PENDAHULUAN
1
glukosa darah dalam rentang normal. Oleh karena itu, peneliti memandang perlunya
penelitian tentang “Upaya peningkatan pengetahuan dan kepatuhan minum obat
pada pasien diabetes melitus di PKM Sukarami”
2
Masyarakat diharapkan dapat mengetahui penyakit diabetes melitus lebih lanjut
serta mampu mempraktekkan pola hidup sehat khususnya untuk penderita diabetes
mellitus
3. Bagi peneliti
Menambah pengetahuan mengenai penyakit diabetes melitus dan permasalahannya
serta pemecahan masalahnya
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
yang baru.Misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkas, menyesuaikan
dan sebagainyaterhadap suatu teori yang telah ada.
6. Evaluasi (Evaluation). Evalausi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.Penilaian ini didasarkan
pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah
ada.
5
pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang.
Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru
bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.
3. Sosial budaya dan ekonomi. Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang
tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian
seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status
ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang
diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan
mempengaruhi pengetahuan seseorang.
4. Lingkungan. Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu,baik
lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap
proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan
tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang
akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.
5. Pengalaman. Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman baik dari pengalaman
pribadi maupun dari pengalaman orang lain. Pengalaman ini merupakan suatu cara
untuk memperoleh kebenaran suatu pengetahuan.
6. Usia. Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin
bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya,
sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia tengah (41-
60 tahun) seseorang tinggal mempertahankan prestasi yang telah dicapai pada usia
dewasa. Sedangkan pada usia tua (> 60 tahun) adalah usia tidak produktif lagi dan
hanya menikmati hasil dari prestasinya. Semakin tua semakin bijaksana, semakin
banyak informasi yang dijumpai dan sehingga menambah pengetahuan (Cuwin,
2009).Dua sikap tradisional mengenai jalannya perkembangan hidup yaitu semakin
tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang di jumpai dan semakin
banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya dan tidak dapat
mengajarkan kepandaian baru kepada orang yang sudah tua karena mengalami
kemunduran baik fisik maupun mental. Dapat diperkirakan bahwa IQ akan
menurun sejalan dengan bertambahnya usia, khusunya pada beberapa kemampuan
yang lain seperti misalnya kosa kata dan pengetahuan umum. Beberapa teori
6
berpendapat ternyata IQ seseorang akan menurun cukup cepat sejalan dengan
bertambahnya usia (Notoadmodjo, 2012).
2.3 Epidemiologi
Organisasi Internasional Diabetes Federation memperkirakan sedikitnya
terjadi 463 juta orang pada usia 20 sampai 79 tahun di dunia menderita Diabetes
pada tahun 2019 atau setara dengan angka prevalensi sebesar 9,3% dari total
penduduk pada usia yang sama. Berdasarkan jenis kelamin, IDF memperkirakan
prevalensi diabetes di tahun 2019 yaitu 9% pada perempuan dan 9,65% pada laki-
laki. Prevalensi diabetes diperkirakan meningkat seiring penambahan umur
penduduk menjadi 19,9% atau 111,2 juta orang pada umur 65-79 tahun. Angka
dipredikasi terus meningkat hingga mencapai 578 juta di tahun 2030 dan 700 juta
di tahun 2045.12
Data Riskesdas 2018 menjelaskan prevalensi DM nasional adalah sebesar
8,5 persen atau sekitar 20,4 juta orang Indonesia terkena DM. Penyandang DM juga
sering mengalami komplikasi akut dan kronik yang serius, dan dapat menyebabkan
kematian. Masalah lain terkait penanganan diabetes melitus adalah geografis,
budaya, dan sosial yang beragam.4
Data Riskesdas 2018 juga menunjukkan bahwa prevalensi diabetes mellitus
di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada umur ≥15 tahun sebesar 2%.Angka
ini menunjukkan peningkatan dibandingkan prevalensi Diabetes Mellitus pada
penduduk ≥15 tahun pada hasil Riskesdas 2013 sebesar 1,5%.Namun prevalensi
diabetes mellitus menurut hasil pemeriksaan gula darah meningkat dari 6,9% pada
7
2013 menjadi 8,5% pada tahun 2018. Angka ini menunjukkan bahwa baru sekitar
25% penderita diabetes yang mengetahui bahwa dirinya menderita diabetes.12
2.4 Klasifikasi
American Diabetes Association (ADA)2 mengklasifikasikan DM menjadi
tipe 1, tipe 2, DM tipe lain dan DM gestasional. Klasifikasi DM (Diabetes Melitus)
dapat dilihat pada tabel 2.1
8
2.5 Faktor Risiko
Berdasarkan WHO tahun 2016 faktor risiko terkait seperti kelebihan berat
badan atau obesitas meningkat yang menyebabkan prevalensi diabetes terus
meningkat.
