Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN MASALAH KEPERAWATAN

INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) DI WILAYAH


KLUNGKUNG JEMBER

Dosen Pembimbing

Ns. Susi Wahyuning Asih, S. Kep., M.Kep.

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Tugas di


Stase Keperawatan Keluarga

OLEH:
Nevi Lia Elvi Andhy
NIM. 2201031043

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYYAH JEMBER
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Keluarga Pada An. Dengan Infeksi Saluran Pernafasan


Akut (ISPA) Di Desa Klungkung Kecamatan Sukorambi
Dilaksanakan Oleh:

Nama : Nevi Lia Elvi Andhy, S.Kep.

NIM : 2201031043

Jember, 25 Oktober 2022

Nevi Lia Elvi Andhy


NIM. 2201031043

Menyetujui,
PJMK Departemen Pembimbing Akademik
Keperawatan Keluarga
FIKES UM Jember

Ns. Susi Wahyuning Asih, S.Kep,. M.Kep. Ns. Susi Wahyuning Asih, S.Kep,. M.Kep.
NPK. 19750920010804491 NPK. 19750920010804491

Ketua Prodi
Profesi Ners FIKES UM Jember
LAPORAN PENDAHULUAN

Ns. Susi Wahyuning Asih, S.Kep,. M.Kep.

NPK. 19750920010804491
A. KONSEP KELUARGA

1. Definisi Keluarga

Keluarga dan komunitas memegang peran penting dalam


kehidupan, karena melalui keluarga dan komunitas, seseorang akan
mengalami pertumbuhan dan perkembangan menjadi seorang individu.
Peran dan fungsi keluarga sangat mempengaruhi keadaan individu,
keluarga, kelompok, dan masyarakat.
Definisi keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang
terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul serta
tinggal disuatu tempat dibawah satu atap dan saling ketergantungan.
Ada juga definisi keluarga adalah orang yang mempunyai hubungan
resmi, seperti ikatan darah, adopsi, perkawinan, atau perwalian,
hubungan sosial (hidup bersama) dan adanya hubungan psikologi
(ikatan emosional).(Widodo, 2016)

2. Tipe Keluarga

Berbagai tipe keluarga yang perlu Anda ketahui adalah sebagai


berikut (Widodo 2016)
a. Tipe keluarga tradisional, terdiri atas beberapa tipe di bawah ini :

1) The Nuclear family (keluarga inti), yaitu keluarga yang terdiri


atas suami, istri, dan anak, baik anak kandung maupun anak
angkat.

2) The dyad family (keluarga dyad), suatu rumah tangga yang


terdiri atas suami dan istri tanpa anak. Hal yang perlu Anda
ketahui, keluarga ini mungkin belum mempunyai anak atau tidak
mempunyai anak, jadi ketika nanti Anda melakukan pengkajian
data dan ditemukan tipe keluarga ini perlu Anda klarifikasi lagi
datanya.
3) Single parent, yaitu keluarga yang terdiri atas satu orang tua
dengan anak (kandung atau angkat). Kondisi ini dapat
disebabkan oleh perceraian atau kematian.

4) Single adult, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri atas satu
orang dewasa. Tipe ini dapat terjadi pada seorang dewasa yang
tidak menikah atau tidak mempunyai suami.
5) Extended family, keluarga yang terdiri atas keluarga inti
ditambah keluarga lain, seperti paman, bibi, kakek, nenek, dan
sebagainya. Tipe keluarga ini banyak dianut oleh keluarga
Indonesia terutama di daerah pedesaan

6) Middle-aged or elderly couple, orang tua yang tinggal sendiri di


rumah (baik suami/istri atau keduanya), karena anak-anaknya
sudah membangun karir sendiri atau sudah menikah.
7) Kin-network family, beberapa keluarga yang tinggal bersama
atau salin berdekatan dan menggunakan barang-barang
pelayanan, seperti dapur dan kamar mandi yang sama.
b. Tipe keluarga yang kedua adalah tipe keluarga nontradisional, tipe
keluarga ini tidak lazim ada di Indonesia, terdiri atas beberapa tipe
sebagai berikut.
1) Unmarried parent and child family, yaitu keluarga yang terdiri
atas orang tua dan anak dari hubungan tanpa nikah.
2) Cohabitating couple, orang dewasa yang hidup bersama di luar
ikatan perkawinan karena beberapa alasan tertentu.
3) Gay and lesbian family, seorang yang mempunyai persamaan
jenis kelamin tinggal dalam satu rumah sebagaimana pasangan
suami istri.
4) The nonmarital heterosexual cohabiting family, keluarga yang
hidup bersama berganti-ganti pasangan tanpa melalui
pernikahan.
5) Foster family, keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan
keluarga/saudara dalam waktu sementara, pada saat orang tua
anak tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan
kembali keluarga yang aslinya.

