Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

EFUSI PLEURA

Dosen Pengampu: Rosalina, S.Kp., M.Kes.

Disusun oleh Kelompok 3 :

1. Isabel Maria Marques (071221017)


2. Lovinda Pristalia (071221018)
3. Ovie Intan Ariani (071221019)
4. Annisa Rizky Nur Rahmawati (071221020)
5. Winda Eviyanti (071221021)
6. Hizroh Rochmah Tuloh (071221022)
7. Ayu Dea Kharisma Wardhani (071221023)
8. Alfira Cahya Anggraeni (071221024)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

2022
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
 Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam
kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan
transudat atau cairan eksudat ( Pedoman Diagnosis danTerapi / UPF ilmu penyakit
paru, 1994, 111).
 Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi
biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal,
ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai
pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi
(Smeltzer C Suzanne, 2002).
 Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit
primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi
dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat
berupa darah atau pus (Baughman C Diane, 2000).
 Effusi pleura adalah penimbunan cairan pada rongga pleura (Price & Wilson 2005).
2. Epidemiologi
Bakteri pneumonia serta keganasan adalah penyebab utama dan sering untuk eksudat.
Efusi pleura pada anak-anak umumnya kebanyakan adalah infeksi (50-70% efusi
parapneumonik), gagal jantung kongestif adalah penyebab yang lebih sedikit (5- 15%)
dan keganasan adalah kasus yang jarang.
Efusi pleura merupakan manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada sekitar 50-60 %
penderita keganasan pleura primer atau metastatic. Sementara 5 % kasus mesotelioma
(keganasan pleura primer) dapat disertai efusi pleura dan sekitar 5 % penderita kanker
payudara akhirnya akan mengalami efusi pleura.
3. Etiologi
Berdasarkan jenis cairan yang terbnetuk, cairan pleura dibagi menjadi transudat,
eksudat dan hemoragis
 Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri),
sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis kepatis), syndroma vena cava
superior, tumor, sindroma meig.
 Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, preumonia dan sebagainya, tumor, ifark
paru, radiasi, penyakit kolagen.
 Effusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru,
tuberkulosis.
Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi unilateral dan bilateral.
Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit
penyebabnya akan tetapi effusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit
dibawah ini :Kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus
eritematosus systemic, tumor dan tuberkolosis.
4. Patofisiologi
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan di dalam rongga pleura. Jumlah
cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura parietalis
sebesar 9 cm H2O. Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan osmotik
koloid menurun misalnya pada penderita hipoalbuminemia dan bertambahnya
permeabilitas kapiler akibat ada proses keradangan atau neoplasma, bertambahnya
tekanan hidrostatis akibat kegagalan jantung dan tekanan negatif intra pleura apabila
terjadi atelektasis paru (Alsagaf H, Mukti A, 1995, 145).
Effusi pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan bebas dalam kavum
pleura. Kemungkinan penyebab efusi antara lain (1) penghambatan drainase limfatik
dari rongga pleura, (2) gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan
tekanan perifer menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang
berlebihan ke dalam rongga pleura (3) sangat menurunnya tekanan osmotik kolora
plasma, jadi juga memungkinkan transudasi cairan yang berlebihan (4) infeksi atau
setiap penyebab peradangan apapun pada permukaan pleura dari rongga pleura, yang
memecahkan membran kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma dan
cairan ke dalam rongga secara cepat (Guyton dan Hall , Egc, 1997, 623-624).
Efusi pleura akan menghambat fungsi paru dengan membatasi pengembangannya.
Derajat gangguan fungsi dan kelemahan bergantung pada ukuran dan cepatnya
perkembangan penyakit. Bila cairan tertimbun secara perlahan-lahan maka jumlah
cairan yang cukup besar mungkin akan terkumpul dengan sedikit gangguan fisik yang
nyata. Kondisi efusi pleura yang tidak ditangani, pada akhirnya akan menyebabkan
