EFUSI PLEURA
OLEH :
Siti Nurkhasanah
(2130282085)
CI AKADEMIK CI KLINIK
B. Etiologi
Efusi pleura adalah akumulasi cairan pleura akibat peningkatan kecepatan produksi
cairan, penurunan kecepatan pengeluaran cairan atau keduanya, ini disebabkan oleh satu
dari lima mekanisme berikut (Morton 2012) :
a. Peningkatan tekanan pada kapiler sub pleura atau limfatik
b. Peningkatan permeabilitas kapiler
c. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
d. Peningkatan tekakanan negative intrapleura
e. Kerusakan drainase limfatik ruang pleura
1) Penyebab efusi pleura:
a) Infeksi
- Tuberkulosis
- Pneumonitis
- Abses paru
- Perforasi esophagus
- Abses sufrenik
b) Non infeksi
- Karsinoma paru
- Karsinoma pleura: primer, sekunder
- Karsinoma mediastinum
- Tumor ovarium
- Bendungan jantung: gagal jantung, perikarditiskonstriktiva
- Gagal hati
- Gagal ginjal
- Hipotiroidisme
- Kilotoraks
- Emboli paru.
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi lagi menjadi transudat,
eksudat dan hemoragi.
a. Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongesif (gagal jantung kiri),
sindrom nefrotik, asites (karena sirosishati), sindrom vena kava superior, tumor dan
sindrom meigs.
b. Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia, tumor, infark paru, radiasi dan
penyakit kolagen.
c. Efusi hemoragi dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru dan
tuberculosis.
C. Anatomi Fisiologi
D. Klasifikasi
Efusi pleura di bagi menjadi 2 yaitu:
a. Efusi pleura transudat
Merupakan ultra filtrat plasma, yang menandakan bahwa membran pleura tidak terkena
penyakit. Akumulasi cairan di sebabkan oleh faktor sistemik yang mempengaruhi
produksi dan absorbsi cairan pleura.
b. Efusi pleura eksudat
Efusi pleura ini terjadi akibat kebocoran cairan melewati pembuluh kapiler yang rusak
dan masuk kedalam paru terdekat (Morton, 2012)
E. Manifestasi Klinis
Adapun manifestasi klinik dari efusi pleura yaitu :
1. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah
cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak nafas.
2. Adanya gejala penyakita seperti demam, menggigil,dan nyeri dada pleuritis
(pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberculosis), banyak keringat, batuk,
banyak riak.
3. Deviasi trakea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika penumpukan cairan
pleural yang signifikan.
4. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan
akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan berkurang bergerak dalam pernafasan,
fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam
keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis ellis
damoiseu).
5. Didapati segi tiga garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas
garis ellis damoiseu. Segitiga grocco-rochfusz, yaitu dareah pekak kkarena cairan
mendorong mediastinum kesisi lain,pada auskulasi daerah ini didapati vesikuler
melemah dengan ronki.
6. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura
F. Patofisiologi
Dalam keadaan normal tidak ada rongga kosong antara pleura parietalis dan pleura
viceralis, karena di antara pleura tersebut terdapat cairan antara 10 cc - 20 cc yang
merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak teratur. Cairan yang sedikit ini
merupakan pelumas antara kedua pleura, sehingga pleura tersebut mudah bergeser satu
sama lain. Di ketahui bahwa cairan di produksi oleh pleura parietalis dan selanjutnya di
absorbsi tersebut dapat terjadi karena adanya tekanan hidrostatik pada pleura parietalis dan
tekanan osmotic koloid pada pleura viceralis. Cairan kebanyakan diabsorbsi oleh system
limfatik dan hanya sebagian kecil diabsorbsi oleh system kapiler pulmonal. Hal yang
memudahkan penyerapan cairan yang pada pleura viscelaris adalah terdapatnya banyak
mikrovili disekitar sel-sel mesofelial. Jumlah cairan dalam rongga pleura tetap karena
adanya keseimbangan antara produksi dan absorbsi. Keadaan ini bisa terjadi karena adanya
tekanan hidrostatik dan tekanan osmotic koloid. Keseimbangan tersebut dapat terganggu
oleh beberapa hal, salah satunya adalah infeksi tuberkulosa paru .
