Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA PASIEN DENGAN


DIAGNOSA MEDIS EFUSI PLEURA DI RUANGAN JABAL RAHMAN
RUMAH SAKIT ISLAM SITI HAJAR MATARAM

DISUSUN OLEH :
SRI KURNIATI
(076STYC19)
A2

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN
MATARAM
2023

i
2.1. KONSEP PENYAKIT PLEURA
A. DEFINISI
Efusi pleura adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan parietal. Proses penyakit primer jarang terjadi namun
biasanya terjadi sekunder akibat dari penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih,
yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus.
Secara normal ruang pleura mengandung sejumlah kecil cairan yaitu sekitar 5 – 15ml
yang berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleura bergerak
tanpa adanya friksi (Ardhi, 2018).
Efusi pleura adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit
primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. efusi
dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudate, eksudat, atau dapat
berupa darah atau pus. Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura
yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang
terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. secara
normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi
sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya
friksi (Utama, 2018:18).
Efusi pleura merupakan akumulasi berlebih jumlah cairan pleura di dalam rongga
pleura yang diakibatkan oleh kelebihan cairan yang dapat berupa cairan rendah
protein ( transudatif) atau kaya protein (eksudatif) (Puspasari, 2019) Cairan efusi
terbentuk ketika cairan melebihi kemampuan tubuh untuk memindahkan cairan
tersebut. Dimana kelebihan cairan ini menghalangi paru-paru berkembang secara
penuh. Ketika cairan terbentuk dan menggantikan jaringan paru-paru, dapat
mendorong paru-paru ke pertengahan (mediastinum) dada.
B. ETIOLOGI
Efusi pleura diakibatkan oleh kelebihan cairan dapat berupa cairan rendah protein
(transudatif) atau kaya protein (eksudatif). Penyebab paling umum efusi pleura
transudatif (cairan encer) meliputi gagal jantung, emboli paru, sirosis, dan bedah
jantung pascaoperasi. Sementara itu efusi pleura eksudatif (cairan protein) paling

2
sering disebabkan oleh pneumonia, kanker, emboli paru, penyakit ginjal, dan penyakit
inflamasi.
Selain dua penyebab utama diatas penyebab efusi pleura lain yang kurang umum
antara lain tuberkulosis, penyakit autoimun, perdarahan (karena trauma dada),
chylothorax (karena trauma), infeksi dada dan perut, efusi pleura abses ( karena
paparan asbes), sindrom Meig (karena tumor ovarium jinak), dan sindrom
hiperstimulasi ovarium
Obat-obatan tertentu, operasi perut, dan terapi radiasi juga dapat menyebabkan efusi
pleura. Efusi pleura dapat terjadi pada beberapa jenis kanker termasuk kanker paru-
paru, kanker payudara, dan limfoma. (Boka, 2017).
Penyebab terjadinya efusi pleura menurut Somantri (2019) adalah sebagai berikut:
a. Transadat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri),
sindrom nefrotik, sirosis hepatik dan tumor
b. Eksudat disebabkan oleh infeksi tuberculosis, pneumonia, tumor, infark paru,
radiasi dan penyakit kolagen
c. Efusi hemorargi dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru dan
tuberculosis

Menurut Darmanto (2016), ada beberapa factor yang menjadi penyebab dari efusi
pleura adalah sebagai berikut:

a. Efusi Pleura Transudatif


Efusi pleura transudatif merupakan efusi pleura yang berjenis efusi transudate.
Efusi pleura transudatif dapat dibebakan berbagai faktor antara lain disebabkan
oleh gagal jantung kongestif, emboli pada paru, sirosis hati atau yang merupakan
penyakit pada intraabdominal, dialisis peritoneal, hipoalbuminemia, sindrom
nefrotik,
b. Efusi Pleura Eksudatif
Efusi pleura eksudatif merupakan jenis cairan eksudat yang terjadi akibat adanya
peradangan atau proses infiltrasi pada pleura maupun jaringan yang berdekatan
dengan pleura. Selain itu adanya kerusakan pada dinding kapiler juga dapat
mengakibatkan terbentuknya cairan yang mengandung banyak protein keluar dari

