Anda di halaman 1dari 17

TUGAS MATRIKULASI

ILMU KEPERAWATAN DASAR II


“PEMERIKSAAN FISIK SISTEM PERNAPASAN”

Oleh :
ANGGA RISKI WIJAYA
131811123007

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas matrikulasi untuk mata kuliah Ilmu Keperawatan Dasar 2 dengan judul
“Pemeriksaan Fisik Sistem Pernapasan”.
Saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak lepas dari bantuan banyak
pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun
dari berbagai pihak. Akhirnya saya berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi perkembangan dunia pendidikan.

Surabaya, 25 Mei 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Sampul...................................................................................................................i
Kata Pengantar.....................................................................................................................ii
Daftar Isi.............................................................................................................................iii

I. KONSEP SISTEM PERNAPASAN


1. Anatomi Sistem Pernapasan.....................................................................................1
2. Kontrol Fisiologis Sistem Pernapasan.....................................................................5
3. Mekanisme Pertahanan Sistem Pernapasan.............................................................5
4. Fisiologi Sistem Pernapasan................................................................................... 5
5. Ventilasi Mekanis Pulmonal....................................................................................6
6. Difusi Gas................................................................................................................6
7. Transportasi Gas......................................................................................................6

II. PEMERIKSAAN FISIK SISTEM PERNAPASAN


1. Inspeksi....................................................................................................................7
2. Palpasi......................................................................................................................8
3. Perkusi......................................................................................................................9
4. Auskultasi.................................................................................................................9
5. Evaluasi..................................................................................................................10
6. Dokumentasi..........................................................................................................10
7. Bunyi Napas...........................................................................................................10

KONSEP WATER SEAL DRAINAGE (WSD)


1. Konsep....................................................................................................................11
2. Respon yang Diharapkan.......................................................................................12
3. Respon yang Merugikan........................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA

iii
I. KONSEP SISTEM PERNAPASAN
1. Anatomi Sistem Pernapasan
Anatomi saluran pernapasan terdiri atas saluran pernapasan bagian atas (rongga hidung,
sinus paranasal, dan faring), saluran pernapasan bagian bawah (laring, trachea, bronkus,
dan alveoli), sirkulasi pulmonal (ventrikel kanan, arteri pulmonar, arteriola pulmonar,
kapiler pulmonar, venula pulmonar, vena pulmonar, dan atrium kiri), paru (paru kanan 3
lobus dan paru kiri 2 lobus), rongga pleura, dan otot-otot pernapasan (Muttaqin, A,
2008).

A. Saluran Pernapasan Bagian Atas


1) Rongga Hidung
Hidung terdiri atas dua nostril yang merupakan pintu masuk menuju rongga
hidung. Rongga hidung adalah dua kanal sempit yang satu sama lainnya
dipisahkan oleh septum. Dinding rongga hidung dilapisi oleh mukosa respirasi
serta sel epitel batang, bersilia, dan berlapis semu. Mukosa tersebut menyaring,
menghangatkan, dan melembapkan udara yang masuk melalui hidung. Dalam
hidung juga terdapat saluran-saluran yang menghubungkan antara rongga hidung
dengan kelenjar air mata, bagian ini dikenal dengan kantung nasolakrimalis.
2) Sinus Paranasal
Sinus paranasal berperan dalam menyekresi mucus, membantu pengaliran air
mata melalui saluran nasolakrimalis, dan membantu dalam menjaga permukaan
rongga hidung tetap bersih dan lembap. Sinus paranasal juga termasuk dalam
wilayah pembau di bagian posterior rongga hidung. Wilayah pembau tersebut
terdiri atas permukaan inferior palatum kribriform, bagian superior septum nasal,

1
dan bagian superior konka hidung. Reseptor di dalam epitel pembau ini akan
merasakan sensasi bau.
3) Faring
Faring (tekak) adalah pipa berotot yang bermula dari dasar tengkorak dan berakhir
sampai persambungannya dengan esophagus dan batas tulang rawan krikoid.
Faring terdiri atas tiga bagian yang dinamai berdasarkan letaknya, yakni
nasofaring (di belakang hidung), orofaring (di belakang mulut), dan laringofaring
(di belakang laring).

