesioner Menuliskan 1. ≤ 60 tahun Ordinal
hidup usia saat ini di 2. > 60 tahun
seseorang lembar
sejak kuesioner
dilahirkan
Jenis Identitas Kuesioner Memberi 1. Laki-laki Nominal
Kelamin sebagai laki- tanda (˅) pada 2. Perempuan
laki atau kolom jenis
perempuan kelamin di
kuesioner
Pendidikan Sekolah Kuesioner Memberi 1. Tidak Ordinal
formal yang tanda (˅) pada Sekolah
telah diikuti kolom 2. Tidak
dan telah pendidikan di tamat SD
memiliki tanda kuesioner 3. SD
bukti lulus 4. SMP
dari instansi 5. SMA
resmi yang 6. Perguruan
terkait tinggi

Pekerjaan Pekerjaan Kuesioner Memberi 1. PNS Nominal


responden tanda (˅) pada 2. Pegawai
kolom Swasta
pekerjaan di 3. Pedagang
kuesioner 4. Petani/Bur
uh
5. Tidak
Bekerja
6. Lain-lain
28

Lama Jangka waktu Kuesioner Memberi 1. ≤ 5 tahun Ordinal


menderita responden tanda (˅) pada 2. > 5 tahun
Hipertensi menderita kolom lama
hipertensi menderita
hipertensi di
kuesioner
Keikutsertaa Ada atau Kuesioner Memberi 1. Iya Nominal
n Asuransi tidaknya tanda (˅) pada 2. Tidak
Kesehatan keikutsertaan kolom
responden keikutsertaan
dalam asuransi
program kesehatan di
asuransi kuesioner
kesehatan jiwa
29

BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian kali ini adalah penelitian
analitik, dengan desain cross sectional (potong lintang), yaitu dengan melakukan
pengambilan data variabel independent(pengetahuan) dan variabel dependent
(kepatuhan berobat) secara simultan pada satu saat tanpa adanya follow up.

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian


4.2.1. Tempat Penelitian
Tempat pengambilan data penelitian dilakukan di Puskesmas Sukaramai
Medan yang beralamat di Jalan Arief Rahman Hakim Gg. Kantil No : 28, Medan
Area, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.

4.2.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilakukan pada tanggal 26 Desember 2018 – 09


Januari 2019.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian


4.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah:
1. Populasi target dari penelitian ini adalah penderita hipertensi di Kota
Medan.
2. Populasi terjangkau dari penelitian ini adalah penderita hipertensi di
Puskesmas Sukaramai Medan.
4.3.2. Sampel
Sampel penelitian adalah penderita hipertensi yang memenuhi kriteria
inklusi dan kriteria eksklusi.
30

Kriteria inklusi:
a. Pasien yang mempunyai tekanan darah tinggi (hipertensi) ketika dilakukan
pemeriksaan tekanan darah.
b. Pasien yang melakukan pengobatan di Puskesmas Sukaramai Medan.
c. Pasien mampu memahami penjelasan isi kuesioner.
Kriteria eksklusi:
a. Pasien hipertensi yang tidak menandatangani lembar informed consent.
b. Pasien hipertensi yang tidak menjawab lembar kuesioner dengan lengkap.

4.3.3. Cara Pengambilan Sampel

Pada penelitian ini cara pengambilan sampel menggunakan teknik total


sampling. Pada teknik ini semua subyek hipertensi yang datang ke Puskesmas
Sukaramai Medan dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan kedalam
penelitian.

4.3.4. Besar Sampel

Jumlah sampel adalah seluruh pasien hipertensi yang datang ke Puskesmas


Sukaramai Medan pada periode 26 Desember 2018 – 09 Januari 2019 yang
memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.

4.4. Teknik Pengumpulan Data


4.4.1. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian merupakan data primer yang
diperoleh dari hasil pengisian kuesioner oleh penderita hipertensi diwilayah kerja
Puskesmas Sukaramai Medan.
4.4.2. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner dan alat tulis.
4.4.3. Jenis Data
Jenis data yang digunakan adalah data primer yang berasal dari hasil
pengisian kuesioner.
31

4.4.4. Cara Kerja


Pengumpulan data dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada
responden untuk mengukur tingkat pengetahuan pasien dan kepatuhan berobat
pasien hipertensi. Setelah responden melengkapi kuesioer yang diberikan, maka
kuesioner tersebut akan dikumpulkan kepada peneliti. Selanjutnya, peneliti akan
memasukkan data untuk selanjutnya diolah.

4.4.5. Alur Penelitian

Jumlah populasi yang didapat

Kriteria Kriteria Inklusi


Eksklusi

Sampel

Analisis Data Kepatuhan


Tingkat
pengetahuan berobat pasien
hipertensi

Gambar 4.1. Alur Penelitian


32

4.5. Metode Analisis Data

Data penelitian yang telah dikumpulkan akan dianalisis dengan bantuan


program komputer SPSS dengan melalui proses sebagai berikut :

a. Editing, yakni data yang telah dikumpulkan diperiksa kembali


ketepatannya.
b. Coding, yakni data yang telah dikumpulkan dan telah diperiksa kembali
ketepatannya akan diberikan kode oleh peneliti sebelum dimasukkan
kedalam komputer.
c. Entry, yakni data yang telah dikumpulkan, diperiksa kebenaranna, dan
telah diberikan kode lalu dimasukkan ke program komputer untuk
dilakukan pengolahan.
d. Cleaning, yakni data yang sudah masuk ke dalam program komputer tadi
dilakukan kembali pemeriksaan dan koreksi agar tidak terjadi kesalahan
dalam pemasukan data.
e. Saving, yakni data yang telah diperiksa untuk kedua kalinya tadi akan
disimpan.
f. Analyze Data, yakni data yang telah dipastikan kebenarannya dan telah
disimpan akan dilakukan analisis dengan statistik analitik untuk menguji
hipotesis menggunakan Chi Square.

4.5.1. Analisis Univariat


Analisis Univariat digunakan untuk melihat gambaran distribusi frekuensi
demografis responden meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir,
pekerjaan, lama menderita hipertensi, keikutsertaan asuransi kesehatan, serta
variabel independen dan variabel dependen yang diteliti. Variabel independen
pada penelitian ini adalah pengetahuan, sedangkan variabel dependen adalah
kepatuhan berobat.

4.5.2. Analisis Bivariat


Analisis Bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara pengetahuan
dengan kepatuhan berobat. Uji statistik yang digunakan adalah Chi Square. Nilai
33

p < 0,05 menunjukkan hasil uji statistik yang bermakna yaitu terdapat adanya
hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Sedangkan nilai
p ≥ 0,05 menunjukkan hasil uji statistik tidak bermakna atau tidak terdapat
hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen (Sastroasmoro,
2013). Selain itu, akan ditentukan juga Prevalence Ratio (PR) jika hasil uji
statistik menunjukkan hasil yang bermakna.
34

BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum


5.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlokasi di wilayah kerja Puskesmas Sukaramai Medan
yang terletak di Jalan Arief Rahman Hakim Gang Kantil Kelurahan Tegal Sari I,
Kecamatan Medan Area, Kotamadya Medan, Provinsi Sumatera Utara. Ditinjau
dari letaknya Puskesmas Sukaramai Medan cukup strategis dengan luas wilayah
kerja 153,1 Ha. Secara administrasi Puskesmas Sukaramai Medan terbagi atas 4
kelurahan wilayah kerja yaitu Kelurahan Tegal Sari 1, Tegal Sari 2, Tegal Sari 3,
dan Kelurahan Pasar Merah Timur.
Berdasarkan Profil Kesehatan Puskesmas Sukaramai Medan tahun 2017,
jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Sukaramai Medan sebanyak 38.117
jiwa. Pelayanan yang terkait dengan hipertensi di Puskesmas Sukaramai Medan
yaitu Prolanis (Program Pengelolaan Penyakit Kronis) yang dilaksanakan setiap
satu minggu sekali yaitu setiap hari Rabu. Prolanis diperuntukan pada pasien yang
menderita penyakit kronis (termasuk hipertensi), pelaksanaan prolanis berupa
pengukuran tekanan darah, pemeriksaan darah seperti kolesterol, asam urat dan
kadar gula darah (bagi penderita Diabetes), senam, dan pemberian obat. Berikut
merupakan peta wilayah kerja Puskesmas Sukaramai Medan.

Gambar 5.1. Peta Wilayah Kerja Puskesmas Sukaramai Medan


35

5.2 Hasil Penelitian


5.2.1 Analisis Univariat
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, pengolahan data
univariat terkait variabel yang diteliti dapat dilihat sebagai berikut:

5.2.1.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin


Distribusi responden penelitian berdasarkan jenis kelamin dengan jumlah
responden sebanyak 64 orang dapat dilihat pada tabel 5.1 sebagai berikut:

Tabel 5.1 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)


Perempuan 43 67,2
Laki-laki 21 32,8
Jumlah 64 100

Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa berdasarkan jenis kelamin,


responden pada penelitian ini mayoritas berjenis kelamin perempuan.

