Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia terdiri atas banyak pulau dan kepulauan dengan karakteristik
budaya penduduk yang beragam, mempunyai kebiasaan/adat-istiadat yang
berbeda, termasuk perilaku yang berkaitan dengan kesehatan (Depkes RI, 2005).
Diabetes Melitus (DM) di Indonesia menempati urutan keempat dengan jumlah
penderita terbesar di dunia setelah India, Cina, Amerika Serikat. Prevalensi DM
8,4% dari total penduduk, pada tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 12,4
juta penderita. Data Departemen Kesehatan mengatakan jumlah pasien DM
menempati urutan pertama dari seluruh penyakit endokrin dan 2% diantaranya
mengalami komplikasi (Depkes RI, 2003). World Health Organization (WHO)
melaporkan bahwa 60% penyebab kematian semua umur didunia disebabkan oleh
penyakit tidak menular. Penyakit Diabetes Melitusberada di peringkat ke 6
sebagai penyebab kematian tersebut. Sekitar1,3 juta orang meninggal akibat
diabetes, dan 4% meninggalsebelum usia 70 tahun(Konsensus Nasional DM tahun
2012).
DM Tipe 2 memegang 90-95% dari keseluruhan populasi penderita
diabetes. DM Tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, tetapi
karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon insulin secara
normal (Depkes RI, 2005). Hormon insulin berfungsi untuk mengatur
keseimbangan kadar glukosa dalam darah. Gangguan produksi dan fungsi insulin
mengakibatkan terjadinya peningkatan kadar gula darah di atas normal
(hiperglikemia) yang akhirnya akan meningkatkan tekanan darah (hipertensi)
(Price, 2006).
Modalitas utama dalam penatalaksanaan diabetes melitus terdiri dari terapi
non farmakologis yang meliputi perubahan gaya hidup dengan melakukan
pengaturan pola makan yang dikenal sebagai terapi gizi medis, meningkakan
aktivitas jasmani, dan edukasi berbagai masalah yang berkaitan dengan penyakit
diabetes melitus yang dilakukan secara terus menerus. (Waspadji,2007)

1
Pengetahuan serta Kepatuhan pasien untuk meminum obat memegang
peranan sangat penting pada keberhasilan pengobatannya untuk menjaga kadar
glukosa darah dalam rentang normal. Oleh karena itu, peneliti memandang
perlunya penelitian tentang “Upaya peningkatan pengetahuan dan kepatuhan
minum obat pada pasien diabetes melitus di PKM Sukarami”

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian atar belakang di atas, didapatkan rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana tingkat pengetahuan pada pasien diabetes melitus di PKM Sukarami?
2. Apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan tingginya kadar gula
darah pada pasien diabetes melitus tipe II ?
3. Bagaimana cara meningkatkan pengetahuan pada pasien diabetes melitus di PKM
Sukarami?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui tingkat pengetahuan pada pasien diabetes melitus di PKM Sukarami
2. Mengetahui penyebab tingginya kadar gula darah pada pasien diabetes melitus di
PKM Sukarami
3. Mengetahui cara meningkatkan pengetahuan pada pasien diabetes melitus di PKM
Sukarami

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi puskesmas
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada instansi
terkait serta sebagai masukan yang perlu dipertimbangkan dalam program
peningkatan Kesehatan khususnya Puskesmas Sukarami Palembang
2. Bagi masyarakat

2
Masyarakat diharapkan dapat mengetahui penyakit diabetes melitus lebih lanjut
serta mampu mempraktekkan pola hidup sehat khususnya untuk penderita
diabetes mellitus

3
3. Bagi peneliti
Menambah pengetahuan mengenai penyakit diabetes melitus dan
permasalahannya serta pemecahan masalahnya

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tingkat Pengetahuan


Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra
manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Terdapat enam tingkat pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif, yaitu:
1. Tahu (Know). Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya.Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali suatu yang spesifik dari keseluruhan bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima.Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu
tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan dan menyatakan.
2. Memahami (Comprehention). Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan
untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar.Orang yang telah paham
terhadap materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan
dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
3. Aplikasi (Application). Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi sebenarnya. Aplikasi disini
dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,
prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4. Analisis (Analyze). Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi
atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih didalam satu struktur
organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat
dilihat dari penggunaan kata kerjaseperti dapat menggambarkan, membedakan,
memisahkan, dan mengelompokkan.
5. Sintesis (Synthesis). Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk

5
keseluruhan yang baru.Misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkas,
menyesuaikan dan sebagainyaterhadap suatu teori yang telah ada.
6. Evaluasi (Evaluation). Evalausi ini berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.Penilaian ini
didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria
yang telah ada.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan. Ada beberapa faktor


yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu :
1. Pendidikan. Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian
dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.
Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seeorang
makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan
tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari
orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk
semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan
sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan
pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya.
Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti
mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak
diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan
non formal. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek juga mengandung dua
aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan
menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak aspek
positif dari obyek yang diketahui, akan menumbuhkan sikap makin positif
terhadap obyek tersebut.
2. Informasi. Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non
formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga
menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan
tersedia bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan
masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk
media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, penyuluhan dan lain-lain
mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayan orang.

6
Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa
pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang.
Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru
bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.
3. Sosial budaya dan ekonomi. Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang
tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian
seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status
ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang
diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan
mempengaruhi pengetahuan seseorang.
4. Lingkungan. Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu,baik
lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap
proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan
tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang
akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.
5. Pengalaman. Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman baik dari pengalaman
pribadi maupun dari pengalaman orang lain. Pengalaman ini merupakan suatu
cara untuk memperoleh kebenaran suatu pengetahuan.
6. Usia. Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang.
Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola
pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia
tengah (41-60 tahun) seseorang tinggal mempertahankan prestasi yang telah
dicapai pada usia dewasa. Sedangkan pada usia tua (> 60 tahun) adalah usia tidak
produktif lagi dan hanya menikmati hasil dari prestasinya. Semakin tua semakin
bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan sehingga menambah
pengetahuan (Cuwin, 2009).Dua sikap tradisional mengenai jalannya
perkembangan hidup yaitu semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak
informasi yang di jumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga
menambah pengetahuannya dan tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada
orang yang sudah tua karena mengalami kemunduran baik fisik maupun mental.
Dapat diperkirakan bahwa IQ akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia,
khusunya pada beberapa kemampuan yang lain seperti misalnya kosa kata dan

7
pengetahuan umum. Beberapa teori berpendapat ternyata IQ seseorang akan
menurun cukup cepat sejalan dengan bertambahnya usia (Notoadmodjo, 2012).

2.2 Definisi Diabetes melitus


Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau keduanya.4
Menurut American Diabetes Association, Diabetes melitus merupakan
suatu penyakit kronis kompleks yang membutuhkan perawatan medis yang lama
atau terus-menerus dengan cara mengendalikan kadar gula darah untuk
mengurangi risiko multifactorial.13

2.3 Epidemiologi
Organisasi Internasional Diabetes Federation memperkirakan sedikitnya
terjadi 463 juta orang pada usia 20 sampai 79 tahun di dunia menderita Diabetes
pada tahun 2019 atau setara dengan angka prevalensi sebesar 9,3% dari total
penduduk pada usia yang sama. Berdasarkan jenis kelamin, IDF memperkirakan
prevalensi diabetes di tahun 2019 yaitu 9% pada perempuan dan 9,65% pada laki-
laki. Prevalensi diabetes diperkirakan meningkat seiring penambahan umur
penduduk menjadi 19,9% atau 111,2 juta orang pada umur 65-79 tahun. Angka
dipredikasi terus meningkat hingga mencapai 578 juta di tahun 2030 dan 700 juta
di tahun 2045.12
Data Riskesdas 2018 menjelaskan prevalensi DM nasional adalah sebesar
8,5 persen atau sekitar 20,4 juta orang Indonesia terkena DM. Penyandang DM
juga sering mengalami komplikasi akut dan kronik yang serius, dan dapat
menyebabkan kematian. Masalah lain terkait penanganan diabetes melitus adalah
geografis, budaya, dan sosial yang beragam.4
Data Riskesdas 2018 juga menunjukkan bahwa prevalensi diabetes
mellitus di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada umur ≥15 tahun sebesar
2%.Angka ini menunjukkan peningkatan dibandingkan prevalensi Diabetes
Mellitus pada penduduk ≥15 tahun pada hasil Riskesdas 2013 sebesar
1,5%.Namun prevalensi diabetes mellitus menurut hasil pemeriksaan gula darah
meningkat dari 6,9% pada 2013 menjadi 8,5% pada tahun 2018. Angka ini

8
menunjukkan bahwa baru sekitar 25% penderita diabetes yang mengetahui bahwa
dirinya menderita diabetes.12

2.4 Klasifikasi
American Diabetes Association (ADA)2 mengklasifikasikan DM menjadi
tipe 1, tipe 2, DM tipe lain dan DM gestasional. Klasifikasi DM (Diabetes
Melitus) dapat dilihat pada tabel 2.1

Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi


insulin absolut
 Autoimun
 Idiopatik
Tipe 2 Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek
sekresi insulin disertai resistensi insulin
Karena hilangnya sekresi insulin secara progresif yang
sering terjadi oleh karena resistensi insulin.
Diabetes Diabetesyangdidiagnosispadatrimesterkeduaatauket
mellitus iga kehamilan dimana sebelum kehamilan
gestasiona tidakdidapatkan diabetes.
l
Tipe Lain Sindroma diabetes monogenik (diabetes neonatal,
Maturity - Onset diabetes of the young (MODY)
 Penyakit eksokrin pankreas (fibrosis kistik, pankreatitis)
 Disebabkan oleh obat atau zat kimia (misalnya
penggunaan glukokortikoid pada terapi HIV/AIDS atau
setelah transplantasi organ)
Tabel 2.1 Klasifikasi DM4

