DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 4
TUTOR
dr. Syamsu Rijal, M.Kes, Sp.PA
ANGGOTA:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2017
A. SKENARIO
Anamnesis: Perempuan 68 tahun dibawa ke rumah sakit oleh keluarganya dengan keluhan
selalu mengompol. Keadaan ini dialami sudah sejak 8 bulan lalu dimana penderita sama
sekali tidak dapat menahan bila ingin buang air kecil, sehingga kadanag air seninya
berceceran di lantai. Tidak ada keluhan sakit saat berkemih.
Menurut keluarganya sejak seminggu yang lalu penderita terdengar batuk-batuk, banyak
lendir kental dan agak sesak nafas, serta nafsu makannya berkurang, tetapi tidak demam.
Penderita mempunyai 8 orang anak yang terdiri dari 5 laki-laki dan 3 perempuan. Riwayat
penyakit selama ini, sejak 15 tahun penderita mengidap dan berobat teratur dengan obat
Glibenklamide 5 mg, tekanan darah tinggi dengan obat captopril 25 mg dan kedua lutut
sering bengkak dan sakit.
Pemeriksaan fisik: pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah baring 180/70 mmHg
dan duduk 160/70 mmHg, nadi 92 x/menit, suhu aksiler 37C, pernapasan 24x/ menit. Pada
auskultasi paru-paru ditemukan adanya ronkhi basah kasar pada bagian medial paru kanan
dan kiri. Jantung, hati dan limpa kesan dalam batas normal. Berat badan 72 kg dan tinggi
badan 155 cm.
Pemeriksaan Penunjang: Pem. Laboratorium kadar HB 12,3 gr%, Leukosit 13.400/mm3,
GDS 279 mg/dl, kreatinin 1,5 mg/dl, asam urat 9,2 mg/dl/
Analisa urin: sedimen leukosit: 1-3/lpb. Pemeriksaan toraks foto ditemukan adanya
perselubungan homogen di daerah kedua medial paru. USG abdomen tidak ditemukan
kelainan.
B. KATA SULIT
-
C. KALIMAT KUNCI
- Perempuan 68 tahun keluhan selalu mengompol
- sejak 8 bulan dan tidak sakit saat berkemih
- seminggu lalu terdengar batuk-batuk, lendir kental dan sesak nafas, nafsu makannya
berkurang, tidak demam
- sejak 15 tahun minum oabt Glibenklamide 5 mg, captopril 25 mg
- kedua lutut sering bengkak dan sakit
- Pemeriksaan fisik: pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah baring 180/70
mmHg dan duduk 160/70 mmHg, nadi 92 x/menit, suhu aksiler 37C, pernapasan 24x/
menit. Pada auskultasi paru-paru ditemukan adanya ronkhi basah kasar pada bagian
medial paru kanan dan kiri. Jantung, hati dan limpa kesan dalam batas normal. Berat
bada 72 kg dan tinggi badan 155 cm.
- Pemeriksaan fisik: TD baring 180/70 mmHg, duduk 160/70 mmHg, nadi 92 x/menit,
suhu aksiler 37C, pernapasan 24x/ menit. Auskultasi paru-paru: ronkhi basah kasar
medial paru kanan dan kiri. Jantung, hati dan limpa kesan dalam batas normal. Berat
badan 72 kg dan tinggi badan 155 cm.
- Pemeriksaan Penunjang: HB 12,3 gr%, Leukosit 13.400/mm3, GDS 279 mg/dl,
kreatinin 1,5 mg/dl, asam urat 9,2 mg/dl/
- Analisa urin: sedimen leukosit: 1-3/lpb. Pemeriksaan toraks foto: perselubungan
homogen di daerah kedua medial paru. USG abdomen tidak ditemukan kelainan.
