Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN HIPERGLIKEMIA INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD)


RSD dr. SOEBANDI JEMBER

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Tugas Di Stase


Keperawatan Gawat Darurat

Disusun Oleh:
FATHUR ROHMAN
NIM. 2201031027

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER 
2022/2023
LAPORAN PENDAHULUAN PNEUMOTHORAK

A. KONSEP MEDUS
1. Definisi
Pneumothorak adalah adanya udara dalam rongga pleura. Biasanya pneumotorak
hanya temukan unilateral, hanya pada blast-injury yang hebat dapat ditemukan
pneumotorak bilateral, Penumotorakhanya adanya udara dalam rongga pleura akibat
robeknya Pneumothorak merupakan suatu keadaan terdapatnya udara di dalam
rongga paru pleura). Dari definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa
pneumothorak adalah keadaan adanya udara dalam rongga pleura akibat robeknya
pleura (Alsagaff H, 2013).
2. Klasifikasi dan Etiologi
Menurut (Alsagaff H, 2013)Berdasarkan penyebabnya pnemutorak dapat dibagai
atas:
a. Pneumothorak Traumatik
Pnuemothorak traumatik yaiut pnuemothorak yang terjadi akibat penetrasi
kedalam rongga plura karena tembus, luka tusuk, leka tembak atau tusukan
jarum. Pnuemothorax traumatik dibagi menjadi 2 jenis yaitu :
1) Pnuemothorax trauatik bukan latrogenik
Pnuemothorax traumatik bukan latrogenik adalah pnuemothorax yang terjadi
karena jejas kecelakaan misalnya : jejas dada terbuka/tertutup, barotruma.
2) Pnuemothorax traumatik latrogenik
Pnuemothorak yang terjadi akibat tindakan oleh tenaga medis.
a) Pneumothorak traumatik latrogenik aksidrintal
Pnuemothorak yang terjadi pada tindakan medis karena
kesalahan/komplikasi tindakan tersebut, misalnya pada tindakan
biopsi pleural, biopsi transbonkial biopsi/aspirasi paru perkutaneus,
barotrauma.
b) Pnuemotorak traumatik latrogenik artifisial (decriberate)
Pneumothorax yang sengaja dikerjakan dengan cara mengisi udara
keadalam pleura melalui jarum dengan suatu alat Maxuell Box
biasanya untuk terapi tuberkolosis (sebelum era antibiotik) atau untuk
menilai permukaan paru.
c) Pnuemothorax spontan
Pnuemothorax spontan adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan suatu pnuemothorak yang terjadi secara tiba-tiba dan
tak terduga atau tanpa penyakit paru-paru yang mendasarinya.
Pnuemotorak spontan ini dapat menjadi 2yaitu :

• Pnuemothorax spontan primer


Pnuemotorak spontan pimer adalah suatu pnuemotorak yang
terjadi adanya penyakit baru yang mendasari sebelumnnya
umumnya pada individu sehat, dewasa muda, tidak
berhubungan dengan aktivitas belum diketahui penyebabnya.
• Pnuemotorak spontan sekunder
Pnuemotorak spontan sekunder adalah suatu pnuemotorak
yang terjadi adanya riwayat penyakit paru yang mendasarinya
(pnuemotorak, asma, bronkial, TB paru, tumor paru dll). Pada
kalien pnuemotorak spontan sekunder bilateral, dengan
resetasi torakoskop dijumpai metastasis paru yang primernya
berasal dari sarkoma jaringan lunak di luar paru.
3. Anatomi fisiologi

a. Anatomi paru

Paru adalah struktur elastic yang dibungkus dalam sangkar toraks, yang
merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan.
Ventilasi membutuhkan gerakan dinding sangkar toraks dan dasarnya, yaitu
diafragma. Efek dari gerakan ini adalah secara bergantian meningkatkan dan
menurunkan kapasitas dada. Ketika kapasitas dalam dada meningkat, udara masuk
melalui trakea (inspirasi), karena penurunanan tekanan di dalam, dan
mengembangkan paru.