3. Tujuan Dasar Keluarga


Tujuan dasar pembentukan keluarga adalah: (Andarmoyo, 2012)
a. keluarga merupakan unit dasar yang memiliki pengaruh kuat
terhadap perkembangan individu
b. keluarga sebagai perantara bagi kebutuhan dan harapan anggota
keluarga dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat
c. keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuha-kebutuhan anggota
keluarga dengan menstabilkan kebutuhan kasih sayang, sosio-
ekonomi dan kebutuhan seksual
d. keluarga memiliki pengaruh yang penting terhadap pembentukan
identitas seorang individu dan perasaan harga diri.

Alasan mendasar mengapa keluarga menjadi fokus sentral dalam


perawatan adalah:

a. dalam sebuah unit keluarga, disfungsi apa saja (penyakit, cidera,


perpisahan) yang memengaruhi satu atau lebih keluarga, dan dalam
hal tertentu, sering akan memengaruhi anggota keluarga yang lain,
dan unit ini secara keseluruhan;
b. ada hubungan yang kuat dan signifikan antara keluarga dan status
kesehatan para anggotanya;
c. melalui perawatan kesehatan keluarga yang berfokus pada
peningkatan, perawatan diri (self care), pendidikan kesehatan, dan
konseling keluarga, serta upaya-upaya yang berarti dapat
menurangi resiko yang diciptakan oleh pola hidup keluarga dan
bahaya dari lingkungan.
d. adanya masalah-masalah kesehatan pada salah satu anggota
keluarga dapat menyebabkan ditemukannya faktor-faktor risiko
pada anggota keluarga lain;
e. tingkat pemahaman dan berfungsinya seorang individu tidak lepas
dari andil sebuah keluarga;
f. keluarga merupakan sistem pendukung yang sangat vital bagi
kebutuhan- kebutuhan individu.

4. Fungsi Keluarga

Menurut Friedman fungsi keluarga ada lima antara lain berikut ini.
a. Fungsi afektif
Fungsi ini meliputi persepsi keluarga tentang pemenuhan kebutuhan
psikososial anggota keluarga. Melalui pemenuhan fungsi ini, maka
keluarga akan dapat mencapai tujuan psikososial yang utama,
membentuk sifat kemanusiaan dalam diri anggota keluarga,
stabilisasi kepribadian dan tingkah laku, kemampuan menjalin
secara lebih akrab, dan harga diri.

b. Fungsi sosialisasi dan penempatan sosial


Sosialisasi dimulai saat lahir dan hanya diakhiri dengan kematian.
Sosialisasi merupakan suatu proses yang berlangsung seumur hidup,
karena individu secara kontinyu mengubah perilaku mereka sebagai
respon terhadap situasi yang terpola secara sosial yang mereka
alami. Sosialisasi merupakan proses perkembangan atau perubahan
yang dialami oleh seorang individu sebagai hasil dari interaksi sosial
dan pembelajaran peran-peran sosial.
c. Fungsi reproduksi
Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan menambah
sumber daya manusia.
d. Fungsi ekonomi
Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara
ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu
meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga
e. Fungsi perawatan kesehatan
Menyediakan kebutuhan fisik dan perawatan kesehatan. Perawatan
kesehatan dan praktik-praktik sehat (yang memengaruhi status
kesehatan anggota keluarga secara individual) merupakan bagian
yang paling relevan dari fungsi perawatan kesehatan.
1) Kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan keluarga.
2) Kemampuan keluarga membuat keputusan yang tepat bagi
keluarga.
3) Kemampuan keluarga dalam merawat keluarga yang
mengalami gangguan kesehatan.
4) Kemampuan keluarga dalam mempertahankan atau
menciptakan suasana rumah yang sehat.
5) Kemampuan keluarga dalam menggunakan fasilitas.