D. PERTANYAAN PENTING
1. Faktor apa yang menyebabkan pasien mengalami inkontinensia?
2. Jenis inkontinensia apa yang kemungkinan dialami pasien?
3. Bagaimana penanganan pasien berdasarkan skala prioritas?
4. Komplikasi apa yang dapat terjadi pada pasien tersebut?
5. Bagaimana langkah diagnosis pada pasien?
6. Perspektif islam mengenai pasien inkontinensia?
E. JAWABAN PERTANYAAN
1. Faktor apa yang menyebabkan pasien mengalami inkontinensia?
Berdasarkan kasus tersebut, inkontinensia yang dialami pasien tersebut dipengaruhi
oleh beberapa faktor, di antaranya:
a. Penuaan (menopause)
International Continence Society mendefinisikan inkontinensia urin sebagai
pengeluaran urin yang tidak disadari. Pada pria dan wanita, usia dilaporkan sebagai
faktor resiko untuk inkontinensia urin. Kejadian inkontinensia urin 2-3 kali lebih sering
pada wanita dibandingkan pria sampai usia 80 tahun.
Inkontinensia urin bukan merupakan konsekuensi normal dari bertambahnya
usia. Usia yang lanjut tidak menyebabkan inkontinensia. Walaupun begitu, beberapa
perubahan-perubahan berkaitan dengan bertambahnya usia, dan faktor-faktor yang
berkaitan dengan bertambahnya usia, antara lain:in
- Mobilitas yang lebih terbatas karena menurunnnya panca indera,
kemunduran system lokomosi
- Kondisi-kondisi medic yang patologik dan berhubungan dengan
pengaturan urin misalnya diabetes mellitus, gagal jantung kongestif.
Pada individu yang memiliki fungsi saluran kemih normal, aktivasi dari saraf
simpatis membantu dalam penutupan neck of bladder. Ketika buli-buli terisi dan
tekanannya meningkat, kerja dari saraf parasimpatis juga akan meningkat yang
menyebabkan kontraksi dari otot detrusor dan buli-buli menjadi kosong.
b. Diabetes mellitus
Hiperglikemia
Glukosuria
Osmotic diuresis
Poliuria
Inkontinence
Dalam scenario dikatakan bahwa pasien sudah mengonsumsi obat-obatan diabetes
melitis selama 15 tahun, sehingga kemungkinan pasien sudah mendapatkan komplikasi
vascular kronik (jangka panjang) baik itu mikroangiopati maupun makroangiopati.
Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola
retina ( retinopati diabetic), glomerulus ginjal ( nephropati diabetic), otot-otot dan
kulit.Neuropatik diabetic merupakan komplikasi vaskeler di sumsum saraf perifer.
Neuropati timbul akibat gangguan jalur poliol (glukosa-sosbitol-fruktosa) akibat
menurunnya insulin. Terdapat penimbunan sorbitol dalam lensa sehingga menimbulkan
katarak, sedangkan pada jaringan saraf terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa dan
penurunan kadar mioinositol yang menimbulkan neuropati. Perubahan biokimia pada
jaringan saraf akan mengganggn kegiatan metabolic sel-sel schwann dan menyebabkan
kehilangan akson. Kecepatan konduksi motorik akan berkurang pada tahap dini
perjalanan neuropati. Neuropati dapat menyerang saraf-saraf perifer (mononeuropati
dan polineuropati), saraf-saraf cranial atau system saraf otonom.
Diabetik neuropati dapat menimbulkan efek negative terhadap traktus
genitourinarius, traktus intestinal, dan serebrovaskuler. Khususnya traktus urinarius
efek dari neuropati diabetic yaitu hilangnya sensasi pada buli-buli yang akan
menurunkan aksi/kontraksi dari muskulus dertrusor sehingga terjadi kesulitan untuk
mengosongkan buli-buli (neurogenic bladder) karena hilangnya tonus akibat gangguan
pada saraf perifernya sehingga mengakibatkan terjadinya overflow inkontinensia.