9
2.5 Faktor Risiko
Berdasarkan WHO tahun 2016 faktor risiko terkait seperti kelebihan berat
badan atau obesitas meningkat yang menyebabkan prevalensi diabetes terus
meningkat.
Tipe 1.Penyebab pasti diabetes tipe 1 tidak diketahui.Secara umum disepakati
bahwa diabetes tipe 1 adalah hasil dari interaksi yang kompleks antara gen dan
faktor lingkungan, meskipun tidak ada faktor risiko lingkungan spesifik yang
terbukti menyebabkan sejumlah besar kasus. Mayoritas diabetes tipe 1 terjadi
pada anak-anak dan remaja.7
Tipe 2.Risiko diabetes tipe2 ditentukan oleh interaksi faktor genetik dan
metabolisme. Etnisitas, riwayat keluarga diabetes, dan diabetes gestasional
sebelumnya bergabung dengan usia yang lebih tua, kelebihan berat badan dan
obesitas, diet yang tidak sehat, aktivitas fisik yang kurang dan merokok dapat
meningkatkan risiko.Beberapa praktik diet dikaitkan dengan berat badan yang
tidak sehat dan / atau risiko diabetes tipe 2, termasuk asupan asam lemak jenuh
yang tinggi, asupan lemak total yang tinggi, dan konsumsi serat makanan yang
tidak memadai. Asupan tinggi minuman yang dimaniskan dengan gula, yang
mengandung banyak gula, meningkatkan kemungkinan kelebihan berat badan atau
obesitas, terutama di kalangan anak-anak.7
Diabetes mellitus gestasional. Faktor risiko dan penanda risiko untuk diabetes
mellitus gestasional termasuk usia (semakin tua seorang wanita usia reproduksi,
semakin tinggi risiko); kelebihan berat badan atau obesitas; pertambahan berat
badan yang berlebihan selama kehamilan; riwayat keluarga diabetes; diabetes
gestasional selama kehamilan sebelumnya; riwayat lahir mati atau melahirkan
bayi dengan kelainan bawaan; dan kelebihan glukosa dalam urin selama
kehamilan. Diabetes pada kehamilan dan diabetes mellitus gestasional dapat
meningkatkan risiko obesitas di masa depan dan diabetes tipe 2 pada
keturunannya.7

2.6 Patofisiologi
Proses autoimun yang merusak sel beta pankreas merupakan patogenesis
utama DM tipe 1, sedangkan masalah utama pada DM tipe 2 adalah resistensi

10
insulin, karena banyak faktor. Pada tipe 2, seorang penderita relatif tidak
membutuhkan insulin sebagai terapi, sebaliknya dapat dilakukan pengaturan diet,
olahraga ataupun dengan obat hipoglikemik oral.Pada sebagian lainnya ditemukan
autoantibodi terhadap sel beta pankreas seperti yang ditemukan pada tipe 1 namun
terdiagnosis saat dewasa yang awalnya didiagnosis sebagai DM tipe 2.Keadaan
tersebut disebut sebagai latent autoimmune diabetes in adults (LADA). Pada awal
diagnosis, penderita tidak memerlukan insulin, namun seiring waktu, kemudian
pasien akan membutuhkan insulin dan akhirnya tergantung penuh pada insulin.
Pengenalan dini kondisi tersebut sangatlah penting dalam upaya mencapai
normoglikemia.14
Menurut PERKENI 2019, secara garis besar patogenesis DM tipe- 2
disebabkan oleh delapanhal (omnious octet) berikut4:
1. Kegagalan sel beta pancreas: Pada saat diagnosis DM tipe-2 ditegakkan, fungsi
sel beta sudah sangat berkurang.
2. Liver: Pada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu
gluconeogenesis sehinggaproduksi glukosa dalam keadaan basal oleh liver
(HGP=hepatic glucose production) meningkat.
3. Otot: Pada penderita DM tipe -2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang
multiple di intramioselular, akibat gangguan fosforilasi tirosin sehingga timbul
gangguan transport glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan
penurunan oksidasi glukosa.
4. Sel lemak: Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin,
menyebabkan peningkatan proses lipolysis dan kadar asam lemak bebas
(FFA=Free Fatty Acid) dalam plasma. Peningkatan FFA akan merangsang proses
glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi insulin di liver dan otot. FFA juga
akan mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang disebabkan oleh FFA ini
disebut sebagai lipotoxocity.
5. Usus:Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibanding
kalau diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek incretin ini
diperankan oleh 2 hormon GLP-1 (glucagon-like polypeptide-1) dan GIP
(glucose-dependent insulinotrophic polypeptide atau disebut juga gastric
inhibitory polypeptide). Pada penderita DM tipe-2didapatkan defisiensi GLP-1

11
dan resisten terhadap GIP. Disamping hal tersebut incretin segera dipecah oleh
keberadaan enzim DPP-4, sehingga hanya bekerja dalam beberapa menit.Saluran
pencernaan juga mempunyai peran dalam penyerapan karbohidrat melalui kinerja
ensim alfa-glukosidase yang memecah polisakarida menjadi monosakarida yang
kemudian diserap oleh usus dan berakibat meningkatkan glukosa darah.
6. Sel Alpha Pancreas: Sel-α pancreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam
hiperglikemia. Sel-α berfungsi dalam sintesis glukagon yang dalam keadaan puasa
kadarnya didalam plasma akan meningkat. Peningkatan ini menyebabkan HGP
dalam keadaan basal meningkat secara signifikan dibanding individu yang
normal.
7. Ginjal: Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam pathogenesis DM
tipe-2. Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gramglukosa sehari. 90% dari glukosa
terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran SGLT-2 (Sodium Glucose co-
Transporter) pada bagian convulated tubulus proksimal. Sedang 10% sisanya akan
di absorbsi melalui peran SGLT-1 pada tubulus desenden dan asenden, sehingga
akhirnya tidak ada glukosa dalam urine. Pada penderita DM terjadi peningkatan
ekspresi gen SGLT-2.
8. Otak:Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang
obes baik yang DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia yang
merupakan mekanisme kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan ini
asupan makanan justru meningkat akibat adanya resistensi insulin yang juga
terjadi di otak. (perkeni)

2.7 Diagnosis
Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama pasien adalah
dilakukan4 :
1. Anamnesis
- Usia dan karakteristik saat onset diabetes.
- Pola makan, status nutrisi, status aktifitas fisik, dan riwayat
perubahan beratbadan.
- Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda.
- Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap,
termasuk terapi gizi medis dan penyuluhan.

12
- Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan,
perencanaan makan dan program latihanjasmani.
- Riwayat komplikasi akut (ketoasidosis diabetik, hiperosmolar
hiperglikemia,hipoglikemia).
- Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi, dan
traktusurogenital.
- Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi
kronikpadaginjal,mata,jantungdanpembuluh
darah,kaki,saluranpencernaan,dll.
- Pengobatan lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosadarah.
- Faktor risiko: merokok, hipertensi, riwayat
penyakitjantungkoroner,obesitas,danriwayatpenyakit keluarga
(termasuk penyakit DM dan endokrin lain).
- Riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM.
- Karakteristik budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi.

2. Pemeriksaan Fisik
- Pengukuran tinggidan berat badan.
- Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah
dalam posisi berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi
ortostatik.
- Pemeriksaanfunduskopi.
- Pemeriksaanronggamulutdankelenjartiroid.
- Pemeriksaanjantung.
- Evaluasi nadi baik secara palpasi maupun denganstetoskop.
- Pemeriksaan kaki secara komprehensif (evaluasi kelainan vaskular,
neuropati, dan adanyadeformitas).
- Pemeriksaan kulit (akantosis nigrikans, bekas
luka,hiperpigmentasi,necrobiosisdiabeticorum, kulit kering, dan bekas
lokasi penyuntikan insulin).
- Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipelain.

13
3. Evaluasi Laboratorium
- Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam setelah TTGO
- Pemeriksaan kadar HbA1c

4. Penapisan Komplikasi
Penapisan komplikasi dilakukan pada setiap penyandang yang baru
terdiagnosis DM tipe 2 melalui pemeriksaan :
- Profil lipid pada keadaan puasa: kolesterol total, High Density
Lipoprotein (HDL), Low Density Lipoprotein (LDL), dantrigliserida.
- Tes fungsihati
- Tesfungsiginjal:Kreatininserumdanestimasi- GFR
- Tes urinrutin
- Albumin urinkuantitatif
- Rasio albumin-kreatininsewaktu.
- Elektrokardiogram.
- Foto Rontgen dada (bila ada indikasi: TBC, penyakit
jantungkongestif).
- Pemeriksaan kaki secarakomprehensif.
- Pemeriksaan funduskopi untukmelihat retinopatidiabetic

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.


Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara
enzimatik dengan bahan plasma darah vena.Pemantauan hasil pengobatan dapat
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan
glukometer.Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya
glukosuria.Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang DM. Kecurigaan
adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti:4,9
- Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunanberat badan yang
tidak dapat dijelaskan sebabnya.
- Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dandisfungsi ereksi
pada pria, serta pruritus vulva pada wanita

14
Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl (7,0 mmol/l). Puasa
didefinisikan sebagai kondisi tidak ada asupan kalori minimal 8 jam.

Atau

Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2 jam setelah Tes Toleransi Glukosa
Oral (TTGO). Tes ini sudah dideskripsikan oleh WHO, dengan menggunakan
beban yang kandungannya setara dengan 75 gram glukosa anhidrat yang
dilarutkan dalam air.