5. Peran Keluarga
a. Peran ayah
Ayah sebagai suami dari istri dan ayah dari anak-anaknyaa,
berperan dari oencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa
aman sebagai kepala keluarga, anggota dari kelompok sosial serta
dari anggotaa masyarakat dari lingkungannya.
b. Peran ibu
Ibu sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya. Ibu mempunyai peran
mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-
anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan
sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya,
disamping itu ibu juga dapat berperan sebagai pencari nafkah
tambahan dalam keluarga.
c. Peran anak
Anak-anak melaksanakan peran psikososial sesuai dengan
perkembangan fisik,mental, sosial dan spiritual. (Esti, 2020)

6. Tahapan Keluarga
a. Tahapan Promiskuitas
Tahap ini adalah tahap dimana manusia hidup serupa sekawan
binatang berkelompok, perempuan dan wanita berhubungan bebas
sehingga melahirkan keturunan tanpa adanya ikatan, pada tahapan
ini manusia sama dengan kehidupan binatang yang hidup
berkelompok. Pada tahapan ini perempuan dan perempuan bebas
melakukNy Subungan perkawinan dengan yang lain tanpa adanya
ikatan keluarga dan menghasilkan keturunan tanpa ada terjadi ikatan
keluarga seperti sekarang.
b. Tahap Matriarkat
Pada tahap ini lambat tahun manusia semakin sadar hubungan ibu
dan anak, tetapi anak belum mengenal ayahnya melainkan hanya
mengenal ibunya saja. Dalam keluarga inti ibu yang mnejadi kepala
keluarga dan mewarisi garis keturunan. Pada tahapan ini perkawinan
ibu dan anak dihindari sehingga muncul adat eksogami
c. Tahap Patriarkat
Pada tahap ini ayah yang menjadi kepala keluarga dan juga mewarisi
garis keturunannya. Perubahan tahap dari matriarkat ke patriarkat
terjadi karena perempuan merasa tidak puas dengan situasi keadaan
sosial yang menjadikan wanita sebagai kapala keluarga. Sehingga
para pria mengambil calon istrinya dari kelompok-kelompok yang
lain dan dibawanya ke kelompoknya sendiri serta menetap disana.
Sehingga keturunannya tetap menetap bersama mereka.
d. Tahap Parental
Pada tahapan terakhir ini perkawinan tidak selalu dari luar kelompok
(eksogami) tetapi juga dari dalam kelompok yang sama (endogami).
Hal ini menjadikan anak-anak bebas berhubungan langsung dengan
keluarga ibu maupunayahnya

B. KONSEP PENYAKIT ISPA


1. Definisi
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu
penyebab utama kematian pada balita didunia. Penyakit ini paling
banyak terjadi di negara- negara berkembang di dunia. Populasi
penduduk yang terus bertambah dan tidak terkendali mengakibatkan
kepadatan penduduk di suatu wilayah yang tidak tertata baik dari segi
aspek sosial, budaya dan kesehatan (Adesanya & Chiao, 2017). Kondisi
ini akan bertambah buruk dengan status sosial ekonomi keluarga yang
rendah atau berada dibawah garis kemiskinan karena tidak dapat
memenuhi asupan gizi yang baik dan sehat untuk balita ditambah
dengan kondisi fisik rumah yang tidak layak tinggal (Kolawole,
Oguntoye, Dam, & Chunara, 2017). (Mahendra & Farapti, 2018)
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang
melibatkan organ saluran pernafasan bagian atas dan saluran
pernafasan bagian bawah. Inveksi ini disebabkan oleh virus, jamur, dan
bakteri. ISPA akan menyerang host, apabila ketahanan tubuh
(immunologi) menurun. Penyakit ISPA ini paling banyak di temukan
pada anak di bawah lima tahun karena pada kelompok usia ini adalah
kelompok yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang masih rentan
terhadap berbagai penyakit. (Karundeng Y.M, et al. 2016)(Suriani,
2018)
2. ANATOMI FISIOLOGI
a. ANATOMI

Gambar Anatomi Sistem Pernafasan (Adam, 2010)