Ketika dinding dada dan diafragma kembali ke ukurannya semula (ekspirasi),


paru-paru yang elastis tersebut mengempis dan mendorong udara keluar melalui
bronkus dan trakea. Fase inspirasi dari pernapasan normalnya membutuhkan energi;
fase ekspirasi normalnya pasif. Inspirasi menempati sepertiga dari siklus
pernapasan, ekspirasi menempati dua pertiganya (Alsagaff H, 2013).
b. Pleura

Bagian terluar dari paru-paru dikelilingi oleh membrane halus, licin, yaitu
pleura, yang juga meluas untuk membungkus dinding interior toraks dan permukaan
superior diafragma. Pleura parietalis melapisi toraks, dan pleura viseralis melapisi
paru-paru.

Gambar 2.2

Antar kedua pleura ini terdapat ruang, yang disebut spasium pleura, yang
mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan
memungkinkan keduanya bergeser dengan bebas selama ventilasi (Alsagaff H,
2013).

c. Mediastinum

Mediatinum adalah dinding yang membagi rongga toraks menjadi dua bagian
membagi rongga toraks menjadi dua bagian. Mediastinum terbentuk dari dua
lapisan pleura. Semua struktuk toraks kecuali paru-paru terletak antara kedua
lapisan pleura, (Alsagaff H, 2013)

d. Bronkus dan Bronkiolus

Terdapat beberapa divisi bronkus didalam setiap lobus paru. Pertama adalah
bronkus lobaris (tiga pada paru kanan dan dua pada paru kiri). Bronkus lobaris
dibagi menjadi bronkus segmental (10 pada paru kanan dan 8 pada paru kiri),
yang merupakan struktur yang dicari ketika memilih posisi drainage postural
yang paling efektif untuk pasien tertentu. Bronkus segmental kemudian dibagi
lagi menjadi bronkus subsegmental. Bronkus ini dikelilingi oleh jaringan ikat
yang memiliki arteri, limfatik, dan saraf, (Syaifudin. 2011)
Bronkus subsegmental kemudian membentuk percabangan menjadi
bronkiolus, yang tidak mempunyai kartilago dalam dindingnya. Patensi
bronkiolus seluruhnya tergantung pada recoil elastik otot polos sekelilinginya dan
pada tekanan alveolar. Brokiolus mengandung kelenjar submukosa, yang
memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak terputus untuk lapisan bagian
dalam jalan napas. Bronkus dan bronkiolus juga dilapisi oleh sel-sel yang
permukaannya dilapisi oleh “rambut” pendek yang disebut silia. Silia ini
menciptakan gerakan menyapu yang konstan yang berfungsi untuk mengeluarkan
lendir dan benda asing menjauhi paru menuju laring, (Alsagaff H, 2013).
Bronkiolus kemudian membentuk percabangan menjadi bronkiolus
terminalis, yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminalis
kemudian menjadi bronkiolus respiratori, yang dianggap menjadi saluran
transisional antara jalan udara konduksi dan jalan udara pertukaran gas. Sampai
pada titik ini, jalan udara konduksi mengandung sekitar 150 ml udara dalam
percabangan trakeobronkial yang tidak ikut serta dalam pertukaran gas. Ini
dikenal sebagai ruang rugi fisiologik. Bronkiolus respiratori kemudian mengarah
ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar kemudian alveoli. Pertukaran
oksigen dan karbon dioksida terjadi dalam alveoli, (Alsagaff H, 2013)
e. Alveoli
Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli, yang tersusun dalam kluster
anatara 15 sampai 20 alveoli. Begitu banyaknya alveoli ini sehingga jika
mereka bersatu untuk membentuk satu lembar, akan menutupi area 70 meter
persegi (seukuran lapangan tennis). Terdapat tiga jenis sel-sel alveolar. Sel-sel
alveolar tipe I adalah sel epitel yang membentuk dinding alaveolar. Sel-sel
alveolar tipe II, sel-sel yang aktif secara metabolic, mensekresi surfaktan,
suatu fosfolid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar
tidak kolaps.
Sel alveoli tipe III adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagositis yang
besar yang memakan benda asing (mis., lender, bakteri) dan bekerja sebagai
mekanisme pertahanan yang penting, (Alsagaff H, 2013).