B. Saluran Pernapasan Bagian Bawah


1) Laring
Laring (tenggorok) terletak diantara faring dan trachea. Berdasarkan letak
vertebra servikalis, laring berada di ruas ke-4 atau ke-5 dan berakhir di vertebra
servikalis ruas ke-6. Laring disusun oleh 9 kartilago yang disatukan oleh
ligamendan otot rangka pada tulang hyoid di bagian atas dan trakhea di
bawahnya. Kartilago yang terbesar adalah kartilago tiroid, dan di depannya
terdapat benjolan subkutaneus yang dikenal sebagai jakun yang terlihat nyata
pada pria. Kartilago tiroid dibangun oleh dua lempeng besar yang bersatu di
bagian anterior membentuk sebuah sudut seperti huruf V yang disebut tonjolan
laringeal.
2) Trakhea
Trakhea adalah sebuah tabung yang berdiameter 2,5 cm dengan panjang 11 cm.
trakhea terletak setelah laring dan memanjang ke bawah setara dengan vertebra
torakalis ke-5. Ujung trakhea bagian bawah bercabang menjadi dua bronchus
(bronkhi) kanan dan kiri.
3) Bronkhus
Bronkhus mempunyai struktur serupa dengan trakhea. Bronkhus kiri dan kanan
tidak simetris. Bronkhus kanan lebih pendek, lebih lebar, dan arahnya hampir
vertikal dengan trakhea. Sebaliknya, bronkhus kiri lebih panjang, lebih sempit,
dan sudutnya pun lebih runcing. Bentuk anatomi yang khusus ini memiliki
implikasi klinis tersendiri seperti jika ada benda asing yang terinhalasi, maka
benda itu lebih memungkinkan berada di bronkhus kanan dibangdingkan dengan
bronkhus kiri karena arah dan lebarnya.
4) Alveoli dan Membran Respirasi

2
Membran respiratorius pada alveoli umumnya dilapisi oleh sel epitel pipih
sederhana. Sel-sel epitel pipih disebut dengan sel Tipe I. Makrofag alveolar
bertugas berkeliling di sekitar epitelium untuk memfagositosis partikel atau
bakteri yang masih dapat masuk ke permukaan alveoli, makrofag ini merupakan
pertahanan terakhir pada sistem pernapasan. Tanpa adanya surfaktan, tekanan
pada permukaan cenderung tinggi dan akhirnya alveoli akan menjadi kolaps.
Apabila produksi surfaktan tidak mencukupi karena adanya injuri atay kelainan
genetik, maka alveoli dapat mengalami kolaps sehingga pola pernapasan menjadi
tidak efektif.

C. Sirkulasi Pulmonal

Sirkulasi pulmonal dianggap sebagai sistem tekanan rendah karena tekanan darah
sistolik dalam arteri pulmonalis adalah 20-30 mmHg, tekanan diastolik di bawah
12mmHg, dan tekanan pulmonal rata-rata (mean pulmonary pressure) kurang dari
20mmHg (Perry, 1983). Kapiler pulmonal menerima kurang lebih 75% darah yang
mengalir pada sirkulasi pulmonal selama sistole. Nilai tekanan yang tepat dalam
kapiler pulmonal tidak pasti, hingga saat ini nilai yang masih dipercaya adalah
rentang tekanan arteri dan vena pulmonalis, sekitar 4-12 mmHg (Simon,2003).
Tekanan yang rendah ini membuat vaskulator pulmonal normal dapat meragamkan
kapasitas untuk mengakomodasi aliran darah yang diterimanya (Muttaqin, A, 2008).

3
D. Paru

Paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut, dan terletak dalam rongga
thoraks. Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan
beberapa pembuluh darah besar. Paru kanan lebih besar dari paru kiri. Selain itu,
paru juga dibagi menjadi tiga lobus, satu lobus pada paru kanan dan dua lobus pada
paru kiri.

E. Pleura
Pleura merupakan kantung tertutup yang terbuat dari membran serosa (masing-
masing untuk setiap paru) yang didalamnya mengandung cairan serosa. Bagian
pleura yang melekat kuat pada paru disebut pleura viseralis dan lapisan paru yang
membatasi rongga thoraks disebut pleura parietalis. Pleura viseralis adalah pleura
yang menempel pada paru, menutup masing-masing lobus paru, dan melewati fisura
yang memisahkan keduanya. Pleura parietalis melekat pada dinding dada dan
permukaan thoraks diafragma. Pleura parietalis juga melekat pada mediastinum dan
bersambungan dengan pleura viseralis di sekeliling perbatasan hilium.