3
pembuluh darah dan berkumpul pada rongga pleura. Penyebab efusi pleura
eksudatif juga bisa di sebabkan oleh adanya bendungan pada pembuluh
limfe.Penyebab lainnya dari efusi pleura eksudatif yaitu adanya neoplasma,
infeksi, penyakit jaringan ikat, penyakit intraabdominal dan imunologik.
1. NEoplasma
Neoplasma dapat menyebkan efusi pleura dikarenakan karsinoma
bronkogenik karena dalam keadaan tersebut jumlah leukosit >2.500/mL. yang
terdiri dari limfosit, sel maligna, dan sering terjadi reakumulasi setelah
terasentesis, selain itu tumor metatastik yang berasal dari karsinoma mammae
lebih sering bilateral dibandingkan dengan karsinoma bronkogenik yang
diakibatkan adanya penyumbatan pembuluh limfe atau adanya penyebaran ke
daerah pleura. Penyebab lainnya adalah limfoma, mesotelimoa dan tumor
jinak ovarium atau sindrom meig
2. Infeksi Penyebab dari efusi pleura eksudatif adalah infeksi,
mikroorganismenya adalah virus, bekteri, mikoplasma maupun
mikobakterium. Bakteri dari pneumonia akut jarang sekali dapat
menyebabkan efusi pleura eksudatif, efusi pleura yang mengandung nanah
disertai mikroorganisme di sebut dengan empyema. Selain empyema
pneumonia yang disebabkan oleh virus dan mikoplasma juga dapat
menyababkan efusi pleura.
3. Penyakit jaringan ikat Penyakit jaringan ikat yang dapat menyababkan efusi
pleura
adalah seperti lupus eritematosus sistemik dan artritis rheumatoid.
4. Penyakit intraabdominal Efusi pleura yang disebabkan oleh penyakit intra
abdominalis tidak hanya dapat menyebabkan efusi pleura eksudatif saja tetapi
dapat juga menyebabkan efusi pleura transudatif tergantung pada jenis
penyababnya. Penyakit intraabdominal yang dapat menyebabkan efusi pleura
eksudatif adalah kasus pasca bedah abdomen, perforasi usus, dan hepatobiliar
yang dapat menyababkan abses subdiafragmatika. Hal yang sering ditemukan
sebagai penyabab efusi pleura dari penyakit intra abdominalis adalah abses
hepar karena amoba.

4
5. Imunologik
Imunologik yang dapat menyababkan efusi pleura adalah seperti efusi
rheumatoid, efusi lupus, efusi sarkoidosis, granulomatosis wagener,sindrom,
sjagren, paska, cedera jantung, emboli paru,paru uremik dan sindrom meid
Infeksi Penyebab dari efusi pleura eksudatif adalah infeksi,
mikroorganismenya adalah virus, bekteri, mikoplasma maupun
mikobakterium. Bakteri dari pneumonia akut jarang sekali dapat
menyebabkan efusi pleura eksudatif, efusi pleura yang
mengandung nanah disertai mikroorganisme di sebut dengan empyema. Selain
empyema pneumonia yang disebabkan oleh virus dan mikoplasma juga dapat
menyababkan efusi pleura.
6. Penyakit jaringan ikat
Penyakit jaringan ikat yang dapat menyababkan efusi pleura adalah seperti
lupus eritematosus sistemik dan artritis rheumatoid.
7. Penyakit intraabdominal
Efusi pleura yang disebabkan oleh penyakit intra abdominalis tidak hanya
dapat menyebabkan efusi pleura eksudatif saja tetapi dapat juga menyebabkan
efusi pleura transudatif tergantung pada jenis penyababnya. Penyakit
intraabdominal yang dapat menyebabkan efusi pleura eksudatif adalah kasus
pasca bedah abdomen, perforasi usus, dan hepatobiliar yang dapat
menyababkan abses subdiafragmatika. Hal yang sering ditemukan sebagai
penyabab efusi pleura dari penyakit intra abdominalis adalah abses hepar
karena amoba.
8. Imunologik
Imunologik yang dapat menyababkan efusi pleura adalah seperti efusi
rheumatoid, efusi lupus, efusi sarkoidosis, granulomatosis
c. Efusi pleura hemoragis
Efusi pleura hemoragis merupakan efusi pleura yang di sebakan oleh trauma,
tumor, infark paru maupun tuberkolosis.
d. Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk

5
Penyebab efusi pleura dari lokasi terbentuknya dapat dibagi menjadi dua bagian
yaitu unilateral dan bilateral. Jenis efusi pleura unilateral tidak ada kaitannya
dengan penyebab penyakit tetapi efusi pleura bilateral dapat ditemukan pada
penyakit-penyakit berikut seperti gagal jantung kongestif, sindroma nefrotik,
asites, infark paru, tumer dan tuberkolosis.
e. Analisis cairan pleura
Menurut Dramanto (2016), analisa dari cairan pleura adalah sebagi berikut.
Cairan pleura secara maksroskopik diperiksa warna, turbiditas, dan bau dari
cairannya. Efusi pleura transudate cairannya biasanya jernih, transparan,
berawarna kuning jerami dan tidak memiliki bau. Sedangakan cairan dari pleura
yang menyerupai susu
bisanya mengandung kilus (kilotoraks). Cairan pleura yang berbau busuk dan
mengandung nanah biasanya disebabkan oleh bakteri anaerob. Cairan yang
berwarna kemerahan biasanya mengandung darah, sedangkan jika berwarna
coklat biasanya di sebabkan oleh amebiasis. Sel darah putih dalam jumlah banyak
dan adanya peningkatan dari kolesterol atau trigliserida akan menyebabkan cairan
pleura berubah menjadi keruh (turbid). Setelah dilakukan proses sentrifugasi,
supernatant empiema menjadi jernih dan berubah menjadi warna kuning,
sedangkan jika efusi disebabkan oleh kilotoraks warnanya tidak akan berubah
tetap seperti berawan. Sedangkan jika dilakukan sentripugasi. Penambahan 1 mL
darah pada sejumlah volume cairan pleura sudah cukup untuk menyababkan
perubahan pada warna cairan menjadi kemerahan yang di sebabkan darah tersebut
mengandung 5000-10.000 sel eritrosit.Efusi pleura yang banyak mengandung
darah (100.000 eritrosit/mL) Memicu dugaan adanya trauma, keganasan atau
emboli dari paru. Sedangkan cairan pleura yang kental dan terdapat darah
biasanya disebabakn adanya keganasan. Jika hematocrit cairan pleura
melebihi 50% dari hematocrit dari darah perifer, termasuk dalam hemotoraks.
C. KLAFIKASI
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura di bagi menjadi transudat,
eksudat dan hemoragis :

6
a. Transudat dapat di sebabkan oleh gagal jantung kongestif (gagal jantung kiri),
sindrom nefrorik, asites (oleh karena sirosis kepatis), syndrom Vena cava superior,
tumor sindrom meig.
b. Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, preumonia dan sebagainya, tumor, Irak paru,
radiasi, penyakit kolagen.
c. Effusi hemoragik dapat di sebabkan oleh adanya tumor, trauma, infrak paru,
tuberkolosis
d. Berdasarkan cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi unilateral dan bilateral.
Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit
penyebab akan tetapi effussi bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit : kegagalan
jantung kongestif, sindrom, nefrotik, asites, infark paru, lupus eritematosus systemic,
tumor dan tuberkolosis
D. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala yang dapat muncul pada efusi picura yaitu (Price & Wilson, 2016):
a. Dispnea bervariasi
b. Nyeri pleuritik biasanya mendahului efusi sekunder akibat penyakit pleura
c. Trakea bergeser menjauhi sisi yang mengalami efusi d. Ruang intercostal
menonjol (efusi yang berat)
d. Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena
e. Perkusi meredup di atas efusi pleura
f. Egofoni di atas paru yang tertekan dekat efusi
g. Suara nafas berkurang di atas efusi pleura
h. Vocal fremitus berkurang

E. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh efusi pleura yaitu:
a. Fibrotoraks
Yaitu perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan viseralis sebagai akibat dari
eksudat yang mengalami peradangan akan mengalami organisasi sehingga
menimbulkan fibrotomks. Fibrotoraks yang meluas dapat menimbulkan hambatan

7
mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang terdapat di bawahnya (Price &
Wilson, 2016).
b. Infeksi
Adanya cairan abnormal pada pleura dapat mengakibatkan infeksi.
c. Fibrosis paru Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan
ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan
jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan
peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan
penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan fibrosis.
d. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ektrinsik pada
sebagian semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan mengakibatkan
kolaps paru.