Selama inspirasi, udara mengalir dari lingkungan sekitar ke dalam trakea,


bronkus, bronkiolus, dan alveoli. Selama ekspirasi, gas alveolar menjalani
rute yang sama dengan arah yang berlawanan. Faktor fisik yang mengatur
aliran udara masuk dan keluar paru-paru secara bersamaan disebut sebagai
mekanisme ventilasi dan mencakup varians tekanan udara, resistensi terhadap
aliran udara, dan kompliens paru. Udara mengalir dari region yang
tekanannya tinggi ke region dengan tekanan lebih rendah. Selama inspirasi,
gerakan diafragma dan otot-otot pernapasan lain memperbesar rongga toraks
dan dengan demikian menurunkan tekanan dalam toraks sampai tingkat di
bawah atmosfir.
Karenanya, udara tertarik melalui trakea dan bronkus ke dalam alveoli.
Selama ekspirasi normal, diafragma rileks, dan paru mengempis,
mengakibatkan penurunan ukuran rongga toraks. Tekanan alveolar kemudian
melebihi tekanan atmosfir, dan udara mengalir dari paru-paru ke dalam
atmosfir, (Alsagaff H, 2013)
4. Patofisiologis
Pleura secara anatomis merupakan satu lapis mesoteral, ditunjung oleh jaringan
ikat,pembuluh-pembuluh dara kapiler dan pembuluh getah bening, rongga pleura
dibatasi oleh 2 lapisan tipis sel mesotelial, terdiri atas pleura parietalis yang melapisi
otot-otot dinding dada, tulang dan kartilago, diapragma dan menyusup kedalam
pleura dan tidak sinsitif terhadap nyeri. Rongga pleura individu sehat terisi cairan
(10-20ml) dan berfungsi sebagai pelumas diantara kedua lapisan pleura, patogenesis
pneumotorak spontan sampai sekarang belum jelas (Sarwiji, 2011).
a. Pnuemotarak spontan primer
Pneumotorak spontan primer terjadi karena robeknya suatu kantong udara
dekat pleura viseralis. Penelitian secara petologis membuktikan bahwa pasien
pneumotorak spontan yang parunya dipesersi tampak adanya satu atau dua ruang
berisi udara dalam bentuk blab dan bulla.
Bulla merupakan suatu kantong yang dibatasi sebagian oleh pelura fibrotik
yang menebal sebagian oleh jaringan fibrosa paru sendiri dan sebagian lagi oleh
jaraingan paru emfisematus. Blab terbentuk dari suatu alveoli yang pecah melalui
suatu jaringan intertisial kedalam lapisan tipis pleura viseralis yang kemudian
berkumpul dalam bentuk kista. Mekanisme pembentukan bulla/blab belum jelas ,
banyak pendapat mengatakan terjadainya kerusakan bagian apeks paru akibat
tekanan pleura lebih negatif. Pada pneumotorak spontan terjadi apabila dilihat
secara patologis dan radiologis terdapat bulla di apeks paru. Observasi klinik
yangdilakukan pada pasien pneumotorak spontan primer ternyata mendapatkan
pneumotorak lebih banyak dijumpai pada pasien pria berbadan kkurus dan tinggi.
Kelainan intrinsik jaringan konetif mempunyai kecenderungan terbentuknya blab
atau bulla yang meningkat.

Blab atau bulla yang pecah masih belum jelas hubungan dengan aktivitas
yang berlebihan,karena pada orang-orang yang tanpa aktivitas (istirahat) juga
dapat terjadi pneumotorak. Pecahnya alveoli juga dikatakan berhubungan dengan
obstruksi check-valve pada saluran napas dapat diakibatkan oleh beberapa sebab
antara lain : infeksi atau infeksi tidak nyata yang menimbulkan suatu
penumpukan mukus dalam bronkial.