5.2.1.2 Distribusi Responden Berdasarkan Umur


Untuk kategori umur, dari 64 orang responden, dikelompokkan menjadi
dua kategori yaitu < 60 tahun dan ≥ 60 tahun

Tabel 5.2 Distribusi Responden Menurut Umur Responden

Umur Responden Frekuensi Persentase (%)


< 60 tahun 16 25
≥ 60 tahun 48 75
Jumlah 64 100

Berdasarkan tabel 5.2 dapat dilihat bahwa berdasarkan umur, responden


pada penelitian ini mayoritas berusia ≥ 60 tahun.
36

5.2.1.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan


Distribusi berdasarkan pendidikan terakhir responden di Puskesmas
Sukaramai Medan dapat dilihat pada tabel 5.3 sebagai berikut:

Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Pendidikan Terakhir Frekuensi Persentase (%)


Tidak Sekolah 4 6,3
Tidak Tamat SD 3 4,7
Tamat SD 20 31,3
SMP 12 18,8
SMA 19 29,7
Perguruan Tinggi 6 9,4
Jumlah 64 100

Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui bahwa menurut pendidikan terakhir,


jumlah responden terbanyak adalah mereka yang tamat SD dan SMA yaitu
dengan jumlah sebanyak 20 orang (31,3%) dan 19 orang (29,7%), sedangkan yang
terendah adalah tidak tamat SD dengan frekuensi sebanyak 3 orang (4,7%).

5.2.1.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan


Distribusi berdasarkan pekerjaan responden di Puskesmas Sukaramai
Medan dapat dilihat pada tabel 5.4 sebagai berikut:

Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)


PNS 1 1,6
Pegawai Swasta 1 1,6
Pedagang 10 15,6
Petani/Buruh 1 1,6
Tidak Bekerja 44 68,8
Lain-lain 7 10,9
Jumlah 64 100
37

Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa distribusi responden menurut


pekerjaan terbanyak adalah yang tidak bekerja yaitu 44 orang (68,8%), sedangkan
yang terendah adalah responden yang bekerja sebagai PNS, Pegawai Swasta, dan
Petani/Buruh yaitu dengan jumlah yang sama sebanyak 1 orang (1,6%).

5.2.1.5 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Menderita Hipertensi


Distribusi responden menurut lama menderita hipertensi yang ditemukan
di Puskesmas Sukaramai Medan dapat dilihat pada tabel 5.5 sebagai berikut:

Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Menderita Hipertensi

Lama Menderita Frekuensi Persentase (%)


≤ 5 tahun 36 56,2
> 5 tahun 28 43,8
Jumlah 64 100

Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa mayoritas responden yang


diteliti menderita hipertensi ≤ 5 tahun yaitu sebanyak 36 pasien (56,2%),
sedangkan responden yang menderita hipertensi >5 tahun sebanyak 28 pasien
(43,8%).

5.2.1.6 Distribusi Responden Berdasarkan Keikutsertaan Asuransi Kesehatan


Distribusi responden menurut keikutsertaan asuransi kesehatan di
Puskesmas Sukaramai Medan dapat dilihat pada tabel 5.6 sebagai berikut:

Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Keikutsertaan Asuransi Kesehatan

Keikutsertaan Frekuensi Persentase (%)


Iya 64 100
Tidak 0 0
Jumlah 64 100

Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui bahwa distribusi frekuensi


responden menurut keikutsertaan asuransi kesehatan tertinggi adalah semua yang
mengikuti asuransi kesehatan yaitu sebanyak 64 pasien (100%).
38

5.2.1.7 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan


Distribusi responden menurut pengetahuan tentang hipertensi dapat dilihat
pada tabel 5.7 sebagai berikut:

Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan

Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)


Tinggi 32 50,0
Rendah 32 50,0
Jumlah 64 100

Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui bahwa terdapat perbandingan


frekuensi responden penelitian yang sama antara yang memiliki tingkat
pengetahuan yang rendah dan tinggi terhadap penyakit hipertensi,yaitu sebanyak
32 orang (50,0%)

5.2.1.8 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kepatuhan Berobat


Distribusi menurut tingkat kepatuhan berobat responden yang ditemukan
di Puskesmas Sukaramai Medan dapat dilihat pada tabel 5.8 sebagai berikut:

Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kepatuhan Berobat

Tingkat Kepatuhan Frekuensi Persentase (%)


Patuh 21 32,8
Tidak Patuh 43 67,2
Jumlah 64 100

Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui bahwa distribusi frekuensi


responden menurut tingkat kepatuhan berobat tertinggi adalah yang tidak patuh
yaitu sebanyak 43 pasien (67,2%), sedangkan yang patuh yaitu sebanyak 21
pasien (32,8%).

5.2.2 Analisis Bivariat


Analisis bivariat dilakukan terhadap data variabel yang diduga
berhubungan. Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara
39

variabel bebas dengan variabel terikat. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah
tingkat kepatuhan dalam menjalani pengobatan hipertensi di Puskesmas
Sukaramai Medan, sedangkan variabel bebasnya adalah jenis kelamin, umur,
tingkat pendidikan terakhir, pekerjaan, lama menderita hipertensi, keikutsertaan
asuransi kesehatan, dan tingkat pengetahuan tentang hipertensi.
Variabel terikat pada penelitian ini adalah tingkat kepatuhan dalam
menjalani pengobatan yang diukur dengan menggunakan metode MMAS
(Modified Moriky Adherence Scale) dengan 8 item pertanyaan dan penilaian akhir
menjadi 2 kategori dengan ketentuan: tidak patuh (skor <6) dan patuh (skor ≥ 6).

5.2.2.1 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Kepatuhan Berobat


Berdasarkan pengujian hubungan antara jenis kelamin dengan kepatuhan
dalam menjalani pengobatan menggunakan uji Chi-Square diperoleh hasil sebagai
berikut:

Tabel 5.9. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Kepatuhan Berobat


Tingkat Kepatuhan
Total
No. Jenis Kelamin Patuh Tidak Patuh p-value
f % f % f %
1. Perempuan 15 34,8 28 65,2 43 100
0,614
2. Laki-laki 6 28,5 15 71,5 21 100

Berdasarkan tabel 5.9, hasil analisis hubungan antara jenis kelamin dengan
kepatuhan dalam menjalani pengobatan hipertensi, diperoleh bahwa dari 43
responden berjenis kelamin perempuan yang tidak patuh menjalani pengobatan
hipertensi yaitu 28 responden (65,2%) dan yang patuh menjalani pengobatan
hipertensi sebanyak 15 responden (34,8%). Sedangkan dari 21 responden berjenis
kelamin laki-laki sebesar 15 responden (71,5%) dinyatakan tidak patuh dalam
menjalani pengobatan hipertensi dan 6 responden (28,5%) patuh dalam menjalani
pengobatan hipertensi. Selain itu, hasil analisis uji Chi-Square diperoleh nilai
p=0,614 (p>0,05) yang berarti bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin
40

dengan kepatuhan dalam menjalani pengobatan hipertensi di Puskesmas


Sukaramai Medan.

5.2.2.2 Hubungan antara Pendidikan dengan Berobat


Untuk dilakukannya uji chi-square yang menilai hubungan antara
pendidikan dengan kepatuhan berobat, pendidikan responden dikategorikan
menjadi dua kategori besar yaitu tinggi (perguruan tinggi dan SMA) dan rendah
(SMP, SD, tamat SD, dan tidak sekolah) Berdasarkan pengujian hubungan antara
pendidikan responden dengan kepatuhan dalam menjalani pengobatan
menggunakan uji Chi-Square diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 5.10. Hubungan antara Pendidikan dengan Kepatuhan Berobat


Tingkat Kepatuhan
Pendidikan Total
No. Patuh Tidak Patuh P value
Responden
f % F % f %
1. Tinggi 10 41,7 14 58,3 24 100
0,243
2. Rendah 11 27,5 29 72,5 40 100

Berdasarkan tabel 5.10 hasil analisis hubungan antara pendidikan


responden dengan kepatuhan dalam menjalani pengobatan hipertensi, diperoleh
bahwa dari 24 responden berpendidikan tinggi yang tidak patuh menjalani
pengobatan hipertensi yaitu 14 responden (58,3%) dan yang patuh menjalani
pengobatan hipertensi sebanyak 10 responden (41,7%). Sedangkan dari 40
responden berpendidikan rendah sebesar 29 responden (72,5%) dinyatakan tidak
patuh dalam menjalani pengobatan hipertensi dan 11 responden (27,5%) patuh
dalam menjalani pengobatan hipertensi. Selain itu, hasil analisis uji Chi-Square
diperoleh nilai p= 0,243 (p>0,05) yang berarti bahwa tidak ada hubungan antara
pendidikan responden dengan kepatuhan dalam menjalani pengobatan hipertensi
di Puskesmas Sukaramai Medan.

