Anda di halaman 1dari 8

1. Bagaimana koordinasi antar polisi dan dokter dalam melakukan visum?

Bebrapa bentuk kerja sama antara dokter dan polisi antara lain:
a. IDI membantu kepolisian dalam penyelenggaraan peningkatan kompetensi bidang
kedokteran, dan membantu pengembangan pendidikan forensic maupun bidang lan
yang beriktana dengan bidang kedokteran
b. Dokter membantu pelaksanaan tugas kepolisian yang berkaitan dengan perkara
pidana kesehatan. Peranan bidang kedokteran dan kesehatan, termasuk pula
keterangan ahli bidang kedokteran dan kesehatan.
c. Dokter dapat memberikan bantuan ahli kepada penyidik dalam proses tindak pidana
d. Dokter memberikan visum et repertum kepada penyidik guna membantu jelasnya
suatuoerkara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
e. Kepolisian juga wajib memberikan perlindungan dan kepastianhukum kepada
dokter
f. Penyidik dapat meminta keterangan ahli dari dokter untuk kepentingan proses
penyelidikan dan penyidikan
2. Wajah menggembung, kedua tangan menggenggam, tangan dan kaki tampak keriput
dengan posisi mayat terlentang. Pada mayat juga ditemukan keluar buih besar dan
mudah pecah yang keluar dari mulut dan hidung, serta pada korban ditemukan luka iris
lengan bawah kanan sepanjang 2 cm dengan dalam 0,5 cm.
Apa interpretasi dari hasil pemeriksaan di atas?
Kedua tangan menggenggam (cadaveric spasme), tangan dan kaki tampak keriput
(washer woman hands), buih besar dan tidak mudah pecah merupakan ciri dari
drowning yang bisa didapat dari hasil pemeriksaan luar postmortem. Adanya Cadaveric
spasme menunjukkan bahwa korban masih dalam keadaan hidup pada saat tenggelam.
Luka pada lengan bawah dapat terjadi akibat persentuhan korban dengan dasar sungai
atau terkena benda-benda disekitarnya.
3. Bagaimana cara memperkirakan waktu kematian pada kasus di atas?
Rigor mortis akan mulai muncul 2 jam postmortem dan semakin bertambah hingga
mencapai maksimal pada 12 jam postmortem. Kemudian berangsur-angsur akan
menghilang sesuai dengan kemunculannya. Pada 12 jam setelah kekakuan maksimal
(24 jam postmortem) rigor mortis menghilang. Pada kasus masih terdapat cadaveric
spasme yang menandakan korban tenggelam kurang dari 24 jam.
4. Siapa saja yang dapat menjadi saksi ahli pada kasus ini?
Saksi ahli adalah orang yang pendapatnya berdasarkan pendidikan, pelatihan,
sertifikasi, ketermpilan atau pengalaman diterima oleh hakim sebagai ahli.

MATI TENGGELAM/DROWNING
Tanatologi berasal dari kata thanatos (yang berhubungan dengan kematian) dan logos (ilmu).
Tanatologi adalah bagian dari Ilmu Kedokteran Forensik yang mempelajari hal-hal yang
berkaitan dengan kematian yaitu definisi atau batasan mati, perubahan yang terjadi pada tubuh
setelah terjadi kematian dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut (Idries,
1997). Mati menurut ilmu kedokteran didefinisikan sebagai berhentinya fungsi sirkulasi dan
respirasi secara permanen (mati klinis). Dengan adanya perkembangan teknologi ada alat yang
bisa menggantikan fungsi sirkulasi dan respirasi secara buatan. Oleh karena itu definisi
kematian berkembang menjadi kematian batang otak. Brain death is death. Mati adalah
kematian batang otak (Idries, 1997).
Menetapkan apakah korban masih hidup atau telah mati dapat kita ketahui dari masih adanya
tanda kehidupan dan tanda-tanda kematian. Tanda kehidupan dapat kita nilai dari masih
aktifnya siklus oksigen yang berlangsung dalam tubuh korban. Sebaliknya, tidak aktifnya
siklus oksigen menjadi tanda kematian (AlFatih II, 2007).
Jenis kematian
Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu mati somatis (mati klinis), mati
suri, mati seluler, mati serebral dan mati otak (mati batang otak).
Mati somatis (mati klinis) ialah suatu keadaan dimana oleh karena sesuatu sebab terjadi
gangguan pada ketiga sistem utama tersebut yang bersifat menetap (Idries, 1997). Pada
kejadian mati somatis ini secara klinis tidak ditemukan adanya refleks, elektro ensefalografi
(EEG) mendatar, nadi tidak teraba, denyut jantung tidak terdengar, tidak ada gerak pernapasan
dan suara napas tidak terdengar saat auskultasi
Mati suri (apparent death) ialah suatu keadaan yang mirip dengan kematian somatis, akan tetapi
gangguan yang terdapat pada ketiga sistem bersifat sementara. Kasus seperti ini sering
ditemukan pada kasus keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik dan tenggelam (Idries,
1997).