Saluran pernapasan bagian atas terdiri atas hidung, faring,
laring, dan epiglotis, yang berfungsi menyaring, menghangatkan,
dan melembabkan udara yang dihirup. (Nursing Students, 2015)
1) Hidung
Bagian ini terdiri atas nares anterior (saluran di dalam lubang
hidung) yang memuat kelenjar sebaseus dengan ditutupi bulu
kasar yang bermuara ke rongga hidung. Bagian hidung lain
adalah rongga hidung yang dilapisi oleh selaput lendir yang
mengandung pembuluh darah. Proses oksigenasi diawali dari
sini. Pada saat udara masuk melalui hidung, udara akan
disaring oleh bulu-bulu yang ada di dalam vestibulum (bagian
rongga hidung), kemudian dihangatkan serta dilembabkan.
2) Faring
Merupakan pipa yang memiliki otot, memanjang mulai dari
dasar tengkorak sampai dengan esofagus yang terletak di
belakang naso faring (di belakang hidung), di belakang mulut
(orofaring), dan di belakang laring (laringo faring).
3) Laring (Tenggorokan)
Laring merupakan saluran pernapasan setelah faring yang
terdiri atas bagian tulang rawan yang diikat bersama ligamen
dan membran, yang terdiri atas dua lamina yang bersambung di
garis tengah.
4) Epiglotis
Merupakan katup tulang rawan yang berfungsi membantu
menutup laring ketika orang sedang menelan.
Saluran Pernapasan Bagian Bawah
Saluran pernapasan bagian bawah terdiri atas trakhea, tandan
bronkhus, segmen bronkhus, dan bronkhiolus, yang berfungsi
mengalirkan udara dan memproduksi surfaktan.
1) Trakhea
Trakhea atau disebut sebagai batang tenggorok yang
memiliki panjang kurang lebih 9 cm dimulai dari laring sampai
kira-kira setinggi vertebra thorakalis kelima. Trakhea tersebut
tersusun atas enam belas sampai dua puluh lingkaran tidak
lengkap yang berupa cincin. Trakhea ini dilapisi oleh selaput
lendir yang terdiri atas epitelium bersilia yang dapat
mengeluarkan debu atau benda asing.
2) Bronkhus
Bentuk percabangan atau kelanjutan dari trakhea yang terdiri
atas dua percabangan yaitu kanan dan kiri. Pada bagian kanan
lebih pendek dan lebar dari pada bagian kiri yang memiliki tiga
lobus atas, tengah, dan bawah; sedangkan bronkhus kiri lebih
panjang dari bagian kanan yang berjalan dalam lobus atas dan
bawah. Kemudian saluran setelah bronkhus adalah bagian
percabangan yang disebut sebagai bronkhiolus.
3) Paru
Merupakan organ utama dalam sistem pernapasan. Letak paru
itu sendiri di dalam rongga thoraks setinggi tulang selangka
sampai dengan diafragma. Paru terdiri atas beberapa lobus yang
diselaputi oleh pleura yaitu pleura parietalis dan pleura
viseralis, kemudian juga dilindungi oleh cairan pleura yang
berisi cairan surfaktan.

Paru sebagai alat pernapasan utama terdiri atas dua bagian


(paru kanan dan paru kiri) dan bagian tengah dari organ tersebut
terdapat organ jantung beserta pembuluh darah yang berbentuk
kerucut, dengan bagian puncak disebut apeks. Paru memiliki
jaringan yang bersifat elastis, berpori, dan memiliki fungsi
pertukaran gas oksigen dan karbondioksida.

b. FISIOLOGI
Pernafasan/respirasi adalah peristiwa menghirup udara dari
luar yang mengandung oksigen ke dalam tubuh serta
menghembuskann udara yang banyak mengandung karbondioksida
sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan udara
disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi.

Oksigen diambil melalui mulut dan hidung pada waktu


bernafas dimana oksigen masuk melalui trakea sampai ke alveoli
berhubungan dengan darah dalam kapiler pulmonar, alveoli
memisahkan oksigen dari darah, oksigen menembus membran, di
ambil oleh sel darah merah di bawa ke jantung dan dari jantung di
pompakan ke seluruh tubuh.
Di paru-paru karbondioksida merupakan hasil buangan
menembus membran alveoli dankapiler darah di keluarkan melalui
pipa bronkus berakhir sampai pada mulut dan hidung. (Saputro. R,
2013).

3. KLASIFIKASI
Penyakit ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan
bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk paru-paru) dan
organ aksesoris saluran pernafasan. Berdasarkan batasan tersebut
jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory tract).
Program pemberantasan penyakit (P2) ISPA dalam 2 golongan yaitu
(Cahyaningrum, 2012):
a. ISPA Non-Pneumonia
Merupakan penyakit yang banyak dikenal masyarakat dengan istilah
batuk dan pilek (common cold).
b. ISPA Pneumonia
Pengertian pneumonia sendiri merupakan proses infeksi akut yang
mengenai jaringan paru-paru (alveoli) biasanya disebabkan oleh
invasi kuman bakteri, yang ditandai oleh gejala klinik batuk, disertai
adanya nafas cepat ataupun tarikan dinding dada bagian bawah.
Berdasarkan kelompok umur program-programpemberantasan
ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasikan ISPA(Cahyaningrum, 2012)
sebagai berikut:
a. Kelompok umur kurang dari 2 bulan, diklasifikasikan atas:

1) Pneumonia berat
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan adanya penarikan yang
kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam dan adanya nafas
cepat, frekuensi nafas 60 kali per menit atau lebih.
2) Bukan pneumonia (batuk pilek biasa)
Bila tidak ditemukan tanda tarikan yang kuat dinding dada
bagian bawah ke dalam dan tidak ada nafas cepat, frekuensi
kurang dari 60 menit.
b. Kelompok umur 2 bulan -<5 tahun diklasifikasikan atas:
1) Pneumonia berat
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan adanya tarikan dinding
dada dan bagian bawah ke dalam.
2) Pneumonia
Tidak ada tarikan dada bagian bawah ke dalam, adanya nafas
cepat, frekuensi nafas 50 kali atau lebih pada umur 2 - <12 bulan
dan 40 kali per menit atau lebih pada umur 12 bulan - <5 tahun.
3) Bukan pneumonia
Tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam, tidak ada
nafas cepat, frekuensi kurang dari 50 kali per menit pada anak
umur 2- <12 bulan dan kurang dari 40 permenit 12 bulan - <5
tahun.

4. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis secara umum yang sering didapat adalah rinitis,
nyeri tenggorokan, batuk dengan dahak kuning/ putih kental, nyeri
retrosternal dan konjungtivitis. Suhu badan meningkat antara 4-7 hari
disertai malaise, mialgia, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah dan
insomnia. Bila peningkatan suhu berlangsung lama biasanya
menunjukkan adanya penyulit.

5. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya ISPA yaitu,
faktor lingkungan, individu anak (umur, jenis kelamin dan berat badan
lahir), nutrisi, imunisasi, status sosial ekonomi, dan perilaku orang tua
yang merokok, Maryunani (2010)(Syahidi, Gayatri, & Bantas, 2016)
6. MASALAH-MASALAH YANG TERJADI
Komplikasi yang dapat timbul dari penyakit ini yaitu asma.
Komplikasi lain yang dapat timbul yaitu:
a. Otitis media
b. Croup
c. Gagal nafas
d. Sindrom kematian bayi mendadak dan kerusakan paru residu
(Wuandari.D & Purnamasari. L, 2015).

7. PATOFISIOLOGI
Menurut (Amalia Nurin, dkk, 2014) Perjalanan alamiah penyakit
ISPA dibagi 4 tahap yaitu:
a. Tahap prepatogenesis : penyuebab telah ada tetapi belum
menunjukkan reaksi apa-apa.
b. Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa.
Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan
sebelumnya rendah.
c. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala
penyakit,timbul gejala demam dan batuk.
d. Tahap lanjut penyaklit,dibagi menjadi empat yaitu dapat sembuh
sempurna,sembuh dengan atelektasis,menjadi kronos dan meninggal
akibat pneumonia.
Saluran pernafasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia
luar sehingga untuk mengatasinya dibutuhkan suatu sistem
pertahanan yang efektif dan efisien. Ketahanan saluran pernafasan
tehadap infeksi maupun partikel dan gas yang ada di udara amat
tergantung pada tiga unsur alami yang selalu terdapat pada orang sehat
yaitu keutuhan epitel mukosa dan gerak mukosilia, makrofag
alveoli, dan antibodi.
Infeksi bakteri mudah terjadi pada saluran nafas yang sel-sel epitel
mukosanya telah rusak akibat infeksi yang terdahulu. Selain hal itu,
hal-hal yang dapat mengganggu keutuhan lapisan mukosa dan gerak
silia adalah asap rokok dan gas SO2 (polutan utama dalam
pencemaran udara), sindroma imotil, pengobatan dengan O2
konsentrasi tinggi (25 % atau lebih). Makrofag banyak terdapat di
alveoli dan akan dimobilisasi ke tempat lain bila terjadi infeksi. Asap
rokok dapat menurunkan kemampuan makrofag membunuh bakteri,
sedangkan alkohol akan menurunkan mobilitas sel-sel ini. Antibodi
setempat yang ada di saluran nafas ialah Ig A. Antibodi ini banyak
ditemukan di mukosa. Kekurangan antibodi ini akan memudahkan
terjadinya infeksi saluran nafas, seperti yang terjadi pada anak.
Penderita yang rentan (imunokompkromis) mudah terkena infeksi ini
seperti pada pasien keganasan yang mendapat terapi sitostatika atau
radiasi. Penyebaran infeksi pada ISPA dapat melalui jalan hematogen,
limfogen, perkontinuitatum dan udara nafas.
8. WOC
9. PENATALAKSANAAN
a. Upaya pencegahan

Menurut Wijayaningsih tahun 2013, hal-hal yang dapat


dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA pada anak
antara lain:

1) Mengusahakan agar anak memperoleh gizi yang baik diantaranya


dengan cara memberikan makanan kepada anak yang
mengandung cukup gizi.