Tipe 1.Penyebab pasti diabetes tipe 1 tidak diketahui.Secara umum disepakati
bahwa diabetes tipe 1 adalah hasil dari interaksi yang kompleks antara gen dan
faktor lingkungan, meskipun tidak ada faktor risiko lingkungan spesifik yang
terbukti menyebabkan sejumlah besar kasus. Mayoritas diabetes tipe 1 terjadi pada
anak-anak dan remaja.7
Tipe 2.Risiko diabetes tipe2 ditentukan oleh interaksi faktor genetik dan
metabolisme. Etnisitas, riwayat keluarga diabetes, dan diabetes gestasional
sebelumnya bergabung dengan usia yang lebih tua, kelebihan berat badan dan
obesitas, diet yang tidak sehat, aktivitas fisik yang kurang dan merokok dapat
meningkatkan risiko.Beberapa praktik diet dikaitkan dengan berat badan yang tidak
sehat dan / atau risiko diabetes tipe 2, termasuk asupan asam lemak jenuh yang
tinggi, asupan lemak total yang tinggi, dan konsumsi serat makanan yang tidak
memadai. Asupan tinggi minuman yang dimaniskan dengan gula, yang
mengandung banyak gula, meningkatkan kemungkinan kelebihan berat badan atau
obesitas, terutama di kalangan anak-anak.7
Diabetes mellitus gestasional. Faktor risiko dan penanda risiko untuk diabetes
mellitus gestasional termasuk usia (semakin tua seorang wanita usia reproduksi,
semakin tinggi risiko); kelebihan berat badan atau obesitas; pertambahan berat
badan yang berlebihan selama kehamilan; riwayat keluarga diabetes; diabetes
gestasional selama kehamilan sebelumnya; riwayat lahir mati atau melahirkan bayi
dengan kelainan bawaan; dan kelebihan glukosa dalam urin selama kehamilan.
Diabetes pada kehamilan dan diabetes mellitus gestasional dapat meningkatkan
risiko obesitas di masa depan dan diabetes tipe 2 pada keturunannya.7
2.6 Patofisiologi
Proses autoimun yang merusak sel beta pankreas merupakan patogenesis
utama DM tipe 1, sedangkan masalah utama pada DM tipe 2 adalah resistensi
insulin, karena banyak faktor. Pada tipe 2, seorang penderita relatif tidak
9
membutuhkan insulin sebagai terapi, sebaliknya dapat dilakukan pengaturan diet,
olahraga ataupun dengan obat hipoglikemik oral.Pada sebagian lainnya ditemukan
autoantibodi terhadap sel beta pankreas seperti yang ditemukan pada tipe 1 namun
terdiagnosis saat dewasa yang awalnya didiagnosis sebagai DM tipe 2.Keadaan
tersebut disebut sebagai latent autoimmune diabetes in adults (LADA). Pada awal
diagnosis, penderita tidak memerlukan insulin, namun seiring waktu, kemudian
pasien akan membutuhkan insulin dan akhirnya tergantung penuh pada insulin.
Pengenalan dini kondisi tersebut sangatlah penting dalam upaya mencapai
normoglikemia.14
Menurut PERKENI 2019, secara garis besar patogenesis DM tipe- 2
disebabkan oleh delapanhal (omnious octet) berikut4:
1. Kegagalan sel beta pancreas: Pada saat diagnosis DM tipe-2 ditegakkan, fungsi sel
beta sudah sangat berkurang.
2. Liver: Pada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu
gluconeogenesis sehinggaproduksi glukosa dalam keadaan basal oleh liver
(HGP=hepatic glucose production) meningkat.
3. Otot: Pada penderita DM tipe -2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang multiple
di intramioselular, akibat gangguan fosforilasi tirosin sehingga timbul gangguan
transport glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan penurunan
oksidasi glukosa.