Poliuri yang dialami penderita DM menyebabkan kandung kemih pasien
memerlukan perhatian khusu, karena penderita ini sering mengalami infeksi saluran
kemih (ISK) yang berulang. Selain itu, urat saraf yang memelihara kandung kemih
sering rusak, sehingga dinding kandung kemih menjadi lemah. Kandung kemih akan
menggelembung dan kadang-kadang penderita tidak dapat buang air kecil (kencing)
dengan spontan, urin tertimbun dan tertahan di kandung kemih. Keadaan ini disebut
retensi urin. Apabila sifat control urat sarafnya terganggu, penderita sering ngompol
atau kencing sendiri tak tertahankan atau disebut inkontinensia urin.
d. Osteoarthritis
Nyeri dan bengkak pada lutut merupakan keluhan utama pasien datang ke
dokter, selain itu perubahan gaya berjalan seperti jalan tidak stabil juga dikeluhkan
oleh pasien dan menyusahkan pasien. Gangguan berjalan dan gangguan fungsi
sendi yang lain merupakan ancaman yang besar untuk kemandirian pasien yang
umumnya tua.
1. Alpha-Bloker
Orang yang memiliki tekanan darah tinggi dan mengkonsumsi obat hipertensi
jenis ini seperti doxazosin mesylate, prazon hidroklorida, terazosin
hydrochloride, mungkin berisiko mengalami inkontinensia. Hal ini disebabkan
alpha-bloker bekerja untuk menurunkan tekanan darah dengan mengendurkan
kandung kemih bersamaan dengan pembuluh darah. Hal ini membuat penderita
rentan terhadap stress inkontinensia yang memungkinkan urin keluar tanpa
sengaja ketika ia bersin, batuk, tertawa, berlari atau melompat. Obat golongan
ini dapat menurunkan kemampuan penutupan uretra dan menyebabkan stress
inkontinensia.
2. Diuretik
Berbagai macam obat diruetik dengan nama merek Bumex, Lasix, Aldactone
atau jenis generik seperti furosemid, teofilin dan sebagainya, adalah obat lini
pertama yang paling sering diresepkan untuk hipertensi. Namun, obat ini
diketahui juga dapat memicu inkontinensia. Obat-obatan diuretik dapat
merangsang ginjal untuk membuang kelebihan air dan garam dari dalam tubuh.
Karena tubuh memproduksi lebih banyak urin, hal ini membuat adanya
peningkatan tekanan pada kandung kemih.
f. Obesitas
Berdasarkan penelitian, setiap peningkatan 5 unit BMI disertai dengan sekitar
20%-70% peningkatan resiko inkontenensia urin. Kemungkinan lebih besar kaitan
dari peningkatan BB dengan prevalensi inkontenensia tipe tress,termasuk campuran
dari pada tipe urgensi dan KKH (kandung kemih hiperaktif).
Mekanisme hubungan antara obesitas dan UI belum diketahui secara jelas,
secara teori bahwa BB yang berlebih meningkatkan tekanan intraabdomen, yang
meningkatkan tekanan kandung kemih dan mobilitas uretra, menyebabkan UI tipe
stress dan juga mengeksaserbasi instabilitasi otot detrusor dan buli-buli overaktif.
Seperti halnya kehamilan, obesitas dapat menyebabkan tegangan, regangan, dan
kelemahan otot, saraf, dan struktur dasar panggul lainnya.
Inkontinensia Urin
2. Obat
Terapi dengan menggunakan obat-obatan diberikan apabila masalah
akut sebagai pemicu timbulnya inkontinensia urin telah diatasi dan
berbagai upaya bersifat nonfarmakologis telah dilakukan tetapi tetap
tidak berhasil mengatasi masalah inkontinensia tersebut. Pada pasien
dengan stress inkontinensia dapat diberikan alfa-agonist untuk
kontraksi dari sphinter uretra interna. Pemberian anticholinergics
bisa juga diberikan untuk mengatur overactive otot detrusor melalui
hambatan M2 dan M3 reseptor muskarinik pada buli-buli/
3. Pembedahan
Pembedahan merupakan pilihan terakhir untuk masalah
inkontinensia yang tidak berhasil diatasi dengan teknik latihan
perilaku, obat-obatan atau pun dengan memanfaatkan alat-alat bantu
untuk meminimalkan problem inkontinensia. Beberapa tindakan
pembedahan antara lain spincterectomi, operasi prostat, atau operasi
pada prolapse rahim.