gagal nafas. Gagal nafas didefinisikan sebagai kegagalan pernafasan bila tekanan
partial Oksigen (Pa O2)≤ 60 mmHg atau tekanan partial Karbondioksida arteri (Pa
Co2) ≥ 50 mmHg melalui pemeriksaan analisa gas darah.
5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang muncul (Terney, 2002 dan Tucker, 1998) adalah
 Sesak Nafas
 Nyeri dada
 Kesulitan bernafas
 Peningkatan suhu tubuh jika ada infeksi
 Keletihan
 Batuk
6. Pemeriksaan Fisik
Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi  penumpukan
cairan pleural yang signifikan mungkin akan ditemukan. Pemeriksaan fisik dalam
keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan berpindah tempat.
Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba
dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan
cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu). Didapati segitiga Garland,
yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu.
Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum
kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki. Pada
permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
Pemeriksaan fisik per sistem:
1) Sistem Respirasi
Inspeksi pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga
mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan
mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea
dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan Px biasanya dyspneu.
Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya > 250
cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang
tertinggal pada dada yang sakit.
Suara perkusi redup sampai peka tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya
tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa
garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk.
Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan
dada, kurang jelas di punggung.
Auskultasi suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan
makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian
paru, mungkin saja akan ditemukan tanda-tanda auskultasi dari atelektasis kompresi
di sekitar batas atas cairan. Ditambah lagi dengan tanda i – e artinya bila penderita
diminta mengucapkan kata-kata i maka akan terdengar suara e sengau, yang disebut
egofoni (Alsagaf H, Ida Bagus, Widjaya Adjis, Mukty Abdol, 1994,79)
2) Sistem Cardiovasculer
Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS – 5
pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung. Palpasi untuk menghitung frekuensi
jantung (health rate) dan harus diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut
jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictus cordis. Perkusi
untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak. Hal ini
bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri.
Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah
bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta adakah murmur yang
menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.
3) Sistem Pencernaan
Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi
perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di
inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya
5-35 kali permenit. Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan
abdomen, adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat
hidrasi pasien, apakah hepar teraba, juga apakah lien teraba. Perkusi abdomen
normal tympanik, adanya massa padat atau cairan akan menimbulkan suara pekak
(hepar, asites, vesika urinarta, tumor).
4) Sistem Neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan
pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma. refleks
patologis, dan bagaimana dengan refleks fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi
sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan
dan pengecapan.
5) Sistem Muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial, palpasi pada kedua
ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan pemerikasaan
capillary refil time. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan
otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.
6) Sistem Integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada
kulit, pada Px dengan effusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya
kegagalan sistem transport O2. Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan
kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta
turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang.