b. Pnuemotorak spontan sekunder


Disebutkann bahwa terjadinya pneumotorak ini adalah akibat pecahnya blab
viseralis atau bulla pneumotorak dan sering berhubungan dengan penyakit paru
yang medasarinya. Patogenesis penumotorak ini umumnya terjadi akibat
komplikasi asma, fibrosis kistik, TB paru, penyakit-penyakit paru infiltra lainnya
misalnya pneumotoral supuratif, penumonia carinci. Pneumotorak spontan
sekunder lebih serius keadaanya karena adanya penyakit yang mendasarinya.
5. Komplikasi
Timbulnya infeksi sekunder pada fungsi toraks darurat maupun secara akibat
pemasangan WSD sangat ditakutkan. Infeksi dapat epiema ataupun abses paru (Sarwiji,
2011).
6. Prognosis
Pnuemotorak pada orang dewasa muda prognosisnya sangat baik. Hal ini
diakibatkan karena jaringan parunya sendiri masih cukup baik, kecuali daerah tempat
terjadinya kebocoran dengan terapi yang tepat, kesumbuhan yang dicapai selalu
sempurna dan kemunkinan kambuh praktis kecil sekali, terkucuali bila penderita
kemudian hari menjadi seorang perokok, jugq bila terapi terhadap penyakit dasarnya
(TB) tidak sempurna.
Sebaliknya pnuemotorak pada orang dewasa setengah tua memang sudah tua,
apabila kalau dia seorang perokok. Maka pada sudah ada emfisema paru dengan
tekanan udara intrapulmonal yang tinggi, maka pada keadaan sedemikian kesembuhan
dapat disusul dengan suatu kekambuhan yang bahkan sampai berkali-kali (Sarwiji,
2011).
7. Manfiestasi klinis
Menurut (Putra, et al., 2015) tanda dan gejala :
1. Dispnea (jika luas)
2. Nyeri plueritik hebat
3. Trakea bergeser menjahui sisi yang mengalami pneumotorak
4. Takikardia
5. Sianosis (jika luas)
6. Pergerakan ada berkurang dan terhambat
7. Perkusi hipersonor di atas penumotorak
8. Perkusi meredup di atas paru-paru yang kollaps
9. Suara napas berkurang pada sisi yang terkena
10. Premitus vokal dan raba berkurang

8. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Santoso, 2015), untuk menentukan diagnosa pada
pneumothorak dapat dilakukan cara sebagai berikut:
a. GDA : variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi ,
gangguan mekanisme pernapasan dan kemampuan mengkompensasi. P4CO2
mungkin normal atau menurun, saturasi O2 biasanya menurun

b. Sinar X dada : Menyatakan akumulasi udara atau cairan pada era pleura,
dapat menunjukkan penyimpanan struktur mediatinal jantung
c. Torasentesis : menyatakan darah atau cairan sero anguinora (hemotorak)
d. HB : Mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah
9. Pentalaksanaan Umum

Penatalaksanaan pneumototrak bergantung pada jenis pneumotorak yang dialaminya,


derajat kolaps,berat ringannya gejala, penyakit dasar, dan penyulit yang terjadi saat
melaksanakan pengobatan yang meliputi (Wijaya & Putri,, 2013) :

a. Tindakan dekompresi
1) Membuat hubungan antara rongga pleura dengan lingkungan luar
dengan cara ; Menusukkan jarum melalui dinding dada hingga ke
rongga pleura, dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga
pleura akan berubah menjadi negatif. Hal ini disebabkan karena udara
keluar melalui jarum tersebut. Cara lainnya adalah melakukan
penusukan ke rongga pleura memakai transfusion set.
2) Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontraventil
a) Penggunaan pipa wter sealed drainage (WSD)
Pipa khusus (kateter thoraks) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan
perantara troakar atau dengan bantuan klem penjepit (pen) pemasukan pipa
plastic (kateter thoraks) dapat juga dilakukan melalui celah yang telah dibuat
dengan bantuan insisi kulit dari seala iga ke-4 pada garis klavikula tengah.
Selanjutnya, ujung sealng plastik di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan
melalui pipa plastic lainyya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol
sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air supaya gelembung udara dapat
mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut.

b) Pengisapan kontinu (continous suction)