Atau

Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik (11,1
mmol/l).

Atau

Pemeriksaan HbA1c ≥6,5% (48 mmol/mol). Tes ini dilakukan di laboratorium


dengan menggunakan metode yang terstandarisasi oleh National
Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP)

Tabel 2.3 Kriteria Diagnosis Diabetes Mellitus4

Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normalatau kriteria DM


digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi: toleransi glukosa
terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT).
- Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaanglukosa plasma
puasa antara 100-125mg/dl(5,6- 6,9 mmol/L) dan pemeriksaanTTGO glukosa
plasma 2-jam <140 mg/dl;
- Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosaplasma 2 -jam
setelah TTGO antara 140-199 mg/dl (7,8 – 11,0 mmol/L) dan glukosaplasma
puasa <100 mg/dl;
- Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT
- Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasilpemeriksaan
HbA1c yang menunjukkan angka 5,7-6,4%

15
Glukosa
Glukosadarah
HbA1c(%) plasma 2 jam
puasa(mg/dL)
setelag TTGO
(mg/dL)
Diabetes ≥ 6,5 ≥ 126 ≥ 200
Pre- 5,7 – 6,4 100 - 125 140 - 199
Diabetes
Normal < 5,7 70 - 99 70 - 139
Tabel 2.4 Kadar Tes Laboratorium Darah untuk Diagnosis Diabetes dan
Prediabetes4

2.8 Pentalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup
penyandang diabetes. Adapun tujuan khusus dari penatalaksanaan pada DM
adalah4 :
a. Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa
nyaman, dan mencapai target pengendalian glukosa darah.
b. Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati.
c. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah,


tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara
holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku.
Pilar utama pengelolaan DM4 :
1. Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian
dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari
pengelolaan DM secara holistik.

2. Terapi Nutrisi Medis (TNM)

16
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran
makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan
kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes
mellitus perlu ditekankan pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis, dan jumlah
kandungan kalori, terutama pada mereka yang menggunakan obat yang
meningkatkan sekresi insulin atau terapi insulin itu sendiri.
A. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari4:
Karbohidrat
- Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi. Terutama
karbohidrat yang berserat tinggi.
- Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan.
- Dianjurkan makan tiga kali sehari danbila perlu dapat diberikan makananselingan
seperti buah atau makanan lainsebagai bagian dari kebutuhan kalorisehari.

Lemak
a) Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori, dan tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
b) Komposisi yang dianjurkan:
- lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori.
- lemak tidak jenuh ganda < 10 %
- selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.
c) Konsumsi kolesterol dianjurkan < 200 mg/hari.

Protein
- Kebutuhan protein sebesar 10 – 20% total asupan energi.
- Sumber protein yang baik adalah ikan, udang, cumi, daging tanpa lemak, ayam
tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu dan tempe.

Natrium
- Anjuran asupan natrium untuk penyandang DM sama dengan orang sehat yaitu
<2300 mg perhari

17
- Penyandang DM yang juga menderita hipertensi perlu dilakukan pengurangan
natrium secara individual
- Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet
seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.

Serat
- Penyandang DM dianjurkan mengonsumsi serat dari kacangkacangan, buah dan
sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat.
- Anjuran konsumsi serat adalah 20-35 gram/hari yang berasal dari berbagai sumber
bahan makanan.

B. Kebutuhan Kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang
DM, antara lain dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya
25-30 kal/kgBB. Jumlah kebutuhan tersebut ditambah atau dikurangi bergantung
pada beberapa faktor yaitu: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dan lain-
lain. Beberapa cara perhitunga berat badan ideal adalah sebagai berikut4:
a) Perhitungan berat badan ideal (BBI) menggunakan rumus Broca yang
dimodifikasi:
- Berat badan ideal:
90% x (TB dalam cm – 100) x 1 kg
- Untuk laki-laki jika TB < 160 cm dan perempuan TB < 150 cm maka:
BBI = (TB dalam cm -100) x 1 kg

b) Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT)


IMT = BB(kg)/TB(m2)
Klasifikasi IMT (Asia Pasifik):
- BB Kurang       <18,5  
- BB Normal       18,5-22,9
- BB Lebih          >23,0   :
-  Dengan risiko : 23,0-24,9
-  Obes I             : 25,0-29,9

18
-  Obes II            : ≥ 30

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain4:


- Jenis Kelamin: Kebutuhan kalori perempuan sebesar 25 kal/kgBB, laki-laki
sebesar 30 kal/kgBB.
- Umur: 40-59 tahun dikurangi 5%, 60-69 tahun dikurangi 10%, > 70 tahun
dikurangi 20%
- Aktivitas Fisik atau Pekerjaan: penambahan 10% pada keadaan istirahat, 20%
aktivitas ringan, 30% aktivitas sedang, 50% aktivitas sangat berat.
- Berat badan: bila gemuk, dikurangi sekitar 20-30% tergantung tingkat
kegemukan. Bila kurus, ditambah sekitar 20-30% sesuai kebutuhan.

C. Latihan Fisik4
Kegiatan fisik sehari-hari dan latihan fisik secara teratur (3-5 hari seminggu
selama sekitar 30-45 menit), dengan total 150 menit perminggu, dengan jeda antar
latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Latihan jasmani yang dianjurkan
berupa latihan jasmani yang bersifat aerobic dengan intensitas sedang (50-70%
denyut jantung maksimal), seperti jalan cepat, bersepeda santai, jogging, dan
berenang. Denyut jantung maksimal dihitung dengan cara = 220 – usia pasien.

D. Intervensi Farmakologis
Cara kerja utama Efek samping Penurunan A1C
Sulfonilurea Meningkatkan sekresi BB naik, 1,0 – 2,0%
insulin hipoglikemia
Glinid Meningkatkan sekresi BB naik, 0,5 – 1,5%
insulin hipoglikemia
Metformin Menekan produksi Diare, dispepsia, 1, 0 – 2,0 %
glukosa hati dan asidosis laktat
menambah
sensitivitas terhadap
insulin
Penghambat Menghambat absorpsi Flatulens, tinja 0, 5 – 0,8 %

19
alfaglukosidase glukosa lembek
Tiazolidindion Menambah Edema 0,5 – 1,4 %
sensitivitas terhadap
insulin
Penghambat Meningkatkan sekresi Sebah, muntah 0,5 – 0,8%
DPP –IV insulin, menghambat
sekrresi glukagon
Penghambat Menghambat Dehidrasi, infeksi 0,8 – 1,0%
SGLT-2 penyerapan kembali saluran kemih
glukosa di tubuli
distal ginjal
Tabel 2.5 Profil obat antihiperglikemia oral di Indonesia4

Dosis Lama Frekuensi


Golongan Generik mg/tab Harian Kerja / Waktu
(mg) (jam) hari
Glibenclamid 2,5-5 2,5-20 12-24 1-2
Glipizide 5-10 5-20 12-16 1
30-60 30-120 24 1 Sebelum
Sulphonylrea Gliclazide
80 40-320 10-20 1-2 makan
Gliquidone 30 15-120 6-8 1-3
Glimepiride 1,2,3,4 1-8 24 1
Repaglinide 0,5-1-2 1-16 4 2-4
Glinide
Nateglinide 60-120 180-360 4 3
Tidak
Thiazolidindio bergantun
Pioglitazone 15-30 15-45 24 1
ne g jadwal
makan
Penghambat Bersama
Alfa- Acarbose 50-100 100-300 3 suapan
Glukosidase pertama
500-
Bersama/
3000 6-8 1-3
Biguanide Metformin 500-850 sesudah
500- 24 1-2
makan
2000
Penghambat Vildagliptin 25-50-100 25-100 24 1 Tidak
DPP-IV Sitagliptin 5 bergantun
g jadwal

20
Linagliptin 5 makan
Tidak
Penghambat bergantun
Dapagliflozin 5-10 5-10 24 1
SGLT-2 g jadwal
makan
Tabel 2.6 Obat antihiperglikemia oral4

1) Obat Antihiperglikemia Suntik


Termasuk anti hiperglikemia suntik, yaitu insulin, agonis GLP-1 dan kombinasi
insulin dan agonis GLP-1.4,10
a. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
- HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolikyang ditandai antara lain
dengan: gejala klasik diabetes dan penurunan berat badan, glukosa darah puasa
(GDP) > 250 mg/dL, glukosa darah sewaktu > 300 mg/dL,
- Penurunan berat badan yang cepat
- Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
- Krisis Hiperglikemia
- Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
- Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut, stroke)
- Kehamilan dengan DM/Diabetes mellitus gestasional yang tidak terkendali
dengan perencanaan makan
- Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
- Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
- Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi

Parameter Sasaran
IMT (kg/m2) 18,5 - < 23
Tekanan darah sistolik (mmHg) < 140
Tekanan darah diastolik (mmHg) < 90
Glukosa darah preprandial kapiler 80 – 130 (4,4 – 7,2 mmol/L)
(mg/dl)
Glukosa darah 1-2 jam postprandial < 180 (10,0 mmol/L)
kapiler (mg/dl)

21
HbA1c (%) < 7 (53 mmol/mol)
Kolesterol LDL (mg/dl) < 100 (< 70 bila risiko KV
sangat tinggi)
Kolesterol HDL (mg/dl) Laki-laki: > 40
Perempuan: > 50
Trigliserida (mg/dl) < 150
Gambar 3. Sasaran Pengendalian untuk DM5,4

2.9 Komplikasi
Orang dengan kadar gula darah yang terkontrol dengan baik menunjukkan
komplikasi DM yang jauh lebih jarang dan parah. Masalah kesehatan yang lebih
luas mempercepat terjadinya kerusakanefek diabetes. Merokok, peningkatan kadar
kolesterol, obesitas, tekanan darah tinggi, dan kurang olahraga teratur
meningkatkan efek samping diabetes17.