Wanita 68 tahun
Anamnesa riwayat penyakit (mengompol)
Anamnesa dibuat baik terhadap penderita maupun saksi mata jatuh atau keluarganya,
anamnesa ini mluputi
Seputar mengompol : mencari penyebab tidak bisa menahan BAK, sejak kapan
Pada skenario di didapat keadaan ini dialami sudah sejak 8 bulan lalu.
Gejala yang menyertai : seperti nyeri dada, berdebar-debar, nyeri kepala tiba-
tiba, vertigo, batuk, pingsan, lemas, konfusio, inkontinens, sesak nafas.
Pada skenario didapatkan seminggu yang lalu pasien menderita batuk-batuk
tetapi tidak demam dan sulit sekali mengeluarkan lendir, agak sesak nafas serta
nafsu makannya sangat berkurang
Kondisi komorbid yang relevan : pernah menderita hipertensi, diabetes melitus,
stroke, parkinsonisme, osteoporosi, sering kejang, penyait jantung, rematik,
depresi dll.
Pada skenario didapatkan riwayat penyakit penderita selama 15 tahun menderita
kecing manis dan tekanan darah tinggi
Reveiw obat-obatan yang pernah diminum
Pada skenario didapatkan pasien sering mengkonsumsi obat glibenklamid 5 mg
dan Captopril 25 mg.
1. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran pasien (bisa dengan GCS)
Tidak dijelaskan pada skenario
Status gizi pasien (Indeks Masa Tubuh)
Pada skenario didapat BB : 72 kg dan TB : 155 cm jadi IMT pasien masuk dalam
kategori Obesitas 1 dengan hasil 29,9 kg/m2
Tanda vital
Tekanan darah baring 180/70 mmHg dan duduk 160/70 mmHg, pasien masuk
ke dalam kategori hipertensi grade II.
Nadi 92x/menit, masih dalam batas normal
Pernapasan 24x/menit, pernapasan dalam batas normal
Suhu 370 C, yang berarti normal
INSPEKSI
Tanda nyeri dan fraktur serta pemeriksaan ektremitas
PALPASI
Pemeriksaan organ dalam batas normal atau tidak
Pada skenario didapatkan bahwa jantung dalam batas normal dan tidak ada
pembesaran hepar dan limpa tetapi didapatkan kedua lutut sering bengkak dan
sakit.
AUSKULTASI
Menilai ada tidaknya bunyi abnormal yang terdapat pada organ seperti jantung,
paru-paru dan usus
Pada skenario bunyi abnormal yang didapatkan yaitu pada pada paru-paru
didapatkan bunyi ronkhi basah kasar diseluruh lapangan kedua paru, yang
dicurigai dari akibat sulitnya keluar lendir yang dikeluhkan pasien.
Pemeriksaan neurologis untuk menentukan lesi pada otak atau juga sensorik dan
motorik
Pada skenario tidak dijelaskan tentang pemeriksaan neurologis pasien
Pemeriksaan status fungsional dan kognitif, memperhatikan apakah pasien
menderita dimensia terutama dimensia vascular
Pada skenario tidak dapat dinilai status kognitifnya karena tidak terdapat hasil
pemeriksaan atau kata kunci tentang pemeriksaan mini mental state exam
(MMSE). Sedangkan untuk penilaian status fungsional pada skenario
didapatkan pasien mengalami nyeri pada pangkal paha kanan akibat jatuh
terpeleset di lantai rumah dan hal ini tentunya berdampak pada aktifitas gerak
pasien, seperti yang dijelaskan pada skenario bahwa pasien sulit untuk berjalan
sendiri dan membutuhkan bantuan orang lain untuk bergerak, oleh karena itu
dapat ditarik kesimpulan bahwa telah terjadi penurunan status fungsional pada
pasien tersebut. Namun pada penilaian status fungsional harus dinilai
menggunakan metode Indeks Katz-Barthel, tetapi pada skenario tidak
didapatkan kata kunci dan/atau hasil pemeriksaan tersebut sehingga penilaian
status fungsional tidak dapat dinilai secara akurat.