5.2.2.3 Hubungan antara Pekerjaan dengan Kepatuhan Berobat


41

Pekerjaan responden dikategorikan menjadi dua kategori besar yaitu


bekerja (PNS, pegawai swasta dan lain-lain) dan tidak bekerja. Berdasarkan
pengujian hubungan antara pekerjaan responden dengan kepatuhan dalam
menjalani pengobatan menggunakan uji Chi-Square diperoleh hasil sebagai
berikut:

Tabel 5.11. Hubungan antara Pekerjaan dengan Kepatuhan Berobat


Tingkat Kepatuhan
Pekerjaan Total
No. Patuh Tidak Patuh p value
Responden
f % F % f %
1. Bekerja 7 35 13 65 20 100
0,802
2. Tidak Bekerja 14 31,8 30 52 68,2 100

Berdasarkan tabel 5.11 hasil analisis hubungan antara pekerjaan responden


dengan kepatuhan dalam menjalani pengobatan hipertensi, diperoleh bahwa dari
20 responden yang bekerja yang tidak patuh menjalani pengobatan hipertensi
yaitu 13 responden (65%) dan yang patuh menjalani pengobatan hipertensi
sebanyak 7 responden (35%). Sedangkan dari 44 responden yang tidak bekerja
sebesar 30 responden (52%) dinyatakan tidak patuh dalam menjalani pengobatan
hipertensi dan 14 responden (31,8%) patuh dalam menjalani pengobatan
hipertensi. Selain itu, hasil analisis uji Chi-Square diperoleh nilai p= 0,802
(p>0,05) yang berarti bahwa tidak ada hubungan antara pekerjaan responden
dengan kepatuhan dalam menjalani pengobatan hipertensi di Puskesmas
Sukaramai Medan.

5.2.2.4 Hubungan antara Lama Menderita Hipertensi dengan Kepatuhan


Berobat
Berdasarkan pengujian hubungan antara lama menderita hipertensi dengan
kepatuhan dalam menjalani pengobatan menggunakan uji Chi-Square diperoleh
hasil sebagai berikut:
42

Tabel 5.12. Hubungan antara Lama Menderita Hipertensi dengan Kepatuhan


Berobat

Lama Tingkat Kepatuhan


Total
No. Menderita Patuh Tidak Patuh p value
Hipertensi f % f % f %
1. ≤ 5 tahun 12 33,3 24 66,7 36 100
0,920
2. > 5 tahun 9 32,1 19 67,9 28 100

Berdasarkan tabel 5.12 hasil analisis hubungan antara lama menderita


hipertensi dengan kepatuhan dalam menjalani pengobatan hipertensi, diperoleh
bahwa dari 36 responden yang menderita hipertensi ≤ 5 tahun yang patuh
menjalani pengobatan hipertensi yaitu 12 responden (33,3%) dan yang tidak patuh
menjalani pengobatan hipertensi sebanyak 24 responden (66,7%). Sedangkan dari
28 responden yang menderita hipertensi > 5 tahun sebesar 9 responden (32,1%)
dinyatakan patuh dalam menjalani pengobatan hipertensi dan 19 responden
(67,9%) tidak patuh dalam menjalani pengobatan hipertensi. Selain itu, hasil
analisis uji Chi-Square diperoleh nilai p=0,920 (p>0,05) yang berarti bahwa tidak
ada hubungan antara lama menderita hipertensi dengan kepatuhan dalam
menjalani pengobatan hipertensi di Puskesmas Sukaramai Medan.

5.2.2.5 Hubungan antara Keikutsertaan Asuransi Kesehatan dengan


Kepatuhan Berobat
Berdasarkan pengujian hubungan antara keikutsertaan asuransi kesehatan
dengan kepatuhan dalam menjalani pengobatan menggunakan uji Chi-Square
diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 5.13. Hubungan antara Keikutsertaan Asuransi Kesehatan dengan


Kepatuhan Berobat
43

Keikutsertaan Tingkat Kepatuhan


Total
No. Asuransi Patuh Tidak Patuh P value
Kesehatan f % F % F %
1. Iya 21 32,8 43 67,2 64 100
0,0
2. Tidak 0 0 0 0 0 0

Berdasarkan tabel 5.13 hasil analisis hubungan antara keikutsertaan


asuransi kesehatan dengan kepatuhan dalam menjalani pengobatan hipertensi,
diperoleh bahwa dari 64 responden yang ikut serta asuransi kesehatan yang tidak
patuh menjalani pengobatan hipertensi yaitu 43 responden (57,8%) dan yang
patuh menjalani pengobatan hipertensi sebanyak 21 responden (42,2%). Selain
itu, hasil analisis uji Chi-Square diperoleh nilai p= 0,0 (p<0,05) yang berarti
bahwa ada hubungan antara keikutsertaan asuransi kesehatan dengan kepatuhan
dalam menjalani pengobatan hipertensi di Puskesmas Sukaramai Medan.

5.2.2.6 Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Kepatuhan Berobat


Berdasarkan pengujian hubungan antara tingkat pengetahuan dengan
kepatuhan dalam menjalani pengobatan menggunakan uji Chi-Square diperoleh
hasil sebagai berikut:

Tabel 5.14. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Kepatuhan Berobat

Tingkat Kepatuhan
Tingkat Total
No. Patuh Tidak Patuh p value
Pengetahuan
f % f % f %
1. Tinggi 14 43,8 18 56,2 32 100
0,062
2. Rendah 7 21,9 25 78,1 32 100

Berdasarkan tabel 5.14 hasil analisis hubungan antara tingkat pengetahuan


dengan kepatuhan dalam menjalani pengobatan hipertensi, diperoleh bahwa dari
32 responden yang tingkat pengetahuannya tinggi yang tidak patuh menjalani
pengobatan hipertensi yaitu 18 responden (56,2%) dan yang patuh menjalani
pengobatan hipertensi sebanyak 14 responden (43,8%). Sedangkan dari 32
44

responden yang tingkat pengetahuannya rendah sebesar 25 responden (78,1%)


dinyatakan tidak patuh dalam menjalani pengobatan hipertensi dan 7 responden
(21,9%) patuh dalam menjalani pengobatan hipertensi. Selain itu, hasil analisis uji
Chi-Square diperoleh nilai p=0,062 (p>0,05) yang berarti bahwa tidak ada
hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan dalam menjalani
pengobatan hipertensi di Puskesmas Sukaramai Medan.

5.3 Pembahasan
5.3.1 Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Kepatuhan Berobat
Jenis kelamin berkaitan dengan peran kehidupan dan perilaku yang
berbeda antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Dalam hal menjaga
kesehatan, biasanya kaum perempuan lebih memperhatikan kesehatannya
dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini dikarenakan sifat-sifat dari perempuan
yang lebih memperhatikan kesehatan bagi dirinya dibandingkan laki-laki.32
Perbedaan pola perilaku sakit juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, perempuan
lebih sering mengobatkan dirinya dibandingkan dengan laki-laki, sehingga akan
lebih banyak perempuan yang datang berobat dibandingkan laki-laki.33
Berdasarkan hasil analisis bivariat menunjukkan tidak ada hubungan yang
signifikan antara jenis kelamin dengan kepatuhan dalam menjalani pengobatan
hipertensi di Puskesmas Sukaramai Medan dengan nilai p=0,614 (p>0,05). Hasil
penelitian juga menunjukan bahwa mayoritas responden adalah berjenis kelamin
perempuan yaitu sebesar 67,2% dan berjenis kelamin laki-laki sebesar 32,8%.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Saepudin dkk
(2011) yang menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin
dengan kepatuhan penggunaan obat pada pasien hipertensi dengan nilai p=0,826.
34
Hal ini dikarenakan tidak adanya perbedaan yang bermakna antara responden
perempuan yang patuh dan responden laki-laki yang patuh. Artinya baik
responden perempuan maupun laki-laki keduanya sama-sama memiliki kesadaran
untuk patuh dalam penggunaan obat hipertensi.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Alphonce (2012) bahwa
jenis kelamin berhubungan dengan kepatuhan pengobatan pasien hipertensi
45

dengan nilai p=0,044.35 Pada penelitian yang dilakukan oleh Alphonce sampel
yang digunakan adalah pasien hipertensi berusia 18 tahun keatas, sehingga
rentang usia lebih luas. Dalam penelitianya Alphonce menyebutkan bahwa
impotensi adalah efek samping obat antihipertensi yang kemungkinan
mempengaruhi kepatuhan minum obat pada responden laki-laki.

4.3.2 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kepatuhan Berobat


Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar pasien hipertensi yang
menjalani pengobatan di Puskesmas Sukaramai Medan berpendidikan rendah.
Pasien yang berobat di Puskesmas mempunyai latar belakang pendidikan yang
berbeda-beda baik pendidikan formal maupun non-formal. Dengan adanya
perbedaan tingkat pendidikan secara langsung maupun tidak langsung akan
mempengaruhi pola pikir. sudut pandang dan penerimaan pasien tcrhadap
tindakan-tindakan pengobatan yang diterimanya.
Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa tidak terdapat hubungan antara
tingkat pendidikan responden dengan kepatuhan minum obat pada pasien
hipertensi. Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Exa Puspita yang menyebutkan bahwa ada hubungan antara tingkat
pendidikan dengan kepatuhan minum obat pada pasien hipertensi.36 Penelitian
Rani menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan
semakin baik juga tingkat kepatuhannya terhadap terapi pengobatan yang
diterimanya.37 Hal ini terjadi karena masyarakat yang memiliki pendidikan lebih
tinggi cenderung memiliki pengetahuan dan wawasan yang lebih luas sehingga
lebih mudah menyerap dan menerima informasi, serta dapat berperan aktif
mengatasi masalah kesehatan dirinya maupun anggota keluarga lainnya.