F. PATOFISIOLOGI
Cairan yang terakumulasi didalam kavum pleura umumnya timbul apabila cairan
yang
diproduksi lebih banyak dibandingkan yang diresorbsi. Hal ini bisa disebabkan
karena adanya peningkatan tekanan mikrovaskuler paru (contohnya pada kasus gagal
jantung), berkurangnya tekanan onkotik (pada kasus hipoproteinemia), peningkatan
permeabilitas mikrovaskuler, berkurangnya drainage limfatik (pada kasus
limfangitis), atau adanya defek pada diafragma sehingga cairan peritoneal dapat
masuk kedalam kavum pleura.
Cairan yang terakumulasi didalam kavum pleura bisa berupa transudat, eksudat, pus,
darah ataupun chyle. Secara radiologi efusi pleura umumnya akan memberikan
gambaran
radiologi yang hampir sama sehingga sulit untuk dibedakan Cairan pleura sebenarnya
adalah cairan interseluler pleura parietal. Oleh karena pleura parietal disuplai oleh
sirkulasi sistemik sedangkan tekanan didalam rongga pleura lebihrendah dibanding
atmosfir, gradien tekanan bergerak dari interselular pleura ke arah rongga pleura
Ada 6 mekanisme yang bertanggung jawab atas terjadinya penumpukan cairan dalam

8
rongga pleura, yaitu:
a. Peningkatan tekanan hidrostatik sirkulasi mikrovaskular. Keadaan ini dijumpai
pada gagal jantung kongestif.
b. Turunnya tekanan onkotik sirkulasi mikrovaskular. Keadaan ini terjadi akibat
hipoalbuminemia seperti pada sindroma nefrotik.
c. Turunnya tekanan intra pleura, yang dapat disebabkan oleh atelektasis atau
reseksi paru.
d. Meningkatnya permeabilitas kapiler pleura. Keadaan ini diakibatkan oleh
peradangan pleura, misalnya pada efusi pleura akibat tuberculosis atau penyakit
keganasan.
e. Terhambatnya aliran getah bening akibat tumor atau fibrosis paru
f. Masuknya cairan dari rongga peritoneum akibat asites.

Patway

9
Sumber Nurarif,Amin Huda & Kusuma 2015 ( PPNI 2017 )

10
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut (Pranita, 2020), pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien efusi
pleura adalah:
a. Radiografi dada
Merupakan studi pencitraan pertama yang dilakukan ketika mengevaluasi efusi
pleura. Foto posteroanterior umumnya akan menunjukkan adanya efusi pleura
ketika ada sekitar 200 ml cairan pleura, dan foto lateral akan terinterpretasi
abnormal ketika terdapat sekitar 50 ml cairan pleura.

b. Ultrasonografi thoraks

Juga memiliki peran yang semakin penting dalam evaluasi efusi pleura karena
sensitivitasnya yang lebih tinggi dalam mendeteksi cairan pleura daripada
pemeriksaan klinis atau radiografi toraks. Karakteristik yang juga dapat dilihat
pada USG dapat membantu menentukan apakah terjadi efusi sederhana atau
kompleks. Efusi sederhana dapat diidentifikasi sebagai cairan dalam rongga
pleura dengan echotexture homogen seperti yang terlihat pada sebagian besar
efusi transudatif, sedangkan efusi yang kompleks bersifat echogenic, sering
terlihat septasi di dalam cairan, dan selalu eksudat. Bedside Ultrasound dianjurkan
saat melakukan thoracentesis untuk meningkatkan akurasi dan keamanan
procedural pleura melalui biopsi jalur perkutaneus. Komplikasi biopsi adalah
pneumothoraks, hemothoraks, penyebaran infeksi dan tumor dinding dada.

c. Analisa cairan pleura

Untuk diagnostik cairan pleura perlu dilakukan pemeriksaan:


1. Warna cairan - Haemorragic pleural efusion, biasanya pada klien dengan
adanya keganasan paru atau akibat infark paru terutama disebabkan oleh
tuberkolosis. - Yellow exudates pleural efusion, terutama terjadi pada keadaan
gagal jantung kongestif, sindrom nefrotik, hipoalbuminemia, dan perikarditis

11
konstriktif. - Clear transudate pleural efusion, sering terjadi pada klien dengan
keganasan ekstrapulmoner.
2. Biokimia, untuk membedakan transudasi dan eksudasi.
3. Sitologi, pemeriksaan sitologi bila ditemukan patologis atau dominasi sel
tertentu untuk melihat adanya keganasan
4. Bakteriologi Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat
mengandung mikroorganisme, apalagi bila cairannya purulen. Efusi yang purulen
dapat mengandung kuman-kuman yang aerob ataupun anaerob. Jenis kuman yang
sering ditemukan adalah Pneumococcus, E.coli, clebsiella, Pseudomonas,
Enterobacter.

d. CT Scan Thoraks

Berperan penting dalam mendeteksi ketidaknormalan konfigurasi trakea serta


cabang utama bronkus, menentukan lesi pada pleura dan secara umum
mengungkapkan sifat serta derajat kelainan bayangan yang terdapat pada paru
dan jaringan toraks lainnya (Pranita, 2020).

H. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan pada efusi pleura adalah paliasi atau mengurangi gejala.
Pilihan terapi harus tergantung pada prognosis, kejadian efusi berulang, dan
keparahan gejala pada pasien (Pranita, 2020)
a. Thorakosintesis
Thorakosintesis diindikasikan untuk efusi pleura baru yang tidak tau
penyebabnya. Obeservasi dan optimal medical therapy (OMT) tanpa dilakukan
thorasentesis merupakan hal yang wajar dalam penanganan efusi pleura karena
gagal jantung atau setelah operasi CABG. Namun manifestasi lain (seperti
demam, pleuritis; radang selaput dada) atau kegagalan untuk menanggapi terapi
pada pasien harus segera dipertimbangkan dilakukan thorasentesis diagnostik.
b. Pemeriksaan laboratorium
Analisis cairan pleura, penampilan makroskopis cairan pleura harus diperhatikan
saat dilakukan thoracentesis, karena dapat menegakkan diagnosis. Cairan bisa

12
sifatnya serosa, serosanguineous (ternoda darah), hemoragik, atau bernanah.
Cairan berdarah (hemoragik) sering terlihat pada keganasan, emboli paru dengan
infark paru, trauma, efusi asbes jinak, atau sindrom cedera jantung. Cairan
purulen dapat dilihat pada empiema dan efusi lipid. Sebagai tambahan. bau busuk
dapat menyebabkan infeksi anaerob dan bau amonia menjadi urinothorax.
Karakterisasi cairan pleura sebagai transudat atau eksudat membantu
menyingkirkan diagnosis banding dan mengarahkan pemeriksaan selanjutnya.
c. Kimia darah
Pada pemeriksaan kimia darah konsentrasi glukosa dalam cairan pleura
berbanding lurus dengan kelainan patologi pada cairan pleura. Asidosis cairan
pleura (pH rendah berkorelasi dengan prognosis buruk dan memprediksi
kegagalan pleurodesis. Pada dugaan infeksi pleura, pH kurang dari 7,20 harus
diobati dengan drainase pleura. Amilase cairan pleura meningkat jika rasio cairan
amilase terhadap serum pleura lebih besar dari 1,0 dan biasanya menunjukkan
penyakit pankreas, ruptur esofagus, dan efusi yang ganas.
d. Water Seal Drainage (WSD)
Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi menimbulkan gejala subyektif
seperti nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1 – 1,2 liter perlu dikeluarkan
segera untuk mencegah meningkatnya edema paru, jika jumlah cairan efusi lebih
banyak maka pengeluaran cairan berikutya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.
Pada efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa intubasi
melalui selang iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau bila
empiemanya multiokuler, perlu t tindakan operatif. Mungkin sebelumnya dapat
dibantu dengan irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik. Pengobatan
secara sistemik hendaknya segera dilakukan, tetapi terapi ini tidak berarti bila
tidak diiringi pengeluaran cairan yang adequate. Untuk mencegah terjadinya lagi
efusi pleura setelah aspirasi dapat dilakukan pleurodesis yakni melengketkan
pleura viseralis dan pleura parietalis. Zat-zat yang dipakai adalah tetrasiklin,
Bleomicin, Corynecbaterium parvum dll (Pranita, 2020)