Pada skenario tidak disebutkan bahwa pasien menderita dimensia.
Pemeriksaan status mobilitas pasien : status fungsional cara berjalan
Pada scenario tidak didapatkan kelainan dalam berjalan.
2. Pemeriksaan Penunjang
Hemoglobin
Hemoglobin adalah protein yang kaya akan zat besi. Memiliki afinitas (daya
gabung) terhadap oksigen dan dengan oksigen itu membentuk oxihemoglobin
di dalam sel darah merah. Dengan melalui fungsi ini maka oksigen dibawa dari
paru-paru ke jaringan. Jumlah hemoglobin dalam darah normal adalah kira-kira
15 gram setiap 100 ml darah dan jumlah ini biasanya disebut 100 persen.
Batas normal nilai hemoglobin untuk seseorang sukar ditentukan karena kadar
hemoglobin bervariasi diantara setiap suku bangsa. Namun WHO telah
menetapkan batas kadar hemoglobin normal berdasarkan umur dan jenis
kelamin.
Leukosit
Leukosit adalah sel darah yang mengandung inti, disebut juga sel darah putih.
Rata-rata jumlah sel leukosit dalam jumlah sel darah manusia normal adalah
5000-9000 /mm3, bila jumlahnya lebih dari 10.000 mm3 keadaan ini disebut
leukositosis dan apabila kurang dari 5000 keadaan ini disebut leukopenia.
Catatan : dari hasil pemeriksaan jumlah leukosit berdasarkan skenario di
dapatkan 13.400 mm3 yang berarti pasien leukositosis.
Glukosa
Gula darah sewaktu merupakan salah satu cara pengukuran kadar gula darah di
dalam tubuh. Pengukuran kadar gula darah sewaktu ini merupakan pengukuran
kadar gula darah yang yang diambil dari pengukuran kadar gula darah selain
pada saat puasa ataupun setelah 2 jam makan. Gula darah sewaktu ini memiliki
nilai kadar yang normal yaitu berkisar antara 70 sampai dengan 200 mg/dl.
Waktu pengambilannya dapat dilakukan kapan saja diluar dari pada saat puasa
ataupun 2 jam setelah makan.
Catatan : dari hasil pemeriksaan sesuai skenario di dapatkan GDS 279 mg/dL
dan pasien mempunyai riwayat kecing manis selama 15 tahun, jadi pasien
dicurigai DM.
Ureum
Ureum adalah suatu molekul kecil yang mudah mendifusi kedalam cairan
ekstrasel, tetapi pada akhirnya dipekatkan dalam urin dan dieksresi. Jika
keseimbangan nitrogen dalam keadaan mantap eksresi ureum kira-kira
25mg/hari, ureum merupakan produk akhir dari metabolisme nitrogen yang
penting pada manusia, yang disintesia dari amonia, karbon dioksida dan
nitrogen amida aspatat.