5.3.3. Hubungan antara Pekerjaan dengan Kepatuhan Berobat


Pekerjaan adalah sesuatu yang harus dilakukan terutama untuk menunjang
kehidupan dan keluarga.38 Orang yang bekerja cenderung memiliki sedikit waktu
untuk mengunjungi fasilitas kesehatan sehingga akan semakin sedikit pula
ketersediaan waktu dan kesempatan untuk melakukan pengobatan.33
46

Berdasarkan hasil analisis bivariat menunjukan bahwa tidak ada hubungan


yang signifikan antara pekerjaan dengan kepatuhan dalam menjalani
pengobatan hipertensi di Puskesmas Sukaramai Medan dengan nilai p=0,802.
Hasil penelitian ini diperkuat dengan
82 penelitian yang dilakukan oleh Tisna
(2009) yang menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara pekerjaan
dengan kepatuhan pengobatan pasien hipertensi dengan nilai p=0,299.39
Bertentangan dengan hasil penelitian ini, yaitu penelitian yang dilakukan
oleh Su-Jin Cho (2014) yang menyatakan pekerjaan memiliki hubungan yang
signifikan dengan ketidakpatuhan penggunaan antihipertensi (p=0,006).40
Perbedaan hasil penelitian ini terjadi karena perbedaan jumlah sampel yang cukup
besar. Dimana dalam penelitian Su-Jin Cho mengikutsertakan 702 responden
sedangkan penelitian ini mengikutsertakan 53 responden. Selain itu
perbedaan hasil penelitian ini juga dipengaruhi oleh jenis pekerjaan serta durasi
jam kerja yang berbeda. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Su-Jin Cho
sebagian besar responden bekerja di sektor formal dan terikat oleh jam kerja,
sehingga kesempatan untuk datang ke fasilitas kesehatan menjadi terbatas,
sedangkan dalam penelitian ini mereka yang bekerja sebagian besar adalah pada
sektor non- formal seperti petani/buruh, supir, dan pedagang yang tidak terikat
jam kerja.
Berdasarkan penelitian dilapangan, ditemukan bahwa tidak ada perbedaan
kepatuhan antara responden yang bekerja maupun tidak bekerja. Tidak adanya
perbedaan ini dikarenakan sebagian besar responden yang bekerja adalah disektor
non-formal yang tidak ditentukan batasan waktu kerja, sehingga responden yang
bekerjapun tetap memiliki kesempatan83dan ketersediaan waktu yang sama dengan
responden yang tidak bekerja untuk melakukan pengobatan hipertensi yang
dijalaninya.

5.3.4 Hubungan Lama Menderita Hipertensi dengan Kepatuhan Berobat


Dari Hasil penelitian didapatkan bahwa penderita hipertensi yang berobat
di Puskesmas Sukaramai Medan lebih banyak didominasi oleh pasien yang
menderita hipertensi ≤5 tahun dengan jumlah pendeita 36 orang berbanding 28
47

orang pasien yang mengalami hipertensi > 5 tahun.. Berdasarkan hasil penelitian
ini, pasien yang telah mengalami hipertensi ≤ 5 tahun memiliki kepatuhan yang
lebih rendah, sedangkan pasien yang telah mengalami hipertensi lebih dari 5 tahun
lebih patuh dalam melaksanakan terapi pengobatan antihipertensi . Hal ini sejalan
dengan penelitan Mutmainah (2010).41 Hal tersebut dikarenakan pasien yang
mengalami hipertensi dibawah 5 tahun tidak patuh mengkonsumsi obat
antihipertensi karena apabila tekanan darah mereka telah turun, mereka
memberhentikan terapi pengobatan antihipertensi tersebut. Sehingga dalam jangka
pendek tekanan darah mereka cenderung untuk naik kembali akibat tidak rutin
terapi pengobat hipertensi. Penderita hipertensi dibawah 5 tahun tidak teratur
meminum obat akibat dari lamanya periode meminum obatnya sedangkan tingkat
kesembuhan yang telah dicapai tidak sesuai dengan yang diharapkan.

5.3.5. Hubungan antara Keikutsertaan Asuransi Kesehatan dengan


Kepatuhan Berobat
Asuransi kesehatan merupakan asuransi yang obyeknya adalah jiwa,
tujuan asuransi kesehatan adalah memperalihkan risiko biaya sakit dari
tertanggung (pemilik) kepada penanggung. Sehingga kewajiban penanggung
adalah memberikan pelayanan (biaya) perawatan kesehatan kepada tertanggung
apabila sakit (UU No.40/2014). Ketersediaan atau keikutsertaan asuransi
kesehatan berperan sebagai faktor kepatuhan berobat pasien, dengan adanya
asuransi kesehatan didapatkan kemudahan dari segi pembiayaan sehingga lebih
patuh dibandingkan dengan yang tidak memiliki asuransi kesehatan. Semakin
lama pengobatan yang harus dijalani akan semakin tinggi pula biaya pengobatan
yang harus ditanggung pasien, terutama pasien yang tidak memiliki asuransi
kesehatan. Hal ini akan menimbulkan kecenderungan ketidakpatuhan pasien
dalam pengobatan yang mereka jalani.42
Berdasarkan hasil analisis bivariat menunjukan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara keikutsertaan asuransi kesehatan dengan kepatuhan dalam
menjalani pengobatan hipertensi dengan nilai p value 0,0. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Timothy L.Lash dkk (2006) dari
48

Departement of Epidemiology Boston University dimana didapatkan banyak


pasien yang patuh melakukan pengobatan adalah mereka yang memiliki asuransi
kesehatan.
Bertentangan dengan hasil penelitian ini, yaitu penelitian yang dilakukan
oleh Su-Jin Cho (2014) yang menyatakan bahwa jenis asuransi (dengan asuransi
kesehatan dan tanpa asuransi kesehatan) berhubungan dengan ketidakpatuhan
penggunaan antihipertensi di Rumah sakit Korean medical panel. Dalam
penelitianya sebanyak 91% responden memiliki asuransi kesehatan, sedangkan
9% tidak memiliki asuransi kesehatan.40 Perbedaan hasil penelitian ini dapat
disebabkan oleh perbedaan sampel dan perbedaan sosial ekonomi negara. Di
Indonesia asuransi kesehatan merupakan hal yang relatif baru bagi kebanyakan
penduduk karena istilah asuransi/jaminan kesehatan belum menjadi
perbendaharaan umum, namun dalam penelitian Su-Jin Cho mayoritas responden
(91%) sudah memiliki asuransi kesehatan
86 dan sadar akan manfaat penggunaanya,
hal ini juga didukung dengan tingkat ekonomi serta pengetahuan masyarakat yang
lebih maju dibandingkan masyarakat di Indonesia.
Berdasarkan studi di lapangan, sistem pemberian obat yang dilakukan oleh
Puskesmas Sukaramai Medan yaitu pasien datang dengan jangka waktu
pengambilan obat 3 hari sekali baik untuk pasien yang tidak memiliki asuransi
kesehatan maupun pemilik asuransi kesehatan (BPJS).

5.3.4. Hubungan antara Pengetahuan dengan Kepatuhan Berobat


Menurut WHO (2002) pengetahuan dapat diartikan sebagai kumpulan
informasi yang dipahami, diperoleh dari proses belajar selama hidup dan dapat
dipergunakan sewaktu-waktu sebagai alat penyesuaian diri, baik terhadap diri
sendiri maupun lingkungan.43 Dapat disimpulkan dari teori tersebut bahwa
pengetahuan penderita hipertensi dapat menjadi guru yang baik bagi dirinya,
dengan pengetahuan yang dimiliki akan mempengaruhi kepatuhan penderita
hipertensi tersebut dalam menjalani pengobatan. Penderita yang mempunyai
pengetahuan tinggi cenderung lebih patuh berobat daripada penderita yang
berpengetahuan rendah.33
49

Namun, berdasarkan hasil analisis bivariat pada penelitian ini


menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan tentang hipertensi
dengan kepatuhan dalam menjalani pengobatan hipertensi (p=0,062) di
Puskesmas Sukaramai Medan. Hasil Penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan
oleh Abere Dessie Ambaw (2012) yang menunjukan bahwa pengetahuan tidak
mempunyai pengaruh terhadap penggunaan obat antihipertensi. Hal ini
dikarenakan penelitian tersebut termasuk dalam penelitian deskriptif yang dilihat
dari rangkuman data yang ada. Sedangkan penelitian ini adalah penelitian analitik
dimana diuji hingga tahap bivariat sehingga diketahui keeratan hubunganya.43
Bertentangan dengan hasil penelitian ini, penelitian yang dilakukan
Ekarini (2011) menunjukan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan
kepatuhan berobat pada pasien hipertensi dengan (p=0,002). Dalam penelitianya
Ekarini menyebutkan adanya hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan
berobat ini dikarenakan adanya upaya yang telah dilakukan oleh petugas
kesehatan diantaranya dengan mensosialisasikan pentingnya menjalani
pengobatan yang teratur bagi klien hipertensi, penyuluhan kesehatan mengenai
penyakit hipertensi, pemberian brosur tentang penyakit hipertensi. Hal ini secara
tidak langsung mampu meningkatkan pengetahuan klien hipertensi sehingga
memotivasi klien hipertensi untuk menjalani pengobatan secara teratur.44
Menurut penelitian dilapangan, ditemukan bahwa dari 67,9%
responden yang memiliki tingkat pengetahuan rendah 39,62% tidak patuh
dalam menjalani pengobatannya. Sedangkan dari 32,07% responden dengan
pengetahuan tinggi, 15,09% tidak patuh dalam menjalani pengobatannya.
89
Sehingga tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan tingkat
kepatuhan penderita hipertensi di Puskesmas Sukaramai Medan. Hal ini dapat
dikaitkan lagi dengan sistem pemberian obat antihipertensi di Puskesmas Sukaramai
Medan yang hanya diberikan untuk 3 hari sehingga mengharuskan pasien untuk
kontrol ulang setiap 3 hari, ini menyebabkan pasien terganggu pekerjaan dan
waktunya sehingga tidak datang berobat setiap 3 hari sekali. Hal inilah yang
menyebabkan tidak adanya perbedaan kepatuhan berobat antara pasien dengan
pengetahuan tinggi dan rendah di Puskesmas Sukaramai Medan.
50

BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan
kepatuhan penderita hipertensi dalam menjalani pengobatan di Puskesmas
Sukaramai Medan didapatkan hasil sebagai berikut:
1. Tidak ada hubungan antara jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, lama
menderita hipertensi, tingkat pengetahuan dengan kepatuhan berobat pada
pasien hipertensi di Puskesmas Sukaramai Medan sedangkan ada
hubungan antara keikutsertaan asuransi kesehatan dengan kepatuhan
berobat pada pasien hipertensi di Puskesmas Sukaramai Medan.
2. Inovasi yang dapat diberikan terkait kepatuhan berobat pasien hipertensi
adalah “PATEN LIMA” yaitu Patroli Tensi Lingkup Masyarakat. Inovasi
puskesmas ini memiliki mekanisme pengukuran tekanan darah pada
lingkungan masyarakat untuk memantau grafik hasil tekanan darah pada
pasien hipertensi dan pemantauan kepatuhan berobat masyarakat
berdasarkan wilayah yang terbagi menjadi 4 kelurahan Puskesmas
Sukaramai Medan. Program inovasi puskesmas ini dijalankan oleh 1
tenaga kesehatan pemegang program dan 2 orang kader pada kelurahan
masing – masing. Diharapkan dengan adanya program inovasi ini,
kepatuhan berobat pasien hipertensi Puskesmas Sukaramai Medan dapat
meningkat.

6.2 Saran
6.2.1 Bagi Penderita Hipertensi
1. Diharapkan penderita hipertensi agar teratur melakukan kontrol tekanan
darah sesuai dengan anjuran dokter sehingga dapat meminimalisir
kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi.
51

2. Diharapkan penderita hipertensi untuk menjalankan pola hidup yang sehat


seperti menghentikan kebiasaan merokok, menghindari stress dan
mematuhi diet hipertensi untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.

6.2.2 Bagi Keluarga Pasien Hipertensi


1. Bagi keluarga/kerabat terdekat penderita hipertensi diharapkan berperan
aktif untuk selalu memberikan motivasi dan dukungan kepada anggota
keluarga yang menderita hipertensi agar selalu rutin minum obat dan
senantiasa patuh dalam melakukan mengobatan ke tempat-tempat
pelayanan kesehatan.
2. Keluarga sebagai pemegang peranan penting pada penderita hipertensi
juga diharapkan dapat melakukan upaya-upaya pencegahan dan
perencanaan yang lebih baik untuk menjaga kesehatan anggota keluarga
yang lain.

6.2.3 Bagi Instansi Terkait


1. Menyediakan media berisi informasi mengenai tatalaksana hipertensi di
ruang pemeriksaan agar dapat menambah pengetahuan masyarakat
mengenai penyakit hipertensi.
2. Melakukan pendataan ulang bagi pasien hipertensi pemegang BPJS agar
bisa ikut program prolanis yang dilakukan setiap bulannya.
3. Memberikan pendidikan kesehatan kepada penderita hipertensi rawat jalan
di Puskesmas Sukaramai Medan dan pendidikan kesehatan tersebut
sebaiknya tidak hanya diberikan kepada penderita hipertensi saja, namun
juga kepada keluarga dan orang terdekat penderita hipertensi agar dapat
ikut serta mengingatkan dan memberikan motivasi pada penderita
hipertensi.

6.2.4 Bagi Peneliti Selanjutnya


1. Perlu adanya penelitian selanjutnya yang menganalisa faktor-faktor dalam
penelitian ini, dilengkapi dengan metode kualitatif atau quasi eksperimen
52

yang berkaitan dengan kepatuhan penderita hipertensi dalam menjalani


pengobatan.
2. Perlu adanya penambahan variabel lain yang berhubungan dengan
kepatuhan melakukan pengobatan hipertensi misalnya faktor penyakit
penyerta, faktor riwayat hipertensi keluarga.
53

DAFTAR PUSTAKA

1. Martha, Karnia. Panduan Cerdas Mengatasi Hipertensi.


Yogyakarta:Araska 2012
2. Sherwood, Lauralee. Human Physiology : From Cells to System.
3. Jakarta : EGC, 2001
4. World Health Organization. Hypertension, 2007
5. Depkes, Hasil Riskesdas Hipertensi. 2018
6. Sepalawan A, Gunawan S. Profil Kepatuhan Minum Obat Antihipertensi
Pada Pasien Hipertensi Di Lingkungan Universitas Tarumanagara Periode
Juli-Desember 2015 . Seminar Nasional Hasil Penerapan Penelitian dan
Pengabdian Pada Masyarakat III. 2016
7. Saputro, H. T. Hubungan tingkat pengetahuan pasien tentang hipertensi
dengan sikap kepatuhan dalam menjalankan diet Hipertensi. 2010
8. Ridwan, Muhammad. Megenal, Mencegah Megatasi Hipertensi.
Semarang: Pustaka Widyamara. 2010
9. Notoatmodjo, S. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka
Cipta. 2007
10. Mubarak, W.I., Chayatin. N., Rozikin. K., Supradi. Promosi Kesehatan:
Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar dalam Pendidikan.
Yogyakarta: Graha Ilmu. 2007
11. Budiman. & Riyanto, A. Kapita Selekta Kuesioner Pengetahuan dan Sikap
dalam Penelitian Kesehatan. Salemba Medika: Jakarta. 2007
12. Setiawan, M. B., & Kusumawati, P. D. Pengaruh Penyuluhan Kesehatan
Tentang Pengobatan Non Farmakologi Terhadap Perilaku Penderita
Hipertensi Dalam Melaksanakan Pengobatan Non Farmakologi Di
Puskesmas Sampung Kabupaten Ponorogo. 2007. Diakses pada 8
November 2015
13. Eriawan, R.D., Wantiyah., Ardiana. Hubungan Tingkat Pengetahuan
Perawat dengan Tindakan Keperawatan pada Pasien Pasca Operasi dengan
54

General Aenesthesia di Ruang Pemulihan IBS RSD dr. Soebandi Jember.


Jurnal Pustaka Kesehatan. 1(1). 2007. Diakses pada 9 November 2015
14. Hanifah. M. Hubungan Usia dan Tingkat Pendidikan dengan Pengetahuan
Wanita Usia 20-50 Tahun tentang Periksa Payudara Sendiri (SADARI).
Karya Tulis Strata Satu. Jakarta. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah. 2007 Diakses pada 8 November 2016
15. Hipertensi. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia; 2014
16. Mohani C. Hipertensi Primer. Dalam: Sudoyo A, Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi VI. Jakarta: interna Publishing; 2014
17. Lilly L. Pathophysiology of Heart Disease. 5th ed. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins; 2011
18. National Institutes of Health,. The Seventh Report of the Joint National
Committe on Prevention, Setection, Evaluation and Treatment of High
Blood Pressure. 2013. Available from:
http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/hypertension./ [Accesed 8 November
2017]
19. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman

Tatalaksana Penyakit Kardiovaskular di Indonesia; 2003

20. Cohen, L.D., Townsend, R.R.. In the Clinic Hypertension. Available from:
www.annals.org/intheclinic/. [Accesed 10 January 2019]
21. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana
Penyakit Hipertensi. Jakarta: Direktorat pengendalian penyakit tidak
menular. 2013.
22. Muchid, Abdul. Buku Saku Hipertensi:Pharmacheutical Care Untuk
Penyakit Hipertensi. Jakarta: Depkes RI Ditjen Bina Farmasi Komunitas
dan Klinik. 2006.
23. Noorfatmah Siti. Kepatuhan Pasien Yang Menderita Penyakit Kronis.
2012. Diakses tanggal 10 Januari 2019 (http://fpsi.mercubuana-
ogya.ac.id/wpcontent/ uploads/2012/06/Noor-Kepatuhan...pdf).
55