2) Memberikan imunisasi yang lengkap kepada anak agar daya tahan


tubuh terhadap penyakit baik.

3) Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan agar tetap bersih.

4) Mencegah anak berhubungan dengan klien ISPA.

10. UPAYA PERAWATAN


Prinsip perawatan ISPA antara lain:

a. Meningkakan istirahat minimal 8 jam per hari

b. Meningkatkan makanan bergizi

c. Bila demam beri kompres dan banyak minum

d. Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung

e. Bila demam gunakan pakaian yang cukup tipis dan tidak terlalu ketat

f. Bila anak terserang ISPA tetap berikan makanan dan ASI

11. PENATALAKSANAAN MEDIS


Pemberian antibiotic sesuai jenis kuman penyebab.
C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ISPA
1. PENKAJIAN KEPERAWATAN ISPA
Pengkajian menurut Amalia Nurin, dkk, (2014)
a. Identitas Pasien
b. Usia
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai
anak usia dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak pada usia muda
akan lebih sering menderita ISPA daripada usia yang lebih
lanjut.
c. Jenis Kelamin
Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2
tahun, dimana angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih
tinggi daripada laki-laki di negara Denmark.
d. Alamat
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota
keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk
ISPA. Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit
gangguan pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara
didalam rumah ataupun diluar rumah baik secara biologis, fisik
maupun kimia.