Pengisapan dilakukan secara kontinu apabila tekanan intrapleura tetap positif.
Pengisapan ini dilakukan dengan cara memberi tekanan negatif sebesar 10-20
cmH2O. Tujuannya adalah agar paru cepat mengaembang dan segera terjadi
perlekatan antara pleura visceral danpleura parietalis
c) Pencabutan drain
Apabila paru telah mengambang maksimal dan tekanan negatif kembali, drain
dapat dicabut. Sebelum dicabut, drain ditutup dengan cara dijepit atau ditekuk
selama 24 jam. Apabila paru tetap mengembang penuh, drain dapat dicabut.
b. Tindakan bedah

Pembedahan dinding thoraks dengn cara operasi, maka dapat dicari lubang yang
kmenyebabkan terjadinya pneumotorak, lalu lubang tersebut di jahi. Pada
pembedahan,jika dijumpai adanya penebalan pleura yang menyebabkan paru tidak
dapat mengembang, maka dapat dilakukan pengelupasan atau dekortisasi.

Pembedahan paru kembali dilakukan bila ada bagian paru yang mengalami robekan
atau bila ada fitsel dari paru yang rusak, sehingga paru tersebut tidak berfungsi dan
tidak dapat dipertahankan kembali.

c. Pentalaksanaan tambahan
Apabila terdapat proses lain di paru, pengobatan tambahan ditujukan terhadap
penyebabnya, yaitu :
1) Terhadap proses tuberculosis paru diberi OAT
2) Untuk pencegahan obstipasi dan memperlancar defekasi, penderita diberi
obat laktasif ringan, dengan tujuan agar saat defekasi, penderita tidak perlu
mengejan terlalu keras
3) Istirahat total, klien dilarang melakukan kerja keras (mengangkat barang)
batuk, bersin terlalu keras, dan mengeja (Muttaqin, 2012 ).

10. Patway

Idiopatik : Penyakit Dasar : Trauma


Predesposisi PPOK, TB. Millier,
Familial Fibrosis, ARDs, Asma
Bronkiale,Bronkitis Terbuka Tertutup
Kronis, Emfisema

Sucking Wound Ventil :


Emergency
Alveoli, Bleb/Bulla/Blister berisi Udara
Pada Paru Ruptur

Inspirasi : Udara masuk ke Ekspirasi : Udara Tidak Bisa


dalam Cavum Pleura Keluar

Udara terakumulasi
pada Kavum Pleura
sampai Terjadi Tekanan
Seimbang

Pneumothoraks/hematothoraks

Nyeri dada perdarahan Tekanan intra


Perdarahan abdomen
jar.interstisiil/perdarahan
intra alveolar Nafas pendek Suplai darah Suplai darah
otak ↓ ginjal ↓ Mual/mntah
Tek.pembuluh
darah paru ↑
Pola nafas tdk Pe ↓ Filtrasi ↓ Ggn nutrisi
efektif kesadaran
Aliran darah ↓
oliguri
Risiko cedera
Hb ↓
uri
Ggn. Pertukaran gas