Mati seluler (mati molekuler) ialah suatu kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul
beberapa saat setelah kematian somatis. Daya tahan hidup masing-masing organ atau jaringan
berbeda-beda, sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap organ tidak bersamaan
(Budiyanto, 1997).
Mati serebral ialah suatu kematian akibat kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversible
kecuali batang otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem pernapasan
dan kardiovaskuler masih berfungsi dengan bantuan alat (Budiyanto, 1997).
Mati otak (mati batang otak) ialah kematian dimana bila telah terjadi kerusakan seluruh isi
neuronal intrakranial yang irreversible, termasuk batang otak dan serebelum. Dengan
diketahuinya mati otak (mati batang otak) maka dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan
tidak dapat dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu dapat dihentikan (Budiyanto, 1997).
Cara mendeteksi kematian
Melalui fungsi sistem saraf, kardiovaskuler, dan pernapasan, kita bisa mendeteksi hidup
matinya seseorang. Untuk mendeteksi tidak berfungsinya sistem saraf, ada lima hal yang harus
kita perhatikan yaitu tanda areflex, relaksasi, tidak ada pegerakan, tidak ada tonus, dan elektro
ensefalografi (EEG) mendatar/ flat.
Untuk mendeteksi tidak berfungsinya sistem kardiovaskuler ada enam hal yang harus kita
perhatikan yaitu denyut nadi berhenti pada palpasi, denyut jantung berhenti selama 5-10 menit
pada auskultasi, elektro kardiografi (EKG) mendatar/ flat, tidak ada tanda sianotik pada ujung
jari tangan setelah jari tangan korban kita ikat (tes magnus), daerah sekitar tempat penyuntikan
icard subkutan tidak berwarna kuning kehijauan (tes icard), dan tidak keluarnya darah dengan
pulsasi pada insisi arteri radialis.
Untuk mendeteksi tidak berfungsinya sisteim pernapasan juga ada beberapa hal yang harus kita
perhatikan, antara lain tidak ada gerak napas pada inspeksi dan palpasi, tidak ada bising napas
pada auskultasi, tidak ada gerakan permukaan air dalam gelas yang kita taruh diatas perut
korban pada tes, tidak ada uap air pada cermin yang kita letakkan didepan lubang hidung atau
mulut korban, serta tidak ada gerakan bulu ayam yang kita letakkan didepan lubang hidung
atau mulut korban (Modi, 1988).
Tanda kematian
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa tanda
kematian yang perubahannya biasa timbul dini pada saat meninggal atau beberapa menit
kemudian. Perubahan tersebut dikenal sebagai tanda kematian yang nantinya akan dibagi lagi
menjadi tanda kematian pasti dan tanda kematian tidak pasti
Tanda kematian tidak pasti
a. Pernapasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit.
b. Terhentinya sirkulasi yang dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak teraba.
c. Kulit pucat.
d. Tonus otot menghilang dan relaksasi.
e. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah kematian. 6.
Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat
dihilangkan dengan meneteskan air mata (Budiyanto, 1997).
Tanda kematian pasti
a. Livor mortis
Nama lain livor mortis ini antara lain lebam mayat, post mortem lividity, post mortem
hypostatic, post mortem sugillation, dan vibices. Livor mortis adalah suatu bercak atau
noda besar merah kebiruan atau merah ungu (livide) pada lokasi terendah tubuh mayat
akibat penumpukan eritrosit atau stagnasi darah karena terhentinya kerja pembuluh
darah dan gaya gravitasi bumi, bukan bagian tubuh mayat yang tertekan oleh alas
kerasBercak tersebut mulai tampak oleh kita kira-kira 20-30 menit pasca kematian
klinis. Makin lama bercak tersebut makin luas dan lengkap, akhirnya menetap kira-kira
8-12 jam pasca kematian klinis (Idries, 1997). Sebelum lebam mayat menetap, masih
dapat hilang bila kita menekannya. Hal ini berlangsung kira-kira kurang dari 6-10 jam
pasca kematian klinis. Juga lebam masih bisa berpindah sesuai perubahan posisi mayat
yang terakhir. Lebam tidak bisa lagi kita hilangkan dengan penekanan jika lama
kematian klinis sudah terjadi kira-kira lebih dari 6-10 jam.
b. Rigor mortis
Kaku mayat atau rigor mortis adalah kekakuan yang terjadi pada otot yang kadang-
kadang disertai dengan sedikit pemendekan serabut otot, yang terjadi setelah periode
pelemasan/ relaksasi primer; hal mana disebabkan oleh karena terjadinya perubahan
kimiawi pada protein yang terdapat dalam serabut-serabut otot (Gonzales, 1954).