4. Sel lemak: Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin,
menyebabkan peningkatan proses lipolysis dan kadar asam lemak bebas (FFA=Free
Fatty Acid) dalam plasma. Peningkatan FFA akan merangsang proses
glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi insulin di liver dan otot. FFA juga
akan mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang disebabkan oleh FFA ini disebut
sebagai lipotoxocity.
5. Usus:Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibanding kalau
diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek incretin ini diperankan
oleh 2 hormon GLP-1 (glucagon-like polypeptide-1) dan GIP (glucose-dependent
insulinotrophic polypeptide atau disebut juga gastric inhibitory polypeptide). Pada
penderita DM tipe-2didapatkan defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap GIP.
Disamping hal tersebut incretin segera dipecah oleh keberadaan enzim DPP-4,
10
sehingga hanya bekerja dalam beberapa menit.Saluran pencernaan juga mempunyai
peran dalam penyerapan karbohidrat melalui kinerja ensim alfa-glukosidase yang
memecah polisakarida menjadi monosakarida yang kemudian diserap oleh usus dan
berakibat meningkatkan glukosa darah.
6. Sel Alpha Pancreas: Sel-α pancreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam
hiperglikemia. Sel-α berfungsi dalam sintesis glukagon yang dalam keadaan puasa
kadarnya didalam plasma akan meningkat. Peningkatan ini menyebabkan HGP
dalam keadaan basal meningkat secara signifikan dibanding individu yang normal.
7. Ginjal: Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam pathogenesis DM
tipe-2. Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gramglukosa sehari. 90% dari glukosa
terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran SGLT-2 (Sodium Glucose co-
Transporter) pada bagian convulated tubulus proksimal. Sedang 10% sisanya akan
di absorbsi melalui peran SGLT-1 pada tubulus desenden dan asenden, sehingga
akhirnya tidak ada glukosa dalam urine. Pada penderita DM terjadi peningkatan
ekspresi gen SGLT-2.
8. Otak:Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang obes
baik yang DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia yang merupakan
mekanisme kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan ini asupan makanan
justru meningkat akibat adanya resistensi insulin yang juga terjadi di otak. (perkeni)
2.7 Diagnosis
Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama pasien adalah
dilakukan4 :
1. Anamnesis
- Usia dan karakteristik saat onset diabetes.
- Pola makan, status nutrisi, status aktifitasfisik, dan riwayat
perubahan beratbadan.
- Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasamuda.
- Pengobatanyangpernahdiperolehsebelumnya secara lengkap,
termasuk terapi gizi medis dan penyuluhan.
- Pengobatanyangsedangdijalani,termasukobat yang digunakan,
perencanaan makan dan program latihanjasmani.
- Riwayat komplikasi akut (ketoasidosis diabetik, hiperosmolar
11
hiperglikemia,hipoglikemia).
- Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan
traktusurogenital.
- Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi
kronikpadaginjal,mata,jantungdanpembuluh
darah,kaki,saluranpencernaan,dll.
- Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosadarah.
- Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat
penyakitjantungkoroner,obesitas,danriwayatpenyakit keluarga
(termasuk penyakit DM dan endokrin lain).
- Riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM.
- Karakteristik budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi.
2. Pemeriksaan Fisik
- Pengukuran tinggidan berat badan.
- Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah
dalam posisi berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi
ortostatik.
- Pemeriksaanfunduskopi.
- Pemeriksaanronggamulutdankelenjartiroid.
- Pemeriksaanjantung.
- Evaluasi nadi baik secara palpasi maupun denganstetoskop.
- Pemeriksaan kaki secara komprehensif (evaluasi kelainan vaskular,
neuropati, dan adanyadeformitas).
- Pemeriksaan kulit (akantosis nigrikans, bekas
luka,hiperpigmentasi,necrobiosisdiabeticorum, kulit kering, dan bekas
lokasi penyuntikan insulin).
- Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipelain.
3. Evaluasi Laboratorium
- Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam setelah TTGO
- Pemeriksaan kadar HbA1c
12
4. Penapisan Komplikasi
Penapisan komplikasi dilakukan pada setiap penyandang yang baru
terdiagnosis DM tipe 2 melalui pemeriksaan :
- Profil lipid pada keadaan puasa: kolesterol total, High Density
Lipoprotein (HDL), Low Density Lipoprotein (LDL), dantrigliserida.
- Tes fungsihati
- Tesfungsiginjal:Kreatininserumdanestimasi- GFR
- Tes urinrutin
- Albumin urinkuantitatif
- Rasio albumin-kreatininsewaktu.