24. Palmer, Anna dan Williams, Bryan. Tekanan Darah Tinggi. Erlangga:
Jakarta. 2007.
25. Puspita, E. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan
Penderita Hipertensi Dalam Menjalani Pengobatan. Jurusaan Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri
Semarang. Semarang. 2016.
26. Niven N. Psikologi kesehatan pengantar untuk perawat profesional
kesehatan lain. EGC: Jakarta. 2002.
27. Evadewi, Putu Kenny Rani. Kepatuhan Mengonsumsi Obat Pasien
Hipertensi di Denpasar ditinjau dari Kepribadian Tipe A dan Tipe B,
Vol.1, No. 1, Mei 2013, hal 32-42.
28. Morisky, D. & Munter, P. New medication adherence scale versus
pharmacy fill rates in senior with hypertention, American Journal Of
Managed Care, Vol.15 No. (1). 2009: Hal 59-66.
29. Gama, I Ketut, I Wayan Sarmidi, IGA Harini. Faktor Penyebab
Ketidakpatuhan Kontrol Penderita Hipertensi. 2014. Diakses tanggal 8
November 2017 (http://www.poltekkes-denpasar.ac.id)
30. Thabrany, Hasbullah. Jaminan Kesehatan Nasional. Rajawali Pers:
Jakarta: 2014.
31. Mubarak W. Promosi Kesehatan : Sebuah Pengantar Proses Belajar
Mengajar Dalam pendidikan. Graha Ilmu:Yogyakarta. 2007.
32. Departemen Kesehatan RI, 2013, Pedoman Teknis Penemuan dan
Tatalaksana Penyakit Hipertensi, Jakarta: Direktorat pengendalian
penyakit tidak menular.
33. Notoatmodjo, Soekidjo, 2010, Metodologi Penelitian Kesehatan,
Rineka Cipta, Jakarta.
34. Saepudin dkk, 2011, Jurnal Farmasi Indonesia: Kepatuhan
Penggunaan Obat pada Pasien Hipertensi di Puskesmas, Vol 6, No 4,
Juli 2013, ISSN: 1412-1107, Hal 246-253.
56

35. Alphonce, Angelina, 2012, Factors Afecting Treatment Compliance


Among Hypertension Patients In Three District Hospital – Dar Es
Salaam, Disertasi: Universitas Muhimbili.
36. Puspita, E. 2016; Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan
penderita hipertensi dalam menjalani pengobatan. Semarang : Universitas
Negeri Semarang
37. Evadewi, Putu Kenny Rani. 2013 Kepatuhan Mengonsumsi Obat pasien
Hipertensi di Denpasar ditinjau dari kepribadian Tipe A dan Tipe B, Vol.1,
No.1 . Universitas Udayana : Denpasar , hal 32-42
38. A Wawan dan Dewi M, 2010, Teori dan Pengukuran Pengetahuan,
Sikap dan Perilaku Manusia, Nuha Medika, Yogyakarta
39. Tisna, Nandang, 2009, Faktor-faktor yang Berhungan dengan Tingkat
Kepatuhan Pasien dalam Minum Obat Antihipertensi di Puskesmas
Pamulang Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten Tahun 2009,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
40. Cho, Su-Jin, Jinhyun Kim, Factors Associated With Non
adherence to Antihypertensive Medication, Vol 16, Tahun 2014, Hal
461-467.
41. Mutmainah, 2010 . Hubungan antara Kepatuhan penggunaan obat dan
keberhasilan terapi pada pasien hipertensi di RSUD Surakarta Tahun 2010
42. Djuhaeni, Henni, 2007, Asuransi Kesehatan dan Managed Care,
Universitas Padjadjaran, Bandung
43. Ambaw et al, 2012, Adherence to Antihypertensive treatment and
associated factors among patients on Follow Up at University of Gondar
Hospital, Northwest Ethiopia, Vol.12, No,282, Hal 1-6
44. Ekarini, Diyah 2011, Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Tingkat Kepatuhan Klien Hipertensi dalam Menjalani Pengobatan di
Puskesmas Gondangrejo Karanganyar, diakses tanggal 11 Januari 2019,
(http://jurnal.stikeskusumahusada.ac.id)
57

LAMPIRAN 1

INFORMED CONSENT (PENJELASAN)

Salam sejahtera Bapak/Ibu,


Saya, dokter internsip Puskesmas Sukaramai Medan sedang melaksanakan
penelitian mengenai Hubungan Pengetahuan dengan Kepatuhan Berobat
pada Pasien Hipertensi di Puskesmas Sukaramai Medan. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui tentang hubungan tingkat pengetahuan penderita
hipertensi dengan kepatuhan berobat di wilayah kerja puskesmas Sukaramai
Medan. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah untuk
memberikan masukan dalam menyusun program kesehatan sehingga dapat
meningkatkan kepatuhan berobat pasien hipertensi.
Pada penelitian ini, anda akan diberikan kuesioner dengan sejumlah
pertanyaan seputar pengetahuan anda tentang hipertensi serta kepatuhan berobat
anda dalam mengkontrol penyakit hipertensi yang anda derita. Anda diminta
memberikan jawaban yang sebenarnya terkait dengan pertanyaan yang diajukan
guna mencapai tujuan penelitian ini.
Kami mengajak anda untuk ikut serta dalam penelitian ini. Partisipasi
Bapak/Ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela tanpa paksaan apapun. Penelitian
ini tidak memungut biaya apapun. Setiap data yang ada dalam penelitian akan
dirahasiakan dan digunakan hanya untuk kepentingan penelitian.
Terima kasih kami ucapkan kepada Bapak/Ibu yang telah ikut
berpartisipasi pada penelitian ini. Keikutsertaan anda akan menyumbangkan
sesuatu yang berguna bagi ilmu pengetahuan, khususnya di bidang kesehatan.
Demikian lembar penjelasan ini kami perbuat dengan penuh kesadaran dan
tanggung jawab.

Medan, Desember 2018

dr. Clara Devina


58

LAMPIRAN 2

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)


(Informed Consent)
Setelah mendapat penjelasan serta memahami sepenuhnya tentang
penelitian:

Hubungan Pengetahuan dengan Kepatuhan Berobat pada Pasien Hipertensi


di Puskesmas Sukaramai Medan

Maka saya yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama :.......................................................................
Umur :.......................................................................
Alamat :.......................................................................
Telp/Hp :.......................................................................
menyatakan bersediadengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari
pihak manapun untuk berpartisipasi dalam penelitian ini
Demikian pernyataan ini saya perbuat dengan ejujurnya dan tanpa paksaan
apapun untuk dapat dipergunakan semestinya.

Medan, Desember 2018


Yang membuat pernyataan,
59

LAMPIRAN 3

KUIESIONER PENELITIAN
HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN KEPATUHAN BEROBAT
PADA PASIEN HIPERTENSI DI PUSKESMAS SUKARAMAI MEDAN

Petunjuk pengisian kuesioner:


1. Pertanyaan pada kuesioner ditujukan langsung kepada responden
2. Jawablah pertanyaan ini dengan benar dan sejujur-jujurnya
3. Selamat mengisi dan terima kasih

A. IDENTITAS RESPONDEN

1. Nama : .................................................................

2. Alamat : .................................................................

3. TTL / Umur : .................................................................

4. Jenis Kelamin : 1) Laki-laki


2) Perempuan

5. Pendidikan : 1) Tidak Sekolah 4) SMP


2) Tidak Tamat SD 5) SMA
3) SD 6) Perguruan Tinggi

6. Pekerjaan : 1) PNS
2)Pegawai swasta
3) Pedagang
4) Petani/Buruh
5) Tidak bekerja
6) Lain-lain, sebutkan .............................

7. Lama menderita hipertensi: 1) ≤ 5 tahun


2) > 5 tahun

8. Keikutsertaan Asuransi Kesehatan: 1) Iya, Sebutkan ................


2) Tidak
60

I. KUESIONER KEPATUHAN PENGOBATAN DENGAN METODE


MMAS (Modified Morisky Adherence Scale)
Jawaban
No Pertanyaan Ya Tid
ak

1 Apakah anda rutin control tekanan darah ke puskesmas setelah


obat habis?
*Jika tidak sebutkan alasan: (lingkari jawaban)
a. Tidak merasa ada keluhan lagi
b. Lupamengingatwaktu kontrol
c. Memiliki kesibukan lain seperti: Bekerja
d. Melakukan pengobatan alternatif / minum obat
tradisional
e. Takut efek samping obat
2 Apakah anda merasa terganggu karena harus
menjalani pengobatan dan konsumsi obat secara rutin?
3 Apakah anda pernah lupa minum obat?
4 Apakah anda membawa obat saat melakukan perjalanan atau
meninggalkan rumah?
5 Apakah anda akan tetap meminum obat sampai habis ketika
kondisi tubuh mulai membaik?
6 Apakah anda akan tetap melanjutkan minum obat ketika kondisi
tubuh memburuk?
7 Apakah anda sering mengalami kesulitan dalam mengingat
penggunaan obat?
8 Apakah anda pernah mengurangi/menghentikan penggunaan
obat tanpa memberitahu dokter?
61