2.2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN EFUSI PLEURA

13
A. Pengkajian
Pengkajian terdiri dari dua yaitu pengkajian skrining dan pengkajian mendalam.
Pengkajian skrining dilakukan ketika menentukan apakah keadaan tersebut normal
atau abnormal, jika ada beberapa data yang ditafsirkan abnormal makan akan
dilakukan pengkajian mendalam untuk menentukan diagnosis yang tepat (NANDA,
2018) Terdapat 14 jenis subkategori data yang dikaji yaitu respirasi, sirkulasi, nutrisi
dan cairan, eleminasi, aktivitas dan istirahat, neurosensory, reproduksi dan
seksualitas, nyeri dan kenyamanan, integritas ego, pertumbuhan dan perkembangan,
kebersihan diri, penyuluhan dan pembelajaran, interaksi sosial, serta keamanan dan
proteksi. (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2019)
Pengkajian pada pasien efusi pleura mer upakan suatu aspek yang sangat penting
dalam proses keperawatan untuk merencanakan tindakan yang akan diberikan kepada
pasien. Data dasar yang dikumpulkan pada saat pengkajian adalah status terkini
pasien terkait dengan kondisi sistem respiratory sebagai prioritas pengkajian.
1. Identitas Pasien
Pada tahap ini meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama atau
kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan
pasien.
2. Keluhan Utama
Biasanya pada pasien dengan efusi pleura didapatkan keluhan berupa : sesak
nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam
dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda -tanda
seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan
menurun dan sebagainya.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasienpernah menderita penyakit seperti TBC paru,
pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya.Hal ini diperlukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
5. Riwayat Penyakit Keluarga

14
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakitpenyakit
yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan
lain sebagainya.
6. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya
serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap
dirinya.
7. Pengkajian Pola Fungsi
a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
b. Adanya tindakan medis danperawatan di rumah sakit mempengaruhi
perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan
persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan.
c. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alcohol dan
penggunaan obat-obatan bias menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.
d. Pola nutrisi dan metabolism
e. Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi
pasien.
f. Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS
pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat
dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen.
g. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan
effusi pleura keadaan umumnyalemah.
8. Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan defekasi
sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien
akan lebih banyak bedrest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat
pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot
tractus digestivus.
9. Pola aktivitas dan latihan
a. Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi.

15
b. Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
c. Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri
dada.
d. Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu
oleh perawat dan keluarganya.
10. Pola tidur dan istirahat
a. Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh
terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat.
b. Selain itu, akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang
tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar -
mandir, berisik dan lain sebagainya.
11. Pemeriksaan Fisik
a. Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara
umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku
pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat
kecemasan dan ketegangan pasien
b. Sistem Respirasi
Inspeksi pada pasien efusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung,
iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun.
Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui
dari posisi trakhea dan ictus kordis. Pernapasan cenderung meningkat dan
pasien biasanya dyspneu.
1. Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah
cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan
pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.
2. Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya. Bila
cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas
atas cairan berupa garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical
penderita dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis EllisDamoisseaux.
Garis ini paling jelas di bagian depan dada, kurang jelas di punggung.

16
3. Auskultasi suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk
cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis
dari parenkian paru, mungkin saja akan ditemukan tanda tanda auskultasi
dari atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan.
c. Sistem Cardiovasculer
1. Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada
ICS-5 pada linea medio klavikula kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini
bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung.
2. Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) harus
diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga
memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictuscordis.
3. Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar
pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung
atau ventrikel kiri.
4. Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop
dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta
adakah murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi
darah.
d. Sistem Pencernaan
1. Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar,
tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu
juga perlu di inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
2. Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai
normalnya 5-35 kali per menit.
3. Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah
massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi
pasien, apakah hepar teraba.
4. Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau cairan akan
menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesikaurinarta, tumor).
e. Sistem Neurologis

17
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping itu juga diperlukan
pemeriksaan GCS, apakah composmentis atau somnolen atau comma.
Pemeriksaan refleks patologis dan refleks fisiologisnya.Selain itu fungsi-
fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman,
perabaan dan pengecapan.
f. Sistem Muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial.Selain itu, palpasi
pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan
pemerikasaan capillary refiltime. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan
pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.
g. Sistem Integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada
kulit, pada pasien dengan efusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya
kegagalan sistem transport oksigen. Pada palpasi perlu diperiksa mengenai
kehangatan kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian tekstur kulit (halus-
lunakkasar) serta turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang,
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga atau
masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual
ataupun potensial. Diagnosa keperawatan merupakan dasar dalam penyusunan
rencana tindakan asuhan keperawatan (Dinarti & Mulyanti, 2017).
Adapun dignosa yang diangkat dari masalah sebelum dilakukan tindakan infasif
adalah:
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambata upaya nafas (kelemahan
otot nafas) (D.0005)
b. Nyeri akut berhubungan denganagen pencedera fisiologis (inflamasi, iskemia,
neoplasma) (D.0077)
c. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen (D.0056)
d. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (D.0130)
e. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan (D.0019)