Komplikasi Akut17
1. Ketoasidosis Diabetikum
Keadaan darurat medis dan perhatian medis segera yang merupakan komplikasi
akut dan berbahaya. Hati mengubah asam lemak menjadi keton untuk bahan bakar
selama kadar insulin rendah, di mana badan keton yang diproduksi bertindak
sebagai substrat perantara dalam urutan metabolisme tersebut. Ini dapat menjadi
masalah serius jika level berkelanjutan hadir secara berkala. pH darah menurun
karena peningkatan kadar badan keton, dan menyebabkan terjadinya ketoasidosis
diabetikum.
2. Status Hiperglikemi Hiperosmolaritas
Meskipun HNS memiliki banyak gejala yang sama dengan DKA, ini adalah
komplikasi akut dengan asal yang sama sekali berbeda dan pengobatan yang
berbeda. Air akan secara osmotik dikeluarkan dari sel ke dalam darah dan ginjal
akhirnya mulai membuang glukosa ke dalam urin pada seseorang dengan kadar
glukosa darah yang sangat tinggi, yang biasanya dianggap> 300 mg / dl (16 mmol
/ L). Hilangnya air dan peningkatan osmolaritas darah adalah hasil akhirnya. Efek
osmotik dari kadar glukosa tinggi, dikombinasikan dengan hilangnya air, pada
akhirnya tidak akan menyebabkan dehidrasi jika cairan tidak diganti oleh mulut

22
atau intravena. Sel-sel tubuh menjadi semakin dehidrasi karena air diambil dari
mereka dan dikeluarkan.Ketidakseimbangan elektrolit juga sering terjadi dan
selalu berbahaya.
3. Hipoglikemia
Beberapa pengobatan diabetes yang dapat menyebabkan komplikasi akut disebut
hipoglikemia atau kadar glukosa darah rendah yang tidak normal. Jarang terjadi
sebaliknya, baik pada pasien diabetes atau non-diabetes.Pasien mungkin menjadi
gelisah, berkeringat, dan lemahdan memiliki banyak gejala aktivasi simpatis dari
sistem saraf otonom yang mengakibatkan perasaan yang mirip dengan ketakutan
dan panik yang tidak bisa bergerak.Dalam kasus ekstrim, kesadaran pasien dapat
berubah atau bahkan hilang yang dapat menyebabkan koma, kejang, atau bahkan
kerusakan otak dan kematian.Pada pasien diabetes, hal ini mungkin disebabkan
oleh beberapa faktor seperti insulin yang terlalu banyak atau waktunya tidak tepat,
terlalu banyak atau waktu olahraga yang tidak tepat (olahraga menurunkan
kebutuhan insulin), atau tidak cukup makanan (khususnya karbohidrat yang
mengandung glukosa).

Komplikasi Kronik17
Kerusakan pembuluh darah pada penderita diabetes disebabkan oleh peningkatan
kronis kadar glukosa darah. Sel-sel endotel yang melapisi pembuluh darah
mengambil lebih banyak glukosa dari biasanya, karena mereka tidak bergantung
pada insulin.Kemudian, membran basal mulai tumbuh lebih tebal dan lebih lemah
karena sel-sel endotel ini membentuk lebih banyak glikoprotein permukaan
daripada biasanya.Pada diabetes, masalah yang diakibatkannya dikelompokkan
dalam "penyakit mikrovaskular" (akibat kerusakan pada pembuluh darah kecil)
dan "penyakit makrovaskular"(karena kerusakan arteri)

23
2.10Prognosis
Risiko kematian penderita diabetes 4-5 kali lebih besar dibandingkan nondiabetik
dengan penyebab kematian 50% akibat penyakit jantung koroner dan 30% akibat
gagal ginjal Prognosis dari DM bergantung pada pola hidup yang dilakukan oleh
pasien dalam mengontrol kadar gula nya. Pasien dengan kontrol glikemik ketat
(HbA1c < 7%), tanpa disertai riwayat gangguan kardiovaskuler, dan juga tidak
ada gangguan mikrovaskuler serta makrovaskuler akan mempunyai harapan hidup
lebih lama. Namun jika pasien memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler dan telah
menderita diabetes lama (≥ 15 tahun) akan mempunyai harapan hidup lebih
singkat, walaupun telah melakukan kontrol glikemik ketak sekalipun. 18
DM dapat
menyebabkan mortalitas dan morbiditas karena dapat berkomplikasi pada
penyakit kardiovaskuler, penyakit ginjal, gangguan pembuluh darah perifer,
gangguan saraf (neuropati), dan retinopati. Pengontrolan kadar glikemik
merupakan cara efektif untuk pencegahan DM18

24
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Jenis penelitian ini menggunakan deskriptif korelation yaitu bahwa
penelitian ini menjelaskan hubungan antara variabel independen dan variabel
dependen dengan menggunakan pendekatan Cross Sectional yaitu pendekatan ini
melakukan pengukuran variabel independen dan variabel dependen dilakukan
hanya satu kali pada waktu yang sama.

3.2 Populasi dan sampel


Populasi adalah subjek yang memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam
penelitian. Pada penelitian ini populasinya adalah semua penderita Diabetes
melitus yang sesuai dengan kriteria inklusi di Puskesmas Sukarami berjumlah 45
orang.
Sampel merupakan bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan
sebagai subjek penelitian melalui sampling. Dengan demikian sampel merupakan
sebagian dari populasi yang karakteristiknya hendak diselidiki yang kemudian
bisa mewakili keseluruhan populasinya sehingga jumlahnya lebih sedikit dari
jumlah populasi.
Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita Diabetes
melitus yang sesuai dengan kriteria inklusi berjumlah 45 orang. Dalam penelitian
ini peneliti mempersempit jumlah populasi yaitu dengan menghitung ukuran
sampel yang dilakukan dengan menggunakan Teknik/rumus Slovin. Adapun
penelitian ini menggunakan rumus slovin karena dalam penarikan sampel
jumlahnya harus representative agar hasil penelitian dapat digeneralisasikan,
kemudian dapat dilakukan dengan rumus dan penghitungannya menjadi
sederhana.
Rumus Slovin untuk menentukan sampel adalah sebagai berikut:
N
n= 2
1+ N ( e)
n = ukuran sampel/jumlah responden

25
N = ukuran populasi
e = presentase kelonggaran kesalahan pengambilan sampel yang masih bisa
ditolelir, e = 0,1
Dalam rumus slovin ada dua ketentuan sebagai berikut:
Nilai e = 0,1 (10%) umtuk populasi jumlah besar
Nilai e = 0,2 (20%) untuk populasi dalam jumlah kecil.
Jadi rentang sampel yang dapat di ambil dari teknik slovin adalah antara 10-20%
dari populasi penelitian. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 45 orang
jadi presentase kelonggaran yang digunakan adalah 10% dan hasil
penghitungannya dapat dibulatkan untuk mencapai kesesuaian. Maka untuk
mengetahui sampel penelitian, dengan penghitungan sebagai berikut:
N
n= 2
1+ N ( e)
45
n= 2
1+ 45(0.1)
n=31
sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini berjumlah 31 responden. Kriteria
sampel dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu kriteria inklusi dan kriteria
eksklusi. Penentuan kriteria sampel dapat membantu peneliti untuk mengurangi
bias penelitian.
\

a. kriteria inklusi
1. Pasien yang bersedia menjadi subjek penelitian pada mini project ini.
2. Pasien yang terdiagnosa diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Sukarami
3. Pasien diabetes melitus tipe 2 yang sudah pernah kontrol rutin di Puskesmas
Sukarami
4. Pasien diabetes melitus yang mendapatkan pengobatan OHO (Obat
hipolikemik oral) di Puskesmas Sukarami.
b. kriteria eksklusi
1. Pasien yang tidak bersedia menjadi subjek penelitia
2. Pasien dengan diagnosa diabeters melitus tipe 2
3. Pasien diabetes melitus tipe 2 yang baru melakukan pemeriksaan pertama kali
4. Pasien diabetes melitus tipe 2 yang mendapatkan pengobatan injeksi

26
5. Pasien dengan diagnosa insulin dependent diabetes melitus

27
3.3 Teknik sampling
Teknik sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat
mewakili jumlah populasi. Teknik sampling merupakan teknik pengambilan
sampel. Pada penelitian ini teknik sampling menggunakan Non probability
sampling yaitu dengan purvosive sampling dimana teknik penentuan sampel
berdasarkan kriteria tertentu dan apabila dipandang orang yang bersangkutan telah
memenuhi kriteria inklusi.