 Cadaveric spasme atau instantaneous rigor adalah suatu keadaan dimana terjadi
kekakuan pada sekelompok otot dan kadang-kadang pada seluruh otot, segera
setelah terjadi kematian somatis dan tanpa melalui relaksasi primer (Idries,
1997).
 Heat Stiffening adalah suatu kekakuan yang terjadi akibat suhu tinggi, misalnya
pada kasus kebakaran (Idries, 1997).
 Cold Stiffening adalah suatu kekakuan yang terjadi akibat suhu rendah, dapat
terjadi bila tubuh korban diletakkan dalam freezer, atau bila suhu keliling
sedemikian rendahnya, sehingga cairan tubuh terutama yang terdapat sendi-
sendi akan membeku (Idries, 1997)
c. Algor mortis
Algor mortis adalah penurunan suhu tubuh mayat akibat terhentinya produksi panas
dan terjadinya pengeluaran panas secara terusmenerus. Pengeluaran panas tersebut
disebabkan perbedaan suhu antara mayat dengan lingkungannya. Algor mortis
merupakan salah satu perubahan yang dapat kita temukan pada mayat yang sudah
berada pada fase lanjut post mortem. Pada beberapa jam pertama, penurunan suhu
terjadi sangat lambat dengan bentuk sigmoid. Hal ini disebabkan ada dua faktor, yaitu
masih adanya sisa metabolisme dalam tubuh mayat dan perbedaan koefisien hantar
sehingga butuh waktu mencapai tangga suhu.
Definisi Tenggelam
Secara definisi tenggelam diartikan sebagai suatu keadaan tercekik dan mati yang disebabkan
oleh terisinya paru dengan air atau bahan lain atau cairan sehingga pertukaran gas menjadi
tidak mungkin. Sederhananya, tenggelam adalah merupakan akibat dari terbenamnya seluruh
atau sebagian tubuh ke dalam cairan (Idries, 1997).
Jenis tenggelam
Tenggelam dibagi menjadi beberapa jenis antara lain (A) wet drowning, (B) dry drowning, (C)
secondary drowning, dan (D) the immersion syndrome (cold water drowning) (Modi, 1988).
Wet drowning adalah kematian tenggelam akibat terlalu banyaknya air yang terinhalasi. Pada
kasus wet drowning ada tiga penyebab kematian yang terjadi, yaitu akibat asfiksia, fibrilasi
ventrikel pada kasus tenggelam di air tawar, dan edema paru pada kasus tenggelam di air asin.
Dry drowning adalah suatu kematian tenggelam dimana air yang terinhalasi sedikit. Penyebab
kematian pada kasus ini sendiri dikarenakan terjadinya spasme laring yang menimbulkan
asfiksia dan terjadinya refleks vagal, cardiac arrest, atau kolaps sirkulasi (Modi, 1988).
Secondary drowning adalah suatu keadaan dimana terjadi gejala beberapa hari setelah korban
tenggelam (dan diangkat dari dalam air) dan korban meninggal akibat komplikasi.
Immersion drowning adalah suatu keadaan dimana korban tiba-tiba meninggal setelah
tenggelam dalam air dingin akibat refleks vagal. Pada umumnya alkohol dan makan terlalu
banyak merupakan faktor pencetus pada kejadian ini (Modi, 1988).
Pemeriksaan pada kasus tenggelam
1. Pemeriksaan luar
Penurunan suhu mayat, berlangsung cepat, rata-rata 50 F per menit. Suhu tubuh akan
sama dengan suhu lingkungan dalam waktu 5 atau 6 jam.
Lebam mayat, akan tampak jelas pada dada bagian depan, leher dan kepala. Lebam
mayat berwarna merah terang yang perlu dibedakan dengan lebam mayat yang terjadi
pada keracunan CO.
Pembusukan sering tampak, kulit berwarna kehijauan atau merah gelap. Pada
pembusukan lanjut tampak gelembung-gelembung pembusukan, terutama bagian atas
tubuh, dan skrotum serta penis pada pria dan labia mayora pada wanita, kulit telapak
tangan dan kaki mengelupas.
Gambaran kulit angsa (goose-flesh, cutis anserina), sering dijumpai; keadaan ini terjadi
selama interval antara kematian somatik dan seluler, atau merupakan perubahan post
mortal karena terjadinya rigor mortis. Cutis anserina tidak mempunyai nilai sebagai
kriteria diagnostik.