II. TINGKAT PENGETAHUAN

No Pertanyaan Jawaban
Ya Tidak
1 Hipertensi dapat menyebabkan penyakit stroke
2 Hipertensi dapat disebabkan karena keturunan
3 Gejala hipertensi selalu terlihat dari penampilan fisik
4 Penyakit hipertensi selalu disertai keluhan dan gejala seperti
sakit kepala, jantung berdebar-debar, penglihatan kabur dan
mudah lelah
5 Orang yang mengalami obesitas (kegemukan) berisiko lebih
tinggi terserang penyakit hipertensi
6 Merokok merupakan faktor risiko seseorang terkena
hipertensi
7 Hipertensi mempengaruhi fungsi jantung dan ginjal
8 Hipertensi dapat disembuhkan
9 Hipertensi hanya bisa diobati dengan obat-obatan dari dokter
10 Obat anti hipertensi tidak harus diminum terus menerus
dalam jangka waktu panjang
11 Penderita hipertensi tidak diharuskan mengontrol tekanan
darah setiap bulan
12 Aktifitas fisik seperti senam aerobic dan jalan cepat secara
rutin dapat menurunkan tekanan darah.
13 Makan tinggi buah, sayur dan produk rendah lemak
merupakan makanan yang dianjurkan untuk pederita
hipertensi
14 Makanan asin harus dihindari penderita hipertensi
62

LAMPIRAN 5

DATA INDUK PENELITIAN

Keikutsertaan
Tingkat Lama Menderita Tingkat Tingkat Tingkat
Nama Jenis Kelamin Usia Pekerjaan Asuransi Pekerjaan
Pendidikan Hipertensi Pengetahuan Kepatuhan Pendidikan
Kesehatan
Eli Darnis Perempuan >=60 Tidak Tidak Bekerja <=5 tahun Iya Rendah Tidak Patuh Rendah Tidak Bekerja
Tamat SD
Tan Ni Oto Perempuan >=60 Tidak Tidak Bekerja <=5 tahun Iya Rendah Tidak Patuh Rendah Tidak Bekerja
Sekolah
Kartina Perempuan >=60 SD Tidak Bekerja >5 tahun Iya Rendah Tidak Patuh Rendah Tidak Bekerja
Zubaidah Perempuan >=60 SMA Tidak Bekerja <=5 tahun Iya Rendah Tidak Patuh Tinggi Tidak Bekerja
Pane
Elmi Sinaga Perempuan >=60 SMA Tidak Bekerja <=5 tahun Iya Tinggi Patuh Tinggi Tidak Bekerja
Nurhayati Perempuan >=60 SMA Tidak Bekerja <=5 tahun Iya Tinggi Tidak Patuh Tinggi Tidak Bekerja
Mahani Perempuan >=60 Tidak Tidak Bekerja <=5 tahun Iya Tinggi Tidak Patuh Rendah Tidak Bekerja
Sekolah
Darman Laki-laki >=60 SMP Pedagang <=5 tahun Iya Rendah Tidak Patuh Rendah Bekerja
Jurtini Perempuan >=60 SD Tidak Bekerja <=5 tahun Iya Rendah Tidak Patuh Rendah Tidak Bekerja
Legiman Laki-laki >=60 SD Tidak Bekerja >5 tahun Iya Rendah Tidak Patuh Rendah Tidak Bekerja
Ibrahim Laki-laki >=60 SMA Tidak Bekerja >5 tahun Iya Rendah Tidak Patuh Tinggi Tidak Bekerja
Sinaga
Waginem Perempuan >=60 SD Tidak Bekerja <=5 tahun Iya Tinggi Tidak Patuh Rendah Tidak Bekerja
Rosmaida Perempuan <60 SMA Tidak Bekerja >5 tahun Iya Tinggi Tidak Patuh Tinggi Tidak Bekerja
Sumiati Perempuan >=60 Tidak Tidak Bekerja <=5 tahun Iya Tinggi Tidak Patuh Rendah Tidak Bekerja
Sekolah
M.Hasir Nst Laki-laki <60 SMA Pedagang <=5 tahun Iya Rendah Tidak Patuh Tinggi Bekerja
63

Eddy Susanto Laki-laki <60 SMA Pedagang >5 tahun Iya Tinggi Tidak Patuh Tinggi Bekerja
Erwin Laki-laki <60 SMA Lain-lain <=5 tahun Iya Tinggi Tidak Patuh Tinggi Bekerja
Monika Perempuan >=60 SMP Tidak Bekerja >5 tahun Iya Tinggi Patuh Rendah Tidak Bekerja
Suryani
Rajunah Perempuan >=60 SD Tidak Bekerja <=5 tahun Iya Rendah Tidak Patuh Rendah Tidak Bekerja
Mursudarinah Perempuan >=60 SMP Tidak Bekerja <=5 tahun Iya Tinggi Patuh Rendah Tidak Bekerja
Sartono Laki-laki >=60 SD Pedagang >5 tahun Iya Rendah Tidak Patuh Rendah Bekerja
Rohana Perempuan >=60 SD Pedagang >5 tahun Iya Tinggi Tidak Patuh Rendah Bekerja
Abdul Kadir Laki-laki >=60 SD Lain-lain <=5 tahun Iya Rendah Patuh Rendah Bekerja
Hamidah Perempuan <60 SMA Pedagang <=5 tahun Iya Tinggi Patuh Tinggi Bekerja
Suwito Laki-laki >=60 SMP Tidak Bekerja <=5 tahun Iya Rendah Tidak Patuh Rendah Tidak Bekerja
Hj.Nurliana Perempuan >=60 Perguruan Tidak Bekerja >5 tahun Iya Tinggi Patuh Tinggi Tidak Bekerja
Srg Tinggi
Djaunang Laki-laki >=60 Perguruan Tidak Bekerja <=5 tahun Iya Tinggi Tidak Patuh Tinggi Tidak Bekerja
Stmrg Tinggi
Mariati Perempuan >=60 SD Tidak Bekerja <=5 tahun Iya Rendah Patuh Rendah Tidak Bekerja
Bileng Perempuan >=60 SMP Tidak Bekerja <=5 tahun Iya Tinggi Patuh Rendah Tidak Bekerja
Rinaldi Laki-laki <60 SMA Pedagang >5 tahun Iya Rendah Tidak Patuh Rendah Bekerja
Rusmini Perempuan >=60 SD Tidak Bekerja <=5 tahun Iya Tinggi Tidak Patuh Rendah Tidak Bekerja
Shmbg
Bahdatul Perempuan >=60 SD Lain-lain >5 tahun Iya Tinggi Patuh Rendah Bekerja
Akmal
Aminuddin Laki-laki >=60 SD Lain-lain >5 tahun Iya Tinggi Tidak Patuh Rendah Bekerja
Neti Herawati Perempuan <60 SMA Tidak Bekerja >5 tahun Iya Tinggi Tidak Patuh Tinggi Tidak Bekerja
Ratna Perempuan >=60 SMA Tidak Bekerja >5 tahun Iya Rendah Tidak Patuh Tinggi Tidak Bekerja
Nurdiniati Perempuan >=60 SMA Tidak Bekerja >5 tahun Iya Rendah Tidak Patuh Tinggi Tidak Bekerja
64

Ismarida Perempuan >=60 SD Tidak Bekerja <=5 tahun Iya Rendah Tidak Patuh Rendah Tidak Bekerja
Asmiar Perempuan >=60 SD Pedagang >5 tahun Iya Tinggi Tidak Patuh Rendah Bekerja
Jalilah Perempuan >=60 SMP Tidak Bekerja <=5 tahun Iya Tinggi Patuh Rendah Tidak Bekerja
Ida Perempuan <60 SMP Tidak Bekerja <=5 tahun Iya Rendah Tidak Patuh Rendah Tidak Bekerja
Kasmari Perempuan <60 SMP Tidak Bekerja <=5 tahun Iya Rendah Patuh Rendah Tidak Bekerja
Nur Hamidah Perempuan >=60 Tidak Tidak Bekerja >5 tahun Iya Rendah Tidak Patuh Rendah Tidak Bekerja
Tamat SD
Maimunah Perempuan <60 Tidak Pedagang <=5 tahun Iya Rendah Tidak Patuh Rendah Bekerja
Tamat SD
Sumiati Perempuan <60 SMP Pedagang <=5 tahun Iya Rendah Tidak Patuh Rendah Bekerja
Syahmawi Perempuan >=60 SMA Tidak Bekerja >5 tahun Iya Tinggi Tidak Patuh Tinggi Tidak Bekerja
Sri Perempuan <60 SMA Tidak Bekerja <=5 tahun Iya Tinggi Tidak Patuh Tinggi Tidak Bekerja
Hutagalung
Tuti Juliana Perempuan >=60 SMA Tidak Bekerja <=5 tahun Iya Rendah Patuh Tinggi Tidak Bekerja
Dahlia Perempuan >=60 SD Tidak Bekerja <=5 tahun Iya Rendah Tidak Patuh Rendah Tidak Bekerja
Abu Bakar Laki-laki >=60 SD Tidak Bekerja <=5 tahun Iya Rendah Tidak Patuh Rendah Tidak Bekerja
Abdul Muklis Laki-laki >=60 SD Tidak Bekerja >5 tahun Iya Tinggi Tidak Patuh Rendah Tidak Bekerja
Armensyah Laki-laki >=60 SMP Lain-lain >5 tahun Iya Tinggi Tidak Patuh Rendah Bekerja
Kamaruddin Laki-laki >=60 Tidak Petani/Buruh <=5 tahun Iya Rendah Patuh Rendah Bekerja
Nst Sekolah
Tiurmaida Perempuan <60 SMP Tidak Bekerja <=5 tahun Iya Rendah Patuh Rendah Tidak Bekerja
Sarifah Perempuan >=60 SD Tidak Bekerja <=5 tahun Iya Rendah Tidak Patuh Rendah Tidak Bekerja
Martini Perempuan >=60 SD Tidak Bekerja >5 tahun Iya Tinggi Patuh Rendah Tidak Bekerja
Paruti Siregar Perempuan <60 SMP Tidak Bekerja >5 tahun Iya Rendah Tidak Patuh Rendah Tidak Bekerja
Raja Batak Laki-laki <60 Perguruan PNS <=5 tahun Iya Rendah Tidak Patuh Tinggi Bekerja
Hsb Tinggi
65