Nilai normal : sampel serum/plasma kadar urea = 10-50 mg/dl
Sampell urine kadar urea = 20 35g/24 jam
Asam urat
Asam urat dibeentuk dari pemecahan purin dan dengan sintesis langsung dari 5-
fosforibosil pirofosfat (5-PRPP) dan glutamin. Kadar asam urat darah normal
pada manusia adalah sekitar 4 mg/dl. Pada manusia asam urat diekskresi melalui
urin, tetapi pada mamalia yang lain asam urat dioksidasi menjadi allantoin
sebelum dieksresiakan. Eksresi asam urat melalui urin dipengaruhi jumlahnya
oleh intake makanan. Dalam urin asam urat dapat membentuk kristal asam urat
yang mengendap dann menyebabkan batu ginjal. Peningkatan asam urat dalam
darah (hiperurisemia) dan urin terjadi pada peningkatan intake akanan kaya
purin yang menigkat pada penderita anemia hemolitik, kanker dan penderita
penyakit sendi. Hiperurisemia juga terjadi pada penderita gagal ginjal.
Nilai normal :
Asam urat serum = laki-laki 3,4 7 mg/dl
Perempuan 2,4 5,7 mg/dl
Asam urat urin = 250 750 mg/24 jam
Catatan : pada skenario di dapatkan hasil pemeriksaan kadar asam urat pada
pasien adalah 9,2 mg/dl yang berarti pasien hiperurisemia.
Kreatinin
Kreatinin di sintesis di dalam hati dari asam amino methionin, glisin, dan
arginin. Dalam otot rabfka kreatinin di fosforlasi menjadi fosforil kreatinin yang
merupakan simpanan energi penting untuk sintesis ATP. Kreatinin di dalam
urine dibentuk oleh fosforil kreatinin. Kreatinin tidak dikonversi secara
langsung menjadi kreatinin. Jumlah kreatinin tidak dipengaruhi oleh intake
makanan dan tidak direabsorbsi oleh ginjal. Hal ini memugkinkan eksresi
kreatinin menunjukan kemampuan laju filtrasi glomerulus yang dinyatakan
sebagai kreatinin klirens.
Nilai normal :
Serum = laki-laki (<50 tahun) = <1,3 mg/dl (>50 tahun)
= < 1,4 mg/dl
Perempuan = <1,1 mg/dl
Urin = laki-laki = 20-26 mg/kg BB/24 jam
Perempuan = 14- 22 mg/kg BB/24jam
1. Tekanan Darah
Tekanan darah pasien adalah 180/70 mmgHg pada saat berbaring dan 160/70 saat
duduk, Diduga pasien tersebut didiagnosis hipotensi ortostatik.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hemoglobin
- Waniita : 12-16 g/dl
- Pria : 13-18 g/dl
Pada skenarion, seorang wanita yang telah melakukan pemeriksan hemoglobin dengan
hasil 12.3 g/dl yang menunjukkan bahwa pasien tersebut masih dalam batas normal.
Bukan Belum DM
DM pasti DM
Kadar glukosa darah Plasma vena <110 111-200 200
sewaktu(mg/dL)
Berdasarkan skenario, pasien telah memeriksa gula darah sewaktu pasien adalah 275
mg/dl yang menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar glukosa darah sewaktu. Dari
hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pasien tengah menderita Diabetes Melitus.
Berdasarkan skenario, pasien telah memeriksa kadar asam urat dengan hasil 9.2
gr/dl. Dari hasil yang didapatkan dari pemeriksaan penunjang tersebut
menunjukkan bahwa kadar asam urat serum pasien meningkat.