7. Pemeriksaan Diagnostik
1) Foto Thorax
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan
seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi daripada bagian medial.
Bila permukaannya horisontal dari lateral ke medial, pasti terdapat udara dalam
rongga tersebut yang dapat berasal dari luar atau dari dalam paru-paru sendiri.
Kadang-kadang sulit membedakan antara bayangan cairan bebas dalam pleura
dengan adhesi karena radang (pleuritis). Disini perlu pemeriksaan foto dada dengan
posisi lateral dekubitus.
2) CT – SCAN 
Pada kasus kanker paru Ct Scan bermanfaat untuk mendeteksi adanya tumor paru
juga sekaligus digunakan dalam penentuan staging klinik yang meliputi :
 menentukan adanya tumor dan ukurannya
 mendeteksi adanya invasi tumor ke dinding thorax, bronkus, mediatinum dan
pembuluh darah besar
 mendeteksi adanya efusi pleura
Disamping diagnosa kanker paru CT Scan juga dapat digunakan untuk menuntun
tindakan trans thoracal needle aspiration (TTNA), evaluasi pengobatan,
mendeteksi kekambuhan dan CT planing radiasi.
3) Kultur sputum : dapat ditemukan positif Mycobacterium tuberculosis
4) Fungsi paru : Penurunan vital capacity, paningkatan dead space, peningkatan rasio
residual udara ke total lung capacity, dan penyakit pleural pada tuberkulosis kronik
tahap lanjut.
5) Pemeriksaan Laboratorium
Dalam pemeriksaan cairan pleura terdapat beberapa pemeriksaan antara lain :
a. Pemeriksaan Biokimia
Secara biokimia effusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang
perbedaannya dapat dilihat pada tabel berikut :
Transudat Eksudat
Kadar protein dalam effusi 9/dl <3 >3
Kadar protein dalam effusi < 0,5 > 0,5
Kadar protein dalam serum
Kadar LDH dalam effusi (1-U) < 200 > 200
Kadar LDH dalam effusi < 0,6 > 0,6
Kadar LDH dalam serum
Berat jenis cairan effusi < 1,016 > 1,016
Rivalta Negatif Positif
Disamping pemeriksaan tersebut diatas, secara biokimia diperiksakan juga
cairan pleura :
-       Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit infeksi,
arthritis reumatoid dan neoplasma
-       Kadar amilase. Biasanya meningkat pada paulercatilis dan metastasis
adenocarcinona (Soeparman, 1990, 787).
b. Analisa cairan pleura
-           Transudat : jernih, kekuningan
-           Eksudat : kuning, kuning-kehijauan
-           Hilothorax : putih seperti susu
-           Empiema : kental dan keruh
-           Empiema anaerob : berbau busuk
-           Mesotelioma : sangat kental dan berdarah
c. Perhitungan sel dan sitologi
Leukosit 25.000 (mm3): empiema
Netrofil : pneumonia, infark paru, pankreatilis, TB paru
Limfosit : tuberculosis, limfoma, keganasan.
Eosinofil meningkat : emboli paru, poliatritis nodosa, parasit dan jamur
Eritrosit : mengalami peningkatan 1000-10000/ mm3 cairan
tampak kemorogis, sering dijumpai pada pankreatitis
atau pneumoni. Bila erytrosit > 100000 (mm3
menunjukkan infark paru, trauma dada dan keganasan.
Misotel banyak : Jika terdapat mesotel kecurigaan TB bisa disingkirkan.
Sitologi : Hanya 50 - 60 % kasus- kasus keganasan dapat
ditemukan sel ganas. Sisanya kurang lebih terdeteksi
karena akumulasi cairan pleura lewat mekanisme
obstruksi, preamonitas atau atelektasis (Alsagaff Hood,
1995 : 147,148)
d. Bakteriologis
Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneamo
cocclis, E-coli, klebsiecla, pseudomonas, enterobacter. Pada pleuritis TB kultur
cairan terhadap kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang positif
sampai 20 % (Soeparman, 1998: 788).
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada efusi pleura ini adalah (Mansjoer, 2001)
1) Thorakosentasis
Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subjektif seperti nyeri,
dispnea dan lain-lain. Cairan efusi sebanyak 1-1,5 liter perlu dikeluarkan segera
untuk mencegah meningkatnya edema paru. Jika jumlah cairan efusi lebih banyak
maka pengeluaran cairan berikutnya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian
2) Pemberian antibiotik
Jika ada infeksi
3) Pleurodesis
Pada efusi karena keganasan dan efusi rekuren lain, diberikan obat (tetrasiklin, kalk
dan bieomisin) melalui selang interkostalis untuk melekatkan kedua lapisan pleura
dan mencegah cairan terakumulasi kembali
4) Tirah baring
Tirah baring ini bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen karena
peningkatan aktivitas akan meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga dyspnea
akan semakin meningkat pula
5) Biopsi pleura, untuk mengetahui adanya keganasan

