Disusun Oleh:
FATHUR ROHMAN
NIM. 2201031027
A. KONSEP MEDUS
1. Definisi
Pneumothorak adalah adanya udara dalam rongga pleura. Biasanya pneumotorak
hanya temukan unilateral, hanya pada blast-injury yang hebat dapat ditemukan
pneumotorak bilateral, Penumotorakhanya adanya udara dalam rongga pleura akibat
robeknya Pneumothorak merupakan suatu keadaan terdapatnya udara di dalam
rongga paru pleura). Dari definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa
pneumothorak adalah keadaan adanya udara dalam rongga pleura akibat robeknya
pleura (Alsagaff H, 2013).
2. Klasifikasi dan Etiologi
Menurut (Alsagaff H, 2013)Berdasarkan penyebabnya pnemutorak dapat dibagai
atas:
a. Pneumothorak Traumatik
Pnuemothorak traumatik yaiut pnuemothorak yang terjadi akibat penetrasi
kedalam rongga plura karena tembus, luka tusuk, leka tembak atau tusukan
jarum. Pnuemothorax traumatik dibagi menjadi 2 jenis yaitu :
1) Pnuemothorax trauatik bukan latrogenik
Pnuemothorax traumatik bukan latrogenik adalah pnuemothorax yang terjadi
karena jejas kecelakaan misalnya : jejas dada terbuka/tertutup, barotruma.
2) Pnuemothorax traumatik latrogenik
Pnuemothorak yang terjadi akibat tindakan oleh tenaga medis.
a) Pneumothorak traumatik latrogenik aksidrintal
Pnuemothorak yang terjadi pada tindakan medis karena
kesalahan/komplikasi tindakan tersebut, misalnya pada tindakan
biopsi pleural, biopsi transbonkial biopsi/aspirasi paru perkutaneus,
barotrauma.
b) Pnuemotorak traumatik latrogenik artifisial (decriberate)
Pneumothorax yang sengaja dikerjakan dengan cara mengisi udara
keadalam pleura melalui jarum dengan suatu alat Maxuell Box
biasanya untuk terapi tuberkolosis (sebelum era antibiotik) atau untuk
menilai permukaan paru.
c) Pnuemothorax spontan
Pnuemothorax spontan adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan suatu pnuemothorak yang terjadi secara tiba-tiba dan
tak terduga atau tanpa penyakit paru-paru yang mendasarinya.
Pnuemotorak spontan ini dapat menjadi 2yaitu :
a. Anatomi paru
Paru adalah struktur elastic yang dibungkus dalam sangkar toraks, yang
merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan.
Ventilasi membutuhkan gerakan dinding sangkar toraks dan dasarnya, yaitu
diafragma. Efek dari gerakan ini adalah secara bergantian meningkatkan dan
menurunkan kapasitas dada. Ketika kapasitas dalam dada meningkat, udara masuk
melalui trakea (inspirasi), karena penurunanan tekanan di dalam, dan
mengembangkan paru.
Bagian terluar dari paru-paru dikelilingi oleh membrane halus, licin, yaitu
pleura, yang juga meluas untuk membungkus dinding interior toraks dan permukaan
superior diafragma. Pleura parietalis melapisi toraks, dan pleura viseralis melapisi
paru-paru.
Gambar 2.2
Antar kedua pleura ini terdapat ruang, yang disebut spasium pleura, yang
mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan
memungkinkan keduanya bergeser dengan bebas selama ventilasi (Alsagaff H,
2013).