Terjadi infeksi tuberkulosa paru, yang pertama basil Mikobakterium tuberkulosa
masuk melalui saluran nafas menuju alveoli, terjadilah infeksi primer. Dari infeksi primer
ini akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (Limfangitis local) dan juga
diikuti dengan pembesaran kelenjar getah bening hilus (limphadinitis regional).
Peradangan pada saluran getah bening akan mempengaruhi permebilitas membran.
Permebilitas membran akan meningkat yang akhirnya dapat menimbulkan akumulasi
cairan dalam rongga pleura. Kebanyakan terjadinya efusi pleura akibat dari tuberkulosa
paru melalui focus subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat
juga dari robekkan kearah saluran getah bening yang menuju rongga pleura, iga atau
columna vetebralis.
Adapun bentuk cairan efusi akibat tuberkolusa paru adalah merupakan eksudat, yaitu
berisi protein yang terdapat pada cairan pleura tersebut karena kegagalan aliran protein
getah bening. Cairan ini biasanya serous, kadang-kadang bisa juga hemarogik. Dalam
setiap ml cairan pleura bias mengandung leukosit antara 500-2000. Mula-mula yang
dominan adalah sel-sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfosit, Cairan efusi sangat
sedikit mengandung kuman tubukolusa. Timbulnya cairan efusi bukanlah karena adanya
bakteri tubukolosis, tapi karena akibat adanya efusi pleura dapat menimbulkan beberapa
perubahan fisik antara lain: Irama pernapasan tidak teratur, frekuensi pernapasan
meningkat, pergerakan dada asimetris, dada yang lebih cembung, fremitus raba melemah,
perkusi redup. Selain hal - hal diatas ada perubahan lain yang ditimbulkan oleh efusi pleura
yang diakibatkan infeksi tuberkolosa paru yaitu peningkatan suhu, batuk dan berat badan
menurun (Nair & Peate, 2015).
MIND MAPPING
Adanya eksudat
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Rontgen dada, biasanya dilakukan untuk memastikan adanya efusi pleura,
dimana hasil pemeriksaan akan menunjukkan adanya cairan.
2. CT scan dada. CT scan bisa memperlihatkan paru-paru dan cairanefusi
dengan lebih jelas, serta bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses
paru atau tumor.
3. USG dada, bisa membantu mengidentifikasi adanya akumulasi cairan
dalam jumlah kecil.
4. Torakosentesis, yaitu tindakan untuk mengambil contoh cairan untuk
diperiksa menggunakan jarum. Pemeriksaan analisa cairan pleura bisa
membantu untuk menentukan penyebabnya.
5. Biopsi. Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya,
maka dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil
untuk dianalisa.
6. Bronkoskopi, pemeriksaan untuk melihat jalan nafas secara langsung
untuk membantu menemukan penyebab efusi pleura.
7. Torakotomi, biasanya dilakukan untuk membantu menemukan penyebab
efusi pleura, yaitu dengan pembedahan untuk membuka rongga dada.
Namun, pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan
pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat
ditentukan.
I. Komplikasi
1. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase
yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan
pleura viseralis. Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks
meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada jaringan -
jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan (dekortikasi)
perlu dilakukan untuk memisahkan membran - membran pleura tersebut.
2. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang
disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.
3. Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat
paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan
jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan
peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat
menyebabkan penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan
fibrosis.
4. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan
ektrinsik pada sebagian/semua bagian paru akan mendorong udara keluar
dan mengakibatkan kolaps paru.
5. Empisema
Kumpulan nanah dalam rongga antara paru-paru dan membran yang
mengelilinginya (rongga pleura). Empiema disebabkan oleh infeksi yang
menyebar dari paru-paru dan menyebabkan akumulasi nanah dalam
rongga pleura. Cairan yang terinfeksi dapat mencapai satu gelas bir atau
lebih, yang menyebabkan tekanan pada paru-paru, sesak napas dan rasa
sakit (Morton, 2012).