9. Komplikasi
Menurut (Mansjoer, 2001), komplikasi efusi pleura yaitu:
 Infeksi
 Fibrosis paru

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin,
alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status
pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan effusi
pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri
pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada
saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda
seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan
menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul.
Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan
keluhan-keluhannya tersebut.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC paru,
pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit
yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan
lain sebagainya.
f. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya
serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap
dirinya.
g. Pola-pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis danperawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan
persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah
terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan
merokok, minum alcohol dan penggunaan obat-obatan bias menjadi faktor
predisposisi timbulnya penyakit.
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi
pasien. Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama
MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan
akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan
metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan efusi pleura
keadaan umumnya lemah.
c) Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan
defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang
lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan
konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan
penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
d) Pola aktivitas dan latihan
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi. Pasien akan
cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal. Disamping itu pasien juga
akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada. Untuk memenuhi
kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan
keluarganya.
e) Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh
terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat. Selain itu akibat perubahan
kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah
sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.
f) Pola hubungan dan peran
Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan peran,
misalkan pasien seorang ibu rumah tangga, pasien tidak dapat menjalankan
fungsinya sebagai seorang ibu yang harus mengasuh anaknya, mengurus
suaminya. Disamping itu, peran pasien di masyarakat pun juga mengalami
perubahan dan semua itu mempengaruhi hubungan interpersonal pasien.
g) Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat, tiba-
tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Pasien mungkin akan
beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan.
Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif terhadap
dirinya.
h) Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian juga dengan
proses berpikirnya.
i) Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse akan
terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan
kondisi fisiknya masih lemah.
j) Pola penanggulangan stress
Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami stress
dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang
merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai
penyakitnya
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada
Tuhan dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari Tuhan
h. Pemeriksaan Fisik
i. Pemeriksaan Penunjang