c. Mediastinum
Mediatinum adalah dinding yang membagi rongga toraks menjadi dua bagian
membagi rongga toraks menjadi dua bagian. Mediastinum terbentuk dari dua
lapisan pleura. Semua struktuk toraks kecuali paru-paru terletak antara kedua
lapisan pleura, (Alsagaff H, 2013)
Terdapat beberapa divisi bronkus didalam setiap lobus paru. Pertama adalah
bronkus lobaris (tiga pada paru kanan dan dua pada paru kiri). Bronkus lobaris
dibagi menjadi bronkus segmental (10 pada paru kanan dan 8 pada paru kiri),
yang merupakan struktur yang dicari ketika memilih posisi drainage postural
yang paling efektif untuk pasien tertentu. Bronkus segmental kemudian dibagi
lagi menjadi bronkus subsegmental. Bronkus ini dikelilingi oleh jaringan ikat
yang memiliki arteri, limfatik, dan saraf, (Syaifudin. 2011)
Bronkus subsegmental kemudian membentuk percabangan menjadi
bronkiolus, yang tidak mempunyai kartilago dalam dindingnya. Patensi
bronkiolus seluruhnya tergantung pada recoil elastik otot polos sekelilinginya dan
pada tekanan alveolar. Brokiolus mengandung kelenjar submukosa, yang
memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak terputus untuk lapisan bagian
dalam jalan napas. Bronkus dan bronkiolus juga dilapisi oleh sel-sel yang
permukaannya dilapisi oleh “rambut” pendek yang disebut silia. Silia ini
menciptakan gerakan menyapu yang konstan yang berfungsi untuk mengeluarkan
lendir dan benda asing menjauhi paru menuju laring, (Alsagaff H, 2013).
Bronkiolus kemudian membentuk percabangan menjadi bronkiolus
terminalis, yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminalis
kemudian menjadi bronkiolus respiratori, yang dianggap menjadi saluran
transisional antara jalan udara konduksi dan jalan udara pertukaran gas. Sampai
pada titik ini, jalan udara konduksi mengandung sekitar 150 ml udara dalam
percabangan trakeobronkial yang tidak ikut serta dalam pertukaran gas. Ini
dikenal sebagai ruang rugi fisiologik. Bronkiolus respiratori kemudian mengarah
ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar kemudian alveoli. Pertukaran
oksigen dan karbon dioksida terjadi dalam alveoli, (Alsagaff H, 2013)
e. Alveoli
Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli, yang tersusun dalam kluster
anatara 15 sampai 20 alveoli. Begitu banyaknya alveoli ini sehingga jika
mereka bersatu untuk membentuk satu lembar, akan menutupi area 70 meter
persegi (seukuran lapangan tennis). Terdapat tiga jenis sel-sel alveolar. Sel-sel
alveolar tipe I adalah sel epitel yang membentuk dinding alaveolar. Sel-sel
alveolar tipe II, sel-sel yang aktif secara metabolic, mensekresi surfaktan,
suatu fosfolid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar
tidak kolaps.
Sel alveoli tipe III adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagositis yang
besar yang memakan benda asing (mis., lender, bakteri) dan bekerja sebagai
mekanisme pertahanan yang penting, (Alsagaff H, 2013).
Blab atau bulla yang pecah masih belum jelas hubungan dengan aktivitas
yang berlebihan,karena pada orang-orang yang tanpa aktivitas (istirahat) juga
dapat terjadi pneumotorak. Pecahnya alveoli juga dikatakan berhubungan dengan
obstruksi check-valve pada saluran napas dapat diakibatkan oleh beberapa sebab
antara lain : infeksi atau infeksi tidak nyata yang menimbulkan suatu
penumpukan mukus dalam bronkial.
8. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Santoso, 2015), untuk menentukan diagnosa pada
pneumothorak dapat dilakukan cara sebagai berikut:
a. GDA : variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi ,
gangguan mekanisme pernapasan dan kemampuan mengkompensasi. P4CO2
mungkin normal atau menurun, saturasi O2 biasanya menurun
b. Sinar X dada : Menyatakan akumulasi udara atau cairan pada era pleura,
dapat menunjukkan penyimpanan struktur mediatinal jantung
c. Torasentesis : menyatakan darah atau cairan sero anguinora (hemotorak)
d. HB : Mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah
9. Pentalaksanaan Umum
a. Tindakan dekompresi
1) Membuat hubungan antara rongga pleura dengan lingkungan luar
dengan cara ; Menusukkan jarum melalui dinding dada hingga ke
rongga pleura, dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga
pleura akan berubah menjadi negatif. Hal ini disebabkan karena udara
keluar melalui jarum tersebut. Cara lainnya adalah melakukan
penusukan ke rongga pleura memakai transfusion set.
2) Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontraventil
a) Penggunaan pipa wter sealed drainage (WSD)
Pipa khusus (kateter thoraks) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan
perantara troakar atau dengan bantuan klem penjepit (pen) pemasukan pipa
plastic (kateter thoraks) dapat juga dilakukan melalui celah yang telah dibuat
dengan bantuan insisi kulit dari seala iga ke-4 pada garis klavikula tengah.
Selanjutnya, ujung sealng plastik di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan
melalui pipa plastic lainyya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol
sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air supaya gelembung udara dapat
mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut.
Pembedahan dinding thoraks dengn cara operasi, maka dapat dicari lubang yang
kmenyebabkan terjadinya pneumotorak, lalu lubang tersebut di jahi. Pada
pembedahan,jika dijumpai adanya penebalan pleura yang menyebabkan paru tidak
dapat mengembang, maka dapat dilakukan pengelupasan atau dekortisasi.
Pembedahan paru kembali dilakukan bila ada bagian paru yang mengalami robekan
atau bila ada fitsel dari paru yang rusak, sehingga paru tersebut tidak berfungsi dan
tidak dapat dipertahankan kembali.
c. Pentalaksanaan tambahan
Apabila terdapat proses lain di paru, pengobatan tambahan ditujukan terhadap
penyebabnya, yaitu :
1) Terhadap proses tuberculosis paru diberi OAT
2) Untuk pencegahan obstipasi dan memperlancar defekasi, penderita diberi
obat laktasif ringan, dengan tujuan agar saat defekasi, penderita tidak perlu
mengejan terlalu keras
3) Istirahat total, klien dilarang melakukan kerja keras (mengangkat barang)
batuk, bersin terlalu keras, dan mengeja (Muttaqin, 2012 ).
10. Patway
Udara terakumulasi
pada Kavum Pleura
sampai Terjadi Tekanan
Seimbang
Pneumothoraks/hematothoraks
Bullow drain
Luka pd WSD
PK: atelektasis
Penumpukan
sekret Pola nafas tdk
efektif
Tanda :
WSD (D.0077)
f. Gangguan mobilitas fisik b.d pembatasan aktivitas d.d
(D.0040)
operasi (D.0142)
3. ntervensi keperawatan
1 Pola nafas tidak efektif Seteah dilakukan intervensi selama 1x24 Manajemen jalan nafas (I.01011)
berhubungan dengan jam pola nafas membaik dengan kriteria Oberservasi
upaya nafas ditandai hasil : 1. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman,
dengan gerakan simetris Bersihan jalan napas (L.01001) usaha nafas)
dan penggunaan otot 1. Dispnea menurun 2. Monitor bunyi napas tambahan
bantu nafas (D.005) 2. Penggunaan otot bantu napas 3. monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
menurun Teraupetik
3. Frekuensi nafas membaik 4. posisikan semi-fowler atau fowler
4. Kedalaman nafas membaik 5. berikan oksigen bila perlu
5. Ekskursi dada membaik
2 Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen Jalan Napas (I.01011)
efektif b.d sekresi selama 1x 24 jam maka diharapkan Observasi:
tertahann ditandai dengan bersihan jalan napas membaik dengan 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
dispnea kriteria hasil: Bersihan jalan napas usaha napas)
(L.01001) 2. Monitor bunyi napas tambahan (mis.