Bullow drain

Luka pd WSD

Nyeri saat Posisi selang Nyeri pencedera Pembatasan


nafas tdk tepat fisiologis aktivitas

Batuk tdk Tekanan ↓ Nyeri utk


efektif Keterbatasan
bernafas/bergerak
mobilitas fisik

PK: atelektasis
Penumpukan
sekret Pola nafas tdk
efektif

Bersihan jln nafas


tdk efektif
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Data umum
Sesak napas, nyeri disisi dada yang. Perlu dikaji apakah ada riwayat
trauma tajam/tumpul yang mengenai rongga dada (tertembus peluru,
tertusuk benda tajam,
b. Primary suvey
1) Respon kaji Respon, kaji respon pasien. apakah berespon ketika
ditanya. Untuk menentukan kesadaran pasien gnakan skala AVPU
(alert, verbal, pain, unresponsive). Apakah pasien alert, berespon
terhadap stimulus verbal, berespon terhadap stimulus pain, apakah
unresponsive.
2) Airway Airway, kaji apakah airway patent dan tidak ada sumbatan/
jika ya ada sumbatan dan pasien responsive berikan pertolongan
untuk pembebasan jalan napas, seperti pada pasien tersedak. Jika ada
sumbatan jalan napas dan pasien tidak responsive lakukan head tilt
dan chin lift untuk membuka jalan napas. Pastikan terhadap risiko
adanya obstruksi airway seperti adanya stridor.
3) Breathing kesulitan bernafas, batuk, infeksi paru, Ca, pneumotorak
sebelumnya ruptur episematus bulla spontan, bleb sub. Tanda ;
takipnea peningkatan kerja napas, bunyi napas menurun, premitus
menurun, perkusi hipersonan. Palpasi gerakan tidak sama. Kulit
pucat, cianosis, berkeringat, krepitas sub kutan
4) Circulation takikardia, frekuensi tidak teratur/disaritmia, S3/S4 atau
irama gallop, nadi apikal, hipotensi atau hipertensi
5) Disability kaji singkat trauma neurologis, cek kemampuan gerak
ekstremitas, cek GCS, lateralisasi pupil/refleks pupil
6) Exposure kaji pasien dari kepala sampai kaki, lepaskan pakaian
pasien agar dapat mengkaji lebih baik untuk mencari trauma di
tempat lain. cegahan kehilangan panas tubuh
c. Secondary survey
1) Riwayat penyakit sekarang sakit Keluhan sesak napas sering kali
datang mendadak dan semakin lama semakin berat. Nyeri da
dirasakan pada sisi yang sakit, rasa berat, tertekan dan terasa lebih
nyeri pada gerakan pernapasan
2) Riwayat kesehatan terdahulu Apakah klien pernah menderita TB
paru dimana sering terjadi pada pneumotoraks spontan. Apakah ada
anggota keluarga yang menderita penyakit yang mungkin
menyebabkan pneumotoraks seperti kanker paru, asma, TB paru,
dll.
d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum : kelemahan fisik
2) Tingkat kesadaran : mengalami penurunan kesadaran
3) Tanda tanda vital : sesak nafas, hipotensi atau hipertensi
e. Aktivitas istirahat dispnea dengan aktivitas atau istirahat
f. Sirkulasi :
1) Takikardia
2) Frekuensi TAK tertaur/disaritmia
3) Nadi apikal berpindah oleh adanya penyimpangan mediastinal
4) Tanda hormon (bunyi renyah sehubungan dengan denyut jantung,
menunjukkan udara dalam mediastinum)
g. Integrutas ego
Tanda ketakutan kegelisahan
h. Makanan /cairan
Adanya pemasangan IV vena sentral atau infus tekanan
i. Nyeri
1) Nyeri dada unilateral meningkat karena pernapasan, batuk
2) Timbul tiba tiba gejala sementara batuk atau regangan pnuemotorak
spontan menyebabkan ke leher, bahu abdomen
3) Berharti hati pada area yang sakit
4) Prilaku distraksi
5) Mengkerutkan wajah
j. Pernapasan
Gejala :
1) Kesulitan bernafas
2) Batuk riwayat bedah dada atau trauma, infeksi paru atau Ca
3) Pneumotorak sebelumnya

Tanda :

1) Pernapasan, peningkatan frekuensi


2) Peningkatan kerja napas penggunaan otot aksesori pernapasan pada
leher, retraksi interkostal, ekpirasi abdominal kuat
3) Bunyi napas menurun atau tidak ada
4) Premitus menurun
5) Perkusi pada : hipersonan di atas area bersih udara
6) Observasi dan palpasi dada; gerakan dada tidak sama (pardoksik)
bila trauma atau kempes , penurunan pengembangan toraks
7) Kulit : pusat, cianosis, berkeringat, krepitas sub kutan
8) Mental; ansietas, gelisah, bingung, pingsan
k. Keamanan
Adanya trauma dada
2. Diganosa keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d berhubungan dengan sekresi yang
tertahan d,d pola napas beruha (D.0001)
b. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran aveolar d.d pola
nafas abnormal (D.0003)
c. Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas d.d gerakan tidak
simetris dan penggunaan otot bantu nafas (D.0005)
d. Gangguan nutrisi b.d tekanan intra abdomen d.d mual muntah (D.0019)