18
f. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi. (D.0111)
(PPNI, 2017).
C. Intervensi Keperawatan
Intervensi yang dapat dilaksanakan oleh perawat berdasarkan standard intervensi
keperawatan Indonesia (SIKI) :

N Diagnosa Tujuan Dan Kriterial Hasil Intervensi


O keperawatan

1 Pola nafas telah dilakukan tindakan Observasi


tidak efektif keperawatan diharapkan 1. Monitor pola nafas
berhubungan pola nafas membaik. (frekuensi, kedalaman,
dengan Dengan kriterial hasil : usaha nafas)
hambata a. Dyspnea menurun 2. Monitor bunyi nafas
upaya nafas. b. Penggunaan otot tambahan (mis.
(D.0005) bantu nafas Gurgling, mengi,
menurun wheezing , ronchi
c. Pemanjangan fase kering)
ekspirasi menurun
Terapeutik
d. Otopnea menurun
e. Pernapasan pursed- a. Pertahankan kepatenan
lip menurun jalan nafas head-tilt dan
f. Frekuensi nafas chin-lift (jawthrust jika
membaik curiga trauma sevikal)
b. Posisikan semi-fowler
atau fowler
c. Berikan oksigen jika
perlu

Edukasi

a. Ajarkan teknik batuk

19
efektif Kolaborasi
b. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,ekspektor
an, mukolitik, jika perlu

2 Nyeri akut setelah dilakukan tindakan Observasi


berhubungan keperawatan diharapkan a. Identifikasi skala nyeri
denganagen nyeri menurun dengan b. Identifikasi lokasi,
pencedera kriterial hasil karakteristik, durasi,
fisiologis a. Keluhan nyeri frekuensi, kualitas,
( inflamasi, menurun intensitas nyeri.
iskemia, b. Melaporkan nyeri
Terapeutik
neoplasma) terkontrol
(D.0077) meningkat a. Berikan teknik
c. Meringis menurun nonfarmakologis untuk
d. Penggunaan mengurangi rasa nyeri
analgetik menurun b. Pertimbangan jenis dan
e. Tekanan darah sumber nyeri dalam
membaik pemiihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi

- Anjurkan tekhnik
nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

3. Intoleransi setelah dilakukan tindakan Observasi


aktifitas keperawaan diharapkan a. Identifkasi gangguan

20
(D.0056) akitifitas pasien meingkat fungsi tubuh yang
dengan kriterial hasil mengakibatkan
kelelahan
a. Kemudahan
b. Monitor lokasi dan
melakukan aktifitas
ketidaknyamanan
b. Dyspnea saat
selama melakukan
beraktifitas menurun
aktifitas
c. Dspnea setelah
beraktifitas menurun Terapeutik
d. Perasaan lemah
a. Sediakan lingkungan
menurun
nyaman dan rendah
e. Tekanan darah
stimulus (mis. Cahaya,
membaik
suara, kunjungan)
f. Frekueni nadi
membaik Edukasi

a. Anjurkan tirah baring


b. Melakukan aktvitas
secara bertahap

4 Hipertermia setelah dilakukan tindakan Observasi


berhubungan keperawatan diharpkan a. Identifikasi penyebab
dengan suhu kembali membaik hipertermia
proses dengan kriterial hasil (mis.dehidrasi, terpapar
penyakit lingkungan panas,
(D.0130) a. Mengigil menurun penggunaan incubator)
b. Kulit merah b. Monitor suhu tubuh
menurun c. Monitor komplikasi
c. Takikardia menurun akibat hipertermia
d. Takipnea menurun
Terapeuik
e. Tekanan darah
membaik a. Sediakan lingkungan
yang dingin(atur suhu

21
f. Suhu tubuh ruangan)
membaik b. Longgarkan atau lepas
pakaian
c. Berikan cairan oral