F. Otot-otot Pernapasan
Otot-otot pernapasan merupakan sumber kekuatan untuk menghembuskan udara.
Diafragma (dibantu oleh otot-otot yang dapat mengangkat tulang rusuk dan tulang
dada) merupakan otot utama yang ikut berperan meningkatkan volume paru. Pada
saat istirahat, otot-otot pernapasan mengalami relaksasi. Saat inspirasi, otot
4
sternokleidomastoideus, otot skalenes, otot pektoralis minor, otot serratus anterior,
dan otot interkostalis sebelah luar mengalami kontraksi sehingga menekan diafragma
ke bawah dan mengangkat rongga dada untuk membantu udara masuk ke dalam
paru.

2. Kontrol Fisiologis Sistem Pernapasan


Tidak seperti jantung, paru tidak mempunyai irama spontan. Ventilasi bergantung pada
irama kerja pusat batang otak dan keutuhan jalan dari pusat tersebut ke otot pernapasan.
Ada dua pusat pernapasan di medula oblongata, yaitu pusat yang merangsang inspirasi
dengan kontraksi diafragma (dengan kerja saraf frenikus) dan pusat lain yang
mempersarafi mekanisme inspirasi dan ekspirasi interkostal serta otot aksesori. Neuron
mempersarafi otot inspirasi dengan cara memberikan impuls ke otot ini sehingga
menimbulkan inspirasi. Selain itu neuron juga merangsang pusat pneumotaksik.
Sebaliknya, pusat pneumotaksik menghambat impuls kembali ke neuron inspirasi,
sehingga menyebabkan penghentian ispirasi. Ekspirasi terjadi secara pasif. Setelah
ekspirasi, neuron inspirasi kembali terangsang secara otomatis. Pusat pernapasan di
medula oblongata, pons, dan jaringan sensorik khusus dalam aorta dan karotid, disebut
sebagai badan aortik dan badan karotid. Kedua badan ini berfungsi mengatur frekuensi
dan volume pernapasan (Muttaqin, A, 2008).

3. Mekanisme Pertahanan Sistem Pernapasan


Mukus dalam sistem pernapasan mengandung imunoglobulin (terutama IgA), PMN,
interferon, dan antibodi spesifik. Refleks batuk mendorong sekresi mukus ke atas.
Makrofag alveolar merupakan pertahanan paling akhir dan paling penting untuk
melakukan fagositosis terhadap bakteri yang masuk ke dalam alveoli. Saluran
pernapasan bagian bawah dalam keadaan normal adalah steril, maka adanya refleks
menelan dan refleks muntah mencegah masuknya zat asing, bakteri atau kotoran lainnya
ke dalam trakhea. selain itu, kerja eskalator mukosilaris turut membantu menjebak debu
dan bakteri untuk kemudia memindahkannya ke kerongkongan (Muttaqin, A, 2008).

4. Fisiologi Sistem Pernapasan


Sistem pernapasandapat disebut juga degan sistem respirasi yang berarti bernapas
kembali. Sistem ini berperan menyediakan oksigen (O2) yang diambil dari atmosfer
dan mengeluarkan karbondioksida (CO2) dari sel-sel (tubuh) menuju udara bebas.
Proses bernapas berlangsung dalam beberapa langkah dan berlangsung dengan
5
dukungan sistem saraf pusat dan sistem kardiovaskular. Proses respirasi terjadi karena
adanya perbedaan tekanan udara rongga pleura dan paru. Sistem saraf pusat
memberikan dorongan ritmis dari dalam untuk bernapas dan secara refleks
merangsang otot diafragma dan otot dada yang akan memberikan tenaga pendorong
bagi gerakan udara. Proses pergerakan gas ke dalam dan ke luar paru dipengaruhi oleh
tekanan dan volume. Agar udara dapat mengalir ke dalam paru, tekanan intrapleural
harus menjadi negarif untuk dapat menentukan batas atas gradien tekanan antara
atmosfer dan alveoli sehingga udara masuk ke dalam paru (Muttaqin, A, 2008).