Adanya ventilasi rumah yang kurang sempurna dan


asap tungku di dalam rumah seperti yang terjadi di
Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA
anak.
2. Keluhan Utama
Adanya demam, kejang, sesak napas, batuk produktif, tidak mau
makan anak rewel dan gelisah, sakit kepala.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya klien mengalami demam mendadak, sakit kepala, badan
lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun, batuk, pilek
dan sakit tenggorokan.
b. Riwayat penyakit dahulu
Biasanya klien sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit ini
c. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit infeksi, TBC, Pneumonia, dan infeksi saluran
napas lainnya. Menurut anggota keluarga ada juga yang pernah
mengalami sakit seperti penyakit klien tersebut.
d. Riwayat social
Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang
berdebudan padat pendudukan
4. Kebutuhan dasar
a. Makan dan minum
b. Akivitas dan istirahat
Kelemahan, lesu, penurunan aktivitas, banyak berbaring
c. BAK
Tidak begitu sering
d. Kenyamanan
Myalgia, sakit kepala
e. Hygene
Penampilan kusut, kurang tenaga
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Baaimana keadaan klien, apakah letih, lemah atau sakit berat
b. Tanda Vital
Bagaimana suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah klien.
Tekanan darah menurun, nafas sesak, nadi lemah dan cepat, suhu
meningkat, sianosis
c. TB/BB
Sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan
d. Kuku
Bagaimana kondisi kuku, apakah sianosis atau tidak, apakah ada
kelainan
e. Kepala
Bagaimana kebersihan kulit kepala, rambut serta bentuk kepala,
apakah ada kelainan atau lesi pada kepala
f. Wajah
Bagaimana bentuk wajah, kulit wajah pucat/tidak
g. Mata
Bagaimana bentuk mata, keadaan konjungtiva anemis/tidak, sclera
ikterik/tidak, keadaan pupil, palpebral dan apakah ada gangguan
dalam penglihatan
h. Hidung
Bentuk hidung, keadaan bersih/ tidak, ada/tidak secret pada
hidung serta cairan yang keluar, ada sinus/tidak dan apakah ada
gangguan dalam penglihatan
i. Mulut
Bentuk mulut, membrane mukosa kering/lembab, lidah
kotor/tidak, apakah ada kemerahan/tidak pada lidah, apakah ada
gangguan dalam menelan, apakah ada kesulitan dalam berbicara
j. Leher
Apakah terjadi pembengkakan kelenjar tyroid, apakah ditemukan
distensi vena jugularis
k. Telinga
Apakah ada kotoran atau cairan dalam telinga, baimana bentuk
tulan rawanya, apakah ada respon nyeri pada daun telinga
l. Thoraks
Bagaimana bentuk dada simetris/tidak, kaji pola pernafasan,
apakah ada wheezing, apakah ada gangguan dalam pernafasan
Pemeriksaan fisik difokuskan pada pengkajian system pernafasan
a. Inspeksi
1) Membrane mukosa faring tampak ke
2) merahan
3) Tonsil tampak kemerahan dan edemaTampak batuk tidak
produktif
4) Tidak ada jaringan parut dan leher
5) Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan,
pernafasan cupin hidung
b. Palpasi
1) Adanya demam
2) Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah
leher/nyeri tekan pada nodus limfe servikalis
3) Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
c. Perkusi
Suara paru normal (resonance)
d. Auskultasi
Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi
paru. Jika terdengar adanya stridor atau wheezing
menunjukkan tanda bahaya. (Suriani, 2018).
m. Abdomen
Bagaimana bentuk abdomen, turgor kulit kering/ tidak, apakah
terdapat nyeri tekan pada abdomen, apakah perut terasa kembung,
lakukan pemeriksaan bising usus, apakah terjadi peningkatan
bising usus/tidak.
n. Genetalia
Bagaimana bentuk alat kelamin, distribusi rambut kelamin, warna
rambut kelamin. Pada laki-laki lihat keadaan penis, apakah ada
kelainan/tidak. Pada wanita lihat keadaan labia minora, biasanya
labia minora tertutup oleh labia mayora.
o. Integumen
Kaji warna kulit, integritas kulit utuh/tidak, turgor kulit kering/
tidak, apakah ada nyeri tekan pada kulit, apakah kulit teraba panas.
p. Ekstremitas
Inspeksi : adakah oedem, tanda sianosis, dan kesulitan
bergerak
Palpasi : adanya nyeri tekan dan benjolan
Perkusi : periksa refek patelki dengan reflek hummar
Adakah terjadi tremor atau tidak, kelemahan fisik, nyeri otot
serta kelainan bentuk.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang merupakan bagian dari pemeriksaan
medis yang dilakukan oleh dokter untuk mendiagnosis penyakit
tertentu. Pemeriksaan ini umumnya dilakukan setelah
pemeriksaan fisik dan penelusuran riwayat keluhan atau riwayat
penyakit pada pasien. Pemeriksaan penunjang untuk penyakit ISPA
diantaranya ada: Pemeriksaan laboratorium, Rontgen thorax,
Pemeriksaan lain sesuai dengan kondisi klien.
7. Analisa Data
Dari hasil pengkajian kemudian data terakhir dikelompokkan
lalu dianalisa data sehingga dapat ditarik kesimpulan masalah yang
timbul dan dapat dirumuskan diagnosa masalah.
8. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis
mengenai respons pasien terhadap suatu masalah kesehatan atau
proses kehidupan yang didalamnya baik berlangsung aktual maupun
potensial yang bertujuan untuk mengidentifikasi respon pasien baik
individu, keluarga ataupun komunitas, terhadap situasi yang
berkaitan mengenai kesehatan.
Diagnosa yang biasanya muncul pada pasien ISPA menurut SDKI
(2016) adalah sebagai berikut :
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan
b. Hipertermia b.d proses penyakit (infeksi bakteri stertococcus)
c. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen
d. Ansietas b.d kurang terpaparnya informasi.

9. Intervensi Keperawatan Keperawatan


Intervensi Keperawatan yang digunakan pada pasien ISPA
menggunakan perencanaan keperawatan menurut (SIKI) standar
intervensi keperawatan Indonesia serta untuk tujuan dan kriteria
hasil menggunakan standar luaran keperawatan Indonesia (SLKI).
(Tim Pokja SLKI, 2018).
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan
Tujuan : bersihan jalan napas meningkat (L.01001) Kriteria
hasil :
1) Batuk efektif meningkat
2) Produksi sputum menurun
3) Gelisah menurun
4) Frekuensi napas membaik
5) Pola napas membaik
Intervensi :
1) Observasi
a) Identifikasi kemampuan batuk
b) Monitor adanya retensi sputum
2) Terapeutik
a) Atur posisi semi-Fowler atau Fowler
b) Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
c) Buang sekret pada tempat sput.