- Elektrokardiogram.
- Foto Rontgen dada (bila ada indikasi: TBC, penyakit
jantungkongestif).
- Pemeriksaan kaki secarakomprehensif.
- Pemeriksaan funduskopi untukmelihat retinopatidiabetic
Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl (7,0 mmol/l). Puasa didefinisikan
sebagai kondisi tidak ada asupan kalori minimal 8 jam.
Atau
13
Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2 jam setelah Tes Toleransi Glukosa
Oral (TTGO). Tes ini sudah dideskripsikan oleh WHO, dengan menggunakan
beban yang kandungannya setara dengan 75 gram glukosa anhidrat yang
dilarutkan dalam air.
Atau
Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik (11,1
mmol/l).
Atau
Glukosa
Glukosadarah
HbA1c(%) plasma 2 jam
puasa(mg/dL)
setelag TTGO
(mg/dL)
14
Diabetes ≥ 6,5 ≥ 126 ≥ 200
Pre- 5,7 – 6,4 100 - 125 140 - 199
Diabetes
Normal < 5,7 70 - 99 70 - 139
Tabel 2.4 Kadar Tes Laboratorium Darah untuk Diagnosis Diabetes dan
Prediabetes4
2.8 Pentalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup
penyandang diabetes. Adapun tujuan khusus dari penatalaksanaan pada DM adalah4
:
a. Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa
nyaman, dan mencapai target pengendalian glukosa darah.
b. Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati,
makroangiopati, dan neuropati.
c. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
15
kandungan kalori, terutama pada mereka yang menggunakan obat yang
meningkatkan sekresi insulin atau terapi insulin itu sendiri.
A. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari4:
Karbohidrat
- Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi. Terutama
karbohidrat yang berserat tinggi.
- Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan.
- Dianjurkan makan tiga kali sehari danbila perlu dapat diberikan makananselingan
seperti buah atau makanan lainsebagai bagian dari kebutuhan kalorisehari.
Lemak
a) Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori, dan tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
b) Komposisi yang dianjurkan:
- lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori.
- lemak tidak jenuh ganda < 10 %
- selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.
c) Konsumsi kolesterol dianjurkan < 200 mg/hari.
Protein
- Kebutuhan protein sebesar 10 – 20% total asupan energi.
- Sumber protein yang baik adalah ikan, udang, cumi, daging tanpa lemak, ayam
tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu dan tempe.
Natrium
- Anjuran asupan natrium untuk penyandang DM sama dengan orang sehat yaitu
<2300 mg perhari
- Penyandang DM yang juga menderita hipertensi perlu dilakukan pengurangan
natrium secara individual
- Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet
seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.
16
Serat
- Penyandang DM dianjurkan mengonsumsi serat dari kacangkacangan, buah dan
sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat.
- Anjuran konsumsi serat adalah 20-35 gram/hari yang berasal dari berbagai sumber
bahan makanan.
B. Kebutuhan Kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang
DM, antara lain dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya
25-30 kal/kgBB. Jumlah kebutuhan tersebut ditambah atau dikurangi bergantung
pada beberapa faktor yaitu: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dan lain-
lain. Beberapa cara perhitunga berat badan ideal adalah sebagai berikut4:
a) Perhitungan berat badan ideal (BBI) menggunakan rumus Broca yang dimodifikasi:
- Berat badan ideal:
90% x (TB dalam cm – 100) x 1 kg
- Untuk laki-laki jika TB < 160 cm dan perempuan TB < 150 cm maka:
BBI = (TB dalam cm -100) x 1 kg
17
- Umur: 40-59 tahun dikurangi 5%, 60-69 tahun dikurangi 10%, > 70 tahun
dikurangi 20%
- Aktivitas Fisik atau Pekerjaan: penambahan 10% pada keadaan istirahat, 20%
aktivitas ringan, 30% aktivitas sedang, 50% aktivitas sangat berat.
- Berat badan: bila gemuk, dikurangi sekitar 20-30% tergantung tingkat
kegemukan. Bila kurus, ditambah sekitar 20-30% sesuai kebutuhan.
C. Latihan Fisik4
Kegiatan fisik sehari-hari dan latihan fisik secara teratur (3-5 hari seminggu selama
sekitar 30-45 menit), dengan total 150 menit perminggu, dengan jeda antar latihan
tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa
latihan jasmani yang bersifat aerobic dengan intensitas sedang (50-70% denyut
jantung maksimal), seperti jalan cepat, bersepeda santai, jogging, dan berenang.