5. Venilasi Mekanis Pulmonal


Udara mengalir dari bagian bertekanan tinggi ke bagian bertekanan rendah. Namun
demikian, bila tak ada aliran udara masuk atau keluar paru, itu berarti tekanan alveolar
dan atmosfer berada dalam keadaan seimbang. Untuk memulai pernapasan, aliran
udara kedala paru harus dicetuskan oleh turunnya tekanan dalam alveoli. Ini
melibatkan proses yang rumit dan berhubungan dengan banyak variabel. Ventilasi
mekanis melibatkan adanya daya rekoil elastisitas, komplians, tekanan dan gravitasi
(Muttaqin, A, 2008).

6. Difusi Gas
Proses difusi dipengaruhi oleh faktor ketebalan, luas permukaan, dan komposisi
membran, koefisien difusi O2 dan CO2, serta perbedaan tekanan gas O2 dan CO2.
Dalam difusi gas ini, organ pernapasan yang berperan penting adalah alveoli dan
darah. Adanya perbedaan tekanan parsial dan difusi pada sistem kapiler dan cairan
intertisial akan menyebabkan pergerakan O2 dan CO2 yang kemudian akan masuk
pada zona respirasi untuk melakukan difusi respirasi (Potter dan Perry, 1983).

7. Tranportasi Gas
Transportasi gas adalah perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari jaringan ke
paru dengan bantuan darah (aliran darah). Masuknya O2 ke dalam sel darah yang
bergabung dengan hemoglobin yang kemudian membentuk oksihemoglobin sebanyak
97% dan sisanya 3% ditransportasikan ke dalam cairan plasma dan sel. Agar oksigen
dapat disuplai ke sel-sel tubuh secara optimal maka diperlukan hemoglobin dalam
jumlah dan fungsi yang optimal untuk mengangkut dari sirkulasi yang efektif ke
jaringan tubuh. Jumlah O2 yang dikirim setiap menitnya sama dengan jumlah curah

6
jantung per liter dalam satu menit dikalikan dengan jumlah mililiter O2 yang
terkandung dalam 1 liter darah arteri.

II. PEMERIKSAAN FISIK SISTEM PERNAPASAN

Pemeriksaan kesehatan pada sistem pernapasan meliputi pemeriksaan fisik umum per sistem
dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (Breathing), B2 (Blood), B3
(Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone) serta pemeriksaan fokus ada di B1 dengan
pemeriksaan menyeluruh pada sistem pernapasan . B1 (Breathing) lakukan pemeriksaan
dengan cara melihat keadaan umum sistem pernapasan dan nilai adanya tanda-tanda abnormal
seperti adanya sianosis, pucat, kelelahan, sesak napas, sifat batuk, penilaian produksi sputum,
dan lainnya. Sianosis adalah perubahan warna kulit menjadi biru yang disebabkan oleh
adanya deoksihemoglobin dalam pembuluh darah superfisial

Teknik : Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi (Morton, PG, 2005).

NO KEGIATAN

1. TAHAP PRA INTERAKSI

1. Verifikasi order/tindakan
2. Menyiapkan Alat
a. Stetoskop
b. Pena spidol felt-tipped
c. Handscoon
3. Cuci Tangan

2. TAHAP ORIENTASI

1. Berikan salam dengan menyebutkan nama


2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan
3. Menjaga privasi

3. TAHAP KERJA

INSPEKSI TORAKS

1. Pemeriksaan dasar fungsi pernapasan membutuhkan evaluasi frekuensi, irama,


dan kualitas pernapasan, serta inspeksi konfigurasi dada, kesimetrisan, kondisi
kulit dan otot tambahan yang digunaka.
2. Inspeksi ini juga harus mencakup pengkajian nasal flaring
3. Selesaikan langkah ini dengan mengevaluasi pernapasan klien dan menginspeksi
7
toraks anterior dan posterior, dan mencatat semua temuan abnormal