Ali Sadikin Laki-laki <60 SMA Pegawai <=5 tahun Iya Tinggi Patuh Tinggi Bekerja
Swasta
Nurhaya Perempuan >=60 SD Tidak Bekerja >5 tahun Iya Tinggi Tidak Patuh Rendah Tidak Bekerja
Siregar
Yurafli Laki-laki >=60 Perguruan Lain-lain >5 tahun Iya Tinggi Patuh Tinggi Bekerja
Tinggi
Abdul Gofar Laki-laki >=60 Perguruan Tidak Bekerja >5 tahun Iya Tinggi Patuh Tinggi Tidak Bekerja
Tinggi
Laila Perempuan >=60 SMA Tidak Bekerja >5 tahun Iya Tinggi Patuh Tinggi Tidak Bekerja
Rostina Perempuan >=60 SMA Tidak Bekerja >5 tahun Iya Rendah Patuh Tinggi Tidak Bekerja
Tengku Laki-laki >=60 Perguruan Lain-lain >5 tahun Iya Tinggi Patuh Tinggi Bekerja
Muzhar Tinggi
66

LAMPIRAN 6

HASIL OUTPUT ANALISIS DATA PENELITIAN

Analisis Univariat

Statistics

Keikutsertaan
Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Lama Menderita Asuransi Tingkat Tingkat
Responden Umur Responden Responden Responden Hipertensi Kesehatan Pengetahuan Kepatuhan

N Valid 64 64 64 64 64 64 64 64

Missing 0 0 0 0 0 0 0 0

Distribusi Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Responden

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Perempuan 43 67,2 67,2 67,2

Laki-laki 21 32,8 32,8 100,0

Total 64 100,0 100,0


67

Distribusi Umur

Umur Responden

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid <60 16 25,0 25,0 25,0

>=60 48 75,0 75,0 100,0

Total 64 100,0 100,0

Distribusi Pendidikan

Pendidikan Responden

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Sekolah 4 6,3 6,3 6,3

Tidak Tamat SD 3 4,7 4,7 10,9

SD 20 31,3 31,3 42,2

SMP 12 18,8 18,8 60,9

SMA 19 29,7 29,7 90,6

Perguruan Tinggi 6 9,4 9,4 100,0

Total 64 100,0 100,0


68

Distribusi Pekerjaan

Pekerjaan Responden

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid PNS 1 1,6 1,6 1,6

Pegawai Swasta 1 1,6 1,6 3,1

Pedagang 10 15,6 15,6 18,8

Petani/Buruh 1 1,6 1,6 20,3

Tidak Bekerja 44 68,8 68,8 89,1

Lain-lain 7 10,9 10,9 100,0

Total 64 100,0 100,0

Distribusi Lama Menderita Hipertensi

Lama Menderita Hipertensi

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid <=5 tahun 36 56,3 56,3 56,3

>5 tahun 28 43,8 43,8 100,0

Total 64 100,0 100,0

Distribusi Keikutsertaan Asuransi Kesehatan

Keikutsertaan Asuransi Kesehatan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Iya 64 100,0 100,0 100,0


69

Distribusi Pengetahuan

Tingkat Pengetahuan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tinggi 32 50,0 50,0 50,0

Rendah 32 50,0 50,0 100,0

Total 64 100,0 100,0

Distribusi Kepatuhan Berobat

Tingkat Kepatuhan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Patuh 21 32,8 32,8 32,8

Tidak Patuh 43 67,2 67,2 100,0

Total 64 100,0 100,0

Analisis Bivariat

Jenis Kelamin dengan Kepatuhan Berobat

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Jenis Kelamin Responden *


64 100,0% 0 0,0% 64 100,0%
Tingkat Kepatuhan
70

Jenis Kelamin Responden * Tingkat Kepatuhan Crosstabulation

Tingkat Kepatuhan

Patuh Tidak Patuh Total

Jenis Kelamin Responden Perempuan Count 15 28 43

Expected Count 14,1 28,9 43,0

Laki-laki Count 6 15 21

Expected Count 6,9 14,1 21,0


Total Count 21 43 64

Expected Count 21,0 43,0 64,0

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square ,255a 1 ,614


Continuity Correctionb ,049 1 ,825
Likelihood Ratio ,258 1 ,611
Fisher's Exact Test ,778 ,417
Linear-by-Linear Association ,251 1 ,616
N of Valid Cases 64

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,89.
b. Computed only for a 2x2 table
Pendidikan Responden1 dengan Kepatuhan Berobat

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Pendidikan Responden1 *
64 100,0% 0 0,0% 64 100,0%
Tingkat Kepatuhan

Pendidikan Responden1 * Tingkat Kepatuhan Crosstabulation

Tingkat Kepatuhan

Patuh Tidak Patuh Total

Pendidikan Responden1 Tinggi Count 10 14 24

Expected Count 7,9 16,1 24,0


71

Rendah Count 11 29 40

Expected Count 13,1 26,9 40,0


Total Count 21 43 64

Expected Count 21,0 43,0 64,0

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 1,366a 1 ,243


Continuity Correctionb ,799 1 ,372
Likelihood Ratio 1,349 1 ,245
Fisher's Exact Test ,280 ,185
Linear-by-Linear Association 1,344 1 ,246
N of Valid Cases 64

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,88.
b. Computed only for a 2x2 table

Pekerjaan Responden1 dengan Kepatuhan Berobat

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Pekerjaan Responden1 *
64 100,0% 0 0,0% 64 100,0%
Tingkat Kepatuhan

Pekerjaan Responden1 * Tingkat Kepatuhan Crosstabulation

Tingkat Kepatuhan

Patuh Tidak Patuh Total

Pekerjaan Responden1 Bekerja Count 7 13 20

Expected Count 6,6 13,4 20,0

Tidak Bekerja Count 14 30 44

Expected Count 14,4 29,6 44,0


Total Count 21 43 64
Expected Count 21,0 43,0 64,0
72

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square ,063a 1 ,802


Continuity Correctionb ,000 1 1,000
Likelihood Ratio ,063 1 ,802
Fisher's Exact Test 1,000 ,509
Linear-by-Linear Association ,062 1 ,803
N of Valid Cases 64

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,56.
b. Computed only for a 2x2 table

Lama Menderita Hipertensi dengan Kepatuhan Berobat

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Lama Menderita Hipertensi *


64 100,0% 0 0,0% 64 100,0%
Tingkat Kepatuhan

Lama Menderita Hipertensi * Tingkat Kepatuhan Crosstabulation

Tingkat Kepatuhan

Patuh Tidak Patuh Total

Lama Menderita Hipertensi <=5 tahun Count 12 24 36

Expected Count 11,8 24,2 36,0

>5 tahun Count 9 19 28

Expected Count 9,2 18,8 28,0


Total Count 21 43 64

Expected Count 21,0 43,0 64,0


73

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square ,010a 1 ,920


Continuity Correctionb ,000 1 1,000
Likelihood Ratio ,010 1 ,920
Fisher's Exact Test 1,000 ,568
Linear-by-Linear Association ,010 1 ,920
N of Valid Cases 64

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,19.
b. Computed only for a 2x2 table

Keikutsertaan Asuransi dan Kepatuhan Berobat

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Keikutsertaan Asuransi
Kesehatan * Tingkat 64 100,0% 0 0,0% 64 100,0%
Kepatuhan

Keikutsertaan Asuransi Kesehatan * Tingkat Kepatuhan Crosstabulation

Tingkat Kepatuhan

Patuh Tidak Patuh Total

Keikutsertaan Asuransi Iya Count 21 43 64


Kesehatan Expected Count 21,0 43,0 64,0
Total Count 21 43 64

Expected Count 21,0 43,0 64,0

Chi-Square Tests

Value

Pearson Chi-Square .a
N of Valid Cases 64

a. No statistics are computed


because Keikutsertaan Asuransi
Kesehatan is a constant.
74

Pengetahuan dengan Kepatuhan Berobat

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Tingkat Pengetahuan *
64 100,0% 0 0,0% 64 100,0%
Tingkat Kepatuhan

Tingkat Pengetahuan * Tingkat Kepatuhan Crosstabulation

Tingkat Kepatuhan

Patuh Tidak Patuh Total

Tingkat Pengetahuan Tinggi Count 14 18 32

Expected Count 10,5 21,5 32,0

Rendah Count 7 25 32

Expected Count 10,5 21,5 32,0


Total Count 21 43 64

Expected Count 21,0 43,0 64,0

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 3,473a 1 ,062


Continuity Correctionb 2,551 1 ,110
Likelihood Ratio 3,523 1 ,061
Fisher's Exact Test ,109 ,055
Linear-by-Linear Association 3,419 1 ,064
N of Valid Cases 64

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10,50.
b. Computed only for a 2x2 table

Anda mungkin juga menyukai