1. Batuk efektif meningkat gurgling, mengi, wheezing, ronchi kering)
2. Produksi sputum menurum 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
3. Wheezing menurun Terapeutik:
4. Dispnea menurun 4. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan
5. Gelisah menurun headtilt dan chin-lift (jawthrust jika curiga
6. Frekuensi napas membaik trauma servical)
7. Pola napas membaik 5. Posisikan semi-fowler atau fowler
6. Berikan minum hangat
7. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
detik
8. Lakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan endotrakeal
9. Keluarkan sumbatan
3 Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Terapi oksigen (I.01026)
b.d perubahan membran selama 1 x 24jam pertukaran gas pasien Observasi
aveolar d.d pola nafas meningkat dengan kriteria hasil : 1. Monitor kecepatan aliran oksigen
abnormal (D.0003) Pertukaran gas (L.01003) 2. Monitor tanda hipoventilasi
1. Tingkat kesadaran meningkat 3. Monitor integritas mukosa hidung akibat
2. Dispnea menurun pemasangan oksigen
3. Pusing menurun Teraupetik
4. Takikardia menurun 4. Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan
5. Pola napas membaik trakea
5. Pertahankan kepatenan jalan napas dan
trakea
4 Nyeri akut berhubngan Setelah dialkukan intervensi selama 3 Manajemen nyeri (I.03098)
dengan agen pencedera jam tingkar nyeri nyeri meningkat Observasi :
fisiologis ditandai dengan dengan kriteria hasil sebagai berikut : 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
pemasangan WSD Tingkat nyeri (L.08066) frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri
1. Melapor nyeri terkontrol meningkat 2. Identifikasi respon nyeri non verbal
2. Kemampuan menggunakan tehnik 3. Identifikasi faktor yang memperberat dan
non-farmakologis meningkat memperingan nyeri
3. Keluhan nyeri menurun Teraupetik
4. Penggunaan analgesik menurun 4. Berikan tehnik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
5. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri
Edukasi
6. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
5 Gangguan mobilitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Dukungan ambulasi (I. 06171)
fisik b.d pembatasan selama 1x24 jam mobilitas fisik pasien Observasi
aktivitas d.d meningkat dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
pemasangan WSD Mobilitas fisik (L.05042) fisik lainnya
(D. 0054) 1. Rentang gerak ROM meningkat 2. Identifikasi tolerani fisik melakukan
2. Nyeri menurun ambulasi
3. Gerakan terbatas menurun Teraupetik
4. Kelemahan fisik menurun 3. Fasilitasi mobilitas fisik
Edukasi
4. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
5. Anjurkan ambulasi ambulasi dini
6 Gangguan eliminasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Katerisasi urine (I.04148)
uri b.d perdarahan selama 1x 24 jam elminnasi urine pasien Observasi
ditandai dengan membaik dengan kriteria hasil : 1. Periksa kondisi pasien (misal TTV,
oliguria (D.0040) Eliminasi urine (L. 04034) daerah perineal, distensi kandung kemih)
1. Frekuensi BAK membaik Teraupetik
2. Kemampuan berkemih meningkat 2. Siapkan peralatan dan bahan
3. Distensi kandung kemih menurun 3. Siapkan pasien : bebaskan pakaian bawah
4. Hesitancy menurun dan posisikan dorsal rekumben
4. Pasang sarung tangan
5. Bersihkan daerah perineal dengan NaCL
6. Lakukan insersi kateter urine
7. Sambungkan dengan urine bag
8. Isi balon dengan NaCL 0,9%
9. Fiksasi selang kateter
10. Beri label pada waktu pemasangan
Edukasi
11. Anjurkan menarik napas saat insersi
selang kateter
7 Risiko cedera b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan cedera (I. 14537)
penuruan suplai selama 1x24 jam tingkat cedera menurun Observasi
oksigen ke otak d.d dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi obat yang berpotensi
penurunan Tingkat cedera (L. 14136) menyebab kan cedera
kesadaran (D. 0136) 1. Toleransi aktivitas meningkat Teraupetik
2. Perdarahan menurun 2. Sosialisasikan pasien dan keluarga
3. Agitas menurun dengan lingkungan rawat inap
4. Tekanan darah membaik 3. Gunakan pengaman tempat tidur
5. Frekuensi nadi membaik Edukasi
4. Jelaskan intervensi pencegahan jatuh ke
pada pasien dan keluarga
5. Anjurkan berganti posisi secara perlahan
8 Risiko infeksi dibuktikan Setelah dilakukan intervensi selama 3 Pencegahan infeksi (I. 14539)
dengan adanya balutan jam tingkat infeksi menurun dengan Observasi
pada luka operasi kriteris hasil sebagai berikut : 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal
Tingkat infeksi (L.14137) dan sistemik
1. Demam menurun Teraupetik
2. Kemerahan menurun 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
3. Nyeri menurun dengan pasien dan lingkungan pasien
4. Bengkak menurun 3. Pertahankan tehnik aseptik pada pasien
berisiko tinggi
Edukasi
4. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
5. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
dan cairan
DAFTAR PUSTAKA
Wijaya, S., & Putri,, Y. (2013). KMB Keperawatan Dewasa . Jakarta : Numed.