INSPEKSI TORAKS ANTERIOR

1. Inspeksi toraks terhadap adanya deformitas struktural, seperti kurva konkaf atau
konveks pada dinding dada anterior di atas sternum.
2. Pada toraks dewasa normal, perbandingan antara diameter anteroposterior dan
lateral adalah sekitar 1:2. Untuk klien pediatrik atau lansia, perbandingannya
adalah 1:1.
3. Inspeksi adanya cekungan jaringan lunak yang dapat dilihat (retraksi) diantara
rusuk dan sekelilingnya
4. Kaji pola pernapasan klien untuk kesimetrisan, dan cari adanya abnormalitas pada
warna kulit atau gangguan tonus otot.
5. Perhatikan sudut abtara iga dan sternum pada titik tepat di atas prosesus
xifoideus. Sudut kostal yang normal adalah <90 derajat.
6. Untuk menginspeksi dada anterior untuk kesimetrisan gerakan, minta klien untuk
berbaring pada posisi terlentang. Berdiri di bagian kaki tempat tidur dan observasi
dengan cermat pernapasan tenang dan dalam dari klien untuk keseimbangan
ekspansi dinding dada
7. Kemudian, periksa penggunaan otot-otot pernapasan tambahan dengan
mengobservasi sternokleidomastoideus, skalenus, dan otot-otot trapezius di bahu
dan leher. Observasi juga posisi yang klien lakukan untuk bernapas.
8. Observasi adanya warna yang tidak umum, benjolan, atau lesi, dan perhatikan
lokasi adanya abnormalitas pada kulit klien bagian anterior dada.
9. Inspeksi dada lebih jauh untuk lokasi iga di bawahnya dan tulang-tulang lainnya,
kartilago dan lobus paru.
10. Inspeksi dapat mengungkapkan adanya deformitas struktural pada dinding dada
karena defek sternum, kerangka iga, atau kolumna vetebra. Doformitas sangat
bervariasi dan dapat bersifat kongenital, akut atau progresif.

INSPEKSI TORAKS POSTERIOR

1. Untuk menginspeksi dada posterior, observasi pernapasan klien dan kaji dinding
dada posterior untuk kesamaan karakteristik seperti pada anterior, struktur dada,
pola pernapasan, kesimetrisan ekspansi, warna kulit dan tonus otot, dan
penggunaan otot-otot tambahan.

PALPASI

PALPASI TORAKS ANTERIOR

1. Untuk mempalpasi torak anterior, dimulai dari area supraklavikular 2 sampai 4


cm diatas aspek dalam klavikula, kemudian lanjutkan ke infraklavikular, sternal,
xifoideus, strernum dan area aksila
2. Kemudian palpasi sudut kostal. Area processus xiphoideus berisi banyak ujung-
ujung saraf, jadi lakukanlah dengan perlahan untuk menghindari timbulnya nyeri.
3. Kaji ekskursi pernapasan pada tiga area toraks anterior klien. Untuk ketiga area
tersebut, berdirilah di depan klien, yang duduk atau berdiri.
4. Untuk mengkaji area pertama, letakan tangan Anda di atas dinding dada anterior,
kedua ibu jari pada jarak sama dari sternum, dan jari Anda yang lain menyebar
diatas toraks lateral.
5. Instruksikan klien untuk menarik napas dalam. Selama inspirasi, observasi
8
pemisahan kedua ibu jari Anda
6. Untuk mengkaji ekskursi pernapasan pada area kedua, letakan kedua ibu jari
Anda pada ruang interkostal kelima dan ulang prosedur tersebut
7. Untuk mengkaji ekskursi pernapasan pada area ketiga, letakkan ibu jari Anda
pada ruang interkostal keenam. Pada klien wanita dengan payudara pendulus,
peletakan ibu jari mungkin sulit untuk dievaluasi, oleh karena itu, pada keadaan
ini lakukan ekskursi pernapasan posterior.

PALPASI TORAKS POSTERIOR

1. Berdiri di belakang klien dan letakan kedua ibu jari Anda di area infraskapular
pada kedua sisi tulang belakang setinggi iga kesepuluh. Pegang sangkar iga
lateral dan letakkan tangan Anda dengan perlahan di atas permukaan
lateroposterior. Hindari tekanan yang berlebihan untuk mencegah klien menahan
pernapasan.
2. Pada saat klien inhalasi, dada posterior harus bergerak keatas dan keluar dan
kedua ibu jari Anda harus bergerak menjauh. Ketika klien ekshalasi, kedua ibu
jari Anda akan kembali lagi ke garis tengah dan bersentuhan.
3. Ulangi prosedur tersebut setelah meletakkan kedua ibu jari pada jarak lateral yang
sama ke columna vetebrae ke area aksila. Instruksikan klien untuk menarik napas
dalam sementara Anda memperhatikan kebersamaan, pemisahan yang seimbang
dari kedua ibu jari Anda.