3.4 Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel


Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda
terhadap sesuatu (benda, manusia, dll) yang merupakan ciri yang dimiliki oleh
anggota suatu kelompok. Variabel dalam penelitian ini meliputi
1. Variabel Independent / Variabel Bebas
Variabel ini merupakan variabel yang mempengaruhi atau nilainya
menentukan variabel lain. Pada penelitian ini variabel independent (bebas)
adalah Tingkat Pengetahuan.
2. Variabel Dependent / Terikat
Variabel ini merupakan variabel yang dipengaruhi atau nilainya ditentukan
oleh variabel lain dan penelitian ini variabel dependent (terikatnya) adalah
Kadar gula darah
Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu variabel
dengan cara memberikan arti, atau menspesifikasi kegiatan atau memberikan
suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut
Variabel Definisi Parameter Alat Ukur Skor Skala
Operasional
Independen: Aspek yang Kuesioner Kuesioner Tingkat Ordinal
Pengetahuan diketahui dan DKQ-24 pengetahuan
diingat oleh (Diabetes
responden tentang Knowledge 76-100%
hipertensi meliputi Questionaire) (Baik)
dari definisi 56-75%
hipertensi, (Cukup)
penyebab, tanda <56%
gejala, klasifikasi, (Kurang)
komplikasi,
pencegahan
kenaikan tekanan
darah

28
Dependen : Kadar gula 1. Kadar gula darah Glukometer <200 Ordinal
Kadar gula darah adalah tinggi Strip glukosa normoglikemia
darah kandungan gula di 2. Kadar gula darah darah
sewaktu dalam aliran darah normal >200
yang berada di Hiperglikemia
dalam tubuh yang
bisa menjadi
indikator dari
diabetes melitus.

3.5 Metode Pelaksanaan


Data primer dengan metode pengisiam kuesioner pada saat kunjungan rutin poli
pada pasien diabetes melitus tipe 2. Kuesioner diberikan setelah pasien
mendapatkan pelayanan dan melakukan pengecekan gula darah rutin. Kuesioner
yang diberikan berisi mengenai data umum dan data tingkat pengetahuan pada
DM. Kuesioner DKQ-24 (Diabetes Knowledge Questionaire) merupakan
kuesioner tentang pengetahuan pasein tentang diabetes mellitus. Daftar pertanyaan
DKQ-24 (Diabetes Knowledge Questionnaire) terdapat 24 item. Cara pengukuran
kuesioner DKQ-24 dengan cara menjumlahkan semua pertanyaan dari no 1-24
dengan kategori <55 yaitu pengetahuannya kurang 56-75 pengetahuannya cukup,
dan 76-100 pengetahuannya baik.

3.6 Pengumpulan data


Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan pada subjek dan proses
pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam penelitan. Data primer
adalah data yang diperoleh dari sumber data pertama atau tangan pertama di
lapangan bisa berupa responden atau subjek penelitian, hasil kuesioner,
wawancara, observasi. Data yang didapat adalah karakteristik responden meliputi
usia, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan serta tekanan darah. Data sekunder
adalah data yang diperoleh dari sumber data kedua atau sekunder misalnya dari
data rekam medis.

3.7 Pengolahan dan penyajian data


Pengolahan data pengelolahan data hasil jawaban responden dari
kuesioner dilakukan dengan menggunakan teknologi komputer program spss
(statistical package for social science) dengan prosedur sebagai berikut :

29
1. Editing. data yang ada dalam formulir pengumpulan data diperiksa
kelengkapan jawabannya, keterbacaan tulisan, kesesuaian jawaban.
2. Coding. setiap variable yang akan diukur atau dianalisis diberi kode sebagai
dasar untuk menentukan skor masing-masing variable tersebut.
a. Data Umum
Karakteristik Usia
Kode 1 (40-45 tahun)
Kode 2 (46-50 tahun)
Kode 3 (51-55 tahun)
Kode 4 (56-60 tahun)
Karakteristik jenis kelamin
Kode 1 : Laki-laki
Kode 2 : Perempuan
Karakteristik Pekerjaan
Kode 1 : Tidak bekerja
Kode 2 : wiraswasta
Kode 3 : PNS
Karakteristik tingkat pengetahuan
Kode 1 : kurang
Kode 2 : cukup
Kode 3 : baik
Karakterisitik kadar gula darah
Kode 1 : normoglikemia
Kode 2 : hiperglikemia
b. Data Khusus
Tingkat Pengetahuan
Kode 1 : Kurang
Kode 2 : Cukup
Kode 3 : Baik
Kadar Gula darah
Kode 1 : normoglikemia
Kode 2 : hiperglikemia

30
3. Cleaning. data cleaning dilakukan pada semua lembar kerja untuk
membersihkan kesalahan yang mungkin terjadi selama proses input data.
Proses ini dilakukan melalui analisis frekuensi pada semua variable. Data
missing dibersihkan dengan menginput data yang benar.
4. Tabulating tabulating (tabulasi data). dengan menggunakan bantuan komputer
sesuai dengan variable yang diteliti dan kebutuhan analisis untuk
memudahkan proses pengolahan data 2. Penyajian data penyajian data
dilakukan dalam bentuk distribusi frekuensi persentasi yang disertai dengan
penjelasan dan table analisis.

3.8 Analisa data


Analisa data merupakan kegiatan untuk mengubah data menjadi seringkasnya,
sehingga data tersebut dapat mewakili oleh satu atau beberapa angka yang dapat
memberikan informasi yang jelas. Dalam penelitian ini menggunakan Analisa
univariat dan Analisa bivariate.
1. Analisa Univariate
Analisa univariate atau deskriptif adalah suatu prosedur pengolahan data
dengan menggambarkan dan meringkas data secara ilmiah dalam bentuk tabel
atau grafik. Data-data yang disajikan meliputi frekuensi, proporsi dan ratio,
ukuran-ukuran kecenderungan pusat (rata-rata hitung, median, modus),
maupun ukuran-ukuran variasi (simpangan baku, variasi, rentang dan kuartil).
Analisa ini digunakan untuk mengetahui karakteristik usia, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan dan tingkat pengetahuan serta tekanan darah dari
responden.
2. Analisa Bivariate
Analisa bivariate merupakan analisis yang digunakan untuk menguji
hubungan antara dua variabel, yaitu hubungan antara masing- masing variabel
independent dengan variabel dependent. Analisa bivariate yang ingin
dilakukan pada penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan tingkat
pengetahuan dengan kadar gula darah. Analisis uji korelasi pada penelitian ini
menggunakan uji Rank Spearman dimana diperoleh hasil p value 0,000
(p<0,05) yang artinya berkorelasi atau signifikan.

31
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Profil Wilayah dan Profil Puskesmas


Puskesmas Sukarami berdiri pada tahun 1991 dan hingga saat ini masih
beroperasional memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai dengan
fungsinya sebagaimana yang tercantum dalam Buku Pedoman Kerja Puskesmas.
Luas Gedung Puskesmas kira-kira 400 m2 memiliki 16 ruangan yang memadai
untuk memberikan pelayanan kesehatan. Luas area keseluruhan kira-kira 800
m2. Puskesmas Sukarami terletak di Kecamatan Sukarami tepatnya di
JalanKebun Bunga, Kelurahan Kebun Bunga, RT 37 RW 05, berdekatan
denganperkantoran seperti Kantor Camat Sukarami, Kantor KUA, dan Kantor
Lurah Kebun Bunga. Letak Puskesmas Sukarami yang berada kira-kira 500
meterdari tepi Jalan Kolonel H. Burlian dan tidak dilewati oleh jalur
kendaraanumum, maka pengunjung Puskesmas harus menggunakan kendaraan
pribadi atau ojek. Wilayah kerjanya meliputi 2 kelurahan, yaitu Kelurahan
Sukarami dan Kelurahan Kebun Bunga. Wilayah kerjanya meliputi 2 kelurahan,
yaitu Kelurahan Sukarami dan Kelurahan Kebun Bunga. Luas wilayah kerja
Puskesmas Sukarami yaitu 1.290 Ha ini berbatasan dengan:
- Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Srijaya, Suka Bangun
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Talang Keramat
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Karya Baru
- Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Sukodadi

4.2 Analisis Kemungkinan Masalah dan Menentukan Prioritas Masalah


Setelah data terkumpul, penulis kemudian melakukan FGD (Focus Group
Discussion). Melalui diskusi bersama pembimbing dan penanggungjawab
program kegitan Diabetes melitus yang tercakup didalam program penyakit
tidak menular di Puskesmas Sukarami Palembang, penulis mengidentifikasi
masalah kesehatan di Puskesmas Sukarami Palembang. Penentuan prioritas
masalah menggunakan Metode Kriteria Matriks USG (Urgency, Seriousness,
Growth). Caranya dengan menentukan tingkat urgensi, keseriusan dan

32
perkembangan masalah dengan menentukan skala NILAI 1-5. Masalah yang
memiliki total skor tertinggi merupakan masalah prioritas.
Dalam penelitian ini terdapat dua masalah utama dalam pelaksaanan
program penyakit tidak menular (PTM) terkhususnya dalam kasus diabetes
melitus tipe 2, yaitu kurangnya tingkat pengetahun masyarkat pada kasus DM
baik dari segi pengobatan, komplikasi yang didapatkan, dan pemahamana
mengenai penyakit itu sendiri. Lalu masalah kedua adalah penemuan kasus
Diabetes melitus yang karena takut dengan prosedur yang akan dilaksanakan.
Tabel 1. Prioritas masalah
Masalah kesehatan U S G UXSXG
kurangnya tingkat pengetahun masyarkat pada kasus DM 5 5 4 14
baik dari segi pengobatan, komplikasi yang didapatkan,
dan pemahamana mengenai penyakit itu sendiri
Penemuan kasus yang terhambat karena rasa takut pasien 4 5 4 13

Dari tabel 1. Telah ditemukan bahwa tingkat pengetahuan termasuk dalam


prioritas masalah dalam mini project ini. Dalam melakukan pengobatan terdapat
kolaborasi antara pasien dan tenaga kesehatan. Apabila kolaborasi itu tidak
terjadi maka pengobatan pun akan sia-sia dan pasien bisa jatuh dalam kondisi
yang lebih serius. Untuk membantu menentukan kemungkinan penyebab
masalah dapat dipergunakan diagram tulang ikan (fishbone). Diagram ini dibuat
berdasarkan pendekatan sistem meliputi input (man, method, money, machine,
material, lingkungan) dan proses (P1, P2, P3).