Edukasi

Anjurkan tirah baring

5 Defisit setelah dilakukan tindakan Observasi


nutrisi keperawatan status nutrisi a. Identifikasi alergi dan
berhubungan membaik dengan kriterial intoleransi makanan
dengan hasil b. Monitor asupan
kurangnya a. Porsi makanan yang makanan
asupan dihabiskan c. Identifikasi perubahan
makanan meningkat berat badan
(D.0019) b. Berat bada membaik d. Monitor berat badan
c. Nafsu makan e. Timbang berat badan
membaik
Terapeutik
d. Indeks masa tubuh
(IMT) membaik a. Berikan makanan tinggi
e. Frekuensi makan kalori dan protein
membaik
Kolaborasi

b. Kolaborasi dengan ahl


gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan

6 Defisit setelah dilakukan tindakan Observasi


pengetahuan keperawatan diharapkan a. Identifikasi kesiapan
berhubungan pengetahuan meningkat dan kemampuan
dengan

22
kurang dengan kriterial hasil menerima informasi
terpapar a. Perilaku sesuai
Terapeutik
informasi anjuran menigkat
(D.0111) b. Kemampuan - Sediakan materi dan
menjelaskan media pendidikn
pengetahuan tentang kesehatan
suatu topic - Jadwalkan pendidikan
mengingkat kesehatan sesuai
c. Pertanyaan tentang kesepakatan
masalah dihadapi - Berikan kesempatan
menurun untuk bertanya
d. Persepsi keliru
terhadap masalah
menurun

D. Implementasi
Implementasi adalah berkesinambungan dan interaktif dengan komponen lain dari
proses keperawatan. Selama implementasi, perawat mengkaji kembali pasien,
modifikasi rencana asuhan, dan menuliskan kembali hasil yang diharapkan sesuai
kebutuhan. Untuk implementasi yang efektif, perawat harus berpengetahuan banyak
tentang tipe-tipe intervensi, proses implementasi dan metode implementasi. Ada tiga
fase implementasi keperawatan yaitu :
a. Fase persiapan, meliputi pengetahuan tentang rencana, validasi rencana,
pengetahuan dan keterampilan mengimplementasikan rencana, persiapan pasien
dan lingkungan.
b. Fase operasional, merupakan puncak implementasi dengan berorientasi dengn
tujuan. Implementasi apat dilakukan dengan intervensi indeoenden, dependen atau
interdependen
c. Fase terminasi, merupakan terminasi perawat dengan pasien setelah implementasi
dilakukan (potter and pery, 2005)
E. Evaluasi Keperawatan

23
Fase terakhir proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang
diberikan. Hal yang dievaluasi adalah keakuratan dan kualitas data, teratasi atau
tidaknya maslah pasien, serta pencapaian tujuan serta ketepatan ntervensi
keperawatan.
Tujuan evaluasi adalah untuk memberikan umpan balik rencanaa keperawatan,
menilai dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan melalui perbandingan
pelayanan keperawatan mutu pelayanan keperawatan yang diberikan serta hasilnya
dengan standar yang telah ditentukan terebih dahulu.

24
DAFTAR PUSTAKA
Ardhi Wijayanto, Arif Rohmadi, U. P. (2018). Membangun Web API dengan
Lumen 5.5. Ardhi Wijayanto.
Dinarti & Mulyanti, Y. (2017). Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Puspasari, S. F. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Yogyakarta: Pustaka Baru
Parikh P, Odhwani J, Ganagajalia C. Study of 100 cases of pleural effusion with
reference to diagnostic approach. Int J Adv Med. 2016;3(2):328–31.Price, S. A.,
& Wilson, L.M., (2016).Patofisiologi: konsep klinis proses-prosespenyakit, 6 ed.
vol. 1. Alih bahasa : Pendit BU, et al. Editor : Hartanto, H., et al. Jakarta: EGC
Pranita, E. (2020). Puasa Kok Tubuh Jadi lemas? Ini yang terjadi dengan Tubuh
Kita.Jakarta: Kompas.com. Retrieved April 24, 2020 from
https://www.kompas.com/sains/read/2020/04/24/120000623/puasa-kok- tubuh-
jadi-lemas-ini-yang-terjadi-dengan-tubuh-kita
Saraswati, Putu Suri., Tasnim., dan Sunarsih. 2019. Pengaruh Media Whatsapp Dan
Leaflet Terhadap Perilaku Pemeriksaan Payudara Sendiri Pada Siswi Sekolah
Menengah Atas Di Kota Kendari. Al-Sihah : Public Health Science Journal
Volume 11 No. 2. http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/Al-
Sihah/article/view/9662 diakses pada tanggal 11 Juni 2020.

25

Anda mungkin juga menyukai