Hendaklah ia berwudhu setiap kali tiba waktu shalat lalu mengerjakan shalat dengan
wudhu tersebut hingga tiba waktu shalat berikutnya. Wudhunya tidak batal karena kencing
atau angin yang keluar, meskipun keluar pada waktu shalat, sebab ia tidak mampu
menahannya dan tidak ada jalan untuk menghentikannya. Umar bin Khathab Radhiyallahu
anhu terus mengerjakan shalat sementara darah mengalir dari lukanya. Sebab darah itu
terus mengucur dalam jangka waktu yang tidak bisa ditentukan. Demikian juga kencing
tersebut barangkali terus menerus keluar. Imam Al-Bukhari meriwayatkan bahwa
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan wanita yang mengalami istihadhah
agar berwudhu setiap kali hendak shalat. Demikian pula hukumnya atas orang yang
hadasnya terus menerus keluar. Misalnya nanah, salisul baul, buang angin terus menerus
dan lain sebagainya
[Disalin dari kitab Al-Fatawa Asy-Syariyyah Fil Masaailil Thibbiyah, Pensyarah Syaikh
Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Seputar Pengobatan
dan Kesehatan, Penerjemah Abu Ihsan Al-Atsari, Penerbit At-Tibyan Solo]
Adapun orang yang terus-menerus keluar hadats darinya seperti penderita penyakit
beser (kencing terus-menerus) (al-Fatawa al-Kubra, Ibnu Taimiyah rahimahullah,
1/282) atau orang yang buang angin terus-menerus atau buang air besar terus-menerus,
maka ia diberi uzur di mana thaharahnya tidaklah dianggap batal dengan keluarnya
hadats tersebut. (asy-Syarhul Mumti, 1/221).
REFERENSI
Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) Edisi ke-5. Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2014.
Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) Edisi ke-5. Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2014.
Hadi Martono, Kris Pranaka. Buku ajar Boedhi-Darmojo GERIATRI (Ilmu kesehatan Usia
Lanjut) 2009. Jakarta : Balai Penerbitan FKUI
Winkjosastro, H. (editor ketua). Beberapa aspek urologi pada wanita dalam ilmu kandungan.
Ed.2. Cetakan 7. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2009. Hal: 460-5
Rajan, SS and Kohli N. Incontinence and pelvic floor dysfunction in primary care: epidemiolo
gy and risk factors in urogynecology in primary care. London: Springer-Verlag London
Ltd, 2007. p. 1-4
Setiadi S, Pramantara IDP. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I ed V. Jakarta: interna publi
shing.
Boedhi-Darmojo dan Hadi Martono. Aspek Fisiologik dan Patologik akibat Proses Menua. Da
lam: Buku Ajar Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 201
1. Hal. 24, 71-72, 146, 153, 206, 226, 229.
Boedhi-Darmojo dan Hadi Martono. Inkontinensia Urin. Dalam: Buku ajar Geriatri kesehatan
usia lanjut Ed. 2 Edit R. Balai Penerbit FKUI. Jakarta 2011. Hal:174-180
Setiadi S, Pramantara IDP. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I ed. V. Jakarta: Interna Pub
lishing
Wiratmoko,A.tesis:pola inkontinensia urin pada wanita usia diatas lima puluh tahun. Fakultas
kedokteran universitas diponegoro, 2003
Santoso,BI. Inkontenensia urin pada perempuan. Majalah kedokteran indonesia,vol:58,no7,jul
i 2008
Setiati S. dan Pramantara I.D.P. Inkontinensia Urin dan Kandung Kemih Hiperaktif. Dalam :
Aru W. Sudoyo, Bambang S., Idrus Alwi, Marcellus S.K., Siti setiati. Ilmu Penyakit Da
lam FKUI. Edisi IV. Jakarta :FK UI. 2007;pp: 1392-95
Martin P.F dan Frey R.J. 2005, Urinary Incontinence, Available at : http://www.healthline.com
Setiati S. dan Pramantara I.D.P. Inkontinensia Urin dan Kandung Kemih Hiperaktif. Dalam :
Aru W. Sudoyo, Bambang S., Idrus Alwi, Marcellus S.K., Siti setiati. Ilmu Penyakit Da
lam FKUI. Edisi IV. Jakarta :FK UI. 2007;pp: 1392-95
PERKENI, 2006. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe-2 di Indone
sia. Jakarta: Penerbit PERKENI, 4-8
Vardiansah. 2016. Pemeriksaan Fungsi Ginjal. Bandung. Rumah sakit Hasan Sadikin: CDK. V
ol 4 no.2 hal 149
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Interpretasi data klinik. Jakarta. K
emenkes RI 2011