3) Edukasi
a) Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
b) Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4
detik, ditahan selama 2 detik, kemudian keluarkan dari
mulut dengan bibir mencucu (dibulatkan) selama 8 detik
c) Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali
d) Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas
dalam yang ke-3
4) Kolaborasi
Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu
b. Hipertermia b.d proses penyakit (infeksi bakteri stertococcus)
Tujuan : pengaturan suhu tubuh pasien membaik (L.14134)
Kriteria hasil :
1) Takikardia menurun
2) Hipoksia menurun
3) Suhu tubuh membaik
4) Suhu kulit membaik
Intervesi :
1) Observasi
a) Identifikasi penyebab hipertermia (mis dehidrasi,
terpapar lingkungan panas, penggunaan inkubator dll)
b) Monitor suhu tubuh

c) Monitor keluaran urine


2) Terapeutik
a) Sediakan lingkungan yang dingin
b) Longgarkan atau lepaskan pakaian
c) Berikan kompres hangat pada dahi atau leher
3) Edukasi
Anjurkan tirah baring.
4) Kolaborasi
Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika
perlu
c. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen
Tujuan : toleransiaktivitas
meningkat
Kriteria hasil :
1) Kemudahan melakukan aktivitas sehari-hari meningkat
2) Keluhan lelah menurun
Intervensi :
1) Observasi
a) Monitor pola dan jam tidur
b) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
selama melakukan aktivitas.

2) Terapeutik
a) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
stimulus (mis. cahaya, suara, kunjungan)
b) Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
3) Edukasi
a) Anjurkan tirah baring
b) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
4) Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan.
10. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah proses keperawatan yang dimulai setelah
perawat menyusun rencana keperawatan. Sebelum
mengimplementasikan intervensi keperawatan, gunakan pemikiran
kritis untuk menentukan ketepatan intervensi terhadap situasi klinis.
Persiapan proses implementasi akan memastikan asuhan keperawatan
yang efisien, aman, dan efektif. Lima kegiatan persiapan tersebut
adalah pengkajian ulang, meninjau dan merevisi rencana asuhan
keperawatan yang ada, mengorganisasikan sumber daya dan
pemberian asuhan, mengantisipasi dan mencegah komplikasi, serta
mengimplementasikan intervensi keperawatan. (Potter & Perry,
2010)
11. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan untuk
menentukan apakah intervensi keperawatan telah berhasil
meningkatkan kondisi klien.
Selama evaluasi, melakukan berfikir kritis dalam membuat keputusan
dan mengarahkan asuhan keperawatan dalam upaya memenuhi
kebutuhan klien. Pencapaian tujuan keperawatan dilakukan dengan
membandingkan antara respon klien dengan hasil yang diharapkan
(potter & perry, 2010).
DAFTAR PUSTAKA
Cahyaningrum, P. F. (2012). hubungan kondisi faktor lingkungan dan angka
kejadian infeksi saluran pernapasan akut (ispa) pada balita di wilayah
kerja puskesmas cangkringan kabupaten sleman daerah istimewa
yogyakarta pasca erupsi gunung merapi tahun 2010. universitas negeri
yogyakarta, yogyakarta.

Hanafi, P. C. M. M., & Arniyanti, A. (2020). Penerapan Fisioterapi Dada Untuk


Mengeluarkan Dahak Pada Anak Yang Mengalami Jalan Napas Tidak
Efektif. Jurnal Keperawatan Profesional, 1(1), 44–50.
https://doi.org/10.36590/kepo.v1i1.84

Mahendra, I. G. A. P., & Farapti, F. (2018). Relationship between Household


Physical Condition with The Incedence of ARI on Todler at Surabaya.
Jurnal Berkala Epidemiologi, 6(3), 227.
https://doi.org/10.20473/jbe.v6i32018.227- 235

Siregar, T., & Aryayuni, C. (2019). Pengaruh Fisioterapi Dada Terhadap


Pengeluaran Sputum Pada Anak Dengan Penyakit Gangguan Pernafasaan
Di Poli Anak RSUD Kota Depok. Jurnal Keperawatan Widya Gantari
Indonesia, 2(2), 34–42. Retrieved from
https://ejournal.upnvj.ac.id/index.php/Gantari/article/view/856/591

Suriani, Y. (2018). Asuhan Keperawatan Pada An. R Dengan Gangguan ISPA


(Infeksi Saluran Pernafasan Akut) Di Wilayah Kerja Puskesmas Air Haji
Kecamatan Linggo Sari Baganti Kabupaten Pesisir Selatan. Retrieved
from http://repo.stikesperintis.ac.id/186/

Syahidi, M. H., Gayatri, D., & Bantas, K. (2016). Faktor-faktor yang


Mempengaruhi Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada
Anak Berumur 12-59 Bulan di Puskesmas Kelurahan Tebet Barat,
Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan, Tahun 2013. Jurnal Epidemiologi
Kesehatan Indonesia, 1(1), 23–27.
https://doi.org/10.7454/epidkes.v1i1.1313

Anda mungkin juga menyukai