Busa halus putih yang berbentuk jamur (mushroom-like mass) tampak pada mulut atau
hidung atau keduanya. Terbentuknya busa halus tersebut adalah masuknya cairan ke
dalam saluran pernapasan merangsang terbentuknya mukus, substansi ini ketika
bercampur dengan air dan surfaktan dari paru-paru dan terkocok oleh karena adanya
upaya pernapasan yang hebat. Pembusukan akan merusak busa tersebut dan
terbentuknya pseudofoam yang berwarna kemerahan yang berasal dari darah dan gas
pembusukan.
Perdarahan berbintik (petechial haemmorrhages), dapat ditemukan pada kedua kelopak
mata, terutama kelopak mata bagian bawah.
Pada pria genitalianya dapat membesar, ereksi atau semi-ereksi. Namun yang paling
sering dijumpai adalah semi-ereksi.
Pada lidah dapat ditemukan memar atau bekas gigitan, yang merupakan tanda bahwa
korban berusaha untuk hidup, atau tanda sedang terjadi epilepsi, sebagai akibat dari
masuknya korban ke dalam air.
Cadaveric spasme, biasanya jarang dijumpai, dan dapat diartikan bahwa berusaha untuk
tidak tenggelam, sebagaimana sering didapatkannya dahan, batu atau rumput yang
tergenggam, adanya cadaveric spasme menunjukkan bahwa korban masih dalam
keadaan hidup pada saat terbenam.
Luka-luka pada daerah wajah, tangan dan tungkai bagian depan dapat terjadi akibat
persentuhan korban dengan dasar sungai, atau terkena benda-benda di sekitarnya; luka-
luka tersebut seringkali mengeluarkan “darah”, sehingga tidak jarang memberi kesan
korban dianiaya sebelum ditenggelamkan.
Pada kasus bunuh diri dimana korban dari tempat yang tinggi terjun ke sungai, kematian
dapat terjadi akibat benturan yang keras sehingga menyebabkan kerusakan pada kepala
atau patahnya tulang leher.
Bila korban yang tenggelam adalah bayi, maka dapat dipastikan bahwa kasusnya
merupakan kasus pembunuhan. Bila seorang dewasa ditemukan mati dalam empang
yang dangkal, maka harus dipikirkan kemungkinan adanya unsur tindak pidana,
misalnya setelah diberi racun korban dilempar ke tempat tersebut dengan maksud
mengacaukan penyidikan (Idries, 1997).
2. Pemeriksaan dalam
Untuk sebagian kasus asfiksia merupakan penyebab umum terjadinya kematian ini. Hal
tersebut dikarenakan air yang masuk ke paruparu akan bercampur dengan udara dan
lendir sehingga menghasilkan buih-buih halus yang memblok udara di vesikula. Dalam
beberapa kasus, kematian dapat terjadi dari asfiksia obstruktif yang juga dikenal
sebagai tenggelam kering yang disebabkan oleh kejang laring yang dibentuk oleh
sejumlah kecil air yang memasuki laring. Pada beberapa kasus lainnya air tidak masuk
ke paru-paru sehingga tanda-tanda klasik tenggelam tidak dapat kita temukan (Modi,
1988)
Sebelum kita melakukan pemeriksaan dalam pada korban tenggelam, kita harus
memperhatikan apakah mayat korban tersebut sudah dalam keadaan pembusukan lanjut
atau belum. Apabila keadaan mayat telah mengalami pembusukan lanjut, maka
pemeriksaan dan pengambilan kesimpulan akan menjadi lebih sulit.
Pemeriksaan terutama ditujukan pada sistem pernapasan, busa halus putih dapat
mengisi trakhea dan cabang-cabangnya, air juga dapat ditemukan, demikian pula
halnya dengan benda-benda asing yang ikut terinhalasi bersama air.
Benda asing dalam trakhea dapat tampak secara makroskopik misalnya pasir, lumpur,
binatang air, tumbuhan air dan sebagainya. Sedangkan yang tampak secara
mikroskopik diantaranya telur cacing dan diatome (Idries, 1997).
Diatome adalah sejenis ganggang yang mempunyai dinding dari silikat. Silikat ini tahan
terhadap pemanasan dan asam keras. Diatome dijumpai di air tawar, air laut, sungai,
sumur, dan lain-lain.
Pada korban mati tenggelam diatome akan masuk ke dalam saluran pernafasan dan
saluran pencernaan, karena ukurannya yang sangat kecil, ia di absorpsi dan mengikuti
aliran darah. Diatome ini dapat sampai ke hati, paru, otak, ginjal, dan sumsum tulang.
Bila diatome positif berarti korban masih hidup sewaktu tenggelam.
Oleh karena banyak terdapat di alam dan tergantung musim, maka tidak ditemukannya
diatome tidak dapat menyingkirkan bahwa korban bukan mati tenggelam. Relevansi
diatome terbatas pada tenggelam dengan mekanisme asfiksia.

Anda mungkin juga menyukai