Denyut jantung maksimal dihitung dengan cara = 220 – usia pasien.
D. Intervensi Farmakologis
Cara kerja utama Efek samping Penurunan A1C
Sulfonilurea Meningkatkan sekresi BB naik, 1,0 – 2,0%
insulin hipoglikemia
Glinid Meningkatkan sekresi BB naik, 0,5 – 1,5%
insulin hipoglikemia
Metformin Menekan produksi Diare, dispepsia, 1, 0 – 2,0 %
glukosa hati dan asidosis laktat
menambah
sensitivitas terhadap
insulin
Penghambat Menghambat absorpsi Flatulens, tinja 0, 5 – 0,8 %
alfaglukosidase glukosa lembek
Tiazolidindion Menambah Edema 0,5 – 1,4 %
sensitivitas terhadap
insulin
18
Penghambat Meningkatkan sekresi Sebah, muntah 0,5 – 0,8%
DPP –IV insulin, menghambat
sekrresi glukagon
Penghambat Menghambat Dehidrasi, infeksi 0,8 – 1,0%
SGLT-2 penyerapan kembali saluran kemih
glukosa di tubuli
distal ginjal
Tabel 2.5 Profil obat antihiperglikemia oral di Indonesia4
19
Tabel 2.6 Obat antihiperglikemia oral4
Parameter Sasaran
IMT (kg/m2) 18,5 - < 23
Tekanan darah sistolik (mmHg) < 140
Tekanan darah diastolik (mmHg) < 90
Glukosa darah preprandial kapiler 80 – 130 (4,4 – 7,2 mmol/L)
(mg/dl)
Glukosa darah 1-2 jam postprandial < 180 (10,0 mmol/L)
kapiler (mg/dl)
HbA1c (%) < 7 (53 mmol/mol)
Kolesterol LDL (mg/dl) < 100 (< 70 bila risiko KV
sangat tinggi)
20
Kolesterol HDL (mg/dl) Laki-laki: > 40
Perempuan: > 50
Trigliserida (mg/dl) < 150
Gambar 3. Sasaran Pengendalian untuk DM5,4
2.9 Komplikasi
Orang dengan kadar gula darah yang terkontrol dengan baik menunjukkan
komplikasi DM yang jauh lebih jarang dan parah. Masalah kesehatan yang lebih
luas mempercepat terjadinya kerusakanefek diabetes. Merokok, peningkatan kadar
kolesterol, obesitas, tekanan darah tinggi, dan kurang olahraga teratur
meningkatkan efek samping diabetes17.
Komplikasi Akut17
1. Ketoasidosis Diabetikum
Keadaan darurat medis dan perhatian medis segera yang merupakan komplikasi
akut dan berbahaya. Hati mengubah asam lemak menjadi keton untuk bahan bakar
selama kadar insulin rendah, di mana badan keton yang diproduksi bertindak
sebagai substrat perantara dalam urutan metabolisme tersebut. Ini dapat menjadi
masalah serius jika level berkelanjutan hadir secara berkala. pH darah menurun
karena peningkatan kadar badan keton, dan menyebabkan terjadinya ketoasidosis
diabetikum.
2. Status Hiperglikemi Hiperosmolaritas
Meskipun HNS memiliki banyak gejala yang sama dengan DKA, ini adalah
komplikasi akut dengan asal yang sama sekali berbeda dan pengobatan yang
berbeda. Air akan secara osmotik dikeluarkan dari sel ke dalam darah dan ginjal
akhirnya mulai membuang glukosa ke dalam urin pada seseorang dengan kadar
glukosa darah yang sangat tinggi, yang biasanya dianggap> 300 mg / dl (16 mmol
/ L). Hilangnya air dan peningkatan osmolaritas darah adalah hasil akhirnya. Efek
osmotik dari kadar glukosa tinggi, dikombinasikan dengan hilangnya air, pada
akhirnya tidak akan menyebabkan dehidrasi jika cairan tidak diganti oleh mulut
atau intravena. Sel-sel tubuh menjadi semakin dehidrasi karena air diambil dari
mereka dan dikeluarkan.Ketidakseimbangan elektrolit juga sering terjadi dan selalu
berbahaya.