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan
mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui
berbagai permasalahan yang ada (Alimatul Aziz, 2009).
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk
menghimpun infomasi tentang status kesehatan pasien yang normal
maupun yang terdapat kesenjangan untuk mengidentifikasi pola fungsi
kesehatan pasien baik yang efektif optimal maupun yang bermasalah
(Rohmah & Walid, 2014).
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi secara sistematis dan
kontinu untuk menentukan berbagai masalah dan kebutuhan keperawatan
pasien (Evania, 2013).
a. Identitas Diri
Identitas diri pasien yang harus diketahui terdiri dari nama, umur,
agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin,
status perkawinan, dan penanggung jawab (Muttaqin & Sari, 2011).
Data identitas yang harus diketahui selanjutnya yaitu tanggal dan jam
masuk rumah sakit, nomor registrasi, dan diagnosa medis pasien.
b. Keluhan Utama
Biasanya pada pasien efusi pleura keluhan utama yang dirasakan
adalah batuk, dan susah nafas(sesak), rasa berat pada dada, nyeri
pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokalisir
terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif.
Biasanya gejala efusi pleura yang paling sering dikeluhkan adalah
dispnea.(Arif Muttaqin,2008)
c. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan bukan hanya sekedar informasi sederhana, penulis
akan mendapatkan informasi yang lebih banyak dari riwayat kesehatan
ini namun memerlukan waktu yang lama untuk mendapatkannya
(rohmah, 2012).
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasannya pada pasien dengan gangguan efusi pleura akan diawali
dengan adanya tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri
pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun, dsb. Sesak
yang karakternya berubah membangkitkan kecurigaan terhadap
efusi pleura (Arif Muttaqin,2008). Penjelasan riwayat penyakit
sekarang memuat keluhan utama pasien saat dilakukan pengkajian
meliputi PQRST yaitu :
P = Paliatif – Provokatus
Memuat apa yang menyebabkan gejala, apa yang bisa
memperberat atau mengurangi keluhan.
Q = Qualitas – Quantitas
Memuat bagaimana gejala dirasakan, dan sejauh mana gejala
dirasakan.
R = Region – Radiasi
Memuat dimana gejala dirasakan, dan apakah menyebar.
S = Skala – Severity
Memuat seberapakah tingkat keparahan dirasakan, dan pada
skala berapa.
T = Time
Memuat kapan gejala mulai timbul, seberapa sering gejala
dirasakan, tiba-tiba atau bertahap, dan seberapa lama gejala
dirasakan.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat kesehatan dahulu perlu ditanyakan apakah pasien pernah
menderita penyakit seperti TBC paru, pneumonia, gagal jantung,
trauma, asites, dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi (Arif
Muttaqin,2008).
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat kesehatan keluarga perlu ditanyakan apakah ada anggota
keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang di sinyalir sebagai
penyebab efusi pleura seperti Ca Paru, asma, TB paru, dll (Arif
Muttaqin, 2008).
d. Pola Aktivitas Sehari-hari
1) Nutrisi
Dalam pengkajian nutrisi kita perlu melakukan pengukuran tinggi
badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien.
Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan
sesudah masuk RS, pasien dengan efusi pleura akan mengalami
penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan
pada struktur abdomen (Arif Muttaqin, 2008).
2) Eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai
kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah masuk RS. Karena
biasanya pada pasien efusi pleura keadaan umum pasien lemah,
pasien akan lebih banyak bedrest, sehingga akan menimbulkan
konstipasi, selain akibat percernaan pada struktur abdomen
menyebabkan penurunan peristaltik otot- otot tractus degestivus.
Biasanya pada pasien efusi pleura terjadi penurunan pemasukkan
makanan, bahkan sampai terjadi nafsu makan menurun (Arif
Muttaqin, 2008).
3) Personal Hygiene
Klien mengalami kelemahan, ketidakmampuan kebiasaan rutin,
dispnea karena aktivitas. Untuk memenuhi ADL sebagian
kebutuhan pasien biasanya dibantu oleh perawat dan keluarganya
(Arif Muttaqin, 2008).