Tabel 1. Analisis Kemungkinan Penyebab Masalah


Input Kelebihan Kekurangan
Man Adanya dokter, perawat, Bidan, nutrient kader kurang aktif dalam
dan analis yang tercakup dalam program melakukan penyuluhan ke
masyarakat sehingga kunjungan
Tersedianya coordinator program
posyandu untuk screening semakin
Adanya kader pada setiap wilayah yang berkurang
dapat membantu dalam menscreening
pasien Diabetes melitus

Adanya kader yang dapat memberikan


penyuluhan mengenai kasus Diabetes
melitus.
Money Tersedianya dana operasional khusus Tidak terdapat masalah
untuk kegiatan program

33
Methods Terdapat SOP untuk screening pasien Tidak terdapat masalah
Diabetes melitus baik dalam dan luar
gedung

Kunjungan rumah untuk pasien yang


memiliki komplikasi kronis atau memiliki
hambatan dalam beraktivitas
Material Tersedianya poli umum maupun lansia Tidak terdapat masalah
untuk pemeriksaan kasus di puskesmas

Tersedianya sarana pelayanan kesehatan


lainnya seperti Posyandu dan Puskesmas
Pembantu.

Tersedianya laboratorium untuk


membantu menegakkan diagnosis TB
Lingkungan Terjangkaunya banyak sarana Penyampaian konseling yang
pelayanan kesehatan dari wilayah kurang optimal
tempat tinggal masyarakat.
Kurang partisipasi keluarga dalam
Adanya kader pada setiap pemeliharaan DM
desa untuk membantu screening kasus
Diabetes melitus Kurangnya tingkat pengetahuan
pasien dalam diabetes melitus serta
komplikasi yang ditimbulkan
apabila tidak rutin kontrol serta
minum obat rutin.

Masih kurangnya kesadaran


masyarakat untuk pemeriksaan
gula darah dalam deteksi DM
karena kurangnya informasi

Kesulitan dalam menemukan dan


mendiagnosa kasus DM tingginya
rasa takut dalam prosedur yang
dijalankan
P1 Terdapat target sasaran Tidak ada masalah
(Perencanaan) jumlah penemuan pasien diabetes melitus
P2 Petugas kesehatan di sarana Penyuluhan belum maksimal
(Pelaksanaan pelayanan kesehatan
Penggerakan) melakukan pemeriksaan Kurangnya kerjasama dengan
kepada pasien DM yang tokoh masyarakat untuk
datang ke puskesmas memberikan pengetahuan pada
(Passive Case Finding). masyarakat.

Petugas kesehatan di sarana


pelayanan kesehatan
melakukan kegiatan posbindu dalam
langkah screening pasien DM pada
masyarakat sekitar

Kerjasama dan dukungan


dari lintas program yaitu
Promkes, Gizi, laboratorium

Melakukan penemuan

34
pasien DM sesuai SOP.

Adanya kunjungan rumah pada pasien DM


yang memiliki hambatan dalam
beraktifitas dan sudah mengalami
komplikasi kronis
P3 Laporan mengenai jumlah Tidak ada masalah
(Penilaian, pasien DM di Puskesmas
Pengawasan,
Pengendalian) Laporan program PTM DM ke
dinas kesehatan kabupaten

Diagram 1 Fishbone Diabetes Melitus

Man Money Methods Materials

Tidak
terdapat
kader kurang aktif masalah
Tidak Tidak
dalam melakukan
terdapat terdapat
penyuluhan ke
masalah masalah
masyarakat sehingga
kunjungan posyandu
untuk screening
semakin berkurang

Penyelesaian
Pelayanan
Penderita
Diabetes melitus
Penyampaian konseling (belum optimal)
yang kurang optimal

P1 : tidak ada masalah


Kurang partisipasi
keluarga dalam
P3 : tidak ada masalah Kurangnya tingkat pengetahuan
pemeliharaan DM
pasien dalam diabetes melitus
serta komplikasi yang ditimbulkan
Masih kurangnya kesadaran apabila tidak rutin kontrol serta
masyarakat untuk minum obat rutin.
pemeriksaan gula darah
PROSES dalam deteksi DM karena
kurangnya informasi Kesulitan dalam menemukan
dan mendiagnosa kasus DM
tingginya rasa takut dalam
P2 : LINGKUNGAN prosedur yang dijalankan
Penyuluhan belum maksimal

Kurangnya kerjasama dengan


tokoh masyarakat untuk
memberikan pengetahuan pada
masyarakat.

35
Tabel 3. Penentuan prioritas penyebab masalah
Penyebab Masalah I T R Total
kader kurang aktif dalam melakukan penyuluhan ke 3 4 3 36
masyarakat sehingga kunjungan posyandu untuk
screening semakin berkurang
Penyampaian konseling yang kurang optimal 4 3 4 48
Kurangnya tingkat pengetahuan pasien dalam 4 4 4 64
diabetes melitus serta komplikasi yang ditimbulkan
apabila tidak rutin kontrol serta minum obat rutin.
Kurang partisipasi keluarga dalam pemeliharaan DM 3 3 3 27
Masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk 3 4 2 24
pemeriksaan gula darah dalam deteksi DM karena
kurangnya informasi
Kesulitan dalam menemukan dan mendiagnosa kasus 3 3 2 18
DM tingginya rasa takut dalam prosedur yang
dijalankan
Kurangnya kerjasama dengan 3 3 3 27
tokoh masyarakat untuk
memberikan pengetahuan pada
masyarakat.

Berdasarkan tabel prioritas akar penyebab masalah dari perhitungan IxTxR


(Importance, Technology, and Resource) masalah utama dapat disimpulkan antara
lain disebabkan oleh:
1. Kurangnya tingkat pengetahuan pasien dalam diabetes melitus serta
komplikasi yang ditimbulkan apabila tidak rutin kontrol serta minum obat
rutin.
2. Penyampaian konseling yang kurang optimal
3. kader kurang aktif dalam melakukan penyuluhan ke masyarakat sehingga
kunjungan posyandu untuk screening semakin berkurang
Setelah ditentukan prioritas masalah dari program PTM terkhususnya pada
kasus diabetes melitus yaitu “Kurangnya tingkat pengetahuan pasien dalam
diabetes melitus serta komplikasi yang ditimbulkan apabila tidak rutin kontrol
serta minum obat rutin”. Maka dari itu penulis tertarik dalam meneliti Hubungan
antara tingkat pengetahuan dengan kadar gula darah pada pasien diabetes melitus
tipe II yang mengonsumsi OAHA (Oral Anti Hyperglicemic Agent). untuk melihat
apakah tingkat pengetahuan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kadar

36
gula darah pasien. Penelitian ini dilakukan secara kuantitatif dan dilakukan di
puskemas sukarami bulan februari 2023.
4.3 Hasil Penelitian

Pada pembahasan ini, akan disajikan hasil penelitian berupa data umum yang
meliputi karakteristik responden berupa umur, jenis kelamin, dan pekerjaan.
Kemudian data khusus yang akan disajikan berupa hasil dari kuesioner
pengetahuan dan kadar gula darah, serta hubungan kolerasi tingkat pengetahuan
dengan kadar gula darah pada penderita diabetes melitus tipe II yang
mengonsumsi Oral Anti Hyperglicemic agent di Puskesmas Sukarami Bulan
februari tahun 2023

a. Analisa Univariat
1) Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Karakteristik responden berdasarkan umur di Puskesmas Sukarami Bulan Februari
Tahun 2023 menunjukkan bahwa mayoritas pasien berusia diatas 60 tahun yaitu
sebanyak 21 pasien (67,75) dari total 31 pasien.
Usia N %
40 - 45 tahun 2 6,5
46 - 50 tahun 5 16,1
51 - 55 tahun 0 0,0
56 - 60 tahun 3 9,7
> 60 tahun 21 67,7
Jumlah 31 100
Tabel 1. Karakteristik Usia

2) Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin.


Karakteristik responden berdasarkan Jenis Kelamin di Puskesmas Sukarami Bulan
Februari Tahun 2023 menunjukkan bahwa pasien berjenis kelamin perempuan
sebanyak 19 pasien (61,3%) sedangkan pasien berjenis kelamin laki – laki hanya
sebanyak 12 pasien (38,7%).
Jenis Kelamin N %
Laki-laki 12 38,7
Perempuan 19 61,3
Jumlah 31 100
Tabel 2. Karakteristik Jenis Kelamin

3) Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

37
Karakteristik responden berdasarkan Pekerjaan di Puskesmas Sukarami Bulan
Februari Tahun 2023 menunjukkan bahwa mayoritas pasien tidak bekerja yaitu 17
pasien (54,8%) sedangkan pasien yang bekerja sebagai Wiraswasta sebanyak 8
pasien (25,8%) dan pasien yang bekerja sebagai PNS sebanyak 6 orang (19,4%).
Pekerjan n %
Tidak Bekerja 17 54,8
Wiraswasta 8 25,8
PNS 6 19,4
Jumlah 31 100
Tabel 3. Karakteristik Pekerjaan

4) Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan


Karakteristik responden berdasarkan Tingkat Pengetahuan di Puskesmas
Sukarami Bulan Februari Tahun 2023 menunjukan bahwa mayoritas pasien masih
memiliki tingkat pengetahun yang kurang yaitu 19 pasien (61,3%), 7 pasien
(22.6%) dengan pengetahuan Cukup dan hanya 5 pasien (16,1%) yang memiliki
tingkat pengetahuan yang baik.
Tingkat Pengetahuan N %
Kurang 19 61,3
Cukup 7 22,6
Baik 5 16,1
Jumlah 31 100
Tabel 4. Karakteristik Tingkat Pengetahuan