21
3. Hipoglikemia
Beberapa pengobatan diabetes yang dapat menyebabkan komplikasi akut disebut
hipoglikemia atau kadar glukosa darah rendah yang tidak normal. Jarang terjadi
sebaliknya, baik pada pasien diabetes atau non-diabetes.Pasien mungkin menjadi
gelisah, berkeringat, dan lemahdan memiliki banyak gejala aktivasi simpatis dari
sistem saraf otonom yang mengakibatkan perasaan yang mirip dengan ketakutan
dan panik yang tidak bisa bergerak.Dalam kasus ekstrim, kesadaran pasien dapat
berubah atau bahkan hilang yang dapat menyebabkan koma, kejang, atau bahkan
kerusakan otak dan kematian.Pada pasien diabetes, hal ini mungkin disebabkan
oleh beberapa faktor seperti insulin yang terlalu banyak atau waktunya tidak tepat,
terlalu banyak atau waktu olahraga yang tidak tepat (olahraga menurunkan
kebutuhan insulin), atau tidak cukup makanan (khususnya karbohidrat yang
mengandung glukosa).
Komplikasi Kronik17
Kerusakan pembuluh darah pada penderita diabetes disebabkan oleh peningkatan
kronis kadar glukosa darah. Sel-sel endotel yang melapisi pembuluh darah
mengambil lebih banyak glukosa dari biasanya, karena mereka tidak bergantung
pada insulin.Kemudian, membran basal mulai tumbuh lebih tebal dan lebih lemah
karena sel-sel endotel ini membentuk lebih banyak glikoprotein permukaan
daripada biasanya.Pada diabetes, masalah yang diakibatkannya dikelompokkan
dalam "penyakit mikrovaskular" (akibat kerusakan pada pembuluh darah kecil) dan
"penyakit makrovaskular"(karena kerusakan arteri)
22
2.10Prognosis
Risiko kematian penderita diabetes 4-5 kali lebih besar dibandingkan nondiabetik
dengan penyebab kematian 50% akibat penyakit jantung koroner dan 30% akibat
gagal ginjal Prognosis dari DM bergantung pada pola hidup yang dilakukan oleh
pasien dalam mengontrol kadar gula nya. Pasien dengan kontrol glikemik ketat
(HbA1c < 7%), tanpa disertai riwayat gangguan kardiovaskuler, dan juga tidak ada
gangguan mikrovaskuler serta makrovaskuler akan mempunyai harapan hidup lebih
lama. Namun jika pasien memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler dan telah
menderita diabetes lama (≥ 15 tahun) akan mempunyai harapan hidup lebih singkat,
18
walaupun telah melakukan kontrol glikemik ketak sekalipun. DM dapat
menyebabkan mortalitas dan morbiditas karena dapat berkomplikasi pada penyakit
kardiovaskuler, penyakit ginjal, gangguan pembuluh darah perifer, gangguan saraf
(neuropati), dan retinopati. Pengontrolan kadar glikemik merupakan cara efektif
untuk pencegahan DM18
23
BAB III
METODE PENELITIAN
24
penelitian ini adalah semua semua pasien rawat jalan yang ada di Puskesmas
Sukarami yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
a. kriteria inklusi
1. Pasien yang bersedia menjadi subjek penelitian pada mini project ini.
2. Pasien yang terdiagnosa diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Sukarami
3. Pasien diabetes melitus tipe 3 yang sudah pernah kontrol rutin di Puskesmas
Sukarami
4. Pasien diabetes melitus yang mendapatkan pengobatan OHO (Obat hipolikemik
oral) di Puskesmas Sukarami.
b. kriteria eksklusi
1. Pasien yang tidak bersedia menjadi subjek penelitia
2. Pasien dengan diagnosa diabeters melitus tipe 2
3. Pasien diabetes melitus tipe 2 yang baru melakukan pemeriksaan pertama kali
4. Pasien diabetes melitus tipe 2 yang mendapatkan pengobatan injeksi dan
diagnosa insulin dependent diabetes melitus
25
4. Tabulating tabulating (tabulasi data). dengan menggunakan bantuan komputer
sesuai dengan variable yang diteliti dan kebutuhan analisis untuk memudahkan
proses pengolahan data 2. Penyajian data penyajian data dilakukan dalam
bentuk distribusi frekuensi persentasi yang disertai dengan penjelasan dan table
analisis.
26