2. Diagnosa
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan sindrom hipoventilasi yang
ditandai dengan dispnea dan penggunaan otot aksesorius pernapasan
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas,
mucosa sekret berlebihan.
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen
dengan kebutuhan
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury: fisik ditandai dengan
mengkomunikasikan nyeri secara verbal
5. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi ditandai dengan peningkatan suhu
tubuh diatas rentang normal.
3. Rencana Asuhan Keperawatan
1 Pola napas tidak Setelah diberikan asuhan NIC Label: Airway management S:
efektif berhubungan keperawatan selama ... x 24 jam, Airway management 1. Membantu memperbaiki Klien mengatakan
dengan sindrom pola napas klien normal dengan 1. Posisikan klien untuk status ventilasi klien sesaknya sudah
hipoventilasi yang kriteria hasil: memaksimalkan 2. Mengeluarkan skret yang berkurang
ditandai dengan NOC label: proses ventilasi susah keluar dari slauran O:
dispnea dan Respiratory Status: Ventilation 2. Instruksikan klien pernapasan  RR Tn. Ibnu 18
penggunaan otot  RR Klien dalam rentang untuk batuk efektif 3. Melatih otot-otot x/menit
aksesorius pernapasan normal (12-18 x/menit) {5} 3. Ajarkan teknik napas pernapasan klien  TD: 100/80 mmHg
 Ritme Pernapasan klien dalam 4. Memberikan bantuan  S: 37 0C
teratur {5} 4. Berikan klien oksigen oksigen agar klien tidak  Tidak terlihat
 Kedalaman inspirasi normal jika diperlukan mengalami hipoksia menggunakan otot
{5} 5. Monitor status 5. Mengetahui lebih dini aksesori
 Suara perkusi hiperresonan respirasi dan adanya gangguan pernapasan
diseluruh lapang paru {5} oksigenasi klien pernapasan  Retraksi Intercostal
Keterangan: Respiratory monitoring Respiratory monitoring (-)
1: Severe deviation from normal 1. Monitor respiratory 1. Respiratory rate dan ritme A:
2: Substansial deviation from rate, ritme akan berubah jika terjadi Tujuan Tercapai
normal 2. Monitor suara nafas keabnormalan pernapasan Sebagian
3: Moderate deviation from klien seperti crowing 2. Mengetahui adanya sekret P:
normal atau snoring di dalam paru Lanjutkan Intervensi
3. Palpasi untuk 3. Mengetahui adanya
4: Mild deviation from normal ekspansi paru cairam dalam paru
5: No deviation from normal 4. Monitor dyspnea 4. Mencegah terjadinya
Vital Sign klien dan aktifitas dispnea ketika
 Suhu tubuh dalam rentang yang meningkatkan beraktivitas
normal (36.5-37.5 0C) {5} dyspnea Mengetahui adanya objek
 Tekanan darah sistolik (80- 5. Monitor hasil x-ray tambahan pada paru
120 mmHg) dada pasien
 Tekanan darah diastolik (60-
80 mmHg) {5}
Keterangan:
1: Severe deviation from normal
2: Substansial deviation from
normal
3: Moderate deviation from
normal
4: Mild deviation from normal
5: No deviation from normal
2 Bersihan jalan nafas NOC Label: NIC Label: S:
tidak efektif b.d Respiratory status: Airway Airway Management Pasien mengatakan
penyumbatan saluran patency 1. Buka jalan napas, 1. Menyediakan jalan nafas yang lancar
nafas oleh sputum Setelah diberikan asuhan dengan mengangkat napas yang adekuat O:
yang ditandai dengan keperawatan …x24 jam, jalan dagu atau dengan kepada RR: 18 x/menit, ronchi
produksi suputum (+), napas pasien paten dengan teknik mendorong pasien/meluruskan (-), otot bantu
ronchi (+) criteria hasil: rahang saluran nafas pernafasan (-)
 RR (respiratory rate) 12-20 2. Posisikan pasien 2. Mencegah jalan nafas A:
x/menit (5) untuk memaximalkan yang tersumbat Tujuan Tercapai penuh
 Irama pernapasan normal aliran nafas 3. Menghilangkan P:
(5) 3. Hilangkan secret sumbatan berupa Pertahankan kondisi
 Kedalaman inspirasi (5) dengan batuk efektif secret yang dapat pasien
atau dengan suction mengganggu jalan
4. Monitor status nafas.
respirasi dan 4. Mencegah terjadinya
oksigenasi hipoksia
5. Posisikan pasien
untuk meringankan
dyspnea
3 Intoleransi aktifitas Setelah dilakukan NIC: Toleransi aktivitas 1. Memudahkan perawat S:
berhubungan dengan askep ... jam Klien 1. Tentukan penyebab untuk memberikan KIE Klien mengatakan
ketidakseimbangan dapat menoleransi intoleransi aktivitas kepada pasien pusing dan sesak
antara suplai oksigen aktivitas & & tentukan apakah 2. Mengetahui aktivitas berkurang ketika
dengan kebutuhan melakukan ADL penyebab dari fisik, yang dilakukan pasien berjalan dengan jarak
dgn baik psikis/motivasi sehari-hari sehingga pendek
Kriteria Hasil: bisa digunakan sebagai O:
2. Kaji kesesuaian
 Berpartisipasi dalam panduan dalam latihan Klien tidak tampak
aktivitas fisik dgn TD, HR, aktivitas&istirahat aktivitas secara terengah-engah, RR 22
RR yang sesuai klien sehari-hari bertahap x / menit
 Peningkatan toleransi 3. Mengembalikan pola A : tujuan tercapai
3. ↑ aktivitas secara
aktivitas aktivitas klien dengan sebagian
bertahap, biarkan
menyesuaikan pada P:
klien berpartisipasi
kondisi klien Lanjutkan intervensi
dapat perubahan
4. Mencegah penekanan
posisi,
pada daerah yang
berpindah&perawata
mengalami penonjolan
n diri
dan melihat sejauh
4. Pastikan klien mana aktivitas yang
mengubah posisi mampu dilakukan oleh
secara bertahap. klien
Monitor gejala 5. Memudahkan perawat
intoleransi aktivitas untuk melihat toleransi
aktivitas yang sudah
5. Ketika membantu
mampu dan belum
klien berdiri,
mampu dilakukan klien
observasi gejala
intoleransi spt mual,
pucat, pusing,
gangguan
kesadaran&tanda
vital