PERKUSI

PERKUSI TORAKS

Perkusi membantu menentukan batasan paru-paru dan berapa banyak gas, cairan atau
zat padat yang ada di dalam paru-paru. Perkusi dapat mengkaji secara efektif struktur
sedalam 4,5 sampai 8 cm.

1. Untuk memperkusi dada anterior, minta klien untuk duduk menghadap ke depan,
tangan bersandar di kedua sisi tubuh. Ikuti urutan perkusi anterior, perkusi dan
bandingkan variasi suara dari satu sisi ke sisi lain. Perkusi dada anterior harus
menghasilkan resonasi dari atas klavikula sampai ke ruang interkostal kelima di
bagian kanan (pekak terjadi dekat dengan hati) dan ke ruang interkostal ketiga
pada bagian kiri (pekak terjadi di dekat jantung).
2. Kemudian, perkusi dada lateral untuk mendapatkan informasi tentang lobus kiri
atas dan bawah, dan tentang lobus kanan atas, tengah dan bawah. Lengan kiri
klien harus diposisikan di atas kepala klien. Ulang urutan yang sama pada sisi
kanan. Perkusi dada lateral harus menghasilkan resonasi sampai ruang interkostal
keenam atau kedelapan.

AUSKULTASI

AUSKULTASI TORAKS ANTERIOR

1. Mulai di lobus atas, dan bergerak dari sisi ke sisi dan ke bawah. Pertama

9
auskultasi dulu titik di satu sisi dada dan kemudian auskultasi titik yang sama di
sisi dada yang lain, bandingkan hasilnya. Kaji selalu satu napas penuh (inspirasi
dan ekspirasi) pada setiap titik. Ikuti urutan yang sama seperti yang digunakan
untuk perkusi.

AUSKULTASI TORAKS LATERAL

1. Untuk mengkaji lobus paru bagian tengah kanan, auskultasi bunyi napas secara
lateral dari ruang interkostal keempat sampai keenam, mengikuti urutan
auskultasi lateral, yang sama dengan urutan perkusi lateral.

AUSKULTASI TORAKS POSTERIOR

1. Urutan auskultasi toraks posterior mengikuti pola yang sama dengan urutan
perkusi, selama auskultasi, tetaplah memperhatikan pola napas klien. Napas yang
terlalu cepat dan dalam menyebabkan hilangnya karbondioksida yang berlebihan
yang dapat menyebabkan vertigo dan sinkop.
2. Pada dewasa normal, remaja, atau anak yang lebih tua, suara bronkovesikular
harus terjadi pada area insterskapular, suara napas vesikuler harus terjadi pada
area supraskapular dan infraskapular.

4. TAHAP TERMINASI

1. Akhiri dan simpulkan kegiatan


2. Evaluasi perasaan klien
3. Kontrak dengan kegiatan selanjutnya
4. Bersihkan alat dan cuci tangan

5. DOKUMENTASI

Metode pendokumentasian SOAPIE mencakup komponen berikut : data subjektif


(riwayat), data objektif (fisik), pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

Bunyi Napas

Bunyi napas normal dibedakan oleh letaknya di atas area spesifik paru dan diidentifikasi
sebagai bunyi napas vesikular, bronkhial (tubular) dan bronkhovesikular. Bunyi vesikular
terdengar sebagai bunyi yang tenang, bernada rendah, mempunyai fase inspirasi panjang, dan
fase ekspirasi singkat. Mengi (ronkhi sibilant) adalah bunyi berirama kontinu yang durasinya
lebih lama dibanding krekels (crackles). Bunyi ini dapat terdengar selama inspirasi, ekspirasi,
atau pada keduanya. Krekels (crackles) atau ronkhi basah adalah bunyi yang berlainan,
nonkontinu yang terjadi akibat penundaan pembukaan kembali jalan napas yang menutup.