4) Istirahat Tidur
Karena adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh
akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan istirahat tidur
pada pasien dengan gangguan efusi pleura (Arif Muttaqin, 2008).
5) Aktivitas
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi
dan akan cepat mengalami kelelahan pada aktifitas minimal. Di
samping itu pasien juga akan mengurangi aktifitasnya akibat
adanya nyeri dada (Arif Muttaqin, 2008).
e. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dengan mengamati keadaan umum dan
menilai tingkat kesadaran pasien. Keadaan umum pasien efusi pleura
biasanya terlihat lemah, dan tingkat kesadarannya normal (compos
mentis).
Pemeriksaan fisik menggunakan metode IPPA yaitu inspeksi, palpasi,
perkusi, dan auskultasi. Pemeriksaan fisik dilakukan secara head to toe
dengan pencatatan hasil dilakukan secara persistem.
1) Sistem Pernafasan
a) Inspeksi
Pada pasien efusi pleura bentuk hemothorax yang sakit
mencembung, rusuk mendatar, ruang antar rusuk melebar,
pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke
arah hemothorax kontra lateral yang diketahui dari posisi
trakhea dan ictus kordis, RR cenderung meningkat dan klien
biasanya dyspneu. Fremitus tokal menurun terutma untuk efusi
pleura yang jumlah cairannya > 250 cc.
b) Perkusi
Redup sampai pekak tergantung jumlah cairannya. Bila
cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan
terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung dengan ujung
lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini
disebut garis Ellis- Damoisseaux. Garis ini paling jelas
dibagian depan dada, kurang jelas di punggung.
c) Auskultasi
Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk
cairan makin ke aatas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi
atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja akan ditemukan
tanda-tanda dari atelektasis kompresi disekitar batas atas
cairan.
d) Palpasi
Pada palpasi ditemukan pergerakan dinding dada yang
tertinggal pada dada yang sakit.
2) Sistem Kardiovaskuler
a) Inspeksi
Perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS
-5 pada linea medio claviculatus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan
ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran
jantung.
b) Palpasi
Untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harus
diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung,
perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictuscordis.
c) Perkusi
Untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung
terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah
pembesar jantung atau ventrikel kiri.
d) Auskultasi
Untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop
dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah
jantung serta adakah murmur yang menunjukkan adanya
peningkatan arus turbulensi darah.
3) Sistem Pencernaan
a) Inspeksi
Perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi
perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak,
selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya benjolan- benjolan
atau massa.
b) Auskultasi
Untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai
normalnya 5-35 x/menit.
c) Palpasi
Perlu juga diperhatikan, adanya nyeri tekan abdomen, adakah
massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui
derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba.
d) Perkusi
Abdomen normal tympani, adanya massa padat atau cairan
akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesikaurinarta,
tumor).
4) Sistem Neurologis
a) Inspeksi
Tingkat kesadaran perlu dikaji. Disamping juga diperlukan
pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau
comma.
b) Pemeriksaan refleks patologis dan refleks fisiologisnya.
c) Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti
pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan
pengecapan.
5) Sistem Muskuloskeletal
a) Inspeksi
Perlu diperhatikan adakah edema peritibial.
b) Palpasi
Pada kedua ekstremitas untuk mengetahui tingkat perfusi
perifer serta dengan pemeriksaan capillary refiltime.
c) Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan
otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.
6) Sistem Integumen
a) Inspeksi
Mengenai keadaan umum kulit hygiene, warna ada tidaknya
lesi pada kulit, pada pasien dengan efusi biasanya akan tampak
cyanosis akibat adanya kegagalan sistem transport O2.
b) Palpasi
Perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit ( dingin, hangat,
demam). Kemudian textur kulit (halus,lunak,kasar) serta turgor
kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang.