Nyeri akut Setelah diberikan NIC LABEL : Pain 1. Berguna dalam S : Pasien
berhubungan dengan asuhan Management pengawasan mengatakan nyerinya
agen cedera biologis keperawatan 1. Kaji dan catat kualitas, keefektifan obat,dan berkurang, skala
ditandai dengan selama 2x24 jam lokasi dan durasi nyeri. membedakan menjadi 5
mengatakan nyeri diharapkan level Gunakan skala nyeri karakteristik nyeri. O : Kecemasan pasien
secara verbal ketidaknyamanan dengan pasien dari 0 Perubahan pada tampak berkurang
pasien berkurang (tidak ada nyeri) – 10 karakteristik nyeri A : Tujuan tercapai
dengan kriteria (nyeri paling buruk). menunjukan terjadinya sebagian
hasil : 2. Gunakan komunikasi abses atau peritonitis P : Lanjutkan
NOC LABEL : terapeutik untuk 2. Berguna untuk intervensi
Discomfort Level mengetahui nyeri dan mengetahui nyeri dan
- Pasien tidak respon pasien terhadap respon nyeri pasien
meringis nyerinya 3. Untuk mengetahui
- Skala nyeri 5 3. Kaji dengan pasien aktivitas apa yang
- Pasien tidak faktor-faktor yang dapat dapat meningkatkan
tampak ketakutan, meningkatkan/mengurangi dan mengurangi nyeri
skala 4-5 nyerinya pasien sehingga
- Pasien tidak 4. Kaji efek dari perawat dapat
tampak cemas, pengalaman nyeri menegakan
skala 4-5 terhadap kualitas tidur, implementasi dengan
- Pasien dapt nafsu makan, aktivitas dan benar
beristirahat suasana hati 4. Untuk mengetahui
dengan cukup, 5. Control lingkungan masalah lain yang
skala 4-5 sekitar pasien yang dapat ditimbulkan dari nyeri
(Skala 1 : severe, memberikan respon tidak 5. Untuk meminimalisir
skala nyaman, misalnya respon
2 :substantial, temperature ruangan, ketidaknyamanan
skala 3 : moderate, pencahayaan dan pasien
skala 4 : mild, kebisingan 6. Berguna untuk
skala 5 : none) 6. Ajarkan tekhnik mengurangi nyeri dan
nonfarmakologis, meminimalisir
Setelah diberikan (misalnya guided imageri, penggunaan terapi
asuhan distraksi, relaksasi, terapi farmakologik
keperawatan musik, massage), sebelum, 7. Mencegah terjadinya
selama 2x24 jam setelah, dan jika mungkin dosis yang berlebihan
diharapkan level selama nyeri berlangsung,
ketidaknyamanan sebelum nyeri meningkat,
pasien berkurang dan selama nyeri
dengan kriteria berkurang
hasil : 7. Ajarkan tentang
penggunaan
NOC LABEL : farmakologikal dalam
Pain control mengurangi nyeri
- Pasien dapat
menyebutkan
faktor yang
menyebabkan
nyerinya timbul,
skala 4-5
- Pasien dapat
melaporkan
perubahan pada
tanda-tanda nyeri
kepada petugas
kesehatan
/perawat, skala 4-5
- Pasien dapat
melaporkan
bagaimana cara
mengontrol
nyerinya, skala 4-5
- Pasien
menggunakan cara
non-analgesics
untuk mengurangi
nyerinya, skala 4-5
- Pasein
menggunakan obat
analgesics sesuai
rekomendasi, skala
4-5
(skala 1 : never
demonstrated,
skala 2 : rarely
demonstrates,
skala 3 :
sometimes
demonstrated,
skala 4 : often
demonstrated,
skala 5 :
consistenlly
demonstrated)
5 Hipertermi NOC Label: NIC Label: S: Pasien mengatakan
berhubungan dengan Vital sign Fever treatment badannya tidak panas
proses inflamasi Setelah diberikan 1. Monitor suhu tubuh 1. Menkaji perkembangan O: Tax: 36,5ᴼC, nadi
ditandai dengan asuhan pasien yang sesuai suhu tubuh pasien dan radial: 88 x/menit, TD
peningkatan suhu Keperawatan 2. Selimuti pasien menentukan terapi yang sistolik 90 mmHg
tubuh diatas rentang selama ….x24 jam, dengan selimut yang diberikan. A: Tujuan tercapai
normal Vital sign pasien sesuai 2. Memberikan suhu yang penuh
dalam rentang 3. Beri obat untuk sesuai dengan suhu P: Pertahankan kondisi
normal dengan mengobati penyebab tubuh. pasien
criteria hasil: demam yang sesuai 3. Menghilangan factor
 Suhu tubuh dalam rentang 4. Dorong klien untuk penyebab dari
normal (36,5-37,5⁰C) (5) meningkatkan intake hipertermi
 Nadi radial dalam rentang cairan melalui oral 4. Cairan dapat membantu
80-100 x/menit (5) yang sesuai. proses termoregulasi
 Tekanan darah sistolik 80- 5. Beri obat yang tepat dalam tubuh
110 mmHg (5) untuk mencegah atau
mengendalikan klien
menggigil
DAFTAR PUSTAKA

Potter, Patricia A., and Perry, Anne Griffin. 2006. Fundamental Keperawatan.
Volume 2. Jakarta: EGC
Guyton & Hall.2008.Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku
kedokteran EGC
Smeltzer, Suzanne (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Brunner &
Suddart). Jakarta: Penerbit Buku kedokteran EGC
ansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Media Aesculapius.
Jakarta
NANDA International. 2011. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi
2009-2011. Jakarta : EGC.
Dochterman, Joanne M. & Bulecheck, Gloria N. 2004. Nursing Interventions
Classification : Fourth Edition. United States of America : Mosby.
Moorhead, Sue et al. 2008. Nursing Outcomes Classification : Fourth Edition.
United States of America : Mosby

Anda mungkin juga menyukai