10
III. KONSEP WATER SEAL DRAINAGE (WSD)
1. Pengertian Water Seal Drainage (WSD)

Water Seal Drainage (WSD) adalah suatu tindakan medis yang dilakukan untuk
mengeluarkan udara atau atau cairan dari dalam rongga pleura. Sistem drainage yang
baik akan mencegah cairan dan udara kembali ke dalam rongga pleura dan
mengembalikan tekanan negatif intrapleura untuk memfasilitasi pengembangan paru
(George dan Papagiannopoulos, 2015). Pemasangan WSD akan mengurangi keluhan
sesak napas tetapi mempunyai risiko terjadinya infeksi. Untuk itu pasien yang terpasang
WSD harus dilatih latihan pernapasan diafragma yang akan mempercepat
pengembangan paru sehingga pernapasan menjadi lebih maksimal. Lamanya
pemasangan WSD tergantung dari kondisi pasien, tetapi semakin lama pemasangan
WSD maka akan semakin tinggi risiko terjadi infeksi (Asih & Effendy, 2002).
Pemasangan selang dada bertujuan untuk memulihkan tekanan negatif dalam
ruang intrapleural. Tujuan ini dicapai dengan membuang akumulasi udara atau cairan
(mis. darah) dari dalam ruang pleural. Akumulasi tersebut biasanya diakibatkan oleh
trauma, penyakit kronis, atau bedah toraks. Selang dada dipasang ke dalam rongga

11
torakik klien dan dihubungkan pada sistem drainase water-seal. Tujuan dari water seal
ini adalah untuk mencegah udara masuk kembali ke dalam ruang pleural ketika
akumulasi udara atau cairan dialirkan keluar dari ruang pleural. Terdapat empat tipe
sistem drainase yang mungkin digunakan dengan selang dada :
a. Sistem satu botol. Hanya menggunakan gaya gravitasi untuk mendorong drainase
udara atau cairan dari ruang pleural. Sistem datu botol biasanya digunakan untuk
mengatasi pneumothoraks.
b. Sistem dua botol. Botol pertama digunakan sebagai penampung cairan dan udara
dan botol kedua berfungsi sebagai water seal. Sistem dua botol digunakan untuk
mengatasi hemotoraks (darah). Hemopneumotoraks (darah dan udara), dan efusi
pleural (cairan serosa)
c. Sistem tiga botol. Fungsi dua botol pertama adalah sama seperti sistem drainase dua
botol, dan botol ketiga dihubungkan pada alat pengontrol suction. Sistem ini dapat
digunakan untuk kondisi-kondisi seperti yang disebut diatas.
d. Sistem disposibel komersial (mis. Pleur-evac, Thoraclex, Argyle) bekerja baik
sebagai sistem dua botol (tidak terdapat mesin penghisap) atau sebagai sistem tiga
botol (ketika tersedia mesin penghisap). Penggunaannya membutuhkan air steril
dan bergantung pada instruksi pabrik pembuatnya.

2. Respon yang Diharapkan


a. Membuang udara, cairan atau darah dari ruang pleural berhasil dilakukan sejalan
dengan pemulihan tekanan negatif
b. Bunyi napas yang terauskultasi membaik dan klien secara subjektif mulai
merasa lebih baik
c. Hasil pemeriksaan AGD terakhir normal

3. Respon yang Merugikan


a. Pembuangan udara, cairan, atau darah dari ruang pleural tersumbat,
kemungkinan karena malfungsi pada sistem drainase
b. Tekanan negatif tidak pulih, mungkin karena terjadi kebocoran udara
c. Bunyi napas yang terasukultasi tidak menunjukkan perbaikan dan dapat
menyimpang
d. Klien mengeluhkan sesak napas yang berkepanjangan
e. Hasil pemeriksaan AGD tetap tak berubah dan bahkan menyimpang
12
f. Terjadi pneumotoraks tensi

13
DAFTAR PUSTAKA

Asih, NGD & Effendy, C, 2002, Keperawatan Medikal Bedah : Klien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan, Jakarta : Buku Kedokteran EGC
George, Robert S., Papagiannopoulos, Kostas., 2015. Journal of Thoraric Disease, suppp 1 :
55-64, UK
Morton, PG, 2005, Panduan Pemeriksaan Kesehatan dengan Dokumentasi SOAPIE Edisi 2,
Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Muttaqin,A, 2008, Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan, Jakarta
: Salemba Medika
Potter and Perry, 1983, Shock Comprehensive Nursing Management. St. Louise, Missouri:
Mosby Company
Simon and Schuster, 2003, Fundamental of Anatomy and Physiology.4th ed. New jersey :
Prentice Hall, Inc

Anda mungkin juga menyukai