e. Nyeri Akut b.d dengan agen pencedera fisiologis d.d. pemasangan

WSD (D.0077)
f. Gangguan mobilitas fisik b.d pembatasan aktivitas d.d

pemasangan WSD (D. 0054)

g. Gangguan eliminasi uri b.d perdarahan ditandai dengan oliguria

(D.0040)

h. Risiko cedera b.d penuruan suplai oksigen ke otak d.d penurunan

kesadaran (D. 0136)

i. Resiko infeksi dibuktikan dengan adanya balutan pada luka

operasi (D.0142)
3. ntervensi keperawatan

Tgl Diganosa Kriteris hasil Intervensi

1 Pola nafas tidak efektif Seteah dilakukan intervensi selama 1x24 Manajemen jalan nafas (I.01011)
berhubungan dengan jam pola nafas membaik dengan kriteria Oberservasi
upaya nafas ditandai hasil : 1. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman,
dengan gerakan simetris Bersihan jalan napas (L.01001) usaha nafas)
dan penggunaan otot 1. Dispnea menurun 2. Monitor bunyi napas tambahan
bantu nafas (D.005) 2. Penggunaan otot bantu napas 3. monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
menurun Teraupetik
3. Frekuensi nafas membaik 4. posisikan semi-fowler atau fowler
4. Kedalaman nafas membaik 5. berikan oksigen bila perlu
5. Ekskursi dada membaik
2 Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen Jalan Napas (I.01011)
efektif b.d sekresi selama 1x 24 jam maka diharapkan Observasi:
tertahann ditandai dengan bersihan jalan napas membaik dengan 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
dispnea kriteria hasil: Bersihan jalan napas usaha napas)
(L.01001) 2. Monitor bunyi napas tambahan (mis.
1. Batuk efektif meningkat gurgling, mengi, wheezing, ronchi kering)
2. Produksi sputum menurum 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
3. Wheezing menurun Terapeutik:
4. Dispnea menurun 4. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan
5. Gelisah menurun headtilt dan chin-lift (jawthrust jika curiga
6. Frekuensi napas membaik trauma servical)
7. Pola napas membaik 5. Posisikan semi-fowler atau fowler
6. Berikan minum hangat
7. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
detik
8. Lakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan endotrakeal
9. Keluarkan sumbatan
3 Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Terapi oksigen (I.01026)
b.d perubahan membran selama 1 x 24jam pertukaran gas pasien Observasi
aveolar d.d pola nafas meningkat dengan kriteria hasil : 1. Monitor kecepatan aliran oksigen
abnormal (D.0003) Pertukaran gas (L.01003) 2. Monitor tanda hipoventilasi
1. Tingkat kesadaran meningkat 3. Monitor integritas mukosa hidung akibat
2. Dispnea menurun pemasangan oksigen
3. Pusing menurun Teraupetik
4. Takikardia menurun 4. Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan
5. Pola napas membaik trakea
5. Pertahankan kepatenan jalan napas dan
trakea
4 Nyeri akut berhubngan Setelah dialkukan intervensi selama 3 Manajemen nyeri (I.03098)
dengan agen pencedera jam tingkar nyeri nyeri meningkat Observasi :
fisiologis ditandai dengan dengan kriteria hasil sebagai berikut : 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
pemasangan WSD Tingkat nyeri (L.08066) frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri
1. Melapor nyeri terkontrol meningkat 2. Identifikasi respon nyeri non verbal
2. Kemampuan menggunakan tehnik 3. Identifikasi faktor yang memperberat dan
non-farmakologis meningkat memperingan nyeri
3. Keluhan nyeri menurun Teraupetik
4. Penggunaan analgesik menurun 4. Berikan tehnik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
5. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri
Edukasi
6. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
5 Gangguan mobilitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Dukungan ambulasi (I. 06171)
fisik b.d pembatasan selama 1x24 jam mobilitas fisik pasien Observasi