7) Pemeriksaan Psikologis
Kaji status emosional, konsep diri, mekanisme koping, harapan
serta pemahaman pasien tentang kondisi kesehatan.
a. Status Emosi
Kaji emosi pasien akibat proses penyakit yang tidak diketahui /
tidak pernah diberitahu sebelumnya.
b. Pola Koping
Dalam hal ini pasien akan mengalami stress karena belum
mengetahui proses penyakitnya. Mungkin pasien akan banyak
bertanya pada perawat atau dokter yang merawatnya atau orang
yang mungkin dianggapnya lebih tahu mengenai penyakit yang
sedang dialaminya (Arif Muttaqin, 2008).
c. Konsep Diri
Kaji perasaan pasien yang berhubungan dengan kesadaran akan
dirinya sendiri meliputi ; gambaran diri, ideal diri, harga diri,
peran diri, dan identitas diri.
a) Gambaran Diri
Pada pasien dengan gangguan efusi pleura akan mengalami
perubahan persepsi pada dirinya, pasien yang tadinya sehat,
tiba-tiba mengalami sesak nafas, nyeri dada, sebagai orang
awam, pasien mungkin akan beranggapan bahwa
penyakitnya adalah penyakit yang berbahaya (Arif
Muttaqin, 2008).
b) Ideal Diri
Kaji persepsi pasien tentang bagaimana ia berperilaku
berdasarkan standar, aspirasi, tujuan, atau personal tertentu
c) Harga Diri
Kaji penilaian pribadi pasien terhadap hasil yang dicapai
dengan menganalisis seberapa jauh perilaku pasien
memenuhi ideal dirinya.
d) Peran Diri
Karena proses penyakitnya, pasien dengan gangguan efusi
pleura akan mengalami perubahan peran, baik peran dalam
keluarga maupun dalam lingkungannya (Arif Muttaqin,
2008).
e) Identitas Diri
Kaji kesadaran pasien akan diri sendiri yang merupakan
sintesis dari semua aspek konsep diri sebagai satu kesatuan
yang utuh.
8) Data psikososial
Kaji bagaimana status emosi,dan harapan pasien tentang penyakit
yang dideritanya, bagaimana gaya komunikasi dan sosialisasi
pasien dengan keluarga atau masyarakat, interaksi pasien di rumah
sakit gaya hidup sehari-hari serta kepuasan pelayanan keperawatan
yang di rasakan pasien di rumah sakit.
9) Data spiritual
Kehidupan beragama pasien dan kebiasaan pasien dalam beribadah
akan terganggu, karena proses penyakitnya (Arif Muttaqin, 2008).
10) Data Penunjang
Data penunjang dilakukan sesuai indikasi seperti : foto thoraks,
laboratorium, rekam jantung, dan lain-lain. Pemeriksaan ini perlu
untuk memvalidasi data dalam penegakan diagnosa.
B. Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan kognitif perawat dalam
mengembangkan daya berpikir dan penalaran yang dipengaruhi latar
belakang ilmu pengetahuan, pengalaman, pengertian tentang subtansi ilmu
keperawatan, dan proses penyakit (Evania, 2013).
C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinis mengenai seseorang,
keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses
kehidupan yang actual dan potensial (Aziz, 2009).