5) Karakteristik Responden Berdasarkan Kadar Gula darah


Karakteristik responden berdasarkan Kadar gula darah di Puskesmas Sukarami
Bulan Februari Tahun 2023 menunjukan bahwa mayoritas pasien mengalami
kadar gula darah yang tergolong Hiperglikemia yaitu 25 pasien (80,6%) dan
hanya 6 pasien (19,5%) yang mengalami kadar gula darah yang tergolong
Normoglikemia.
Kadar Gula Darah N %
Normoglikemia 6 19,4
Hiperglikemia 25 80,6
Jumlah 31 100
Tabel 5. Karakteristik Kadar Gula Darah

b. Analisa Bivariat
Tabulasi silang hubungan pengetahuan dengan kadar gula darah pada

38
penderita Diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Sukarami Bulan Februari Tahun
2023 menunjukkan bahwa pada pasien yang mengalami kadar gula darah yang
tergolong Normoglikemia, mayoritas pasien memiliki pengetahuan yang baik
yaitu 4 orang (66,7%) dan 2 pasien (33,3%) memiliki pengetahuan yang cukup
serta tidak ada pasien yang memiliki pengetahuan yang kurang. Sedangkan untuk
pasien yang mengalami kadar gula darah yang tergolong Hiperglikemia,
mayoritas pasien memiliki pengetahuan kurang yaitu 19 pasien (76,0%) dan
hanya 5 pasien (20,0%) yang memiliki pengetahuan cukup serta 1 pasien (4,0%)
yang memiliki pengetahuan baik.

Kadar Gula Darah Korelasi


Tingkat Pengetahuan Normoglikemia Hiperglikemia Rank Nilai P
N % N % Spearman
Kurang 0 0,0 19 76,0
Cukup 2 33,3 5 20,0 -0,693 0,000
Baik 4 66,7 1 4,0
Jumlah 6 100 25 100    
Tabel 6. Tingkat Pengetahuan dan Kadar Gula Darah

Koefisien korelasi Rank Spearman sebesar -0,693 (korelasi negatif)


dengan nilai P sebesar 0,000 < 0,05 (α) sehingga tolak H 0. Artinya dengan tingkat
kepercayaan 95% terdapat hubungan keeratan/korelasi yang kuat antara tingkat
pengetahuan dengan kadar gula darah. Koefisien korelasi negatif menunjukkan
bahwa semakin tinggi/baik tingkat pengetahuan maka kadar gula darah akan
semakin rendah atau kadar gula darah yang dimiliki pasien cenderung tergolong
ke Normoglikemia.

c. Post Intervensi
Setelah dilakukan Analisis uji korelasi pada penelitian dengan uji Rank
Spearman dimana diperoleh hasil p value 0,000 (p<0,05) yang bermakna semakin
tinggi/baik tingkat pengetahuan maka kadar gula darah akan semakin rendah atau
kadar gula darah yang dimiliki pasien cenderung tergolong ke Normoglikemia.
Setelah dibuktikan bahwa terdapat hubungan antara dua variabel tersebut,
selanjutnya dilakukan intervensi pada pasien-pasien yang telah dijadikan sample.
Intervensi berupa pemberian penyuluhan dengan media leaflet dan video interaktif

39
lalu dilakukan pemeriksaan gula darah. Selanjutnya minta pasien untuk kontrol
lagi sepuluh hari kedepan dan dicek ulang gula darah.
Tabel 7. Intervensi
No Solusi Masalah Tujuan Peserta/Sasaran Deskripsi
1 Membuat Video edukatif Meningkatkan tingkat Semua pasien yang Memberikan pengetahun
sebagai media edukasi pengetahuan pasien datang berobat atau yang dengan media yang
promosi kesehatan yang mengenai diabetes pemeriksaan Puskesmas interaktif dan kreatif
menarik dan informatif melitus. Agar kolabrasi Sukarami Palembang
untuk meningkatkan
terkait penyakit Diabetes terapi antara dokter dan
melitus pasien terbentuk Tokoh masyarakat ketua daya ketertarikan
sehingga tujuan terapi RT dan RW di wilayah masyarakat dalam
pun akan dengan cepat Sukarami Palembang memahami penyakit
tercapai. diabetes melitus.
Kader Posyandu di Sehingga mampu
wilayah Sukarami menurunkan angka
Palembang
komplikasi pad asetiap
Semua masyarakat yang rentang usia.
hadir saat posyandu di
wilayah Sukarami
alembang

2 Memberikan edukasi Meningkatkan tingkat Semua pasien yang Memberikan pengetahun


dengan media berupa pengetahuan pasien datang berobat atau yang dengan media yang
leaflet sebagai media mengenai diabetes pemeriksaan Puskesmas interaktif dan kreatif
edukasi promosi melitus. Agar kolabrasi Sukarami Palembang
untuk meningkatkan
kesehatan yang menarik terapi antara dokter dan
dan informatif terkait pasien terbentuk Tokoh masyarakat ketua daya ketertarikan
penyakit Diabetes sehingga tujuan terapi RT dan RW di wilayah masyarakat dalam
melitus pun akan dengan cepat Sukarami Palembang memahami penyakit
tercapai. diabetes melitus.
Kader Posyandu di Sehingga mampu
wilayah Sukarami menurunkan angka
Palembang
komplikasi pad asetiap
Semua masyarakat yang rentang usia.
hadir saat posyandu di
wilayah Sukarami
alembang

3 Memberikan kartu Untuk membantu dalam Pasien yang berobat di Kartu berobat berisikan
berobat pada pasien pengontrolan poli umum maupun tanggal kontrol, tanggal
diabetes melitus pengobatan pasien lansia yang telat pasien harus kembali
diabetes melitus untuk melakukan pemeriksaan
mengambil obat, dan
menurunkan angka gula darah dan telah
kesakitan dan angka didiagnosa diabetes SOAP.
komplikasi. melitus
4 Memberikan kotak obat Untuk membantu pasien Pasien yang berobat di Kotak berobat terdiri
pada pasien diabetes diabetes melitus dalam poli umum maupun dari sekat-sekat yang
melitus minum obat secara rutin lansia yang telat berisikan obat-obatan
melakukan pemeriksaan
yang harus pasien DM
gula darah dan telah
didiagnosa diabetes konsumsi.
melitus

40
Karakteristik responden berdasarkan Kadar gula darah setelah dilakukan
intervensi di Puskesmas Sukarami Bulan Februari Tahun 2023 menunjukan
bahwa terjadi perubahan signifikan pada kadar gula darah yanag tergolong
hiperglikemia.

Sebelum intervensi Setelah


Kadar Gula darah Intervensi
N % N %
Normoglikemia 6 19,4 24 77.4
Hiperglikemia 25 80,6 7 22.6
Jumlah 31 100 31 100
Tabel 8. Kadar Gula Darah sebelum dan sesudah intervensi

Mayoritas pasien mengalami perbaikan kadar gula darah dengan jumlah 24


pasien (77,4%) dimana sebelumnya hanya 6 pasien (19,5%) dengan kadar gula
darah Normoglikemia. Terdapat perbaikan signifikan setelah dilakukannya
penyuluhan pada pasien.

Kadar Gula Darah Sebelum Kadar Gula Darah Setelah


Tingkat Intervenesi Intervenesi
Pengetahuan Normoglikemia hiperglikemia Normoglikemia Hiperglikemia
N % N % N % N %
Kurang 0 0,0 19 76,0 12 50.0 7 100.0
Cukup 2 33,3 5 20,0 7 29.1 0 0.0
Baik 4 66,7 1 4,0 5 20.9 0 0.0
Jumlah 6 100 25 100 24 100 7 100
Tabel 9. Kadar Gula Darah berdasarkan tingkat pengetahuan

Terdapat perubahan signifikan pada sampel penelitian ini. Perubahan


paling banyak terlihat pada kelompok dengan tingkat pengetahuan yang kurang.
Sebelum dilakukan intervensi didapatkan 0 pasien (0%) dengan kadar gula darah
normoglikemia. Setelah dilakukan intervensi didapatkan peningkatan berupa 12
pasien (50%) dengan kadar gula darah normoglikemia dan menyisakan 7 pasien
yang masih dengan kadar gula darah hiperglikemia. Pada tingkat pengetahuan
cukup 5 pasien yang sebelumnya memiliki kadar gula darah hiperglikemia, setelah

41
dilakukan intervensi kadar gula darah menjadi normal. Lalu terdapat 1 pasien
hiperglikemia dengan pengetahuan yang baik, setelah dilakukan intervensi kadar
gula pun menjadi normal.

4.4 Pembahasan
1) Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) terbagi menjadi dua kelompok yakni
DM tipe I dan DM tipe II. DM tipe I terjadi pada seseorang yang usianya dibawah
45 tahun karena kerusakan sekresi produksi insulin selsel beta pankreas, sehingga
penurunan insulin sangat cepat sampai akhirnya tidak adalagi yang disekresi,
sedangkan DM tipe II pada lanjut usia akan memiliki risko semakin tinggi jika
kelebihan diikuti dengan berat badan berlebih dan kurangnya aktivitas.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan Karakteristik responden
berdasarkan usia di Puskesmas Sukarami Bulan Februari Tahun 2023
menunjukkan bahwa mayoritas pasien berusia diatas 60 tahun yaitu sebanyak 21
pasien (67,75) dari total 31 pasien. Selain itu Usia juga dikaitkan dengan daya
tangkap dan pola pikir seseorang. Secara tingkat kematangan dan kekuatan, usia
seseorang menunjukkan tingkat matang dalam berfikir dan bekerja dan dari segi
kepercayaan di masyarakat, orang dewasa akan lebih di percaya dibandingkan
dengan yang belum cukup dewasa. Semakin bertambah umur akan semakin
berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang
diperoleh semakin banyak.

2) Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin.


Didapatkan karakteristik responden berdasarkan Jenis Kelamin di Puskesmas
Sukarami Bulan Februari Tahun 2023 menunjukkan bahwa pasien berjenis
kelamin perempuan sebanyak 19 pasien (61,3%) sedangkan pasien berjenis
kelamin laki – laki hanya sebanyak 12 pasien (38,7%). Hal ini sejalan dengan
teori bahwa perempuan memilik faktor risiko tinggi untuk diabetes melitus
dibandingkan dengan laki – laki. Hal ini memiliki keterkaitan dengan sistem
endokrinologi wanita yang lebih banyak memiliki kadar LDL maupun trigliserida
yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki – laki. Dimana kadar ini secara tidak

42
langsun gberpengaruh pada regulasi insulin didalam tubuh. Hasil penelitian ini
sesuai dengan penelitian Awad, Langi dan Pandelaki yang menemukan bahwa
sebanyak 138 pasien di Poliklinik Endokrin RSU Prof.Dr.R.D. Kandou Manado
dimana 78 pasien (57%) adalah wanita dan 60 pasien (43%) adalah pria.

3) Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan


Pekerjaan yaitu proses seseorang berusaha untuk memperoleh penghasilan di
suatu perusahaan/instansi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari baik itu
pekerjaan sektor formal/informal. American Diabetes Association (ADA)
menyatakan bahwa seseorang yang bekerja memiliki manfaat yang besar karena
kadar glukosa darah dapat terkontrol melalui aktivitas fisik serta mencegah terjadi
komplikasi. Faktor pekerjaan mempengaruhi risiko besar terjadinya diabetes
mellitus, pekerjaan dengan aktivitas fisik yang ringan akan menyebabkan
kurangnya pembakaran energi oleh tubuh sehingga kelebihan energi dalam tubuh
akan disimpan dalam bentuk lemak dalam tubuh yang mengakibatkan obesitas
yang merupakan salah satu faktor resiko diabetes mellitus. Pada penelitian ini
menunjukkan bahwa mayoritas pasien tidak bekerja yaitu 17 pasien (54,8%)
sedangkan pasien yang bekerja sebagai Wiraswasta sebanyak 8 pasien (25,8%)
dan pasien yang bekerja sebagai PNS sebanyak 6 orang (19,4%). Hal ini sejalan
dengan teori yang telah dikemukakan. Aktivitas fisik merupakan kunci dalam
pengelolaan diabetes mellitus terutama sebagai pengontrol gula darah dan
memperbaiki faktor risiko kardiovaskuler seperti menurunkan hiperinsulinemia,
meningkatkan sensitivitas insulin, menurunkan lemak tubuh, serta menurunkan
tekanan darah.

4) Tabulasi Silang dan Pengamatan Post Intervensi


Tabulasi silang hubungan pengetahuan dengan kadar gula darah pada
penderita Diabetes melitus tipe 2 menunjukkan mayoritas terdiri dari pasien yang
mengalami kadar gula darah yang tergolong Hiperglikemia dan diikuti dengan
pengetahuan yang kurang berjumlah 19 pasien (76,0%). Berdasarkan koefisien
korelasi Rank Spearman sebesar -0,693 (korelasi negatif) dengan nilai P sebesar
0,000 < 0,05 (α) sehingga tolak H0. Artinya dengan tingkat kepercayaan 95%

43
terdapat hubungan keeratan/korelasi yang kuat antara tingkat pengetahuan dengan
kadar gula darah. Koefisien korelasi negatif menunjukkan bahwa semakin
tinggi/baik tingkat pengetahuan maka kadar gula darah akan semakin rendah atau
kadar gula darah yang dimiliki pasien cenderung tergolong ke Normoglikemia.
Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan sangat berpengaruh dalam
kontrol glikemik darah. Secara tidak langsung kedua hal tersebut berhubungan
dengan pemahaman pasien mengenai penyakit yang diderita agar tidak
berkembang menjadi komplikasi yang tidak diinginkan. Setelah dilakukan
intervensi terdapat perbaikan secara signifikan pada masing-masing kategori
tingkat pengetahun. Hal ini menunjukan bahwa peningkatan standar pengetahuan
secara langsung mempengaruhi perbaikan kualitas hidup pasien.
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui
panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan merupakan dasar utama untuk
pengobatan dan pencegahan diabetes yang sempurna. Orang diabetes yang
memiliki pengetahuan yang minim tentang diabetes melitus akan lebih mudah
menderita komplikasi DM. Pengetahuan pasien tentang DM merupakan sarana
yang dapat membantu penderita menjalankan penanganan diabetes sehingga
semakin banyak dan semakin baik pasien DM mengetahui tentang diabetes
melitus, kemudian selanjutnya mengubah perilakunya, akan dapat mengendalikan
kondisi penyakitnya sehingga ia dapat hidup lebih lama dengan kualitas hidup
yang baik. Berbagai penelitian menunjukan bahwa tingkat pengetahuan penderita
DM masih rendah Penelitian yang dilakukan oleh Nina Rahmadiliyani dan Abi
Muhlisin mengenai pengetahuan tentang penyakit dan komplikasi DM di
Puskesmas Gatak Sukoharjo menunjukan tingkat pengetahuan pasien DM tentang
penyakit DM masih cukup banyak yang kurang, dimana yang memiliki
pengetahuan yang baik 9,5%, pengetahuan sedang 47,6%, dan tingkat
pengetahuan kurang 42,9% dan pasien dengan kadar glukosa darah terkendali baik
terdapat 7,1%, terkendali sedang 52,4 %, dan terkendali kurang 40,5%.

44
Setiap pasien DM perlu mendapatkan informasi minimal yang diberikan
setelah diagnosis ditegakan, mencakup pengetahuan dasar tentang DM,
pemantauan mandiri, sebab-sebab tingginya kadar glukosa darah, obat
hipoglikemia oral, perencanaan makan, pemeliharaan kaki, kegiatan jasmani,
pengaturan pada saat sakit, dan komplikasi. Di dalam pelaksanaanya penyampaian
informasi tersebut perlu dilakukan secara bertahap. Harus dihindari informasi
yang terlalu sedikit atau terlalu banyak dalam waktu yang singkat. Dalam
menyampaikan informasi, faktor yang perlu diperhatikan adalah kondisi pasien
DM, dalam hal ini beratnya penyakit maupun kondisi psikologis, karena itu dalam
pemberian penyuluhan kesehatan harus diamati secara terus-menerus oleh petugas
kesehatan baik dokter maupun ahli gizi. Tujuan pendidikan kesehatan bagi pasien
DM pertamatama adalah meningkatkan pengetahuan mereka karena pengetahuan
merupakan titik tolak perubahan sikap dan gaya hidup mereka. Pada akhirnya
yang menjadi tujuan pendidikan adalah perubahan perilaku pasien DM dan
meningkatnya kepatuhan yang selanjutnya meningkatkan kualitas hidup, sehingga
perlu kerjasama yang baik antara petugas kesehatan dengan pasien DM dan
keluarganya agar pengobatan diabetes dapat berhasil.

45
46
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian gambaran pengetahuan pada penderita DMT2
tentang penyakit DM tipe 2 yang dideritanya di Wilayah kerja Puskesmas
Sukarami Bulan Februari Tahuun 2023 dapat disimpulkan beberapa hal yaitu:
1. mayoritas pasien masih memiliki tingkat pengetahun yang kurang yaitu 19
pasien (61,3%), 7 pasien (22.6%) dengan pengetahuan Cukup dan hanya 5
pasien (16,1%) yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik.
2. Terdapat hubungan bermakna antara tingkat Pengetahuan dengan kadar gula
darah pasien. Berdasarkan koefisien korelasi Rank Spearman sebesar -0,693
(korelasi negatif) dengan nilai P sebesar 0,000 < 0,05 (α) sehingga tolak H 0.
Artinya dengan tingkat kepercayaan 95% terdapat hubungan keeratan/korelasi
yang kuat antara tingkat pengetahuan dengan kadar gula darah. Koefisien
korelasi negatif menunjukkan bahwa semakin tinggi/baik tingkat pengetahuan
maka kadar gula darah akan semakin rendah atau kadar gula darah yang
dimiliki pasien cenderung tergolong ke Normoglikemia.
3. Pemberian penyuluhan pada pasien diabetes melitus tipe 2 baik didalam
maupun luar gedung harus lebih ditingkatkan. Dengan harapan pasien DM
perlu mendapatkan informasi minimal yang mencakup pengetahuan dasar
tentang DM, pemantauan mandiri, sebab-sebab tingginya kadar glukosa darah,
obat hipoglikemia oral, perencanaan makan, pemeliharaan kaki, kegiatan
jasmani, pengaturan pada saat sakit, dan komplikasi

5.2 Saran
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi acuan untuk penelitian lebih lanjut
dengan jumlah sample lebih banyak sehingga dapat menjadi dasar untuk
pengambilan kebijakan Puskesmas dalam program penyakit tidak menular. Selain
itu diharapkan untuk meningkatkan penyuluhan mengenai penyakit tidak menular
terutama mengenai diabeter melitus tipe 2 di Wilayah kerja Puskesmas Sukarami,
karena pengetahuan akan mempengaruhi pola makan dan gaya hidup pada
penderita DMT2.

47

Anda mungkin juga menyukai