aktivitas d.d meningkat dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
pemasangan WSD Mobilitas fisik (L.05042) fisik lainnya
(D. 0054) 1. Rentang gerak ROM meningkat 2. Identifikasi tolerani fisik melakukan
2. Nyeri menurun ambulasi
3. Gerakan terbatas menurun Teraupetik
4. Kelemahan fisik menurun 3. Fasilitasi mobilitas fisik
Edukasi
4. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
5. Anjurkan ambulasi ambulasi dini
6 Gangguan eliminasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Katerisasi urine (I.04148)
uri b.d perdarahan selama 1x 24 jam elminnasi urine pasien Observasi
ditandai dengan membaik dengan kriteria hasil : 1. Periksa kondisi pasien (misal TTV,
oliguria (D.0040) Eliminasi urine (L. 04034) daerah perineal, distensi kandung kemih)
1. Frekuensi BAK membaik Teraupetik
2. Kemampuan berkemih meningkat 2. Siapkan peralatan dan bahan
3. Distensi kandung kemih menurun 3. Siapkan pasien : bebaskan pakaian bawah
4. Hesitancy menurun dan posisikan dorsal rekumben
4. Pasang sarung tangan
5. Bersihkan daerah perineal dengan NaCL
6. Lakukan insersi kateter urine
7. Sambungkan dengan urine bag
8. Isi balon dengan NaCL 0,9%
9. Fiksasi selang kateter
10. Beri label pada waktu pemasangan
Edukasi
11. Anjurkan menarik napas saat insersi
selang kateter
7 Risiko cedera b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan cedera (I. 14537)
penuruan suplai selama 1x24 jam tingkat cedera menurun Observasi
oksigen ke otak d.d dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi obat yang berpotensi
penurunan Tingkat cedera (L. 14136) menyebab kan cedera
kesadaran (D. 0136) 1. Toleransi aktivitas meningkat Teraupetik
2. Perdarahan menurun 2. Sosialisasikan pasien dan keluarga
3. Agitas menurun dengan lingkungan rawat inap
4. Tekanan darah membaik 3. Gunakan pengaman tempat tidur
5. Frekuensi nadi membaik Edukasi
4. Jelaskan intervensi pencegahan jatuh ke
pada pasien dan keluarga
5. Anjurkan berganti posisi secara perlahan
8 Risiko infeksi dibuktikan Setelah dilakukan intervensi selama 3 Pencegahan infeksi (I. 14539)
dengan adanya balutan jam tingkat infeksi menurun dengan Observasi
pada luka operasi kriteris hasil sebagai berikut : 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal
Tingkat infeksi (L.14137) dan sistemik
1. Demam menurun Teraupetik
2. Kemerahan menurun 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
3. Nyeri menurun dengan pasien dan lingkungan pasien
4. Bengkak menurun 3. Pertahankan tehnik aseptik pada pasien
berisiko tinggi
Edukasi
4. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
5. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
dan cairan
DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff H, M. H. (2013). Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga


University Press.

Muttaqin. (2012 ). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Pernpasan . Jakarta : EGC.

Kusnanto. 2014. Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan


Profesional. Jakarta: EGC.
Punarwarba, I. W. A., Suarjaya, P. P., 2016. Identifikasi Awal dan Bantuan
Hidup
Dasar Pada Pneumothoraks. Bagian/SMF Ilmu Anastesiologi
dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas
Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar.
Denpasar

Putra, Wildan , P., Lokaraja, Lukmana , Nurrokhmawati, & Yanti . (2015).


Gambaran Pnuemothoraks pada Korban Kecelakaan Lalu Lintas di Bagian
Bedah Thoraks RSUD dr. Hasan Sadikin Bandung. Bandung .

Santoso, I. A. (2015). Asuhan Keperawatan pada Tn A dengan Pneumothoraks di


ruang Dahlia RSUD Banyumas . Jawa Barat.

Sarwiji, B. (2011). Nursing Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta : PT


Indeks.

Wijaya, S., & Putri,, Y. (2013). KMB Keperawatan Dewasa . Jakarta : Numed.

Anda mungkin juga menyukai