Diagnosa keperawatan yang lazim muncul pada pasien efusi pleura
menurut Nurarif & Kusuma (2015) yaitu:
1. Pola napas tidak efektif b/d hambatan upaya napas (mis. Nyeri saat
bernafas, kelemahan otot pernafasan)
2. Nyeri akut b/d agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia,
neoplasma)
3. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen
4. Hipertemia b/d proses penyakit (mis. Infeksi, kanker)
5. Defisit nutrisi b/d ketidakmampuan mencerna makanan
6. Defisit pengetahuan b/d kurang terpapar informasi
7. Resiko infeksi b/d efek prosedur invasif
D. Rencana Asuhan Keperawatan
NO Diagnosa SLKI SIKI
1 Pola napas tidak Setelah dilakukan Manajemen Jalan
efektif b/d intervensi selama… Napas
hambatan upaya pola nafas membaik, O :
napas (mis. Nyeri dengan criteria hasil: - Monitor pola nafas
saat bernafas, - Ventilasi semenit - Monitor bunyi
kelemahan otot meningkat nafas tambahan
pernafasan) - Kapasitas vital - Monitor sputum
meningkat T:
- Diameter thoraks - Pertahankan
anterior-posterior kepatenan jalan
meningkat nafas
- Tekanan ekspirasi - Posisikan semi
meningkat fowler atau fowler
- Tekanan inspirasi - Berikan minum
meningkat hangat
- Dispnea menurun - Lakukan fisioterapi
- Penggunaan otot dada
bantu nafas - Lakukan
menurun penghisapan lendir
- Pemenjangan fase kurang dari 15 detik
ekspirasi menurun - Lakukan
- Ortopnea menurun hiperoksigenasi
- Pernafasan pursed- sebelum
tip menurun penghisapan
- Pernafasan cuping endotrakeal
hidung menurun - Keluarkan
- Frekuensi nafas sumbatan
membaik bendanpadat
- Kedalaman nafas dengan forsep
membaik McGill
- Ekskursi dada E:
membaik - Anjurkan asupan
cairan 2000 ml/hari
- Anjurkan teknik
batuk efektif
K:
- Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik
2 Nyeri akut b/d agenSetelah dilakukan Manajemen nyeri
pencedera fisiologis intervensi selama… O :
(mis. Inflamasi, tingkat nyeri menurun, - Identifikasi lokasi,
iskemia, dengan criteria hasil: karakteristik,
neoplasma) - Kemampuan durasi, frekuensi,
menuntaskan kualitas dan
aktivitas meningkat intensitas nyeri
- Keluhan nyeri - Identifikasi skala
menurun nyeri
- Meringis menurun - Identifikasi respons
- Sikap protektif nyeri non verbal
menurun - Identifikasi faktor
- Gelisah menurun yang memperberat
- Kesulitan tidur dan memperingan
kesulitan tidur nyeri
menurun - Identifikasi
- Menarik diri pengetahuan dan
menurun keyakinan tentang
- Berfokus pada diri nyeri
sendiri menurun - Identifikasi
- Diaphoresis pengaruh budaya
menurun terhadap respon
- Perasaan depresi nyeri
(tertekan) menurun - Identifikasi
- Perasaan takut pengaruh nyeri
mengalami cidera pada kualitas hidup
berulang menurun - Monitor
- Anoreksia menurun keberhasilan terapi
- Perineum terasa komplementer yang
tertekan menurun sudah diberikan
- Uterus teraba - Monitor efek
membulat menurun samping
- Ketegangan otot penggunaan
menurun analgetik
- Pupil dilatasi T:
menurun - Berikan teknik non
- Muntah menurun farmakologis untuk
- Mual menurun mengurangi rasa
- Frekuensi nadi nyeri
membaik pola nafas - Control lingkungan
membaik yang memperberat
- Tekanan darah rasa nyeri
membaik - Fasilitasi istirahat
- Proses berpikir dan tidur
membaik - Pertimbangkan
- Focus membaik jenis dan sumber
- proses berkemih nyeri dalam
membaik pemilihan strategi
- perilaku membaik meredakan nyeri
- nafsu makan E:
membaik - Jelaskan penyebab,
- Pola tidur membaik periode, dan
pemicu nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan monitor
nyeri secara
mandiri
- Anjurkan
menggunakan
anlgetik secara
tepat
K:
- Kolaborasi
pemberian
analgetik bila perlu
DAFTAR PUSTAKA
Arif Muttaqin. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.
Ayni (2019). Karya Tulis Ilmiah Efusi Pleura. http://repo.stikesicme-
jbg.ac.id/2528/. Diakses tanggal 23 april 2020.
Bararah, Taqiyyah & Jauhar, M. (2013). Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap
Menjadi Perawat Profesional. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Dean, E. (2014). Effect of Body Position on Pulmonary Function. Journal of
American Physical Therapy: Diakses pada 19 februari 2020 pada :
http://ptjournal.apta.org/
Dinarti & Mulyanti, Y. (2017). Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.